• Tidak ada hasil yang ditemukan

: 12160/VIII-21/MS.XX : Kerangka Acuan dan Penjelasan Kegiatan : Permohonan Sebagai Narasumber Pembinaan Diaken-Penatua GPIB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan ": 12160/VIII-21/MS.XX : Kerangka Acuan dan Penjelasan Kegiatan : Permohonan Sebagai Narasumber Pembinaan Diaken-Penatua GPIB"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

1 Jakarta, 9 Agustus 2021

Nomor : 12160/VIII-21/MS.XX

Lampiran : Kerangka Acuan dan Penjelasan Kegiatan

Perihal : Permohonan Sebagai Narasumber Pembinaan Diaken-Penatua GPIB

Kepada yth.

Pdt. Justititia Vox Dei Hattu, Th.D

Dosen Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta Di tempat

Salam sejahtera,

Bersyukur kepada Tuhan atas kasihNya kepada kita semua sehingga di tengah-tengah kondisi pandemi ini, Tuhan tetap memampukan dan menolong kita dalam melaksanakan kegiatan pelayanan dalam kondisi sehat.

Menyambung percakapan lisan yang lalu, kami ucapkan terimakasih untuk kesediaan Ibu Pdt. Justititia Vox Dei Hattu, Th.D. sebagai narasumber dalam pembinaan Diaken-Penatua yang akan diadakan pada,

Hari/tanggal : MInggu, 5 September 2021 Waktu : Pukul 15.00 – 17.00 WIB

Media yang digunakan adalah : aplikasi Zoom Meeting (ID meeting & passcode menyusul) Topik : Pelayanan Gereja yang Kreatif di Era Milenial

Untuk penjelasan lebih lanjut adalah seperti terlampir.

Demikian hal ini kami sampaikan. Terimakasih atas perhatian dan kesediaan ibu. Tuhan Yesus memberkati kerja dan pelayanan ibu.

Teriring salam dan doa,

MAJELIS SINODE GPIB

Pdt. Maureen S. Rumeser-Thomas, M.Th. Pnt. Sheila A. Lumempouw-Salomo, SH.

Ketua III Sekretaris II

(4)

2

KERANGKA ACUAN

PEMBINAAN DIAKEN-PENATUA: UPAYA MENJANGKAU & MELIBATKAN JEMAAT MILENIAL GPIB

I. Judul pembinaan : Generasi Milenial + Dunia Digital = GPIB di Masa Depan

II. Latar Belakang

Pemahaman Teologis

Tuhan memanggil dan membentuk gereja-Nya bukan hanya untuk melayani ke dalam dengan kebiasaan yang sudah dilaksanakan selama ini namun justru DIA berkehendak agar gereja- NYA menjadi gereja yang terbuka dan dinamis untuk menerima perubahan (baca : pembaharuan) dalam melengkapi umat Tuhan. Dengan demikian dalam anugerah keselamatanNYA umat dapat mewarnai perubahan itu melalui implementasi penghayatan terhadap tanggung jawab untuk menghadirkan damai sejahtera Allah bagi seluruh ciptaan- NYA.

Tingkat partisipasi milenial yang rendah dalam persekutuan dan pelayanan

Generasi Milenial merupakan umat/warga gereja yang memiliki keunikan dan tantangan hidup yang bertumbuh pada masa teknologi informasi. Tanpa kita sadari, seringkali mereka diposisikan sebagai pelengkap dalam pelayanan gereja. Memang ada banyak perspektif terhadap hal ini, namun secara positif kita harus melihat mereka sebagai warga gereja yang potensial di masa yang akan datang. Dalam hal ini, generasi milenial harus dipersiapkan dengan baik dalam hal pengembangan potensi, talenta dan kapabilitas penguasaan Firman Allah serta kemahiran teknologi, agar kelak sebagai pemimpin dan aktivis gereja di masa depan, mereka juga dapat mewartakan berita keselamatan yang membawa damai sejahtera dengan format yang sesuai misi Allah dan kebutuhan di masa depan.

Kesiapan Presbiter yang masih rendah (paradigma berpikir yang belum searah dengan generasi milenial)

Pokok pikiran di atas perlu dipahami dan disadari oleh para Diaken, Penatua dan Pendeta (Presbiter) sebagai pemimpin gereja sehingga mereka perlu mau untuk membuka diri terhadap kehadiran teknologi informasi, dapat menerima keunikan para generasi milenial dan sekaligus dapat melibatkan mereka dalam kegiatan penatalayanan di jemaat masing-masing.

Keselarasan dalam proses ini sebenarnya adalah bagian dari pembaharuan pelayanan gereja yang terbuka dan mengikuti perkembangan zaman.

Hal penting yang tidak dapat dilupakan bahwa keteladanan dan pengalaman pelayanan para Diaken dan Penatua haruslah menjadi referensi bagi para generasi milenial, agar kesinambungan sejarah dan ciri khas pelayanan gereja dapat tetap dipertahankan dan menjadi kunci proses transformasi pelayanan gereja di masa depan.

(5)

3

Mengantisipasi perkembangan teknologi yang pesat dan menjangkau seluruh wilayah pelayanan

Satu hal yang perlu diingat bahwa teknologi informasi seharusnya dapat membantu meningkatkan efektifitas pelayanan gereja, bukan sebaliknya. Apalagi GPIB yang terletak di daerah yang bervariasi (kota besar, daerah pedalaman pos Pelayanan & Kesaksian) dengan sumber daya insani yang memiliki latar belakang beragam maka hal ini menjadi tantangan tersendri bagi GPIB. Di masa peralihan menuju the real information technology based, gereja harus memberi ruang yang dapat dimasuki oleh generasi milenilal ini agar kecepatan,perkembangan dan kreativitas teknologi yang berdasarkan kepada pengajaran gereja dapat ditransformasikan secara luas kepada seluruh umat Tuhan, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan, " bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Filipi 2:10-11)

Atas dasar latar belakang ini, Majelis Sinode GPIB melalui Departemen PPSDI-PPK menyelenggarakan kegiatan pembinaan dalam rangkaian Kelas Publik bagi Diaken-Penatua GPIB. Kegiatan ini sudah menjadi bagian dari Program Kegiatan dan Anggaran Majelis Sinode GPIB tahun 2021 – 2022.

III. Bentuk : Pembinaan bagi para diaken & penatua GPIB melalui paparan 4 materi dari 4 narasumber yang saling mendukung dengan menggunakan metode interaktif , aktivitas, survey , dll.

IV. Sasaran : para Diaken dan Penatua GPIB

V. Tujuan :

1. Mempersiapkan diaken dan penatua untuk mengenali, memahami dan mampu merangkul generasi milenial di jemaatnya, dalam kerangka memenuhi panggilan dan pengutusan Tuhan bagi gereja melalui keteladanan pelayanan mereka.

2. Memperlengkapi diaken dan penatua agar memiliki perspektif yang positif dan konstruktif terhadap kehadiran teknologi informasi yang membawa perubahan di segala bidang serta mampu mengoptimalkannya pada keterlibatan generasi milenial dalam aktivitas penatalayanan di jemaat masing-masing.

3. Membangun karakter pelayanan yang terbuka pada perubahan budaya, yang mengacu pada prinsip kepemimpinan dan etika: Virtue, Value dan Vision (3V) dalam perspektif pengajaran dan pelayanan gereja.

4. Membangun dan mempersiapkan ruang pelayanan gereja yang kreatif sehingga dapat mengakomodir dan mengoptimalkan keunikan serta potensi generasi milenial dengan memanfaatkan percepatan perkembangan teknologi informasi.

(6)

4 VI. Pelaksanaan :

Hari Sabtu, 4 September 2021 – pukul 08.00 – 12.00 WIB (materi 1 & 2 ) Hari Minggu, 5 September 2021 – pukul 13.00 – 17.00 WIB (materi 3 & 4)

VII. Judul Materi Bina :

1. Memahami Generasi Milenial (Perspektif Teologi dan Psikologi)

Narasumber : Pdt. Dr. Jozef Hehanussa & Nathanael Sumampouw,M.Psi.,M.Sc.,Psikolog Durasi Materi: 120 menit

Tujuan : Agar Diaken dan Penatua dapat,

a. Memahami panggilan dan pengutusannya dalam melaksanakan pembangunan warga gereja seutuhnya.

b. Mengenali dan memahami karakter dan kebutuhan generasi milenial secara utuh.

c. Mengarahkan generasi milenial untuk berkontribusi aktif dalam memenuhi panggilan dan pengutusannya

Usulan metode penyampaian:

- Paparan hasil survey dari generasi milenial dan Diaken - Penatua (10 menit) - Penyampaian materi (80 menit)

- Tanya jawab (30 menit)

2. Etika Pelayanan dan Generasi Milenial

Narasumber : Pdt. A.Corneles Tamawiwy, S.Si-Teol, S.T.M.

Durasi Materi: 120 menit

Tujuan : Agar Diaken dan Penatua dapat,

a. Mengetahui dan membangun karakter pelayanan yang terbuka terhadap perubahan budaya akibat perkembangan teknologi informasi.

b. Memahami prinsip kepemimpinan dan etika: Virtue, Value dan Vision (3V) dalam perspektif pengajaran dan pelayanan gereja.

c. Mempraktekkan penerapan karakter pelayanan yang tepat dalam pelayanan generasi milenial

Usulan metode penyampaian:

- Penyampaian materi (45 menit) - Workshop (50 menit)

- Tanya jawab (25 menit)

3. Optimalisasi Dunia Digital dalam Pelayanan Gereja (khususnya dalam upaya mengajak jemaat milenial aktif melayani)

Narasumber : Ang Wie Hay, M.Sc..M.Div.

Durasi Materi: 120 menit Agar Diaken dan Penatua dapat:

a. Memiliki perspektif yang positif dan konstruktif terhadap kehadiran teknologi informasi (konsep gereja yang “berinteraksi” berdasarkan teknologi informasi) b. Mempelajari dan mengembangkan hal-hal baru terkait teknologi informasi sesuai

dengan kebutuhan jemaat masing-masing.

c. Mengoptimalkan keterlibatan generasi milenial dalam aktivitas penatalayanan terkait teknologi informasi (termasuk mengoptimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif)

(7)

5 Usulan metode penyampaian:

- Info gambaran gereja yang berinteraksi dengan teknologi /hasil survey yang ada (10 menit)

- Penyampaian materi (60 menit) - Tanya jawab (50 menit)

4. Pelayanan Gereja yang Kreatif di Era Milenial Narasumber : Pdt. Justititia Vox Dei Hattu, Th.D Durasi Materi: 120 menit

Agar Diaken dan Penatua dapat:

a. Mengenali, membangun dan mempersiapkan pelayanan gereja yang kreatif yang juga sesuai dengan budaya milenial

b. Mengakomodasi dan mengoptimalkan keunikan serta potensi generasi milenial dengan memanfaatkan percepatan perkembangan teknologi informasi

c. Mempraktekkan penerapan pelayanan gereja yang kreatif dengan melibatkan generasi milenial.

Usulan metode penyampaian:

- Penyampaian materi (45 menit) - Workshop (50 menit)

- Tanya jawab (25 menit)

Demikian kerangka acuan ini kami sampaikan. Terimakasih atas perhatian dan kerjasama yang baik.

Tuhan Yesus memberkati.

Majelis Sinode GPIB

Pdt. Maureen S. Rumeser-Thomas, M.Th. Pnt. Sheila A. Lumempouw-Salomo, SH.

Ketua III Sekretaris II

(8)

1 Pembinaan Diaken dan Penatua Sinode GPIB

Minggu, 5 September 2021

Pelayanan Gereja yang Kreatif di Era Milenial

(Oleh: Justitia Vox Dei Hattu)

Tujuan yang mau dicapai dalam presentasi ini:

Agar diaken dan penatua dapat:

1. Mengenali, membangun dan mempersiapkan pelayanan gereja yang kreatif dan sesuai dengan budaya milenial.

2. Mengakomodasi keunikan serta potensi generasi milenial dalam pelayanan dengan memanfaatkan percepatan perkembangan teknologi informasi.

3. Mempraktikkan penerapan pelayanan gereja yang kreatif dengan melibatkan generasi milenial.

A. Budaya, Karakteristik dan Potensi Generasi Milenial

Ada banyak teori/ahli yang berbicara dan memetakan ciri-ciri Generasi Milenial. Dari sejumlah teori tersebut, setidaknya ada beberapa karakteristik yang mengemuka dari generasi ini yang terkait erat dengan budaya dan juga yang memperlihatkan potensi mereka ini, yaitu (Allen dan Ross 2012, 152-153; Menconi 2010, 123-138; McIntosh 2002, 170-177; Elliott 2018, 83-84; Cran 2014, 10-14):

1. Lebih senang bekerja (menjadi pekerja), daripada hanya memikirkan konsep (menjadi konseptor).

2. Senang bekerja dalam tim dan membuat orang bisa berkumpul bersama-sama.

3. Berorientasi pada pelayanan sosial (isu-isu kemanusiaan) dan sangat optimis bisa mengubah dunia menjadi lebih baik.

4. Mengedepankan pola komunikasi yang terbuka, dialogis, dan memanfaatkan kemajuan teknologi.

5. Cerdas dan kreatif dalam menyebarkan informasi.

6. Dalam mencari pekerjaan (termasuk juga keterlibatan dalam pelayanan), generasi milenial tidak hanya mempertimbangkan jumlah penghasilan yang bisa dihasilkan, tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai yang ada di balik pekerjaan tersebut dan tempat dimana mereka bekerja. Salah satu nilai utama yang dicari

(9)

2 adalah apakah pekerjaan (atau pelayanan) yang digeluti bisa membuat mereka merasakan diri mereka lebih berharga.

7. Fleksibilitas dalam pekerjaan (dan pelayanan): bisa bekerja di/dari mana saja, tidak dibatasi oleh tempat/ruang tertentu.

8. Melihat orang tua sebagai figur yang harus dicintai, dan melihat pihak yang memiliki kuasa atas mereka sebagai figur yang ditaati dan didengarkan.

9. Keterkaitan dengan Generasi-generasi lain: dari Silent Generation mereka mencari perhatian. dari Boomers Generation mereka mencari petunjuk-petunjuk filosofis, dan dari Generasi X mereka mencari model untuk bertindak.

10. Tertarik pada Gereja yang mengajarkan doktrin dan mempraktikkannya dalam hidup bergereja.

11. Bersikap loyal terhadap Gereja, tetapi pada saat yang bersamaan mereka juga nyaman dengan orang-orang yang belum percaya.

12. Terbuka terhadap orang lain, termasuk orang-orang yang berbeda darinya. Peka dan sensitif dengan perasaan orang lain sehingga berupaya semaksimal mungkin untuk tidak menyakiti orang lain.

13. Percaya pada orang-orang yang selalu bersama dan dekat dengan mereka, khususnya yang ada dalam kelompok yang sama dengan mereka.

14. Cenderung tidak sabar dan selalu berorientasi pada hasil, bukan proses, sehingga membutuhkan orang lain (atau generasi lain, khususnya Genereasi Baby Boomers dan Generasi X) untuk menolong mereka menjaga komitmen jangka panjang.

B. Prinsip-prinsip Dasar Pelayanan Gereja yang Kreatif

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan oleh Gereja dalam mendesain dan melaksanakan pelayanan kreatif bagi generasi milenial, yaitu:

1. Gereja adalah tubuh Kristus sehingga setiap orang punya posisi dan bagian yang sama dalam pelayanan gereja. Oleh karenanya, tidak boleh ada seorangpun yang tertinggal atau terdiskriminasi dalam komunitas. Prinsip dasar yang pertama ini mau menegaskan bahwa: Generasi Milenial adalah generasi yang perlu mendapatkan tempat di dalam Gereja dan dijadikan sebagai subjek dalam pelayanan Gereja.

(10)

3 2. Gereja harus menjangkau dan menjawab kebutuhan riil warga jemaat, termasuk

generasi milenial. Meminjam pemahaman Peter Menconi dalam bukunya The Intergenerational Church, maka gereja harus bergerak dari “Attractional Church”

(Gereja yang Atraksional) kepada “Incarnational Church” (Gereja yang

Inkarnasional) (Menconi 2010, 154). Gereja yang Atraksional dicirikan oleh:

(a) menawarkan beragam program dan warga jemaat datang untuk mengonsumsinya; (b) berfokus hanya pada satu model pelayanan (kegiatan) yang melibatkan semua orang berkumpul di ruang gereja; (c) biasanya warga jemaat memiliki kemiripan dan bersikap yang sama, serta sering membandingkan gaya hidup. Itu sebabnya model ini tidak terlalu menarik bagi kaum muda (Generasi Y, Z dan Alpha) karena dunia mereka yang beragam (Menconi 2010, 154-155). Gereja yang inkarnasional mengikuti model pelayanan Yesus dan jemaat mula-mula yang bergerak keluar melayani dan menjangkau mereka yang harus dilayani. Menurut Menconi, model inkarnasional ini dapat dijumpai dalam model rumah kopi, galeri seni, rumah-rumah, online, dan sebagainya. Dengan demikian, menurut saya, semua contoh model menggereja ini ini mau menantang kenyamanan gereja dan bersedia menjadi Gereja yang lebih bersahabat tanpa dibatasi oleh model garis-garis hierarki yang begitu dominan dan model-model pelayanan yang sama dari waktu ke waktu.

3. Dalam melakukan pelayanan yang kreatif, Gereja akan (selalu) berada dalam ketegangan antara continuity (keberlanjutan) dan change (perubahan) sebagaimana disampaikan oleh Mary Elizabeth Mullino Moore. Dari sisi continuity (keberlanjutan), kita akan bertanya apa saja yang perlu untuk tetap dipertahankan sebagai sebuah komunitas sehingga identitasnya mengakar kuat, dan ia tidak kehilangan jati diri, tidak tergerus begitu saja oleh perubahan zaman.

Namun, dari sisi change (perubahan) kita juga diperhadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang apa saja yang harus diubah sehingga pelayanan Gereja menjadi sesuatu yang relevan terhadap konteksnya. Di antara dua kubu ini Gereja berdiri dan melakukan pelayanannya. Oleh karenanya, pelayanan yang dilakukan oleh Gereja bagi generasi milenial sebaiknya berorientasi pada upaya menjaga keseimbangan di antara dua kubu ini.

(11)

4

C. Bentuk-bentuk Konkrit Pelayanan Gereja yang Kreatif di Era Milenial Pelayanan Gereja yang kreatif di era milenial (atau bagi generasi milenial) seyogianya holistik. Pelayanan yang holistik ini

menyentuh tiga ranah penting dari kedirian seorang manusia, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Atau dalam terminologi yang berbeda biasa disebut dengan: head, heart, dan hand. Dengan berbasis pada tiga ranah ini, maka menurut saya bentuk-bentuk konkrit pelayanan Gereja yang kreatif bagi generasi milenial bertujuan untuk

mengasah (dan mengolah) akal budi, menajamkan kepekaan, serta menyeleraskan relasi dan kerja bersama generasi milenial dan anggota komunitas Gereja yang lainnya.

Berikut adalah contoh-contoh konkrit pelayanan Gereja yang kreatif bagi generasi milenial:

1. Pelayanan Gereja berbasis milenial harus menjadi salah satu paradigma pelayanan gereja yang diikuti dengan sejumlah langkah konkrit berikut ini:

a. Pembinaan presbiter dan unit-unit misioner tentang bagaimana melayani kepada dan bersama generasi milenial (dan generasi lainnya) sehingga gaya pengajaran (kepada generasi milenial), pendekatan dan penguatan para pelaku pelayanan ini sejalan bahkan menjawab kebutuhan generasi ini.

b. Penguatan peran orang tua sebagai role model bagi generasi milenial. Orang tua perlu dibekali dengan cara-cara berelasi dan berkomunikasi dengan generasi milenial sehingga mereka tidak terjebak dalam pepatah lama yang mengatakan:

“Kita mengajar seperti ketika kita diajar.” Ini pemahaman yang perlu dibuang jauh-jauh dan para orang tua sehingga mereka dapat menjalankan peran strategis mereka.

c. Penguatan peran orang dewasa lainnya (generasi-generasi sebelum milenial) agar menjadi rekan seperjalanan yang inspiratif bagi para milenial. Jika proses ini berjalan baik, maka kegiatan-kegiatan intergenerasional bisa menjadi salah satu pilihan menarik supaya proses belajar bersama bisa terjadi secara

Kognitif/

Head

Afektif/

Heart Psiko- motoriik/

Hand

(12)

5 maksimal. Regenerasi dalam pelayanan menjadi salah satu kata kunci penting dalam hal ini.

d. Kegiatan Bincang-bincang antar Generasi. Kegiatan ini menjadi penting untuk

“membumikan” pengetahuan tentang generasi milenial dalam praktik-praktik berelasi yang menghargai dan saling merangkul.

Poin b dan c memberi perhatian penting pada penguatan peran orang dewasa sebab figur orang dewasa (khususnya orang tua) masih dilihat sebagai role model dan figur yang dihormati dan dihargai (lih. Menconi 2010, 136-17).

2. Khotbah-khotbah para presbiter harus menjadi khotbah yang menciptakan ruang (space-making sermon) (Skeldon 2020, 198). Ruang-ruang yang tercipta ini mengambil bentuk salah satunya dalam “komunitas-komunitas kecil” sehingga generasi milenial dapat terhubung dengan yang lain (Skeldon 2020, 199). Para diaken/penatua/pendeta perlu memikirkan bahasa-bahasa yang lebih ramah dan menjangkau generasi milenial. Sapaan-sapaan yang digunakan dalam khotbah tidak membuat kelompok milenial terpinggirkan. Serta khotbah-khotbah yang disampaikan relevan dengan kebutuhan generasi ini.

3. Membarui model mengajar dan berkhotbah untuk/bersama generasi milenial dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut ini: (a) Memanfaatkan multimedia secara optimal; (b) metafora yang digunakan berbasis budaya populer;

(c) ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi terkini, bukan sesuatu yang lampau; (d) isi khotbah setidaknya menyinggung persoalan-persoalan multikultural, multietnik dan realitas global; dan (e) khotbah tidak perlu panjang dan lama, tetapi singkat, padat dan jelas. Penggunaan video, musik, drama singkat atau storytelling adalah cara-cara kreatif yang juga menolong dalam penyampaian firman Tuhan bagi kelompok generasi ini (bndk. Menconi 2010, 185-187).

4. Relasi interpersonal yang dekat dengan seorang/beberapa Kristen dalam komunitas Gereja. Relasi dan figur ini akan sangat berpengaruh pada diri kaum milenial sebab kaum milenial sendiri masih mencari figur (-figur) yang bisa diteladani. Skeldon menegaskan, “Generasi-generasi ini tidak memercayai lembaga-lembaga tetapi memercayai orang-orang yang mewakilinya… Orang-orang muda tidak (hanya) membaca Alkitab, tetapi membaca orang-orang Kristen” (Skeldon 2021, 205). Oleh karenanya, Gereja perlu menyediakan mentor bagi kaum milenial. Para diaken,

(13)

6 penatua dan pendeta perlu menunjukkan contoh dan teladan yang baik. Jangan menghabiskan waktu pelayanan di gereja dengan hanya berdebat, tetapi tunjukkanlah cara-cara mengkritik yang bergengsi: yang solutif dan yang membangun, supaya darinya generasi milenial belajar sesuatu yang baik dan bukan mengimitasi sesuatu yang berbahaya (kelak).

5. Pola ibadah dan beribadah. Generasi milenial tertarik pada model ibadah yang

“bercampur” antara: tradisional, kontemporer, dan mistikal. Oleh karenanya, Gereja perlu mempertimbangkan model-model ibadah alternatif bagi generasi ini. Selain itu, persekutuan ibadah tidak hanya terbatas di dalam (wilayah) gereja tetapi juga perlu dipikirkan beberapa tempat alternatif yang memungkinkan perjumpaan- perjumpaan para milenial, misal area coffee shop, tempat berolahraga, atau tempat- tempat favorit generasi milenial lainnya. Ini salah satu tantangan terbesar bagi Gereja untuk mendefinisikan ulang apa itu Gereja bersama kaum milenial.

6. Menghargai kaum milenial dan kiprahnya dalam pelayanan di gereja dan di dunia pekerjaan/studi mereka. Khusus yang sudah bekerja, Gereja harus melihat pekerjaan dan kiprah mereka sebagai perpanjangan tangan gereja di ruang publik.

Oleh karenanya, Gereja jangan terburu-buru membuat dikotomi antara yang aktif dan tidak aktif, yang berkontribusi dan tidak berkontribusi bagi gereja, dll.

Sebaliknya, Gereja perlu membuka ruang agar mereka bisa berkiprah sesuai potensi dan kemampuan mereka. Bentuk konkrit yang bisa dilakukan Gereja untuk menolong dan mengapresiasi mereka adalah:

a. “Malam Apresiasi Gereja untuk Warga Jemaat” karena sudah berkontribusi di ruang publik sebagai perpanjangan tangan Gereja.

b. “Kelompok Peminatan berdasarkan Bidang Keahlian.” Program ini menjadi semacam ruang pengakuan akan kemampuan para kaum milenial di ruang publik. Hal ini bisa terjadi melalui kegiatan berbagi pengalaman dan keahlian, pelatihan untuk topik-topik tertentu, seminar/webinar yang melibatkan kaum milenial sebagai pembicara, dll.

7. Melibatkan secara maksimal generasi milenial dalam pelayanan gereja. Pelayanan tidak bisa lagi bertumpu atau mengedepankan figur atau kelompok kategorial tertentu saja. Jika ini yang terjadi maka apa yang dikuatirkan oleh Grant Skeldon bisa saja terjadi. Figur atau kelompok tertentu tersebut menjadi seperti “sel kanker” bagi yang lain dalam tubuh bergereja (Skeldon 2020, 202). Figur atau kelompok

(14)

7 kategorial tertentu yang selama ini dominan juga harus menyadari hal ini sehingga ia tidak menjadi “virus” bagi yang lain. Bentuk konkrit yang bisa dilakukan antara lain:

a. Salah satu kegiatan pelayanan yang diminati generasi milenial adalah kegiatan sosial kemanusiaan. Biarkan mereka menjadi pelaksana utama di lapangan. Hal ini perlu dilakukan karena kaum milenial sangat kuat dengan aktivitas pelayanan untuk masyarakat dan kegiatan volunter baik pada level lokal, nasional, maupun internasional. Di Gereja, kelompok generasi ini bisa dilibatkan dalam Komisi Pelkes (misal: membantu melayani di klinik gereja, bakti sosial, kunjungan kepada anggota diakonia gereja, dll) dan Germasa.

b. Keterlibatan dalam kepanitian di gereja dengan tetap didampingi oleh generasi yang lebih tua. Fungsi mereka untuk menolong para generasi milenial untuk melihat bahwa program-program yang dilaksanakan membutuhkan tahapan demi tahapan hingga pelaksanaannya, serta menolong mereka untuk menjaga komitmen keterlibatan mereka.

c. Dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan pelayanan gereja yang terkait dengan publikasi dan distribusi informasi, rekaman video/film, dan teknologi.

d. Dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mempromosikan keberpihakan kepada hidup, kerja keras, dan nilai diri seorang manusia. Salah satu bentuknya melalui YouTube, PodCast, TikTok dan Facebook.

Demikian beberapa hal yang dapat disampaikan. Semoga menolong kita dalam mengembangkan pelayanan kepada dan bersama Generasi Milenial.-

(15)

8

`Daftar Acuan

Allen, Holly Catterton dan Christine Lawton Ross. 2012. Intergenerasional Christian formation: Bringing the whole church together in ministry, community and worship. Illinois: IVP Academic.

Cran, Cheryl. 2014. 101 tips mengelola generasi x, y, & zoomer di tempat kerja. Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia.

Elliott, Lynn Barger. 2018. “Generational theory and faith communities.” Dalam InterGenerate: Transforming churches through inetrgenerational ministry, peny.

Holly Catterton Allen, 76-88. Abilene: Abilene Christian University Press.

McIntosh, Gary L. 2002. One church four generations: unerstanding and reaching all ages in your church. Grand Rapids, Michigan: Baker Books.

Menconi, Peter. 2010. The intergenerational church: Understanding congregations from wwii to www.com. Littleton, CO: Mt. Sage Publishing.

Moore, Mary Elizabeth. 1983. Education for continuity and change: A new model for Christian religious education. Nashville: Abingdon Press.

Skeldon, Grant dan Ryan Casey Waller. 2020. Generasi penuh hasrat: Milenial yang terlihat gegabah, amat menyebalkan, tetapi sangat berpotensi. Jakarta: Perkantas.

Walker, Mel. 2012. Inter-generational youth ministry: Why a balanced view of connecting the generations is essential for the church. USA: Vision for Youth.

(16)

Pelayanan Gereja yang Kreatif di Era Milenial

Pembinaan Diaken dan Penatua GPIB – Minggu, 5 September 2021

(Disiapkan oleh: Justitia Vox Dei Hattu)

(17)

Alur Presentasi …

Budaya, Karakteristik

dan Potensi Generasi Milenial

Prinsip-prinsip Dasar Pelayanan

Gereja yang Kreatif

Bentuk-bentuk Konkrit

Pelayanan Gereja yang Kreatif di Era

Milenial

Sumber Gambar: Google Images

(18)

Budaya, Karakteristik dan Potensi Generasi Milenial

Pertama

Lebih senang bekerja, daripada hanya

memikirkan konsep

Ked ua Senang bekerja dalam tim.

Senang

membuat orang bisa berkumpul bersama- sama.

Ketiga

Berorientasi pada

pelayanan sosial

(hal-hal

kemanusiaan)

Sumber Gambar: Google Images

(19)

Budaya, Karakteristik dan Potensi Generasi Milenial

Kee mpat

Pola

komunikasi terbuka, dialogis, dan berbasis teknologi.

Ke lima

Cerdas dan kreatif

dalam

menyebar- kan informasi.

Keenam

Dalam mencari pekerjaan

mempertim- bangkan

nilai-nilai yang ada di balik

pekerjaan.

Sumber Gambar: Google Images

(20)

Budaya, Karakteristik dan Potensi Generasi Milenial

Ke tujuh

Fleksibilitas dalam

pekerjaan (dan

pelayanan) Ked elapan

Melihat

orang tua sebagai

figur yang dicintai dan

dihormati Kesembilan

Keterkaitan dengan generasi- generasi lain

Sumber Gambar: Google Images

(21)

Budaya, Karakteristik dan Potensi Generasi Milenial

Kes epuluh

Tertarik pada Gereja yang mengajarkan doktrin dan mempraktik- kannya dalam hidup

bergereja.

Kes ebelas

Bersikap loyal

terhadap Gereja.

Kedua -belas

Terbuka terhadap orang lain, termasuk

orang-orang yang

berbeda darinya

Sumber Gambar: Google Images

(22)

Budaya, Karakteristik dan Potensi Generasi Milenial

Ketiga -belas

Percaya pada orang-orang yang selalu bersama dan dekat

dengan mereka.

Keempat -belas

Tidak sabar dan selalu berorientasi pada hasil, bukan proses

Kelima -belas 

Sumber Gambar: Google Images

(23)

Prinsip Dasar Pelayanan Gereja yang Kreatif 1

Generasi Milenial harus

mendapatkan

“tempat”

dan dijadikan sebagai

subjek

dalam

pelayanan Gereja. Sumber Gambar: Google Images

(24)

Prinsip Dasar Pelayanan Gereja yang Kreatif 2

Antara menjadi gereja yang atraksional dan gereja yang inkarnasional

Gereja Aktraksional Gereja Inkarnasional

(25)

Prinsip Dasar Pelayanan Gereja yang Kreatif 3

Gereja selalu berada dalam ketegangan

antara continuity (keberlanjutan) dan change (perubahan)

Sumber Gambar: Google Images

(26)

Mengasah Akal Budi

Kognitif/

Head

Afektif/

Heart Psiko-

motoriik/

Mempertajam Hand

Kepekaan

Menyelaraskan

Relasi dan Kerjasama

Pelayanan Gereja yang kreatif bagi generasi milenial berorientasi pada upaya untuk …

Pelayanan Gereja yang kreatif bagi generasi milenial

berorientasi pada upaya untuk …

(27)

Pelayanan Gereja berbasis milenial harus menjadi salah satu paradigma pelayanan gereja

Pelayanan Gereja berbasis milenial harus menjadi salah satu paradigma pelayanan gereja

Pembinaan presbiter dan

unit-unit misioner tentang melayani kepada dan

bersama generasi milenial

1

Penguatan

peran orang tua

sebagai role model

bagi generasi milenial.

Penguatan peran

orang dewasa lainnya agar

menjadi pendamping

inspiratif yang

Kegiatan

Bincang-bincang antar generasi:

Milenial dengan Baby Boomers, Milenial dengan

Gen X, dll.

(28)

Khotbah-khotbah presbiter harus menjadi khotbah yang menciptakan ruang ( space-making sermon ) Khotbah-khotbah presbiter harus menjadi khotbah

yang menciptakan ruang ( space-making sermon )

Komunitas-komunitas Kecil untuk mendiskusikan

khotbah/hal-hal seputar hidup seorang Kristen:

baik secara virtual (melalui grup WA, Instagram,

Facebook, dll) maupun melalui tatap muka

2

Para

diaken/penatua/pendeta perlu memikirkan bahasa

dan sapaan yang lebih ramah dan menjangkau

semua kategori usia,

termasuk milenial.

(29)

Membarui model mengajar dan berkhotbah untuk/bersama generasi milenial

Membarui model mengajar dan berkhotbah untuk/bersama generasi milenial

Memanfaatkan multimedia

secara optimal

3

Metafora/

ilustrasi yang digunakan

dalam khotbah/

pengajaran

berbasis budaya

populer/situasi masa kini

Isi khotbah setidaknya menyinggung multikultural, multietnik dan

realitas global

Khotbah tidak perlu panjang dan

lama, tetapi singkat, padat

dan jelas

(30)

Relasi interpersonal (yang dekat) dengan seorang/beberapa orang Kristen dalam Gereja Relasi interpersonal (yang dekat) dengan seorang/beberapa orang Kristen dalam Gereja

Gereja perlu menyediakan

mentor bagi

kaum milenial:

hidup sebagai seorang Kristen,

pekerjaan, pelayanan dan

hidup rumah tangga

4

“Generasi-generasi ini tidak

memercayai lembaga-lembaga tetapi memercayai

orang-orang yang mewakilinya…”

“Orang-orang muda tidak membaca Alkitab,

tetapi membaca orang-orang

Kristen”

Para anggota presbiter perlu

menunjukkan contoh dan teladan yang

baik dan

menghidupkan

(31)

Generasi milenial tertarik pada model ibadah yang “bercampur” antara: tradisional, kontemporer

dan mistikal

Generasi milenial tertarik pada model ibadah yang “bercampur” antara: tradisional, kontemporer

dan mistikal

5

Perlu menimbang ulang desain-desain

ibadah yang berlangsung di Gereja .

Durasi waktu beribadah (dan khotbah)

perlu dikemas dengan kreatif

(32)

Menghargai kaum milenial dan kiprahnya dalam pelayanan di gereja dan di pekerjaan/studi mereka Menghargai kaum milenial dan kiprahnya dalam pelayanan di gereja dan di pekerjaan/studi mereka

Pekerjaan dan kiprah kaum milenial di luar

gereja sebagai perpanjangan tangan Gereja di ruang publik

6

“Malam

Apresiasi Gereja untuk Warga

Jemaat (Milenial)”

karena sudah berkontribusi di

ruang publik

Kelompok Peminatan berdasarkan Bidang Keahlian

para milenial:

menyediakan

konsultasi,

kolaborasi, dll.

(33)

Melibatkan generasi milenial (secara optimal) dalam pelayanan gereja

Melibatkan generasi milenial (secara optimal) dalam pelayanan gereja

Kegiatan sosial kemanusiaan yang dilakukan

oleh: Komisi Pelkes dan Komisi

Germasa

7

Kepanitian- kepanitiaan

di gereja dengan tetap didampingi oleh

generasi yang lebih tua .

Publikasi dan distribusi informasi,

rekaman video/film, dan teknologi

Mempromosikan keberpihakan kepada hidup, kerja keras, dan nilai diri seorang

manusia.

(34)

LAPORAN KEGIATAN SEBAGAI NARASUMBER KEGIATAN PEMBINAAN PENATUA DAN DIAKEN SINODE GPIB

5 SEPTEMBER2021

1. Saya selaku dosen STFT Jakarta bidang Studi Pendidikan Kristiani diundang untuk memberi pemaparan dalam acara “Pembinaan Penatua dan Diaken Sinode GPIB.” Kegiatan ini diselenggarakan oleh Sinode GPIB dhi. Departemen PPSDI. Kegiatan ini diperuntukkan bagi penatua dan diaken Sinode GPIB.

2. Tema pemaparan materi saya pada pertemuan ini adalah “Pelayanan Gereja yang Kreatif di Era Milenial.” Pemaparan materi ini dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu: (a) Budaya, Karakteristik dan Potensi Generasi Milenial; (b) Prinsip-prinisp Dasar Pelayanan Gereja yang Kreatif; dan (c) Bentuk-bentuk Konkrit Pelayanan Gereja yang Kreatif di era Milenial.

Secara keseluruhan presentasi ini mau menegaskan bahwa Generasi Milenial adalah bagian yang hakiki dari Gereja, karena itu mereka perlu diberi “ruang” untuk berkreasi dan mengembangkan diri dengan maksimal.

3. Pada saat kegiatan ini berlangsung ada sekitar 400 penatua, diaken dan beberapa pendeta yang mengikuti kegiatan ini secara online. secara on site. Presentasi, diskusi dan tanya jawab berlangsung selama 2 jam (15.00-17.00 WIB) yang difasilitasi oleh moderator dan berlangsung dengan baik. Ada banyak respons dalam bentuk pertanyaan dan sharing pengalaman yang disampaikan oleh para penatua, diaken dan pendeta yang hadir.

4. Terlampir undangan, poster kegiatan dan materi yang saya sampaikan dalam kegiatan ini.

Jakarta, 5 Desember 2021

Justitia Vox Dei Hattu, Th.D.

(35)

Lampiran:

Poster Kegiatan Pembinaan Penatua dan Diaken Sinode GPIB

Referensi

Dokumen terkait

Sebenarnya masalah ini sudah dijelaskan oleh para petinggi negara dalam bidang hukum bahwa perubahan empat kali sudah sah tanpa harus dimasukkan di dalam

Dalam rangka mempersiapkan warga jemaat untuk proses pemilihan Diaken-Penatua 2017-2022, maka GPIB secara sinodal mengadakan pembinaan bagi Warga Jemaat me- lalui Ibadah

Gereja Toraja menganut sistem organisasi Presbiterial Sinodal yang berarti pengaturan tata hidup dan pelayanan gereja yang dilaksanakan oleh para presbiter (penatua, pendeta,

Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ilmu Budaya khususnya Program Studi Sastra Cina, Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis

Perairan pesisir yang mempunyai ekosistem lamun dan terumbu karang seperti Teluk Sekotong, Teluk Kodek, Selat Nasik, Pulau Pari, Ternate, dan perairan Bintan,

Kota Kediri merupakan salah satu Kota di Indonesia yang di wilayahya terdapat beberapa titik sumber mata air antara lain Sumber Nggronggo, Sumber Cakarsi, Sumber Jiput, Sumber

Struktur Komunitas Fitoplankton dan Hubungannya dengan Beberapa Parameter Lingkungan di Perairan Teluk Jakarta.. Jurnal Oseanologi dan Limnologi

Pada akhirnya sebagai kesimpulan konsensus, dapat dirumuskan implikasi strategis dan aksi antisipatif yang harus diakomodasi dalam rencana pengelolaan wilayah