23 BAB II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Gerak Melingkar Beraturan dan Hakikat IPA (Sains)
Gerak melingkar merupakan gerak dengan lintasan berupa lingkaran dengan laju yang tetap. Gerak melingkar beraturan merupakan sebagian dari salah satu bagian pokok bahasan dalam fisika, dan fisika merupakan bagian dari IPA (sains). Sains dapat dipandang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi dinamik dan dimensi statik (Mannoia, 1980). Dimensi dinamik dari sains menggambarkan sains sebagai aktivitas riset dan pengkajian dengan menggunakan metode ilmiah yang mengandalkan keterampilan-keterampilan proses sains. Dimensi statik dari sains menggambarkan sains sebagai produk sistem ide-ide (konten sains) merupakan produk dari aktivitas riset dan pengkajian dalam sains (Farmer dan Farrell, 1980). Sains dapat dipandang sebagai proses dan produk, produk-produk sains adalah hasil dari proses sains. Kedua dimensi sains ini perlu dipandang setara pentingnya dalam pendidikan sains. Pendidikan sains tidak boleh hanya terfokus pada aspek produk sains, melainkan juga aspek proses sains sehingga menghasilkan sikap sains. Selain dua hal tersebut sains juga sebagai sikap (Carin, A. 1993; Trianto, 2007).
Tabel 2.1. Proses dan Produk Sains (Farmer dan Farrell, 1980) Proses Sains
(ways of finding out)
Produk sains (system of ideas)
Observasi Fakta
Pengumpulan dan pencatatan (data) Data
Klasifikasi Konsep
Eksperimen Hukum, prinsip, aturan
Dalam pembelajaran gerak melingkar beraturan dapat dilihat tiga hal penting;
bagaimana prosesnya, apa produk yang dihasilkan, dan sikap apa saja yang harus dimiliki oleh peserta didik.
commit to user commit to user
a. Produk Sains pada Gerak Melingkar Beraturan
Produk sains dapat dikelompokkan menjadi tiga hal. Pertama, fakta adalah peristiwa yang terjadi dan dicatat dengan tanpa perbedaan pendapat (Farmer &
Farrell, 1980). Fakta diamati sama oleh semua observer, misalnya mobil mainan yang diikat dengan benang sepanjang L kemudian ujung benang yang lain diikatkan pada titik tertentu kemudian mobil digerakkan, maka mobil tersebut teramati bergerak dengan lintasan berbentuk lingkaran dengan jari-jari sebesar L.
Fakta dapat dibuktikan benar salahnya denagn diobservasi secara empiris (Lubis, 2014). Fakta mengenai fenomena alam menjadi sumber bagi pengembangan sains.
Peran fakta dalam pengembangan ilmu adalah menjadi landasan bagi verifikasi (membuktikan kebenaran) teori, dan falsifikasi (membuktikan kesalahan) teori, memodifikasi teori agar dapat menjelaskan lebih luas fenomena, bahkan melahirkan teori baru.
Kedua, data adalah informasi yang dipertimbangkan relevan untuk penyelidikan dan dikumpulkan dalam kondisi-kondisi yang khusus (Farmer &
Farrell, 1980). Data merupakan fakta yang terpilih yang diperoleh dengan cara khusus untuk tujuan tertentu sesuai yang dipertimbangkan dengan tepat oleh peneliti. Data pada eksperimen gerak melingkar beraturan misalnya; periode dalam detik, panjang tali dalam cm, jari-jari lingkaran dalam cm, massa mobil mainan dalam gram, dan besar gaya sentripetal dalam N.
Ketiga, konsep adalah abstraksi sebagai generalisasi tentang sekumpulan ide, objek, atau peristiwa, berdasarkan karakteristik esensial dari proses, objek, atau peristiwa tersebut (Farmer & Farrell, 1980). Gerak melingkar merupakan gerak yang lintasanya berbentuk lingkaran dengan laju yang tetap. Frasa “gerak melingkar” dalam konteks ini adalah suatu “label” dari suatu konsep. Label konsep dinyatakan dalam bentuk lambang, seperti halnya kecepatan dilambangkan dengan v, periode dengan T, frekuensi dengan f, kecepatan sudut dengan ω, percepatan sentripetal dengan as dan gaya sentripetal dengan Fs. Farmer dan Farrel (1980) mengklasifikasikan konsep-konsep ke dalam dua kategori, yakni “konsep berlandaskan pengamatan” (concepts by inspection) dan “konsep berdasarkan definisi” (concept by definition), yang sering disebut juga konsep commit to user commit to user
teoritis (theoretical concepts). Konsep berlandaskan pengamatan merupakan abstraksi dari hasil pengamatan terhadap sejumlah proses, objek, atau peristiwa.
Konsep berdasarkan definisi tidak diabstraksi dari hasil pengamatan, melainkan didefinisikan berdasarkan kesepakatan pakar, misalnya kecepatan sudut, kecepatan linier, frekuensi, dan periode.
Keempat; prinsip dan hukum adalah pernyataan yang memprediksi hubungan antar konsep-konsep (Farmer dan Farrell, 1980). Misalnya; 1) Gaya sentripetal (F): “Sesuai dengan hukum Newton II, besar gaya sentripetal berbanding lurus dengan massa benda yang sedang bergerak melingkar”, sebagai F = m v2/R. 2) Semakin besar jari-jari lingkaran maka semakin kecil gaya sentripetal. 3) Pada rangkaian roda sepusat, maka kecepatan sudutnya sama, sedang pada rangkaian roda yang dihubungkan rantai maka laju liniernya sama.
b. Proses Sains pada Gerak Melingkar Beraturan
Proses sains pada gerak melingkar beraturan dapat disebutkan enam proses. Pertama, observasi yaitu menggunaan indera manusia dan peralatan yang memperkuatnya (mistar, stopwatch, neraca pegas, neraca digital) untuk memperoleh informasi tentang aspek alam fisik yang sedang diteliti.
Perkembangan dalam alat-alat observasi dan pengukuran turut menentukan peningkatan akurasi dan presisi data. Kehadiran instrumen-instrumen yang lebih baik dapat menghasilkan data yang lebih akurat, misalnya penggunaan neraca digital lebih baik hasilnya dari pada menggunakan neraca pegas dalam pengukuran gaya sentripetal.
Kedua, pengumpulan data yaitu aneka proses dan teknik secara sistematik mengumpulkan dan mencatat data. Walaupun observasi sebagai proses dasar untuk memperoleh fakta/peristiwa tentang alam, pengumpulan data (data gathering) berbeda dengan observasi. Pertimbangan perlu dilakukan sebelum proses pengumpulan data dimulai untuk menentukan fakta mana yang relevan, bagaimana dan bilamana observasi akan dilakukan. Data deskriptif dikumpulan secara sistematik dalam bentuk kata-kata tertulis atau simbol-simbol yang dicatat secata sistematik, misalnya arah kecepatan linier v sesuai garis singgung dan arah commit to user commit to user
gaya sentripetal Fs selalu menuju puasat lingkaran. Data kuantitatif dikumpulkan secara sistematik dari pengukuran-pengukuran dengan alat ukur dan proses pengukuran secara konsisten. Misalnya; peiode diukur dengan stopwatch, jari-jari lingkaran diukur dengan mistar diadapatkan nilai dalam cm, dan gaya sentripetal diukur dengan neraca pegas didapatkan nilai dalam N.
Ketiga yaitu analisis dan interpretasi data. Data adalah penting, namun data tidak berarti sebelum dianalisis sehingga pola data dipahami. Analisis dan interpretasi data melibatkan “reduksi data”, dapat digunakan aplikasi matematika/statistika untuk mengungkap pola-pola dari data mentah (raw data) berdasarkan data yang tersedia. Kehadiran program-program aplikasi komputer analisis data membantu dalam manajemen dan analisis data untuk menemukan relasi-relasi antar variabel penelitian. Analisis data dapat dari suatu tabel atau dapat juga dari suatu grafik.
Keempat, mengklasifikasi adalah proses klasifikasi objek-objek, peristiwa- peristiwa, dan ide-ide dengan menggunakan ciri-ciri khusus yang dipilih membantu untuk menarik generalisasi-generalisasi, yang melahirkan kategorisasi- kategorisasi dan konsep-konsep. Misalnya, pada gerak melingkar beraturan ada dua klasifikasi mengenai besaran yaitu besaran vektor dan besaran skalar. Besaran vektor misalnya kecepatan linier, percepatan sentripetal dan gaya sentripetal.
Besaran skalar misalnya panjang jari-jari lingkaran, laju, periode, dan massa.
Kelima, eksperimen merupakan program dengan desain terencana untuk menguji hipotesis yang diturunkan dari teori. Hipotesis adalah pernyataan prediktif dalam bentuk “jika-maka”, yang diturunkan sebagai konsekuensi teori.
Misalnya, gaya sentripetal yang terjadi pada gerak melingkar beraturan yaitu jika massa ditambah maka gaya sentripetal akan bertambah. Proses eksperimen juga untuk menemukan efek suatu variabel bebas terhadap variabel bergantung, dengan mengendalikan (mengontrol) faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi variabel bergantung (Carey, 2015). Eksperimen menyediakan bukti-bukti empiris yang mengkonfirmasi atau menyanggah hipotesis (Carey, 2015). Kontrol terhadap faktor-faktor yang diduga turut berpengaruh merupakan kunci suatu eksperimen.
Semakin baik pengendalian (kontrol) serta akurasi pengukuran terhadap variabel-commit to user commit to user
variabel eksperimen, semakin cermat temuan-temuan eksperimen itu. Misalnya, gaya sentripetal dipengaruhi oleh massa, kecepatan dan jari-jari lingkaran, jika salah satu variabel dirubah maka dua variabel yang lain harus terkontrol supaya konstan sehingga didapatkan hasil yang baik.
c. Sikap Sains
Hakikat sains telah diuraikan sebagai proses dan sebagai produk sains, selain hal tersebut sains juga sebagai sikap (Carin, A. 1993; Trianto, 2007). Sikap peserta didik yang harus dimiliki sebagai sikap sains yaitu mempunyai rasa ingin tahu, mampu bekerjasama/kolaborasi, sopan, aktif, tanggung jawab, tekun, demokratis, jujur, disiplin dan sabar.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam pembelajaran gerak melingkar tidak hanya menekankan pada produk sains pada gerak melingkar beraturan saja.
Pembelajaran gerak melingkar sangat perlu menekankan pada proses sains sehingga peserta didik dapat mempunyai sikap ilmiah yang baik. Peserta didik yang telah belajar melalui proses sains dengan benar maka peserta didik mampu menguasai produk sains yang akhirnya mempunyai sikap sains yang baik.
2. Dimensi Pengetahuan pada Gerak Melingkar a. Gerak Melingkar
Gerak melingkar merupakan gerak yang memiliki lintasan berbentuk lingkaran dengan kecepatan sudut dan kecepatan linier konstan. Waktu satu putaran disebut periode T, sedang jumlah putaran setiap detik disebut frekuensi f.
Hubungan antara periode T dan frekuensi f dinyatakan sebagai;
T ...………. ………. (1) Periode T dalam sekon dan frekuensi f dalam hertz (Hz).
Benda bergerak melingkar dengan jari-jari R memiliki dua kecepatan;
Pertama, kecepatan linier v yaitu panjang lintasan yang ditempuh setiap waktu.
Kedua, kecepatan sudut ω merupakan sudut yang ditempuh setiap waktu. commit to user commit to user
v
FS
Gambar 2.1 Gerak Melingkar
………....…...………(2) Kecepatan v dalam meter/sekon, ω dalam radial/sekon dan R dalam meter
Benda bermassa m, kecepatan linier v, dengan jari-jari R bergerak melingkar beraturan dengan gaya sentripetal Fs, besarnya;
Fs= m
...(5) Massa m dalam kilogram, kecepatan linier v dalam meter/sekon , dan jari-jari R dalam meter, dan gaya sentripetal Fs dalam Newton.
Besar percepatan sentripetal as pada gerak melingkar yaitu;
a
s=
... (6) Kecepatan linier v dalam meter/sekon, dan jari-jari R lingkaran dalam meter, dan percepatan sentripetal as dalam meter/ sekon2.Beberapa roda dapat dirangkai atau dihubungkan seperti Gambar 2.2
Gambar 2.2. Rangkaian Roda-roda
Dua roda yang sepusat (satu poros) R1 dan R2, kecepatan sudut (ω) sama, kecepatan linier (v) berbeda.
Fs
R3
R1
R2
commit to user commit to user
ω1= ω2 atau
=
...(7)Dua roda yang dihubungkan tali roda R2 dan R3, kelajuan linear keduanya sama, kecepatan sudutnya berbeda.
v2 = v3 atau ω2 R2= ω3 R3 ...( 8)
R1 dan R2 dalam meter, kecepatan sudut (ω) dalam radial/sekon, kecepatan linier (v) dalam meter/sekon.
b. Dimensi Pengetahuan pada Gerak Melingkar Beraturan
Taksonomi pengetahuan yang mencakup seluruh kompleksitas dasar pengetahuan sekaligus yang sederhana praktis dan mudah digunakan dibedakan menjadi empat. Empat kategori pengetahuan yang ringkas yaitu: (1) pengetahuan faktual, (2) pengetahuan konseptual, (3) pengetahuan prosedural dan (4) pengetahuan metakognisi (Anderson, 2001:61). Dimensi pengetahuan pada pokok bahasan gerak melingkar dapat diuraikan menjadi empat kategori.
Pengetahuan faktual yaitu pengetahuan meliputi elemen-elemen dasar yang digunakan oleh para ahli dalam menjelaskan, memahami, sesuatu secara sistematis. Elemen elemen dasar harus diketahui oleh peserta didik untuk mempelajari atau menyelesaikan masalah pada suatu disiplin ilmu. Elemen- elemen lazimnya berupa simbol yang diasosiasikan dengan makna kongkrit yang mengandung informasi penting, yang berupa abstraksi relatif rendah. Pada bahasan gerak melingkar yaitu simbol: jarak, perpindahan, periode, frekuensi, jari-jari, massa, kecepatan sudut, kecepatan linier, percepatan sentripetal, dan gaya sentripetal.
Pengetahuan konseptual mencakup pengetahuan tentang kategori, klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori atau klasifikasi yang tertata lebih kompleks, meliputi skema, model mental, atau teori secara eksplisit commit to user commit to user
atau implisit. Skema, model dan teori mempresentasikan pengetahuan manusia tentang materi ditata dan distrukturkan, saling berkalitan secara sistematis, dan berfungsi bersama. Pengetahuan konseptual pada gerak melingkar ada beberapa, yakni: (1) jarak, perpindahan, periode, frekuensi, jari-jari, massa, kecepatan sudut, kecepatan linier, percepatan sentripetal, dan gaya sentripetal, (2) perbedaan antara kecepatan sudut dan kecepatan linier, (3) arah kecepatan linier, arah kecepatan sudut, arah gaya sentripetal dan percepatan sentripetal, (4) hubungan kecepatan linier dengan jari-jari lingkaran, periode dan frekuensi, (5) hubungan antara gaya sentripetal dengan massa, kecepatan dan jari-jari lingkaran (6) pada rangkaian roda sepusat yang sama kecepatan sudut sedang rangkaian roda yang dihubungkan tali atau bersinggungan yang sama adalah kecepatan liniernya.
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu misalnya mengerjakan latihan dan menyelesaikan masalah. Pengetahuan prosedural merupakan langkah-langkah yang harus diikuti, termasuk pengetahuan tentang kriteria yang digunakan untuk menentukan kapan harus menggunakan berbagai prosedur, dan menggunakan pengetahuan. Pada pokok bahasan gerak melingkar ada beberapa pengetahuan prosedural yakni: (1) prosedur melakukan eksperimen gerak melingkar dengan mobil mainan, mengukur jari-jari lingkaran, mengukur waktu periode, mengukur massa (2) prosedur melakukan eksperimen untuk mengetahui hubungan antara kecepatan dan jari-jari lingkaran (3) prosedur eksperimen untuk menunjukkan bahwa gerak melingkar beraturan lajunya tetap (4) prosedur eksperimen untuk mengetahui hubungan antara gaya sentripetal dengan massa, kecepatan, dan jari-jari lingkaran (5) prosedur eksperimen untuk mengetahui bahwa kecepatan sudut roda sepusat adalah sama dan kecepatan liniernya berbeda (6) prosedur eksperimen untuk mengetahui bahwa kecepatan sudut roda yang dihubungkan tali adalah berbeda dan kecepatan liniernya sama.
Pengetahuan prosedural yang lain yaitu pengetahuan penurunan persamaan kecepatan sudut, kecepatan linier, percepatan sentripetal dan gaya sentripetal (Giancoli, D.C. 2005; Serway, R.A dan Jewett, J.W. 2010).
Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi. Menurut Flafell (dalam Anderson 2001:83), metakognisi mencakup tentang pengetahuan commit to user commit to user
strategis, tugas, dan variabel-variabel person. Pengetahuan metakognitif pertama yakni pengetahuan strategis adalah pengetahuan perihal startegi-strategi belajar dan berpikir serta pemecahan masalah. Strategi belajar gerak melingkar dengan mudah, dan strategi mengadakan eksperimen dengan baik. Pengetahuan metakognitif kedua adalah pengetahuan tentang tugas kognitif, misalnya pengetahuan untuk mengerjakan tugas dalam mengingat kembali, merangkum, menghafal, mengaplikasi, menganalisis suatu rangkaian roda-roda, dan berkreasi sehubungan dengan penerapan gerak melingkar. Pengetahuan metakognitif yang ketiga yaitu pengetahuan diri yaitu pengetahuan tentang diri sendiri mengenai kekuatan dan kelemahan, misalnya materi mana dari gerak melingkar yang sulit dan yang mudah, mana yang meningkatkan minat dan tidak menjadi kurang meningkatkan minat, yang mudah dilaksanakan dan sulit dilaksanakan, yang bermanfaat langsung dan manakah yang bermanfaat hanya sedikit saja.
c. Dimensi Proses dan Keterampilan Proses Gerak Melingkar Beraturan Metode ilmiah, berpikir ilmiah dan pemikiran kritis adalah istilah yang digunakan digunakan untuk menggambarkan keterampilan sains dengan istilah
"keterampilan proses sains”. Keterampilan proses sains didefinisikan sebagai satu set kemampuan luas yang dipindahtangankan, sesuai dengan disiplin ilmu sains dan mencerminkan perilaku ilmuwan, keterampilan proses sains ini dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu dasar dan terintegrasi (Padilla, 1990).
Keterampilan proses dasar (sederhana) memberikan landasan untuk belajar keterampilan proses terpadu (lebih kompleks). Keterampilan proses dapat meningkatkan proses pengetahuan sains dan kreativitas: meningkatkan kinerja pada tes persepsi, logika, perkembangan bahasa, konten sains, kemampuan memecahkan masalah. Berikut ini diuraikan mengenai keterampilan proses sains dasar dan terintregrasi dalam pembelajaran gerak melingkar yang di adopsi dari Padilla.
Keterampilan proses sains dasar meliputi beberapa hal; Mengamati, menggunakan indra untuk mengumpulkan informasi tentang suatu objek atau peristiwa, misalnya melihat gerak mobil mainan yang diikat lalu menggambarkan commit to user commit to user
lintasan mobil mainan yang bergerak melingkar, mengamati perubahan gaya pada neraca pegas jika diadakan perubahan massa, jari-jari dan kecepatan, serta mengamati hubungan roda berhubungan yang bergerak. Menyimpulkan, membuat
"tebakan" tentang suatu objek atau peristiwa berdasarkan data atau informasi yang dikumpulkan sebelumnya, misalnya gaya sentripetal dipengaruhi oleh kecepatan.
Pengukuran, menggunakan kedua tindakan atau perkiraan standar dan tidak standar untuk menggambarkan dimensi dari suatu objek atau peristiwa, misalnya menggunakan meter tongkat untuk mengukur jari-jari lingkaran dalam satuan sentimeter, menggunakan stopwach untuk mengukur waktu, mengukur gaya dengan neraca pegas. Berkomunikasi, menggunakan kata-kata atau simbol grafis untuk menggambarkan suatu tindakan, objek atau kejadian, misalnya menggambarkan perubahan sudut yang ditempuh dari waktu ke waktu secara tertulis atau melalui grafik. Klasifikasi, pengelompokan benda atau peristiwa dalam kategori berdasarkan sifat atau kriteria, misalnya membedakan besaran vektor dan skalar. Besaran skalar pada gerak melingkar, periode, frekuensi, jarak, besar sudut, dan laju. Memprediksi, menyatakan hasil dari peristiwa masa depan berdasarkan pola bukti, misalnya memprediksi pengaruh massa, kecepatan dan jari-jari yang mempengaruhi gaya sentripetal.
Keterampilan proses sains terpadu, meliputi beberapa hal. Mengontrol variabel, mampu mengidentifikasi variabel yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen, menjaga yang paling konstan sementara memanipulasi hanya variabel independen, sebagi contoh ketika eksperimen menentukan yang mempengruhi gaya sentripetal yaitu massa, kecepatan dan jari-jari, maka pada waktu menggunakan variabel independen kecepatan, perlu menjaga kekonstanan variabel yang lain. Mendefinisikan secara operasional, menyatakan bagaimana mengukur variabel dalam percobaan, misalnya mengukur gaya sentripetal dengan neraca pegas, mengukur waktu dengan stopwatch. Merumuskan hipotesis, menyatakan hasil yang diharapkan dari sebuah eksperimen, misalnya pada gerak mobil mainan akan didapatkan grafik hubungan antar waktu dan jarak tempuh adalah linier. Menafsirkan data, mengatur data dan menarik kesimpulan dari itu, contoh merekam data dari percobaan pada gerak hubungan roda-roda sepusat dan commit to user commit to user
dihubungkan rantai kemudian mengambil kesimpulan. Bereksperimen, mampu melakukan percobaan, termasuk mengajukan pertanyaan yang tepat, menyatakan hipotesis, mengidentifikasi dan mengontrol variabel operasional, mendefinisikan variabel, merancang percobaan, melakukan percobaan, dan menafsirkan hasil percobaan, seluruh proses melakukan percobaan pada pengaruh massa, kecepatan dan jari-jari terhadap gaya sentripetal. Merumuskan model, menciptakan model mental atau fisik suatu proses atau peristiwa, misalnya bagaimana dengan motor listrik yang diproduksi oleh pabrik kemudian digunakan untuk suatu mesin produksi dengan mempercepat maupun memperlambat. Peserta didik meneliti benda, mengamati fenomena, eksperimen, mengumpulkan data, dan mendiskusikan untuk memecahkan masalah dapat meningkatkan motivasi peserta didik dan keterampilan proses sains (Malik, dkk., 2016).
d. Dimensi Sikap pada Gerak Melingkar Beraturan
Sikap merupakan kecenderungan perilaku peserta didik sebagai hasil pendidikan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dimensi sikap terdiri dari sikap spiritual dan sikap soasial (Kemendikbud, 2017). Sikap bermula dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang dan diwujudkan dalam perilaku. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Penilitian ini hanya menekankan pada sikap sosial yang terdiri dari sepuluh aspek pada gerak melingkar beraturan.
Pertama, rasa ingin tahu merupakan keingintahuan suatu konsep sehingga ada kesungguhan dalam belajar untuk mendapatkan konsep dan mencapai tujuan pembelajaran, selalu bertanya-tanya kemudian mencari jawabannya. Kedua, mampu bekerjasama/ kolaborasi yaitu kerja sama dengan peserta didik yang lain selama bereksperimen, diskusi, ingin membantu teman yang kesulitan dalam pembelajaran, berperhatian kepada peserta didik lain. Ketiga, sopan/ santun yaitu menghormati peserta didik lain, menghormati pembicaraan peserta didik lain, dapat mengendalikan emosi, dan tidak dengan marah-marah dalam menghadapi masalah, menunjukkan wajah ramah, bersahabat, dan tidak cemberut, commit to user commit to user
mengucapkan terima kasih apabila menerima bantuan. Keempat, aktif yaitu melakukan kegiatan-kegiatan dengan baik selama proses pembelajaran untuk mengkonstruksi konsep yang diinginkan, bukan mentransfer konsep dari pendidik.
aktif berdiskusi, tampil presentasi di depan kelas, dan berani mengemukakan pendapat. Kelima, tanggung jawab yaitu menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik, melaksanakan peraturan sekolah dengan baik, membuat laporan setelah selesai melakukan percobaan tepat waktu. Keenam, tekun yaitu tidak mudah putus asa dalam belajar dan mengahadapi kesulitan-kesulitan selama belajar, mengikuti semua diskusi dan presentasi dengan baik. Ketujuh, demokratis yaitu menghargai hak orang lain dan dapat menenuaikan kewajikan pribadi, menghormati pendapat peserta didik lain, tidak memaksakan pendapatnya, dan terbuka dalam memberi maupun menerima masukan peserta didik lain.
Kedelapan, jujur yaitu tidak mau berbohong, benar dalam mencatat data percobaan, mengakui kesalahan atau kekeliruan, membuat laporan kegiatan kelas secara terbuka, dan tidak mencontek saat ulangan. Kesembilan, disiplin yaitu mengikuti peraturan, hadir tepat waktu, memakai pakaian seragam lengkap dan rapi, dan mengumpulkan tugas/ perkerjaan rumah tepat waktu. Kesepuluh, sabar tidak tergesa gesa dalam berkegiatan di kelompok maupun antar kelompok, tidak emosioanal ketika berbeda dengan pendapat lain, tidak mudah memarahi peserta yang lain apabila terjadi kesalahan, berusaha melerai teman yang berselisih pendapat.
Berdasarkan uraian dimensi pengetahuan, proses dan sikap di atas maka dalam pembelajaran gerak melingkar tidak dibenarkan hanya menekankan pada dimensi pengetahuan pada gerak melinkar beraturan. Pembelajaran gerak melingkar sangat perlu menekankan pada dimensi proses sains sehingga peserta didik dapat mempunyai sikap ilmiah seperti para ilmuwan. Peserta didik yang telah belajar melalui beberpa dimensi proses sains yang benar maka peserta didik mampu menguasai dimensi pengetahuan yang akhirnya mempunyai sikap sains yang baik.
commit to user commit to user
3. Karakteristik Gerak Melingkar Beraturan
Gerak melingkar beraturan merupakan gerak suatu benda yang berjarak sama dari suatu titik tertentu dengan laju yang tetap. Lintasan berupa lingkaran dimana jarak antara pusat lingkaran dan benda merupakan jari-jari lingkaran.
Pokok bahasan gerak melingkar menyangkut beberapa besaran, antara lain: jarak, perpindahan, waktu, massa, periode, frekuensi, kecepatan, kelajuan, percepatan dan gaya sentripetal. Gerak melingkar mempunyai laju yang tetap sedang kecepatanya berubah karena arah gerakan berubah sesuai dengan arah gerak benda (Giancoli, D.C. 2005; Serway, R.A dan Jewett, J.W. 2010;Thornton, S.T dan Marion J. B. 2004)
Peserta didik mengalami enam kesulitan. Pertama, kesulitan untuk menggambarkan vektor kecepatan dan vektor gaya. Kedua, kesulitan membedakan kecepatan sudut dan kecepatan linier. Ketiga, kesulitan membedakan hubungan roda sepusat dan roda yang dihubungkan tali dan cara merangkai roda untuk mempercepat dan memperlambat gerak roda. Keempat, kesulitan mengetahui pengaruh massa, jari-jari dan kecepatan terhadap gaya sentripetal. Keenam yaitu tentang percepatan sentripetal, berdasarkan pengetahuan sebelumnya bahwa percepatan merupakan perubahan kecepatan setiap waktu.
Gerak melingkar beraturan bercirikan bahwa besar nilai kecepatan adalah tetap, tetapi pada gerak melingkar dikatakan mempunyai percepatan. Benda yang bergerak melingkar mempunyai percepatan karena walaupun tidak terjadi perubahan besar nilai kecepatan tetapi pada gerak melingkar terjadi perubahan arah kecepatan, dengan adanya perubahan arah kecepatan maka benda mempunyai percepatan. Pembelajaran tersebut perlu digunakan media yang bisa dilihat peserta didik ketika benda bergerak melingkar arahnya berubah-ubah dengan memasang anak panah/kertas ringan pada mobil yang bergerak, sebagai media yang digunakan dalam pembelajaran gerak melingkar beraturan.
4. Belajar dan Pembelajaran Sains
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku yang merupakan hasil dari pengalaman (Hergenhahn, 2012: 8). commit to user commit to user
Peserta didik yang belajar gerak melingkar mendapatkan hasil pengalaman dimana terjadi perubahan mengenai pengetahuannya tentang gerak melingkar dari kondisi awal yang sedikit menjadi kondisi akhir yang lebih baik, lebih banyak dan permanen. Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik (Sutikno, 2014). Kegiatan pembelajaran meliputi memilih, menetapkan model, mengorganisasi materi, dan mengelola pembelajaran untuk mencapai hasil pembelajaran. Pembelajaran yang baik bukan mentrasfer pengetahuan, tetapi peserta didik harus membangun pengetahuan sendiri melalui pembelajaran.
Belajar merupakan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baru ketika seseorang berinteraksi dengan informasi dan lingkungan yang mencakup fisik, suasana akademik, emosional, dan teknologi pengajaran (Smaldino, 2011: 11). Pembelajaran gerak melingkar terjadi proses kognisi peserta didik, proses kognisi meliputi penerimaan informasi, informasi baru tersimpan dalam memori jangka pendek dan ingatan tersimpan dalam memori jangka panjang untuk diungkap kembali pada waktu yang lain. Ingatan jangka panjang perlu diulang supaya tidak hilang. Peserta didik dapat menggabungkan keterampilan dan memori jangka panjang untuk mengembangkan strategi kognitif untuk tugas-tugas yang rumit (Ling, 2012: 53-68).
Pembelajaran materi yang rumit berlangsung efektif apabila terjadi proses yang disengaja untuk membentuk pengetahuan yang bermakna yang menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang sudah ada (Slavin, 2011:13). Belajar yang baik tidak hanya menekankan pada mengapa saja, tetapi harus terjadi proses belajar yang bermakna Ausubel bagi peserta didik (Schunk, 2009: 283-285), dalam belajar bermakna harus terjadi proses assimilition, subsumptive sequence dan advance organizer.
Pembelajaran gerak melingkar harus terjadi asimilasi yang bermakna bagi peserta didik. Materi yang dipelajari harus diasimilasikan serta dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dalam bentuk struktur kognitif yaitu kecepatan, kelajuan, jarak, perpindahan, waktu, gaya, percepatan.
Struktur kognitif merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan commit to user commit to user
peserta didik yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah- pisah kedalam suatu unit konsep gerak melingkar.
Pengetahuan tentang gerak melingkar diorganisasikan dalam ingatan peserta didik dalam struktur herarkhis. Pengetahuan yang lebih umum, dan abstrak membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan konkrit. Pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh peserta didik, akan dapat perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci. Pendidik harus mengurutkan materi pelajaran dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinci yang sering disebut sebagai subsumptive sequence yang menjadikan belajar lebih bermakna bagi peserta didik. Pengetahuan umum pada saat belajar gerak melingkar yaitu:
gerak, kecepatan, gaya, percepatan dan vektor. Pengetahuan baru yaitu gerak melingkar, kecepatan linier, kecepatan sudut, gaya sentripetal dan percepatan sentripetal. Pengetahuan baru yaitu arah vektor: kecepatan linier, gaya sentripetal dan percepatan sentripetal.
Penerapan konsepsi tentang struktur kognitif dalam merancang pembelajaran advance organizer. Penggunaan advance organizer sebagai kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mempelajari informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang di pelajari, dan hubunganya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif peserta didik. Penataan dengan baik, advance organizer akan memudahkan peserta didik mempelajari materi yang baru serta hubunganya dengan materi yang telah dipelajari, dengan demikian pembelajaran ini peserta didik tidak hanya menerima informasi dan menghafal materi gerak melingkar dari pendidik, melainkan dengan belajar langsung sehingga lebih bermakna bagi peserta didik.
Perkembangan fungsi kognitif manusia menurut Bruner (Schunk, 2009:
342-344) yaitu: (1) perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan, (2) peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara real, (3) perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan commit to user commit to user
dan apa yang akan dilakukan, (4) interaksi secara sistematis antara pendidik atau orang tua dengan peserta didik diperlukan bagi perkembangan kognitifnya, (5) bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia, (6) perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.
Proses belajar menekankan adanya teori pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku peserta didik, dengan teorinya yang disebut free discovery learning, bahwa proses belajar berjalan dengan baik dan kreatif jika pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupanya.
Pembelajaran gerak melingkar sulit untuk mengadakan pembelajaran dengan penemuan secara bebas, tetapi digunakan penemuan secara terbimbing, karena materinya kompleks yang menyangkut hubungan dari beberapa hal.
Perkembangan kognitif menurut Bruner bahwa peserta didik terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu: (1) tahap enaktif, peserta didik melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya dengan menggunakan pengetahuan motorik (2) tahap ikonik, sesorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar- gambar dan visualisasi verbal. Peserta didik belajar memahami dunia sekitarnya melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan, (3) tahap simbolik, peserta didik telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuanya dalam berbahasa dan logika.
Pembelajaran gerak melingkar pada tahap enaktif yaitu peserta didik melakukan aktivitas-aktivitas eksperimen dalam upayanya untuk memahami gerak melingkar melalui alat yang ada dengan menggunakan pengetahuan motorik/praktek. Tahap ikonik, peserta didik memahami gerak melingkar melalui benda yang sedang bergerak. Pembelajaran gerak melingkar dapat membandingkan kecepatan gerak melingkar yang jari-jarinya besar dan kecil ternyata kecepatannya berbeda, gaya yang bekerja pada massa benda yang kecil commit to user commit to user
dan besar ternyata besar gaya sentripetal berbeda. Tahap simbolik, peserta didik mampu memahami sesuatu yang abstrak yaitu arah kecepatan linier, gaya sentripetal dan percepatan sentripetal setelah melakukan kegiatan.
Peserta didik belajar gerak melingkar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Simbol kecepatan, jari-jari, gaya, percepatan dan sebagainya digunakan, semakin matang peserta didik dalam proses berpikirnya maka semakin dominan sistem simbolnya, meskipun begitu tidak berarti bahwa tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ekonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukanya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar, dengan demikian sangat tepat jika dalam pembelajaran gerak melingkar digunakan alat-alat eksperimen sebagai media pembelajaran.
Teori belajar Piaget menyatakan bahwa ada tiga proses yang terjadi dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kognitif peserta didik (Hergenhahn, 2012:311; Hill, 2012:156-164; Schunk, 2009:337-340; Pritchard, 2009: 18) yaitu: (1) proses assimilition, dalam proses ini menyesuaikan atau mencocokkan informasi yang baru itu dengan apa yang telah diketahui dan (2) proses accomodation yaitu peserta didik menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan lebih baik, dengan menyusun kembali dan atau mengubah apa yang telah diketahui, (3) proses equilibirium merupakan proses adaptasi antara proses asimilasi dan proses akomodasi dengan lingkungan.
Pembelajaran gerak melingkar jika dikaitkan dengan teori belajar Piaget yakni: (1) proses assimilition, peserta didik menerima informasi gerak melingkar dan memadukan dengan pengetahuan yang ada sebelumnya misalnya kecepatan dengan kecepatan linier dan laju, percepatan dengan percepatan sentripetal, gaya dengan gaya sentripetal, vektor dengan arah vektor perpindahan, kecepatan, percepatan dan gaya sentripetal dalam gerak melingkar (2) proses accomodation dimana peserta didik menerima informasi gerak melingkar sebagai informasi baru selama belajar, informasi baru ada yang menguatkan sehingga menjadi konsep yang benar dan ada yang dibuang karena tidak sesuai dengan konsep yang benar commit to user commit to user
(3) proses equilibirium proses ini sebagai proses akhir setelah menerima konsep gerak melingkar sebagai konsep yang disimpan dalam diri peserta didik.
Perkembangan intelektual dan konsepsi hakekat kecerdasan menurut Piaget bahwa intelegensi individu tumbuh dan berkembang melalui interaksi dengan lingkungan (Budiningsih, 2005). Interaksi dengan lingkungan akan semakin mengembangkan fungsi intelek dilihat dari perkembangan usia melalui empat tahap. Pertama, sensori motorik (0-2 tahun) yaitu peserta didik mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan perabaan. Kedua, praoperasional (2-7 tahun) yaitu peserta didik mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas, ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, dan konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Anak belum mampu melakukan operasi mental yaitu menambah dan mengurangi pada usia ini. Ketiga, operasional kongkret (7-11 tahun) yaitu dapat mengembangkan pikiran logis, peserta didik dapat mengikuti penalaran logis walaupun kadang-kadang hanya coba-coba dan salah. Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional, memiliki operasi logis yang dapat diterapkan pada masalah-masalah kongkrit, tetapi belum mampu berpikir abstrak.
Keempat, operasi formal (11-18 tahun), yaitu peserta didik-peserta didik sudah mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Peserta didik dapat menggunakan operasi kongkritnya untuk mengadakan operasi yang lebih kompleks dan abstrak pada usia ini. Berdasarkan teori belajar Piaget bahwa peserta didik usia SMA telah mampu melakukan operasi formal.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam pembelajaran gerak melingkar beraturan harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, kondisi awal peserta didik.
Kedua, penyediaan fasilitas oleh pendidik sehingga peserta didik dapat melakukan penemuan konsep sendiri. Ketiga, siswa siswa yang kemampuan formalnya belum berfungsi dengan baik perlu bantuan benda nyata atau media untuk berlatih berpikir formal. Keempat, pengorganisasian materi dan langkah sangat diperlukan untuk memudahkan peserta didik mencapai tujuan belajar.
commit to user commit to user
5. Pemprosesan Informasi
Pembelajaran gerak melingkar menggunakan enam alat eksperimen utama. Eksperimen dasar gerak melingkar beraturan, eksperimen gaya sentripetal dengan menggunaan neraca pegas, dan eksperimen dengan menggunakan rangkaian roda-roda yang sepusat dan roda yang dihubungkan dengan tali atau bersinggungan. Informasi diterima peserta didik antara lain melalui indera:
penglihatan, pendengaran, dan sentuhan (Ling, 2012: 7-28). Pembelajaran gerak melingkar berlangsung dengan alat-alat yang digunakan (invirumental) melalui antar lain; indera penglihatan (visual) melihat kejadian sesuatu peristiwa dan sentuhan (tactile) kulit. Receptor (alat-alat indera) menerima rangsangan dari alat yang digunakan yaitu alat gerak melingkar dan mengubahnya menjadi rangsangan neural, memberikan simbol-simbol informasi dari gerak melingkar yang diterimanya dan kemudian diteruskan kepada sensory register. Sensory register (penampung kesan-kesan sensoris) yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan perceptual (persepsi selektif). Informasi-informasi yang masuk sebagian diteruskan ke memori jangka pendek, sebagian hilang dari sistem. Short- term memory (memori jangka pendek) menampung hasil pengolahan perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan lebih lama dan diolah untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan memori kerja (working memory), kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpanannya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat ditransformasi dalam bentuk kode- kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang (long-term memory), menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek (Ling 2012: 53- 61; Schunk, 2009: 130-179; Smith, 2007: 110-243).
Informasi gerak melingkar yang ditangkap melalui media kongkrit disimpan dalam jangka panjang dan bertahan lama, siap untuk dipakai bila diperlukan. Informasi-informasi baru yang diterima peserta didik misalnya:
kecepatan linier, kecepatan sudut, gaya sentripetal, dan percepatan sentripetal terintegrasi dengan informasi-informasi lama kecepatan, gaya dan percepatan yang sudah tersimpan. Pengeluaran kembali atas informasi-informasi yang commit to user commit to user
tersimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan pemanggilan. Ada dua cara pemanggilan, (1) informasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori jangka pendek dan kemudian response generator, (2) informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang ke response generator selama pemanggilan untuk sekedar mengingat dan pemecahan masalah gerak melingkar.
Gambar 2.3. Model Pemprosesan Informasi Adaptasi dari Gage dan Berliner (Budiningsih, 2005)
Pencipta respon (response generator), menampung informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban. Proses persepsi dan perhatian dipengaruhi oleh intensitas masukan dan harapan yang didasarkan oleh pengetahuan sebelumnya (prior knowledge).
Peserta didik memilih informasi berdasarkan karakteristik fisik misalnya gerak benda, sifat baru dan unik yang dipunyai oleh media gerak melingkar. Intensitas visual memberikan isyarat, dorongan dan pengaturan bahan-bahan adalah beberapa faktor penyajian yang menarik perhatian peserta didik sehingga materi gerak melingkar mudah terserap, model transformasi informasi dapat digambarkan seperti Gambar 2.3.
Pembelajaran membutuhkan pemenggalan dan pengaturan informasi menjadi bagian-bagian. Organizations, membentuk informasi dengan sengaja menjadi bagian-bagian yang bermakna memegang peranan penting dalam pengambilan informasi yang telah dipelajari secara efektif. Pengorganisasian dan penataan waktu juga membantu mengatasi keterbatasan memori dari short term memory. Peserta didik menggabungkan informasi dan keterampilan dalam memori jangka panjang untuk mengembangkan strategi kognitif atau keterampilan
long Term Memory
--- Storage retrieval
Kreativitas pengetahuan Short
Term Memory
--- Working
memory Percep
tion Sensory
receptor Inform
ation
commit to user commit to user
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks dan berpikir tingkat tinggi.
Dengan bantuan media dan eksperimen materi yang tersimpan pada memori jangka panjang tidak mudah hilang dan mudah untuk dipanggil kembali (Hill, 2012: 279; Schunk, 2009: 71; Smith, 2007: 199-201). Tugas pendidik bukanlah menuang informasi pada peserta didik, melainkan melibatkan pikiran peserta didik dengan konsep yang bermanfaat (Slavin , 2011: 3).
Berdasarkan uraian di atas maka kegiatan pembelajaran gerak melingkar beraturan diperlukan sumber informasi yang bagus yang dapat ditangkap melalui indera mata dan peraba (melakukan dengan tangan) sehingga konsep yang diterima dapat tersimpan pada memori jangka panjang peserta didik. Konsep yang tersimpan pada memory jangka panjang peserta didik dapat dengan mudah dipanggil kembali saat diperlukan.
6. Media dan Teknologi Pembelajaran
Media bentuk jamak dari medium (perantara) merupakan sarana komunikasi. Media berasal dari bahasa latin medium yang berarti tengah, perantara. Media yaitu apa saja yang membawa informasi antara sumber dan penerima. Enam kategori media adalah teks, audio, visual, video, perekayasa (benda-benda) dan orang yang membangun kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap (Smaldino, 2011: 7- 14). Teknologi dan media bisa berperan banyak bagi pendidik dan peserta didik, bagi pendidik untuk mempresentasikan sedang bagi peserta didik sebagai pengguna teknologi dan media.
Jenis media visual yang dipilih tegantung kebutuhan dan situasi, visual juga dapat dibedakan menjadi enam kategori: realistik, analogik, organisasional, relasional, transformasional, dan interpretif (Smaldino 2011: 76). Pembelajaran gerak melingkar digunakan beberapa media untuk mengadakan eksperimen.
Beberapa manfaat penggunaan antara lain: (1) lebih menarik dan meningkatkan motivasi, (2) lebih jelas dan mudah, (3) mengurangi banyaknya komunikasi verbal, (4) peserta didik mampu melakukan, mengamati, mendemonstrasikan pada
commit to user commit to user
waktu kegiatan belajar, (5) menyenangkan tanpa tekanan, (6) merangsang untuk berpikir dan beranalisis.
Penggunaan media pembelajaran gerak melingkar, peserta didik dapat melakukan proses sains. Mereka meneliti benda, mengamati fenomena, mendesain eksperimen, mengumpulkan data, atau mendiskusikan ide-ide mereka.
Peserta didik diberi kesempatan untuk berpikir independen dan pemecahan masalah. Peserta didik tidak hanya membaca tentang ilmu pengetahuan dari buku saja karena mereka mendapatkan ilmu hanya sangat sedikit. Penggunaan media sebagian besar peserta didik dapat melihat langsung sehingga anak lebih termotivasi dan hasil belajar lebih baik. Hasil penilaian pada pembelajaran secara kontekstual didapatkan lebih baik dan dapat digunakan sebagai pertimbangan masa depan pembelajaran dalam penelitian yang lebih luas dan desain lingkungan belajar sains (Rivet, 2008). Belajar dalam pendekatan konteks dilaksanakan dalam membangun unit tertentu, dan juga penekanan pengetahuan baik prosedural maupun konseptual, peserta didik berpartisipasi dalam pengajaran mendapatkan hasil yang lebih baik (Kukliansky, 2014). Penelitian lain juga berkontribusi dalam merancang lingkungan belajar berbasis kontekstual untuk analisis data laboratorium. Pembelajaran dengan media langsung dan eksperimen dengan pendekatan proses termasuk pembelajaran otentik (Arends, 2013: 22).
Pembelajaran perlu pengenalan alat untuk menyajikan sebuah lingkungan bagi peserta didik untuk terlibat aktif kolaboratif dalam materi ajar melalui interaksi satu dengan yang lain (Teague & Roe, 2007).
Penggunaan media kongkrit ada yang menguntungkan tetapi juga ada yang tidak sepenuhnya menguntungkan karena berbagai faktor (Scharfenberg, 2010). Penggunaan media nyata (real) dapat meningkatkan hasil belajar namun sebuah penelitian ternyata penggunaan media animasi (virtual) pada pembelajaran gerak melingkar beraturan didapatkan hasil yang lebih baik (Zhou, 2011), hal itu terjadi karena animasi dapat dibuat situasi yang ideal sedang eksperimen gerak melingkar beraturan secara langsung tidak didapatkan situasi yang ideal karena ada faktor gesekan dan gaya gravitasi bumi. Eksperimen gerak melingkar sulit ditemukan situasi yang ideal karena adanya gaya gesek (Makous, 2000), namun commit to user commit to user
dengan benda nyata dari lingkungan menjadikan peserta didik termotivasi, demikian juga teknologi pembelajaran yang diperkaya lingkungan memiliki efek positif pada keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik (Hopson, 2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media dan eksperimen seringkali ada juga yang tidak menguntungkan, maka dalam mempersiapkan eksperimen supaya dipersiapkan dengan baik sehingga hasilnya dapat maksimal.
Pelaksanaan eksperimen yang kompleks dapat lebih menguntungkan dalam pembelajaran jika ditambahkan diskusi yang terfokus secara singkat untuk mengurangi beban kognitif peserta didik (Scharfenberg, 2010), pada eksperimen ini diskusi singkat untuk membahas langkah-langkah selanjutnya pada saat proses eksperimen.
Berdasarkan dimensi gerak melingkar beraturan, teori belajar mengajar, metode, pendekatan, pemprosesan informasi, dan perlunya media maka pembelajaran gerak melingkar diperlukan media. Media yang diperlukan dalam pembelajaran gerak melingkar beraturan ada enam media. Media pertama, mobil mainan yang bergerak melingkar untuk mendapatkan konsep gerak melingkar, periode dan frekuensi. Media kedua, dengan alat yang sama digunakan untuk menunjukkan bahwa gerak melingkar itu kecepatan sudut dan lajunya konstan.
Media ketiga, dengan alat yang sama kemudian ditambahkan titik sepanjang jari- jari lingkaran sebanyak tiga titik untuk diamati sehingga dapat membedakan kecepatan sudut dan kecepatan linier. Media keempat, mobil mainan yang bergerak diberi anak panah untuk menggambarkan vektor kecepatan linier searah gerak mobil dan anak panah yang selalu menuju pusat lingkaran untuk menggambarkan gaya sentripetal. Media kelima yaitu mobil yang bergerak melingkar dilengkapi dengan alat ukur gaya sentripetal. Media keenam, dengan meggunakan rangkaian roda-roda sepusat dan roda-roda yang dihubungkan tali digunakan untuk mendapatkan konsep bahwa jika roda-roda sepusat kecepatan sudutnya sama, sedang roda yang dihubungkan tali kecepatan liniernya sama.
Peserta didik dapat belajar dengan baik memerlukan media dan kegiatan untuk memecahkan masalah. Penggunaan media nyata berhubungan erat dengan peningkatan hasil keterampilan berpikir tingkat tinggi (Miri, 2007). commit to user commit to user
Berdasarkan uraian di atas ternyata agar konsep gerak melingkar beraturan yang diterima peserta didik dan lebih lama tersimpan dalam memori jangka panjang maka diperlukan media pembelajaran. Media yang digunakan kecuali dapat memotivasi peserta didik, juga dapat digunakan digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikikir tingkat tinggi. Hal yang demikian dikarenakan dengan menggunakan media untuk bereksperimen maka peserta didik belajar dan beraktifitas selayaknya seorang ilmuwan.
7. Kemampuan Analisis dan Kemampuan Evaluasi
Pendidikan yang baik harus mengajarkan peserta didik bagaimana berpikir, merupakan hal yang sangat penting, sehingga peserta didik dapat berpikir dengan jelas, kritis dan kreatif. Berpikir kritis membutuhkan penggunaan proses kognitif analisis dan evaluasi, terutama saat menganalisis argumen berdasarkan konsitensi logis dengan tujuan mengenali bias dan penalaran yang keliru (Arends, 2013:28-30). Berpikir kritis adalah salah satu tujuan utama pendidikan modern (Ku, 2014), dimana berpikir kritis dan berpikir kreatif disebut sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi higher order thinking skills (HOTS).
Peserta didik harus belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah dengan kreatif dan mampu berpikir kritis (Slavin, 2011:28-37). Berpikir tingkat tinggi terjadi ketika seseorang mengambil informasi baru dan informasi yang tersimpan dalam memori dan antar hubungan dan/atau menata kembali dan memperluas informasi ini untuk mencapai tujuan atau menemukan kemungkinan jawaban dalam situasi membingungkan. Berpikir tingkat tinggi mencakup; memutuskan apa yang harus percaya, memutuskan apa yang harus dilakukan, menciptakan ide baru, objek baru, membuat prediksi, dan memecahkan masalah yang tidak rutin (Lewis, 2009). Keterampilan berpikir tinggi yang meliputi berpikir kreatif dan berpikir kritis, ternyata secara empiris lebih mudah digabungkan dan sinergi dalam situasi pedagogis (Changa, 2014).
Kegiatan berpikir yang melibatkan level kognitif hirarki tinggi dari taksonomi berpikir Bloom terdiri dari enam level, yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi, yang kemudian mengalami commit to user commit to user
revisi (Anderson, 2001) menjadi menjadi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan berkreasi. Perkembangan selanjutnya mengingat, memahami, menerapkan, dikategorikan dalam mengungkap kembali dan memproses, sedangkan menganalisis dan mengevaluasi dikategorikan dalam berpikir kritis. Perwujudan pembelajaran berpikir dilaksanakan dalam proses belajar dan evaluasi. Pembelajaran yang baik dapat dengan pendekatan keterampilan proses, dan evaluasi yang baik maka soal-soal yang dikembangkan harus tidak hanya terbatas sampai pada recall dan level applying (Lewis, 2009), tetapi dianjurkan sampai pada creating.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah kemampuan menganalisis (analyze), dan mengevaluasi (evaluate).
Menganalisis adalah menguraikan bahan atau konsep ke dalam bagian-bagiannya, menentukan hubungan antar bagian, atau hubungan bagian terhadap struktur atau tujuan secara keseluruhan. Tindakan yang sesuai berupa membedakan, mengorganisasikan, dan menghubungkan, serta mampu membedakan antara komponen atau bagian. Mengevaluasi adalah membuat penilaian berdasarkan kriteria-kriteria dan standar-standar dengan melalui pemeriksaan dan kritik.
Tindakan yang sesuai dengan mengevaluasi yaitu mengecek dan mengkritisi (Anderson & Krathwohl, 2001).
Pembelajaran berbasis masalah yang dilaksanakan secara kooperatif dengan pendekatan keterampilan proses berbantuan enam media gerak melingkar beraturan digunakan untuk membelajarkan keterampilan berpikir peserta didik.
Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Arends, 2013:100).
Penggunaan media nyata berhubungan erat dengan peningkatan hasil keterampilan berpikir tingkat tinggi dan kritis, apabila pendidik sengaja dan terus menerus berlatih agar lebih tinggi berpikir strategi misalnya, berurusan di kelas dengan masalah di dunia nyata, mendorong diskusi kelas terbuka, dan mendorong eksperimen berorientasi penyelidikan untuk pengembangan kemampuan berpikir kritis (Miri, 2007). Pembelajaran berpikir pada peserta didik dapat dicontohkan beberapa hal. Pada saat mobil mainan berputar berpusat pada titik pusat lingkaran commit to user commit to user
peserta didik dilatih untuk berpikir tentang; (1) Mengapa mobil mainan berputar melingkar? (2) Apa yang menyebabkan mobil mainan berputar melingkar? (3) Apabila tali dipotong apa yang terjadi pada mobil apakah tetap bergerak melingkar atau bergerak ke arah lain? (4) Bagaimana cara mengetahui kekuatan penarik mobil ke pusat lingkaran? (5) Apabila massa dirubah, berubah atau tetapkah kekuatan tarikan pada mobil? (6) Apabila kecepatan dirubah, berubah atau tetapkah kekuatan tarikan pada mobil? (7) Apabila jari-jari dirubah, berubah atau tetapkah kekuatan tarikan pada mobil? (8) Apakah laju linier titik disepanjang tali dari pusat sampai mobil sama? (9) Apakah kecepatan sudut di sepanjang tali dari pusat sampai mobil sama?
Media yang digunakan di laboratorium dapat digunakan peserta didik untuk berlatih berpikir dimulai dari bertanya-tanya. Siswa yang tidak mau bertanya maka terus didorong agar mau bertanya dan berpikir. Percobaan berbasis laboratorium, kemudian saling berdiskusi sehingga dapat memberikan keuntungan dalam berpikir kritis (Renauda, 2008). Peserta didik berlatih untuk menganalisis berbagai hubungan besaran, hubungan data, bentuk grafik, dan pengaruh variabel terhadap besaran pada gerak melingkar beraturan. Peserta didik berlatih juga untuk menilai berdasarkan kriteria-kriteria dan standar-standar dengan melalui pemeriksaan suatu tahapan eksperimen, tampilan data, susunan dan fungsi suatu elemen dan suatu pernyataan pada gerak melingkar beraturan. Peserta didik perlu pelatihan dan bimbingan untuk berpikir kritis dengan penyelidikan, pada penelitian dengan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran langsung dan pendekatan berbasis penyelidikan, pada peserta didik yang menerima pelatihan menunjukkan peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak menerima pelatihan setidaknya salah satu penilaian berpikir kritis (Fakhriyah, 2014; Ku, 2014).
Berdasarkan uraian di atas maka kemampuan analisis dan evaluasi merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik. Keduanya harus dilatihkan melalui pemberian masalah kemudian menggunakan media untuk eksperimen.
Peserta didik dapat berlatih merangkai alat, mengamati, mengukur, menyusun commit to user
commit to user
data, dan menyimpulkan melalui diskusi. Kegiatan-kegiatan tersebut sangat baik digunakan berlatih menganalisis dan mengevaluasi.
8. Pembelajaran Berbasis Masalah
Problem-Based Learning (PBL) adalah strategi mengajar di mana siswa belajar melalui kontekstualisasi, masalah nyata untuk menemukan solusi untuk masalah. Pembelajaran berbasis masalah muncul dari sekolah kedokteran (Wood, 2004; Barrows, 2000), selanjutnya telah diadaptasi dan digunakan di sekolah menengah dengan sukses (Barrows, 2000; Hmelo-S, 2000). Pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) sering dirujuk dengan nama lain sebagai pengajaran berbasis proyek dan pembelajaran otentik (Paul et al, 2006 dan Arends, 2013b: 100) dimana dalam pelaksanaanya dapat meningkatkan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran dilakukan dengan cara pendidik memberikan masalah, bertanya, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pendidik membantu berinkuiri dan pertumbuhan intelektual, dimana pendidik harus menciptakan lingkungan pembelajaran yang didalamnya terjadi pertukaran gagasan yang terbuka dan jujur (Arends, 2013: 100).
Problem based learning (PBL) adalah sebuah metode pembelajaran yang memulai belajar peserta didik dengan menciptakan kebutuhan untuk memecahkan masalah otentik. Pelaksanaan pembelajaran dengan pemecahan masalah semua peserta didik mengkonstruksi pengetahuan konten dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah serta keterampilan belajar mandiri saat bekerja menuju solusi suatu masalah (Hung, 2008: 486).
PBL dirancang agar peserta didik mendapat pengetahuan penting, dapat memecahkan masalah, dan meningkatkan kecakapan berpartisipasi dalam kelompok untuk menghadapai tantangan pada kehidupan sehari-hari. PBL menyajikan masalah kontekstual pada dunia nyata (real word) sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Terdapat lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Pertama, permasalahan sebagai kajian. Kedua, permasalahan sebagai penjajagkan pemahaman. Ketiga, permasalahan sebagai contoh. Keempat, permasalahan sebagai bagian yang tidak commit to user commit to user
terpisahkan dari proses. Kelima, permasalahan sebagai stimulus aktivitas otentik (Kemendikbud, 2014:42). Penggunaan multimedia juga dapat digunakan untuk PBL (Hung, 2008: 498). PBL juga bisa menggunakan media virtual dalam suatu peristiwa seperti yang dilakukan Beaumont dkk dalam simulasi kejadiaan sesaat melalui media virtual atau Second Life (Beaumont, 2014).
Pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada tiga asumsi konstruktivis tentang pembelajaran (Hung, 2008). Pertama, pengetahuan dibangun secara individual dan sosial sehingga peserta didik secara individu maupun berkelompok dapat mengkonstruksi konsep. Kedua, pengetahuan dibangun melalui interaksi dengan lingkungan, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan buatan atau lingkungan yang alami. Ketiga, pengetahuan tidak dapat menular tetapi harus dikonstruksi diri oleh peserta didik. Beberapa perspektif yang berkaitan dengan setiap fenomena yang digunakan untuk belajar, semakin banyak fenomena dan masalah yang dihadapi semakin banyak yang dapat dipelajari dan dipikir oleh peserta didik. Pemikiran peserta didik didistribusikan di antara budaya dan komunitas sehingga kolaborasi antar peserta didik sangat membantu kelancaran belajar, demikian pula dengan alat-alat yang digunakan.
Tujuan problem based learning yaitu untuk membantu mengembangkan peserta didik tentang; 1) pengetahuan yang fleksibel, 2) kemampuan memecahkan masalah secara efektif, 3) keterampilan belajar mandiri lansung, 4) kemampuan kolaborasi yang efektif, dan 5) motivasi intrinsik (Hmelo-Silver, 2004). PBL sangat baik untuk belajar memecahkan masalah nyata sehingga peserta didik lebih termotivasi untuk belajar dibanding jika hanya menghafalkan konsep saja, sehingga aktifitas hasil belajar (Kharida, dkk., 2009) dan penguasaan konsep menjadi lebih baik (Halim, dkk., 2017).
Perbedaan dengan kurikulum teknik tradisional, model PBL tampaknya menginspirasi tingkat yang lebih tinggi dari keterlibatan dalam kegiatan belajar dan, akibatnya, tingkat yang lebih tinggi dari pemahaman yang kompleks (Graaff, 2003). Peserta didik diarahkan dan dilaksanakan pembelajaran aktif dan mendalam, mencakup atau membutuhkan mengajar rekan sebaya yang mendorong peserta didik untuk mencerna informasi sehingga mereka dapat commit to user commit to user
menyampaikannya kepada kelompok lain (Wood, 2004). Peserta didik yang belajar dengan model PBL memiliki kadar orientasi tujuan intrinsik, nilai tugas, penggunaan strategi elaborasi belajar, berpikir kritis, metakognitif self-regulation, regulasi usaha yang lebih baik (Sungur, 2006a). Pembelajaran jauh melebihi memori, oleh karenanya agar peserta didik memahami dan sanggup menerapkan pengetahuan, mereka harus berusaha menyelesaikan masalah dan menemukan sendiri sesuatu (Slavin, 2011: 3). Pembelajaran berbasis masalah perlu panduan pendidik, pembelajaran yang dipandu cenderung dapat meningkatkan pemahaman konseptual dan meningkatkan kesadaran peserta didik tentang nilai dan kegunaan dari kegiatan pembelajaran (Leppiink, 2014)
Problem pembelajaran gerak melingkar dapat diambil pada kejadian- kejadian sehari-hari yaitu; (1) mengapa sampai terjadi kecelakaan tunggal di tikungan jalan karena berjalan terlalu cepat, (2) mengapa permukaan bulan selalu tampak hanya satu muka ke bumi, (3) pembalap mobil jatuh dan tidak berhasil melewati tikungan yang tajam pada suatu circuit. Problem disampaikan pada awal pembelajaran dan ditulis pada halaman depan modul peserta didik, kecuali ditulis juga disampaikan di depan kelas saat pembelajaran dimulai.
Sintak Problem Based Learning (PBL) menurut ada lima langkah atau lima fase (Arends, 2013). Fase 1, memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik. Pada awal pelajaran PBL, seperti semua tipe pelajaran lainnya, pendidik seharusnya mengkomunikasikan dengan jelas maksud pelajarannya, membangun sikap positif terhadap pelajaran itu, dan mendeskripsikan sesuatu yang diharapkan untuk dilakukan oleh peserta didik.
Pendidik perlu menyodorkan situasi bermasalah dengan hati-hati atau memiliki prosedur yang jelas untuk melibatkan peserta didik dalam identifikasi permasalahan. Pendidik seharusnya menyuguhkan situasi bermasalah itu kepada peserta didik dengan semenarik mungkin. Fase 2, mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti. PBL mengharuskan pendidik untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara peserta didik dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama. PBL juga mengharuskan pendidik untuk membantu peserta didik untuk merencanakan tugas investigasi dan commit to user commit to user
pelaporannya. Fase 3, membantu investigasi mandiri dan kelompok. Investigasi yang dilakukan secara mandiri, berpasangan, atau dalam kelompok kecil adalah inti PBL. Meskipun setiap situasi masalah membutuhkan teknik investigasi yang agak berbeda, kebanyakan melibatkan proses mengumpulkan data dan eksperimentasi, pembuatan hipotesis dan penjelasan, dan memberikan solusi. Fase 4, mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibits. Fase investigasi diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis. Artefak termasuk hal-hal seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan, model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah atau solusinya serta presentasi dengan multimedia. Pendidik mengorganisasikan exhibits untuk memamerkan hasil karya peserta didik di depan umum. Exhibits dapat berupa pekan ilmu pengetahuan tradisional, yang masing-masing peserta didik memamerkan hasil karyanya untuk diobservasi dan dinilai oleh orang lain. Fase 5, menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Fase terakhir PBL melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun keterampilan investigasi dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini, pendidik meminta peserta didik untuk merekonstruksikan pikiran dan kegiatan mereka selama berbagai fase pelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah terdapat enam fitur. Pertama, pertanyaan atau masalah pendorong. Kedua, fokus antar disiplin. Ketiga, penyelidikan otentik pada masalah yang nyata dengan menganalisis dan mendefinisikan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan informasi, melakukan eksperimen, membuat kesimpulan dan merangkum. Keempat, menghasilkan produk atau hasil karya berupa laporan video dll. Keenam, kolaborasi peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok, berinkuiri dan berdialog untuk perkembangan sosial. PBL juga mengajarkan cara berpikir berbeda antar peserta didik yang efektif.
Pelaksanaan PBL menggunakan pemikiran yang menggunakan proses intelektual dan kognitif berawal dari proses mengingat, sampai berpikir tingkat tinggi seperti menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi (Arends 2013: 101-102). commit to user commit to user
Pembelajaran berbasis masalah mendapat dukungan dari teori konstruktivis kognitif dan sosial. PBL mendapat dukungan dari teori belajar Bruner yaitu pembelajaran penemuan, demikian pula Dewey, karena teorinya menjelaskan pandangan bahwa dalam pendidikan dimana sekolah mencerminkan masyarakat luas dan kelas menjadi laboratorium inkuiri dan pemecahan masalah nyata. PBL juga didukung oleh teori Piaget dimana peserta didik berpikir menurut perkembangannya dan rasa ingin tahunya dengan dunia sekitar sehingga memotivasi untuk belajar pada lingkungan sekitar. Peserta didik secara aktif terlibat dalam proses memperoleh informasi dan membangun pengetahuan. Teori belajar sosial Vygotsky sangat mendukung, dimana dalam belajar interaksi sosial dengan orang lain memacu pembangunan gagasan baru dan meningkatkan perkembangan intelektual peserta didik.
Pembelajaran berbasis masalah banyak memerlukan perencanaan.
Pendidik memfasilitasi pergerakan antar peserta didik dan antar kelompok, melalui berbagai tahapan masalah dan pencapaian tujuan yang diharapkan.
Pendidik harus menentukan tujuan dan sasaran, merancang situasi permasalahan yang sesuai, menyusun sumber daya dan merencanakan logistik. Pendidik kemudian mengarahkan peserta didik kepada masalah, mengatur peserta didik untuk belajar, membuat kelompok untuk belajar kooperatif, membantu penyelidikan siswa, mengumpulkan data dan penilaian, membantu membuat hipotesis, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Arends, 2013: 107-118).
Penerapan PBL pada pembelajaran merupakan penggunaan pendekatan konstruktivistik yang mengaktifkan peserta didik (Ling, 2012: 17). PBL menjadi pembelajaran yang baik karena dengan bantuan alat untuk eksperimen yang beorientasi pada masalah nyata (Hill, 2012: 2-16; Salberg, 2011: 129; Schunk, 2009: 195-205; Wenger, 2000: 60). PBL dibantu dengan media kongkrit membuat persepsi langsung dan berinteraksi dengan alam sehingga dapat dikatakan sebagai pendekatan yang bersifat ekologis (Ling, 2012: 16; Schunk, 2009: 264-267).
Peran pendidik dalam pelaksanaan PBL yaitu sebagai fasilitator yang membimbing peserta didik untuk menemukan lagi teori yang telah ada sehingga commit to user commit to user