• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal, secara fisik dapat didefinisikan sebagai tempat dimana para

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal, secara fisik dapat didefinisikan sebagai tempat dimana para"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pasar modal, secara fisik dapat didefinisikan sebagai tempat dimana para investor bertemu untuk melakukan transaksi jual beli saham. Dalam pemilihan dan pembentukan portofolio saham, manajer investasi dan investor membutuhkan informasi mengenai kondisi atau arah pergerakan pasar sehingga dapat membuat suatu keputusan yang tepat dalam melakukan pembelian atau penjualan saham.1 Dalam hal ini informasi menjadi suatu hal yang sangat penting dalam menentukan keputusan yang akan diambil oleh para pelaku pasar.

Salah satu tema yang dominan dalam literatur keuangan dan juga menjadi acuan bagi para investor dalam melakukan pengambilan keputusan adalah hipotesis mengenai pasar modal yang efisien atau Efficient Market Hypothesis (EMH)2. Hipotesis ini menyatakan bahwa dalam pasar modal yang efisien, harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan seluruh informasi yang tersedia di pasar sehingga tidak mungkin bagi investor untuk memperoleh keuntungan abnormal dari kegiatan perdagangan saham berdasarkan informasi yang tersedia tersebut. Dalam hal ini perubahan harga saham mengikuti pola random walks

1 Manurung, A. H. dan Pondra Nala Permana. Gejala Overreaction Pada Saham-saham LQ 45.

Manajemen Usahawan Indonesia No.89/XXXIV/September.2005.

2 Ibid.

(2)

yang tidak dapat diprediksi, seperti halnya informasi-informasi baru yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya.3

Menurut pola random walks tersebut, perubahan harga tidak dapat diramalkan karena perubahan tersebut terjadi hanya sebagai respons terhadap informasi yang benar-benar baru, dimana sesuatu yang baru tersebut pada hakikatnya tidak dapat diduga.4 Sebagai akibatnya investor tidak dapat menggunakan informasi atau data di masa lampau untuk memprediksi pergerakan harga saham di masa mendatang guna memperoleh keuntungan abnormal.

Seiring berjalannya waktu, penelitian mengenai pasar modal yang efisien pun semakin berkembang sedemikian rupa hingga tiba pada sejumlah pendapat yang mengatakan bahwa return saham dapat diprediksi dan menyediakan bukti terjadinya pola pembalikan (reversal pattern) yang sistematis pada return saham.

Hal ini didasari oleh perilaku investor sebagai individu yang mengambil sikap atau tindakan yang berbeda dalam menyikapi suatu informasi baik dari segi waktu, frekuensi dan kuantitas pembelian saham5. Dalam beberapa kasus, ditemukan adanya investor yang berperilaku secara berlebihan terhadap suatu informasi seperti melakukan penjualan saham secara spontan ketika pasar bergerak di luar ekpektasinya atau investor membeli saham yang baru saja mengalami keuntungan tanpa memperhatikan nilai fundamental dari harga saham tersebut. Reaksi berlebihan seperti itu cenderung mendorong harga saham melewati harga pasar yang wajar sehingga mengakibatkan suatu pembalikan harga

3 Lesmana, Eko B., Penguji Price Reversal Jangka Panjang dari Penurunan Besar Harga Saham- Saham LQ45 BEJ. 2005, hlm. 1.

4 Bodie, Zvi., Alex Kane, Alan J. Marcus. Investments-International Edition. McGraw-Hill Irwin:

New York. 2002. Hal 341.

5 Manurung, A. H., op.cit.

(3)

(price reversals) pada periode berikutnya, dimana harga saham yang mengalami kenaikan akan mengalami penurunan dan begitu pula dengan keadaan sebaliknya.

Hal ini sesuai dengan framework perilaku keuangan yang menyatakan bahwa dampak kolektif dari bias psikologi pembuatan keputusan individual mungkin menyebabkan harga saham kadang-kadang di atas atau di bawah relatif terhadap nilai ekonomi sebenarnya.6

Perilaku seperti ini diistilahkan oleh para peneliti sebagai perilaku overreaction dimana investor cenderung bereaksi berlebihan terhadap informasi baru dan setelah investor menyadari perilakunya ia melakukan koreksi sehingga harga bergerak kearah yang sebaliknya. Kahneman & Tversky (1973), seperti dikutip Bremer, Hiraki & Sweeney (1997), menyatakan bahwa investor cenderung memberi tekanan yang berlebih terhadap informasi baru dalam merevisi keyakinannya. Sementara itu, De Bondt & Thaler (1985) mendefinisikan overreaction hypothesis sebagai overresponse terhadap informasi baru. Hipotesis ini menyatakan bahwa suatu pergerakan ekstrim dalam harga saham akan diikuti kemudian dengan pergerakan harga ke arah sebaliknya dan semakin besar initial overreaction, maka semakin besar pula pembalikannya.7

Price reversal dapat diartikan sebagai pergerakan harga saham pada suatu periode dengan arah berlawanan terhadap pergerakan harga pada periode sebelumnya.8 Sebagai contoh, misalnya setelah mendapat suatu informasi negatif (bad news) atas suatu saham yang dipegangnya, para pelaku pasar bereaksi secara

6 Lesmana, Eko B., loc.cit.

7 De Bondt, Werner F.M., & Richard H Thaler. Does the Stock Market Overreact. Jounal of Finance. 1985.

8 Bodie, Zvi., Alex Kane, Alan J. Marcus. Investments-International Edition. McGraw-Hill Irwin:

New York. 2002

(4)

berlebihan untuk segera menjual saham tersebut guna menghindari kerugian, reaksi yang berlebihan ini mengakibatkan saham yang bersangkutan menjadi relatif undervalued terhadap nilai sebenarnya. Pada periode selanjutnya investor menyadari bahwa mereka telah keliru untuk bereaksi secara berlebihan terhadap informasi tersebut dan kemudian melakukan koreksi atas nilai fundamentalnya, sehingga saham yang sebelumnya dianggap buruk secara berlebihan (undervalued) akan bergerak naik mendekati nilai fundamentalnya dan menunjukkan peluang pembelian, kejadian seperti inilah yang dikatakan sebagai price reversal. Hal ini membuktikan suatu bentuk pasar yang tidak efisien dalam bentuk lemah, dimana investor dapat menggunakan infomasi atau data di masa lampau guna memprediksi pergerakan saham di masa mendatang dan dapat memperoleh keuntungan abnormal dari kegiatannya tersebut.

Penelitian pertama dalam konteks literatur keuangan yang menunjukkan bukti empiris terjadinya price reversal di pasar modal adalah penelitian yang dilakukan oleh De Bondt & Thaler (1985). Penelitian De Bondt & Thaler ini mencoba menyelidiki apakah perilaku memainkan peranan pada tingkat pasar dan dapat mempengaruhi harga saham. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membentuk dua portofolio, yaitu yang terdiri atas saham yang berkinerja baik selama tiga sampai lima tahun di masa lalu (periode formasi) dikelompokan sebagai saham winner dan saham yang berkinerja buruk selama tiga hingga lima tahun di masa lalu dikelompokan sebagai saham loser. De Bondt & Thaler menemukan bahwa saham loser mengalami reversal dalam jangka panjang

(5)

sehingga mengungguli saham winner pada tiga hingga lima tahun sesudahnya (periode pengujian).

Salah satu penelitian yang dilakukan untuk meneliti keberadaan price reversal dalam jangka pendek dilakukan oleh Bremer & Sweeney (1991).

Penelitian yang dilakukan oleh Bremer & Sweeney (1991) ini menguji overreaction hypothesis (OH) dengan memfokuskan pada perilaku harga saham setelah mengalami peristiwa perubahan besar harga (large changes), baik penurunan (large declines) maupun kenaikan (large increases), dalam satu hari perdagangan. Perubahan besar dalam harga saham, dianggap sebagai respon terhadap informasi baru atau informasi yang tak terduga terkait dengan nilai saham perusahaan. Informasi tersebut dapat berupa firms’s announcement, government decision, ataupun informasi lainnya. Terhadap hal ini, Atkins & Dyl (1990) mengatakan,9

“An extremely large change in the price of a common stock during a single trading day is most likely caused by unanticipated, new information pertinent to the value of the stock. Thus, stocks exhibiting large price changes provide an excellent opportunity to examine whether stock prices adjust rapidly and completely to new information, whether they adjust only partially to such information or whether they overreact to such information”

Penelitian Bremer & Sweeney (1991) menyimpulkan bahwa saham-saham yang mengalami penurunan besar dalam satu hari perdagangan (minimal 10%) mengalami pembalikan sehingga menghasilkan return yang positif selama tiga hari berturut-turut, dimana dua hari pertama adalah signifikan. Bremer &

Sweeney (1991) menyatakan bahwa terjadinya reversal ini mungkin dikarenakan

9 Atkins, A. B., and E. Dyl. Price Reversals, Bid-Ask Spreads, and Market Efficiency. Journal of Financial and Quantitative Analysis. 1990.

(6)

illiquidty. Pendapat seperti ini pun disimpulkan oleh beberapa peneliti lainnya seperti Lehmann (1990), Conrad & Kaul (1993)10 dan Cox & Peterson (1994).

Salah satu penelitian yang khusus menguji overreaction pada saham-saham perusahaan besar dan likuid ialah penelitian yang dilakukan oleh Benou & Richie (2003). Mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya (seperti telah dijelaskan di atas), yang secara umum menyatakan bahwa terjadinya reversal disebabkan oleh illiquidity, Benou & Richie menduga bahwa reversal tidak akan terjadi terhadap saham-saham yang likuid tersebut, atau jikapun ada maka tidak akan terlalu kuat atau signifikan. Hasil penelitian ternyata mendapati bahwa setelah penurunan besar tersebut, saham-saham perusahaan besar mengalami reversal dan memperoleh abnormal return positif dan signifikan yang bertahan hingga periode satu tahun. Abnormal return yang positif dan signifikan tersebut mengindikasikan bahwa perubahan besar yang terjadi merupakan overreaction dari sebagian investor. Lebih lanjut, Benou & Richie menyelidiki kemungkinan terdapatnya perbedaan pola reversal yang terjadi antar industri yang berbeda dengan membagi sampel penelitiannya menjadi tiga klasifikasi industri yaitu technology, manufactur dan service industry. Benou & Richie menemukan bukti bahwa saham-saham perusahaan teknologi mengalami reversal yang paling kuat diantara tiga klasifikasi industri yang ada, sebaliknya saham-saham perusahaan industri jasa mengalami penurunan harga yang terus berlangsung, hal ini mengindikasikan terjadinya underreaction pada sebagian investor terhadap saham-saham perusahaan yang bergerak di industri jasa.

10 Benou, G., and Nivine Richie. The Reversal of Large Stock Price Decline: The Case of Large Firms.

Journal of Economics & Finance. 2003.

(7)

Menggunakan kriteria sampel yang serupa dengan Benou dan Richie (2003), penulis tertarik melakukan pengujian atas overreaction hypothesis dalam konteks pasar modal Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk melakukan pengujian atas overreaction hypothesis terhadap sampel yang terdiri atas saham- saham perusahaan besar dan likuid yang diwakili oleh saham-saham perusahaan yang termasuk dalam perhitungan indeks LQ 45. Penelitian ini menjadi penting karena penelitian sebelumnya ((Bremer & Sweeney (1991)), menduga bahwa reversal yang terjadi lebih disebabkan oleh saham-saham yang tidak likuid. Lebih lanjut Cox & Peterson (1994) menemukan bukti yang menunjukkan bahwa illiquidty memainkan peranan penting dalam reversal yang terjadi. Sampel penelitian yang terdiri atas perusahaan besar dan likuid ini diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih meyakinkan mengenai overreaction dan terbebas dari pengaruh saham-saham yang illiquid.

Ada beberapa alasan mengapa penulis memilih LQ 45 sebagai sampel penelitian.11 Pertama, pada saham perusahaan kecil umumnya tidak ataupun kurang likuid dan sering tidak diperdagangkan, sedangkan saham perusahaan besar secara umum lebih likuid dan sering diperdagangkan dimana pedagang dan analis dalam jumlah yang besar juga mengikuti perkembangan saham-saham tersebut. Kedua, pemilihan LQ 45 yang mewakili saham paling likuid di Indonesia sebagai sampel penelitian, umumnya merupakan saham perusahaan besar dengan investor yang dominan adalah investor lembaga yang umumnya memiliki informasi yang lebih unggul dalam hal kecepatan dan kualitas

11 Lesmana, Eko B., op.cit., hlm. 6.

(8)

dibandingkan investor individu, selain itu mereka juga dikelola oleh profesional sehingga diharapkan mereka tidak menjadi overreaction baik ketika menerima informasi positif (good news) maupun informasi negatif (bad news). Ketiga, investor lembaga sebagai pemegang dominan saham-saham perusahaan besar jelas tidak menginginkan risiko yang besar pada investasi mereka, sehingga logikanya pembalikan pada saham perusahaan besar akan terbatas. Keempat, ketidakstabilan harga pada saham perusahaan besar jelas tidak diinginkan oleh manajemen perusahaan besar tersebut, sehingga mereka akan melakukan tindakan apapun untuk melakukan pemulihan harga setidaknya sesuai dengan nilai fundamentalnya, terlebih pada umumnya perusahaan besar memiliki aset yang diperlukan dan potensial untuk menanggapi penurunan ekstrim saham mereka, hal ini lebih mungkin mereka lakukan dibandingkan dengan perusahaan kecil.12 Kelima, seperti dijelaskan oleh Zarowin yang dikutip oleh Benou & Richie (2003)13, yang mendokumentasikan bahwa pada pasar modal Amerika Serikat ada kecenderungan strategi investasi momentum dan contrarian dipengaruhi oleh ukuran perusahaan, dimana saham perusahaan kecil mengungguli saham perusahaan besar dalam penerapan strategi tersebut. Terakhir, seperti dijelaskan oleh Fama (1998) yang berpendapat bahwa saham-saham perusahaan kecil sering menimbulkan masalah dalam pengujian pasar yang efisien.14

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cox & Peterson (1994), penulis ingin menguji apakah terjadi reversal bagi saham-saham LQ 45 dalam

12 Benou, G., and Nivine Richie.op.cit.

13 Ibid.

14 Fama, E. F. Market Efficiency, Long-term Returns and Behavioral Finance. Journal of Financial Economics. 1998.

(9)

jangka pendek setelah penurunan besar terjadi (t+1 hingga t+3) dan mengetahui bagaimana pergerakan harga saham tersebut dalam jangka waktu yang lebih panjang (t+4 hingga t+20). Lebih lanjut, penulis juga tertarik untuk menyelidiki apakah terdapat perbedaaan dalam pola pergerakan harga saham sesudah event, antar industri yang berbeda. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Benou & Richie (2003).

Saham-saham yang akan dimasukkan dalam sampel penelitian ini adalah saham-saham yang mengalami penurunan harga besar (minimal 10%) selama satu hari perdagangan. Hal ini sesuai dengan kriteria yang digunakan oleh Bremer &

Sweeney (1991), Cox & Peterson (1994), Park (1995), serta Bremer, Hiraki &

Sweeney (1997). Penelitian ini menggunakan periode penelitian dari tahun 2001 hingga tahun 2007. Alasan utama untuk menggunakan periode penelitian ini ialah guna mencukupi kebutuhan akan event yang akan diteliti dan ketersediaan data.

Selain itu, periode penelitian yang digunakan juga dianggap cukup panjang untuk dapat menggambarkan fenomena yang terjadi dan tidak mengikutsertakan dua peristiwa penting yang pernah tejadi di Indonesia yaitu krisis moneter dan subprime mortgage.

I.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan:

(10)

1. Apakah terjadi price reversal dalam jangka pendek setelah penurunan besar (sama atau lebih dari 10% selama satu hari perdagangan) bagi saham-saham yang tercatat dalam indeks LQ 45?

2. Apakah terdapat perbedaan pola reversal antar industri?

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dalam permasalahan di atas, yaitu:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terjadi price reversal dalam jangka pendek setelah penurunan besar (lebih dari 10% selama satu hari perdagangan) bagi saham-saham yang tercatat dalam indeks LQ 45.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat perbedaan pola reversal antar industri.

I.4 Manfaat Penelitian

Ada sejumlah manfaat yang diharapkan dari penelitian ini baik bagi kalangan akademisi dan praktisi. Bagi kalangan akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan mengenai fenomena yang terjadi di pasar modal Indonesia, menambah bukti empiris mengenai perilaku investor di Bursa Efek Jakarta serta mendorong pengembangan lebih lanjut penelitian di bidang perilaku keuangan di Indonesia. Bagi praktisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi mengenai reaksi yang dapat dilakukan oleh para pelaku

(11)

pasar terhadap saham-saham LQ 45 yang mengalami penurunan besar harga dalam satu hari perdagangan.

I.5 Sistematika Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi lima bagian yaitu:

Bab I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang penelitian, pokok permasalahan yang akan dianalisis, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN

Bab ini terbagi atas dua bagian besar, yaitu tinjauan pustaka dan metode penelitian. Tinjauan pustaka merupakan review penelitian terdahulu dan landasan teori yang akan penulis pergunakan sebagai acuan dalam melakukan analisis serta pembahasan dari hasil penelitian ini. Metode penelitian berisi penjelasan mengenai metode yang digunakan oleh penulis untuk menjawab permasalahan yang diajukan. Dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel yang digunakan, cara penarikan sampel sampel, pengukuran variabel, cara pengolahan, model analisis dan analisis data serta hipotesis penelitian.

.

Bab III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Karena penelitian ini menggunakan data sekunder tentang harga saham dari Bursa Efek Jakarta maka bagian ini menjelaskan tentang Bursa Efek Jakarta

(12)

sebagai pasar saham nasional Indonesia. Bagian ini menggambarkan bagaimana transaksi di BEJ berjalan dan bagaimana mekanisme pasar terbentuk dilengkapi dengan regulasi yang mengaturnya. Secara lebih khusus juga akan dibahas mengenai indeks LQ 45 yang menjadi objek utama dalam penelitian ini.

Bab IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Menjabarkan hasil analisis data mengenai seleksi sampel dan hasil pengujian hipotesis. Pembahasan berisi implikasi dari hasil analisis data dan interpretasinya serta konsekuensi hasil pengujian tersebut untuk mendukung atau menolak hipotesis.

Bab V SIMPULAN & REKOMENDASI

Bagian ini berisi kesimpulan yang disarikan dari hasil penelitian. Selain itu penulis juga memberikan rekomendasi bagi penelitian selanjutnya, dan rekomendasi bagi investor.

Referensi

Dokumen terkait

Wongsorejo meningkatkan SDM kelompok wanita B terlaksananya penambahan modal usaha 42 Pagu Indikatif Kecamatan Koperasi Wanita Desa Sidowangi 3 kopwan 60.000.000,00 0,00 0,00

Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sulawesi Utara dalam periode tahun anggaran 2015 telah menerapkan

Adapun metode yang digunakan untuk mengajarkan berpakaian pada anak tunagrahita yaitu dengan intervensi modifikasi perilaku backward chaining yang melibatkan empat langkah

Koordiasi adalah suatu yang sangat diperlukan dalam permainan petanque ini, karena koordinasi yang bagus akan mendapatkan lemparan yang tepat, dengan seimbangnya koordinasi

Ekonomi kapitalis menyebutkan komponen produk yang diukur sebagai bagian komponen dari harga seperti:tanah atau sumber daya alam (air, udara, tanah, flora dan

Biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang menjadi proses utama dalam proses bisnis Ayam Kashibu, dan untuk biaya gaji karyawan menggunakan sistem yang berbeda untuk karyawan

SUDJATMOKO 508,5 MPLPG SMK Teknik Kendaraan Ringan SMK MARSUDI LUHUR WATES. 905