17 BAB II
TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti menggunakan penelitian sebelumnya sebagai referensi dan bahan kajian yang nantinya digunakan untuk perbandingan fokus penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Oleh karenanya, peneliti menyertakan hasil penelitian terdahulu.
Penelitian pertama oleh Shopie Folrence dengan judul Inovasi Pelayanan Publik (Studi Tentang Surabaya Intelligent Transport System dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik di Dinas Perhubungan Kota Surabaya) (Florence, 2014). Penelitian ini berfokus pada inovasi pelayanan yang dilakukan oleh dinas perhubungan kota surabaya yaitu SITS merupakan sistem manajemen transportasi yang tersambung dengan CCTV yang ada di persimpangan jalan untuk memonitor waktu traffic light secara realtime.
Manfaat dari adanya SITS ini terdapat penurunan antrian panjang dan waktu tempuh perjalanan menjadi lebih efisen. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif, menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara. Studi dokumentasi dan observasi. Penetuan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisa data melalui bebrapa tahapan yaitu reduksi data, penyajian data terakhir penarikan kesimpulan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian shopie florence adalah fokus
18 penelitiaanya sama sama membahas teknologi Intelligent Transport System dan teknik penentuan informan dilakukan dengan purposive sampling.
Penelitian kedua oleh Aisyah Dhurrotun Nafisah dengan judul Efektivitas Penggunaan Intelligent Transport System Dalam Menanggulangi Kemacetan Oleh Dinas Perhubungan Kota Malang Perspektif Maslahah Mursala (Nafisah, 2020). Penelitian ini membahas mengenai bagaimana evektivitas dan hambatan menggunakan teknologi ITS yang sesuia fungsinya dapat mengurai kemacetan di Kota Malang dan bagaimana apabila dilihat dari perspektif maslahah terhadap penggunaan ITS dalam mengurai kemacetan.
Penelitian ini masuk dalam Yuridis Empiris dengan mengunakan pendekatan yuridis sosiologis, menggunakan sumber data dari Undang – undang, buku.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ntelligent ITS ini sudah terpasang di 10 titik – titik persimpangan yang ada di Kota Malang. Dengn adanya ITS ini memberi manfaat untuk pengendaradan Dinas Perhubungan karena dengan adanya alat ini petugas Dishub Kota Malang tidak perlu lngsung mengawasi ke jalan, hanya memantau di ruang cctv. Tetapi kinrja nya masih belum optimal karena masih ada kemacetan di beberapa titik persimpangan. Hambatan tidak optimalnya kinerja ITS ini adalah lingkungan di area persimpangan, misalnya parkiran di pinggir jalan, angkot menurnkan penumpang sembarsnan dll.
Persamaan fokus penelitian ini dengan penelitian Aisyah Durrotun Nafisah adalahsama sama fokus di trekonologi ITS .
19 Penelitian ketiga oleh Citra Desy Aisyah Alkis dengan judul Intelligent Transport System (ITS) dalam pengembangan smart city di Daerah Istimewa Yogyakarta (Alkis, 2019). Penelitian ini fokus pada startegi perencanaan dan pengelolaan transportasi DIY. Seiring berkembangnya zaman, teknologi akan ada pembaharuan secara terus menerus mengikuti perkembangan yang ada begitupun juga pada pelayanan transportasi yanag ada di DI Yogyakarta.
Peningkatan jumlah kendaraan setiap tahunnya membuat terjadinya berbagai maslah yang ada contohnya kemacetan. Sudah dilakukan upaya untuk mengatasi hal tersebut slah satunya adalah pengembangan teknologi manajmene rekayasa lalu lintas ITS untuk mendukung pengaturan allu lintas yang lebih efisien. Pengembangan teknologi ITS ini dalam rangka perkembangan Smart City. Memanfaatkan teknologi kedalam strategi perencanaan di bidang transportasi adalah suatu inovasi yang cukup bagus.
Penelitian ini mengguanakan jensi penelitian studi kasus yang mana metode ini merangkum bagaimana proses perkembangan Smart City yang ada di DI Yogyakarta. Pengelolaan ITS di DIY terwujud dalam program ACTS yang dikelola oleh Dishub DIY, program ini juga terintegrasi dengan penyediaan transportasi umum Trans Jogja DIY. ACTS pada praktiknya telah menerapkan 3 tahapan dalam proses kerja smart city, yaitu sensing, understanding dan acting. Sensing pada ACTS menggunakan media CCTV; sedangkan tahap understanding dikelola pada ruang panel atau ruang kontrol yang disebut CC room. Tahapan acting atau menindaklanjuti tsalah satunya tergambar dari penyampaian informasi hasil olahan CC room melalui media sosial. Perbedaan
20 penelitian ini dengan penelitian Citra Desy Aisyah Alkis adalah mengenai fokus penelitian ini pada implementasi teknologi Intelligent Transport System sedangkan penelitian Citra melhat pada Intelligent Trasnport System dalam pengembangan Smart City Di DI Yogyakarta. Persamaan fokus penelitian ini dengan peneliti adalah sama sama fokus ke teknolgi Intelligent Transport System, perbedaannya peneliti lebih fokus untuk mengurangi kemacetan sedangkan penelitian lebih ke pengembangan smart city.
Penelitian ke empat oleh Rusmadi Suyuti dengan judul Implementasi
“Intelligent Transport System (ITS)” Unuk Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas di DKI Jakarta (Suyuti, 2012). Penelitian ini fokus pada penerapan ITS yang dilaksanakan di DKI Jakarta untuk mengurai kemacetan lalu lintas. Kemacetan menjadi salah satu masalah di banyak perkotaan termasuk di DKI Jakarta, hingga mencapai kerugian sesesar Rp. 45,2 triliyun pertahun. Penyebabnya adalah pertumbuhan penduudk dan jumlah kendaraan tidak seimbang. Strategi yang digunakan adalah pengembangan angkutan umum massal, pembatasan lalu lintas dan peningkatan kapasitas jaringan. Teknologi Intelligent Transport System (ITS) baru berkembang di DKI Jakarta.. Rencana pengenmbangan transportasi di DKI Jakarta sudah di atur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomer 103 tahun 2007 teantang Pola Transportasi Makro. Tetapi dlam pergub tersebut tidak di sebutkan penanganan transportasi melalui pendekatan Intelligent Transport System (ITS). Berikut beberapa teknologi ITS yang sudah d terapkan di DKI Jakarta tapi masih menemui bebrapa kendala yaitu, sistem GPS pada taksi, sistem GPS pada bus Transjakarta, Area Traffic Control System
21 (ACTS) pada beberpa simpang, Traffic Management Centre di kepolisian dan instansi terkait lainnya, yang terakhir yaitu E-toll card untuk transaksi pembayaran di jalan tol. Dari beberapa aplikasi ITS yang sudah di terapkan di DKI Jakarta, beberap mengalami kendala masig masing, sehingga penulis mengusulkan beberapa aplikasi ITS yang bisa di terapakan dengan minim biaya di DKI Jakarta untuk mengurangi kemacetan. Beberapa aplikasi rekomendasinya sebagai berikut: Real-Time Traffic Information System (RTTIST), Advance Bus Information System, Prking Space Information System, Electroic Law Enforcement. Persamaan penelitian Rusmadi Suyuti dengan peneliti adalah sama sama membahas implementasi ITS untuk mengurangi kemacetan, yang membedakan adalah di DKI Jakarta sudah ada beberapa aplikasi ITS yang sudah di terapkan.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan tahap selanjutnya setelah proses hukum diberlakukan dan memberikan kekuatan kebijakan, rencana, manfaat (benefit), atau jenis keluaran yang nyata (tangible output).
Menurut Pressman dan Wildavsky implementasi kebijakan sebagai kegiatan melaksanakan kebijakan, memenuhi komitmen yang ditentukan dalam dokumen kebijakan (to fulfill), untuk menghasilkan keluaran yang ditentukan dalam tujuan kebijakan (to produce), dan untuk
22 menyelesaikan misi yang harus diwujudkan sebagaimana terdapat di dalam tujuan kebijakan (to complete) (Sulistyastuti 2012).
Implementasi mengacu pada rangkaian kegiatan yang mengikuti pernyataan tujuan pejabat pemerintah menegnai tujuan program dan hasil yang diharapkan. Kegiatan implementasi mencakup tindakan oleh berbagai aktor, terutama birokrasi, untuk membuat rencana berjalan.
Menyangkut badan pelaksana kebijakan, implementasi kebijakan mencakup empat kategori kegiatan. Pertama, badan pelaksana yang ditunjuk oleh undang-undang untuk melaksanakan proyek harus memiliki akses ke sumber daya yang dibutuhkan untuk kelancaran pelaksanaan.
Selanjutnya, badan eksekutif mengatur anggaran dasar perusahaan menjadi, peraturan, dan rencana serta model proyek yang spesifik. Yang selanjutnya lembaga eksekutif mempunyai kewajiban mengatur kegiatan dengan menciptakan birokrasi yang terbiasa untuk mengatasi beban kerja.
Terakhir, lembaga pelaksana memberi manfaat, kendala kepada target group. Tugas implementasi menurut Grindel, adalah untuk membentuk suatu mata rantai yang memudahkan pencapaian tujuan kebijakan melalui kegiatan pemerintah. Jika tidak, analisis kebijakannya salah (Budi Winarno, 2007).
2.2.2 Model Implementasi Kebijakan menurut Grindel
Keberhasilan implementasi Merilee S. Grindle terdiri dari dua indikator, yaitu isi kebijakan dan lingkungan implementasi. Indikator ini
23 meliputi: sejauh mana kepentingan target group dimasukkan dalam konten kebijakan, jenis manfaat yang diterima , tingkat perubahan yang diharapkan dalam kebijakan, apakah suatu program sesuai, apakah suatu kebijakan menyebutkan pelaksana secara rinci, dan apakah suatu program memiliki sumber daya yang cukup untuk mendukung (Subarsono, 2011).
Sementara itu, Wibawa berpendapat bahwa model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah untuk mengimplementasikan kebijakan setelah kebijakan ditransformasikan. Keberhasilannya tergantung pada seberapa baik kebijakan tersebut diimplementasikan (Wibawa, 1994).
Isi kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut:Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan, pertama jenis manfaat yang akan dihasilkan, kedua derajat perubahan yang diinginkan, ketiga kedudukan pembuat kebijakan, keempat pelaksana program, kelima sumber daya yang dihasilkan. Oleh karena itu, konteks pelaksanaannya adalah: a) Kekuasaan, kepentingan, dan strategi para aktor terkait. b) Karakteristik lembaga dan otoritas. c) Kepatuhan dan responsif. Model Grindle unik dalam pemahamannya yang komprehensif tentang konteks kebijakan, terutama yang berkaitan dengan pelaksana, penerima implementasi, arena konflik yang mungkin timbul antara aktor implementasi, serta kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.
Penelitian ini menggunakan teori Mellie S. Grindle. Teori tersebut menyatakan bahwa keberhasilan suatu implementasi dipengaruhi oleh
24 dua variabel utama: isi kebijakan dan lingkungan implementasi. Dengan menggunakan teori ini dapat membantu peneliti dalam menganalisis lebih lanjut mengenai implementasi teknologi Intelligent Transport System (ITS) di Kota Malang.
2.2.3 Intelligent Transport System (ITS)
Teknologi Intelligent Transportation System (ITS) baru dikembangkan beberapa tahun terakhir untuk mengurai antrian panjang lalu lintas di beberapa negara yang sudah maju (Suyuti, 2012). Hal pokok kemajuan di bidang telekomunikasi, elektronika, dan komputer yang diterapkan pada moda transportasi agar infrastruktur lebih lancar, aman, informatif, dan ramah pengguna serta ramah lingkungan.
Tujuan mendasar dari pembuatan sistem bagi penerima layanan ransportasi adalah untuk mempermudah mendapatkan mendapatkan informasi, transaksi, meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana pelayanan transportasi, mengurai kemacetan, meningkatkan keamanan, keselamatan dan kenyamanan, mengurangi pencemaran di sekitarnya, dan menyederhanakan manajemen lalu lintas. Sistem jaringan ini dapat memberikan informasi kepada pemilik usaha atau penumpang serta admin transportasi sehingga jalannya transportasi menjadi efisien dan efektif. ITS juga dapat memberikan informasi secara real-time (Alkis, 2019). Ruang Lingkup Intelligent Transport System antara lain:
25 a. Advanced Traveller Information System
Sistem ini secara prinsip merupakan sistem informasi yang menjadi paduan kendaraan untuk mendapatkan rute jalan yang optimal.
b. Advanced Traffic Management System
Advanced Traffic Management System digunakan oleh pengelola jalan untuk memantau lalu lintas dan memberikan informasi real time kepada pengguna jalan.
c. Incident Management System
Incident Management System merupakan sistem informasi yang digunakan untuk berbagai kejadian darurat, misalkan kecelakaan, longsor atau bencana lainnya.
d. Electronic Toll Collection System
Sebuah proses pelayanan yang ada di Tol untuk penggunaa jalan tol yaitu transaksi, atapun pelayanan administrasi lainnya.
e. Assitance For Safe Driving
Assistance for Safe Driving merupakan bentuk dari Intelligent Transport System yang sangat maju. Kendaraan dilengkapi dengan sejumlah sensor yang bisa mengarahkan pengemudi untuk berkendara dengan aman.
f. Support for Public Transportation
26 Intelligent Transport System jenis ini diterapkan pada moda transportasi umum, misalnya: bus/truk, kapal laut, ferri dan pesawat terbang.