SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur
Diajukan oleh :
Alifia Fatehatul Dalita
NPM : 0924010016
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL“ VETERAN” JAWA TIMUR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas rahmat dan
hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI
KECAMATAN SAPEKEN”. Keberhasilan dalam penysunan skripsi ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak yang banyak membantu. Karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir.Mubarokah,MTP selaku dosen
pembimbing utama dan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Syarif Imam Hidayat, MM selaku
dosen pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan masukan dan
dorongan guna terselesaikannya skripsi ini, selain itu penulis juga mengucapkan
banyak terimakasi kepada :
1. Ibu dan Ayah yang senantiasa menjadi penguat dan penerang hidup penulis
serta memberikan dukungan baik berupa moril maupun material dalam
penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr.Ir Ramdan Hidayat, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” JATIM.
3. Bapak Dr.Ir Eko Nurhadi, MS selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas
Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” JATIM.
4. Rekan-rekan program studi Agribisnis Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” JATIM angkatan 2009.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Skripsi ini baik secara
moril maupun material.
Surabaya, 31 Januari 2013
Halaman
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL ………... v
DAFTAR GAMBAR... Vii DAFTAR LAMPIRAN ... Viii I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
. E. Batasan Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA... 9
A. Penelitian Terdahulu ……..………...…………... 9
B. Agroindustri ... C. Sumber Daya Lokal ... 10 20 D. Pengembangan Pangan Lokal dan Diversifikasi Pangan ... 21
E. Kendala Dalam Pengembangan Sumber Daya Lokal …... 24
F. Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan... 24
G. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Agroindustri ……... 28
H. Kerangka Pemikiran Dan Hipotesis ...
1. Kerangka Pemikiran ...
2. Hipotesis ... 32
32
A. Penentuan Lokasi Penelitian ... 36
B. Pemilihan Responden ...………... 36
C. Pengumpulan Data... 38
D. Analisis Data ………... 39
E. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel …... 45
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH ...………... 47
A. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Sapeken ... 47
B. Kondisi Geografis ...………... 47
C. Administrasi Pemerintahan ... 48
D. Keadaan Demografi ...………... 49
E. Keadaan Ekonomi ... 50
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..………... 53
A. Karakteristik Responden ... 53
B. Agroindustri Sangko’ ... 57
C. Analisis Perkembangan Produksi Sangko’ Per Catur Wulan ... 64
D. Analisis Pendapatan Usaha Agroindustri Sangko’... 66
1. Analisis Biaya Agroindustri Sangko’ ... 68
2. Analisis Kontribusi Agroindustri Sangko’ Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pengusaha Sangko’ ... 71
a. Tingkat Pendapatan Sebelum Adanya Agroindustri Sangko’.. 72
b. Tingkat Pendapatan Sesudah Adanya Agroindustri Sangko’.. 73
1. Faktor Eksternal ... 77
2. Faktor Internal ... 83
F. Permasalah Dalam Agroindustri Sangko’... 87
VI. Simpulan Dan Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ... 89
Indonesia yang juga banyak dikonsumsi oleh rakyat Indonesia sebagai sumber karbohidrat. Di Madura khususnya di Kabupaten Sumenep tepatnya di Desa Sakala Kecamatan Sapeken telah dikembangkan produk berbahan baku ketela pohon yang diolah menjadi makanan siap saji yang terkenal dengan nama sangko’ yang dapat dijadikan salah satu alternatif pilihan bahan pengan pengganti beras.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan produksi sangko’ di Kecamatan Sapeken, untuk menganalisis kontribusi agroindustri sangko’ terhadap pendapatan rumah tangga di Kecamatan Sapeken, dan untuk menganalisis prospek pengembangan agroindustri sangko’. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sapeken dengan fokus pada agroindustri sangko’ dengan bahan baku komoditas ketela pohon, Desa Sakala, Pagerungan Besar, dan Tanjung Kiaok dipilih sebagai lokasi pengamatan.
Responden meliputi produsen sangko’ dan konsumen sangko’, Metode penentuan responden menggunakan stratified random sampling, dimana pemilihan responden dilakukan dengan membagi rewsponen berdasarkan strata wilayah dan pemilihan responden kedua dengan menggunakan Purposive Random Sampling dimana pemilihan responden dilakukan secara sengaja. Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Dari data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder diolah dengan menggunakan metode analisa data yang di pergunakan adalah metode analisa data deskriptif dan menggunakan model statistika sederhana.
Perkembangan volume produksi sangko’ percaturwulan yakni bulan
juni 2008 sampai dengan agustus 2012 cenderung meningkat. Kontribusi
sangko’ terhadap pendapatan rumah tangga positif dan pengembangan
agroindustri sangko’ di Kecamatan Sapeken memiliki prospek yang baik,
hal ini bisa dilihat dari faktor internal maupun eksternal yang berpotensi
dalam mendukung pengembangan agroindustri sangko’.
Sangko’ diberi variasi rasa agar sesuai dengan selera konsumen,
Pengembangan teknologi berupa alat – alat terbaru diperlukan untuk
mendukung pengembangan agroindustri sangko’, diperlukan informasi
tentang teknologi pengering yang dapat membantu proses pengeringan
pada saat musim hujan, selain itu sebaiknya Gapoktan Nurul Amin
sebagai pedagang besar, membuka toko di kecamatan dan di kabupaten.
agroindustri sangko’ terhadap pendapatan rumah tangga di Kecamatan Sapeken, dan untuk menganalisis prospek pengembangan agroindustri sangko’. Untuk mecapai tujuan pertama digunakan analisis trend, tujuan kedua menggunakan analisis pendapatan dan kontribusi sedangkan tujuan ketiga mengunakan analisis deskriptif. Perkembangan volume produksi sangko’ percaturwulan yakni bulan juni 2008 sampai dengan agustus 2012 cenderung meningkat. Kontribusi sangko’ terhadap pendapatan rumah tangga positif dan pengembangan agroindustri sangko’ di Kecamatan Sapeken memiliki prospek yang baik, hal ini bisa dilihat dari faktor internal maupun eksternal yang berpotensi dalam mendukung pengembangan agroindustri sangko’.
Kata Kunci : Pengembangan Agroindustri Berbasis Sumber Daya Lokal (sangko’)
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the development of sangko’ production in sapeken sub district, to analyze the contribution of sanko’ agroinstry towards household revenue/income in Sapeken sub district and to analyze the future of sangko’ agroindustry development. To accomplish the first purpose, the analysis used is the trend one, second puspose using both income/revenue and contribution analusis moreover the third purpose using descriptive analysis. The development of sangko’ production volume per 4 months from Juni 2088 to Auggust 2012 tends to be increasing sangko’ production contribution towards household income shows a positive manner and the development of sangko’ production in Sapeken sub district is prosperous, it can be seen both from internal and eksternal factors in supporting sangko’ agroindustry development.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin
Arsyad, 1999).
Agroindustri merupakan sektor yang esensial dan besar kontribusinya
dalam mewujudkan sasaran-sasaran dan tujuan tujuan pembangunan ekonomi
nasional, seperti pertumbuhan ekonomi (PDB), kesempatan kerja, peningkatan
devisa negara, pembangunan ekonomi daerah, dan sebagainya. Agroindustri
diharapkan mempunyai kemampuan untuk ikut memacu pertumbuhan dan
perkembangann ekonomi nasional. Untuk melanjutkan misi tersebut, agroindustri
membutuhkan payung pelindung berupa kebijaksanaan makro dan mikro.
Kebijaksanaan ekonomi makro dan mikro diharapkan agar dapat menciptakan
kesempatan dan kepastian usaha, melalui perannya sebagai penyedia pangan,
secara beragam dan bermutu, dan peningkatan nilai tambah yang, pada
gilirannya, dapat meningkatkan pendapatan atau daya beli penduduk.
Prospek industri pangan di Indonesia cukup cerah karena tersedianya
sumberdaya alam yang melimpah. Pengembangan industri sebaiknya
memanfaatkan bahan baku dalam negeri dan menghasilkan produk-produk yang
memiliki nilai tambah tinggi terutama produk siap saji, praktis dan memperhatikan
masalah mutu (Lukmito, 2004). Regulasi pemerintah melalui Perpres No. 22
Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal menjadi payung hukum pada pemanfaatan
potensi pangan lokal yang ada di wilayah.
Upaya peningkatan nilai tambah melalui kegiatan agroindustri selain
meningkatkan pendapatan juga dapat berperan penting dalam penyediaan
pangan bermutu dan beragam yang tersedia sepanjang waktu. Dengan
demikian, ketika terjadi kelangkaan pangan pada saat produksi rendah, maka
pelaku agroindustri dapat berperan dalam menstabilkan harga. seperti diketahui,
agroindustri dapat berperan dalam peningkatan nilai tambah melalui empat
kategori agroindustri (Saefuddin, 1999) dari yang paling sederhana (pembersihan
dan pengelompokan hasil atau (grading); pemisahan (ginning) penyosohan,
pemotongan dan pencampuran hingga pengolahan (pemasakan, pengalengan,
pengeringan, dsb) dan upaya merubah kandungan kimia (termasuk pengkayaan
kandungan gizi). Masing-masing jenis dan tingkat kegiatan memiliki karakteristik
kebijaksanaan pengembangan yang spesifik, dalam hal; tingkat kesulitan, modal
kerja, tingkat resiko, teknologi yang dibutuhkan dan tingkat marjin yang
diperoleh. Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan makro maupun mikro yang
mampu, di satu pihak memberi insentif kepada pelaku agroindustri agar
mengembangkan keseluruhan jenis kegiatan di atas secara propor-sional. Di
pihak lain, pengaturan tersebut diperlukan agar terdapat peningkatan keahlian
pada setiap jenis kegiatan agroindustri.
Angka kemiskinan di Jawa Timur berdasarkan data Pendataan Program
Perlindungan Sosial (PPLS’08) BPS Tahun 2009, jumlah rumah tangga miskin
pada Maret 2009 sebesar 6.022.590 jiwa (16,68%) dari total jumlah penduduk
dengan jumlah pengangguran sebesar 1,36 juta jiwa. Dari data ini 64,3%
penduduk miskin berada di wilayah perdesaan yang menggantungkan hidupnya
skala luas. Melalui pengembangan agroindustri pangan di daerah yang
menggunakan bahan baku pangan lokal diharapkan akan terjadi peningkatan
jumlah pangan dan jenis produk pangan yang tersedia di pasar lebih beragam,
yang pada gilirannya akan berdampak pada keanekaragaman produksi dan
konsumsi pangan. Selain itu, adanya pengembangan agroindustri pangan juga
dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan petani seperti
berkembangnya perekonomian di pedesaan secara luas dan menghemat devisa
negara.
Kebijakan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk
mendorong agroindustri berbasis pangan lokal sangat diperlukan. Pembangunan
infrastruktur yang memadai, seperti jalan raya, jaringan telekomunikasi dan listrik,
akan memperlancar kegiatan pengolahan dan distribusi. Pemberian kredit
dengan bunga lebih murah untuk modal kerja dan pembelian alat bagi
agroindustri skala kecil dan menengah dapat meringankan beban biaya produksi.
Disamping itu makanan berbasis pangan lokal perlu terus dipromosikan melalui
kegiatan resmi pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah. Makanan tradisional
perlu terus dipromosikan di hotel, restoran, kereta api, kapal laut, maupun
pesawat terbang. Festival masakan tradisional berbahan baku lokal perlu
diadakan secara rutin di tiap daerah mapun tingkat nasional sebagai upaya
promosi pangan lokal (Herman Supriadi, 2005).
Ketela pohon merupakan salah satu komuditas yang banyak di jumpai di
Indonesia yang juga banyak dikonsumsi oleh rakyat Indonesia sebagai sumber
karbohidrat. Di Madura khususnya di Kabupaten Sumenep tepatnya di
Kecamatan Sapeken menghasikan singkong yang melimpah, menurut data
Dinas Pertanian Kabupaten Sumenep luasan panen ketela pohon mencapai
4400 Km2, ketela pohon menjadi produk utama hasil pertanian selain hasil laut.
merupakan bahan makanan pengganti beras penduduk setempat. Ketela pohon
menjadi salah satu bahan makanan di Kecamatan Sapeken, utamanya di 5 (lima)
desa dari 9 (sembilan) desa yang ada, yaitu Desa Sakala, Pagerungan Besar,
Pagerungan Kecil, Tanjung Kiaok dan Desa Sepanjang. Penanaman ketela
pohon di lakukan di lahan pekarangan, tegal dan memanfaatkan lahan hutan.
Meskipun menerapkan teknologi budidaya yang masih sederhana, ketela pohon
tumbuh dengan subur dan hasil produktivitasnya sangat tinggi, seringkali ketela
pohon ditanam secara tumpangsari dengan komoditas lain seperti jagung,
kacang hijau dan kacang tanah.
Menelaah peran agroindustri terhadap perekonomian yang begitu
penting, maka permasalahan mendasar yang menarik untuk diteliti adalah sejauh
mana Dampak pengembangan agroindustri berbahan baku ketela pohon
(Sangko’) terhadap penguatan ekonomi lokal di Kecamatan Sapeken. Apakah
pengembangan agroindustri tersebut berkembang sesuai dengan yang
direncanakan, yaitu mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan di
Kecamatan Sapeken. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini
ditujukan untuk mengetahui kontribusi pengembangan agroindustri terhadap
penguatan ekonomi di Kecamatan Sapeken. Dalam penelitian ini, agroindustri
diarumah tanggaikan sebagai semua kegiatan yang terkait erat dengan
pengolahan hasil-hasil pertanian.
B. Rumusan Masalah
Kegiatan agroindustri yang merupakan bagian integral dari sektor pertanian
mempunyai kontribusi penting dalam proses industrialisasi terutama di wilayah
pedesaan. Efek agroindustri tidak hanya mentransformasikan produk primer ke
nilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan
nilai tambah tinggi (Suryana, 2004).
Pengembangan sumberdaya ekonomi lokal saat ini menjadi
kecenderungan baru dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
dan daerah. Faktor lokalitas menjadi penekanan baik terkait dengan sumberdaya
alam (bahan baku) maupun sumberdaya manusianya (produsen, tenaga kerja).
Di Kecamatan Sapeken telah dikembangkan produk berbahan baku ketela pohon
yang diolah menjadi makanan siap saji yang terkenal dengan nama sangko’ yang
dapat dijadikan salah satu alternatif pilihan bahan pangan pengganti beras.
Seperti yang telah dijelaskan di atas potensi budidaya ketela pohon sebagai
bahan baku utama pembuatan Sangko’ di Kecamatan Sapeken terbilang baik hal
ini dapat dilihat dari luasan panen ketela pohon mencapai 440 Ha dengan
produksi rata-rata 56.985 Kw / Ha, angka tersebut sedikit lebih tinggi dari
produksi ketela pohon kabupaten sumenep ( Data UPT Pertanian Kecamatan
Sapeken 2011).
Pada saat panen raya, harga ketela pohon cenderung murah yaitu Rp.
1.000 /Kg di tingkat petani, kondisi ini tentunya mengakibatkan menurunnya
pendapatan petani, sedangkan harga ditingkat pasar kecamatan Rp 1.500,-/kg,
namun demikian walaupun ada selisih harga di tingkat petani dengan harga
ditingkat pasar kecamatan sebesar Rp 500,-/kg tetap saja tidak ada nilai tambah
bagi pendapatan petani, karena untuk sampai ke tingkat pasar kecamatan petani
harus mengeluarkan biaya tambahan yaitu biaya buruh angkut dan biaya ongkos
perahu/kapal, mengingat Jarak sentra produksi dengan pasar kecamatan sangat
jauh yakni 36 mill laut atau sekitar 57,6 Km.
Dari sisi suplai sumberdaya, agroindustri sangko’ masih memiliki bahan
sementara itu kapasitas produksi usaha agroindustri sangko’ masih dapat
ditingkatkan dengan cara modernisasi teknologi pengolahan, yaitu berupa
mesin-mesin pengolahan, sebagaimana yang telah digunakan oleh sebagian kecil
produsen sangko’, sebagai akibat dari letak giografis kecamatan Sapeken sangat
jauh berada di kepulauan, sedangkan alat alat tersebut adanya hanya di kota
Sumenep atau di kota kota lain di Jawa, seperti Banyuwangi, Situbondo, atau di
Surabaya, satu-satunya alat transportasi yang menghubungkan Kecamatan
Sapeken dengan daerah tersebut diatas adalah transportasi kapal laut, yang
tentunya sangat bergantung pada keadaan cuaca sehingga menyulitkan dalam
pengiriman mesin – mesin tersebut, keadaan tersebut juga berdampak pada
besarnya biaya transportasi dan biaya pengiriman mesin – mesin tersebut.
Berdasarkan situasi dan kondisi itulah maka agroindustri sangko’
diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada komuditas ketela pohon
sehingga petani dapat menutupi biaya produksi dan juga memungkinkan untuk
memperoleh keuntungan. Selain itu agroindustri sangko’ juga dapat membuka
lapangan kerja bagi masyarakat di Kecamatan Sapeken terutama pada saat
cuaca buruk seperti ombak besar sehingga masyarakat yang mayoritas nelayan
tetap dapat memperoleh penghasilan dengan cara memasok sangko’ kepada
pedagang besar (Gapoktan Nurul Amin) untuk memenuhi kebutuhan sehari –
hari, dengan demikian berdampak pula terhadap naiknya harga jual ketela
pohon.
Untuk itulah penulis tertarik untuk mengadakan penelitian agar diketahui
seberapa besar kontribusi agroindustri khususnya agroindustri sangko’ terhadap
pendapatan rumah tangga produsen sangko’ di Kecamatan Sapeken agar dapat
menjadi informasi bagi petani lain tentang kontribusi agroindustri sangko’
memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pengembangan ekonomi lokal
di Kecamatan Sapeken.
Proses pembuatan sangko’ terbilang cukup mudah, sehingga
pengembangan agroindustri ini sangat memungkinkan untuk dilakukan. Faktor –
faktor seperti kebijakan pendukung, potensi bahan baku lokal, potensi pasar,
potensi penanawaran, dan potensi permintaan perlu dilihat untuk mengetahui
prospek pengembangan agroindustri sangko’. Berdasarkan permasalahan yang
telah di uraikan diatas dapat disusun rumusan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan produksi sangko’ di Kecamatan Sapeken ?
2. Bagaimana kontribusi agroindustri sangko’ terhadap pendapatan rumah
tangga di Kecamatan Sapeken ?
3. Bagaimana prospek pengembangan agroindustri sangko’ ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis perkembangan produksi sangko’ di Kecamatan
Sapeken.
2. Untuk menganalisis kontribusi agroindustri sangko’ terhadap pendapatan
rumah tangga di Kecamatan Sapeken.
3. Untuk menganalisis prospek pengembangan agroindustri sangko’.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi mahasiswa
Dengan melaksanakan penelitian ini maka mahasiswa diharapkan
dapat lebih memahami, menganalisa dan mengantisipasi suatu problema
yang ada di masyarakat khususnya masyarakat di Kecamatan Sapeken,
selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi
2. Bagi Produsen
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan
masukan-masukan ataupun sumbangan pikiran bagi produsen Sangko’ untuk
merencanakan konsep - konsep perbaikan dengan
mempertimbangakan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat
dapat memperbaiki kehidupan ekonominya.
3. Bagi pemerintah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan kebijakan dalam rangka pengembangan
penguatan ekonomi lokal dan penguatan ketahanan seperti
kedaulatan pangan berbasis agroindustri yang berbahan baku
sumberdaya lokal ( ketela pohon) di daerah.
E. Batasan Penelitian
Sumber daya lokal sebagai sektor penggerak perekonomian di
Kecamatan Sapeken meliputi bidang pertanian tanaman pangan,
kehutanan dan perkebunan, peternakan, perikanan, industri, energi dan
Pertambanganseperti wisata. Dalam penelitian ini penulis hanya ingin
meneliti sumber daya lokal pertanian tanaman pangan khususnya ketela
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Fitri Rahmawati, dalam penelitianya yang berjudul Pengembangan Industri
Kreatif Melalui Pemanfaatan Pangan Lokal Singkong menyatakan bahwa
Pemilihan sumber pangan lokal sebagai cadangan pangan akan menimbulkan
efek positif, seperti terhidupinya para petani dan tumbuhnya industri pangan
lokal, seperti industri pengolahan pangan non beras yang berbasis lokal
termasuk tepung singkong dan mengurangi ketergantungan pada produk pangan
impor. Dipilihnya singkong juga sangat tepat mengingat manfaat dan kegunaan
singkong cukup luas, terutama untuk industri makanan dan juga sebagai produk
antara. Banyaknya manfaat dan kegunaan dari singkong, memungkinkan
singkong lebih ditumbuhkembangkan di daerah – daerah sentra produksi
singkong. Penelitian juga mengungkapkan bahwa kemampuan substitusi tepung
kasava pada mie dan kue kering/biskuit dapat mencapai 50%, untuk roti 25%
sedangkan untuk cake dapat mengganti 100% terigu. Dengan demikian, peluang
tepung kasava sebagai sumber pangan sangat besar.
Herman Supriadi, 2005, dalam penelitiannya tentang Potensi, Kendala Dan
Peluang Pengembangan Agroindutri Berbasis Pangan Lokal Ubikayu
menyatakan Agroindustri tiwul instan menghasilkan 500 kg produk per bulan dari
bahan baku gaplek sebanyak 1.000 kg. Total biaya produksi tiwul instan
mencapai Rp 807.500 dan nilai jual produknya adalah Rp 1.250.000. Dengan
demikian keuntungannya sebesar Rp 442.000 (Tabel 8.). Struktur biaya gatot
instan dan tiwul instan sangat mirip. Agroindustri yang membuat tiwul instan
biasanya juga membuat gatot instan yang pengolahannya memang tidak jauh
Jantje G. Kindangen pada Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian,
mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara yang
menyampaikan Prospek Pengembangan Agroindustri Pangan Dalam
Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Tani Di Kabupaten Minahasa Tenggara
mengatakan usaha pengolahan melalui penerapan teknologi pengolahan hasil
diperoleh potensi nilai produksi sebesar labih dari Rp 200 milyar/tahun
(meningkat 92,3 %). Kemudian bila disertai usaha intensif dan pengolahan hasil
dibandingkan dengan nilai produksi sekarang meningkat sebesar Rp 534,26
milyar/tahun. Jika ditambah dengan berbagai produk pangan lainnya termasuk
berbagai produk ternak dilakukan secara intensif disertai pengolahan hasil maka
akan diperoleh potensi nilai produksi mendekati Rp 1 triliun/tahun, kalau
dibanding dengan PDRB Kabupaten Minahasa Tenggara tahun 2009 mencapai
Rp 1,1 triliun.
B. Agroindustri
Agroindustri adalah industri yang mengolah komoditas pertanian primer
menjadi produk olahan baik produk akhir (Finish Product) maupun produk antara
(Intermediate Product). Sebenarnya agroindustri ada dua yaitu seperti pengertian
tersebut di atas yang disebut agroindustri hilir dan agroindustri hulu yaitu industri
yang menghasilkan produk-produk berupa alat dan mesin pertanian, sarana
produksi pertanian dan bahan-bahan yang diperlukan oleh sector pertanian
(Masyhuri, 2000).
Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti
suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya
atau suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai
sarana atau input dalam usaha pertanian. Definisi agroindustri dapat dijabarkan
baku, merancang, dan menyediakan peralatan seperti jasa untuk kegiatan
tersebut. Dengan demikian agroindustri meliputi industri pengolahan hasil
pertanian, industri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri
input pertanian (pupuk, pestisida, herbisida dan lain-lain) dan industri jasa sektor
pertanian.
Apabila dilihat dari sistem agribisnis, agroindustri merupakan bagian
(subsistem) agribisnis yang memproses dan mentranformasikan bahan-bahan
hasil pertanian (bahan makanan, kayu dan serat) menjadi barang-barang
setengah jadi yang langsung dapat dikonsumsi dan barang atau bahan hasil
produksi industri yang digunakan dalam proses produksi seperti traktor, pupuk,
pestisida, mesin pertanian dan lain-lain. Dari batasan diatas, agroindustri
merupakan sub sektor yang luas yang meliputi industri hulu sektor pertanian
sampai dengan industri hilir. Industri hulu adalah industri yang memproduksi
alat-alat dan mesin pertanian seperti industri sarana produksi yang digunakan dalam
proses budidaya pertanian. Sedangkan industri hilir merupakan industri yang
mengolah hasil pertanian menjadi bahan baku atau barang yang siap dikonsumsi
atau merupakan industri pascapanen dan pengolahan hasil pertanian.
Dalam kerangka pembangunan pertanian, agroindustri merupakan
penggerak utama perkembangan sektor pertanian, terlebih dalam masa yang
akan datang posisi pertanian merupakan sektor andalan dalam pembangunan
nasional sehingga peranan agroindustri akan semakin besar. Dengan kata lain,
dalam upaya mewujudkan sektor pertanian yang tangguh, maju dan efisien
sehingga mampu menjadi leading sector dalam pembangunan nasional, harus
ditunjang melalui pengembangan agroindustri, menuju agroindustri yang
Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari pembangunan
sektor pertanian. Efek agroindustri mampu mentransformasikan produk primer ke
produk olahan sekaligus budaya kerja bernilai tambah rendah menjadi budaya
kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi (Suryana, 2005).
Selanjutnya Hicks (1995) mengatakan bahwa, agroindustri adalah kegiatan
dengan ciri:
(a) meningkatkan nilai tambah
(b) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan
(c) meningkatkan daya simpan, dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan
produsen.
Simatupang dan Purwoto (1990) menyebutkan, pengembangan
agroindustri di Indonesia mencakup berbagai aspek, diantaranya menciptakan
nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan devisa,
memperbaiki pemerataan pendapatan, bahkan mampu menarik pembangunan
sektor pertanian sebagai sektor penyedia bahan baku. Pengembangan
agroindustri dengan bahan baku yang tersedia dalam jumlah dan waktu yang
sesuai, merupakan syarat kecukupan untuk berproduksi secara berkelanjutan.
Optimalisasi nilai tambah dicapai pada pola industri yang berintegrasi langsung
dengan usahatani keluarga dan perusahaan pertanian. Namun pembagian nilai
tambah belum terbagi secara adil antar para pelaku industri. Akibatnya,
pemerataan pendapatan semakin sulit dicapai. Agroindustri sangat diharapkan
dalam mengurangi masalah kemiskinan dan pengangguran seperti sekaligus
sebagai penggerak industrialisasi pedesaan.
Dampak positif dari agroindustri yang tumbuh dan berkembang didaerah
pedesaan adalah membuka antara satu desa dengan desa-desa lainnya atau
dengan kota sehingga memberikan kesempatan kepada penduduk desa untuk
terhadap perekonomian nasional menurut Soekartawi (1991) dalam penciptaan
lapangan kerja dengan memberikan kehidupan bagi sebagian besar penduduk
indonesia yang bekerja di sektor pertanian :
1. Peningkatan kualitas produk pertanian untuk menjamin pengadaan bahan
baku industri pengolahan hasil pertanian.
2. Perwujudan pemerataan pembangunan di berbagai pelosok tanah air
yang mempunyai potensi pertanian sangat besar terutama diluar pulau
jawa.
3. Mendorong terciptanya ekspor komoditi pertanian.
4. Meningkatkan nilai tambah produk pertanian
Menurut Austin (1992), agroindustri hasil pertanian mampu memberikan
sumbangan yang sangat nyata bagi pembangunan di kebanyakan negara
berkembang karena empat alasan, yaitu:
Pertama, agroindustri hasil pertanian adalah pintu untuk sektor pertanian.
Agroindustri melakukan transformasi bahan mentah dari pertanian termasuk
transformasi produk subsisten menjadi produk akhir untuk konsumen. Ini
berartibahwa suatu negara tidak dapat sepenuhnya menggunakan sumber daya
agronomis tanpa pengembangan agroindustri. Disatu sisi, permintaan terhadap
jasa pengolahan akan meningkat sejalan dengan peningkatan produksi
pertanian. Di sisi lain, agroindustri tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga
menimbulkan permintaan ke belakang, yaitu peningkatan permintaan jumlah dan
ragam produksi pertanian. Akibat dari permintaan ke belakang ini adalah: (a)
petani terdorong untuk mengadopsi teknologi baru agar produktivitas meningkat,
(b) akibat selanjutnya produksi pertanian dan pendapatan petani meningkat, dan
(c) memperluas pengembangan prasarana (jalan, listrik, dan lain-lain).
permintaan terhadap makanan olahan semakin beragam seiring dengan
pendapatan masyarakat dan urbanisasi yang meningkat. Indicator penting
lainnya tentang pentingnya agroindustri dalam sektor manufaktur adalah
kemampuan menciptakan kesempatan kerja. Di Amerika Serikat misalnya,
sementara usahatani hanya melibatkan 2 persen dari angkatan kerja,
agroindustri melibatkan 27 persen dari angkatan kerja.
Ketiga, agroindustri pengolahan hasil pertanian menghasilkan komoditas
ekspor penting. Produk agroindustri, termasuk produk dari proses sederhana
seperti pengeringan, mendomonasi ekspor kebanyakan negara berkembang
sehingga menambah perolehan devisa. Nilai tambah produk agroindustri
cenderung lebih tinggi dari nilai tambah produk manufaktur lainnya yang diekspor
karena produk manufaktur lainnya sering tergantung pada komponen impor.
Keempat, agroindustri pangan merupakan sumber penting nutrisi.
Agroindustri dapat menghemat biaya dengan mengurangi kehingan produksi
pasca panen dan menjadikan mata rantai pemasaran bahan makanan juga dapat
memberikan keuntungan nutrisi dan kesehatan dari makanan yang dipasok kalau
pengolahan tersebut dirancang dengan baik.
Sektor agroindustri memiliki peluang untuk berkembang secara
meyakinkan, terutama bila dikelola secara arif dan bijaksana. Peluang tersebut
adalah :
a. Jumlah penduduk Indonesia yang kini berjumlah lebih dari 220 juta jiwa
merupakan aset nasional dan sekaligus berpotensi menjadi konsumen produk
agroindustri. Namun bila potensi ini tidak dikelola dengan baik, maka justru
akan menjadi beban bagi kita semua. Tingkat pendapatan masyarakat yang
semakin meningkat merupakan kekuatan yang secara efektif akan
b. Berlangsungnya era perdangangan bebas berskala internasional, telah
semakin membuka kesempatan untuk mengembangkan pemasaran produk
agroindustri.
c. Penyelenggaran otonomi daerah memberikan harapan baru akan munculnya
prakarsa dan swakarsa daerah untuk menyelenggarakan pembangunan
sesuai dengan program dan aspirasi wilayah yang spesifik dan berdaya saing.
Peningkatan kinerja pemerintah daerah, bila dibarengi dengan stabilitas politik
merupakan faktor penting yang akan menarik minat para investor untuk
mengembangkan agroindustri.
d. Dari sisi suplai sumberdaya, agroindustri masih memiliki bahan baku yang
beragam, berlimpah dalam jumlah dan tersebar di seluruh penjuru tanah air.
Sementara itu kapasitas produksi usaha agroindustri yang masih dapat
ditingkatkan. Modernisasi dan teknologi pengolahan yang semakin banyak
diaplikasikan, merupakan jaminan akan meningkatnya kualitas dan kuantitas
produksi agroindustri.
e. Dalam proses produksinya, bahan baku agroindustri tidak bergantung pada
komponen impor. Sementara pada sisi hilir, produk agroindustri umumnya
berorientasi ekspor. Dihadapkan pada peluang, sebagaimana diuraikan di
atas, sektor agroindustri memiliki potensi dan peluang cukup menjanjikan
untuk dikembangkan.
Herman Supriadi, 2007, mengatakan pengembangan agroindustri
berbahan baku ketela pohon di Jawa Timur dipengaruhi oleh beberapa faktor
(internal maupun eksternal) yang bisa berupa kekuatan maupun kelemahan dan
peluang maupun ancaman. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalamm
1. Ketersediaan Bahan Baku
Agroindustri berbasis pangan lokal memerlukan bahan baku
berupa hasil pertanian yang sesuai untuk diproses menjadi produk
pangan. Hasil pertanian yang berasal dari produksi setempat akan
mempermudah produsen agroindustri memperolehnya. Disamping lebih
dekat sumber bahan bakunya, harganya bisa lebih murah dibanding
membeli bahan baku dari daerah lain yang lokasinya lebih jauh. bahwa
produksi pertanian setempat mencukupi untuk bahan baku agroindustri
yang ada di wilayah tersebut. Bisa dikatakan bahwa agroindustri tersebut
tumbuh seiring dengan ketersediaan bahan baku yang relatif mencukupi.
Kontinuitas pasokan bahan baku sangat diperlukan agar
agroindustri bisa beroperasi sepanjang tahun. Ubikayu bersifat musiman
tetapi masih bisa diperoleh sepanjang tahun walaupun jumlahnya
berfluktuasi. Pada musim panen suplai ubikayu relatif berlimpah,
selebihnya bahan baku tersedia tetapi dalam jumlah yang relatif sedikit.
Fluktuasi suplai bahan baku dicerminkan oleh fluktuasi harga komoditas
tersebut. Jumlah permintaan yang relatif tetap sepanjang tahun dan
suplai yang bervariasi antar musim membuat harga barang tersebut
berfluktuasi. Walaupun petani sari patidi Jayapura mempunyai persediaan
sepanjang tahun tetapi mereka menjual dalam jumlah relatif banyak pada
periode tertentu. Produsen agroindustri berupaya membeli bahan baku
dalam jumlah relatif lebih banyak pada musim panen ketika harga murah.
Pembelian ini untuk mengkompensasi pembelian yang relatif sedikit diluar
musim panen atau pada waktu pasokan di pasar menipis. Walaupun
demikian produsen agroindustri tidak bisa membeli bahan baku
Pembelian dalam julmah besar memerlukan biaya yang juga besar.
Disamping itu gaplek maupun tepung tapioka, tidak bisa disimpan dalam
waktu lama. Penyimpanan dalam waktu lama bisa dilakukan tetapi akan
memakan biaya yang relatif besar.
2. Teknologi Pengolahan
Ketrampilan yang dimiliki oleh rumah tangga dalam mengolah bahan
pangan lokal menjadi makanan pokok merupakan pengetahuan yang
diperoleh secara turun-temurun. Banyak jenis menu selain yang sudah
secara tradisional diolah. Walaupun demikian tidak mudah bagi rumah
tanga setempat untuk mengadopsi menu baru tersebut. Hal ini terkait
dengan selera yang tidak mudah untuk berubah.
Agroindustri berbasis pangan lokal juga sangat jarang
mengintroduksi produk baru. Secara teknis produk pangan baru yang
berasal dari daerah lain atau agroindustri lain relatif mudah dipelajari dan
dipraktekkan. Selera pasar sangat mempengaruhi jenis produk pangan
yang dihasilkan oleh agroindustri. Disamping itu harga produk pangan
tersebut harus terjangkau oleh konsumen.
Peralatan untuk pengolahan umumnya relatif sederhana dan
masih manual. Beberapa agroindustri menggunakan mesin untuk
pengolahan produk, misalnya mesin pengggilingan pada agroindustri
tapioka, tiwul instan, Untuk pengeringan produk, misalnya agroindustri
krupuk, masih menggunakan sinar matahari. Skala usaha agroindustri
sangat menentukan jenis alat yang digunakan. Alat yang digunakan
umumnya masih sederhana karena skala sahnya masih relatif kecil.
instan dan tiwul instan di Kabupaten Sumenep tidak dipergunakan
karena ukurannya terlalu besar.
Jika alat tersebut tetap dioperasikan akan memerlukan biaya yang
relatif besar sehingga produsen agroindustri masih memilih pengeringan
dengan sinar matahari. Secara teknis jenis peralatan yang diperlukan
mudah diperoleh dan selama alat tersebut menguntungkan secara
ekonomis pasti produsen agroindustri berusaha untuk membelinya.
3. Sumber Daya Manusia
Tenaga kerja yang terampil diperlukan untuk agroindustri
walaupun pada taraf tertentu tidak memerlukan keahlian yang cukup
tinggi. Umumnya ketrampilan tidak diperoleh melalui pendidikan resmi,
tetapi pemilik maupun pekerja mendapatkannya melalui pengalaman. Jika
memang masih menguntungkan maka produsen agroindustri berupaya
mendatangkan tenaga terampil dari luar daerah. Melalui pelatihan yang
bersifat praktis juga tidak sulit bagi produsen agroindustri untuk
mendapatkan tenaga terampil. Untuk menumbuhkan agroindustri di suatu
daerah perlu didukung sumber daya manusia yang memadai. Dalam hal
ini pengelola agroindustri harus mempunyai jiwa wiraswasta
(entrepreneurship). Keuletan sebagai wiraswasta akan mendorong pelaku
usaha secara jeli melihat setiap peluang yang ada dan dengan tangguh
akan mampu mengatasi segala hambatan yang dijumpai.
4. Pasar
Produk yang dihasilkan oleh agroindustri umumnya dijual di pasar
lokal, yaitu di tingkat kecamatan atau kabupaten. Beberapa produk dijual
keluar daerah, misalnya ke kabupaten sekitarnya sampai ibukota
negeri walaupun secara tidak resmi. Akan lebih baik lagi jika bisa menjual
ke luar negeri melalui ekspor resmi. Dalam hal ini produsen agroindustri
dituntut mampu menhasilkan produk olahan yang disukai konsumen dan
mampu memasarkan produk tersebut.
Pemasaran produk agroindustri harus memperhatikan empat
komponen utama pemasaran, yaitu (i) kualitas produk (product), (ii)
tempat pemasaran (place), (iii) harga produk yang dijual (price), dan (iv)
promosi atau iklan (promotion). Kualitas produk harus dibuat sebaik
mungkin agar bisa menarik minat konsumen. Tempat memasarkan
produk harus strategis agar mudah dijangkau oleh konsumen. Harga jual
produk harus terjangkau oleh konsumen dan tetap memberikan kepada
produsen maupun distributor. Sedangkan promosi perlu dilakukan agar
produk lebih dikenal dan bisa bersaing dengan produk sejenis yang
dihasilkan agroindustri lainnya. Misalnya, penjualan makanan lokal di
daerah wisata merupakan cara promosi kepada pengunjung dari luar
daerah. Tidak kalah pentingnya adalah kemaun konsumen untuk membeli
produkyang antara lain ditentukan oleh pendapatan per kapita. Sebagian
produsen agroindustri di Kabupaten Sumenep, misalnya, menyatakan
bahwa daya beli konsumen semakin menurun. Produsen agroindustri
menyiasati dengan cara ukuran produk dibuat lebih kecil atau kualitasnya
dikurangi agar harga jualnya tidak naik.
5. Investasi
Untuk memperoleh investasi dapat dilakukan dengan menjalin
kemitraan dengan perusahaan pemasaran yang sudah ada di tingkat
provinsi maupun nasional. Salah satu kendala yang dihadapi produsen
oleh perusahaan pemasaran akan meningkatkan skala usaha.
Pemasaran kurang efektif jika dilakukan oleh setiap usaha agroindustri
karena skalanya terlalu kecil, kurang efisien, seperti sulit menembus
pasar di daerah lain atau tingkat nasional.
Investasi alat pengolah limbah sangat diperlukan bagi agroindustri
tepung tapioka. Pembuangan limbah tanpa pengolahan sama sekali
membuat polusi yang merugikan masyarakat sekitar atau di sepanjang
daerah aliran sungai yang dilalui limbah tersebut. Perlu dukungan
kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten untuk pengolahan limbah
agroindustri tepung taioka. Sedangkan investai unutk peralatan
agroindustri relatif belum diperlukan, atau sebagian sudah bisa dipenuhi
dari pasar seperti genset, karena umumnya menggunakan perlatan
sederhana. Infrastruktur yang memadai akan memudahkan produsen
agroindustri membeli bahan baku, melakukan pengolahan, distribusi
produk, seperti melakukan komunikasi dengan konsumen. Investasi
infrastrukur ini harus diprakarsai oleh Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah.
C. Sumber Daya Lokal
` Kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis
sumber daya lokal terumah tanggauang dalam Perpres Nomor 22 tahun
2009, dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Kementerian Pertanian nomor 43
/OT.140/10/2009, Ruang lingkup Pengembangan Sumberdaya Lokal Berbasis
Kawasan meliputi tiga pilar pengembangan, yaitu: (i) Pengembangan
Sumberdaya Alam (SDA), (ii) Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM),
seperti (iii) Pengembangan Sumberdaya Ekonomi (SDE) masyarakat secara
Selanjutnya (IHS, 2006) mengatakan, Sumberdaya lokal meliputi sumber
daya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources).
Sumberdaya alam (natural resources) merupakan komponen-komponen dari
unit lahan yang penggunaan secara ekonomi digunakan untuk tempat tinggal
yang dengan keadaan iklim, tanah, hidrologi tertentuakan menghasilkan
produksi tertentu(FAO, 1995). Sumberdaya manusia (human resources) dapat
meliputi entrepreneurs dan tenaga kerja (skilled labour), sumberdaya
kelembagaan (institutional resources).
D. Pengembangan Pangan Lokal dan Difersivikasi Pangan
Pangan berkaitan dengan kehidupan semua penduduk dan melibatkan
banyak jenis pelaku yang menyediakan pangan. Salah satu pelaku yang
berkaitan dengan produksi pangan adalah petani yang umumnya tingkat
kehidupannya masuk penduduk miskin, pendidikan rendah, dan status gizi
yang kurang. Masalah ini hanya dapat diatasi melalui campur tangan
pemerintah dalam bentuk kebijakan. Pada awalnya kebijakan ketahanan
pangan adalah berkaitan dengan peningkatan produksi, pendapatan dan
faktor penunjanngnya seperti insentif harga dan input produksi, serta
perbaikan infrastruktur, sekarang ini harus ditingkatkan dalam bentuk
ketersediaan dan keberlajutan.
Pada tahun 1960 penduduk Indonesia yang kurang sejahtera atau
dianggap miskin bila kebutuhan pokoknya dipenuhi bukan dari beras. Kondisi
ini berubah sejak akhir tahun 1980an, setelah disadari bahwa keseimbangan
gizi menjadi penting, bukan didominasi dari karbohidrat yang bersumber dari
beras. Pada masa ini, Indonesia menjadi pengimpor beras, sehingga
diversifikasi pangan mulai dipromosikan. Dua keadaan ini menjadikan
sangat mendasar, bahwa pangan pokok bukan dari beras sudah merupakan
bahan pokok pangan tradisional sebagian besar penduduk Indonesia, seperti
umbi-umbian, sagu, pisang dan beberapa tanaman serealia (terutama
jagung), yang didukung dengan ketersediaan protein dari ternak, perairan air
tawar dan laut. Bahan makanan ini tersedia secara lokal dan merupakan
tanaman budaya, tidak terpengaruh dari perubahan iklim la-nino dan el-nino,
termasuk pergantian musim, sehingga dapat mewujudkan kemandirian
pangan.
Promosi gerakan konservasi lingkungan, penghematan energi dan
pengembangan sumber energi lokal seperti penanaman pohon yang berfungsi
sebagai tanaman konservasi, sumber energi, pangan, penyerap emisi
karbon. Misalnya tanaman aren sebagai tanaman konservasi yang
menghasilkan pangan dan energy, seperti sagu dan gula yang dapat
dikonevrsi menjadi energi biofuel. Tanaman tebu yang dapat diintegrasikan
dengan ternak. Tebu menghasilkan gula dan biofuel, semetara ternak
menghasil pupuk kandang, protein hewani, biogas. Pengembangan sumber
energy listrik alternative seperti pemanfaatan biogas untuk listrik,
pembangkit Listrik Tenaga Surya, Penggunaan teknologi mikrohidro, dan
berbagai teknologi yang menghasilkan energi adalah sangat potensial di
kembangkan di berbagai pelosok nusantara. Namun pengembangan budaya
pemanfaatan potensi lokal yang cukup besar tidak menarik bagi penguasa,
karena mengurangi manfaat bahkan dalam konteks kekuasaaan bagi pihak
tertentu. Perkembangan energi alternatif dari sumber biomassa yang
dikonversi menjadi biofuel (B3) khususnya bahan pangan untuk memenuhi
kebutuhan energi akibat pertumbuhan penduduk dan perbaikan kualitas hidup
merupakan peluang untuk meningkatkan daya saing negara sedang
Tidak dapat dipungkiri bahwa upaya-upaya dalam era global yang terus
dilakukan sehingga melahirkan perubahan-perubahan yang semakin
meliberalkan perdagangan dan berbagai kegiatan lain. Namun perlu diyakini,
perubahan itu semakin memberikan posisi tawar bagi negara yang memiliki
endowmen dan mampu mengambangkan. Globalisasi seharusnya dipahami
juga adalah informasi yang berubah dari sangat mahal berubah menjadi
murah, sebaliknya lokalitas (spesifk proudk/unik) dari tidak ada harganya atau
sangat murah menjadi semakin mahal, karena dari sedikit orang mengenalnya
berubah menjadi banyak yang mengetahuinya akibat jasa informasi. Kondisi
ini didukung dengan teknologi informasi dan komunikasi (ICT-Information and
communcation technology).
Produksi sedikit dengan permintaannya yang banyak karena sudah
mendunia, sehingga memiliki keuntungan kompetitif. Selain dukung ICT, etika
menjadi sangat penting sebagai norma interaksi. Gobalisasi mengarahkan
orang untuk berinteraksi secara luas dengan etika dan potensi spesifiknya.
Banyak daerah yang berkembang menjadi maju dan modern karena mampu
menglola potensi lokalnya. Misalnya Pulau Bali lebih dikenal luas oleh
anggota masyarakat dunia dibanding Indonesia, kopi kalosi diproduksi di
Kabupaten Enrekang dan pesta adat kematian masyarakat Tana Toraja lebih
dikenal dibanding dengan Sulawesi Selatan sebagai lumbung pangan
nasional dan penghasil kakao terbesar di Indonesia.
Potensi lokal dapat ditingkatkan daya saingnya melalui kerjasama
regional. Melalui kerjasama/kemitraan, setiap individu atau elemen
masyarakat, dapat berpartisipasi dan bermakna dan sekaligus ikut
berinteraksi pada tataran wilayah dan global. Pada hakikatnya WTO
perdagangan dan investasi. Hal ini dapat dilihat kerjasama regional seperti
NAFTA, AFTA, APEC (Hfbauer, 1994; Jovanic, 2006).
E. Kendala Dalam Pengembangan Sumber Daya lokal
Dalam upaya pengembangan sumber daya lokal, berbagai kendala pada
umumnya terkait dengan peraturan, mekanisme dan kebijakan dalam
mendukung pengembangan usaha sumber daya, seperti birokrasi dalam
perizinan. Selain itu, permasalahan lain lokal yang dihadapi adalah masih
rendahnya daya saing produk sumber daya lokal dan belum optimalnya
program-program yang mendukung investasi potensi lokal. Di samping kedua
permasalahan tersebut di atas, masih terdapat permasalahan yang berkaitan
dengan belum optimalnya promosi produk-produk unggulan sumber daya
lokal seperti program-program pengembangan usaha daerah sebagai peluang
investasi daerah. Hal ini berakibat pada kurang terinformasikannya
program-program investasi daerah bagi investor, belum optimalnya pendayagunaan
keterkaitan sektoral dan regional/spasial dan kurangnya pendekatan ruang
untuk perencanaan dan koordinasi, masih menjadi kendala dan hambatan
yang ditemui dalam pelaksanaan kegiatan dan anggaran (Anonimus, 2011).
F. Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan
1. Biaya usaha
Biaya usaha adalah seluruh pengeluaran dana (korbanan
ekonomis) yang diperhitungkan untuk keperluan usaha. Dalam praktek di
agribisnis oleh masyarakat, yang dimaksud dengan biaya usaha hanyalah
biaya yang secara riel atau cash dikeluarkan oleh pelaku usaha,
sedangkan biaya yang tidak riel/cash dikeluarkan seperti biaya tenaga
kerja rumah tangga, gaji petani selaku pengelola usaha, nilai sewa lahan
usaha, dll tidak dihitung sebagai biaya usaha. Cara pandang seperti
keuntungan usaha yang didapat oleh pelaku usaha hanyalah laba kotor.
Demikian juga akan mengakibatkan hasil analisis kelayakan usaha (secar
financial) menjadi tidak benar. Oleh karena itu dalam analisis finansial
dalam rangka kelayakan usaha, biaya usaha haruslah dihitung
seluruhnya, baik yang riel (cash/kontan) maupun yang tidak dikeluarkan
petani.
Biaya usaha secara terinci meliputi :
a. Investasi harta tetap.
b. Biaya operasional usaha :
- Biaya Usaha (= Biaya Tetap).
- Biaya Pokok Produksi (= Biaya Tidak Tetap).
a. Investasi Harta Tetap
Yaitu seluruh biaya yang digunakan untuk investasi harta tetap. Harta
tetap adalah sarana prasarana usaha yang mempunyai jangka usia
ekonomi atau usia pemakaian yang panjang atau berumur tahunan.
b. Biaya Operasional Usaha
Yaitu seluruh biaya yang digunakan untuk pelaksanaan proses
produksi suatu usaha. Biaya operasional usaha dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu :
1. Biaya Usaha atau Biaya Tetap (Fixed Cost/FC)
Yaitu seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi
untuk menghasilkan suatu produk yang besarnya tetap (konstan),
tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Dengan
demikian biaya usaha dapat diartikan sebagai Biaya Tetap (Fixed
Cost).
Yaitu seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi
untuk menghasilkan suatu produk yang besarnya tidak tetap dan
dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Dengan demikian
biaya pokok produksi dapat diartikan sebagai Biaya Tidak Tetap
(Variable Cost).
c. Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan hanya diperhitungkan terhadap investasi harta tetap.
Biaya penyusutan yaitu biaya yang harus dikeluarkan dan
diperuntukan sebagai pengganti investasi harta tetap, yang pada
waktu tertentu tidak dapat digunakan lagi atau rusak. Karena biaya
penyusutan diperhitungkan setiap tahun selama masa ekonomi suatu
alat maka biaya penyusutan dihitung sebagai biaya tetap (biaya
usaha). Dalam analisis finansial biaya penyusutan dihitung sebagai
biaya tetap.
d. Total Biaya (Total Cost = TC)
Yaitu hasil penjumlahan dari Biaya Usaha (FC) + Biaya Pokok (VC).
2. Penerimaan Usaha (Revenue = R)
Penerimaan usaha yaitu jumlah nilai uang (rupiah) yang
diperhitungkan dari seluruh produk yang laku terjual. Dengan kata lain
penerimaan usaha merupakan hasil perkalian antara jumlah produk (Q)
terjual dengan harga (P). Hal ini dapat dimengerti bahwa produk yang
dihasil oleh suatu usaha tidak semua dapat atau laku dijual yang
dikarenakan misalnya Rusak atau cacat, dikonsumsi sendiri. Harga (P)
yang digunakan dalam perhitungan adalah harga pasar. Misalnya
seorang peternak dalam periode tertentu dapat menjual produk sebagai
3. Pendapatan Usaha (Income = I)
Yaitu jumlah nilai uang (rupiah) yang diperoleh pelaku usaha,
setelah Penerimaan (R) dikurangi dengan seluruh biaya atau Total Biaya
(TC). Oleh karena itu pendapatan usaha disebut juga sebagai Laba
Usaha.
a. Pendapatan / Laba Kotor
Adalah penerimaan usaha dikurangi biaya pokok produksi atau biaya
tidak tetap.
b. Pendapatan / Laba Usaha
Adalah Laba Kotor dikurangi Biaya Usaha dan Biaya Penyusutan.
Menurut Soekartawi (1995), Penerimaan dan pendapatan kotor
didefinisikan sebagai nilai produk total dalam jangka waktu. Sedangkan
pendapatan bersih adalah selisih antara penerimaan dan total biaya selama
proses produksi. Sedangkan keuntungan atau pendapatan merupakan selisih
antara total penerimaan usaha dengan total biaya yang dikeluarkan. Secara
matematis penerimaan dan keuntungan dapat dinotasikan sebagai berikut:.
1. TC = TFC + TVC
2. TR = P x Q
3. π = TR – TC
Dimana:
P = Harga jual/unitnya (Rp)
Q = Jumlah barang yang diproduksi (Kg)
TFC = Total Biaya Tetap (Rp)
TVC = Total Biaya Variabel (Rp)
π = Keuntungan (Rp)
Menurut hernanto (1994), untuk mengukur pendapatan ada beberapa
perhitungan yanga dapat digunakan, diantaranya adalah :
1. Pendapatan kerja petani, yang diperhitungkan dari semua penerimaan
yang diperoleh dari hasil penjualan hasil produksi dikurangi dengan
pengeluaran tunai dan yang diperhitungkan.
2. Penghasilan kerja petani, misalnya tanaman, perikanan dan hasilnya
yang dikonsumsi keluarga merupaka penerimaan tidak tunai.
3. Pendapatan kerja keluarga, ukuran terbaik kalau usaha tani dikerjakan
oleh petani dan keluarganya.
4. Pendapatan keluarga, cara memperolehnya dengan menjumlahkan total
pendapatan keluarga dari beberapa sumber.
G. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Agroindustri
Menurut Monke dan Pearson (1989) yang di kutip dari buku Rita
Hanafie 2010 yang berjudul Pengantar Ekonomi Pertanian, politik pertanian
adalah campur tangan pemerintah di sektor pertanian dengan tujuan untuk
meningkatkan efisiensi yang menyangkut alokasi sumberdaya untuk dapat
menghasilkan output nasional yang maksimal dan memeratakan
pendapatan, yaitu mengalokasikan euntungan pertanian antargolongan dan
antardaerah, keamanan persediaan jangka pendek, kestabilan harga jangka
pendek dan menjamin keersediaan bahan makanan jangka penjang. Dalam
hal ini, kebijakan pertaniann dibagi menjadi 3 kebijakan dasar, antara lain :
1. Kebijakan komoditi yang meliputi kebijakan harga komuditi, distorsi harga
komuditi, subsidi harga, dan kebijakan ekspor.
2. Kebijakan faktor produksi yang meliputi kebijakan uph minimum, pajak dan
subsidi faktor produksi, kebijakan harga faktor produksi, dan perbaikan
3. Kebijakan makro ekonomi yang di bedakan menjadi kebijakan anggaran
belanja, kebijakan fiskal, dan pebaikan nilai tukar.
Selanjutnya Mubyarto (1987) mengatakan bahwa politik pertanian pada
dasarnya merupakan kebijakan pemetrintah untuk memperlancar dan
mempercepat laju pembangunan pertanian, yang tidak saja menyangkut
kegiatan petani, tetapi juga perusahaan – perusahaan pertanian dan
perkebunan, perusahaan – perusahaan pengangkutan, perkapalan, perbankan,
asuransi seperti lembaga – lembaga pemerintah dan semi semi pemerintah
yang terkait dengan kegiatan sektor pertanian.
Dalam kegiatan resmi di daerah selalu disajikan makanan lokal
merupakan salah satu cara promosi yang bermanfaat bagi produsen. Misalnya,
sudah dilakukan di tingkat Kabupaten Sumenep untuk rapat resmi disajikan tiwul
untuk makan siang. Kegiatan tersebut harus secara terus-menerus dilakukan,
bukan hanya sporadis. Disamping itu makanan berbasis pangan lokal perlu terus
dipromosikan melalui kegiatan resmi pemerintah dari tingkat pusat hingga
daerah. Makanan tradisional perlu terus dipromosikan di hotel, restoran, kereta
api, kapal laut, maupun pesawat terbang. Festival masakan tradisional berbahan
baku lokal perlu diadakan secara rutin di tiap daerah mapun tingkat nasional
sebagai upaya promosi pangan lokal.
Pemberian raskin sebaiknya hanya untuk wilayah yang makanan
pokoknya beras. Sedangkan untuk wilayah yang makanan pokoknya bukan
beras harus diberi bahan pangan sesuai yang dikonsumsi masyarakat setempat.
Pemberian raskin di daerah yang makanan pokoknya bukan beras hanya akan
mendorong masyarakat untuk meninggalkan makanan pokok tradisional dan
bahan pangan lokal sebagai makan pokok untuk mengurangi ketergantungan
pada beras (Sibuea, 2005).
Menurut Herman Supriadi (2007), Bimbingan dan penyuluhan kepada
produsen agroindustri hendaknya diberikan secara terstruktur dan kontinyu.
Pelatihan yang diberikan sebaiknya memperhatikan potensi bahan baku,
ketrampilan tenaga kerja, dan kemampuan modal pelaku usaha agroindustri.
Pemberian bantuan alat dan mesin pertanian sebaiknya diberikan kepada
produsen agroindustri yang belum maju tetapi mempunyai prospek untuk
berkembang. Kecenderungan selama ini bantuan diberikan oleh berbagai
instansi pemerintah kepada usaha agroindustri yang sudah maju yang
sebenarnya tidak lagi memerlukan bantuan. Dalam pemberian bantuan harus
memperhatikan skala usaha yang umumnya kecil. Bantuan alat yang terlalu
besar kapasitasnya tidak akan banyak membantu usaha agroindustri di
pedesaan.
Disamping itu agroindustri yang menggunakan bahan baku pangan lokal
perlu diberi porsi pembinaan yang memadai. Dari segi pemasukan pendapatan
asli daerah memang agroindustri skala kecil dan menengah tidak memberikan
sumbangan sebesar agroindustri skala besar atau industri non pangan.
Walaupun demikian agroindustri skala kecil dan menengah mampu menciptakan
lapangan kerja (self-employment) yang umumnya bersifat non formal.
Pemerintah juga perlu mendorong kemitraan antara produsen agroindustri skala
kecil dan menengah dengan produsen yang relatif lebih besar. Kemitraan ini
akan bermanfaat terutama dalam pemasaran hasil. Diharapkan produsen besar
bisa menjangkau pasar yang lebih luas sehingga produsen kecil bisa
Agroindustri merupakan sektor yang esensial dan besar kontribusinya
dalam mewujudkan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan pembangunan ekonomi
nasional, seperti pertumbuhan ekonomi (PDB), kesempatan kerja, peningkatan
devisa negara, pembangunan ekonomi daerah, dan sebagainya. Agroindustri
diharapkan mempunyai kemampuan untuk ikut memacu pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi nasional. Untuk melanjutkan misi tersebut, agroindustri
membutuhkan payung pelindung berupa kebijaksanaan makro dan mikro.
Kebijaksanaan ekonomi makro dan mikro diharapkan agar dapat menciptakan
kesempatan dan kepastian usaha, melalui perannya sebagai penyedia pangan,
secara beragam dan bermutu, dan peningkatan nilai tambah yang, pada
gilirannya, dapat meningkatkan pendapatan atau daya beli penduduk.
Masing-masing jenis dan tingkat kegiatan di setiap agroindustri amemiliki
karakteristik kebijaksanaan pengembangan yang spesifik, dalam hal; tingkat
kesulitan, modal kerja, tingkat resiko, teknologi yang dibutuhkan dan tingkat
marjin yang diperoleh. Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan makro maupun
mikro yang mampu, di satu pihak memberi insentif kepada pelaku agroindustri
agar mengembangkan keseluruhan jenis kegiatan di atas secara propor-sional.
Dipihak lain, pengaturan tersebut diperlukan agar terdapat peningkatan keahlian
pada setiap jenis kegiatan agroindustri di atas. Regulasi pemerintah melalui
Perpres No. 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal menjadi payung hukum pada
H. Kerangka Pemikiran Dan Hipotesis
1. Kerangka Pemikiran
Upaya pembangunan ekonomi daerah telah dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah termasuk Pemerintah Kabupaten
Sumenep, dan masyarakat melalui berbagai kebijakan dan
program-program yang telah ditetapkan. Upaya-upaya itu telah menghasilkan
berbagai kemajuan yang dirasakan oleh sebagian masyarakat. Namun,
masih banyak wilayah yang belum berkembang secepat wilayah lainnya.
Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian yang penting dari
pembangunan nasional. Dalam rangka melakukan percepatan
pembangunan ekonomi daerah, telah dan akan terus dilakukan berbagai
program dan kegiatan yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan,
pengurangan kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya manusia
dan pelibatan masyarakat dalam proses pengelolaan pembangunan
ekonomi daerah.
Di Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep, keterlibatan
masyarakat dalam proses pengelolaan pembangunan ekonomi daerah
dapat dilihat dengan adanya Agroindustri sangko’ yang merupakan suatu
inovasi baru dari masyarakat. Agroindustri sangko’ dapat menjadi salah
satu alternatif dalam pengembangan ekonomi di Kecamatan Sapeken
terutama , karena agroindustri sangko’ menggunakan sumberdaya lokal
yakni ketela pohon yang menjadi komuditas yang banyak dibudidayakan
di Kecamatan Sapeken sebagai bahan bakunya. Pada awalnya, sangko’
merupakan bahan pangan lokal masyarakat Desa Sakala secara turun
temurun dan tidak diperdagangkan ke masyarakat umum. Sejak tahun
dan sebagai ketua Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Nurul Amin
Desa Sakala yang bernama Asmawi Aliman dengan bimbingan seorang
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) mulai berfikir untuk
memperkenalkan produk sangko’ kepada masyarakat luas dengan tujuan
meningkatkan pendapatan msyarakat Desa Sakala, sehingga saat ini
Sangko’ telah dikenal oleh masyarakat luas, dan produksinya semakin
tahun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya produsen
sangko’ saat ini telah mencapai 573 orang.
Pengamatan terdahulu menunjukkan bahwa agroindustri sangko’
memberikan nilai tambah bagi produsen, hal ini ditandai dengan berumah
tanggaambahnya produsen sangko’ yang menunjukkan bahwa
agroindustri sangko’ memang menarik untuk dilakukan, yang tentunya
akan berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam upaya pengembangan agroindustri sangko’,
baik faktor internal maupun faktor eksternal, diataranya adalah Kebijakan
pendukung, Potensi bahan baku lokal, Potensi penawaran, Potensi
permintaan, dan persepsi konsumen, kelima faktor tersebut perlu di
cermati agar agroindustri sangko’ benar - benar dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan pendapatan petani produsen.
Penelitian ini menggunakan dua metode, yakni metode kuantitatif
dan metode kualitatif, hal - hal yang berkenaan dengan perkembangan
ekonomi lokal, nantinya akan di analisis dengan analisis trend, kemudian
kontribusi Agroindustri terhadap pendapatan rumah tangga petani di
Kecamatan sapeken, akan di analisis menggunakan analisis usaha dan
perhitungan kontribusi, kemudian yang terakhir adalah menganalisis
uraian tersebut maka bagan diagram kerangka pikir disusun sebagai
berikut :
Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran
2. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian
1. Diduga perkembangan produksi agroindustri sangko’ di Kecamatan Sapeken
cenderung meingkat.
2. Agroindustri sangko’ memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap
III. METODE PENELITIAN
A. Penetuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja, yaitu di
Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep. Penentuan lokasi ini didasarkan
pada pertimbangan bahwa daerah tersebut, pendapatan rata – rata masih di
bawah UMK (Upah Minimum Kabupaten / Kota). Sehingga perlu di lakukan
pengembangan ekonomi masyarakat sebagai upaya penguatan ekonomi
lokal. Di Kecamatan Sapeken terdapat banyak sumber daya lokal termasuk
ketela pohon yang dijadikan bahan baku agroindustri sangko’. Pemilihan
agroindustri sangko’ sebagai objek penelitian, karena agroindustri ini
merupakan inovasi baru dan banyak dilakukan variasi karena dianggap
sebagai pilihan alternatif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.
B. Pemilihan Responden
Karena terdapat data yang di butuhkan berasal dari dua sumber yakni
produsen selaku produsen dan konsumen ,maka dalam penelitian ini di
gunakan dua populasi yaitu masyarakat produsen sangko’ dan konsumen
sangko’. Maka terdapat dua metode pengambilan sampel, yaitu :
1. Penentuan Sampel Produsen
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
stratified random sampling , pengambilan sampel berstrata merupakan
teknik pengambilan sampel dimana populasi dikelompokan dalam strata
wilayah, kemudian diambil sampel secara random dengan proporsi yang
seimbang sesuai dengan posisinya dalam populasi. Pemilihan metode
efisien karena lebih terarah, data atau informasi yang dikumpulkan dapat
lebih mendalam dan menyeluruh mengenai masing – masing strata, dan
lebih mudah dikendalikan karena administrasinya mudah dan jelas.
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh produsen
sangko’ di tiga desa dari 9 desa yang ada di Kecamatan Sapeken yakni
Desa Sakala sebanyak 473 orang, Desa Pagerungan sebanyak 57 orang,
dan Desa Tanjung kiaok sebanyak 40 orang, jadi total populasi adalah
570 orang. L.R Gay menyatakan bahwa untuk riset deskriptif besarnya
sampel 10% dari setiap populasi. Maka sampel yang diperoleh adala
Desa Sakala 47 orang, Desa Pagerungan Besar 6 orang dan Desa
Tanjung Kiaok 4 orang. Jadi total jumlah sampel yang di ambil adalah 57
orang.
Tabel 1. Populasi dan Jumlah Sampel Produsen Sangko’ Di Kecamatan Sapeken
No Nama Desa Jumlah Populasi Jumlah Sampel
1 Sakala 473 47
2 Pagerungan Besar 57 6
3 Tajung Kiaok 40 4
Jumlah 570 57
2. Penentuan Sampel konsumen
Populasi dalam penelitian ini adalah semua konsumen sangko’,
dalam hal ini peneliti memilih konsumen sangko’ yang ada di Kecamatan
Sapeken saja. Penentuan ini dilakukan karena konsumen sangko’
tersebar di beberapa daerah di Indonesia, seper Kalimatan, NTB,
beberapa daeraha di pulau Jawa dan Madura, namun karena waktu yang
sangat terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk mengambil sampel
di luar kepulauan Sapeken. Jumlah sampel yang dipilih adalah 30 seperti