5. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
5.1. Pareto Chart
Pareto chart dibuat untuk mengidentifikasi banyaknya kecacatan yang terjadi. Berdasarkan data awal yang telah dikumpulkan maka dapat diketahui jenis dan jumlah kecacatan yang terjadi. Data kecacatan dapat dilihat pada lampiran 2.
5.1.1. Produk Jenis HS-06
Others Lubang
Kerowak Garis
Cuil Warna
1 3
6 8
9 14
2.4 7.3
14.6 19.5
22.0 34.1
100.0 97.6
90.2 75.6
56.1 34.1
40
30
20
10
0
100
80
60
40
20
0
Defect
Count Percent Cum %
Percent
Count
Pareto Chart for HS-06
Gambar 5.1. Pareto Chart Produk Jenis HS-06
Dari pareto chart di atas dapat dilihat bahwa kecacatan yang terbesar adalah cacat warna yaitu sebesar 34,1 % kemudian cacat cuil yaitu sebesar 22 %, dan cacat garis yaitu sebesar 19,5 %.
5.1.2. Produk Jenis 509
Warna
Kerowak
Garis
Lubang Cuil
Mullet
14 12 7 7 4 3
29.8 25.5 14.9 14.9 8.5 6.4
29.8 55.3 70.2 85.1 93.6 100.0
0 10 20 30 40
0 20 40 60 80 100
Defect
Count Percent Cum %
Percent
Count
Pareto Chart for 509
Gambar 5.2. Pareto Chart Produk Jenis 509
Dari pareto chart di atas dapat dilihat bahwa kecacatan yang terbesar adalah cacat warna yaitu sebesar 29,8 % kemudian cacat kerowak yaitu sebesar 25,5 %, dan cacat garis yaitu sebesar 14,9 %.
5.2. Fishbone Diagram
Dari diagram pareto di atas baik untuk produk jenis HS-06 maupun produk 509 kecacatan terbesar yaitu cacat warna, cacat kerowak, cacat cuil, dan cacat garis. Untuk mengetahui penyebab-penyebab kecacatan maka dibuat fisbone diagram.
5.2.1. Fishbone Diagram Untuk Cacat Warna
Cacat Warna
Perubahan warna Suhu nose
Personnel
Machines Materials
Methods Measurements
Environment
Cause-and-Effect Diagram
Gambar 5.3. Fishbone Diagram Cacat Warna
Berdasarkan gambar di atas maka dapat dilihat bahwa cacat warna disebabkan oleh:
a. Metode
Perubahan warna dalam produksi yang menyebabkan cacat warna. Misalnya perubahan warna dari warna hijau ke warna merah akan menyebabkan banyak cacat warna. Hal ini terjadi karena dilakukan proses pembilasan pada waktu perubahan warna tersebut.
b. Mesin
Suhu nose juga akan menyebabkan cacat warna ini. Misalnya suhu nose yang terlalu tinggi akan menyebabkan warna yang agak pudar pada suhu yang tinggi tersebut membuat warna akan menjadi terbakar, sehingga akan menghasilkan warna yang agak pudar.
5.2.2. Fishbone Diagram Untuk Cacat Kerowak
Gambar 5.4. Fishbone Diagram Cacat Kerowak
Berdasarkan gambar di atas maka dapat dilihat bahwa cacat kerowak disebabkan oleh:
a. Mesin
Cacat kerowak disebabkan oleh setting mesin yang meliputi kecepatan inject, suhu, dan tekanan mesin. Selain itu varians dari mesin juga mempengaruhi adanya cacat kerowak. Yang dimaksud dengan variansi mesin yaitu di mana mesin yang terkadang tidak sesuai dengan setting.
b. Lingkungan
Lingkungan yang kotor akan mempengaruhi kotornya material sebelum masuk ke hopper mesin inject. Hal ini juga dapat menyebabkan adanya cacat kerowak.
5.2.3. Fishbone Diagram Untuk Cacat Cuil
Gambar 5.5. Fishbone Diagram Cacat Cuil
Berdasarkan gambar di atas maka dapat dilihat bahwa cacat cuil disebabkan oleh:
a. Mesin
Cacat cuil disebabkan oleh setting mesin yang meliputi kecepatan inject, suhu, dan tekanan mesin. Selain itu varians dari mesin juga mempengaruhi adanya cacat cuil. Yang dimaksud dengan variansi mesin yaitu di mana mesin yang terkadang tidak sesuai dengan setting.
b. Lingkungan
Lingkungan yang kotor akan mempengaruhi kotornya material sebelum masuk ke hopper mesin inject. Hal ini juga dapat menyebabkan adanya cacat cuil.
c. Manusia
Faktor manusia juga dapat menyebabkan cacat cuil. Pada waktu proses finishing yang dilakukan untuk menghilangkan flash terkadang terjadi kesalahan sehingga menyebabkan produk menjadi cuil.
5.2.4. Fishbone Diagram Untuk Cacat Garis
Gambar 5.6. Fishbone Diagram Cacat Garis
Berdasarkan gambar di atas maka dapat dilihat bahwa cacat garis disebabkan oleh:
a. Mesin
Cacat garis disebabkan oleh mesin dimana mold atau cetakan terdapat garis sehingga produk yang dihasilkan akan bergaris pula. Pelepasan produk dari mold yang kurang sempurna juga akan mengakibatkan cacat garis.
b. Manusia
Pada waktu proses finishing, flash yang dihasilkan akan dibuang. Seringkali pekerja melakukan kesalahan sehingga cutter yang mereka pakai terkena pada produk sehingga menyebabkan produk menjadi cacat garis.
5.2.5. Fishbone Diagram Untuk Cacat Berat
Gambar 5.7. Fishbone Diagram Cacat Berat
a. Mesin
Cacat berat diakibatkan oleh setting mesin yang meliputi suhu mesin, tekanan mesin, dan kecepatan inject mesin.
5.3. Penentuan Faktor Terkendali Dan Faktor Tidak Terkendali
Dari fishbone diagram di atas maka faktor-faktor yang menyebabkan kecacatan dapat dikelompokkan menjadi:
a. Faktor yang dapat dikendalikan
Faktor-faktor yang dapat dikendalikan yaitu faktor yang dapat dikontrol dan diubah-ubah sehingga dengan dikontrolnya faktor tersebut dapat meminimalkan cacat yang terjadi.
Faktor-faktor tersebut adalah:
• Suhu mesin
• Tekanan mesin
• Kecepatan inject
• Lingkungan yang kotor
• Mold bergaris
• Kesalahan finishing dari operator
• Perubahan produksi warna b. Faktor yang tidak dapat dikendalikan
Faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan yaitu faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol maupun diubah-ubah untuk meminimalkan cacat yang terjadi.
Faktor-faktor tersebut adalah:
• Pelepasan produk dari mold yang kurang sempurna
Pada mesin terdapat 3 bagian mold yaitu: mold kiri, tengah, dan kanan. Pada waktu pelepasan produk, mold bagian kanan akan bergerak terlebih dahulu dan disusul mold bagian tengah. Mold bagian tengah yang akan membuat produk terlepas dari mold bagian kiri. Sedangkan mold bagian kiri tidak bergerak sama sekali. Yang menyebabkan pelepasan produk yang tidak sempurna adalah kecepatan mold bergerak yang tidak konstan.
• Variansi mesin
Variansi mesin adalah keragaman/ketidaktepatan mesin terhadap setting mesin.
Misalnya kecepatan inject yang di setting 99 cm3/s maka mesin yang dijalankan belum tentu tepat pada angka tersebut.
• Suhu nose
Pemanasan dilakukan pada nose, sehingga bahan baku pada nose akan dipanasi secara terus-menerus sehingga suhunya akan naik. Hal ini terjadi karena proses tidak berjalan dengan lancar. Kemungkinan terjadi gangguan misalnya sampai produksi tidak dapat berjalan. Sehingga pada nose akan dilakukan pemanasan secara terus-menerus.
5.4. Percobaan Untuk Faktor Setting Mesin 5.4.1. Penentuan Level Dan Faktor
Dari faktor-faktor yang dapat dikendalikan di atas, maka dipilih faktor suhu mesin, tekanan mesin, dan kecepatan inject. Percobaan akan dilakukan dengan replikasi sebanyak 2 kali. Sedangkan respon yang akan dipilih yaitu jumlah kecacatan dari 10 produk. Berikut ini adalah tabel perbandingan antara
level-level yang akan digunakan untuk eksperimen dengan kondisi awal yang digunakan oleh perusahaan:
Tabel 5.1. Tabel Penentuan Level-level Setting Mesin Faktor Kondisi
Sekarang
Level 1 Level 2 Level 3
Suhu Mesin 190˚C 170˚C 185˚C 200˚C
Kecepatan
inject mesin 99 cm3/s 60 cm3/s 80 cm3/s 100 cm3/s Tekanan
Mesin 64 kg/cm3 55 kg/cm3 70 kg/cm3 85 kg/cm3
Alasan pemilihan faktor-faktor di atas:
a. Suhu Mesin
Suhu mesin adalah salah satu penyebab kecacatan terutama untuk cacat kerowak dan cacat cuil, sedangkan untuk cacat warna tidak berpengaruh terhadap setting mesin. Titik suhu mesin untuk produk jadi (tidak cacat) yaitu antara 170˚C sampai 220˚C. Maka dari itu dipilihlah level-level 170˚C, 185˚C, dan 200˚C untuk suhu mesin. Dalam pemilihan level ini tidak dipilih level 220˚C karena pada titik itu rawan terhadap cacat warna.
b. Kecepatan inject mesin
Titik maksimum dan minimum untuk kecepatan inject mesin yaitu 55 cm3/s sampai 108.9 cm3/s. Sedangkan titik yang dipakai sekarang ini adalah 99 cm3/s.
Sehingga titik yang dipilih untuk menjadi level percobaan yaitu 60 cm3/s, 80 cm3/s, dan 100 cm3/s.
c. Tekanan Mesin
Titik maksimum dan minimum untuk tekanan mesin yaitu 40 kg/cm3 sampai 100 kg/cm3. Sedangkan titik yang untuk kondisi sekarang adalah 65 kg/cm3. Sehingga titik yang dipilih untuk percobaan adalah 55 kg/cm3, 70 kg/cm3, dan 85 kg/cm3.
5.4.2. Hasil Percobaan
Setelah melakukan percobaan maka didapatkan respon berupa jumlah produk cacat yang terjadi diantara 10 buah produk yang diuji pada setiap level.
Berikut ini adalah hasil percobaan sesuai dengan randomizasi hasil output dari program minitab:
Tabel 5.2. Randomisasi Dan Respon Percobaan Mesin StdOrder RunOrder Blocks Temp(˚C) Kecepatan
Inject (cm3/s)
Tekanan (kg/cm3)
Respon
18 1 1 185 100 85 0 21 2 1 200 100 55 0
7 3 1 170 60 85 0
40 4 1 185 60 70 0 37 5 1 185 60 55 7 35 6 1 170 80 85 0 45 7 1 185 100 85 0 43 8 1 185 60 85 0
3 9 1 170 100 55 2
26 10 1 200 80 85 0 27 11 1 200 100 85 0 30 12 1 170 100 55 3 16 13 1 185 60 85 0 34 14 1 170 60 85 0 11 15 1 185 80 55 0
1 16 1 170 60 55 9
19 17 1 200 60 55 0 25 18 1 200 60 85 0 15 19 1 185 100 70 0 22 20 1 200 60 70 0
5 21 1 170 80 70 0
53 22 1 200 80 85 0 23 23 1 200 80 70 0 28 24 1 170 60 55 8 31 25 1 170 60 70 0
9 26 1 170 100 85 0
52 27 1 200 60 85 0 38 28 1 185 80 55 0 17 29 1 185 80 85 0
8 30 1 170 80 85 0
46 31 1 200 60 55 0 12 32 1 185 100 55 0 32 33 1 170 80 70 0
6 34 1 170 100 70 0
44 35 1 185 80 85 0
4 36 1 170 60 70 0
39 37 1 185 100 55 0 48 38 1 200 100 55 0
StdOrder RunOrder Blocks Temp(˚C) Kecepatan Inject (cm3/s)
Tekanan (kg/cm3)
Respon
14 39 1 185 80 70 0 10 40 1 185 60 55 6 42 41 1 185 100 70 0 47 42 1 200 80 55 0 29 43 1 170 80 55 10 20 44 1 200 80 55 0 50 45 1 200 80 70 0 54 46 1 200 100 85 0 36 47 1 170 100 85 0 33 48 1 170 100 70 0 41 49 1 185 80 70 0
2 50 1 170 80 55 10
49 51 1 200 60 70 0 13 52 1 185 60 70 0 24 53 1 200 100 70 0 51 54 1 200 100 70 0
5.4.3. Analisa Hasil Percobaan
Dari hasil percobaan di atas maka dapat dihasilkan analisa sebagai berikut:
Uji Independen
50 40
30 20
10 4
3 2 1 0 -1 -2 -3
Observation Order
Residual
Residuals Versus the Order of the Data
(response is C7)
Gambar 5.8. Grafik Uji Independen Faktor Setting Mesin
Berdasarkan grafik maka residual dapat dikatakan independen karena plot tidak mempunyai pola tertentu.
Uji Identik
8 6
4 2
0 4
3 2 1 0 -1 -2 -3
Fitted Value
Residual
Residuals Versus the Fitted Values
(response is C7)
Gambar 5.9. Grafik Uji Indentik Faktor Setting Mesin
Berdasarkan grafik di atas maka residual dapat dikatakan identik karena plot tidak mempunyai pola tertentu meskipun pada grafik terlihat pola tertentu pada 46 plot data dikarenakan hasil respon 0 sebanyak 46 sehingga fitted value terlihat mempunyai pola.
Pada grafik di atas terlihat ada 46 plot data yang mempunyai pola menurun dalam hal ini dikarenakan ada 46 data respon yang bernilai 0, sedangkan dari 8 data yang responnya tidak sama dengan 0 terlihat tidak berpola sehingga dapat disimpulkan bahwa plot data di atas tidak menunjukkan berpola atau dengan kata lain bahwa residual tersebut mempunyai varians yang sama atau identik.
Uji Normal
Approximate P-Value: 0.139 D+: 0.105 D-: 0.086 D : 0.105 Kolmogorov-Smirnov Normality Test N: 54
StDev: 1.37662 Average: -0.0000000
4 3 2 1 0 -1 -2 -3 .999
.99 .95 .80 .50 .20 .05 .01 .001
Probability
RESI1
Normal Probability Plot
Gambar 5.10. Grafik Uji Normal Faktor Setting Mesin
Berdasarkan grafik di atas residual dapat dikatakan berdistribusi normal karena plot data hampir menyerupai garis lurus ke arah kanan atas. Dan dapat dilihat bahwa P-value lebih besar dari 0.05 maka data dapat dikatakan berdistribusi normal.
Berikut ini adalah hasil pengolahan data untuk setiap efek faktor utama dan faktor interaksi:
Factor Type Levels Values Temp fixed 3 170 185 200 Kecepatan fixed 3 60 80 100 Tekanan_ fixed 3 55 70 85
Analysis of Variance for C7, using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Temp 2 51.370 51.370 25.685 462.33 0.000 Kecepatan 2 17.593 17.593 8.796 158.33 0.000 Tekanan 2 112.037 112.037 56.019 1008.33 0.000 Temp*Kecepatan 4 22.185 22.185 5.546 99.83 0.000 Temp*Tekanan 4 102.741 102.741 25.685 462.33 0.000 Kecepatan*Tekanan 4 35.185 35.185 8.796 158.33 0.000 Temp*Kecepatan*Tekanan 8 44.370 44.370 5.546 99.83 0.000 Error 27 1.500 1.500 0.056
Total 53 386.981
Dari hasil di atas dapat dilihat pada bagian p-value di mana semua bernilai 0.
Dengan α = 5% maka semua faktor berpengaruh secara signifikan baik faktor utama maupun faktor interaksi. Hal ini dikarenakan nilai p-value lebih kecil daripada nilai α.
Response Surface Regression: C7 versus Temp, Kecepatan inject, Tekanan
The analysis was done using coded units.
Estimated Regression Coefficients for C7
Term Coef SE Coef T P Constant -0.204 0.5440 -0.374 0.710 Temp -1.167 0.2518 -4.633 0.000 Kecepatan -0.694 0.2518 -2.758 0.008 Tekanan -1.528 0.2518 -6.067 0.000 Temp*Temp 0.444 0.4362 1.019 0.314 Kecepatan*Kecepatan -0.139 0.4362 -0.318 0.752 Tekanan*Tekanan 1.528 0.4362 3.503 0.001 Temp*Kecepatan 0.500 0.3084 1.621 0.112 Temp*Tekanan 1.750 0.3084 5.674 0.000 Kecepatan*Tekanan 1.042 0.3084 3.378 0.002 S = 1.511 R-Sq = 74.0% R-Sq(adj) = 68.7%
Analysis of Variance for C7
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 9 286.542 286.542 31.8380 13.95 0.000 Linear 3 150.389 150.389 50.1296 21.96 0.000 Square 3 30.611 30.611 10.2037 4.47 0.008 Interaction 3 105.542 105.542 35.1806 15.41 0.000 Residual Error 44 100.440 100.440 2.2827
Lack-of-Fit 17 98.940 98.940 5.8200 104.76 0.000 Pure Error 27 1.500 1.500 0.0556
Total 53 386.981
Response Optimization
Parameters
Goal Lower Target Upper Weight Import
C7 Target 0 0.0001 1 1 1
Starting Point
Temp = 170 Kecepatan in = 60 Tekanan = 55
Global Solution
Temp = 179.089 Kecepatan in = 62.957 Tekanan = 75.891
Maka titik optimum yang diperoleh adalah:
Suhu = 179 ˚C
Kecepatan inject = 63 cm3/s Tekanan = 76 kg/cm3
Wireframe (temperatur vs kecepatan inject dengan tekanan 55)
100 90 80 170
-2 -1
Kecepatan inject
0 1 2 3 4
180 5
6 7
70 8
190
C7
60
Temp 200
Surface Plot of C7
Hold values: Tekanan: 55.0
Gambar 5.11. Wireframe temperatur vs kecepatan inject dengan tekanan 55
Dengan tekanan konstan yaitu sebesar 55 maka untuk menurunkan kecacatan maka temperatur dinaikkan dan kecepatan inject juga dinaikkan. Dapat dilihat pada tekanan tetap pada 55, korelasi antara temperatur dan kecepatan inject berbanding lurus.
Wireframe-wireframe yang lain dapat dilihat pada lampiran 4.
5.5. Percobaan Untuk Faktor Pembilasan 5.5.1. Penentuan Level Dan Faktor
Sedangkan untuk perubahan warna produksi, setiap perusahaan melakukan perubahan warna maka akan dilakukan pembilasan. Perusahaan melakukan pembilasan dengan cara menuang bahan baku berwarna bening ke dalam hopper mesin. Perusahaan tidak mempunyai suatu ketetapan dalam penuangan bahan baku berwarna bening tersebut untuk pembilasan. Penuangan bahan baku yang berwarna bening yang semakin banyak maka akan menyebabkan barang yang terbuang semakin banyak. Begitu pula apabila penuangan bahan baku yang berwarna bening kurang maka pembilasan tidak berjalan dengan sempurna sehingga pada produksi warna selanjutnya akan menyebabkan cacat warna.
Percobaan akan dilakukan dengan replikasi sebanyak dua kali dan respon yang akan diambil adalah jumlah kecacatan 10 produk setelah dilakukan proses pembilasan.
Berikut ini adalah rancangan percobaan untuk penuangan bahan baku yang berwarna bening:
Percobaan akan dilakukan 3 kali yaitu:
1. Penuangan bahan baku berwarna bening sebanyak 10 kali dari berat produk.
Untuk produk HS-06 dilakukan penuangan sebanyak 162 gr. Pada waktu dilakukan pembilasan 10 produk pertama dibuang kemudian diambil 10 produk selanjutnya untuk diinspeksi dan digunakan sebagai respon dari percobaan.
2. Penuangan bahan baku berwarna bening sebanyak 15 kali dari berat produk.
Untuk produk HS-06 dilakukan penuangan sebanyak 243 gr. Pada waktu dilakukan pembilasan 15 produk pertama dibuang kemudian diambil 10 produk selanjutnya untuk diinspeksi dan digunakan sebagai respon dari percobaan.
3. Penuangan bahan baku berwarna bening sebanyak 20 kali dari berat produk.
Untuk produk HS-06 dilakukan penuangan sebanyak 324 gr. Pada waktu dilakukan pembilasan 20 produk pertama dibuang kemudian diambil 10 produk selanjutnya untuk diinspeksi dan digunakan sebagai respon dari percobaan.
5.5.2. Hasil Percobaan
Setelah mendapatkan hasil percobaan setting mesin yang maksimal di atas maka setting mesin yang maksimal tersebut digunakan untuk melakukan pembilasan. Percobaan dilakukan untuk produk HS-06. Dan data yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Tabel 5.3. Respon Faktor Pembilasan Banyaknya pembilasan (buah) Jumlah Cacat
15 buah 3
10 buah 6
10 buah 5
20 buah 1
15 buah 2
20 buah 1
5.5.3. Analisa Hasil Percobaan
Berikut ini adalah pengujian untuk efek faktor pembilasan:
Analysis of Variance for Respon
Source DF SS MS F P Faktor 2 103.000 51.500 309.00 0.000 Error 3 0.500 0.167
Total 5 103.500
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---+---+---+--- 10 2 10.000 0.000 (--*-) 15 2 6.500 0.707 (--*-)
20 2 0.000 0.000 (--*--)
---+---+---+---+--- Pooled StDev = 0.408 0.0 3.5 7.0 10.5
H0 : Faktor pembilasan tidak berpengaruh H1 : Faktor pembilasan berpengaruh P-value = 0.0
α = 5 %
Karena P-value lebih kecil daripada α maka tolak H0 artinya terima H1. Artinya faktor pembilasan berpengaruh terhadap kecacatan. Dari hasil di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembilasan dengan menggunakan 20 buah produk yang menghasilkan hasil yang terbaik diantara ketiga level tersebut.
5.6. Percobaan Untuk Faktor Tenaga Kerja 5.6.1. Penentuan Faktor Dan Level
Sedangkan untuk faktor dari kesalahan operator maka akan dilakukan percobaan dengan faktor-faktor dan level-level sebagai berikut:
Tabel 5.4. Tabel Penentuan Level-level Faktor Tenaga Kerja
FAKTOR LEVEL 1 LEVEL 2 LEVEL 3
Banyak barang yang difinishing
Satu-satu Per 5 biji Per 10 biji
Pada waktu mengambil barang
Pisau diletakkan Pisau tidak diletakkan
5.6.2. Hasil Percobaan
Berikut ini adalah hasil percobaan:
Tabel 5.5. Respon Faktor Tenaga Kerja StdOrder RunOrder Blocks Banyak barang yang
difinishing Peletakan
pisau Jumlah cacat
2 1 1 1 2 1
7 2 1 1 1 0
9 3 1 2 1 0
10 4 1 2 2 2
5 5 1 3 1 0
12 6 1 3 2 1
11 7 1 3 1 0
6 8 1 3 2 0
3 9 1 2 1 0
1 10 1 1 1 0
8 11 1 1 2 3
4 12 1 2 2 1
Ket:
Banyaknya barang yang difinishing Level 1 = satu-satu
Level 2 = per 5 biji Level 3 = per 10 biji
Peletakan pisau
Level 1 = pisau diletakkan ketika mengambil barang Level 2 = pisau tidak diletakkan ketika mengambil barang
5.6.3. Analisa Hasil Percobaan
Berikut ini adalah hasil pengujian untuk faktor tenaga kerja:
Analysis of Variance for Respon
Source DF SS MS F P Peletaka 1 5.333 5.333 10.67 0.017 Banyak b 2 1.167 0.583 1.17 0.373 Interaction 2 1.167 0.583 1.17 0.373 Error 6 3.000 0.500
Total 11 10.667
Individual 95% CI
Peletaka Mean -+---+---+---+---+
1 0.00 (---*---)
2 1.33 (---*---) -+---+---+---+---+
-0.70 0.00 0.70 1.40 2.10 Individual 95% CI
Banyak b Mean -+---+---+---+---+
1 1.00 (---*---) 2 0.75 (---*---) 3 0.25 (---*---)
-+---+---+---+---+
-0.60 0.00 0.60 1.20 1.80
• Uji untuk faktor peletakan pisau
H0 : Faktor peletakan pisau tidak berpengaruh H1 : Faktor peletakan pisau berpengaruh P-value = 0.017
α = 5 %
Karena P-value lebih kecil daripada α maka tolak H0 artinya terima H1. Artinya faktor peletakan pisau berpengaruh terhadap kecacatan. Untuk faktor peletakan pisau dipilih pisau diletakkan terlebih dahulu ketika mengambil barang karena hal tersebut akan mengurangi tingkat kecacatan.
• Uji untuk faktor banyaknya barang yang difinishing
H0 : Faktor banyaknya barang yang difinishing tidak berpengaruh H1 : Faktor banyaknya barang yang difinishing berpengaruh P-value = 0.373
α = 5 %
Karena P-value lebih besar daripada α maka gagal tolak H0. Artinya semua level sama dan tidak berpengaruh terhadap kecacatan.
• Uji interaksi antara faktor peletakan pisau dengan faktor banyaknya barang yang difinishing
H0 : Interaksi kedua faktor tidak berpengaruh H1 : Interaksi kedua faktor berpengaruh P-value = 0.373
α = 5 %
Karena P-value lebih besar daripada α maka gagal tolak H0. Artinya semua interaksi faktor sama.
5.7. Hasil Implementasi
Implementasi dilakukan dengan menggunakan:
1. Titik optimal setting mesin yaitu:
Suhu = 179 ˚C
Kecepatan inject = 63 cm3/s Tekanan = 76 kg/cm3
2. Pembilasan dengan menuangkan bahan baku berwarna bening sebanyak 20 kali dari berat produk.
3. Teknik finishing, dimana sebelum mengambil barang, pisau diletakkan terlebih dahulu.
Data awal yang dipakai sebagai perbandingan dengan data implementasi adalah data pada hari Jumat, 02 April 2004. Data tersebut dipakai sebagai perbandingan karena pada hari tersebut dilakukan pembilasan sebanyak satu kali dan identik dengan data pada implementasi dimana juga dilakukan pembilasan sebanyak satu kali.
Data Awal
Tabel 5.6. Data Awal Hari Jumat, 02 April 2004
Jam Pengambilan Jumlah Kecacatan X berat (gr) R berat
07.00-07.30 0 16.17 0.1
07.30-08.00 0 16.19 0.2
08.00-08.30 0 16.15 0.1
08.30-09.00 1 16.14 0.1
09.00-09.30 0 16.14 0.1
09.30-10.00 0 16.16 0.1
10.00-10.30 0 16.14 0.1
10.30-11.00 0 16.14 0.1
11.00-11.30 6 16.12 0.2
11.30-12.00 0 16.12 0.2
13.00-13.30 1 16.11 0.2
13.30-14.00 1 16.14 0.2
14.00-14.30 0 16.13 0.1
14.30-15.00 0 16.14 0.1
Pengambilan dilakukan dengan mengambil sebanyak 10 buah produk untuk diinspeksi.
Dari data di atas didapatkan bahwa total produk cacat adalah sebanyak 10 buah produk cacat diantara 140 sampel. Jadi proporsi kecacatannya adalah sebesar 9/140 atau 6.42 %.
Data Implementasi
Tabel 5.7. Data Implementasi
Jam Pengambilan Jumlah Kecacatan X berat (gr) R berat
07.00-07.30 0 16.15 0.2
07.30-08.00 0 16.1 0.2
08.00-08.30 0 16.1 0.2
08.30-09.00 0 16.15 0.2
09.00-09.30 0 16.14 0.2
09.30-10.00 3 16.18 0.4
10.00-10.30 0 16.23 0.1
10.30-11.00 0 16.16 0.1
11.00-11.30 0 16.16 0.1
11.30-12.00 1 16.03 1
13.00-13.30 0 16.19 0.2
13.30-14.00 0 16.15 0.2
14.00-14.30 0 16.18 0.1
14.30-15.00 0 16.21 0.2
Pengambilan data untuk implementasi dilakukan pada hari senin 02 agustus 2004 dengan mengambil sebanyak 10 buah produk per setengah jam, untuk diinspeksi.
Dari data di atas didapatkan bahwa total produk cacat adalah sebanyak 4 buah produk cacat diantara 140 sampel. Jadi proporsi kecacatannya adalah sebesar 4/140 atau 2.86 %.
5.7.1. Uji 2-Sample t Untuk Berat
Uji ini dilakukan untuk menguji, apakah berat dari produk sebelum implementasi dengan berat produk sesudah implementasi sama atau beda.
Two-Sample T-Test and CI: Data Berat sebelum, Data Berat sesudah
Two-sample T for Data Berat sebelum implementasi vs Data Berat sesudah implementasi
N Mean StDev SE Mean Data Ber 140 16.1421 0.0563 0.0048 Data Ber 140 16.149 0.113 0.0096
Difference = mu Data Berat sebelum implementasi - mu Data Berat sesudah implementasi
Estimate for difference: -0.0071
95% CI for difference: (-0.0283, 0.0140)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.67 P-Value = 0.505 DF
= 203
H0 : Berat sebelum implementasi= Berat sesudah implementasi H1 : Berat sebelum implementasi ≠ Berat sesudah implementasi Tolak H0 bila p-value < α
p-value = 0,505 α = 5 %
Karena p-value > α maka tolak H0 berarti berat sebelum implementasi sama dengan berat sesudah implementasi.
Dari hasil pengujian dapat dibuktikan bahwa berat sesudah implementasi sama dengan berat sebelum implementasi, hal ini berarti tidak ada perubahan antara berat sebelum implementasi dengan berat sesudah implementasi.
5.7.2. Uji Proporsi Untuk Jumlah Kecacatan
H0 : p = 0.0642 (rata-rata kecacatan sebelum implementasi sebesar 0.0642)
H1 : p < 0.0642 (rata-rata kecacatan sebelum implementasi lebih kecil dari 0.0642) Rata-rata kecacatan sesudah implementasi adalah sebesar 2.86 %.
0.0286 – 0.0642 Zhit = 0.0642 • 0.9358 √ 140 – 0.0356 Zhit = 0.06 √ 140 Zhit = – 0.0356/0.02 Zhit = – 1.78
–Z0.05 = – 1.645
Karena –Z0.05 < Zhit maka tolak H0, terima H1. Hal ini berarti pengujian dua proporsi adalah signifikan. Jadi terbukti telah terjadi penurunan tingkat kecacatan.
5.7.3. Pareto Chart Untuk Hasil Kecacatan Sesudah Implementasi
Kerowak Warna
1 3
25.0 75.0
100.0 75.0
4
3
2
1
0
100
80
60
40
20
0
Defect
Count Percent Cum %
Percent
Count
Pareto Chart for Cacat
Gambar 5.12. Pareto Chart Hasil Implementasi
Berdasarkan diagram pareto di atas maka dapat dilihat bahwa cacat warna merupakan cacat yang paling sering terjadi. Persentase dari cacat warna adalah sebesar 75 %. Setelah implementasi cacat warna tetap menjadi yang terbanyak.
5.8. Quality Plan
Quality Plan dapat dilihat pada tabel 5.8
mutu
Pencampuran Kebersihan bahan baku
Bahan baku kotor
Terdapat banyak kotoran pada bahan baku
Membersihkan karung sebelum dituang ke mesin Injection • Berat
• Penampilan produk
• Berat
• Warna
• Cuil
• Kerowak
• Garis
• Lubang
• Berat produk berada di luar batas spek (16.2 ± 0.2)
• Warna yang kusam pada produk
• Terdapat cuil pada produk
• Terdapat kerowak pada produk
• Terdapat garis pada produk
• Terdapat lubang pada produk
Inspeksi saat finishing Setting mesin optimal
Finishing Penampilan produk
• Garis
• Cuil
• Terdapat garis pada produk
• Terdapat cuil pada produk
• Mengambil sample sebanyak 10 buah setiap setengah jam
• Menimbang setiap sample untuk mengetahui beratnya
• Checksheet
• Peta kendali attribut dan variabel