i
SKRIPSI
FAKTOR RISIKO KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO KOTA MAKASSAR
PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOFI ITA PURNAMASARI K111 12 010
Skripsi Ini Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
DEPARTEMEN BIOSTATISTIK/KKB FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
ii
iii
iv RINGKASAN
Universitas Hasanuddin Fakultas Kesehatan Masyarakat Departemen Biostatistik/KKB Nofi Ita Purnamasari
“Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan”
(xiii + 92 halaman + 18 tabel + 3 gambar + 9 lampiran)
Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi kehamilan kurang
<37 minggu dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Persalinan prematur berpotensial meningkatkan kematian perinatal 60%-80%, setiap tahun diperkirakan lima belas juta bayi lahir secara prematur di seluruh dunia dan 3,1 juta meninggal karenanya. AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia 2012-2013 sebesar 34/1000 kelahiran hidup. Beberapa tahun terakhir ini jumlah persalinan prematur di RSUP DR.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar pada tahun 2015 112 kasus dan tahun 2016 mengalami peningkatan menjadi 113 kasus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian persalinan prematur, yaitu riwayat persalinan prematur sebelumnya, anemia, umur ibu, jarak kehamilan, paritas, KPD, dan preklampsia-eklampsia di RSUP DR.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan case control study. Populasi yang digunakan adalah semua ibu yang melahirkan di RSUP DR.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar tahun 2016 dan sampel penelitian ini terdiri dari kelompok kasus (persalinan prematur) dan kelompok kontrol (persalinan normal). Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan perbandingan antara kasus dan kontrol 1:2. Data yang digunakan yaitu data sekunder, data tersebut kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan dijelaskan dalam bentuk narasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang pernah memiliki riwayat persalinan prematur sebelumnya berisiko mengalami prematur 22,304 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak pernah mengalami. Ibu penderita anemia mempunyai risiko 3,622 kali untuk mengalami persalinan prematur dibandingakan dengan yang tidak mengalami. Ibu dengan umur <20tahun dan >35 tahun berisiko mengalami persalinan prematur 7,212 kali dibandingkan dengan yang tidak mengalami. Jarak kahamilan ibu sebelumnya <2tahun berisiko mengalami persalinan prematur 1.957 kali di bandingkan dengan ibu dengan jarak kehamilan >2tahun. Paritas 1 atau >3 berisiko 2,425 kali mengalami persalinan prematur dibandingkan dengan ibu yang paritasnya tidak berisiko. Ibu yang mengalami KPD berisiko 4.168 kali dan preklampsia/eklampsia berisiko 4,788 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami dan menderita preklampsia/eklampsia.
Disarankan bagi ibu untuk lebih merencanakan dan memepersiapkan kehamilannya dengan mengikuti program KB untuk membatasi jumlah kelahiran dan melengkapi ANC untuk mencegah bahaya-bahaya kehamilan.
Kata Kunci : persalinan prematur, faktor risiko Daftar Pustaka : 65 referensi (1998-2016)
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Tak lupa pula shalawat dan salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang berjuang dijalan Allah SWT hingga akhir zaman.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan karena dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur di RSUP DR.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017” yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Biostatistik/KKB Universitas Hasanuddin Makassar.
Penulis menyadari sungguh bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak hambatan dan tantangan yang dihadapi. Namun berkat usaha dan kerja keras penulis serta dukungan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan. Maka pada kesempatan ini, dengan segala rasa hormat, cinta dan penghargaan yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua tercinta Ayahanda Jakariah Husen dan Ibunda St.Arbiah Jakariah , Bapak H. Ismail Husen dan ibunda ku tercinta alm. Siti Hendo dan kepada suami tercinta Akbar Laupaty yang selama ini setia mendampingi, memotivasi dan sangat memberikan suport serta nasehat- nasehat terbaik kepada istri dalam upaya menyelesaikan tugas akhir ini. serta tak lupa pula ku haturkan terimakasih kepada bapak mertua Jainuddin H.M.saleh S.Pdi dan ibu
vi
mertua st. Nurdiah Jainuddin S.Pdi atas kasih sayang, dorongan, dukungan moril maupun materil, kepercayaan, dan kesabaran dalam menghadapi tingkah laku penulis selama ini, serta do’a yang selalu menemani setiap langkah penulis.
Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kalian, di dunia maupun di akhirat.
Juga kepada kakak- kakak tercinta Nuraeni Jakariah, Layli Kurniah Jakariah, Arif Suryawirawan Jakariah, Agussalim Jakariah, yang selalu menjaga memberikan motivasi dan dukungan penuh kepada penulis, dan untuk Anak ku tercinta Muzammil Al-fatih yang selalu menemani setiap langkah ibu sejak masih dalam kandungan hingga sekarang yang kini engkau menjadi penghibur disaat lelah, menyemangat sekaligus inspirasi ku dalam menyelesaikan dan menyusun skripsi ini. Dan tidak lupa pula ponaan-ponaan ku tercinta Muh. Jumradil Akbar, Fatimah Az-Zahra dan El Mira Shanum yang selalu menjadi penghibur dan motivasi untuk menyelesaikan studi dengan cepat.
Pada kesempatan ini juga, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. DR. Dwia Aries Tina Palubuhu selaku Rektor Universitas Hasanuddin.
2. Bapak Prof. Dr.drg. H.A. Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin beserta seluruh staf atas bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan.
3. Bapak Dr. Muhammad Alwy Arifin, M.kes selaku penasehat akademik atas segala motivasi dan bimbingannya kepada penulis.
4. Bapak Dr. dr. Arifin Seweng, MPH selaku pembimbing I dan Bapak dr.
Mukhsen Sarake, MS selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu
vii
untuk memberikan bimbingan, arahan serta petunjuk yang sangat bermanfaat sehingga tersusunlah skripsi ini.
5. Tim Punguji Bapak Dr. Muhammad Ikhsan, MS, PKK, Ibu Ir. Nurhayani M.kes, dan Ibu Jumriani Ansar, SKM., M.Kes yang telah banyak memberikan masukan serta arahan guna penyempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Ibu DR. Masni, Apt, MSPH selaku Ketua Bagian Biostatistik/KKB FKM Unhas dan para staf yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis terutama menyelesaikan penulisan skripsi ini.
7. Para Dosen FKM Unhas, khususnya dosen Bagian Biostatistik/KKB, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Bapak dr. Muh Ilham Hamzah, DESS selaku Direktus SDM dan Pendidikan Rumah Sakit Umum Wahidin Sudirohusodo Makassar beserta seluruh staf yang telah memberikan izin penelitian dan telah membantu pada saat penelitian.
9. Untuk saudara- saudaraku (k jana, k ros, k eni, k julkarnain, k edi dan k dirman seberta suami dan istrinya semua) terimakasih untuk selama ini telah memberikan motivasi dan bantuan moril dan materi selama penulis menjalani masa perkuliahan.
10. Untuk teman- teman kos (ewhy, dini, rini, relis , dan masih banyak lagi) terima kasih sudah memberikan pengalaman nge-kos yang luar biasa dan pelajaran tentang hidup.
11. Teman-teman Jurusan Biostatistik/KKB (Uswa, Siti, Fitri, Yusti, Hilda, Intan, Kimo, Husnul, Ruslan, Arman dan Mujahidin), dan teman-teman Angkatan
viii
Dementor 2012 yang telah mewarnai hari-hari selama menempuh kuliah di FKM Unhas.
12. Senior-senior dan adik-adik Angkatan 2010 dan 2013 terimakasih atas bantuan dan kebersamaanya selama selama menempuh perkuliahan di FKM Unhas.
13. Kepada pegawai rekam medik RS wahidin sudirohusodo, terima kasih telah meluangkan waktu dan membantu saya dalam penelitian ini. Semoga kalian selalu berbahagia dalam hidup. Aamiin.
14. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil hingga skripsi ini dapat diselesaikan, semoga Allah SWT senantiasa memberikan imbalan pahala yang berlipat ganda.
Penulis memahami sepenuhnya bahwa skripsi ini tak luput dari kesalahan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Makassar, 10 Oktober 2017
Penulis
ix DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
RINGKASAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Persalinan Prematur ... 12
B. Tinjauan Umum Tentang Variabel Penelitian... 24
C. Kerangka Teori... 38
BAB III KERANGKA KONSEP A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti ... 39
B. Kerangka Konsep ... 44
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ... 45
D. Hipotesis Penelitian ... 48
BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 50
x
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50
C. Populasi Dan Sampel ... 51
D. Pengumpulan Data ... 52
E. Pengolahan Data dan Analisis Data ... 52
F. Penyajian Data ... 55
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 56
B. Pembahasan ... 71
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017...……….. ... 57 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017 ... 57 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017……… ... 58 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Persalinan di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017...….. ... 59 Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Anemia Ibu di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017...……….. ... 60 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Berisiko di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017 ... 60 Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Kehamilan di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017……… ... 61 Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Paritas di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017……… ... 61 Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Ketuban Pecah Dini di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017…………... ... 62 Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Preeklamsia di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017……… ... 63 Tabel 5.11 Risiko Kejadian Persalinan Prematur Berdasarkan Riwayat
Persalinan Prematur di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017…. ... 63
xii
Tabel 5.12 Risiko Kejadian Persalinan Prematur Berdasarkan Umur Ibu di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017……… ... 64 Tabel 5.13 Risiko Kejadian Persalinan Prematur Berdasarkan Anemia Ibu di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017……….. ... 65 Tabel 5.14 Risiko Kejadian Persalinan Prematur Berdasarkan Jarak Kehamilan
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017……….. ... 66 Tabel 5.15 Risiko Kejadian Persalinan Prematur Berdasarkan Paritas di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017………. ... 67 Tabel 5.16 Risiko Kejadian Persalinan Prematur Berdasarkan Ketuban Pecah
Dini di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017... ... 68 Tabel 5.17 Risiko Kejadian Persalinan Prematur Berdasarkan Status
Preeklamsia/Eklamsia di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017... ... 69 Tabel 5.18 Ringkasan Hasil Uji OR Faktor Kejadian Persalinan Prematur di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017... ... 71
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1 Kerangka Teori Lawrence Green ... 38 Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian ... 44 Gambar 3 Rancangan Penelitian Kasus Kontrol...50
xiv
DAFTAR ISTILAH
AKB : Angka Kematian Bayi
AKABA : Angka Kematian Balita
ANC : Antenatal Care
BKKBN : Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencara Nasional
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
CRH : Corticotropin Releasing Hormone
CRP : C-Reactive Protein
CI : Confident Interval
DEPKES RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia IUGR : Intra Uterine Growth Retardation
KH : Kelahiran Hidup
HB : Hemoglobin
Ha : Hipotesis Alternatif
Ho : Hipotesis Nol
KPD : Ketuban Pecah Dini
MDG’s : Mellinium Development Goals NEC : Necrotizing Entro Cilitis
NAPZA : Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif
OR : Odds Ratio
RDS : Respiratory Distress Syndrom
RENSTRA : Rencana Strategi Kementrian Kesehatan RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
UNICEF : United Nations Children’s Fund
SPSS : Statistical Product and Service Solutions VDRL : Veneral Disease Research of Laboratories
WR : Wassermann Reaktie
WHO : World Health Organization
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Master Tabel
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Lampiran 3 Hasil Analisis Data
Lampiran 4 Surat Izin Pengambilan Data Awal dari Dekan FKM Unhas Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dari Dekan FKM Unhas
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian dari Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Lampiran 7 Surat Izin Penelitian dari RSUP.DR. Wahidin Sudirohusodo Lampiran 8 Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 9 Riwayat Hidup
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi antara kehamilan 20 minggu sampai kehamilan kurang dari 37 minggu yang diukur berdasarkan hari pertama haid terakhir (World Health Organization, 2010). Prematur bayi yang lahir hidup sebelum 37 minggu kehamilan selesai, adapun kelahiran prematur berdasarkan usia kehamilan sangat prematur <28 minggu, sedang 28 sampai <32 minggu, akhir prematur 32 sampai <37 minggu (World Health Organization, 2012).
Masalah utama dalam persalinan prematur adalah perawatan bayinya, semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitasnya (Saifuddin, 2009).
Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi sebelum umur kehamilan ibu 37 minggu memiliki dampak sangat merugikan bagi bayi baik secara fisik organ tubuh janin masih belum terbentuk secara sempurna dan berfungsi dengan baik, atau maturitas organ seperti patu, otak dan gastrointestinal juga belum sempurna. Untuk jangka pendek, bayi yang lahir prematur akan memiliki kelainan seperti RDS (Respiratory Distress Syndrom), pendarahan intra/periventrikuler, NEC (Necrotizing Entro Cilitis), displasi bronko-pulmonar, sepsis dan paten duktus arteriosus. Untuk dampak jangka panjang, bayi prematur dapat mengalami gangguan perkembangan neurologi dan ketidakmampuan yang permanen seperti penyakit paru, paralsis serebri, kebutaan dan ketulian. Gangguan
atau ketidak mampuan ini berdampak pada kesulitan untuk berprestasi di dunia luar dan pada akhirnya mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang (Wijayanegara, 2009). Selain itu, kelahiran bayi prematur ini memerlukan bantua perawatan medis yang melibatkan teknologi sehingga berdampak pada beban pengeluaran yang besar pada keluarganya (Holmes & Baker, 2011).
Selain gangguan kesehatan, persalinan prematur juga dapat berakibat pada kematian bayi yang di lahirkan kelangsungan hidup bayi prematur bergantung pada umur kehamilan ibu saat persalinan. Semakin muda umur kehamilan saat persalinan maka semakin kecil peluang kelangsungan hidupnya (Saifuddin, 2009). Bayi yang lahir pada usia kehamilan 23 minggu memiliki peluang kelangsungan hidup sebesar 17%, pada usia kehamilan 24 minggu sebesar 39%, pada usia kehamilan 25 minggu sebesar 50% dana usia ≥32 minggu bayi memiliki kelangsungan hidup 60% (Holmes & Baker, 2011).
Kelahiran prematur merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas neonatus yaitu 60-80% diseluruh dunia dan penyebab kedua terbesar kematian anak usia dibawah 5 tahun (World Health Organization, 2016). Setiap tahun 15 juta bayi lahir prematur di seluruh duniadan sebanyak 3,1 juta meninggal karena komplikasi kelahiran prematur (Blencowe et al, 2013). Kelahiran prematur merupakan masalah global Lebih dari 60% dari kelahiran prematur berada di negara berpenghasilan rendah yaitu dari sub-Sahara dan Asia Selatan, sedangkan di negara berpenghasilan tinggi seperti Amerika menunjukkan kejadian kelahiran
prematur sebesar 12,3% dari 4 juta kelahiran setiap tahun (World Health Organization, 2015, Factsheet on Preterm Birth, 2013, Lawn et al., 2010).
Menurut World Health Organization (2017), Indonesia menempati urutan kelima negara dengan angka kejadian prematur sekitar 19% dan merupakan penyebab utama kematian perinatal. Kelahiran di Indonesia diperkirakan sebesar 5.000.000 orang per tahun, maka dapat diperhitungkan kematian bayi 56/1000 kelahiaran hidup, menjadi sekitar 280.000 per tahun yang artinya sekitar 2,2-2,6 menit bayi meninggal.
Penyebab kematian tersebut antara lain asfiksia (49-60%), infeksi (24- 34%), Berat Badan Lahir Rendah (15-20%), trauma persalinan (2-7%), dan cacat bawaan (1-3%) (Kurniasih, 2009).
Sebagai gambaran kasar untuk melihat angka kejadian prematur di Indonesia digunakan angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Menurut Sharma & Mishra (2013), BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) merupakan faktor penyebab kejadian persalinan prematur dengan lahir pada periode kurang dari 37 minggu. Bersadarkan Angka kejadian BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Nasional pada tahun 2013 sebesar 10,2% diharapkan turun menjadi 8% pada target RENSTRA (Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019) & RISKESDA (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Berat Badan Lahir Rendah juga selain dapat disebabkan oleh kelahiran preterm juga disebabkan oleh pertumbuhan janin yang terhambat, keduanya sebaiknya dicegah karena dampaknya yang negatif; tidak hanya kematian perinatal tetapi juga
morbiditas, potensi generasi akan datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga serta bangsa secara menyeluruh (Joseps, 2010).
Sehingga kelahiran prematur saat ini menjadi masalah dunia yang harus segera diselesaikan (Stacy et al, 2010).
Penelitian Katz et. al. (2013) menemukan bahwa anak yang dilahirkan prematur memiliki risiko 6,82 kali untuk mengalami kematian neonatal dan 2,5 kali mengalami kematian post-neonatal dibandingkan anak yang dilahirkan aterm. Menurut WHO (World Health Organization, 2012) menyatakan bahwa kelahiran prematur merupakan penyebab kedua terbesar kematian bayi dibawah umur 5 tahun (balita). Hal ini tentu menunjukkan bahwa persalinan prematur merupakan salah satu pengahambat dalam target MDG’s ke 4 yakni menurunkan angka kematian bayi dibawah umur 5 tahun sebesar 40%.
AKB (Angka Kematian Bayi) dan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara seluruh dunia.
Berdasarkan laporan dari UNICEF (United Nations Children’s Fund, 2014), AKABA (Angka Kematian Balita) di dunia adalah sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup.Angka ini masih jauh dari target MDG’s yaitu sebesar 30/1000 Kelahiran Hidup. Untuk kawasan Asia Tenggara, AKABA juga masih cukup tinggi yaitu sebesar 29/1000 Kelahiran Hidup dimana target yang akan dicapai yaitu sebesar 24/1000 Kelahiran Hidup.
Untuk Indonesia, pada tahun 2012 AKB (Angka Kematian Bayi) 34/1000 Kelahiran Hidup dan AKABA (Angka Kematian Balita) 44/1000 Kelahiran Hidup. Pada tahun 2013 Angka Kematian Bayi 32/1000
Kelahiran Hidup dan Angka Kematian Balita 40/1000 Kelahiran Hidup.
Penurunan ini masih jauh dari target MDG’s (Millennium Development Goals), maka diperlukan kerja keras untuk menurunkannya (Kemenkes RI, 2014).
Data profil Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan pada tahun 2012 ditemukan 146.233 kelahiran bayi yang terdiri dari 145.306 bayi lahir hidup dan 927 bayi meninggal, sebanyak 2.751 (1,89%) BBLR yang terdiri dari prematur 1.098 (0,75%) dari seluruh kelahiran di Provinsi Sulawesi Selatan (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan 2012).
Faktor yang menyebabkan terjadinya persalinan preterm. Dari berbagai literatur menyatakan bahwa faktor risiko persalinan prematur bermacam-macam dan 50% tidak selalu bisa diidentifikasi pada masing- masing individu karena banyaknya faktor yang berperan antara lain faktor sosial ekonomi, nutrisi, medis, infeksi, penyakit ibu selama kehamilan, kehamilan ganda, stress fisik dan mental, kelainan plasenta, merokok, alkohol dan inkompetensi serviks. Secara epidemiologi dikatakan bahwa persalinan prematur berhubungan dengan sosial ekonomi, usia ibu, anomali uterus, riwayat persalinan prematur sebelumnya, riwayat abortus, perokok, dan ras. (Palulungan, L, 2008).
Ibu hamil yang memiliki riwayat persalinan prematur sebelumnya akan meningkatkan risiko terjadinya persalinan prematur bagi kehamilan berikutnya sebesar 2,2 kali (greer et al, 2005). Penelitian yang di lakukan Malka, 2013 mengalami anemia memiliki risiko 3,71 kali mengalami
kelahiran prematur dibandingkan ibu yang tidak anemia. Penelitian yang dilakukan Husna tahun 2014 menunjukkan umur ibu <20 atau >35 tahun memiliki risiko 2,44 kali lebih besar terhadap kejadian kelahiran prematur.
Penelitian yang dilakukan oleh Fransiska tahun 2013menunjukkan bahwa jarak kehamilan <2 tahun memiliki risiko 6,7 kali lebih besar terhadap kejadian prematur. Penelitian yang dilakukan Wiknjosastro (2005) Paritas 1-2 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.
Pada paritas tinggi yaitu lebih dari dua, mempunyai angka kematian perinatal, morbiditas ibu dan komplikasi persalinan lainnya meningkat dan terus meningkat dengan meningginya paritas. Penelitian yang di lakukan Krisnadi dkk, 2009 salah satu komplikasi dari ketuban pecah dini yaitu dapat meningkatkan risiko prematuritas neonatal, termaksud 1-2% risiko kematian janin dan pada penelitian yang di lakukan di tokyo oleh Matsushita et al, 2008, ibu hamil yang mengalami preeklampsia dan eklampsia pada masa kehamilannya mempunyai risiko 7,7 kali untuk mengalami kejadian persalinan prematur dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami preeklampsia/ eklampsia.
Semakin muda bayi yang dilahirkan maka risiko kesakitan semakin meningkat. Mereka yang berhasil melewati masa krisisnya sering mengalami kebutaan, tuli, dan celebral palsy atau retardasi mental.Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur. Gangguan respirasi menyebabkan 44 persen kematian yang terjadi pada umur kurang dari 1 bulan. Jika berat bayi kurang dari 1000 gram, angka kematian naik menjadi 74 persen. Karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas
jaringan otak, bayi prematur lebih rentan terhadap kompresi kepala Perdarahan intrakranial lima kali lebih sering pada bayi prematur dibanding pada bayi aterm. Kebanyakan keadaan ini terjadi akibat anoksia sehingga Cerebral palsy lebih sering dijumpai pada bayi-bayi prematur (Oxorn 2003). Umumnya inkubator terbaik bagi perkembangan janin adalah uterus ibu artinya perkembangan modern sekalipun belum mampu menyamai kemampuan uterus untuk memelihara pertumbuhan dan perkembangan janin (Dirjen Bina Pelayanan Medik Kementerian Republik Indonesia, 2009).
Persalinan prematur terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, 30% akibat persalinan elektif, 10% pada kehamilan ganda dan sebagian lain sebagai akibat kondisi ibu dan janinnya. Secara umum faktor risiko kejadian kelahiran prematur antara lain faktor idiopatik, latrogenik (elektif), sosio demografik, faktor ibu, penyakit medis dan keadaan kehamilan, infeksi dan genetik (Wijayanegara H, dkk, 2009).
Kejadian persalinan prematur di Sulawesi Selatan pada tahun 2007 adalah sebanyak 537 kasus dan di tahun 2008 adalah 492 kasus (Rahman, 2010). Di kota Makassar, jumlah kejadian persalinan prematur cenderung meningkat setiap tahun. Pada tahun 2010 terdapat 184 bayi yang lahir prematur. Pada tahun 2011 sebanyak 186, 2012 sebanyak 473 dan 2013 sebanyak 611 kasus (P2PL Makassar, 2014).
Data dari bagian rekam medis RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar, pada tahun 2013 ada 40 kasus persalinan prematur. Tahun 2014 ada 136 kasus persalinan prematur. Tahun 2015 ada 112 kasus
persalinan prematur. Bulan Januari-Desember 2016 terdapat 113 kasus persalinan prematur.
Melihat kondisi di atas kejadian kelahiran prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo kini masih dibilang tinggi, maka perlu dilakukan pencegahan terhadap hal tersebut. Untuk itu peneliti memilih RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sebagai tempat penelitian karena masih tinggi angka kelahiran prematur setiap tahunnya mengalami kenaikan di rumah sakit tersebut. Selain itu juga RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo merupakan rumah sakit pusat rujukan Sulawesi Selatan bertaraf Internasional. Untuk itu kejadian persalinan prematur dapat di lakukan pencegahan dengan cara memperhatikan faktor-faktor risiko dari kelahiran prematur tersebut antara riwayat prematur sebelumnya, anemia, usia ibu, paritas, jarak kehamilan, ketuban pecah dini dan preklampsia/eklampsia.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor Risiko Kejadian Prematur Di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017 “.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Berapa besar risiko riwayat preterm sebelumnya terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017?
2. Berapa besar risiko Anemia terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017?
3. Berapa besar risiko umur ibu terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017?
4. Berapa besar risiko jarak kehamilan terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017?
5. Berapa besar risiko paritas terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017?
6. Berapa besar risiko ketuban pecah dini terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017?
7. Berapa besar risiko preklampsia/eklampsia terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017?
C. Tujuan Penelitian.
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor Risiko Kejadian Prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menghitung besar risiko riwayat preterm sebelumnya ibu terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017.
b. Untuk menghitung besar risiko anemia terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017.
c. Untuk menghitung besar risiko umur ibu terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017.
d. Untuk menghitung besar risiko jarak kehamilan ibu terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017.
e. Untuk menghitung besar risiko paritas ibu terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017.
f. Untuk menghitung besar risiko ketuban pecah dini terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017.
g. Untuk menghitung besar risiko preklamsia/ eklamsia terhadap kejadian persalinan prematur di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian.
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu sumber informasi untuk melihat faktor risiko kejadian persalinan prematur.
2. Manfaat Keilmuan
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca dan peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan kejadian persalinan prematur.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengembangkan ilmu yang telah didapatkan dan dapat menambah pengalaman.
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Persalinan Prematur.
1. Pengertian Persalinan Prematur
Menurut WHO (World Health Organization) persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi antara kehamilan 20 minggu sampai kehamilan kurang dari 37 minggu.
Partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan/
atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir. (Oxorn & Forte, 2010). Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram (Saifuddin, 2002).
Persalinan prematur adalah dimulainya onset persalinan/inpartu sebelum usia kehamilan genap 37 minggu. Persalinan didefinisikan sebagai pembukaan serviks >2cm dan terdapat kontraksi-kontraksi yang teratur dan nyeri/his (Datta et al, 2010).
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu yang dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Persalinan preterm merupakan masalah besar karena dengan berat janin kurang dari 2500 gram dan umur kurang dari 37 minggu, maka alat-alat vital (otak, jantung, paru, ginjal) belum sempurna, sehingga
mengalami kesulitan dalam adaptasi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik (Sujiyatini,dkk 2009).
2. Kelainan Lama Kehamilan
Berakhirnya kehamilan menurut lamanya kehamilan dapat dibagi menjadi:
a. Abortus : lamanya kehamilan <20 minggu dengan berat anak
<500 gram
b. Persalinan kurang bulan (persalinan prematur) dibangi menjadi 2 yaitu: lamanya kehamilan 20-28 minggu dengan berat anak 1000- 2500 gram disebut partus imaturus, dan lamanya kehamilan 28-37 minggu dengan berat anak 1000-2500 gram disebut partus prematur.
c. Persalinan cukup bulan (aterm): lamanya kehamilan 37-42 minggu dengan berat anak >2500 gram.
d. Persalinan lewat waktu (postterm): lamanya kehamilan >42 minggu (Krisnadi, 2009)
3. Klasifikasi
Menurut kejadiannya, persalinan prematur digolongkan menjadi:
a. Idiopatik/Spontan
Sekitar 50% penyabab persalinan prematur tidak diketahui, oleh karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan prematur spontan. Namun penggolongan idiopatik saat ini dianggap berlebihan karena ternyata setelah diketahui banyak faktor yang terlibat dalam persalinan prematur dapat digolongkan
ke dalamnya. Apabila faktor-faktor lain tidak ada sehingga penyebab prematuris tidak dapat diterangkan, maka penyebab persalinan prematur ini disebuat idiopatik.
b. Latrogenik/Elektif
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika kedokteran menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya. Maka apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat membahayakan janin, maka janin akan dipindahkan ke lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari rahim ibunya sebagai tempat kelangsungan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan persalinan prematur buatan/latrogenik yang disebut juga elective preterm. Sekitar 25% persalinan prematur termasuk ke dalam golongan latrogenik/ekektif.(Krisnadi, 2009).
4. Diagnosis
Insidensi persalinan palsu yang tinggi menyulitkan diagnosis tepat partus prematurus yang sejati. Pada sepertiga kasus, apa yang disebut persalinan berhenti tanpa tindakan atau setelah pemberian suatu plasebo. Kriteria partus prematurus yang lazim mencakup:
a. Serviks sedikitnya sudah terbuka 2cm atau sudah mendatar 75%.
b. Ada perubahan yang progresif pada serviks selama periode observasi.
c. Terjadinya kontraksi yang terasa nyeri, teratur dan intervalnya kurang dari 10 menit menunjukkan bahwa pasien tersebut tengah berada dalam proses persalinan (Oxorn &Forte, 2010).
5. Etiologi
Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:
a. Aktivasi kasis kelenjar hipotalamus – hipofisis – adrenal baik pada ibu maupun janin, akibat stres pada ibu dan janin.
b. Inflamasi desidua – koriamnion atau sistemik akibat infeksi asenden ari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik.
c. Perdarahan desidua.
d. Peregangan uterus patologik.
e. Kelainan pada uterus atau serviks.
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm adalah :
a. Faktor janin dan plasenta:
1) Perdarahan trimester awal.
2) Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa).
3) Ketuban pecah dini (KPD).
4) Pertumbuhan janin terhambat.
5) Cacat bawaan janin.
6) Kehamilan ganda/gemeli.
7) Polihidramnion.
b. Faktor ibu :
1) Penyakit berat pada ibu.
2) Diabetes Mellitus.
3) Preeklamsia / hipertensi.
4) Infeksi saluran kemih / genital / intrauterin.
5) Penyakit infeksi dengan demam.
6) Stres psikologik.
7) Kelainan bentuk uterus / serviks.
8) Riwayat persalinan preterm / abortus berulang.
9) Inkompetensi servik (panjang serviks kurang dari 1 cm).
10) Pemakaian obat narkotik.
11) Trauma.
12) Perokok berat.
13) Kelainan imunologi / kelainan resus.
6. Komplikasi Pada Janin
Gangguan kesehatan pada bayi prematur antara lain (Manuaba dalam Anik dan Eka, 2013):
a. Termoregulator:
1) Masih prematur, sehingga fungsinya masih belum optimal sebagai pengatur kehilangan panas badan.
2) Sedikitnya timbunan lemak di bawah kulit dan luas permukaan badan relatif besar sehingga bayi prematur mudah kehilangan panas dalam waktu singkat.
b. Masalah Paru
1) Pusat pengaturan paru di medulla oblongata masih belum sepenuhnya dapat mengatur pernapasan.
2) Tumbuh kembang paru masih belum matur sehingga sulit berkembang dengan baik.
3) Otot pernapasan masih lemah sehingga tangis bayi prematur terdengar lemah dan merintih.
c. Gastrointestinal:
1) Belum sempurna sehingga tidak mampu menyerap makanan ASI yang sesuai dengan kemampuannya.
2) Pengosongan lambung telambat sehingga menimbulkan desistensi lambung dan usus.
d. Hati:
1) Belum matur sehingga kurang dapat berfungsi untuk mendukung metabolisme.
2) Cadangan glikogen rendah
3) Metabolisme bilirubin rendah menimbulkan hiperbilirubinema yang selanjutnya akan menyebabkan ikterus sampai terjadi timbunan bilirubin dalam otak “kern ikterus”.
4) Tidak mampu mengolah vitamin K dan faktor pembukuan darah.
e. Ginjal:
1) Masih prematur sehingga tidak sanggup untuk mengatur air dan elektrolit.
2) Pengaturan protein darah masih kurang sehingga mungkin dapat terjadi hipoproteinemia.
f. Tendensi:
1) Pembuluh darah masih rapuh, sehingga permeabilitasnya tinggi, yang memudahkan terjadinya ekstravasasi cairan dan mudah terjadi edema.
2) Gangguan keseimbangan faktor pembekuan darah sehingga terjadi perdarahan.
3) Dalam keadaan gawat, misalnya terjadi trauma persalinan yang dapat menimbulkan syok sehingga terjadi perubahan hemodinamik sirkulasi dengan mengutamakan sirkulasi organ vital jantung dan susunan saraf pusat.
4) Gangguan sirkulasi darah akan mengubah distribusi 02 ke jaringan, vasokontriksi nekrosis, ekstravasasi cairan dan menambah gangguan fungsi alat vital.
7. Penapisan Untuk Persalinan Prematur
Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan prematur dapat dilakukan sejak awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien yang berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan prematur serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilakukan.
Beberapa faktor dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan prematur, sebagai berikut:
a. Indikator Klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekan serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya ketuban pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan prematur.
b. Indikator Laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah: jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml) dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (> 13.000/ml).
c. Indikator Biokimia
1) Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin janin 50mg/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalinan prematur.
2) Corticotropin releasing hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau pada trimester 2 merupaka indikator kuat untuk terjadinya persalinan prematur.
3) Sitokin inflamasi: seperti IL-1β, IL-6, IL-8 dan TNF-α telah diteliti sebagai mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin.
4) Isoferitin plasenta: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin sebesar 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 ± 53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan prematur.
5) Feritin: rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin dan kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan prematur.
8. Pencegahan Persalinan Prematur
Menurut Mochtar (1998), pada pencegahan ada hal-hal yang dapat dicegah dan hal-hal yang tidak dapat dicegah. Hal-hal yang dapat dicegah seperti, menurunkan atau mengobati toksemia gravidarum, solusio plasenta, penyakit ibu, kelainan serviks, umur ibu, merokok, bakteriuria, dan jarak anak yang terlalu rapat (dengan kontrasepsi) serta pekerjaan sewaktu hamil dikurangi atau jangan terlalu berat. Bila dijumpai partus prematurus habitualis diperiksa WR dan VDRL bila hamil banyak istirahat atau dirawat. Sedangkan hal-hal yang tidak dapat dicegah antara lain kausa ignota, faktor ovum, tempat insersi plasenta, insersi tali pusat, plasenta previa, kongenital anomaly, hamil ganda, dan suku bangsa serta hidrorea (hydrorrhoea). Langkah- langkah yang dapat diambil adalah:
a. Jangan kawin terlalu muda, dan jangan kawin terlalu tua (idealnya 20-30 tahun)
b. Perbaiki keadaan sosial ekonomi c. Cegah infeksi saluran kencing
d. Berikan makanan ibu yang baik, cukup lemak, dan protein e. Cuti hamil
f. Prenatal care yang baik dan teratur
g. Pakailah kontrasepsi untuk menjarangkan waktu kehamilan 9. Penanganan Pada Persalinan Prematur
a. Penatalaksanaan medik kasus yang terjadi pada usia kehamilan belum cukup, dengan adanya risiko persalinan prematur:
1) Infeksi:
a) Ditatalaksana dengan antibiotika spektrum luas dosis tinggi.
b) Demam / hiperpireksia ibu yang mungkin terjadi juga harus diobati karena keadaan hiperpireksia dapat berakibat buruk pada sirkulasi janin.
2) Kontraksi
a) Kontraksi yang berisiko tinggi adalah kontraksi dengan frekuensi lebih dari 3 – 4 kali per jam.
b) Dalam 48 jam menjelang partus, kontraksi akan meningkat (his) sampai 2 – 4 kali setiap 10 menit dengan intensitas yang makin kuat, makin lama dan makin sering.
c) Pada kasus dengan kontraksi, dilakukan terapi tokolisis, dengan obat-obatan beta-agonis (misalnya salbutamol, terbulatin) sambil terus mengawasi keadaan ibu dan keadaan janin.
d) Pengobatan diberikan dengan infus, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat oral bila pasien dipulangkan.
e) Bila kontraksi hilang, pemberian tokolisis dapat dihentikan.
3) Pemicu pematangan paru janin
a) Untuk akselerasi pematangan paru janin, diberikan preparat kortikosteroid ( misalnya deksametason, betametason) yang akan menstimulasi produksi dan sekresi surfaktan di paru janin.
b) Ideal diberikan minimal 2x24 jam.
b. Metode yang digunakan untuk menghentikan kontraksi pada kehamilan prematur: seperti yang disebutkan sebelumnya upaya penghentian persalinan prematur sulit untuk dilakukan dan sering tidak efektif. Tindakan dan pengobatan yang sering dilakukan adalah:
1) Tirah baring:
a) Dengan menyuruh ibu berbaring lebih enak pada posisi tubuhnya.
b) Keberhasilannya mungkin disebabkan oleh perasaan tentram pada diri ibu.
2) Magnesium sulfat:
a) Peranan magnesium mungkin terletak pada sifat antagonisnya terhadap kalsium.
b) Untuk menghindari intolsikasi oleh magnesium sulfat maka harus diperhatikan refleks patella tetap ada dan depresi respiratori.
3) Preparat agonis β-adrenergik.
a) Isoksuprin. Preparat ini kurang begitu efektif dan bisa menimbulkan efek samping yaitu takikardia dan hipotensi.
b) Ritodrin. Merupakan obat satu-satunya yang mempunyai indikasi spesifik adalah untuk menghentikan persalinan prematur.
c) Terbulatin. Umumnya digunakan pada pasien yang diperkirakan akan mengalami persalinan prematur dengan menghambat kontraksi miometrium.
d) Fenoterol. Secara struktural menyerupai ritodrin.
e) Terapi kombinasi. Dari hasil penelitian beberapa ahli maka terapi kombinasi dari ritodrin dengan magnesium sulfat memberikan efek yang lebih ampuh dari pada satu obat saja.
f) Anti prostaglandin. Preparat ini bekerja dengan menghambat kerja prostaglandin pada organ sasaran. Preparat penghambat saluran kalsium.
10. Cara Persalinan
Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan prematur seperti apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea terutama pada berat janin yang sangat rendah dan prematur sungsang, pemakaian forseps untuk melindungi kepala janin, dan apakah ada manfaatnya dilakukan episiotomi profilaksis yang luas untuk mengurangi trauma kepala. Bila janin presentasi kepala maka diperbolehkan partus pervaginam.Seksio sesarea tidak memberi prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu.Prematuris janganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukan seksio sesarea.Oleh karena itu, seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik.
Pada kehamilan letak sungsang 30 – 34 minggu, seksio sesarea dapat sipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinana dibiarkan terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm.
B. Tinjauan Umum Tentang Faktor-Faktor Risiko Kelahiran Prematur.
1. Riwayat Prematur
Riwayar obstetrik seorang ibu yang melahirkan akan berpengaruh pada kehamilan berikutnya dimana seorang wanita yang pernah melahirkan bayi preterm, memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi preterm pada kehamilan berikutnya. ibu yangmempunyai riwayat satu kali persalinan preterm sebelumnya akan meningkatkan risiko untuk mendapat persalinan preterm lagi sebesar
2,2 kali, dan bila pernah mengalami tiga kali persalinan preterm risikonya meningkat sampai 4,9 kali (Kusnadi, dkk 2009).
Persalinan prematur dapat terjadi pada ibu dengan riwayat preterm sebelumnya (Rayburn, 2010). Menurut oxorn (2003) risiko persalinan preterm, dapat meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan wanita yang persalinan pertamanya mencapai aterm. Riwayat preterm sebelumnya merupakan ibu yang pernah mengalami persalinan preterm sebelumnya pada kehamilan yang terdahulu (Hacker, 2010).
Ibu yang tidak dapat melahirkan bayi sampai usia aterm dapat di sebabkan karena kandungan/rahim ibu yang lemah atau faktor lain yang belum diketahui jelas penyebabnya.
Wanita yang telah mengalami kelahiran preterm pada kehamilan terdahulu memiliki risiko 20% sampai 40% untuk terulang kembali (varney,2007). Persalinan preterm dapat terulang kembali pada ibu yang persalinan pertamanya terjadi persalinan preterm dan risikonya meningkat pada ibu yang kehamilan pertama dan keduanya juga mengalami persalinan preterm. Pemeriksaan dan perawatan antenatal yang ketat pada ibu hamil yang pernah mengalami preterm sebelumnya merupakan cara untuk meminimalkan risiko terjadinya persalinan preterm kembali. Selain itu kesehatan ibu dan janin dapat dijaga semaksimal mungkin untuk menghindar besarnya persalinan preterm dapat terulang dan membahayakan kelangsungan bayi yang dilahirkan. Makin muda usia kehamilan terdahulu, maka makin cepat
terjadinya presalinan prematur pada kehamilan berikutnya (Gree et al, 2005).
Penelitian Johnson WG,et.al (2005) riwayat kelahiran preterm sebelumnya juga diprediksi ikut mempengaruhi kemungkinan terjadinya kelahiran preterm. Perempuan dengan riwayat kelahiran preterm sebelumnya akan mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk kelahiran preterm lagi. Tetapi banyak juga perempuan, dengan riwayat kelahiran preterm terjadi sekali saja dan berikutnya normal.
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Ghina Mumtaz (2010) menyatakan jika wanita mempunyai riwayat lebih dari 2 kali melahirkan bayi preterm. Dia mempunyai risiko untuk terjadi kelahiran preterm 70% pada kehamilan ini dengan OR sebesar 2,461 pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% (1,49-4,046).
2. Anemia
Anemia adalah suatu kejadian yang ditandai dengan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari normal. Klasifikasi kadarHb dalam darah pada wanita hamil menurut WHO 2010, yaitu, normal : 11gram%, anemia ringan: 8-11 gram% dan anemia berat: <8 gram%.
Berdasarkan patogenesisnya anemia dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu anemia karena kekurangan darah, anemia karena kerusakan sel darah merah dan anemia karena ada gangguan pada produksi sel darah merah. Dari ketiga golongan tersebut yang paling sering terjadi adalah anemia karena ada gangguan reproduksi sel darah
merah. Penyebab gangguan dari produksi sel darah merah adalah kurangnya zat besi. Zat besi merupakan salah satu dari pembentuk sel darah merah selain asam folat, vitamin B12, protein, vitamin C, tembaga, peridoksin, niasin, riboflafin, tiamin. Kekurangan zat besi adalah yang paling sering ditemui sebagai penyebab gangguan reproduksi sel darah merah.
Jika seseorang wanita hamil mengindap anemia, kemungkinan terjadinya keguguran (abortus), lahir prematur, proses persalinan yang lama, dan lemasnya kondisi sang ibu dapat terjadi. Setelah lahir, penyakit ini dapat menyebabkan pendarahan dan shock akibat dari melemahnya kontraksi rahim. Mengindap anemia, pengaruhnya dapat terjadi di awal kehamilan yaitu, terhadap hasil pembuahan (janin, plasenta, darah). Hasil pembuahan membutuhkan zat besi yang jumlahnya cukup banyak untuk membentuk butir-butir darah merah dan pertumbuhan embrio. Pada bulan ke 5-6, janin membutuhkan zat besi (hemoglobin) ibu kurang maka terjadinya abortus, kematian janin dalam kandungan atau waktu lahir, lahir prematur, serta terjadinya cacat bawaan tidak dapat dihindari.
Anemia pada ibu hamil merupakan risiko tinggi karena Hb yang berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh janin yang dikandung oleh ibu, sehingga akan mengalami gangguan. Sementara oksigen adalah senyawa yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh. Jika ibu hamil mengalami anemia selama mengandung secara langsung mempengaruhi kondisi tubuh dan menghambat
perkembangan janin yang dikandungnya.Dengan demikian risiko terjadinya persalinan prematur sangat tinggi (Aminuddin, 2006).
Anemia dalam kehamilan merupakan risiko tinggi untuk terjadinya bahaya bagi ibu dan janin.Anemia dalam kehamilan dapat mempengaruhi kehamilan, persalinan, aborsi dan sebagainya (Kurniati, 2005). Ibu hamil yang mengalami anemia selama mengandung berpeluang mengalami persalinan prematur (Azriani, 2008).
Menurut Irmawati (2010), kategori anemia yaitu jika Hb
<11gram/dl. Ibu hamil menderita anemia berisiko sebesar 4.38 kali untuk melahirkan prematur di bandingkan dengan ibu yang tidak menderita saat kehamilannnya (CI:2,45-7,85, nilai p=0,000).
Menurut penelitian Huszar G, Hayashi R 2009 Kemungkinan ibu dengan anemia dalam kehamilan yang mengalami persalinan preterm 3 kali lebih besar dari pada ibu yang tidak anemia, persalinan preterm pada ibu dengan riwayat persalinan preterm sebelumnya adalah 20,33 kali lebih besar dari pada ibu tanpa riwayat persalinan preterm sebelumnya, dan persalinan preterm pada kelompok umur ibu yang berisiko adalah 2,259 lebih besar dari pada kelompok umur yang tidak berisiko. Pada wanita Hamil, anemia dapat meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kejadian pretermitas meningkat sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah di peroleh nilai OR= 13,6 mempunyai peluang 13,6 kali untuk mengalami risiko preterm di bandingkan
dengan ibu yang tidak mengalami anemia (Hinderaker SG, Olsen BE, Lie RT, et al 2008).
3. Umur Ibu
Usia atau umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Pada pembahasan demografi, pengertian umur adalah umur pada saat ulang tahun terakhir.
Usia 20-35 tahun adalah umur reproduktif, pada umur tersebut seorang wanita sudah siap untuk hamil, bersalin dan menyusui.
Menurut hasil penelitian Yulianto (2004), umur terbaik untuk hamil dan melahirkan adalah umur 20 sampai 35 tahun. Keadaan ini sangat berkaitan dengan proses pematangan organ-organ reproduksi serta kesiapan lain termasuk kesiapan mental sang ibu. Tetapi tidak menutup kemungkinan pada umur tersebut tidak rentan terjadi persalinan prematur misalnya pada saat hamil ibu dalam keadaan stres fisik dan mental yang dapat menyebabkan ibu bersalin sebelum waktunya (Hidayat R, 2009).
Umur ibu sangat mempengaruhi kemungkinan mereka menjalani persalinan prematur. Umur terlalu muda atau terlalu tua merupakan salah satu faktor risiko terjadinya persalinan prematur. Umur yang dipandang memiliki risiko saat melahirkan adalah dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun. Sedangkan antara 20-35 tahun dari segi umur risiko melahirkannya nol. Untuk yang umur dibawah 20 tahun, risiko kehamilannya karena alat-alat atau organ reproduksinya belum siap
untuk menerima kehamilan dan melahirkan. Alat-alat reproduksi yang belum siap itu antara lain organ luar seperti liang vagina, bibir kemaluan, muara saluran kencing dan perinium (batas antara liang vagina dan anus) tidak siap untuk bekerja mendukung persalinan.
Begitu pula halnya dengan organ dalam seperti rahim, saluran rahim dan indung telur.
Menurut Krisnadi, dkk (2009) menjelaskan bahwa ibu hamil dengan usia muda yaitu kurang dari 20 tahun peredaran darah menuju serviks dan uterus belum sempurna hal ini menyebabkan pemberian nutrisi pada janin berkurang. Demikian juga peredaran darah yang kurang pada saluran genital menyebabkan infeksi meningkat sehingga juga dapat menyebabkan persalinan preterm meningkat.
Wanita muda yang umurnya dibawah 20 tahun terhitung masih dalam proses pertumbuhan. Memang mereka sudah mendapatkan haid (menstruasi), namun sebenarnya bukan berarti organ reproduksinya sudah matang seratus persen. Sedangkan untuk wanita dewasa berumur lebih dari 35 tahun keatas, kondisi organ-organ reproduksinya berbanding terbalik dengan yang dibawah 20 tahun. Pada umur itu wanita mulai mengalami proses penuaan. Dengan kondisi seperti itu maka terjadi regresi atau kemunduran dimana alat reproduksi tidak sebagus layaknya normal, sehingga sangat berpengaruh pada penerimaan kehamilan dan proses melahirkan (Manuaba, 2008).
Ibu hamil dengan usia diatas 35 tahun juga berisiko karnadengan Adanya kehamilan membuat ibu memerlukan ekstra energi untuk
kehidupannya dan juga kehidupan janin yang sedang dikandungnya.
Selain itu pada proses kelahiran diperlukan tenaga yang lebih besar dengan kelenturan dan elastisitas jalan lahir yang semakin berkurang (Kristiyanasari 2010).
Pada penelitian Irmawati (2010), ibu yang berusia <20 tahun berisiko sebesar 5,04 kali untuk melahirkan prematur, sedangkan ibu yang berusia >35 tahun memiliki risiko 1,15 untuk melahirkan prematur dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia 20-34 tahun.
Hasil penelitian pada wanita Thailand menunjukkan bahwa perempuan yang berumur <20 tahun memiliki risiko 1,69 kali terjadinya persalinan prematur dibandingkan dengan perempuan berumur 25-29 tahun, pada perempuan >35 tahun berisiko 1,75 kali terjadinya persalinan prematur dibandingkan dengan wanita berumur 25-29 tahun (Marisa et al, 2010).
4. Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan adalah jarak antara persalinan terakhir dengan awal kehamilan.Jarak kehamilan terlalu dekat maupun jauh bisa membahayakan ibu dan janin. Idealnya, tidak kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan.Perhitungan tidak kurang dari 9 bulan ini atas dasar pertimbangan kembalinya organ-organ reproduksi kekeadaan semula.
WHO merekomendasikan interval waktu minimal 24 bulan agar tubuh dapat pulih setelah melewati proses kelahiran (Krisnadi, 2009).
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh BKKBN jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih. Jarak kelahiran yang pendek akan
menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan.
Berbagai teori diajukan mengenai efek jarak kehamilan dengan kejadian persalinan prematur. Jarak antar kehamilan yang pendek mengurangi cadangan nutrisi ibu sehingga meningkatkan risiko persalinan prematur. Ibu yang mempunyai interval persalinan yang pendek biasanya juga memiliki karakteristik sebagai berikut yakni usia muda, paritas tinggi, sosio-ekonomi, rendah, pendidikan kurang, perokok, peminum alkohol, atau pemakaian obat-obatan NAPZA yang juga merupakan faktor risiko persalinan prematur (Krisnadi, 2009).
Jarak kehamilan yang terlalu dekat yaitu kurang dari 24 bulan merupakan jarak kehamilan yang berisiko tinggi sewaktu melahirkan.
Pada wanita yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan ( < 2 tahun), akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester ke tiga, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia atau kurang darah, ketuban pecah awal, endometriosis masa nifas serta yang terburuk yakni kematiaan saat melahirkan. Selain itu wanita yang hamil dengan jarak terlalu dekat berisiko tinggi mengalami komplikasi diantaranya kelahiran prematur, bayi dengan berat badan rendah, bahkan bayi lahir mati. Pada kehamilan jarak dekat, kemungkinan kekurangan gizi sangat besar.H al ini karena ibu hamil juga perlu menyusui bayinya. Dengan demikian
nutrisi ibu hamil menjadi berkurang dan janin juga bisa semakin kekurangan gizi. Meningkatnya risiko ini tidak berkaitan dengan faktor risiko lain, seperti komplikasi pada kehamilan pertama, usia ibu saat melahirkan, dan status sosial ekonomi ibu. Jarak kehamilan terlalu dekat menyebabkan ibu punya waktu yang terlalu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya.Setelah rahim kembali kekondisi semula, barulah merencanakan punya anak lagi.
5. Paritas
Paritas adalah banyak kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas dapat dibedakan menjadi primipara dan multipara (prawirohardjo, 2010). Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (Saifuddin, 2007). Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang pernah dlahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan tidak diketahui, maka dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu (Sumarah, 2008).
Jumlah paritas ibu merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya kelahiran preterm karena jumlah paritas dapat mempengaruhi keadaan kesehatan ibu dalam kehamilan (Kurniasih, 2009).
Risiko kesehatan ibu dan anak meningkat pada persalinan pertama, keempat dan seterusnya. Kehamilan dan persalinan pertama meningkatkan risiko kesehatan yang timbul karena ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya, selain itu jalan lahir baru akan dicoba dilalui janin. Sebaliknya jika terlalu sering melahirkan rahim akan menjadi semakin lemah karena jaringan parut uterus akibat
kehamilan berulang. Jaringan parut ini menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta tidak mendapat aliran darah yang cukup untuk menyalurkan nutrisi ke janin akibatnya pertumbuhan janin terganggu (Depkes RI, 2004). Hal tersebut akan meningkatkan risikoterjadinya persalinan preterm. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Denelian (2009) menyatakan bahwa paritas dengan kejadian partus preterm mempunyai hubungan yang bermakna dengan signifikansi (p=0,000), dimana pada wanita yang paritasnya lebih dari 3 ada kecenderungan mempunyai risiko sebesar 4 kali lebih besar untuk melahirkan bayi preterm bila dibandingkan dengan wanita yang paritasnya <3.
Risiko kesehatan ibu dan anak meningkat pada persalinan pertama, keempat dan seterusnya. Kehamilan dan persalinan pertama meningkatkan risiko kesehatan yang timbul karena ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya, selain itu jalan lahir baru akan dicoba dilalui janin. Sebaliknya jika terlalu sering melahirkan rahim akan menjadi semakin lemah karena jaringan parut uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta tidak mendapat aliran darah yang cukup untuk menyalurkan nutrisi ke janin akibatnya pertumbuhan janin terganggu (Depkes RI, 2004). Hal tersebut akan meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm.
Penelitian Kartikasari (2014) pada tingkat kepercayaan 95% ada hubungan antara paritas dengan persalinan prematur. Peluang
terjadinya persalinan prematur pada paritas tinggi 3,28 kali lebih besar disbanding dengan paritas rendah.
Penelitian Romero R, Mazor J (2010) wanita primipara dari semua pengalaman umur lebih beriko terjadinya persalinan preterm serta lebih tinggi angka seksio sesarea. Wanita nulipara (belum pernah melahirkan bayi hidup) mempunyai peningkatan risiko sebesar 6,8 kali (95 % CI 4,5-6,6) untuk persalinan dengan ekstraksi vakum dibandingkan dengan wanita multipara.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut persalinan preterm.Paritas pertama dan paritas lebih dari empat.Meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm. Angka kematian karena persalinan pretermbiasanya meningkat mulai pada persalianan keempat, dan akan meningkat dramatis pada persalinan kelima dan setiap anak berikutnya. Ibu yang baru pertama kali hamil dan melahirkan akan berisiko karena ibu belum siap secara medis maupun mental, sedangkan paritas lebih dari empat, ibu mengalami kemunduran dari segi fisik untuk menjalani kehamilan (Goldenberg RL, et.al, 2008).
6. Ketuban Pecah Dini
Pecahnya selaput janin dan terjadi pengeluaran air ketuban sebelum persalinandimulai dapat memberikan kesempatan terjadinya infeksi langsung pada janin. Sebabterjadinya selaput janin pecah diantaranya karena trauma langsung pada perut ibu, kelainan letak
janin dalam rahim, atau pada kehamilan grandemultigravida (hamil lebih dari lima kali) (Manuaba, 1998).
Salah satu komplikasi dari ketuban pecah dini yaitu meningkatkan risiko prematuritas dan komplikasi perinatal serta neonatal, tergmaksud 1-2% risiko kematian janin. Ketuban pecah dini juga menyebabkan oligohidromnion yang akan menekan tali pusat sehingga terjadi asfiksia dan hipoksia pada janin dan membuat nutrisi ke janin berkurang serta pertumbuhan terganggu (Krisnadi dkk, 2009).
7. Preeklamsi/Eklampsia
Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi indotel.
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Keadaan ini mempunyai pengaruh langsung terhadap kualitas janin karena terjadi penurunan aliran darah ke plasenta menyebabkan janin kekurangan nutrisi sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin (Cuningham,2004).
Prekeklampsia/ eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/ atau edema akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu, atau segera setelah persalinan. Superimposed preeklampsi/eklampsia adalah timbulnya preeklampsia/eklampsia pada hipertensi kronik (Hasan, 1992).
Hipertensi yang menyertai kehamilan merupakan penyebab terjadinya kematian ibu dan janin. Hipertensi yang disertai dengan protein urin yang meningkat dapat menyebabkan preklampsia/
eklampsia. Preklampsia- eklampsia dapat mengakibatkan ibu mengalami komplikasi yang lebih parah, seperti solusio plansenta, pendarahan otak, dan gagal otak akut. Janin dari ibu yang mengalami preklampsia-eklampsia meningkatkan risiko terjadinya kelahiran prematur, terhambatnya pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR), dan hipoksia (Bobak, 2004).
Responden yang mengalami preeklampsia/eklampsia pada masa kehamilannya mempunyai risiko 9,26 kali untuk mengalami kejadian persalinan prematur dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami preeklampsia/eklampsia (CI:3,03-28,27 dengan nili p=0,000). (Tresnaasih, 2003).
Menurut penelitian di Tokyo menemukan bahwa pada kelompok preeklampsia dan superimposed eklampsia berisiko 7,7 kali terjadinya persalinan premature dibandingkan pada kelompok yang tidak menderita pre eklampsia dan superimposed eklampsia (CI: 2,6-22,6) (Matsushita et al, 2008).
C. Kerangka Teori.
Gambar 2.1: Kerangka Teori Sumber: Krisnadi SR, 2009 Faktor Idiopatik/Spontan
Faktor Latrogenik/Buatan
1. Keadaan Ibu (Preeklampsi berat dan eklampsi, perdarahan antepartum, korioamnionitis, penyakit jantung, paru atau ginjal yang berat.
2. Keadaan Janin (Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis ataugangguan jantung janin), infeksi intrauterin, pertumbuhan janin terhambat, isoimunisasi rhesus, dan simpul tali pusat pada kembar monokorionik.
Faktor Ibu
1. Inkompetensi Serviks 2. Pernah mengalami partus
prematur
3. Interval kehamian 4. Paritas
5. Kehamilan multipel
6. Ketuban pecah dini (Infeksi) 7. Anemia
8. Umur Ibu
Perilaku Ibu 1. Merokok
2. Penggunaan obat 3. Pemanfaatan ANC
Faktor Psiko-Sosial 1. Kecemasan dan depresi 2. Stres
3. Pekerjaan Ibu
4. Keterpaparan Asap Rokok 5. Kondisi Sosio-ekonomi