1
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar belakang
Fenomena anak jalanan sering di identifikasi sebagai fenomena kota besar, sebab kebanyakan mereka ditemukan di kota-kota besar. Mereka banyak ditemukan di tempat- tempat keramaian umum, seperti pasar, terminal, pusat-pusat pertokoan, stasiun, perempatan jalan, dan sebagainya. Pekerjaan merekapun beraneka ragam. Anak jalanan biasanya bekerja sebagai tukang semir, pengamen, pengemis, penjual asongan, dan sebagainya. Mereka biasa menghabiskan waktu sehari-harinya di jalanan. Anak jalanan telah menjadi persoalan serius di kalangan masyarakat. Hal tersebut terjadi mengingat anak yang berada di dalam pengawasan dan pengasuhan orang tua beralih ke tempat yang tidak aman bagi anak untuk menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Situasi anak yang berada di jalanan dapat mendorong anak berada dalam pengaruh yang besar untuk melakukan pelaku ataupun korban atas pelanggaran norma-norma yang berlaku di masyarakat, seperti pelecehan, kekerasan dan eksploitasi terhadap anak. Fenomena tersebut membuat kehadiran anak jalanan di berbagai tempat tidak hanya terdiri dari anak laki-laki saja, melainkan anak perempuan juga sering kita temui. Ditambah lagi fenomena anak jalanan yang berada dari luar daerah di beberapa kota maju di Indonesia terjadi akibat tidak selesainya persoalan anak jalanan di masing- masing daerah. Di dalam situasi dan kondisi yang buruk, manusia silver dan badut jalanan
2
berada diposisi yang lebih buruk lagi. Mereka sangat rentan menjadi korban kekerasan dan eksploitasi seksual yang menimpa manusia silver dan badut jalanan seperti pelecehan seksual, penganiayaan, perkosaan, penjerumusan ke dalam prostitusi untuk tujuan seksuan dan bahan pornografi (Shalahudin, 2000: 1-2). Berdasarkan data kementrian sosial yang diambil dari Dashboard Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) SIKS-NG per-15 Desember 2020, Jumlah anak terlantar dijalanan di Indonesia sebanyak 67.368 orang.
Manusia silver dan badut jalanan menjadi fenomena baru yang ikut meramaikan jalan raya, khususnya jalan raya di perkotaan.
Manusia silver dan badut jalanan mencari nafkah dijalan karena tidak terpenuhinya kebutuhan dari berbagai aspek. Manusia silver dan badut jalanan muncul di jalanan diperkirakan sejak tahun 2022 dan sering dijumapi pada kota-kota besar Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Malang dan kota-kota besar lainnya. Pekerjaan menjadi manusia silver dan badut jalanan dilakukan mulai dari anak kecil hingga orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, manusia silver dan badut jalanan melakukan aksinya dengan berdiri di pinggir jalan atau di tengah jalan raya yang terdapat lampu lalu lintas, sambal membawa kotak uang berharap mendapatkan uang dari orang orang yang melintasi jalan raya. Manusia silver melumuri tubuhnya dengan cat bawarna perak, sementara badut jalanan menggunakan kostum badut ke seluruh tubuhnya, sehingga membuat daya tarik tersendiri ketika mereka beraktivitas dijalanan.
3
Konsep diri merupakan pandangan dan perasaan seseorang terhadap dirinya. Konsep diri merupakan hal penting karena dengan konsep diri akan membantu individu untuk mengenali dirinya baik itu dari sisi positif dan negatif, serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya. Dengan kata lain, konsep diri yang tepat merupakan alat kontrol positif bagi sikap dan perilaku seseorang. Konsep diri sangat dipengaruhi oleh penilaian lingkungan terhadap dirinya. Konsep diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan perilaku diri. Pengembangan konsep diri berpengaruh terhadap perilaku yang ditampilkan, sehingga bagaimana orang lain memperlakukan dan apa yang dikatakan orang lain tentang individu akan dijadikan acuan untuk menilai diri sendiri. Remaja dengan konsep diri positif akan mampu mengatasi dirinya, memperhatikan dunia luar dan mempunyai kemampuan untuk berinteraksi sosial. Remaja dengan konsep diri positif berciri spontan, kreatif dan orisinil, menghargai diri sendiri dan orang lain, bebas dan dapat mengantisipasi hal negatif, serta memandang diri secara utuh, disukai, diinginkan dan diterima oleh orang lain (Muawanah, Suroso dan Pratikno, 2012).
Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (Rusli Ibrahim, 2001). Sebagai bukti bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Ada ikatan saling ketergantungan diantara satu orang dengan yang lainnya. Artinya bahwa keberlangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja
4
sama, saling menghormati, tidak mengganggu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat. Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey (1982) dalam Rusli Ibrahim (2001), perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain (Baron & Byrne, 1991 dalam Rusli Ibrahim, 2001). Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain.
Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, di kabupaten Malang anak terlantar berjumlah 4.788 Orang, sedangkan anak jalanan berjumlah 210 orang, sementara di Kota Malang sendiri anak terlantar berjumlah 2 orang, dan anak jalanan berjumlah 108 orang.
Aktivitas anak-anak jalanan di Kota Malang beraneka ragam, diantaranya sebagai pengamen, pedagang koran, pedagang rokok, tukang semir sepatu, dan sebagainya. Mereka beroperasi selain di Kota Malang, juga di tempat-tempat keramaian atau umumnya seperti di perempatan jalan, pusat-pusat pasar, stasiun/terminal bus, pusat perbelanjaan. Anak- anak yang hidup di jalanan atau yang melakukan kegiatan di jalanan sangat rentan dengan perlakuan kekerasan dan eksploitasi. Sudah menjadi hukum dijalanan, siapa yang kuat merekalah yang menang.
Mereka terpaksa harus berhadapan dengan dunia yang keras dan kejam yaitu dunia jalanan.
Tidak jarang kita temukan, anak jalanan seringkali menjadi objek kekerasan, ancaman tidak langsung (zat polutan, kecelakaan lalu lintas, hiv/aids) serta keterkucilan dan stigmatisasi sosial. Masa pandemi dan krisis ekonomi menjadikan maraknya jumlah anak jalanan di Kota
5
Malang, ditambah dengan adanya trend manusia silver yang sedang aktif diterapkapkan anak jalanan di keramaian kota. Berdasarkan jumlah manusia silver dan badut jalanan tentu tidak sebanding dengan jumlah anak jalanan laki-laki, namun keberadaan manusia silver dan badut jalanan selalu dapat dilihat dari sekelompok anak jalanan laki-laki di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Gender sebagai perempuan dan usia yang masih di bawah umur, menempatkan manusia silver dan badut jalanan berada pada posisi yang sangat rentan. Sehingga dibutuhkan kajian mendalam terhadap fenoma tersebut.
B. Rumusan masalah:
1. Bagaimana konsep diri manusia silver dan badut jalanan perempuan terhadap perilaku sosialnya?
2. Bagaimana bentuk – bentuk perilaku sosial manusia silver dan badut jalanan perempuan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran dan penjelasan tentang konsep diri manusia silver dan badut jalanan perempuan terhadap perilaku sosialnya, serta mendapatkan penjelasan mengenai bentuk-bentuk perilaku sosial manusia silver dan badut jalanan.
6 D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan pengembangan pengetahuan khususnya
dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial terutama terkait konsep diri manusia silver dan badut jalanan perempuan terhadap perilaku sosialnya.
Diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan masukan bagi
kalangan ilmuan dan mahasiswa, serta tambahan referensi bagi literasi permasalahan sosial khususnya manusia silver dan badut jalanan perempuan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa Jurusan
Ilmu Kesejahteraan Sosial, menentukan kebijakan dan rencana intervensi dalam praktik pekerjaan sosial terhadap penyandang penyelesaian masalah kesejahteraan sosial khususnya masalah manusia silver dan badut jalanan perempuan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Tujuan ruang lingkup penelitian agar peneliti tidak luas dan lebih fokus untuk menghindari kesalahan sehingga tidak menyimpang dari pokok permasalahan serta mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, penelitian ini hanya menggambarkan konsep diri manusia silver dan badut jalanan terhadap perilaku sosialnya.
7
Supaya konsep yang ada dalam penelitian ini jelas, maka diperlukan batasan/ ruang lingkup penelitian. Adapun batasan yang telah di sepakati sebagai berikut:
1. Anak jalanan
Menurut Shalahuddin (2004: 15) pengertian anak jalanan menurut yang membagi anak jalanan dalam tiga kategori, yaitu:
a. Children on the street adalah Anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak dalam kategori ini yaitu:
1. anak yang tinggal bersama orang tuanya dan senantiasa pulang setiap hari, dan
2. anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik secara berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.
b. Children of the street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya untuk makan, tidur, tinggal dan bekerja di jalanan yang tidak memiliki hubungan dengan orang tua atau keluarganya lagi. Biasanya anak tinggal di sembarang tempat seperti emper toko, taman kota, stasiun, pasar dan sebagainya.
c. Children in the street atau children from the families of the street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal
8
dari keluarga yang hidup di jalanan. Kurangnya perhatian orang tua dan intensitas di jalan menyebabkan anak dapat terlibat dalam kegiatan di jalanan mengikuti kegiatan orang tuanya.
2. Faktor yang menyebabkan adanya anak jalanan
Banyak faktor yang kemudian diidentifikasikan sebagai penyebab tumbuhnya anak jalanan. Anak-anak miskin di perkotaan, anak-anak yang meninggal orangtuanya dan anak-anak yang ditinggalkan oleh satu atau kedua orangtuanya adalah contoh-contoh fenomena yang mendorong timbulnya anak jalanan. Anak jalanan merupakan akibat faktor internal keluarganya, faktor lingkungan dan faktor tekanan-tekanan sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut berinteraksi yang memberi peluang pada anak menjadi manusia silver dan badut jalanan. Faktor keluarga misalnya kehilangan salah satu atau kedua orang tua, ekonomi yang lemah dan kemiskinan. Faktor lingkungan seperti ada rasa belas kasihan orang lain melihat manusia silver dan badut jalanan sehingga menjadi lahan empuk untuk mengemis.
(Basri & Yoserizal, 2019).
3. Konsep diri
Konsep diri yang akan menjadi batasan dalam penelitian ini merujuk pada aspek konsep diri menurut Syam (2012) meliputi;
Penilaian diri, penilaian sosial dan citra diri (self image). Hal tersebut juga didukung berdasarkan pengertian konsep diri menurut Chaplin (dalam Pardede, 2008)
9
mengemukakan bahwa konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penafsiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan.
Kemudian dalam beberapa aspek pinalian konsep diri tersebut, perlu juga menjadi perhatian bahwa konsep diri mempunyai sifat yang dinamis, artinya bisa berubah sesuai dengan perkembangan seseorang, ada aspek-aspek yang mudah berubah sesuai dengan situasi sesaat dan ada yang bisa bertahan. Apa yang dipersepsikan individu lain mengenai diri individu, tidak terlepas dari struktur, peran, dan status sosial yang disandang seorang individu (Papalia, 2004).
4. Faktor-faktor pembentuk perilaku sosial anak jalanan
Barondan Bryne berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang dapat membentuk perilaku sosial seseorang, yaitu:
a. Perilaku dan karakteristik orang lain
Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun, ada kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter santun dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya jikaiabergaul dengan orang-orang berkarakter sombong maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu.
b. Proses Kognitif
10
Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya.
c. Faktor lingkungan
Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Misalnya orang yang berasal dari daerah pantai atau pegunungan yang terbiasa berkata dengan keras, maka perilaku sosialnya seolah keras pula, ketika berada di lingkungan masyarakat yang terbiasa lembut dan halus dalam bertutur kata, maka anak cenderung cenderung bertutur kata yang lemah lembut pula.
d. Tatar budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi Sebagai tampat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi. Misalnya seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin akan terasa berperilaku sosial aneh ketika berada dalam lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda.
5. Perilaku sosial anak jalanan
Perilaku sosial anak jalanan yang dikenal dan diketahui oleh masyarakat yaitu tidak baik, karena perubahan sikap, cara komunikasi yang kasar, memaksa, brutal, tata cara bicara yang buruk, gaya bahasa, pakaian yang tidak rapi, rambut yang di warnai membuat masyarakat tidak senang dengan anak jalanan. Perilaku sosial anak sangat dipengaruhi oleh
11
tempat dia tinggal atau bergaul. Perilaku anak jalanan selalu berada dalam situasi rentan dalam segi perkembangan fisik, mental, sosial bahkan nyawa mereka. Melalui stimulasi tindakan kekerasan terus menerus, terbentuk sebuah nilai-nilai baru yang cenderung mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk mempertahakan hidup. Disamping itu anak jalanan dengan keunikan kerangka budayanya, memiliki tindak komunikasi yang berbeda dengan anak yang normal. komunikasi intra budaya anak jalanan dapat menjelaskan tentang proses, pola, perilaku, gaya, dan bahasa yang digunakan mereka. aspek-aspek tersebut tampak manakala berkomunikasi sesama teman, keluarga, petugas keamanan dan ketertiban, pengurus rumah singgah, dan lembaga pemerintah.