• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN BENCANA LUSI TERHADAP SUHU DAN CURAH HUJAN DI KECAMATAN JABON, PORONG DAN TANGGULANGIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERUBAHAN BENCANA LUSI TERHADAP SUHU DAN CURAH HUJAN DI KECAMATAN JABON, PORONG DAN TANGGULANGIN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN BENCANA LUSI TERHADAP SUHU DAN CURAH HUJAN DI KECAMATAN JABON, PORONG DAN TANGGULANGIN

Intantia Septi Wahyuni, Turniningtyas Ayu Rachmawati, Fadly Usman Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 -Telp (0341)567886 Email: intantia.septi@gmail.com

ABSTRAK

Bencana lumpur panas Sidoarjo (LUSI) merupakan bencana yang terjadi akibat keluarnya semburan lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada tanggal 26 Mei 2006. Selain bencana kemanusiaan, bencana lumpur panas Sidoarjo juga mendatangkan bencana bagi ekologi atau lingkungan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dampak perubahan bencana lumpur panas Sidoarjo terhadap suhu permukaan dan curah hujan di Kecamatan Jabon, Porong dan Tanggulangin sebagai kawasan terdampak langsung semburan. Penelitian memanfaatkan teknologi penginderaan jauh untuk membantu proses identifikasi suhu permukaan dan curah hujan sejak terjadinya bencana hingga saat ini (2006-2015), kemudian data yang didapat akan dianalisis menggunakan analisis regresi sederhana dan kolerasi sehingga dapat mengetahui pengaruh serta hubungan antara bencana lumpur panas Sidoarjo terhadap perubahan suhu permukaan dan curah hujan di kawasan terdampak. Hasil analisis menunjukkan bahwa volume lumpur yang ada pada kawasan terdampak pada tahun 2006-2013 mengalami kenaikan dan penurunan, namun mulai tahun 2014-2015 volume lumpur hanya mengalami peunurunan. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaliran lumpur ke Kali Porong secara bertahap, sehingga dapat diperkirakan bahwa untuk kedepannya volume lumpur dapat terus dikurangi dan suhu permukaan pada kawasan terdampak tidak akan terus menerus meningkat. Pengaruh volume semburan lumpur panas terhadap suhu permukaan di kawasan terdampak memiliki pengaruh sebesar 69,7%, sedangkan pengaruh volume semburan lumpur panas terhadap curah hujan di kawasan terdampak hanya memiliki pengaruh sebesar 6%.

Kata Kunci : lumpur-panas-Sidoarjo, suhu-permukaan, curah-hujan, penginderaan-jauh.

ABSTRACT

Sidoarjo mud flow disaster (LUSI) was a disaster that occurred due to the release of hot mudflow at the PT Lapindo Brantas drilling location in Renokenongo Village, Porong District, Sidoarjo Regency, East Java on May 26, 2006. Apart from humanitarian disasters, Sidoarjo mud flow disaster also caused ecological disasters or the environment. The purpose of the study is to determine the impact of changes in the Sidoarjo mud flow disaster on surface temperature and rainfall in Jabon, Porong and Tanggulangin District as areas directly affected by the bursts. This study utilizes remote sensing technology to assist the identification process of the surface temperature and rainfall since the disaster to the present (2006-2015), then the data obtained will be analyzed using simple regression analysis and correlation so that it can determine the relationship between the Sidoarjo mud flow disaster and the changes of surface temperature and rainfall in the affected area. The results shows that the volume of mud in the affected area in 2006-2013 experienced an increase and decrease, but from 2014-2015 the volume of mud only decreased. This is due to the gradual flow of mud into the Porong River, so it can be estimated that in the future the volume of mud can continue to be reduced and the surface temperature in the affected area will not continue to increase. The effect of Sidaorjo mud flow on surface temperature in the affected area has an effect of 69.7%, while the effect of Sidaorjo mud flow on rainfall in the affected area has an effect only 6%.

Keywords: Sidoarjo-mud-flow, surface-temperature, rainfall, remote-sensing.

PENDAHULUAN

Gas merupakan sumber energi alternatif yang bersifat tidak dapat diperbaharui atau dapat habis, namun mudah didapatkan dan pengelolahannya tidak sulit bahkan memiliki biaya yang murah. Minat terhadap pengelolahan

gas cukup banyak di Indonesia, terbukti dengan banyaknya sumber pengelolahan gas mulai dari Pulau Sumatra hingga Pulau Papua, dan yang terbanyak adalah Pulau Jawa (SKK Migas, 2013).

Eksploitasi terhadap sumber gas alam seringkali memiliki resiko kerusakan besar dan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh.

(2)

Pada tanggal 26 Mei 2006 terjadi semburan lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Bencana lumpur panas Sidoarjo mengakibatkan kerugian yang cukup besar di Kecamatan Jabon, Kecamatan Porong dan Kecamatan Tanggulangin. Luas area yang terendam bencana lumpur panas Sidoarjo adalah 640 ha, menenggelamkan 11.241 bangunan, dan 362 ha sawah (BPLS, 2015).

Kawasan di luar peta area terdampak yang tanahnya dibebaskan oleh pemerintah telah dikosongkan dari permukiman penduduk.

Kawasan tersebut menjadi zona pengaman apabila kolam penampungan meluber atau rusak. Total lebih dari 800 ha daratan Sidoarjo telah berubah menjadi daerah mati (BPLS, 2015).

Volume material yang dikeluarkan bencana lumpur panas Sidoarjo mencapai ± 30.000 m3/hari dengan komposisi 30% pasir dan 70% air dan memiliki suhu 20-35oC (BPLS, 2015).

Selain bencana kemanusiaan, bencana lumpur panas Sidoarjo juga mendatangkan bencana bagi ekologi atau lingkungan. Gas-gas yang dihasilkan oleh bencana lumpur panas Sidoarjo termasuk dalam gas rumah kaca.

(Humaida, 2010). Gas rumah kaca merupakan gas-gas di atmosfer yang memiliki potensi untuk menghambat radiasi sinar matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga menyebabkan suhu di permukaan bumi menjadi hangat.

Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk mengetahui pola perubahan suhu permukaan dan curah hujan di Kabupaten Sidoarjo, khususnya di Kecamatan Jabon, Kecamatan Porong dan Kecamatan Tanggulangin sebagai kawasan terdampak langsung semburan.

Setelah diketahui perubahan unsur yang diteliti, selanjutnya perubahan tersebut dikaitkan dengan kejadian bencana lumpur panas Sidoarjo yang akan dibandingkan dengan kondisi saat semburan terjadi hingga saat ini (2006-2015).

METODE PENELITIAN Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013). Berikut variabel penelitian yang akan digunakan dalam penelitian.

Tabel 1. Variabel Penelitian

No Variabel Sub Variabel Sumber 1 Iklim mikro Suhu

Karyati, 2016 Curah hujan

2 Lumpur panas Volume lumpur panas Widodo, 2016

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dan menjawab rumusan masalah. Data yang diperoleh selanjutnya akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Interpretasi Citra Satelite Landsat

Untuk mengetahui estimasi nilai suhu permukaan, digunakan software ENVI 5.3 untuk mengkonversi nilai-nilai piksel pada band 6 Landsat 7 ETM. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah nilai DN (Digital Number) untuk dilakukan konversi menjadi nilai spektral radiansi.

Keterangan

T : suhu permukaan (K)

K2 : Konstanta (666,09 W/(m2*ster*µm) K1 : konstanta (1282,71 K)

Lλ : Spektral radiasi (Wm2*ster*µm)

Tahapan selanjutnya setelah dilakukan koreksi spektral radiasi, dilakukan konversi hasil untuk mengetahui suhu permukaan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

Keterangan

T : suhu permukaan (K)

K2 : Konstanta (666,09 W/(m2*ster*µm) K1 : konstanta (1282,71 K)

Lλ : Spektral radiasi (Wm2*ster*µm)

Pada penelitian yang digunakan adalah landsat 7/ETM+, sehingga berdasar konstanta K1 yang seharusnya dipakai adalah 666,09 dan K2 adalah 1282,7 (Weng, 2010). Output data tidak dapat digunakan seluruhnya dikarenakan jumlah data yang terlalu banyak. Pengambilan titik-titik sampel dilakukan secara acak dan menyebar dengan melakukan metode grid pada Arcgis dengan jarak 1 km sehingga didapatkan sejumlah titik sampel sebagai berikut.

Tabel 2. Jumlah Titik Sampel Suhu Permukaan

No Kecamatan Jumlah Sampel

1 Kecamatan Jabon 327

2 Kecamatan Porong 132

3 Kecamatan Tanggulangin 112

(3)

Analisis Regresi Sederhana

Analisis regresi linier sederhana adalah analisis untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan linier. Persamaan regresi digunakan untuk menggambarkan garis regresi.

Persamaan regresi adalah sebagai berikut.

Y = a + bx Keterangan

Y : variabel yang akan diprediksi

a : konstanta, harga y bila x = 0, bisa bernilai (+) maupun (–)

b : koefisien variabel x, bisa bernilai (+) maupun (–)

Pada penelitian, analisis regresi sederhana akan digunakan sebanyak dua kali dengan menggunakan 2 variabel dependen yang berbeda dan 1 variabel indipenden yang sama.

Berikut adalah variabel dependen dan variabel indipenden yang akan digunakan dalam penelitian.

Y1 = suhu permukaan Y2 = curah hujan X = volume lumpur

Sebelum melakukan analisis regresi, data harus lolos uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik memiliki tiga tahap yaitu uji normalitas, uji heterodeksitas dan uji autokolerasi.

Uji Normalitas

Uji normalitas adalah metode untuk mengukur apakah data yang kita miliki terdistribusi normal atau belum. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah data sudah terdistribusi normal yaitu dengan grafik dan uji statistik. Salah satu cara uji normalitas dapat dilakukan dengan metode P-Plot dan Kolmogrov- Smirnov.

Uji Heteroskedastisitas

Uji heterosekdasitas adalah metode untuk mengetahui ada tau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heterosekdasitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi.

Uji heterosekdasitas dapat dilakukan dengan metode gelsjer.

Uji Autokolerasi

Uji autokolerasi adalah metode untuk mengetahui. Uji autokorelasi hanya dipakai untuk data time series (data yang diperoleh dalam kurun waktu tertentu). Penelitian menggunakan metode run test.

Analisis Kolerasi

Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Semakin nyata hubungan linier (garis lurus), maka semakin kuat atau tinggi derajat hubungan garis lurus antara kedua variabel atau lebih. Pada penelitian, analisis kolerasi akan digunakan yaitu analisis kolerasi Pearson untuk mencari kolerasi antara ketiga variabel yaitu.

Y1 = suhu permukaan Y2 = curah hujan

X = volume lumpur panas Tabel 3. Tingkat Hubungan Kolerasi

No Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1 0,8-1 Sangat Kuat

2 0,6-0,79 Kuat

3 0,4-0,59 Cukup Kuat

4 0,2-0,39 Lemah

5 0-0,19 Sangat Lemah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Kawasan Terdampak

Wilayah penelitian berada di kawasan terdampak langsung bencana lumpur panas Sidoarjo yaitu Kecamatan Jabon, Porong dan Tanggulangin (Gambar 1).

Sebelah utara : Kec. Candi dan Kec. Sidoarjo Sebelah selatan : Kabupaten Pasuruan Sebelah timur : Selat Madura Sebelah barat : Kec. Krembung

Gambar 1. Peta Administrasi Batas Penelitian Karakteristik Lumpur Panas Sidoarjo (LUSI)

Semburan lumpur dan gas yang muncul ke permukaan sejak tanggal 29 Mei 2006 di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Pada awal kemunculannya volume semburan lumpur mencapai kisaran antara 100.000-120.000 m3/hari, dengan kandungan padatan 35%

dengan temperature mencapai 100oC, serta

(4)

memiliki sifat fisik sebagai non Newtonian material dan kandungan kimia seperti semen.

Pada tahun 2013 debit semburan menurun menjadi berkisar antara 10.000-60.000 m3/hari.

Gambar 2. Volume Lumpur Panas Tahun 2006- 2015

Berdasarkan Gambar 2 volume lumpur panas yang dikeluarkan mengalami dinamika.

Volume terendah dihasilkan pada tahun 2006 sebesar 3,10 juta m3 dan volume tertinggi dihasilkan pada tahun 2013 sebesar 4,02 juta m3. Distribusi Suhu Permukaan

Hasil pengolahan citra landsat 7 ETM+

khususnya pada band 6 diperoleh persebaran suhu di Kecamatan Jabon, Porong dan Tanggulangin. Pengamatan dilakukan selama rentang waktu 10 tahun yaitu sejak terjadinya bencana lumpur panas pada tahun 2006 hingga tahun 2015.

Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2006

Suhu minimal dari ketiga kecamatan berkisar antara 26,1-27oC. Suhu rata-rata tahunan pada kawasan terdampak adalah 28oC.

Berdasarkan Gambar 3 belum terlihat tanda perubahan suhu di kawasan terdampak lumpur panas, suhu masih terdistribusi secara normal ke seluruh kecamatan.

Gambar 3. Peta Persebaran Suhu Tahun 2006

Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2007

Suhu rata-rata tahunan pada kawasan terdampak adalah 29,3oC. Suhu minimal dari ketiga kecamatan mengalami kenaikan 1oC menjadi 27,1-28oC dibanding dengan tahun 2006. Berdasarkan Gambar 4 terlihat tanda perubahan suhu yang membentuk sebuah titik di Kecamatan Porong, namun belum terlihat signifikan dan suhu masih terdistribusi secara normal ke seluruh kecamatan.

Gambar 4. Peta Persebaran Suhu Tahun 2007 Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2008

Suhu rata-rata tahunan pada kawasan terdampak adalah 27,5oC. Pada tahun 2008 terjadi penurunan suhu yang sangat signifikan pada ketiga kecamatan meskipun semburan volume lumpur tetap mengalami kenaikan, Suhu minimal mengalami penurunan hingga 2oC menjadi 25,1-26oC dibanding dengan tahun 2007, hal tersebut dikarenakan fenomena alam La Nina.

Gambar 5. Peta Persebaran Suhu Tahun 2008 Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2009

Suhu rata-rata tahunan pada kawasan terdampak adalah 28,4oC. Suhu minimal kembali naik 1oC pada tahun 2009 menjadi 26,1-27oC

(5)

dibanding dengan tahun 2008, meskipun pada tahun 2009 semburan lumpur mengalami penurunan. Berdasarkan Gambar 6 terlihat tanda perubahan suhu yang membentuk sebuah titik di Kecamatan Porong sebagai pusat semburan lumpur panas dan kenaikan suhu yang menyebar pada Kecamatan Tanggulangin.

Gambar 6. Peta Persebaran Suhu Tahun 2009 Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2010

Suhu rata-rata tahunan pada kawasan terdampak adalah 29,1oC. Suhu minimal pada kawasan terdampak tidak mengalami kenaikan dibanding tahun 2009, namun suhu dominan pada Kecamatan Porong dan Tanggulangin mengalami kenaikan hingga 2oC. Berdasarkan Gambar 7 terlihat tanda kenaikan suhu yang signifikan membentuk sebuah lingkaran mengelilingi titik pusat semburan.

Gambar 7. Peta Persebaran Suhu Tahun 2010 Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2011

Suhu rata-rata tahunan pada kawasan terdampak adalah 28,3oC. Suhu minimal pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 2oC menjadi 26,1-27oC. Berdasarkan Gambar 8 tanda kenaikan suhu masih terlihat signifikan membentuk sebuah lingkaran mengelilingi titik pusat semburan.

Gambar 8. Peta Persebaran Suhu Tahun 2011 Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2012

Suhu rata-rata tahunan pada kawasan terdampak adalah 27,8oC. Suhu minimal dan maksimal pada tahun 2012 tidak berbeda dengan tahun 2011 yaitu 26,1-27oC, namun semburan lumpur tetap mengalami kenaikan.

Berdasarkan Gambar 9 tanda kenaikan suhu masih terlihat signifikan membentuk sebuah lingkaran mengelilingi titik pusat semburan.

Suhu maksimal terpusat hanya pada Kecamatan Porong.

Gambar 9. Peta Persebaran Suhu Tahun 2012 Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2013

Suhu rata-rata tahunan pada kawasan terdampak adalah 31oC. Suhu minimal kembali mengalami kenaikan sebesar 3oC menjadi 29,1- 30oC dibanding dengan tahun 2012. Hal tersebut dapat dikarenakan volume lumpur panas mengalami kenaikan dan tahun 2013 merupakan tahun tertinggi volume lumpur panas yang pernah didata. Berdasarkan Gambar 10 tanda kenaikan suhu semakin terlihat signifikan dan pekat membentuk sebuah lingkaran mengelilingi titik pusat semburan. Suhu maksimal terpusat pada Kecamatan Porong namun terdapat sebaran kenaikan suhu juga pada kedua kecamatan lainnya.

(6)

Gambar 10. Peta Persebaran Suhu Tahun 2013 Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2014

Suhu rata-rata tahunan pada kawasan terdampak adalah 34,2oC. Suhu minimal tidak mengalami kenaikan maupun penurunan dengan tahun 2013 yaitu 29,1-30oC, namun volume lumpur mulai berkurang pada tahun 2014.

Berdasarkan Gambar 10 tanda kenaikan suhu terlihat masih signifikan mengelilingi pusat semburan lumpur. Kenaikan suhu tidak hanya terjadi pada Kecamatan Porong sebagai titik semburan namun menyebar pada Kecamatan Jabon dan Tanggulangin.

Gambar 11. Peta Persebaran Suhu Tahun 2014 Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2015

Tahun 2015 didominasi dengan suhu yang berkisar antara 29,1oC-32oC dengan suhu rata-rata tahunan adalah 29,1oC. Suhu minimal pada tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 1oC menjadi 28,1-29oC dibanding dengan tahun 2014 begitu juga volume lumpur yang dihasilkan.

Berdasarkan Gambar 11 tanda kenaikan suhu kembali terlihat signifikan dan pekat membentuk sebuah lingkaran mengelilingi titik pusat semburan. Suhu maksimal masih mengelilingi pusat semburan lumpur namun berbeda dengan tahun 2014, persebaran suhu maksimal hanya ada pada Kecamatan Porong.

Gambar 12. Peta Persebaran Suhu Tahun 2015 Berdasarkan peta persebaran suhu tahun 2006-2015, hampir tiap tahunnya memperlihatkan hasil persebaran suhu ikut meningkat saat volume lumpur juga meningkat.

Untuk lebih jelasnya, grafik perubahan suhu dibandingkan dengan volume lumpur panas tiap tahun dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Grafik Suhu Permukaan dan Volume Lumpur Tahun 2006-2015

Distribusi Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan diperoleh dari BMKG Kabupaten Malang merupakan data curah hujan bulanan dari tahun 2006-2015. Data diambil dari 3 stasiun penakar hujan terdekat dari lokasi penelitian yaitu stasiun hujan Kedung Cangkring, stasiun hujan Porong dan stasiun hujan Putat.

Tabel 4. Rata-Rata Curah Hujan Tahunan Kawasan Terdampak Tahun 2006-2015

No Tahun Rata-Rata Hujan Tahunan (mm)

1 2006 133 mm

2 2007 94 mm

3 2008 84 mm

4 2009 198 mm

5 2010 153 mm

6 2011 132 mm

7 2012 93 mm

8 2013 156 mm

9 2014 149 mm

10 2015 118 mm

Sumber : BMKG Malang, 2016

(7)

Berdasarkan rata-rata curah hujan tahunan tahun 2006-2015, terlihat tidak adanya hubungan antara kenaikan atau penurunan volume lumpur dengan jumlah rata-rata curah hujan dikarenakan saat volume lumpur naik, curah hujan bisa menurun atau mangalami kenaikan tidak menentu, begitu pula sebaliknya.

Untuk lebih jelasnya, grafik perubahan rata-rata curah hujan dibandingkan dengan volume lumpur panas tiap tahun dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Grafik Curah Hujan dan Volume Lumpur Tahun 2006-2015

Analisis Pengaruh Bencana Lumpur Panas Sidoarjo Terhadap Suhu Permukaan

Pada penelitian, data sudah lolos uji asumsi klasik mulai dari tahap uji normalitas, uji heterosekditas hingga uji autokolerasi, maka dari itu data sudah siap dilanjutkan ke analisis regresi sederhana untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh bencana lumpur panas Sidoarjo terhadap suhu permukaan di kawasan terdampak. Analisis regresi sederhana menggunakan metode enter dengan variabel volume semburan lumpur sebagai variabel bebas dan suhu permukaan sebagai variabel terikat.

Tabel 5. Model Summary

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .835a .697 .686 1.27461

a. Predictors: (Constant), Vol_Lumpur Sumber : Hasil Analisis Regresi Sederhana

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui nilai kolerasi/hubungan (R) yang diperoleh sebesar 0,835, sehingga dapat disimpulkan nilai R yang diperoleh masuk dalam kategori 0,8-1 atau tingkat dengan kolerasi sangat kuat. Nilai R Square yang diperoleh sebesar 0,697 atau dapat disimpulkan bahwa volume lumpur memiliki pengaruh sebesar 69,7% terhadap suhu permukaan, sedangkan 30,3% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain di luar variabel yang diteliti.

Tabel 6. ANOVA

ANOVAa Model

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 104.509 1 104.509 64.328 .000b Residual 45.490 28 1.625

Total 149.999 29 a. Dependent Variable: Suhu_Permukaan b. Predictors: (Constant), Vol_Lumpur Sumber : Hasil Analisis Regresi Sederhana

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui nilai signifikansi adalah 0,000. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam analisis regresi sederhana, nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan hubungan yang linier, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan linier antara suhu permukaan dan volume lumpur.

Tabel 7. Coefficients

Coefficientsa

Model

Unstandardize d Coefficients

Standardize d Coefficients

T Sig.

B Std.

Error Beta

1 (Constant) 3.850 2.897 1.329 .194 Vol_Lumpur .649 .000 .835 8.020 .000 a. Dependent Variable: Suhu_Permukaan

Sumber : Hasil Analisis Regresi Sederhana

Berdasarkan Tabel 7 nilai konstanta (a) pada model pengaruh sebesar 3,850 dan nilai koefisien regresi (b) atau koefisien pengaruh variabel volume lumpur terhadap suhu permukaan sebesar 0,649. Nilai positif menunjukkan arah pengaruh yang positif, artinya apabila volume lumpur panas meningkat, gas-gas yang dihasilkan juga ikut meningkat menyebabkan suhu permukaan juga akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Model yang didapatkan dari hasil analisis regresi linier adalah sebagai berikut.

Y = a+bX

Y = 3,850+0,649X Ket:

Y = Suhu permukaan (celcius) X = Volume Lumpur (m3)

Berdasarkan model tersebut dapat diketahui bahwa setiap kenaikan 1 juta m3 volume lumpur panas Sidoarjo akan meningkatkan suhu permukaan sebesar 0,6oC.

Begitu pula sebaliknya, setiap penurunan 1 juta m3 volume lumpur panas Sidoarjo akan menurunkan suhu permukaan sebesar 0,6oC.

Berdasarkan Permen PUPR No. 5 Tahun 2017, kegiatan pengendalian lumpur panas Sidoarjo terdiri dari penanganan luapan lumpur, pembangunan tanggul dan infrastruktur lainnya serta pemeliharaan tanggul dan infrastruktur

(8)

lain. Pengelolaan lumpur Sidoarjo yang telah dilakukan pertama berupa pengendalian lumpur dengan pengaliran lumpur ke Kali Porong secara bertahap. Hal tersebut mengakibatkan volume lumpur yang terkumpul pada kawasan terdampak tidak terus mengendap dalam satu tempat dan dapat dikurangi perlahan.

Volume lumpur yang ada pada kawasan terdampak sejak tahun 2014-2015 terus mengalami penurunan, sehingga dapat diperkirakan bahwa untuk kedepannya volume lumpur dapat terus dikurangi dan suhu permukaan pada kawasan terdampak tidak akan terus menerus meningkat dibandingkan sekarang. Meskipun diperkirakan volume lumpur begitu pula dengan suhu permukaan akan menurun, namun bukan berarti kawasan terdampak lumpur dapat dijadikan kembali sebagai permukiman yang layak huni di masa depan. Maka dari itu arahan yang tepat yaitu dengan menjadikan kawasan terdampak lumpur panas Sidoarjo menjadi kawasan lindung geologi karena beberapa objek perlu dilestarikan agar tidak rusak dan punah dan perlunya penataan ruang kembali pasca menurunnya aktivitas lumpur (RTRW Kabupaten Sidoarjo 2009-2029).

Analisis Pengaruh Bencana Lumpur Panas Sidoarjo Terhadap Suhu Permukaan

Pada penelitian, data sudah lolos uji asumsi klasik mulai dari tahap uji normalitas, uji heterosekditas hingga uji autokolerasi, maka dari itu data sudah siap dilanjutkan ke analisis regresi sederhana untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh bencana lumpur panas Sidoarjo terhadap curah hujan di kawasan terdampak.

Analisis regresi sederhana menggunakan metode enter dengan variabel volume semburan lumpur sebagai variabel bebas dan curah hujan sebagai variabel terikat.

Tabel 8. Model Summary

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .179a .060 -.290 33.952

a. Predictors: (Constant), Volume Lumpur Sumber : Hasil Analisis Regresi Sederhana

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui nilai kolerasi/hubungan (R) adalah 0,179, sehingga dapat disimpulkan nilai R yang diperoleh masuk dalam kategori 0-0,19 atau tingkat dengan kolerasi sangat lemah. Nilai R Square yang diperoleh sebesar 0,060 atau dapat disimpulkan bahwa volume lumpur memiliki pengaruh sebesar 6% terhadap curah hujan, sedangkan

94% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain diluar variabel yang diteliti.

Tabel 9. ANOVA

ANOVAa Model

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 202.011 1 202.011 .175 .679b Residual 32277.4 28 1152.76

Total 32479.4 29 a. Dependent Variable: Curah Hujan b. Predictors: (Constant), Volume Lumpur Sumber : Hasil Analisis Regresi Sederhana

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui nilai signifikansi adalah 0,679. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam analisis regresi sederhana, nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 menunjukkan tidak ada hubungan linier, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan linier antara curah hujan dan volume lumpur.

Tabel 10. Coefficients

Coefficientsa

Model

Unstandardize d Coefficients

Standardize d Coefficients

t Sig.

B Std.

Error Beta

1 (Constant) 89.93 77.15 1.166 .254 Volume

Lupur

9.026 .000 .179 .419 .679

a. Dependent Variable: Curah Hujan Sumber : Hasil Analisis Regresi Sederhana

Berdasarkan Tabel 9 nilai konstanta (a) pada model pengaruh sebesar 89,939 dan nilai koefisien regresi (b) atau koefisien pengaruh variabel volume lumpur terhadap curah hujan sebesar 9,026. Nilai positif menunjukkan arah pengaruh yang positif, artinya apabila volume lumpur panas meningkat, gas-gas yang dihasilkan juga ikut meningkat menyebabkan curah hujan ikut meningkat, begitu pula sebaliknya. Model yang didapatkan dari hasil analisis regresi linier adalah sebagai berikut.

Y = a+bX

Y = 89,939+9,026X Ket:

Y = Curah hujan (mm) X = Volume Lumpur (m3)

Analisis Kolerasi Suhu Permukaan, Curah Hujan dan Volume Lumpur Panas

Penelitian menggunakan analisis kolerasi Pearson karena paling sesuai untuk pengukuran data yang diambil dari skala interval/rasio.

Syarat untuk melakukan analisis kolerasi Pearson adalah data harus terdistribusi normal dan linier.

Berdasarkan uji normalitas dan analisis regresi sederhana yang dilakukan sebelumnya, dapat disimpukan bahwa data terdistribusi normal dan

(9)

memiliki hubungan linier satu sama lain. Analisis kolerasi memiliki dasar pengambilan keputusan apabila nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka kedua variable berkolerasi, sebaliknya apabila nilai signifikasinya lebih dari 0,05 maka kedua variable tidak berkolerasi. Nilai koefisien kolerasi (R) dapat dinterpretasikan menjadi 5 kategori yaitu 0-0,2 berarti korelasi tidak kuat, 0,21-0,4 berarti kolerasi kurang kuat, 0,41-0,6 berarti kolerasi cukup kuat, 0,61-0,8 berarti kolerasi kuat dan 0,81-1 berarti kolerasi sangat kuat. Berikut adalah hasil dari kolerasi pearson.

Tabel 11. Hasil Kolerasi Pearson

Correlations Volume Lumpur

Curah Hujan

Suhu Permukaan Volume

Lupur

Pearson Correlation

1 .179 .835**

Sig. (2-tailed) .679 .000

N 30 30 30

Curah Hujan Pearson Correlation

.179 1 .121

Sig. (2-tailed) .679 .523

N 30 30 30

Suhu Permukaan

Pearson Correlation

.835** .121 1

Sig. (2-tailed) .000 .523

N 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sumber : Hasil Analisis Kolerasi Pearson

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui kolerasi antara ketiga variabel sebagai berikut.

1. Kolerasi variabel volume lumpur dengan suhu permukaan menghasilkan nilai signifikansi 0,000 dan nilai koefisien kolerasi sebesar 0,835 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel berkolerasi sangat kuat.

2. Kolerasi variabel volume lumpur dengan curah hujan menghasilkan nilai signifikansi 0,679 dan nilai koefisien kolerasi sebesar -0,179 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel berkolerasi sangat lemah.

3. Kolerasi variabel suhu permukaan dan curah hujan menghasilkan nilai signifikansi 0,523 dan nilai koefisiensi kolerasi sebesar 0,121 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel berkolerasi sangat lemah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengaruh volume semburan lumpur panas terhadap suhu permukaan di kawasan terdampak, khususnya

Kecamatan Jabon, Kecamatan Porong dan Kecamatan Tanggulangin menghasilkan persamaan.

Y = 3,850+0,649X

2. Berdasarkan persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan 1 juta m3 volume lumpur panas Sidoarjo akan meningkatkan suhu permukaan sebesar 0,6oC. begitu pula sebaliknya, setiap penurunan 1 juta m3 volume lumpur panas Sidoarjo akan menurunkan suhu permukaan sebesar 0,6oC.

3. Pengaruh volume semburan lumpur panas terhadap curah hujan di kawasan terdampak, khususnya Kecamatan Jabon, Kecamatan Porong dan Kecamatan Tanggulangin menghasilkan persamaan.

Y = 89,939+9,026X

Berdasarkan persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai volume semburan lumpur panas dan suhu permukaan bersifat positif (+) artinya pengaruh volume lumpur panas terhadap curah hujan bersifat searah.

Apabila volume lumpur panas yang dikeluarkan meningkat, maka curah hujan akan meningkat.

4. Variabel volume lumpur memiliki pengaruh sebesar 69,7% terhadap variabel suhu permukaan, sedangkan variabel volume lumpur memiliki pengaruh sebesar 6% terhadap variabel curah hujan.

5. Pengendalian lumpur panas dengan pengaliran lumpur ke Kali Porong telah dilakukan secara bertahap. Hal tersebut mengakibatkan volume lumpur yang terkumpul pada kawasan terdampak tidak terus mengendap dalam satu tempat dan dapat dikurangi perlahan.

Volume lumpur yang ada pada kawasan terdampak sejak tahun 2014-2015 terus mengalami penurunan, sehingga dapat diperkirakan bahwa untuk kedepannya volume lumpur dapat terus dikurangi dan suhu permukaan pada kawasan terdampak tidak akan terus menerus meningkat dibandingkan sekarang.

6. Penataan ruang kembali pasca menurunnya aktivitas lumpur yang tepat sesuai dengan RTRW Kabupaten Sidoarjo 2009-2029 yaitu dengan menjadikan

(10)

kawasan terdampak lumpur panas Sidoarjo menjadi kawasan lindung geologi karena beberapa objek perlu dilestarikan agar tidak rusak dan punah.

Selain itu juga untuk mengembangkan daerah terdampak lumpur panas Sidoarjo dan sekitarnya dalam bidang geowisata (geotourism) dan kemungkinan pengembangan taman bumi untuk kepentingan masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun sosial budaya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).

2015. Rencana Strategis 2015-2019.

Sidoarjo. BPLS.

Humaida, H., Zaennudin, A. & Sutaningsih N.

2010. Semburan gas dan dampaknya terhadap lingkungan di sekitar Lumpur Sidoarjo. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi. 1(1): 43-58.

Karyati, Ardianto, S. & Syarifuddin, M. 2016.

Fluktuasi Iklim Mikro di Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Jurnal AGRIFOR. 15(1): 83-92.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.

Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri PUPR Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian PUPR.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009-2029.

SKK Migas, 2013. Laporan Tahunan 2013.

Jakarta. SKK Migas.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Weng, Q. 2010. Remote Sensing an GIS Integration, theories, Methodes and Aplications. United States. The McGraw- Hill Companies Inc.

Widodo, Bagas. & Hariyanto, Teguh. 2016.

Visualisasi Perubahan Volume Dan Elevasi Permukaan Lumpur Dengan Citra Satelit Resolusi Tinggi Temporal Untuk Monitoring Lumpur Sidoarjo. Jurnal Teknik ITS. 5(2): 266-271.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui bagaimana aktivitas dan respons siswa dalam

Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa net benefit yang diterima oleh agribisnis jamur tiram putih skala kecil di Kabupaten Jember selama periode waktu 4 tahun menghasilkan

Proses perebusan suhu tinggi pada metode perebusan tradisional menghasilkan bubuk dengan kadar air lebih rendah karena lebih banyak air yang menguap sehingga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah total kerapatan lamun di Pesisir Pantai Ori Kecamatan Pulau Haruku pada kedua transek sebesar 367,5 ind/m² yang termasuk dalam

(4 control picture untuk menampilkan citra asal, citra hasil perubahan brightness, citra hasil perubahan kontras, dan citra hasil histogram equalisasi, 4 control picture

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu citra spekel tetesan air dapat dihasilkan menggunakan metode LSI, nilai intensitas

Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tabung induksi dengan variasi volume 125 cc, 150 cc, 175 cc, dan 200 cc terhadap prestasi mesin motor empat

Berdasarkan tugas dan kewajiban, maka pengawas sekolah memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugas pokok dan kewajiban sesuai dengan yang diberikan dan