• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan Lahan Pasca Tambang PT. Antam UBPE pongkor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan Lahan Pasca Tambang PT. Antam UBPE pongkor, Jawa Barat"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN POTENSI SIMPANAN KARBON DI ATAS

PERMUKAAN LAHAN PASCA TAMBANG PT. ANTAM

UBPE PONGKOR, JAWA BARAT

MUHAMMAD TAUFIQ

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan Lahan Pasca Tambang PT. Antam UBPE Pongkor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD TAUFIQ. Pendugaan Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan Lahan Pasca Tambang PT. Antam UBPE Pongkor, Jawa Barat. Dibimbing oleh OMO RUSDIANA.

Kegiatan reklamasi lahan pasca tambang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan cadangan karbon. Kondisi lahan yang rusak akibat kegiatan pertambangan akan pulih kembali dengan adanya kegiatan reklamasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat persamaan alometrik beberapa jenis vegetasi, menduga serta membandingkan potensi simpanan karbon di areal reklamasi PT. Antam UBPE Pongkor, Jawa Barat tahun tanam 2001, 2002, dan 2003. Pengukuran biomassa pohon, tiang, dan pancang dilakukan dengan metode non destruktif sedangkan pengukuran biomassa tumbuhan bawah, serasah, dan nekromassa menggunakan metode destruktif. Persamaan alometrik yang digunakan pada penelitian ini mempunyai nilai R2 yang tinggi, sehingga keseluruhan persamaan tersebut dapat digunakan untuk menduga volume tegakan. Hasil penelitian ini menunjukkan simpanan karbon tertinggi terdapat pada areal tegakan tahun tanam 2001 dengan total potensi karbon sebesar 107.14 ton/ha, selanjutnya tahun tanam 2003 sebesar 101.44 ton/ha, dan tahun tanam 2002 sebesar 94.18 ton/ha. Perbedaan potensi simpanan karbon disebabkan oleh beberapa faktor seperti komposisi, struktur, kerapatan tegakan, serta tutupan tajuk tegakan.

Kata kunci: biomassa, karbon, PT. Antam UBPE Pongkor

ABSTRACT

MUHAMMAD TAUFIQ. Carbon Stock Estimation on the Post Mining Area of PT. Antam UBPE Pongkor, West Java. Supervised by OMO RUSDIANA.

Post mining land reclamation is one of the effort to increase carbon stock. Reclamation activities will recover the post-mining degraded lands. The objectives of this study were create an allometric of some tree species, estimate and compare the carbon stock on the land of PT. Antam UBPE Pongkor, West Java in 2001, 2002, and 2003 planting years. Biomass measurement of tree, pole, and sapling was done with non destructive method, while understorey, litter, and necromass was done with destructive method. The allometric which used in this study has the highest R2 value, so that all of allometric can be used for estimate tree’s volume. The result of this study show the highest potential carbon found in 2001 planting years, the potential carbon of this planting year is 107.14 ton/ha, and then 2003 planting years is 101.44 ton/ha, and 2002 planting years is 94.18 ton/hnd a. Carbon potential differences caused by composition, structure, stand density, and canopy coverage.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

PENDUGAAN POTENSI SIMPANAN KARBON DI ATAS

PERMUKAAN LAHAN PASCA TAMBANG PT. ANTAM

UBPE PONGKOR, JAWA BARAT

MUHAMMAD TAUFIQ

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pendugaan Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan Lahan Pasca Tambang PT. Antam UBPE Pongkor, Jawa Barat”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Omo Rusdiana, MSc yang senantiasa membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. PT. Antam UBPE Pongkor khususnya satuan kerja lingkungan atas segala dukungan dan kerjasamanya

3. Kedua orang tua tercinta Abdul Hafid Lazim dan Irnavianti, serta saudara Abdi Nugraha Hafid dan Dedi Hariadi atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya

4. Teman teman Fahutan angkatan 47, Silvikultur 47, Gesek Pala (Gespal), Aconk, Bayu, Riyma, Rendra, Daniel, Dimas, Aji, Cahna, Kiting, dan teman-teman semua yang tidak bisa dituliskan satu per satu namanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan lokasi penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 3

Analisis Data 4

KONDISI UMUM 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Jumlah dan Komposisi Jenis Tumbuhan 7

Pembuatan Model Alometrik Volume Beberapa Jenis Vegetasi 8

Kandungan Biomassa di Atas Permukaan Lahan 14

Total Simpanan Karbon di Atas Permukaan Lahan 20

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 23

(11)

DAFTAR TABEL

1 Data komposisi jenis dan jumlah vegetasi pada lokasi penelitian 7 2 Model hubungan volume dengan dbh Dalbergia latifolia 8 3 Model hubungan volume dengan dbh Acacia mangium 9 4 Model hubungan volume dengan dbh Hymenaea courbaril 10 5 Model hubungan volume dengan dbh Michelia velutina 10 6 Model hubungan volume dengan dbh Shorea leprosula 11 7 Model hubungan volume dengan dbh Gmelina arborea 12 8 Model hubungan volume dengan dbh Syzigium gracile 12 9 Model hubungan volume dengan dbh Podocarpus neriifolius 13

10 Simpanan biomassa pohon, tiang, pancang 14

11 Simpanan biomassa tumbuhan bawah 15

12 Simpanan biomassa serasah 16

13 Simpanan biomassa nekromassa 18

14 Total simpanan biomassa di atas permukaan lahan 19 15 Potensi simpanan karbon di atas pemukaan lahan 20

DAFTAR GAMBAR

1 Desain Cluster Plot Forest Health Monitoring (FHM) 3 2 Lokasi Penelitian Lahan Reklamasi PT. Antam UBPE Pongkor 6

3 Grafik simpanan biomassa tegakan 15

4 Grafik simpanan biomassa tumbuhan bawah 16

5 Grafik simpanan biomassa serasah 17

6 Grafik simpanan nekromassa 19

7 Grafik total simpanan biomassa di atas permukaan lahan 20 8 Grafik total simpanan karbon di atas permukaan lahan 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data pohon contoh yang diambil pada areal reklamasi PT Antam

UBPE Pongkor, Jawa barat 24

2 Data hasil inventarisasi tegakan 27

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanasan global (Global Warming) adalah fenomena meningkatnya temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O), dan CFC. Gas-gas

tersebut menyebabkan sinar matahari yang seharusnya kembali ke atmosfer akan dipantulkan kembali ke permukaan bumi. Pemantulan tersebut menyebabkan peningkatan temperatur atmosfer, laut, dan daratan bumi. Semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfir, maka akan semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Hal tersebut mampu menimbulkan peningkatan suhu global. Dampak peningkatan suhu global diantaranya : (1) meningkatnya volume air laut akibat mencairnya es di daerah kutub, (2) perubahan iklim dan cuaca yang semakin ekstrim, (3) gelombang panas menjadi semakin kuat dan lebih sering terjadi, dan (4) habisnya gletser (sumber air bersih dunia). Maka dari itu perlu dilakukan upaya untuk mengurangi terjadinya global warming dengan cara meningkatkan penyerapan cadangan karbon dan menurunkan emisi karbon.

Kegiatan industri merupakan salah satu penyebab adanya gas rumah kaca salah satunya industri pertambangan. Kegiatan pertambangan ini memberikan dampak negatif bagi lingkungan, seperti terbukanya lapisan tajuk hutan, erosi tanah, sedimentasi, menurunnya tingkat kesuburan dan stabilitas lahan, rusaknya habitat satwa liar, serta tercemarnya lingkungan hidup. Oleh karena itu kegiatan pertambangan harus diimbangi dengan kegiatan reklamasi lahan pasca pertambangan dengan mengembalikan keadaan ekosistem areal pertambangan sehingga mendekati keadaan sebelum terjadinya kegiatan pertambangan seperti yang tertera pada Peraturan Pemerintah RI No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang yang menyebutkan bahwa setiap pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) wajib melakukan kegiatan reklamasi.

Melalui kegiatan reklamasi ini maka kondisi lingkungan yang rusak akibat kegiatan pertambangan dapat pulih kembali. Selain itu kegiatan reklamasi ini juga dapat menurunkan emisi karbon melalui kegiatan revegetasi sehingga dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat adanya perubahan iklim.

PT. Antam UBPE Pongkor merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penambangan emas. Perusahaan ini telah melakukan kegiatan reklamasi pada areal pascatambang dan juga pada areal yang terganggu akibat pekerjaan konstruksi serta pembuatan sarana dan prasarana.

(14)

2

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persamaan alometrik volume beberapa vegetasi yang terdapat di lahan reklamasi pascatambang?

2. Berapa potensi karbon yang terdapat pada lahan pasca tambang PT. Antam UBPE Pongkor, Jawa Barat?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuat model persamaan alometrik volume pada beberapa jenis tanaman areal reklamasi lahan pasca tambang PT. Antam UBPE Pongkor, Jawa Barat. Selain itu menduga dan membandingkan simpanan karbon yang terdapat di areal reklamasi lahan pasca tambang PT. Antam UBPE Pongkor, Jawa Barat tahun penanaman 2001, 2002, dan 2003.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai persamaan alometrik volume beberapa vegetasi di areal reklamasi PT. Antam UBPE Pongkor, Jawa Barat. Selain itu memberikan data mengenai simpanan karbon yang terdapat pada areal reklamasi tahun tanam 2001, 2002, dan 2003.

METODE PENELITIAN

Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014. Pengambilan data lapangan bertempat di areal reklamasi arboretum PT. Antam UBPE Pongkor, Jawa Barat.

Alat dan Bahan

(15)

3 Prosedur Penelitian

Pembuatan plot penelitian

Pengambilan data di lapang dilakukan dengan membuat cluster plot Forest Heath Monitoring (FHM) setiap tegakan revegetasi. Pada Annular plot (r = 17.96 m) vegetasi yang diukur adalah tingkat pohon. Pada Subplot (r = 7.32 m) Vegetasi yang diukur adalah tingkat pancang dan tiang. Pada Microplot (r = 3.06 m) vegetasi yang diukur adalah semai. Di dalam subplot dibuat plot persegi dengan ukuran 1 x 1 m untuk mengambil sampel tumbuhan bawah, serasah, dan nekromassa.

Gambar 1 Desain Cluster Plot Forest Health Monitoring (FHM) Pengukuran volume tegakan

Pengukuran volume tegakan dilakukan dengan cara menghitung diameter dari 3 bagian pohon (pangkal, tengah, dan atas) menggunakan alat Spiegel Relaskop Bitterlich (SRB), lalu dengan menggunakan rumus newton didapatkan volume pohon dari ketiga bagian pohon tersebut. Menurut Avery & Burkhart (1994) dalam Isdwinanto (2011) rumus newton mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan rumus volume lainnya. Rumus newton memerlukan pengukuran kedua ujung batang dan tengah batang. Walaupun penggunaan rumus ini kurang praktis namun sebenarnya rumus ini lebih teliti dibandingkan dengan rumus lainnya. Volume keseluruhan tegakan didapat dengan membuat persamaan alometrik volume dari masing-masing jenis pohon.

Pengambilan pohon contoh

Pengambilan pohon contoh dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling sesuai dengan waktu, lokasi, dan sumberdaya manusia. Pembuatan alometrik volume dilakukan dengan mengambil beberapa pohon contoh dari masing-masing jenis vegetasi. Tiap jenis vegetasi dibagi ke dalam tiga kelas diameter. Pada tiap masing-masing jenis dilakukan pengukuran volume pohon. Setelah didapatkan hasil pengukuran volume pohon maka tiap jenis dibuat persamaan alometriknya menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010.

Pengukuran biomassa tegakan

(16)

4

Pengukuran biomassa tumbuhan bawah

Seluruh tumbuhan bawah yang ada di plot 1 m x 1 m dicabut lalu dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu bagian daun dan batang. Bagian tumbuhan bawah yang telah dipisahkan kemudian ditimbang sebanyak 200 gram untuk mendapatkan berat basah contoh. Apabila bagian tumbuhan tersebut memiliki berat kurang dari 200 gram maka seluruhnya dijadikan berat basah contoh. Setelah itu dilakukan pengovenan dengan suhu 80° C selama 2 x 24 jam (Hairiah et al. 2011). Hasil pengukuran bobot contoh yang telah dioven merupakan BKT (Berat Kering Tanur) atau biomassa.

Pengukuran biomassa serasah dan nekromassa tegakan

Perhitungan biomassa serasah dan nekromassa dilakukan dengan cara mengumpulkan semua serasah dan nekromassa yang terdapat pada subplot 1 m x 1 m lalu dikumpulkan dan ditimbang. Contoh serasah dan nekromassa masing-masing diambil sebanyak 200 gram kemudian dioven selama 2 x 24 jam dengan suhu 80oC (Hairiah et al. 2011). Nekromassa adalah batang pohon mati baik yang masih tegak maupun yang rebah. Nekromassa merupakan komponen penting dari karbon dan diukur untuk mengetahui simpanan karbon secara akurat (Masripatin et al. 2010).

Analisis Data

Perhitungan volume pohon

Alometrik volume pohon didapatkan dengan cara mengambil beberapa pohon contoh dari masing-masing jenis vegetasi, volume pohon didapatkan menggunakan rumus newton (Simon 2007) :

V = ((Bp + 4Bm + Bu)/6) x L Keterangan:

V = volume pohon (m3)

Bp = lbds bagian pangkal pohon (m2) Bm = lbds bagian tengah pohon (m2) Bu = lbds bagian atas pohon (m2) L = tinggi pohon (m)

Penyusunan persamaan alometrik volume

Penyusunan persamaan penduga volume pohon dilakukan dengan mengkorelasikan antara peubah bebas (x) yaitu diameter dengan peubah tak bebas (y) yaitu volume. Beberapa persamaan matematik yang akan diuji pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut (Kusumah 2015) :

Linier ̂ [1]

Ekponensial ̂ [2]

Logaritmik ̂ [3]

Polynomial ̂ [4]

Power ̂ [5]

(17)

5 adalah F hitung > F tabel pada tingkat kepercayaan 95%. Kriteria untuk uji T adalah T hitung > T tabel pada tingkat kepercayaan 95%. Persamaan yang akan dipilih adalah persamaan yang lolos uji T dan uji F serta mempunyai nilai R2 tertinggi.

Perhitungan potensi biomassa tegakan

Potensi biomassa tegakan dihitung setelah didapatkan data mengenai volume tegakan, pendugaan biomassa dapat dihitung menggunakan rumus (Ikhsan 2013) :

Biomassa pohon = V x ρ

Keterangan:

V = volume kayu (m3) ρ = kerapatan kayu (kg/m3)

Perhitungan biomassa tumbuhan bawah, serasah, dan nekromassa

Perhitungan biomassa tumbuhan dilakukan dengan menghitung kadar air dan berat kering tanur. Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar air dan berat kering tanur adalah sebagai berikut (Haygreen dan Bowyer 1982 dalam Ikhsan 2013):

Keterangan:

BBc = berat basah contoh BKc = berat kering contoh

Keterangan: BB = berat basah KA = kadar air Potensi karbon

Jumlah karbon yang tersimpan dari tegakan, tumbuhan bawah, serasah maupun nekromassa dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Hairiah dan Rahayu 2007):

C = biomassa (kg ha-1) x 0.46

Metode perhitungan karbon per hektar untuk biomassa di atas permukaan tanah

Seluruh hasil perhitungan yang telah didapat kemudian diakumulasi ke dalam luasan per hektar. Rumus yang di gunakan adalah (Badan Standardisasi Nasional 2011):

(18)

6

Keterangan:

Cn = kandungan karbon per hektar pada masing-masing carbon pool pada tiap plot (ton/ha)

Cx = kandungan karbon pada masing-masing carbon pool pada tiap plot (kg) L plot = luas plot pada masing-masing pool (m2)

KONDISI UMUM

PT. Antam Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor secara administratif terletak di Desa Nunggul, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada 6°36’37.2” - 6°48’11.0” LS dan 106°30’01,0” - 106°35’38,0” BT dengan ketinggian antara 400-1800 mdpl dilihat dari topografinya PT. Antam UBPE Pongkor berupa daerah pegunungan di sebelah selatan dan daerah dataran rendah di sebelah utara. Curah hujan rata-rata di wilayah ini mencapai 3000-3500 mm/tahun dengan suhu berkisar antara 22o C-33oC. Bila mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, lokasi ijin usaha Pertambangan PT. Antam UBPE Pongkor berada pada kawasan dengan dominasi fungsi lindung.

Lokasi blok pengambilan data terletak di wilayah arboretum. Lokasi arboretum ini merupakan kawasan tempat penyimpanan alat berat sebelum dilakukan kegiatan reklamasi. Pengambilan data penelitian dilakukan pada 3 tahun tanam yang berbeda, ketiga blok ini terletak berdekatan sehingga karakteristik lahan tidak terlalu berbeda jauh.

(19)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah dan Komposisi Jenis Tumbuhan

Jumlah jenis vegetasi yang terdapat pada penelitian ini adalah 13 jenis. Pada areal tahun tanam 2001 terdapat 6 jenis yaitu Gmelina arborea, Shorea leprosula, Acacia mangium, Alstonia scholaris, Dalbergia latifolia, dan Elaeocarpus sphaelicus. Pada areal tahun tanam 2002 terdapat 9 jenis yaitu Dalbergia latifolia, Podocarpus neriifolius, Agathis dammara, Michelia velutina, Elaeocarpus sphaelicus, Acacia mangium, Alstonia scholaris, Eucalyptus deglupta, dan Tectona grandis. Pada areal tahun tanam 2003 terdapat 10 jenis vegetasi yaitu jenis Gmelina arborea, Shorea leprosula, Acacia mangium, Dalbergia latifolia, Alstonia scholaris, Michelia velutina, Tectona grandis, Eucalyptus deglupta, Hymenaea courbaril, dan Syzigium gracile. Data jumlah dan komposisi jenis yang terdapat pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Data komposisi jenis dan jumlah vegetasi pada lokasi penelitian

No Jenis Jumlah Individu

2001 2002 2003

1 Gmelina arborea 16 0 3

2 Shorea leprosula 21 0 5

3 Acacia mangium 46 2 1

4 Dalbergia latifolia 4 77 14

5 Elaeocarpus sphaelicus 5 3 0

6 Alstonia scholaris 1 2 1

7 Michelia velutina 0 6 23

8 Tectona grandis 0 3 10

9 Eucalyptus deglupta 0 1 1

10 Agathis dammara 0 9 0

11 Podocarpus neriifolius 0 26 0

12 Hymenaea courbaril 0 0 56

13 Syzigium gracile 0 0 17

Total 93 129 131

(20)

8

Pembuatan Model Alometrik Volume Beberapa Jenis Vegetasi

Pembuatan model alometrik beberapa jenis vegetasi di PT. Antam UBPE Pongkor dilakukan dengan mengambil beberapa vegetasi contoh dari tiap jenis vegetasi yang dibagi ke dalam tiga kelas diameter. Jenis Acacia mangium, Dalbergia latifolia, dan Hymenaea courbaril jumlah vegetasi contoh yang diambil adalah sebanyak 21. Untuk jenis Michelia velutina pohon contoh yang diambil sebanyak 15. Untuk jenis Gmelina arborea, Shorea leprosula, Syzigium gracile, dan Podocarpus neriifolius diambil pohon contoh sebanyak 9. Terdapat 5 jenis vegetasi yang tidak dibuat persamaan alometrik volumenya karena kurangnya data pohon contoh yang terdapat di lapangan. Jenis tersebut adalah Elaeocarpus sphaericus, Agathis dammara, Alstonia scholaris, Eucalyptus deglupta, dan Tectona grandis. Perhitungan volume jenis tersebut dilakukan langsung tanpa menggunakan rumus alometrik volume. Data pohon contoh yang diambil di areal reklamasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dalbergia latifolia

Penyusunan model alometrik volume jenis Dalbergia latifolia dilakukan dengan cara mengetahui hubungan antara dbh (x) dengan volume (y). Jumlah vegetasi contoh yang diambil untuk membuat persamaan alometrik volume jenis Dalbergia latifolia adalah sebanyak 21 pohon contoh yang dibagi ke dalam tiga kelas diameter, yaitu kelas diameter kecil (5≥dbh>15), kelas diameter sedang (15≥dbh>25), dan kelas diameter besar (25≥dbh≥35). Beberapa persamaan yang telah dipilih akan dilakukan uji koefisien regresi dan membandingkan nilai R2. Persamaan yang memenuhi kriteria uji koefesien regresi selanjutnya akan dipilih persamaan yang mempunyai nilai R2 tertinggi. Model hubungan volume dengan dbh jenis Dalbergia latifolia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Model hubungan volume dengan dbh Dalbergia latifolia

No Model

Berdasarkan hasil analisis varian pada Tabel 2 diketahui bahwa keseluruhan model mempunyai nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel. Hal ini menunjukkan

bahwa pada tingkat keyakinan 95% variabel penduga berpengaruh secara signifikan dalam menjelaskan keragaman volume. Selanjutnya dilakukan uji parameter melalui uji T, dari hasil analisis keseluruhan model memenuhi kriteria dengan nilai Thitung lebih besar dari Ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat

(21)

9 uji T yaitu pada model polinomial (nomor 4) karena mempunyai nilai Thitung yang

lebih rendah dari nilai Ttabel dari keempat model yang memenuhi kriteria uji

koefesien regresi akan dipilih model yang mempunyai nilai R2 tertinggi. Berdasarkan Tabel 2 model yang mempunyai nilai R2 tertinggi adalah model y = 0.0003x2.2526 dengan nilai R2 sebesar 0.96.

Acacia mangium

Pembuatan model alometrik volume jenis Acacia mangium dilakukan dengan mengetahui hubungan antara dbh dengan volume pohon. Jumlah pohon contoh untuk jenis Acacia mangium adalah 21 pohon contoh yang dibagi ke dalam tiga kelas diameter, yaitu kelas diameter kecil (12≥dbh>27), kelas diameter sedang (27≥dbh>42), dan kelas diameter besar (42≥dbh≥57). Selanjutnya dilakukan uji koefesien regresi dan membandingkan nilai R2 dari masing-masing model tersebut. Beberapa model yang telah dilakukan analisis koefesien regresi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Model hubungan volume dengan dbh Acacia mangium

No Model Berdasarkan analisis tersebut dapat diketahui bahwa keseluruhan model mempunyai nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel. Hal ini menunjukkan bahwa

pada tingkat keyakinan 95% variabel penduga berpengaruh secara signifikan dalam menjelaskan keragaman volume. Keempat model di atas juga mempunyai nilai Thit yang lebih besar dari Ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat

kepercayaan 95% koefisien parameter variabel penduga memberikan pengaruh pada variabel bergantung. Terdapat model yang tidak memenuhi kriteria uji T yaitu pada model polinomial (nomor 4) karena mempunyai nilai Thitung yang lebih

rendah dari nilai Ttabel, walaupun model tersebut mempunyai nilai R2 tertinggi

tetapi model tersebut tidak memenuhi kriteria uji T, maka model polinomial ini tidak dilakukan analisis selanjutnya. Keempat model yang memenuhi kriteria uji koefesien regresi selanjutnya akan dipilih model yang mempunyai nilai R2 tertinggi. Berdasarkan Tabel 3 model yang mempunyai nilai R2 tertinggi adalah model y = 0.0007x2.0333 dengan nilai R2 sebesar 0.97.

Hymenaea courbaril

(22)

10

(5≥dbh>13), kelas diameter sedang (13≥dbh>21), dan kelas diameter besar (21≥dbh>29). Selanjutnya dilakukan uji koefesien regresi lalu dipilih model yang mempunyai nilai R2 yang tertinggi. Tabel 4 menunjukkan beberapa model yang akan dilakukan pengujian koefesien regresi.

Tabel 4 Model hubungan volume dengan dbh Hymenaea courbaril

No Model Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa keseluruhan model mempunyai nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel. Hal ini menunjukkan

bahwa pada tingkat keyakinan 95% variabel penduga berpengaruh secara signifikan dalam menjelaskan keragaman volume. Hasil analisis uji T menunjukkan nilai Thitung lebih besar dari Ttabel yang berarti bahwa pada tingkat

kepercayaan 95% koefisien parameter variabel penduga memberikan pengaruh pada variabel bergantung. Dari keseluruhan model tersebut yang mempunyai nilai R2 tertinggi adalah model y = 0.0001x2.657 dengan nilai R2 sebesar 0.95.

Michelia velutina

Pembuatan model alometrik volume jenis Michelia velutina dilakukan dengan melakukan analisis regresi antara dbh terhadap volume pohon contoh yang telah diukur. Pohon contoh yang diambil untuk jenis Michelia velutina berjumlah 15 pohon contoh yang dibagi ke dalam tiga kelas diameter, yaitu kelas diameter kecil (5≥dbh>11), kelas diameter sedang (11≥dbh>17), dan kelas diameter besar (17≥dbh>23). Selanjutnya dilakukan uji koefesien regresi dan mebandingkan nilai R2 dari masing-masing model tersebut. Beberapa model yang telah dilakukan analisis koefesien regresi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Model hubungan volume dengan dbh Michelia velutina

(23)

11 ini menunjukkan bahwa pada tingkat keyakinan 95% variabel penduga berpengaruh secara signifikan dalam menjelaskan keragaman volume. Selanjutnya dilakukan uji parameter melalui uji T. Hasil analisis uji T menunjukkan keseluruhan model memenuhi kriteria dengan nilai Thitung lebih besar dari Ttabel

kecuali pada model polinomial (nomor 4) yang berarti bahwa pada tingkat kepercayaan 95% koefisien parameter variabel penduga memberikan pengaruh pada variabel bergantung. Keempat model yang memenuhi kriteria uji koefesien regresi akan dipilih model yang mempunyai nilai R2 tertinggi, berdasarkan Tabel 5 model yang mempunyai nilai R2 tertinggi adalah model y = 0.00008x2.7385 dengan nilai R2 sebesar 0.93.

Shorea leprosula

Penyusunan model alometrik volume jenis Shorea leprosula dilakukan dengan mengetahui hubungan antara dbh dengan volume pohon contoh yang telah diambil. Pohon contoh untuk jenis Shorea leprosula berjumlah 9 pohon contoh yang dibagi ke dalam tiga kelas diameter, yaitu kelas diameter kecil (10≥dbh>17), kelas diameter sedang (17≥dbh>24), dan kelas diameter besar (24≥dbh>31). Selanjutnya dilakukan uji koefesien regresi menggunakan uji F dan uji T serta membandingkan nilai R2. Beberapa model yang telah dilakukan analisis koefesien regresi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Model hubungan volume dengan dbh Shorea leprosula

No Model Tabel 6 dapat menunjukkan bahwa keseluruhan model mempunyai nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel. Hal ini berarti pada tingkat keyakinan 95%

variabel penduga berpengaruh secara signifikan dalam menjelaskan keragaman volume. Selanjutnya dilakukan uji parameter melalui uji T. Hasil analisis menunjukkan keseluruhan model mempunyai nilai Thitung yang lebih besar dari

Ttabel. Hal ini berarti bahwa pada tingkat kepercayaan 95% koefisien parameter

variabel penduga memberikan pengaruh pada variabel bergantung. Berdasarkan Tabel 6 model yang mempunyai nilai R2 tertinggi adalah model y = 0.0022x2 -0.0456x + 0.2981 dengan nilai R2 sebesar 0.99.

Gmelina arborea

(24)

12

diameter sedang (23≥dbh>33), dan kelas diameter besar (33≥dbh>43). Selanjutnya dilakukan analisis koefesien regresi melalui uji F dan uji T serta membandingkan nilai R2. Tabel 7 menunjukkan beberapa model yang diuji untuk alometrik volume Gmelina arborea.

Tabel 7 Model hubungan volume dengan dbh Gmelina arborea

No Model

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa keseluruhan model mempunyai nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel. Hal ini menunjukkan

bahwa pada tingkat keyakinan 95% variabel penduga berpengaruh secara signifikan dalam menjelaskan keragaman volume. Hasil analisis uji T menunjukkan nilai Thitung lebih besar dari Ttabel kecuali pada model polinomial

(nomor 4). Hal ini berarti bahwa pada tingkat kepercayaan 95% koefisien parameter variabel penduga memberikan pengaruh pada variabel bergantung. Berdasarkan Tabel 7 model yang mempunyai nilai R2 tertinggi adalah model polinomialnamun karena tidak memenuhi kriteria uji T maka model yang dipilih adalah model linier yaitu y = 0.0549x – 0.6393 dengan nilai R2 sebesar 0.94. Syzigium gracile

Pembuatan model alometrik volume jenis Syzigium gracile dilakukan dengan mengetahui regresi antara dbh dengan volume pohon contoh yang telah diukur. Pohon contoh yang diambil untuk jenis Syzigium gracile berjumlah 9 pohon contoh yang dibagi ke dalam tiga kelas diameter, yaitu kelas diameter kecil (12≥dbh>19), kelas diameter sedang (19≥dbh>26), dan kelas diameter besar (26≥dbh>33). Selanjutnya dilakukan uji koefesien regresi dan membandingkan nilai R2 dari masing-masing model tersebut. Beberapa model yang telah dilakukan analisis koefesien regresi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Model hubungan volume dengan dbh Syzigium gracile

(25)

13 Hasil analisis pada Tabel 8 menunjukkan bahwa keseluruhan model mempunyai nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel hal ini menunjukkan bahwa

pada tingkat keyakinan 95% variabel penduga berpengaruh secara signifikan dalam menjelaskan keragaman volume. Selanjutnya dilakukan uji parameter koefesien melalui uji T. Hasil analisis uji T menunjukkan nilai Thitung lebih besar

dari Ttabel. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%

koefisien parameter variabel penduga memberikan pengaruh pada variabel bergantung. Namun terdapat model yang tidak memenuhi kriteria uji T yaitu pada model polinomial (nomor 4) karena mempunyai nilai Thitung yang lebih rendah dari

nilai Ttabel. Walaupun model tersebut mempunyai nilai R2 yang lebih tinggi

dibandingkan dengan model yang lainnya namun model tersebut tidak memenuhi kriteria uji T, maka model polinomial ini tidak dilakukan analisis selanjutnya. Selanjutnya dilakukan perbandingan nilai R2, berdasarkan Tabel 8 model yang mempunyai nilai R2 tertinggi adalah model y = 0.0329e0.1056x dengan nilai R2 sebesar 0,96.

Podocarpus neriifolius

Persamaan alometrik volume Podocarpus neriifolius dilakukan dengan mengambil 9 pohon contoh yang dibagi ke dalam tiga kelas diameter, yaitu kelas diameter kecil (12≥dbh>19), kelas diameter sedang (19≥dbh>26), dan kelas diameter besar (26≥dbh>33). Selanjutnya dilakukan analisis koefesien regresi menggunakan uji F dan uji T serta membandingkan R2 dari masing-masing model. Beberapa model yang telah dilakukan analisis dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Model hubungan volume dengan dbh Podocarpus neriifolius

No Model Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai Fhitung lebih besar dari

Ftabel pada seluruh model yang menjelaskan bahwa pada tingkat keyakinan 95%

variabel penduga berpengaruh secara signifikan dalam menjelaskan keragaman diameter. Selanjutnya dilakukan uji parameter melalui uji T dengan kriteria nilai Thitung lebih besar dari Ttabel yang menjelaskan bahwa pada tingkat kepercayaan

95% koefisien parameter variabel penduga memberikan pengaruh pada variabel bergantung. Berdasarkan hasil uji T seluruh model memenuhi kriteria pengujian kecuali pada model nomor 4 dimana nilai Thitung pada model tersebut mempunyai

nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan Ttabel. Selanjutnya keempat model

(26)

14

Keseluruhan model alometrik yang didapatkan pada penelitian ini dapat digunakan untuk menduga volume pohon di PT. Antam UBPE Pongkor karena keseluruhan model alometrik yang didapat memenuhi kriteria uji F dan uji T serta mempunyai nilai R2 yang tergolong tinggi. Hal tersebut menunjukkan adanya tingkat hubungan yang tinggi antara peubah bebas (x) yaitu diameter dengan peubah tak bebas (y) yaitu volume.

Kandungan Biomassa di Atas Permukaan Lahan

Kandungan biomassa pohon, pancang, dan tiang

Biomassa menunjukkan jumlah potensial karbon yang dapat dilepas ke atmosfer sebagai karbondioksida ketika hutan ditebang atau dibakar. Brown (1997) dalam Sutaryo (2009) menyatakan bahwa biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas. Kandungan biomassa yang diukur pada penelitian ini adalah biomassa yang terdapat di atas permukaan lahan meliputi biomassa batang dari pohon, tiang, dan pancang, serta tumbuhan bawah, serasah dan nekromassa. Data hasil inventarisasi keseluruhan tegakan yang diukur pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 10 menunjukkan simpanan biomassa yang terdapat pada tegakan.

Tabel 10 Simpanan biomassa pohon, tiang, pancang

No. Tahun tanam Biomassa tegakan (ton/ha)

1 2001 223.12

2 2002 197.02

3 2003 210.67

Berdasarkan data hasil penelitian kandungan biomassa tertinggi terdapat pada tegakan 2001 sebesar 223.12 ton/ha selanjutnya tegakan 2003 sebesar 210.67 ton/ha dan yang terendah adalah tegakan 2002 sebesar 197.02 ton/ha. Pada umumnya potensi biomassa pada suatu tegakan akan meningkat pada setiap peningkatan umur vegetasi. Hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya umur vegetasi menyebabkan pertumbuhan vegetasi semakin tinggi sehingga dimensi vegetasi tersebut akan lebih besar karena adanya proses fotosintesis (Yuniawati 2011 dalam Wardani 2012). Namun pada penelitian kali ini terdapat penyimpangan karena tegakan tahun tanam 2003 lebih besar dibandingkan dengan tahun tanam 2002. Madgwick dan Satoo (1982) dalam Ikhsan (2013) menyatakan bahwa umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan serta kualitas tempat tumbuh juga mempengaruhi besarnya biomassa yang dihasilkan. Pada tegakan 2002 terdapat areal yang didominasi vegetasi pada tingkat pancang sehingga volume tegakan menjadi lebih rendah. Areal ini terdapat pada areal tegakan 2002 yang didominasi oleh jenis Podocarpus neriifolius.

(27)

15 adalah sebesar 1 575 individu/ha sedangkan kerapatan pada tegakan 2002 sebesar 1 456 individu/ha. Jika kerapatan tegakan lebih tinggi maka jumlah individu vegetasi pada suatu areal tegakan akan menjadi lebih banyak, sehingga potensi biomassa akan menjadi lebih tinggi.

Biomassa tegakan tegakan 2001 lebih tinggi dibandingkan 2003 dan 2002. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan pada struktur tegakan. Tegakan 2001 pada umumnya didominasi oleh vegetasi tingkat pohon sedangkan tegakan 2002 dan 2003 didominasi oleh vegetasi tingkat tiang dan pancang. Struktur tegakan berpengaruh terhadap volume tegakan yang juga akan mempengaruhi kandungan biomassa tegakan. Jika volume tegakan tinggi maka biomassa juga akan semakin tinggi begitu pula sebaliknya. Grafik mengenai perbedaan simpanan biomassa tegakan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik simpanan biomassa tegakan Kandungan biomassa tumbuhan bawah

Tumbuhan bawah adalah salah satu komponen dalam ekosistem hutan yang tumbuh di sela-sela pohon dan memperoleh sinar matahari untuk metabolismenya melalui celah antar pohon. Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang <5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan, dan gulma. Kandungan biomassa tumbuhan bawah dilakukan menggunakan metode destruktif. Hasil perhitungan biomassa tumbuhan bawah dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Simpanan biomassa tumbuhan bawah

No. Tahun tanam Biomassa (ton/ha)

1 2001 0.80

2 2002 1.64

3 2003 3.52

Berdasarkan Tabel 11 kandungan biomassa tumbuhan bawah tertinggi terletak pada tahun tanam 2003 yaitu dengan total biomassa sebesar 3.52 ton/ha, selanjutnya tahun tanam 2002 sebesar 1.64 ton/ha, dan yang terendah adalah tahun tanam 2001 dengan total biomassa sebesar 0.80 ton/ha. Kandungan biomassa tumbuhan bawah pada suatu areal dipengaruhi oleh celah yang terbentuk sehingga mengakibatkan masuknya cahaya ke lantai hutan (Novita 2010), jika celah yang terbentuk semakin besar maka cahaya matahari yang masuk ke lantai hutan akan

(28)

16

semakin besar pula. Menurut Darmansyah (2014) dan dari hasil pengukuran di lapang menunjukkan bahwa nilai tutupan tajuk pada lahan revegetasi lokasi arboretum tahun tanam 2001 adalah sebesar 59.26%, tahun tanam 2002 sebesar 58.22%, dan tahun tanam 2003 sebesar 53.89%. Kondisi tutupan tajuk yang rendah membuat intensitas cahaya matahari yang masuk ke wilayah tegakan akan semakin tinggi sehingga tumbuhan bawah yang berada di bawah tajuk mendapatkan pasokan cahaya matahari yang lebih banyak dibandingkan kondisi tegakan yang mempunyai kerapatan tajuk yang lebih tinggi.

Komposisi jenis tegakan juga mempengaruhi kandungan biomassa tumbuhan bawah. Vegetasi yang mendominasi areal tegakan 2001 adalah Acacia mangium jenis vegetasi ini mempunyai zat alelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan vegetasi lainnya termasuk tumbuhan bawah sehingga biomassa tumbuhan bawah pada areal ini menjadi lebih rendah dibandingkan areal yang lain. Grafik mengenai perbedaan simpanan biomassa tumbuhan bawah dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Grafik simpanan biomassa tumbuhan bawah Kandungan biomassa serasah

Lapisan serasah atau lantai hutan merupakan seluruh bahan organik mati yang berada di atas permukaan tanah. Beberapa material organik ini masih dapat dikenali atau masih sedikit terdekomposisi (Pearson et al. 2005). Pengukuran biomassa serasah pada penelitian ini dilakukan dengan metode destruktif. Hasil dari pengukuran biomassa serasah dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Simpanan biomassa serasah

No. Tahun tanam Biomassa (ton/ha)

1 2001 3.70

2 2002 2.60

3 2003 2.18

Hasil pengukuran kandungan biomassa serasah menunjukkan bahwa kandungan biomassa serasah tertinggi terletak pada tahun tanam 2001 dengan total biomassa sebesar 3.70 ton/ha, lalu tahun tanam 2002 dengan kandungan biomassa sebesar 2.60 ton/ha, dan yang terendah tahun tanam 2003 sebesar 2.18 ton/ha. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan komposisi tegakan. Serasah pada tahun tanam 2001 dapat lebih besar dari tahun tanam yang lain karena vegetasi pada tahun tanam 2001 didominansi oleh jenis Acacia mangium. Acacia

(29)

17 mangium merupakan jenis vegetasi yang mempunyai cara adaptasi terhadap lingkungannya dengan cara menggugurkan daunnya. Otsamo et al. (1995) dalam Krisnawati et al. (2011) menyatakan bahwa Acacia mangium mangium dapat menghasilkan banyak serasah, yang dapat meningkatkan aktivitas biologis tanah dan merehabilitasi sifat-sifat fisika dan kimia tanah. Dekomposisi serasah daun pada tegakan Acacia mangium yang sangat lambat menyebabkan keberadaan bahan organik akan terakumulasi dan jumlahnya menjadi lebih tinggi. Ikhsan (2013) menyatakan struktur tegakan juga mempengaruhi biomassa serasah yang terdapat di permukaan tanah. Struktur tegakan pada tahun tanam 2001 pada umumnya didominasi oleh vegetasi tingkat pohon, sedangkan struktur tegakan pada tahun tanam 2002 dan 2003 didominasi oleh vegetasi tingkat tiang dan pancang.

Faktor lain yang mempengaruhi kandungan biomassa serasah adalah tutupan tajuk. Seperti yang telah dibahas sebelumnya nilai tutupan tajuk pada lahan revegetasi lokasi arboretum tahun tanam 2001 adalah sebesar 59.26%, tahun tanam 2002 sebesar 58.22%, dan tahun tanam 2003 sebesar 53.89%. Kerapatan tajuk atau tegakan juga merupakan faktor yang mempengaruhi jatuhnya serasah hutan karena adanya persaingan untuk mendapatkan sinar matahari. Semakin rapat suatu tegakan atau tajuk akan menghasilkan jumlah serasah yang lebih banyak karena pohon-pohon yang tumbuh dalam hutan yang agak rapat lekas melepaskan cabang-cabang dan daun-daun mulai dari bawah. Hal tersebut berkaitan dengan kebutuhan cahaya untuk proses fotosintesis. Grafik mengenai perbedaan simpanan biomassa serasah dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Grafik simpanan biomassa serasah Kandungan nekromassa

(30)

18

Tabel 13 Simpanan biomassa nekromassa

No. Tahun tanam Biomassa (ton/ha)

1 2001 5.29

2 2002 3.49

3 2003 4.16

Tabel 13 menunjukkan bahwa kandungan nekromassa tertinggi terletak pada tahun tanam 2001 dengan kandungan nekromassa sebesar 5.29 ton/ha. Nekromassa pada tahun tanam 2003 sebesar 4.16 ton/ha dan yang terendah terletak pada tahun tanam 2002 dengan kandungan nekromassa sebesar 3.49 ton/ha. Nekromassa yang ada di bawah tegakan 2001 pada umumnya banyak ditemukan cabang dan ranting dari pohon Acacia mangium yang telah mengalami pelapukan sehingga jatuh ke atas permukaan tanah. Pada tahun tanam 2003 nekromassa yang ditemukan berupa cabang dan ranting di bawah tegakan Hymenanea courbaril. Nekromassa yang ditemukan pada tahun tanam 2002 berupa cabang dan ranting yang terdapat di bawah tegakan Dalbergia latifolia.

(31)

19

Gambar 6 Grafik simpanan nekromassa Kandungan biomassa total

Kandungan biomassa total merupakan keseluruhan simpanan biomassa yang terdapat di atas permukaan lahan reklamasi tahun tanam 2001, 2002, dan 2003. Biomassa batang pohon, tiang, dan pancang diukur menggunakan metode non destruktif, sedangkan biomassa tumbuhan bawah, serasah, dan nekromassa diukur menggunakan metode destruktif. Keseluruhan nilai biomassa di atas permukaan lahan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Total simpanan biomassa di atas permukaan lahan No. Tahun

Berdasarkan data hasil penelitian kandungan biomassa tertinggi terletak pada areal tahun tanam 2001 dengan nilai biomassa sebesar 232.91 ton/ha. Selanjutnya tahun tanam 2003 dengan nilai kandungan biomassa sebesar 220.53 ha dan yang terendah adalah tahun tanam 2002 dengan kandungan biomassa sebesar 204.74 ton/ha. Nilai kandungan biomassa tahun tanam 2001 lebih tinggi dibandingkan dua tahun tanam sebelumnnya karena pada tegakan 2001 banyak ditemukan vegetasi tingkat pohon, sedangkan dua tegakan lainnya banyak ditemukan vegetasi tingkat tiang dan pancang. Kandungan biomassa pada serasah dan nekromasa pada areal tahun tanam 2001 juga lebih tinggi dibandingkan dua tahun tanam lainnya.

Tegakan yang mempunyai tahun tanam yang lebih lama pada umumnya mempunyai biomassa yang lebih tinggi namun hal tersebut tidak terjadi pada penelitian ini karena biomassa tahun tanam 2002 lebih kecil dari tahun tanam 2003. Areal pada tahun tanam 2003 mempunyai biomassa tegakan dan kandungan nekromassa yang lebih tinggi dibandingkan tahun tanam 2002. Hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan pada komposisi, kerapatan, serta volume tegakan.

(32)

20

Kusmana (1993) menyatakan bahwa biomassa tegakan dipengaruhi oleh umur tegakan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan serta faktor iklim seperti curah hujan. Pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi kandungan biomassa batang pohon, tiang, dan pancang adalah komposisi, struktur tegakan, dan kerapatan tegakan. Faktor yang mempengaruhi biomassa tumbuhan bawah, serasah, dan nekromassa adalah komposisi dan tutupan tajuk yang terdapat di areal tegakan. Grafik mengenai perbedaan simpanan biomassa di atas permukaan lahan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik total simpanan biomassa di atas permukaan lahan

Total Simpanan Karbon di Atas Permukaan Lahan

Keseluruhan potensi simpanan karbon di atas peermukaan lahan yang diukur pada penelitian ini meliputi karbon tersimpan pada batang pohon, tiang, dan pancang, serta tumbuhan bawah, serasah, dan nekromassa. Karbon pada umumnya menyusun 46% dari total biomassa (Hairiah dan Rahayu 2007). Peningkatan jumlah biomassa berbanding lurus dengan peningkatan jumlah karbon, jika jumlah biomassa tegakan meningkat maka potensi karbon tegakan juga akan meningkat. Hasil dari pengukuran potensi karbon di atas permukaan lahan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Potensi simpanan karbon di atas pemukaan lahan No. Tahun

Berdasarkan hasil penelitian potensi simpanan karbon tertinggi terdapat pada tahun tanam 2001 dengan total simpanan karbon sebesar 107.14 ton/ha, selanjutnya tahun tanam 2003 sebesar 101.44 ton/ha, dan potensi simpanan karbon terendah terdapat pada tahun tanam 2002 dengan total simpanan karbon sebesar 94.18 ton/ha. Potensi simpanan biomassa pada tegakan merupakan faktor yang paling mempengaruhi perbedaan simpanan karbon dari masing-masing tahun

(33)

21 tanam. Tegakan 2001 yang didominasi oleh jenis Acacia mangium pada tingkat pohon mempunyai potensi simpanan karbon yang lebih besar dibandingkan dengan dua tahun tanam lainnya. Pada penelitian ini kandungan biomassa tegakan tidak dipengaruhi oleh umur tegakan karena potensi simpanan karbon pada tahun tanam 2003 lebih tinggi dibandingkan tahun tanam 2002. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan komposisi, struktur, dan kerapatan tegakan. Salah satu jenis yang banyak ditemukan pada tahun tanam 2002 adalah jenis Podocarpus nerifolius, dan volume dari jenis tersebut cukup rendah karena pada umumnya berada pada tingkat pancang. Kerapatan tegakan juga mempengaruhi perbedaan biomassa tegakan. Kerapatan tiang dan pancang pada tegakan 2003 lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan 2002 sehingga jumlah individu per hektar dari tegakan 2003 akan lebih tinggi dibandingkan tegakan 2002, jika jumlah individu pada tegakan lebih banyak maka biomassa juga akan semakin lebih tinggi.

Penelitian mengenai potensi simpanan karbon di areal reklamasi lahan pascatambang pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Penelitian Sinaga (2012) menunjukkan bahwa potensi simpanan karbon di areal pascatambang batubara PT. Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatera Selatan dengan umur tanam 15 tahun adalah sebesar 94.68 ton/ha lebih rendah jika dibandingkan dengan areal reklamasi yang dilakukan pada penelitian ini kecuali pada tahun tanam 2002. Perbedaan kandungan karbon tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perbedaan kondisi lahan, umur tegakan, komposisi tegakan, dan struktur tegakan. Grafik mengenai perbedaan simpanan karbon di atas permukaan lahan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Grafik total simpanan karbon di atas permukaan lahan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Persamaan alometrik volume terhadap beberapa jenis pohon di areal reklamasi PT. Antam UBPE Pongkor adalah sebagai berikut: Dalbergia latifolia y = 0.0003x2.2526, Acacia mangium y = 0.0007x2.0333, Hymenaea courbaril y = 0.0001x2.657, Michelia velutina y = 0.00008x2.7385, Gmelina arborea y = 0.0549x-

0 30 60 90 120

2001 2002 2003

Ka

rbon

(ton/ha

)

(34)

22

0.6393, Shorea leprosula y = 0.0022x2-0.0456x+0.2981, Syzigium gracile y = 0.0329e0.1056x, Podocarpus neriifolius y = 0.0004x1.933. Terdapat 5 jenis pohon yang tidak dapat dibuat persamaan alometrik volumenya karena keterbatasan pohon contoh, jenis tersebut adalah Eucalyptus deglupta, Alstonia scholaris, Agathis dammara, Elaeocarpus sphaericus, dan Tectona grandis.

Potensi simpanan karbon tertinggi yang terdapat pada lahan reklamasi PT. Antam UBPE Pongkor adalah terletak pada areal tahun tanam 2001 dengan rata-rata simpanan karbon sebesar 107.14 ton/ha selanjutnya pada areal reklamasi tahun tanam 2003 dengan rata-rata simpanan karbon sebesar 101.44 ton/ha, dan yang terendah adalah areal reklamasi tahun tanam 2002 dengan rata-rata simpanan karbon sebesar 94.18 ton/ha.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan persamaan alometrik volume untuk jenis pohon lain yang terdapat di PT. Antam UBPE Pongkor.

2. Penelitian mengenai potensi simpanan karbon di bawah permukaan lahan perlu dilakukan agar dapat diketahui keseluruhan simpanan karbon yang terdapat di areal reklamasi.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. Pengukuran dan penghitungan cadangan karbon-Pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan (ground based forest carbon accounting). Jakarta (ID): BSN.

Darmansyah A. 2014. Penilaian kondisi kesehatan tegakan di areal pasca tambang PT Antam Tbk UBPE Pongkor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB.

Hairiah K, Ekadinata A, Sari RR, Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon: dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. Bogor (ID): World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor (ID): World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia.

Ikhsan M. 2013. Estimasi simpanan karbon di atas permukaan lahan reklamasi PT ANTAM UBPE Pongkor, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB.

Isdwinanto F. 2011. Penyusunan model penduga volume pohon jenis keruing (Dipterocarpus sp.) di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Sumatera Barat [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.

(35)

23 Kusmana C. 1993. A study on mangrove forest management base on ecological data in East Sumatra, Indonesia [disertasi]. Japan (JP) : Kyoto University, Faculty of Agricultural.

Kusumah B. 2015. Studi potensi biomassa dan massa karbon pohon Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg) di Hutan Karet Rakyat Desa Bungku, Provinsi Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.

Marispatin N et al. 2010. Pedoman Pengukuran Karbon untuk Mendukung Penerapan REDD+ di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Novita. 2010. Potensi simpanan karbon terikat di atas permukaan tanah pada hutan gambut bekas tebangan di Merang Sumatera Utara [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pearson TRH, Brown S, Ravindranath NH. 2005. Integrating Carbon Benefit Estimates into GEF Projects. UNDP Global Environment Facility.

Simon, H. 2007. Metode Inventore Hutan. Yogyakarta (ID): Pustaka Belajar. Sinaga ER. 2012. Pendugaan karbon tersimpan pada lahan pasca terbakar dan

lahan tidak terbakar di areal reklamasi tambang batubara PT Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB.

Sutaryo D. 2009. Perhitungan Biomassa Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Bogor (ID): Wetlands Internasional Indonesia Programme.

Syaufina L et al. 2012. Laporan Akhir Perhitungan Serapan CO2 di Areal

Revegetasi Lahan Bekas Tambang PT ANTAM (Persero) Tbk UBPE Pongkor. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

(36)

24

(37)

25

39 Acacia mangium 45,50 54 30 25 17 1,59

40 Acacia mangium 44,27 53 29 20 18 1,55

41 Acacia mangium 46,18 56 31 25 20 1,99

42 Acacia mangium 42,36 50 27 20 18 1,37

43 Hymenaea courbaril 7,96 11 5 3 7 0,02

44 Hymenaea courbaril 12,42 16 9 7 7 0,06

45 Hymenaea courbaril 10,19 14 7 5 14 0,08

46 Hymenaea courbaril 11,78 15 8 6 13 0,09

47 Hymenaea courbaril 11,78 17 9 6 13 0,11

48 Hymenaea courbaril 10,19 15 8 7 10 0,07

49 Hymenaea courbaril 6,36 9 4 3 8 0,02

50 Hymenaea courbaril 15,28 18 8 5 13 0,10

51 Hymenaea courbaril 18,15 22 15 9 15 0,29 52 Hymenaea courbaril 18,78 23 11 9 14 0,20 53 Hymenaea courbaril 20,70 25 13 11 15 0,28 54 Hymenaea courbaril 16,56 18 10 6 14 0,14 55 Hymenaea courbaril 19,74 21 13 9 15 0,24 56 Hymenaea courbaril 18,15 25 16 9 13 0,29 57 Hymenaea courbaril 22,61 27 18 12 16 0,45 58 Hymenaea courbaril 25,16 32 24 15 15 0,70 59 Hymenaea courbaril 24,20 30 21 14 14 0,52 60 Hymenaea courbaril 21,65 27 16 11 14 0,34 61 Hymenaea courbaril 26,43 35 27 16 16 0,92 62 Hymenaea courbaril 21,33 29 16 10 14 0,36 63 Hymenaea courbaril 25,80 35 25 15 15 0,78

64 Michelia velutina 18,15 22 15 9 13 0,25

65 Michelia velutina 18,28 23 16 9 13 0,28

66 Michelia velutina 22,93 26 18 13 9 0,25

67 Michelia velutina 17,52 23 15 8 5,5 0,11 68 Michelia velutina 22,43 27 18 12 19,3 0,55

69 Michelia velutina 11,83 17 9 5 12 0,10

70 Michelia velutina 12,42 19 10 6 8,5 0,09

71 Michelia velutina 16,88 22 14 7 12 0,21

72 Michelia velutina 13,06 20 11 6 10 0,12

73 Michelia velutina 12,10 19 10 6 10 0,10

74 Michelia velutina 7,96 10 6 4 6 0,02

75 Michelia velutina 7,32 9 5 3 6 0,01

76 Michelia velutina 10,82 13 9 6 9 0,06

77 Michelia velutina 8,91 11 7 4 7 0,03

78 Michelia velutina 5,73 8 4 3 5 0,01

79 Gmelina arborea 13,70 20 11 7 14 0,17

(38)

26

81 Gmelina arborea 17,52 29 20 13 16 0,55

82 Gmelina arborea 30,25 39 25 18 17 0,97

83 Gmelina arborea 25,15 29 20 13 16 0,55

84 Gmelina arborea 32,20 40 27 18 17 1,08

85 Gmelina arborea 36,95 43 30 20 17 1,30

86 Gmelina arborea 42,40 51 35 23 18 1,89

87 Gmelina arborea 34,71 40 29 18 18 1,25

88 Shorea leprosula 16,80 19 12 8 12 0,16

89 Shorea leprosula 12,10 13 10 8 11 0,09

90 Shorea leprosula 10,51 10 7 5 11 0,05

91 Shorea leprosula 19,74 22 15 12 15 0,30

92 Shorea leprosula 21,33 26 15 12 15 0,34

93 Shorea leprosula 23,25 27 17 13 15 0,40

94 Shorea leprosula 24,84 25 20 15 16 0,51

95 Shorea leprosula 30,57 33 25 20 19 0,99

96 Shorea leprosula 25,48 27 21 16 17 0,61

97 Syzigium gracile 17,19 20 9 7 17 0,17

98 Syzigium gracile 15,60 19 12 8 15 0,20

99 Syzigium gracile 14,33 19 10 7 13 0,14

100 Syzigium gracile 19,74 25 15 10 15 0,32

101 Syzigium gracile 22,61 26 15 10 16 0,35

102 Syzigium gracile 21,02 25 14 10 16 0,32

103 Syzigium gracile 31,53 36 26 18 18 1,02

104 Syzigium gracile 27,39 31 21 12 14 0,53

105 Syzigium gracile 25,93 28 17 12 17 0,46

(39)

27 Lampiran 2 Data hasil inventarisasi tegakan

Tahun

18 Dalbergia latifolia 830 0.4343 360.48

19 Shorea leprosula 520 0.3424 178.02

20 Acacia mangium 530 1.1542 611.74

21 Dalbergia latifolia 830 1.2836 667.46

22 Gmelina arborea 480 1.2665 607.90

23 Shorea leprosula 520 0.3584 186.37

24 Shorea leprosula 520 0.2688 139.78

25 Dalbergia latifolia 830 1.9266 1001.83

26 Acacia mangium 530 0.8130 430.88

27 Acacia mangium 530 1.6487 873.80

28 Gmelina arborea 480 1.2315 591.12

29 Gmelina arborea 480 1.1266 540.76

30 Elaeocarpus sphaericus 526 0.2675 140.73 31 Elaeocarpus sphaericus 526 0.0949 49.89

(40)

28

4 Acacia mangium 530 0.8628 457.30

5 Acacia mangium 530 0.7332 388.61

6 Acacia mangium 530 1.2746 675.54

7 Acacia mangium 530 0.5589 296.21

8 Acacia mangium 530 1.0399 551.15

9 Acacia mangium 530 0.8294 439.60

10 Acacia mangium 530 0.8130 430.88

11 Acacia mangium 530 0.8628 457.30

12 Acacia mangium 530 0.8628 457.30

13 Acacia mangium 530 0.5061 268.24

14 Acacia mangium 530 0.5454 289.09

15 Acacia mangium 530 1.1348 601.42

16 Acacia mangium 530 0.9142 484.52

17 Acacia mangium 530 1.3161 697.52

18 Acacia mangium 530 0.6577 348.57

19 Acacia mangium 530 1.0214 541.37

20 Acacia mangium 530 0.9671 512.54

21 Acacia mangium 530 0.5191 275.10

22 Acacia mangium 530 0.3529 187.04

23 Acacia mangium 530 0.1300 68.90

24 Acacia mangium 530 0.3971 210.44

25 Acacia mangium 530 0.7025 372.33

26 Acacia mangium 530 0.0334 17.68

3 1 Acacia mangium 530 0.3114 165.03

2 Gmelina arborea 480 0.6545 314.17

3 Acacia mangium 530 0.6725 356.40

4 Shorea leprosula 520 0.4832 251.27

5 Acacia mangium 530 0.6577 348.57

6 Gmelina arborea 480 1.2665 607.90

7 Gmelina arborea 480 2.2106 1061.09

8 Gmelina arborea 480 0.3223 154.72

9 Shorea leprosula 520 0.9604 499.38

10 Acacia mangium 530 0.7332 388.61

11 Acacia mangium 530 1.4227 754.04

12 Shorea leprosula 520 0.5644 293.47

13 Shorea leprosula 520 0.4640 241.31

14 Shorea leprosula 520 0.6758 351.44

15 Gmelina arborea 480 0.3048 146.32

16 Gmelina arborea 480 1.0217 490.41

17 Gmelina arborea 480 0.6370 305.78

18 Shorea leprosula 520 0.0911 47.37

(41)

29

2 Elaeocarpus sphaericus 526 0.8701 457.67 3 Elaeocarpus sphaericus 526 0.3982 209.43 4 Elaeocarpus sphaericus 526 0.5153 271.07

5 Alstonia scholaris 300 2.6169 785.08

3 Elaeocarpus sphaericus 526 0.0265 13.93 4 Elaeocarpus sphaericus 526 0.1146 60.26

5 Dalbergia latifolia 830 0.1897 157.46

6 Elaeocarpus sphaericus 526 0.1019 53.60

7 Dalbergia latifolia 830 0.1636 135.78

8 Dalbergia latifolia 830 0.0900 74.70

9 Dalbergia latifolia 830 0.2056 170.65

10 Dalbergia latifolia 830 0.1976 163.98 11 Dalbergia latifolia 830 0.3590 297.95 12 Dalbergia latifolia 830 0.1238 102.72

13 Dalbergia latifolia 830 0.1090 90.44

14 Dalbergia latifolia 830 0.0875 72.59

15 Dalbergia latifolia 830 0.0004 0.32

16 Dalbergia latifolia 830 0.1148 95.25

17 Dalbergia latifolia 830 0.3214 266.73 18 Dalbergia latifolia 830 0.1364 113.17 19 Eucalyptus deglupta 300 0.7685 614.83

20 Michelia velutina 530 0.0545 28.87

21 Dalbergia latifolia 830 0.2716 225.44

22 Dalbergia latifolia 830 0.0025 2.05

23 Dalbergia latifolia 830 0.0382 31.70

24 Dalbergia latifolia 830 0.0321 26.66

(42)

30

26 Dalbergia latifolia 830 0.0293 24.32

27 Dalbergia latifolia 830 0.0153 12.72

28 Dalbergia latifolia 830 0.0415 34.41

29 Dalbergia latifolia 830 0.0293 24.32

30 Dalbergia latifolia 830 0.0266 22.09

31 Dalbergia latifolia 830 0.0449 37.24

32 Tectona grandis 650 0.6952 0.32

33 Tectona grandis 650 2.2111 1.02

34 Tectona grandis 650 1.6583 0.76

2 1 Agathis dammara 480 0.5346 256.62

2 Agathis dammara 480 0.2970 142.58

3 Agathis dammara 480 0.3083 147.97

4 Agathis dammara 480 0.1865 89.50

5 Agathis dammara 480 0.1764 84.66

6 Agathis dammara 480 0.0693 33.24

7 Agathis dammara 480 0.1432 68.74

8 Agathis dammara 480 0.2674 128.36

9 Agathis dammara 480 0.2392 114.82

10 Acacia mangium 530 1.0032 531.67

11 Acacia mangium 530 0.4933 261.46

12 Michelia velutina 530 0.6275 332.60

13 Michelia velutina 530 0.1482 78.55

14 Michelia velutina 530 0.2033 107.77

15 Michelia velutina 530 0.4252 225.34

16 Michelia velutina 530 0.0793 42.04

17 Alstonia scholaris 300 0.1401 42.02

18 Alstonia scholaris 300 0.1247 37.40

3 1 Dalbergia latifolia 830 0.1820 151.08

2 Dalbergia latifolia 830 0.2764 229.40

3 Dalbergia latifolia 830 0.2395 198.82

4 Dalbergia latifolia 830 0.2669 221.52

5 Dalbergia latifolia 830 0.3059 253.94

6 Dalbergia latifolia 830 0.3480 288.83

7 Dalbergia latifolia 830 0.3480 288.83

8 Dalbergia latifolia 830 0.3372 279.87

9 Dalbergia latifolia 830 0.2222 184.43

10 Dalbergia latifolia 830 0.7459 619.08 11 Dalbergia latifolia 830 0.1672 138.77

12 Dalbergia latifolia 830 0.0642 53.29

13 Dalbergia latifolia 830 0.0777 64.47

14 Dalbergia latifolia 830 0.0777 64.47

(43)

31

16 Dalbergia latifolia 830 0.4167 345.90

17 Dalbergia latifolia 830 0.0730 60.61

18 Dalbergia latifolia 830 0.0730 60.61

19 Dalbergia latifolia 830 0.3372 279.87 20 Dalbergia latifolia 830 0.3372 279.87

21 Dalbergia latifolia 830 0.0730 60.61

22 Dalbergia latifolia 830 0.1531 127.03 23 Dalbergia latifolia 830 0.4167 345.90

24 Dalbergia latifolia 830 0.0560 46.49

25 Dalbergia latifolia 830 0.1672 138.77 26 Dalbergia latifolia 830 0.4537 376.59 27 Dalbergia latifolia 830 0.4412 366.20 28 Dalbergia latifolia 830 0.3372 279.87 29 Dalbergia latifolia 830 0.1396 115.87 30 Dalbergia latifolia 830 0.2576 213.80 31 Dalbergia latifolia 830 0.3372 279.87

32 Dalbergia latifolia 830 0.0825 68.46

33 Dalbergia latifolia 830 0.2764 229.40 34 Dalbergia latifolia 830 0.3372 279.87 35 Dalbergia latifolia 830 0.4537 376.59

36 Dalbergia latifolia 830 0.1033 85.77

37 Dalbergia latifolia 830 0.3372 279.87 38 Dalbergia latifolia 830 0.3931 326.24 39 Dalbergia latifolia 830 0.2764 229.40 40 Dalbergia latifolia 830 0.2764 229.40

4 1 Podocarpus neriifolius 790 0.0314 24.81

2 Podocarpus neriifolius 790 0.0117 9.24 3 Podocarpus neriifolius 790 0.0256 20.24 4 Podocarpus neriifolius 790 0.0082 6.50 5 Podocarpus neriifolius 790 0.0256 20.24 6 Podocarpus neriifolius 790 0.0779 61.56 7 Podocarpus neriifolius 790 0.0143 11.33 8 Podocarpus neriifolius 790 0.0548 43.27 9 Podocarpus neriifolius 790 0.0004 0.29 10 Podocarpus neriifolius 790 0.0400 31.61 11 Podocarpus neriifolius 790 0.0238 18.82 12 Podocarpus neriifolius 790 0.0002 0.13 13 Podocarpus neriifolius 790 0.0053 4.22 14 Podocarpus neriifolius 790 0.0294 23.24 15 Podocarpus neriifolius 790 0.0024 1.93 16 Podocarpus neriifolius 790 0.0188 14.85

(44)

32

26 Podocarpus neriifolius 790 0.0718 56.70 27 Podocarpus neriifolius 790 0.0688 54.34

28 Dalbergia latifolia 830 0.0415 34.41

29 Dalbergia latifolia 830 0.0293 24.32

30 Podocarpus neriifolius 790 0.0423 33.43 31 Podocarpus neriifolius 790 0.0204 16.12 32 Podocarpus neriifolius 790 0.0221 17.44 33 Podocarpus neriifolius 790 0.0314 24.81 34 Podocarpus neriifolius 790 0.0105 8.28 35 Podocarpus neriifolius 790 0.0117 9.24 36 Podocarpus neriifolius 790 0.0221 17.44 37 Podocarpus neriifolius 790 0.0256 20.24

(45)

33

18 Hymenaea courbaril 730 0.0653 52.22

19 Tectona grandis 650 0.0011 0.67

20 Hymenaea courbaril 730 0.0053 4.25

21 Hymenaea courbaril 730 0.0137 10.95

22 Alstonia scholaris 300 0.0313 9.40

23 Hymenaea courbaril 730 0.0035 2.82

24 Dalbergia latifolia 830 0.0153 12.72

25 Hymenaea courbaril 730 0.0064 5.10

26 Dalbergia latifolia 830 0.0217 18.00

27 Dalbergia latifolia 830 0.0153 12.72

28 Dalbergia latifolia 830 0.0021 1.70

29 Dalbergia latifolia 830 0.0034 2.82

30 Dalbergia latifolia 830 0.0025 2.06

31 Shorea leprosula 520 0.0141 7.35

32 Tectona grandis 650 0.0323 20.37

33 Shorea leprosula 520 0.0027 1.41

34 Hymenaea courbaril 730 0.0054 4.32

35 Hymenaea courbaril 730 0.0026 2.04

36 Hymenaea courbaril 730 0.0037 2.92

37 Tectona grandis 650 0.0136 8.56

2 1 Hymenaea courbaril 730 0.1734 138.73

2 Hymenaea courbaril 730 0.3677 294.15

3 Hymenaea courbaril 730 0.3537 282.96

4 Hymenaea courbaril 730 0.3137 250.99

5 Hymenaea courbaril 730 0.2213 177.05

6 Hymenaea courbaril 730 0.2013 161.02

7 Hymenaea courbaril 730 0.2426 194.04

8 Hymenaea courbaril 730 0.0702 56.16

9 Hymenaea courbaril 730 0.3137 250.99

10 Hymenaea courbaril 730 0.3967 317.35

11 Hymenaea courbaril 730 0.0702 56.16

12 Hymenaea courbaril 730 0.0477 38.19

13 Hymenaea courbaril 730 0.0922 73.78

14 Dalbergia latifolia 830 0.0025 2.06

15 Dalbergia latifolia 830 0.0013 1.08

16 Hymenaea courbaril 730 0.0037 2.92

17 Shorea leprosula 520 0.0026 1.33

18 Shorea leprosula 520 0.0005 0.26

19 Shorea leprosula 520 0.0005 0.26

20 Dalbergia latifolia 830 0.0007 0.56

21 Tectona grandis 650 0.0115 7.23

Gambar

Gambar 1 Desain Cluster Plot Forest Health Monitoring (FHM)  Pengukuran volume tegakan
Gambar 2 Lokasi Penelitian Lahan Reklamasi PT. Antam UBPE Pongkor
Tabel 1 Data komposisi jenis dan jumlah vegetasi pada lokasi penelitian
Tabel 2 Model hubungan volume dengan dbh  Dalbergia latifolia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Guru dan siswa bertanya jawab berkaitan dengan identitas diri yang dibutuhkan sebagai warga negara yang baik.. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan

diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik terhadap prestasi

TF menceritakan bahwa proses penentuan kepala madrasah di Kemenag Kabupaten Jombang menggu- nakan kriteria PDLT yaitu Prestasi Dedikasi (punya kemampuan dan keinginan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara simultan maupun parsial sikap dan norma subyektif terhadap niat konsumen dalam membeli sepeda motor Honda Vario

Di mana dari pendapat informan dengan latar belakang mahasiswa bahwa mengajar anak jalanan merupakan kegiatan berbagi dan merupakan kegiatan untuk mengisi waktu

[r]

Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) yang menyatakan

Dalam Bab 3 penulis akan membahas mengenai bagaimana identitas Ethiopia yang ia telah dapatkan di Harar justru membuat terjadinya kebingungan tentang identitas pada tokoh Lily