6 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Jalan
Disebutkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan bahwa seluruh bagian yang terdapat pada jalan yang mencangkup bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang menjadi bagian dari infrastruktur pada transportasi darat yang dipergunakan untuk kepentingan lalu lintas, yang terdapat pada permukaan atau dibawah tanah dan yang terdapat pada permukaan atau di bawah air kecuali jalan kabel, jalan kereta api dan juga jalan lori.
2.2 Karakteristik Jalan
Disebutkan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997), bahwa dapat dilihat yang akan berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan, jika di bebani lalu lintas merupakan karakteristik utama jalan. Dalam hal ini, perhitungan menggunakan prosedur manual baik secara langsung maupun tidak langsung pada karakteristik jalan. Meskipun telah banyak yang mengetahui dan menggunakannya dalam manual kapasitas jalan lainnya. Pengaruh yang timbul tidak sama dengan yang ada di Indonesia.
2.2.1 Karakteristik Jalan Perkotaan
Disebutkan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997), bahwa perkembangan jalan baik secara permanen dan menurus di sepanjang atau hampir keseluruhan dari jalan, pada satu sisi jalan misalnya, baik dalam upaya perkembangan lahan atau bukan dapat di definisikan sebagai jalan perkotaan. Dengan jumlah keseluruhan penduduk mencapai lebih dari 100.000 jiwa, serta jalan yang terletak di dekat pusat perkotaan termasuk kedalam kelompok dari jalan perkotaan. Fungsi jalan yang dikelompokkan pada jalan perkotaan diuraikan sebagai berikut:
a. Jalan arteri
Jalan dimana khusunya melayani kecepatan lalu lintas yang rata rata tinggi serta beberapa akses yang dibatasi dan biasa di tempuh oleh angkutan jarak jauh merupakan definisi dari jalan arteri.
b. Jalan Kolektor
Jalan dimana khususnya melayani kecepatan lalu lintas yang rata rata sedang serta beberapa akses yang masih dibatasi dan biasa di tempuh oleh angkutan jarak sedang yang merupakan definisi dari jalan kolektor.
c. Jalan Lokal
Jalan dimana khususnya melayani kecepatan lalu lintas yang rata rata rendah serta beberapa akses yang tidak dibatasi yang biasa di tempuh oleh angkutan jarak pendek merupakan definsi dari jalan lokal.
2.2.2 Kondisi Geometrik
Disebutkan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997), bahwa dalam meningkatkan kinerja ruas jalan harus dirancang sedemikian rupa pada geometrik ruas jalan perkotaan. Dalam perancangan geometrik ruas jalan perkotaan banyak yang sebaiknya diperhatikan diantaranya:
a. Lebar jalan lalu lintas: peningkatan lebar jalan lalu lintas akan dapat menambah kapasitas jalan dan juga kecepatan arus lalu lintas yang dilewati.
b. Kerb: diantara tepi jalan lalu lintas dan trotoar yang mana bagiannya ditinggikan dengan material yang kaku atau beton. Sebagai batas antara trotoar dan jalur lalu lintas, kerb memiliki pengaruh terhadap dampak hambatan samping terutama pada kecepatan dan juga kapasitas. Dengan penggunaan kerb maka kapasitas jalan akan menjadi lebih kecil atau sempit.
c. Tipe jalan: jalan terbagi dan tidak terbagi ataupun jalan searah adalah berbagai tipe jalan yang memperlihatkan berbagai kinerja pada pembebanan lalu-lintas tertentu.
d. Median: dimana daerah pada segmen jalan yang memecah arus lalu lintas.
Peningkatan kapasitas jalan dapat dilakukan dengan perencanaan median yang baik.
e. Alinyemen jalan: untuk mengurangi kecepatan arus bebas diperlukan lengkung horizontal dengan diameter yang kecil. Curamnya tanjakan dapat memperlambat kecepatan arus bebas. Pengaruh ini dapat diabaikan yang pada umumya kecepatan arus bebas di perkotaan relatif rendah.
2.2.3 Volume (Q)
Disebutkan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997), bahwa selama periode waktu tertentu dengan banyaknya kendaraan yang melewati titik pantau merupakan definisi dari volume. Perhitungan volume kendaraan menggunakan rumus persamaan:
Untuk jalan dalam kota pembagian tipe kendaraan berdasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) sebagai berikut:
a. Light Vehicle (LV) / Kendaraan ringan
Kendaraan penumpang seperti mobil pribadi, angkot, pick up dan truck kecil dimana kendaraan bermotor dengan roda empat dan dua gandar dengan jarak 2,0m – 3,0m.
b. Heavy Vehicle (HV) / Kendaraan berat
Kendaraan yang sesuai dengan sistem klasifikasi yang dikeluarkan oleh Bina Marga seperti bis, truck dua as, truck tiga as dan truk kombinasi
dimana kendaraan dengan jarak dua garda lebih dari 3,5m biasanya memiliki roda lebih dari empat.
c. Motor Cycle (MC) / Sepeda Motor
Kendaraan yang sesuai dengan sistem klasifikasi yang dikeluarkan oleh Bina Marga seperti kendaraan roda tiga atau pun sepeda motor.
d. Unmotorised (UM) / Kendaraan tak bermotor
Kendaraan yang sesuai dengan sistem klasifikasi yang dikeluarkan oleh Bina Marga seperti becak, sepeda, kereta dorong atau kereta kuda dimana kendaraan tersebut bertenaga manusia atau hewan diatas roda.
2.2.4 Hambatan Samping
Disebutkan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997), bahwa aktivitas pada sisi segmen jalan yang berdampak pada kinerja lalu lintas merupakan definisi hambatan samping. Penyebab dari hambatan samping diantaranya:
a. Disepanjang jalan yang terdapat pejalan kaki yang sedang berjalan atau sedang menyebarang.
b. Disepanjang jalan terjadi kendaraan yang sedang berhenti atau parkir.
c. Adanya sepeda, becak, delman dan sebagainya yang menjadikan arus kendaraan menjadi lambat.
< 0,1 45 10 45
0,1 - 0,5 45 20 45
0,5 - 1,0 53 99 38
1,0 - 3,0 60 8 32
> 3,0 69 7 24
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
2.1 Tabel Komposisi Kendaraan pada Ruas Jalan Nilai Normal untuk Komposisi Lalu-Lintas
Presentase Jenis Kendaraan Kend. Ringan (%)
Ukuran Kota
Kend. Berat (%) Sepeda Motor (%)
d. Pada lahan sisi jalan terdapat kendaraan yang sedang masuk atau keluar dari tempat parkir.
Tingkatan dalam hambatan samping di kelompokkan menjadi lima kelas dimulai dari terendah hingga sangat tinggi yang berguna sebagai frekuensi kejadian hambatan samping pada segmen jalan. Berikut tabel 2.2 yang memperlihatkan tingkatan dalam hambatan samping:
2.2.4.1 Parkir pada Badan Jalan
Parkir yang menggunakan sisi jalan biasa disebut sebagai parkir di badan jalan.
Penempatan fasilitas parkir di jalan tersebut dapat berupa:
a. Parkir pada sisi jalan tanpa mengatur parkir yang terdapat pada bahu jalan b. Lingkungan tempat parkir dengan pengaturan parkir
(Dirjen Perhubungan Darat, 1996)
Pemasangan rambu rambu atau marka jalan digunakan dalam setiap jalan yang tidak dapat digunakan untuk tempat parkir. Kawasan yang menjadi larangan bagi pengendara bermotor untuk tidak melakukan parkir sebagai berikut:
a. Pada penyeberangan pejalan kaki baik sebelum maupun sesudahnya sepanjang 6 meter.
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 - 10
Daerah Komersial, aktivitas sisi jalan tinggi Sedang
Kondisi Khusus
Pemukiman, jalan samping tersedia 100 - 299
< 100
Tabel 2.2 Kelas Hambatan Samping
Daerah Komersial, aktivitas pasar sisi jalan
> 900 VH
Sangat Tinggi
Tinggi H 500 - 899
Pemukiman, beberapa angkutan umum Sangat Rendah
Rendah
Daerah industri, beberapa toko sisi jalan VL
M 300 - 499
L
Jumlah berbobot kejadian per Kelas Hambatan Kode
Samping
b. Pada tikungan tajam baik sebelum maupun sesudahnya dengan radius kurang dari 500 sepanjang 25 meter
c. Pada perlintasan sebidang baik sebelum maupun sesudahnya sepanjang 100 meter.
d. Pada kran pemadam kebakaran baik sebelum maupun sesudahnya sepanjang 6 meter.
e. Pada jalur khusus pejalan kaki.
f. Pada jembatan baik sebelum maupun sesudahnya sepanjang 50 meter.
g. Pada jalan dengan lebar jalan yang kurang dari 6 meter.
h. Diatas trotoar yang digunakan untuk parkir tidak diperbolehkan.
2.2.5 Satuan Mobil Penumpang (smp)
Disebutkan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997), bahwa pengubahan arus beragam tipe kendaraan menjadi arus kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) yang menghasilkan satuan arus lalu lintas dengan memakai ekivalen mobil penumpang (EMP) merupakan definisi dari satuan mobil penumpang (SMP). Sebagai factor penunjukkan kendaraan ringan dalam arus lalu lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan yang sasisnya mirip, EMP = 1,0) sebagai pembanding berbagai tipe kendaraan. Setiap ragam kendaraan di ruas jalan perkotaan memiliki besaran EMP. Berikut tabel 2.3 yang memperlihatkan besaran EMP pada ruas jalan perkotaan:
2.2.6 Kecepatan (V)
Disebutkan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997), bahwa kendaraan ringan yang melintas sepanjang segmen jalan dengan kecepatan rata rata merupakan definisi dari kecepatan tempuh. Dengan Rumus:
2.2.7 Kecepatan Arus Bebas
Disebutkan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997), bahwa sebagai kecepatan pada tingkat arus nol definisi dari kecepatan arus bebas yaitu tanpa terpengaruh oleh kendaraan lain dimana kecepatan yang dapat digunakan oleh pengemudi dalam mengendarai. Berikut persamaan dari kecepatan arus bebas:
HV MC
Tabel 2.3 Ekivalen Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Tipe Jalan Arus Lalu-Lintas per
lajur (kend/jam) Dua Lajur Satu Arah
(2/1)
Empat Lajur terbagi (4/2D)
Tiga Lajur Satu Arah (3/1)
Eam Lajur terbagi (6/2D)
0,40
1,2 0,25
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 0
≥ 1050
Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)
1,3 0,40
1,2 0,20
1,3 0
≥ 1100
Berikut tabel 2.4 yang dipergunakan untuk menentukan kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan:
Dari hasil penelitian di lapangan mendapatkan lebar lajur efektif yang menjadi penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas (FVW). Berikut tabel 2.5 adalah nilai dari faktor penyesuaian kecepatan arus besar:
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 : 44
61 52
42 Dua lajur tak terbagi (2/2D) 44
53 46
40
43 40 Empat lajur terbagi (4/2D)
atau dua lajur satu arah (2/1) 57 50 47 55
Empat lajur tak terbagi 51
Semua Kendaraan (Rata-Rata) Tipe Jalan
Enam lajur terbagi (6/2D)
atau tiga lajur satu arah (3/1) 48 57
Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0) Kend.
Ringan (LV)
Tabel 2.4 Faktor Kecepatan Arus Bebas Dasar Kend.
Berat (HV)
Sepeda Motor (MC)
Perlajur
3,00 -4
3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 4
2.5 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Tipe Jalan Lebar jalur lalu lintas efektif WC
(m) FVw (Km/jam)
Empat lajur terbagi atau satu arah
Dari hasil penelitian di lapangan mendapatkan Lebar bahu efetif dan tingkat hambatan samping yang menjadi faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping. Berikut tabel 2.6 yang merupakan nilai dari faktor penyesuaian arus bebas untuk hambatan samping dengan lebar bahu:
< 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m
Sangat Rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02
Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99
Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
Sangat Rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat Tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Arus Bebas Untuk Hambatan Samping dengan Lebar Bahu (FFVSF)
Faktor Penyesuaian untuk Hambatan Samping dengan Lebar Bahu Tipe Jalan Kelas Hambatan
Samping Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)
Empat lajur Terbagi (4/2D)
Empat lajur tak terbagi (4/2UD)
Perlajur
3,00 -4
3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 4
Perlajur
3,00 -4
3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 4
Empat lajur tak terbagi
Dua lajur tak terbagi
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 - 45
Tipe Jalan Lebar jalur lalu lintas efektif WC
(m) FVw (Km/jam)
Berikut tabel 2.7 yang digunakan untuk mengetahui hambatan samping dengan jarak kerb ke penghalang yang menjadi besaran faktor penyesuaian arus bebas:
< 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m
Sangat Rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00
Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99
Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96
Sangat Tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
Sangat Rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
Sedang 0,91 0,93 0,96 0,98
Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,94
Sangat Tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90
Sangat Rendah 0,98 0,99 0,99 1,00
Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98
Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95
Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
Sangat Tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
2.7 Faktor Penyesuaian Arus Bebas Untuk Hambatan Samping dengan Jarak Kerb ke Penghalang (FFVSF)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 - 47 Dua lajur tak
terbagi atau jalan satu arah
(2/2UD) Tipe Jalan
Kelas Hambatan
Samping
Faktor Penyesuaian untuk Hambatan Samping dengan Jarak Kerb ke Penghalang
Jarak kerb ke penghalang Wk (m)
Empat lajur Terbagi (4/2D)
Empat lajur tak terbagi (4/2UD)
< 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m
Sangat Rendah 1,00 1,01 1,01 1,01
Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
Sedang 0,90 0,93 0,96 0,99
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
Sangat Tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
Tipe Jalan Kelas Hambatan Samping
Faktor Penyesuaian untuk Hambatan Samping dengan Lebar Bahu Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)
Dua lajur tak terbagi atau jalan satu arah
(2/2UD)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 - 46
Besaran kota yang di tentukan dari jumlah penduduk kota yang menjadi faktor dari penyesuaian kecepatan arus bebas yang di dapat dari instansi terkait yakni Badan Pusat Statistik (BPS). Berikut tabel 2.8 yang menjadi nilai faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota:
2.2.8 Kapasitas Jalan
Disebutkan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997), bahwa dimana titik jalan yang mampu mempertahankan kondisi pada saat arus maksimum terjadi yang merupakan definisi dari kapasitas jalan. Berikut rumus persamaaan kapasitas jalan:
Berikut tabel 2.9 yang menujukkan Kapasitas dasar pada segmen jalan di saat dalam kondisi geometrik, dimana tipe jalan sebagai dasar dari ketentuannya:
< 0,1 0,90
0,3 - 0,5 0,93
0,5 - 1,0 0,95
1,0 - 3,0 1,00
> 3,0 1,03
Ukuran kota (Juta Penduduk) Faktor Penyesuaian untuk Ukuran Kota (FFVcs)
Tabel 2.8 faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota (FFCcs)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 - 48
Berikut tabel 2.10 yang menjadi faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas (FCW) yang merupakan pengaruh terhadap lebar jalur lalu lintas menjadi faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar:
Tipe Jalan Kapasitas Dasar
(smp/jam) Keterangan Tabel 2.9 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 - 50
Perlajur Perlajur Total dua Arah Empat lajur terbagi atau jalan satu arah
Empat lajur tak terbagi Dua lajur tak terbagi
1650 1500 2900
Perlajur
3,00 0,92
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Perlajur
3,00 0,92
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Total dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Lebar Jalur Lalu Lintas Tipe Jalan Lebar jalur lalu lintas efektif
We (m) FCw
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 - 51 Dua lajur tak terbagi
Empat lajur tak terbagi Empat lajur terbagu atau jalan
satu arah
Pengukuran kondisi di lapangan menjadi dasar pada jalan tak terbagi merupakan faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah untuk jalan terbagi dan jalan searah tidak dapat terpisah dan memiliki nilai 1,0. Berikut tabel 2.11 yang merupakan nilai dari faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah:
Dari hasil penelitian di lapangan mendapatkan lebar bahu efetif yang menjadi faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping. Berikut tabel 2.12 yang merupakan nilai dari faktor penyesuaian tersebut:
50 - 50 55 - 45 60 - 40 65 - 35 70 - 30
Dua lajur (2/2) 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
Empat lajur (4/2) 1,00 0,98 0,97 0,95 0,94
Pemisah arah SP % FCsp
Tabel 2.11 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 - 52
< 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m
Sangat Rendah 0,96 0,98 1,01 1,03
Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02
Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00
Tinggi 0,88 0,92 0,95 0,98
Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
Sangat Rendah 0,96 0,99 1,01 1,03
Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02
Sedang 0,93 0,95 0,98 1,00
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat Tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Sangat Rendah 0,94 0,96 0,99 1,01
Rendah 0,92 0,94 0,97 1,00
Sedang 0,89 0,92 0,95 0,98
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
Sangat Tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
Tipe Jalan Kelas Hambatan Samping
Faktor Penyesuaian untuk Hambatan Samping dengan Lebar Bahu Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m) Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Hambatan Samping dengan
Lebar Bahu
Empat lajur tak terbagi (4/2UD)
Dua lajur tak terbagi atau jalan satu arah (2/2UD)
Empat lajur Terbagi (4/2UD)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 - 53
< 0,1 0,86
0,3 - 0,5 0,90
0,5 - 1,0 0,94
1,0 - 3,0 1,00
> 3,0 1,04
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 - 55
Ukuran kota (Juta Penduduk) Faktor Penyesuaian untuk Ukuran Kota (FCcs) Tabel 2.14 faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran Kota
Berikut tabel 2.13 yang merupakan nilai dari faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dengan kerb:
Berikut tabel 2.14 yang merupakan faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota:
< 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m
VL 0,95 0,97 0,97 1,00
L 0,94 0,96 0,98 1,00
M 0,91 0,93 0,95 0,98
H 0,86 0,89 0,93 0,95
VH 0,81 0,85 0,88 0,92
VL 0,95 0,97 0,99 1,01
L 0,93 0,95 0,97 1,00
M 0,90 0,92 0,95 0,97
H 0,84 0,87 0,90 0,93
VH 0,77 0,81 0,85 0,90
VL 0,93 0,95 0,97 0,99
L 0,90 0,92 0,85 0,97
M 0,86 0,88 0,92 0,94
H 0,78 0,81 0,84 0,88
VH 0,68 0,72 0,77 0,82
Tipe Jalan
Kelas Hambatan
Samping
Faktor Penyesuaian untuk Hambatan Samping dengan Kerb FCSF
Jarak Kerb Wk (m)
Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Hambatan Samping dengan Kerb
Empat lajur Terbagi (4/2UD)
Empat lajur tak terbagi (4/2UD)
Dua lajur tak terbagi atau jalan satu arah
(2/2UD)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 : 5 - 54
2.2.9 Derajat Kejenuhan (DS)
Disebutkan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, bahwa kapasitas yang menjadi rasio dari arus lalu lintas merupakan definisi dari derajat kejenuhan.
Penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan berdasarkan dari derajat kejenuhan. Terdapat masalah atau tidaknya suatu segmen jalan tergantung dari hasil derajat kejenuhan. Adapun rumus dalam menentukan nilai derajat kejenuhan sebagai berikut:
Fungsi Derajat Kejenuhan sebagai analisa dari tingkat kinerja yang bersangkutan dengan kecepatan. Untuk Derajat Kejenuhan dapat dikatakan baik apabila nilainya kurang dari 0,75 dan apabila nilai dari Derajat Kejenuhan melebihi dari 0,75 maka berada pada kondisi jenuh atau dalam keadaan macet pada arus lalu lintasnya.
2.2.10 Tingkat Pelayanan Jalan
Besarnya kinerja ruas jalan yang dihitung dengan dasar tingkat kecepatan, kepadatan, pengguna jalan dan hambatan yang terjadi. Perhitungan dengan dasar tingkat kecepatan, pengguna jalan, kepadatan, serta hambatan yang menjadi ukuran terhadap kinerja ruas jalan atau simpang jalan disebut juga sebagai tingkat pelayanan.
Berikut rumus persamaannya:
Berikut tabel 2.15 yang merupakan karakteristik tingkat pelayanan:
Tingkat Karakteristik Batas Lingkup
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
0,90 < V/C < 1,0
F
Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitasm sering terjadi kemacetan pada
waktu tertentu
> 1,0
< 0,60
E Arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume mendekati kapasitas
2.15 Karakteristik Tingkat Pelayanan (Level of Service )
C Arus stabil, kecepatan dapat di kontrol oleh lalu
lintas 0,70 < V/C < 0,80
D Arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah dan
berbeda-beda 0,80 < V/C < 0,90 0,60 <V/C < 0,70 B
Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas, pengemudi masih dapat bebas dalam
memilih kecepatannya
Arus bebas, volume rendah dan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang di
kehendaki A
Gambar .1 Grafik Kecepatan Sebagai Fungsi dari DS untuk Jalan 2/2 UD Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997) 2.2.11 Kecepatan Rata – Rata
Penggunaan grafik kecepatan terhadap fungsi derajat kejenuhan dapat menentukan kecepatan rata rata. Untuk menghitung nilai kecepatan rata rata diperlukan nilai dari kecepatan arus bebas dan nilai dari derajat kejenuhan. Hasil dari nilai kecepatan yang didapatkan dipergunakan untuk mendapatkan nilai kecepatan rata-rata dan waktu tempuh guna melihat perilaku lalu lintas. Persamaan dibawah digunakan untuk mendapatkan nilai dari kecepatan rata – rata:
Hasil pengamatan di lapangan juga di fungsikan untuk mendapatkan panjang segmen (L) dengan cara meninjau panjang ruas jalan Adi Sucipto – Jalan Basuki Rahmad. Untuk mendapatkan nilai dari waktu tempuh rata rata digunakan TT = L/V
Gambar 2.2 Grafik Kecepatan Sebagai Fungsi dari DS untuk Jalan Banyak Lajur dan Satu Arah Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997)
2.3 Pengendalian Parkir
Untuk dapat mengatur lalu lintas pada saat terjadi kemacetan, polusi yang timbul, serta kebisingan diharuskannya pengontrolan area parkir di sisi jalan yang bertujuan untuk menaikkan taraf lingkungan, kualitas serta mobilitas dari pejalan kaki dan pengendara lainnya.
Menurut Warpani (1990) dalam penerapan pengendalian parkir juga dapat menjadi pendistribusian ruang parkir yang adil bagi semua pengguna jalan atau pengendara kendaraan dan dapat memberikan dampak terhadap kebijakan transportasi dan pemilihan moda transportasi.
2.4 Laju Pertumbuhan
Untuk dapat menghitung jumlah penduduk di tahun mendatang dipergunakan rumus persamaan sebagai berikut:
Dengan rumus persamaan diatas juga dapat digunakan untuk menghitung jumlah kendaraan di tahun mendatang dan juga angka pertumbuhan lalu lintas di tahun masa depan dengan cara yang serupa.
2.5 Aspek Legalitas
Tertuang dalam Undang-undang yang berkaitan pada kinerja ruas jalan dapat dilihat dibawah:
1. Ketetapan yang dikeluarkan oleh Dirjen Perhubungan Darat Nomor:
272/Hk.105/DJRD/96 tentang petunjuk teknis dalam pelaksanaan parkir.
2. Dalam penyelenggaraan di kawasan tertentu seperti jalan desa, jalan kabupaten dan juga jalan kota, fasilitas parkir wajib ditunjukkan dengan rambu lalu lintas beserta dengan marka jalannya yang merupakan definisi dari parkir yang di tuangkan dalam pasal 43 Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009.
3. Dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2006 tentang Jalan pasal 47 ayat ke 1 yang menyebutkan bahwa untuk penempatan bangunan fasilitas diperlukan tempat tertentu di ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan. Disebutkan juga pada pasal 47 ayat ke 2 yang berbunyi bangunan fasilitas sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dimana di dalam tempat ruang manfaat pada jaringan jalan di dalam kota memiliki ketentuan sebagai berikut:
a) Supaya tidak mengakibatkan hambatan samping bagi pemakai jalan, yang berada di atas tanah di tempatkan diluar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan atau trotoar.
b) Supaya tidak mengganggu keamanan konstruksi, yang berada di bawah tanah di tempatkan di luar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan.
4. Dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.KM.14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan pada pasal 7 mengenai mutu pelayanan di ruas jalan.