• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

40

A. Perbandingan Pengaturan Pelaksanaan Penyidikan Perkara Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dengan Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC)

1. Pengaturan Pelaksaanan Penyidikan Perkara Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)

Dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 disebutkan bahwa tugas dan kewenangan KPK adalah melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Tugas Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diatur secara rinci dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, yaitu :

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan 5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

(2)

Berdasarkan tugas yang diemban oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diberikan wewenang, antara lain :

1. Wewenang dalam melaksanakan tugas koordinasi, yaitu :

a. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi

b. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;

c. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;

d. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

dan

e. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi

2. Wewenang dalam melaksanakan tugas supervisi, yaitu :

Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.

(3)

Dalam hal Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penyerahan dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan penuntutan suatu perkara korupsi sebagaimana dimaksud di atas, dilakukan dengan alasan :

a. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;

b. proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;

c. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;

d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;

e. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau

f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

(4)

3. Wewenang dalam melakukan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi, yaitu :

a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;

b. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;

c. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;

d. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;

e. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;

f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;

g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;

h. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;

i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan

(5)

penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

Dalam melakukan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :

a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

4. Wewenang dalam melaksanakan tugas pencegahan, yaitu :

a. melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara;

b. menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;

c. menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan;

d. merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi;

e. melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;

f. melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi

5. Wewenang dalam melaksanakan tugas monitor, yaitu :

(6)

a. melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah;

b. memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;

c. melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mempunyai kewajiban, antara lain :

1. Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya.

3. Menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

4. Menegakkan sumpah jabatan.

2. Pengaturan Pelaksanaan Penyidikan menurut KICAC

Undang-Undang Anti Korupsi Korea Sealatan menjelaskan bahwa Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) ialah badan independen dan netral berkomitmen untuk pencegahan korupsi dan bertanggung jawab untuk menangani laporan korupsi, mengembangkan

(7)

perbaikan kelembagaan, merumuskan dan menilai kebijakan anti-korupsi dan menyelenggarakan pendidikan dan kegiatan promosi.

Dalam memerangi korupsi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih di Korea Selatan, KICAC melaporkan kegiatannya kepada Presiden.

KICAC didirikan pada tanggal 25 Januari 2002 sesuai dengan Undang- Undang Anti Korupsi Korea yang disahkan pada tanggal 24 Juli 2001 oleh Majelis Nasional Korea Selatan yang berusaha mencegah korupsi dan mensosialisasikan transparansi atau keterbukaan kepada masyarakat.

Komisi ini terdiri dari sembilan komisaris, termasuk Ketua, tiga di antaranya direkomendasikan oleh Majelis Nasional, tiga oleh Ketua Mahkamah Agung dan tiga oleh Presiden. Masa jabatannya selama jangka waktu tiga tahun dan dapat diangkat kembali untuk jangka tambahan.

Mereka diberikan kemerdekaan penuh sementara memenuhi tugas mereka sebagai tokoh public.

Unit kerja di KICAC dibagi dalam : 1. bagian hukum : melakukan penyelidikan.

2. bagian inspeksi : melakukan inspeksi dan menemukan pelanggaran.

3. komite kebijakan anti pembusukan/korupsi : preventif dan represif.

Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) memiliki sembilan fungsi utama, yaitu :

1) Membentuk dan mengkoordinasikan kebijakan anti-korupsi.

2) Mengevaluasi tingkat integritas dan menilai praktek anti-korupsi pada organisasi sektor publik.

3) Meningkatkan kerangka hukum dan kelembagaan.

4) Menangani dan menindak lanjuti laporan dugaan perilaku korupsi.

5) Menawarkan perlindungan dan penghargaan untuk pelapor.

6) Mempromosikan etika dalam pelayanan public.

(8)

7) Meningkatkan kesadaran publik tentang risiko korupsi.

8) Mempromosikan kemitraan publik dan swasta dalam melawan korupsi.

9) Terlibat dalam perang global melawan korupsi.

Untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, maka KICAC melakukan upaya pencegahan dengan mendorong terlaksananya 7 (tujuh) hal penting, yaitu :

1) Menentukan kebijakan anti korupsi yang padu. Undang-undang dengan perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang. Di tiap dirjen ada komite yang tiap bulan membuat laporan perkembangan.

Selama ini antara perorangan dan pribadi ada peningkatan keikutsertaan untuk memberantas korupsi, walaupun memang monitor upaya pemberantasan korupsi tetap dilakukan oleh KICAC.

2) Mendorong perbaikan sistem secara menyeluruh. Contohnya evaluasi sistem perbankan. Ada perbersihan secara lunak dan ada kerjasama dengan pemerintah yang dilakukan secara sistematis dan ilmiah.

3) Penyelidikan pada tempat-tempat rawan korupsi. KICAC dapat melakukan penyelidikan kepada pejabat setingkat menteri, dirjen, parlemen, DPR, dan DPRD, bahkan Jaksa dan Hakim. Tempat-tempat itu dianggap rawan korupsi karena dalam pendanaan kegiatannya menggunakan uang negara yang harus digunakan sesuai dengan tujuannya dan harus diselamatkan dari ancaman korupsi.

4) Memperbaiki kebijakan yang masih berindikasi korupsi.

5) Laporan dugaan korupsi yang aktif.

6) Kode etik dinas-dinas pemerintahan.

7) Memperkuat kerjasama dan pertukaran informasi internasional.

3. Perbedaan dan Persamaan KPK dan KICAC

(9)

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) merupakan lembaga yang terbentuk karena adanya kesamaan kebutuhan dari negara masing-masing untuk memberantas tindak pidana korupsi. Kedua lembaga tersebut tentunya memiliki persamaan dan juga perbedaan di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pemberantas korupsi.

Perbedaan dan persamaan tersebut antara lain :

No. Perbedaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(KPK)

Korea Independent Commission Against

Corruption (KICAC) 1. Wewenang

khusus

Tidak memerlukan izin Memerlukan izin atau perintah Penuntut Umum 2. Penuntutan Penuntut Umum berasal

dari KPK

Penuntut Umum dari luar KICAC

3. Pengadilan Pengadilan Khusus Pengadilan Biasa

(10)

4. Subyek Penyidikan

Pejabat Negara dan Penegak Hukum

Pejabat Negara dan Swasta No. Persamaan Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (KPK)

Korea Independent Commission Against

Corruption (KICAC) 1. Pejabat Penyidik Berasal dari Pegawai

KPK yang bersifat Independen

Berasal dari Pegawai KICAC yang bersifat

Independen 2. Teknologi Menggunakan teknologi

untuk menunjang penyidikan

Menggunakan teknologi untuk menunjang

penyidikan

3. Sistem

Pembuktian

Sistem pembuktian semi terbalik

Sistem pembuktian semi terbalik

4. Penghentian Penyidikan

Tidak dapat dilakukan penghentian penyidikan

Tidak dapat dilakukan penghentian penyidikan 5. Manajemen SDM

Penyidik

Adanya pelatihan dan pengembangan SDM

secara khusus

Adanya pelatihan dan pengembangan SDM

secara khusus Tabel 1. Perbedaan dan Persamaan Kewenangan Penyidikan KPK dan

KICAC Perbedaan

1. Wewenang Khusus.

Baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) sama-sama memiliki wewenang khusus dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, namun perbedaannya adalah wewenang khusus Korea Independent Commission Against Corruption dilaksanakan dengan ijin atau perintah Penuntut umum. Korea Independent Commission Against

(11)

Corruption dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dan semua yang tidak termasuk tindak pidana korupsi asal dengan perintah Penuntut Umum.

Wewenang khusus penyidik Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) diatur dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002. Adapun wewenang tersebut antara lain :

a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;

b. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;

c. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;

d. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk meblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;

e. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;

f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;

g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perijinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang diperiksa;

h. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;

i. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

(12)

Korea Independent Corruption Against Corruption dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh setiap pejabat pemerintah atau departemen atau setiap badan publik berdasarkan Undang-Undang Korea Anti Corruption Act.

2. Penuntutan

Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) dalam melakukan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas persetujuan Penuntut Umum di luar KICAC. Korea Anti Corruption Act menyebutkan bahwa peranan Penuntut Umum sangat besar karena selain memberikan ijin penggeledahan dan lain-lain, juga penuntutan hanya dapat dilakukan oleh atau dengan persetujuan Penuntut Umum.

Sedangkan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dalam melakukan penuntutan tidak dilakukan oleh jaksa biasa, melainkan diangkat khusus oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (KPK). Pasal 51 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak pidana Korupsi menyebutkan bahwa :

a. Penuntut adalah Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

b. Penuntut Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Jaksa Penuntut Umum.

3. Pengadilan

(13)

Tindak pidana korupsi di negara Korea Selatan diperiksa di pengadilan biasa, sebagaimana tindak pidana lainnya. Sedangkan di Indonesia tindak pidana korupsi diperiksa di Pengadilan Khusus yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) yang dibentuk khusus di lingkungan Peradilan Umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 dan 54 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu :

Pasal 53

Dengan Undang-undang ini dibentuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pasal 54

(1) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berada di lingkungan Peradilan umum.

(2) Untuk pertama kali Pengdilan Tindak pidana Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang wilayah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

(3) Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara bertahap dengan Keputusan Presiden.

4. Subyek Penyidikan.

Perbedaan antara Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dengan Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) mengenai subyek yang ditangani adalah Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menangani perkara korupsi yang dilakukan oleh

(14)

pejabat negara dan penegak hukum, sedangkan Korea Independent Commission Against Corruption tidak hanya menangani tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri namun juga mengurusi tindak pidana korupsi di kalangan swasta.

Pengaturan mengenai tindak pidana korupsi di negara Korea Selatan yang dilakukan oleh pegawai negeri diambil dari KUHP sedangkan yang dilakukan oleh swasta dibuat rumusan khusus di dalam Korea Anti Corruption Act. Apabila berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kontrak dengan Pemerintah pidananya dinaikan, maka terdapat delik berkualifikasi, yang unsur-unsurnya bertambah jika berkaitan dengan pemerintah.

Persamaan

1. Pejabat penyidik

Bertindak sebagai penyidik pada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) adalah pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Undang- undang Nomor 30 Tahun 2002 bahwa “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja secara independen dan bertanggung jawab kepada Presiden”. Pasal 39 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang komisi Pemberantasan tindak Pidana Korupsi meyebutkan bahwa “Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut Umum yang menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi”. Pada Pasal 45 Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa “Penyidik adalah penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi

(15)

Pemberantasan Korupsi”. Oleh karena itu maka penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi bersifat independen bebas dari kekuasaan manapun.

Pada Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) penyidikan dilakukan oleh pejabat KICAC, yaitu penyidik independen yang tidak berada di bawah kekuasaan instansi atau lembaga manapun berdasarkan KUHP yang dianggap seperti polisi.

2. Teknologi

Kecanggihan teknologi dibutuhkan dalam mengungkap tindak pidana korupsi. Baik Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) maupun Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) sama-sama memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mendukung penyidikan, salah satunya adalah dalam melakukan penyadapan untuk memperoleh bukti tindak pidana korupsi. Bukti yang berasal dari penyadapan menggunakan teknologi tersebut dianggap sah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 A Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa; alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari :

a. Alat bukti yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan

b. Dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang dalam kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang

(16)

berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka atau perforasi yang memiliki makna.

3. Sistem Pembuktian

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) sama-sama menggunakan sistem pembuktian semi terbalik, bukan sistem pembuktian terbalik murni. Mengenai kewajiban terdakwa untuk memberikan keterangan tentang harta kekayaannya tidak menggunakan sistem pembuktian terbalik murni. Pada Pasal 37 C Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa “Dalam hal tertentu mengenai harta yang telah didakwakan menganut sistem pembuktian semi terbalik”. Apabila terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya, maka ketidakdapatan membuktikan tersebut digunakan untuk memperkuat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. Sedangkan, jika terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi atau perkara pokoknya sebagaimana dimaksud pada Pasal 2, 3, 4, 13, 14, 15, dan 16 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, maka Penuntut Umum tetap wajib membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.

Dan menurut Undang-undang tindak pidana Korupsi Negara Korea Selatan menyatakan bahwa apabila terdakwa tidak dapat memberikan keterangan yang memuasakan mengenai asal usul account, uang atau harta benda yang tidak seimbang dengan pendapatannya. Maka hal tersebut dapat diambil sebagai pertimbangan oleh pengadilan jika bersesuaian

(17)

dengan keterangan saksi di pengadilan atau pemeriksaan bahwa terdakwa telah menerima atau memperoleh atau setuju untuk menerima / mencoba menerima suatu pemberian (gratification) yang diterima secara korup sebagai suapan. Apabila bersesuaian dengan keterangan saksi di pengadilan, dengan demikian harus ada keterangan saksi yang memberatkan terdakwa.

4. Penghentian Penyidikan

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak dapat melakukan penghentian penyidikan, sehingga apabila telah dimulai suatu penyidikan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi maka tidak dapat dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Hal tersebut mengakibatkan penyidikan terhadap seseorang harus terus dilakukan dan berlanjut hingga dilimpahkan ke Pengadilan untuk dilakukan proses persidangan.

Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) juga tidak dapat melakukan penghentian penyidikan sebab tidak diatur dalam Perundang-undangan mengenai KICAC, sehingga apabila telah dimulai penyidikan terhadap suatu kasus korupsi maka harus dilakukan dan berlanjut ke proses persidangan di Pengadilan.

5. Manajemen Sumber Daya Manusia

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung kemajuan Sumber Daya Manusia. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti pendidikan dan pelatihan pegawai baru Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), pendidikan dan pelatihan peningkatan kompetensi pegawai, workshop pemberantasan tindak pidana korupsi, serta pembangunan mental dan spiritual.

(18)

Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) juga melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung perkembangan Sumber Daya Manusia lembaga tersebut. Kegiatan yang dilakukan seperti bekerjasama dengan lembaga lokal pada pelatihan dan pendidikan pencegahan tindak pidana korupsi, mendorong para staff untuk berbagi pengetahuan dan inovatif, meningkatakan teknik investigasi, mendapatkan peralatan baru, dan menggunakan peralatan baru.

B. Kesesuaian Model Pengaturan Pelaksanaan Penyidikan Perkara Korupsi Menurut Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) Apabila Diterapkan di Indonesia Berdasarkan Perbandingan dengan Model Pengaturan Pelaksanaan Penyidikan Perkara Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)

Berdasarkan perbedaan dan persamaan kewenangan penyidikan antara Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dengan Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) dapat dilihat kekurangan dan kelebihan dari lembaga tersebut guna kesesuaian model pengaturan pelaksanaan penyidikan KICAC dengan KPK, sebagai berikut :

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)

Kelebihan Kekurangan

Independen dalam melaksanakan wewenang penyidikan tindak pidana

a. Peran serta masyarakat masih kurang

(19)

korupsi b. Tidak dapat dilakukannya penghentian penyidikan oleh KPK dikhawatirkan akan menyebabkan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dan bertentangan dengan Asas Praduga Tidak Bersalah

Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC)

Kelebihan Kekurangan

Bukan hanya mengurusi tindak pidana korupsi yang dilakukan penyelenggara negara atau pegawai negeri tetapi juga tindak pidana korupsi di kalangan swasta

a. Kekuasaan Penuntut Umum sangat besar dalam hal wewenang penyidikan

b. Tidak dapat dilakukannya penghentian penyidikan oleh KICAC dikhawatirkan akan menyebabkan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dan bertentangan dengan Asas Praduga Tidak Bersalah

Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Kewenangan Penyidikan KPK dan KICAC

Kelebihan dan Kekurangan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)

1. Kelebihan

Kelebihan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ialah independen dalam melaksanakan wewenang penyidikan terhadap

(20)

tindak pidana korupsi. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah lembaga negara yang melaksanakan tugas dan wewenang yang bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dan bertanggung jawab kepada publik dengan menyampaikan laporan secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK (Pasal 20 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) berkedudukan di ibu kota (Jakarta) dan dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi.

Adapun tugas dari Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) antara lain :

a. Koordinasi dan supervisi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

b. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;

c. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara (Pasal 6).

Wewenang dari Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, antara lain :

a. Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;

b. Menetapkan sistem pelaporan kegiatan pemberantasan korupsi;

c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan korupsi pada instansi yang terkait;

d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi;

e. Meminta laporan instansi yang terkait dengan pencegahan tindak pidana korupsi (Pasal 7).

(21)

Komisi pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) mempunyai wewenang khusus dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi tanpa memerlukan ijin atau perintah dari instansi atau lembaga manapun, sehingga tidak menghambat jalannya penyidikan tindak pidana korupsi, serta menjadikan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) sebagai badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuatan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional, serta berkesinambungan.

Adapun wewenang khusus yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan tindak Pidana Korupsi (KPK) antara lain :

a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;

b. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;

c. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;

d. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk meblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;

e. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;

f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;

g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara

(22)

perijinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang diperiksa;

h. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;

i. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

2. Kekurangan

a. Peran Serta Masyarakat Masih Kurang

Apabila dibandingkan dengan negara Korea Selatan Indonesia telah memiliki lembaga yang kompeten dalam memberantas tindak pidana korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang merupakan lembaga yang independen dan bebas dari kekuatan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Indonesia juga memiliki Undang-undang korupsi yang telah mengalami perbaikan-perbaikan. Namun kelemahannya pemberantasan tindak pidana korupsi adalah kurangnya peran serta masyarakat karena korupsi telah dianggap menjadi bagian budaya oleh masyarakat Indonesia, hal tersebut dapat menghambat usaha pemberantasan korupsi. Peran serta masyarakat dalam memberikan informasi mengenai tindak pidana korupsi dapat membantu, memperlancar, dan mempermudah Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Sebenarnya peran serta masyarakat dalam usaha pemberantasan korupsi di negara Indonesia telah diatur dalam Undang-

(23)

undang yaitu pada pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.

Pembentukan ketentuan mengenai peran serta masyarakat dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa :

a. Dengan diberikan hak dan kewajiban masyarakat dalam usaha penanggulangan korupsi dipandang sebagai hal yang sangat membantu sekaligus sebagai hal positif dalam upaya pencegahan dan pengungkapan kasus-kasus korupsi yng terjadi dan;

b. Persoalan penanggulangan korupsi di Indonesia, bukan semata- mata menjadi urusan pemerintah atau para penegak hukum, melainkan merupakan persoalan semua rakyat dan urusan bangsa.

Setiap orang harus berpartisipasi dan berperan dalam usaha menanggulangi kejahatan yang menggerogoti negara ini.

Bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 41 ayat (2), antara lain :

a. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;

b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana;

c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;

d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;

e. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal :

(24)

1) Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c;

2) Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau ahli, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diatur dalam Peraturan pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2000.

Pasal 2 ayat (1)

“Setiap orang, organisasi masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat berhak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum dan atau Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai perkara tindak pidana korupsi”.

Pasal 5 ayat (1)

“Setiap orang, organisasi masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berhak mendapat perlindungan hukum, baik mengenai status hukum maupun rasa aman”

Yang dimaksud dengan hak memberikan informasi dalam pasal 2 adalah hak menyampaikan segala macam informasi mengenai dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi yang salah satu bentuknya adalah pelaporan yang disampaikan kepada penegak hukum atau Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Warga masyarakat yang menyampaikan informasi berhak mendapatkan perlindungan hukum dari negara. Bentuk perlindungan hukum tersebut ada dua, antara lain :

(25)

a. Perlindungan hukum mengenai status hukum, dan;

b. Perlindungan hukum mengenai rasa aman.

b. Tidak Dapat Dilakukannya Penghentian Penyidikan oleh KPK Dikhawatirkan akan Menyebabkan Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dan Bertentangan dengan Asas Praduga Tidak Bersalah

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak mengenal adanya penghentian penyidikan, sehingga apabila telah dimulai suatu penyidikan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi maka tidak dapat dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Hal tersebut mengakibatkan penyidikan terhadap seseorang harus terus dilakukan dan berlanjut hingga dilimpahkan ke Pengadilan untuk dilakukan proses persidangan.

Tidak adanya penghentian penyidikan akan berakibat buruk apabila ternyata tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi dalam kasus yang sedang ditangani atau yang sedang dilakukan proses penyidikan, sehingga akan menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan juga melanggar asas praduga tidak bersalah.

Kelebihan dan Kekurangan Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC)

1. Kelebihan

Kelebihan Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) ialah tidak hanya menangani tindak pidana yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri, tetapi juga menangani

(26)

tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh swasta. Pengaturan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri diambil dari KUHP, sedangkan untuk kalangan bisnis atau swasta dibuat rumusan khusus di dalam Korea Anti Corruption Act. Dengan tidak hanya menangani tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri, Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) menjadikan negara Korea Selatan sebagai negara yang bersih dari korupsi, tidak hanya sektor pemerintah namun juga sektor publik.

2. Kekurangan

a. Kekuasaan Penuntut Umum Sangat Besar Dalam Hal Wewenang Penyidikan

Peranan Penuntut Umum sangat menonjol dalam Korea Anti Corruption Act, karena selain memberikan ijin atau perintah berkenaan dengan penyidikan tindak pidana korupsi, penggeledahan, dan lain- lain, penuntutan juga dapat dilakukan hanya dengan persetujuan Penuntut Umum. Penyidik dapat melaksanakan penyidikan terhadap setiap tindak pidana korupsi berdasar hukum tertulis dengan perintah dan kuasa Penuntut umum. Kekuasaan Penuntut Umum sangat besar, berada diatas pejabat Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC). Jika dibandingkan dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang memiliki kewenangan penuh dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi tanpa memerlukan ijin atau perintah dari instansi atau lembaga manapun, hal tersebut membuat Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) seperti tidak memiliki kewenangan penuh karena kekuasaan berada di tangan Penuntut Umum.

(27)

b. Tidak Dapat Dilakukannya Penghentian Penyidikan oleh KICAC Dikhawatirkan akan Menyebabkan Pelanggaran Terhadap Hak Asasi Manusia dan Bertentangan dengan Asas Praduga Tidak Bersalah

Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) tidak mengenal adanya penghentian penyidikan, sehingga apabila telah dimulai suatu penyidikan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi maka penyidikannya tidak dapat dihentikan. Hal tersebut mengakibatkan penyidikan terhadap seseorang harus terus dilakukan dan berlanjut hingga dilimpahkan ke Pengadilan untuk dilakukan proses persidangan.

Tidak adanya penghentian penyidikan akan berakibat buruk apabila orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi tersebut ternyata tidak bersalah atau tidak ditemukan adanya indikasi korupsi sehingga akan menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan juga melanggar asas praduga tidak bersalah.

Kesesuaian Pengaturan Pelaksanaan Penyidikan Perkara Korupsi Menurut Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) Apabila Diterapkan di Indonesia

Berdasarkan perbandingan di atas terlihat bahwa antara Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kedua lembaga tersebut juga memiliki persamaan dan perbedaan dalam sistem penyidikan perkara korupsi yang digunakan.

Persamaan sistem tersebut disebabkan oleh adanya kesamaan kebutuhan diantara negara Indonesia dengan Korea Selatan untuk memberantas tindak pidana korupsi di negara masing-masing. Persamaan sistem tersebut

(28)

mengakibatkan beberapa sistem yang dimiliki oleh KICAC juga dapat diterapkan di KPK, bahkan KPK sudah menggunakan sistem yang serupa.

Sedangkan perbedaan yang dimiliki kedua lembaga tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan tata kerja dan kondisi negara masing-masing.

Persamaan antara Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dengan Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) terlihat antara lain dari sistem pembuktiannya yang sama-sama menggunakan pembuktian semi terbalik. Persamaan lainnya ialah penyidik pada kedua lembaga tersebut bersifat independen, penggunaan teknologi untuk menunjang kegiatan penyidikan, serta adanya managemen sumber daya manusia.

Sedangkan salah satu perbedaannya yaitu mengenai subyek penyidikan, KICAC memiliki subyek penyidikan yang lebih luas dibanding KPK yaitu mencakup pejabat negara, pegawai negeri, serta kalangan swasta, sedangkan KPK hanya menangani tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara dan penegak hukum. Apabila sistem yang digunakan oleh KICAC akan diterapkan oleh KPK di Indonesia maka diperlukan berbagai pertimbangan dan juga kesiapan dari para penyidik KPK, sebab subyek penyidikan mereka akan bertambah tidak hanya pajabat negara dan penegak hukum saja melainkan meliputi juga kalangan swasta. Apabila sistem tersebut dapat diterapkan di Indonesia maka terbuka kesempatan terciptanya negara yang bersih dan bebas korupsi tidak hanya di kalangan pemerintahan tapi juga sektor swasta.

Gambar

Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Kewenangan Penyidikan KPK  dan KICAC

Referensi

Dokumen terkait

man, bahwa seorang animator dapat mengkreasi sebuah objek atau efek yang tidak mampu dihasilkan camera man. Seorang animator mampu membuat visualisasi angin topan,

Berdasarkan hasil evaluasi Administrasi, Teknis dan Harga serta kualifikasi dengan ini Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Barang / Jasa mengumumkan pemenang

Website ini berfungsi untuk memberikan informasi yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran dan kegiatan lain serta situasi dan kondisi di sekolah tersebut kepada para orang

Tabel 2.3 Jumlah Mata Air, Debit Rerata Tahunan dan Volume Tahunan di Wilayah Sungai UPT PSDAW di Provinsi Jawa Timur tahun 2012

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kualitas pelayanan kesehatan berdasarkan kehandalan terhadap kepuasan pasien rawat inap peserta BPJS di Rumah

Metode analisis menggunakan SEM dengan program Partial Least Square (PLS). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) kualitas teknikal berpengaruh positif dan

Percakapan Humor dalam Wacana Novel My Stuied Boss 4 Karya.

IFN menginduksi ekspresi lebih dari 300 Interferon-Stimulated Genes (ISGs) yang memblok replikasi virus. ISGs ini sangat efektif melawan varian virus karena