• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Pendahuluan Latar belakang Pada bulan Februari tahun 2020 kasus Covid-19 pertama tercatat di Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "1 Pendahuluan Latar belakang Pada bulan Februari tahun 2020 kasus Covid-19 pertama tercatat di Indonesia."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1 Pendahuluan

Latar belakang

Pada bulan Februari tahun 2020 kasus Covid-19 pertama tercatat di Indonesia.1 Hal ini menjadi permulaan masyarakat Indonesia mengalami pandemic Covid-19. Pandemic Covid-19 mengharuskan masyarakat untuk melakukan segala kegiatan dari rumah guna untuk mengurangi mobilitas agar penyebaran virus Covid-19 tidak semakin menyebar luas. Dalam upaya mengurangi penyebaran kasus covid-19 maka pemerintah memberlakukan Work From Home (WFH) pada bulan maret 2020 dimana segala bentuk kegiatan pekerjaan, pendidikan, dan juga peribadatan dilakukan secara online atau daring.2 Berdasarkan perkembangannya pemerintah mengeluarkan beberapa aturan untuk mengurangi penyebaran Covid-19, antara lain: Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan pada tanggal 17 April 2020. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diberlakukan pada tanggal 11–25 Januari 2020 untuk wilayah DKI Jakarta dan 23 Kabupaten/Kota di 6 Provinsi dalam wilayah yang memiliki resiko tinggi. PPKM Mikro diberlakukan pada tanggal 9-22 Februari 2021 untuk wilayah yang lebih lengkap berdasarkan sistem zonasi. PPKM Darurat yang dilaksanakan pada tanggal 3-20 Juli 2021 akibat lonjakan dari kasus Covid-19 yang mengharuskan masyarakat untuk WFH 100%.3

Gereja yang merupakan bagian dari masyarakat juga terkena dampak pandemic Covid-19. Hal ini mengharuskan gereja untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi agar bisa tetap menjalankan tugas serta panggilannya di tengah-tengah situasi pandemi yang sedang dihadapi saat ini.

Cara gereja-gereja menyikapi pandemi ini juga tidak pernah netral yang artinya memaksa gereja-gereja untuk tetap bisa berdiri di masa-masa kritis dan juga

1 Rakhmad H. Permana, “Cerita Awal Corona di Indonesia,”

https://news.detik.com/berita/d-5584009/cerita-awal-corona-di-indonesia (Diakses pada 28 Januari 2022).

2 Virdita Rizki Ratriani, “Jokowi Intruksikan Bekerja dari Rumah, Ini Arti Work From Home,” https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/16/195035165/jokowi-instruksikan- bekerja-dari-rumah-ini-arti-work-from-home?page=all (Diakses pada 28 Januari 2022).

3 Tim DetikCom, “ Makna PPKM, Kepanjangan hingga Aturannya,”

https://news.detik.com/berita/d-5640047/makna-ppkm-kepanjangan-hingga-aturannya (Diakses pada 28 Januari 2021).

(2)

2

gereja harus tetap bisa memutuskan sikap yang terbaik atau yang terburuk sekalipun yang bisa diberikan kepada jemaa.4 PGI menghimbau agar gereja melakukan ibadah secara virtual untuk mengurangi penyebaran virus covid-19.5 Hal tersebut merupakan salah satu bentuk konkret gereja dalam menyesuaikan diri dengan situasi yang sedang dialami. Bentuk tanggung jawab gereja dalam membantu upaya pencegahan Covid-19 melalui peribadatan yang dilaksanakan secara daring menggunakan live streaming YouTube, Zoom, G-meet, dan media lainnya.

Karena situasi pandemic yang sedang terjadi, mengharuskan GPIB Kinasih Ciputat untuk melakukan segala kegiatan peribadatan yang sebelumnya dilakukan secara offline atau tatap muka kini harus dilaksanakan secara daring.

Bukan hanya itu saja, melainkan akibat dari peraturan pemerintah yang berubah- ubah dikarenakan situasi dan kondisi yang naik turun membuat GPIB Kinasih harus bisa menyesuaikan segala kegiatan dan juga peribadatan yang sudah ditetapkan atau dijadwalkan dengan peraturan Pemerintah yang sedang berlaku.

Bukan hanya peraturan pemerintah saja melainkan dari Sinode GPIB sendiri sudah mengeluarkan surat keputusan untuk meniadakan sementara ibadah secara tatap muka di gereja, sebagai gantinya ibadah dilakukan di rumah masing-masing, yang dipandu siaran langsung melalui youtube, zoom, g-meet.6 Hal ini juga berlaku dalam ibadah pemakaman dimana pada saat PPKM Darurat ibadah pemakaman dilakukan secara daring via Zoom yang dilayani oleh Pendeta yang memimpin ibadah dari rumah.

Masa pandemi yang sedang dihadapi pada saat ini mengharuskan gereja melakukan peribadatan secara online terkhususnya ibadah pemakaman bagi korban Covid-19. Mengingat peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait ketatnya protokol yang diterapkan. Hal ini juga dirasakan oleh GPIB Kinasih Ciputat saat melakukan ibadah pemakaman secara online untuk korban Covid-19.

4 Joas Adiprasetya, “Gereja Pascapandemi Merengkuh kerapuhan” (Jakarta: Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta, 2021). 34

5 PGI, “PGI Dukung Iadah Online untuk Mengatasi Penyebaran Covid-19,”

https://pgi.or.id/pgi-dukung-ibadah-online-untuk-mengatasi-penyebaran-covid-19/ (Diakses pada 28 Januari 2022).

6 Sinode GPIB, “Surat Gembala Majelis Sinode GPIB Menyikapi Wabah Covid-19,”

https://gpib.or.id/surat-gembala-majelis-sinode-gpib-menyikapi-wabah-covid-19/(Diakses pada 06 April 2022).

(3)

3

Dari hasil perbincangan saya dengan Ketua Majelis Jemaat GPIB Kinasih Ciputat, dilihat dari situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan karena kenaikan kasus covid-19 yang begitu drastis maka ibadah pemakaman tidak bisa dilakukan secara on site, gereja melakukan ibadah pemakaman secara online atau daring melalui zoom. Hal ini dilandasi dengan adanya peraturan dari Pemerintah pusat dan juga Pemerintah daerah untuk melakukan segala bentuk peribadatan secara online atau daring. Dalam hal ini yang diperbolehkan untuk hadir di pemakaman hanya keluarga dan petugas dari rumah sakit. Dalam hal ini pelayanan tidak melihat tempat dan tidak dibatasi oleh tembok, yang artinya pelayanan bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja.7 Berbicara mengenai ibadah, tidak lepas dengan liturgi yang digunakan dalam memandu berjalannya ibadah, akibat dari pandemi covid liturgi atau tata ibadah yang digunakan gereja saat beribadah pasti mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pandemi.

Hal ini juga ikut dirasakan oleh GPIB Kinasih, dimana unsur-unsur dalam liturgi tidak ada yang berubah, akan tetapi dalam puji-pujian hanya menyanyikan satu bait saja setiap lagunya.8

Ibadah merupakan suatu tindakan Allah untuk bertemu dengan umat-Nya, hal ini terjadi melalui karya Allah di dalam hidup manusia.9 Dalam KBBI pemakaman diartikan sebagai tempat untuk mengubur atau pekuburan. Dari pengertian diatas menurut saya ibadah pemakaman merupakan ibadah yang dilakukan untuk mengantarkan seseorang pada peristirahatan terakhir. Ibadah pemakaman sendiri dilakukan pada saat sudah berada di tempat peristirahatan terakhir atau pada saat di pemakaman. Ibadah untuk orang mati sendiri dikembangkan dari mazmur-mazmur yang awalnya dinyanyikan saat pemakaman ibadah dan akhirnya mempunyai bentuk untuk diucapkan pada ibadah malam.

Pada abad pertengahan pemakaman dilakukan di halaman gereja, dibawa ke dalam gereja dengan mazmur-mazmur, ekaristi dirayakan, orang mati tersebut dianugerahi penghapusan dosa, pembakaran dupa kemenyan, dipercik dengan air

7 Hasil wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat GPIB Kinasih Ciputat, 10 Februari 2022, 16.14 WIB

8 Hasil wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat GPIB Kinasih Ciputat, 10 Februari 2022, 16.14 WIB

9 Ferdian S. Manafe, “Ibadah Yang Berkenan (Teologi Ibadah)” (Literatur YPPII Batu, 2016) . 12

(4)

4

kudus. Lalu upacara memasukan peti ke dalam liang kubur setelah itu menyusul di halaman gereja atau di bawah gereja.10

Peristiwa kematian memang tidak bisa dihindari, bagi mereka yang mengalami peristiwa kematian atau mereka yang harus ditinggalkan oleh anggota keluarga, rekan serta sahabat untuk selama-lamanya akan merasakan kesedihan dan dukacita yang mendalam. Dalam hal ini Luther menentang karakter kesedihan dalam pemakaman dan ingin membuatnya menjadi ekspresi yang lebih kuat akan pengharapan. Luther sangat membenci hal-hal yang berbau kepuasan seperti malam jaga, misa untuk orang mati, arak-arakan, penyucian dan semua kata-kata tak bermakna atas nama orang mati itu. Sebaliknya Luther lebih menyukai ibadah- ibadah yang menekankan kebangkitan orang mati dengan nyanyian-nyanyian penghiburan tentang penghapusan dosa, istirahat, tidur, kehidupan, dan tentang kebangkitan orang-orang Kristen yang telah mati.11 Pada tahun 1549 Cranmer memadatkan ibadah untuk orang mati dengan mencanpurkan prosesi di halam gereja, tindakan penguburan dan ekaristi opsional. Ibadah tersebut dapat dilakukan sepenuhnya di tempat pemakaman atau bisa saja sebagian dilakukan di gereja.12

Gereja yang sebagai representative Allah di dunia memiliki peran sebagai pembawa damai bagi umat manusia. Gereja juga memiliki tanggung jawab sosial untuk bisa menghadirkan suasana damai serta sukacita. Pada masa pandemic covid-19 gereja dituntut sebagai pelaku pelayanan untuk merespon panggilannya.13 Melihat angkat kasus kematian selama masa pandemic berlangsung, sebagai gereja apa yang dilakukan dalam menangani hal tersebut?

Gereja harus tetap melaksanakan atau menjalankan peran pelayanannya.

Berkaitan dengan ini peran gereja dalam pelayanan ibadah pemakaman bagi jemaat yang mengalami kedukaan adalah gereja hadir untuk memberikan

10 James F. White, “ Pengantar Ibadah Kristen” (Jakarta: Gunung Mulia, 2009). 309

11 James F. White, “ Pengantar Ibadah Kristen” (Jakarta: Gunung Mulia, 2009). 309

12 James F. White, “ Pengantar Ibadah Kristen” (Jakarta: Gunung Mulia, 2009). 310

13 Abraham dan Djoys, “Perspektif Pendidikan Kristen Terhadap Teologi Kebencanaan dan peran Gereja dalam Menghadapi Pandemi Covid-19” LUXINOS (Jurnal Sekolah Tinggi Pelita Dunia) 6, No 1 (2020): https://luxnos.sttpd.ac.id/index.php/20_luxnos_20/article/view/32/17 (Diakses pada 06 April 2022)

(5)

5

penghiburan bagi keluarga yang ditinggalkan.14 Ibadah penghiburan atau ibadah pemakaman sudah menjadi tradisi bagi umat kristiani untuk memberi dukungan serta menghibur keluarga yang sedang mengalami kedukaan lewat puji-pujian atau liturgi penghiburan serta khotbah penguatan yang dibawakan oleh pendeta atau majelis yang bertugas.15 Ibadah Penghiburan pada masa pandemic covid-19 terkhusus bagi korban covid-19 dilaksanakan secara online karena situasi pandemic yang tidak memungkinkan untuk melakukan ibadah secara on site, bukan hanya itu saja melainkan gereja juga memberikan penguatan bagi keluarga yang ditinggalkan.

Penelitian ini akan dikaji menggunakan kajian eklesiologi. Eklesiologi sendiri adalah usaha untuk memahami gereja secara teologis. Dalam kaitannya dengan eklesiologi, gereja juga berteologi tentang dirinya sendiri, lalu kemudian gereja merekonstruksikan pemahaman-pemahaman tersebut ke dalam pelbagai bentuk sesuai dengan konteks dan pergumulannya.16 Eklesiologi juga merupakan teologi tentang gereja yang mencakup tentang hakekat gereja. Eklesiologi sendiri memuat sikap kritis terhadap pemahaman-pemahaman tentang gereja. Berkaitan dengan hal ini eklesiologi juga melibatkan berbagai disiplin ilmu khususnya ilmu teologi.17 Dalam hal ini eklesiologi bertugas mengadakan refleksi atas gereja dalam dua dimensi tanpa memisahkan dan juga tanpa mencampurkan satu dengan yang lain. Eklesiologi tidak membuktikan dimensi ilahi-manusiawi dari gereja, melainkan eklesiologi justru berefleksi atasnya.18

Serupa dengan hal di atas Zakaria J. Ngelow mengatakan bahwa Eklesiologi pandemi ini mengedepankan perspektif pelayanan yang bisa menjangkau masyarakat luar, maka dari itu gereja sebisa mungkin berusaha untuk mencair (liquid church) daik dalam fleksibilitas kelembagaannya maupun dalam

14 Hasil wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat GPIB Kinasih Ciputat, 06 April 2022, 13.55 WIB

15 Yunsari dan Meily, “Pendampingan Pastoral Kristiani bagi Keluarga yang Berduka Akibat Kematian karena Covid-19” POIMEN (Jurnal Pastoral Konseling) 2 no 1 (2021): 49-65 http://ejournal-iakn-manado.ac.id/index.php/poimen/article/view/600/435 (Diakses pada 06 April 2022)

16 Yusak B. Setyawan “Eklesiologi, Buku Ajar Ilmu Teologi” (Fakultas Teologi UKSW) . 03

17 Yusak B. Setyawan “Eklesiologi, Buku Ajar Ilmu Teologi” (Fakultas Teologi UKSW) . 08

18 C. Putranto, S.J, “Dihimpun Untuk Diutus Pengantar Singkat Eklesiologi” (Yogyakarta:

PT Kanisius, 2019). xv

(6)

6

pelayanannya. Fenomena yang terjadi pada saat ini menuntut adanya perubahan karakter kepemimpinan serta kelembagaan gereja yaitu, dari gereja yang kaku (solid church) menjadi gereja yang fleksibel atau cair (liquid church).19 Alasan Zakaria memunculkan teori eklesiologi pandemi dikarenakan kondisi pandemi pada saat itu gereja tidak bisa melakukan pelayanan ibadah (ibadah kematian/pemakaman) secara maksimal, dikarenakan keterbatasan kondisi. Sudut pandang dari eklesiologi sendiri terkait dengan zaman, maka gereja adalah komunitas bagi semua orang percaya di segala abad, tempat dan waktu. Maka dari itu gereja dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dalam situasi apapun.20

Dalam sinode GPIB, tata gereja GPIB seringkali disebut sebagai eklesiologi GPIB itu sendiri. GPIB menyebut hal ini sebagai eklesiologi karena tata gereja merupakan cara GPIB untuk berteologi. Dalam tata gereja terdapat konstruksi serta terjadi modifikasi dan pinjam-meminjam gagasan yang datang dari mana saja serta milik siapa saja. Berkaitan dengan hal ini GPIB meminjam istilah dari D.R. Maitimoe yang adalah sebuah “eksperimen” menggereja ala GPIB mengenai beberapa gagasan besar, antara lain Naskah Pemahaman Latar Belakang Penyusunan Tata Gereja, Tata Dasar, Tiga Peraturan Pokok, serta Lima Belas Peraturan.21

Kata gereja sendiri berasal dari bahasa portugis yaitu “igrea”, diambil dalam bahasa Yunani “kyriake,” dan dalam bahasa inggris “church.” Ungkapan- ungkapan ini dapat diartikan sebagai “menjadi milik Tuhan.” Mereka adalah orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus yang adalah Tuhan dan Juru Selamat.

Maka dari itu gereja bisa juga diartikan sebagai persekutuan orang percaya.

Dalam Perjanjian Baru istilah untuk gereja adalah ekklesia, yang secara harfiah memiliki arti rapat atau perkumpulan yang terdiri dari orang-orang terpanggil untuk berkumpul.22 Menurut Robertus Bellarminus gereja merupakan bentuk dari

19 Zakaria J. Ngelow dkk (eds), “Teologi Pandemi: Panggilan Gereja di Tengah Pandemi Covid-19” (Makassar: Oase Intim, 2021). 19

20 Djoys Anneke & Daniel Ronda, “Studi Eklesiologi Kristologi pada Pelaksanaan Ibadah Online di Masa Pandemi Covid-19” (Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 3, No 1(2022): 30-40 https://ojs.sttjaffray.ac.id/jitpk/article/view/654/pdf_22 (diakses pada 11 Juni)

21 Jhon C. Simon, “Dari Pengenalan Diri Menuju Majelis Sinode 80: Sebuah Ekelsiologi Konstrusi GPIB” (Yogyakarta: Kanisius, 2021). 101-102

22Susanto Dwiraharjo, “Konstruksi Teologis Gereja Digital: Sebuah Refleksi Biblis Ibadah Online di Masa Pandemi Covid-19,” EPIGRAPHE (Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani) 4, no 1

(7)

7

masyarakat atau manusia yang khusus.23 Dalam hal ini gereja harus memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah hamba yang menunjukkan ketaatan pada Allah melalui karya nyata di tengah-tengah dunia.24 Gereja yang juga merupakan perkumpulan orang-orang pilihan yang dipanggil oleh Roh Kudus serta merupakan persekutuan orang beriman atau orang percaya.25 Gereja juga sering disebut sebagai Tubuh Kristus, karena gereja merupakan tempat perkumpulan orang-orang yang mengikut Kristus dan percaya bahwa Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Tidak bisa dipungkiri bahwa gereja juga memerlukan sistem atau tata gereja agar bisa mengorganisasikan dan juga agar gereja bisa mengurus dirinya dengan baik. Organisasi atau tata gereja merupakan sarana bagi Kristus untuk memerintah gerejaNya.26

Dalam aspek penatalayanannya, gereja memiliki beberapa tugas dan panggilan yang saling melengkapi antara lain: pertama, Persekutuan atau Koinonia, hal ini diwujudkan dalam bentuk ibadah bersama atau dalam bentuk kegiatan-kegiatan oikumenis. Tugas panggilan gereja yang kedua adalah marturia (kesaksian) atau kèrugma (pemberitaan), hal ini merupakan suatu persekutuan yang menunjang kesaksian. Tugas panggilan gereja yang terakhir adalah diakonia (pelayanan). Istilah “diakonia” awalnya merupakan pelayanan kebutuhan jasmani bagi para warga gereja. Secara umum diakonia adalah pelayanan meja, lalu berkembang menjadi pelayanan holistik yang lebih luas, diantaranya:

pelayanan yang menyangkut pendidikan serta kesehatan, pelayanan terhadap orang miskin, para janda serta yatim piatu, orang-orang hukuman, orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal tetap, dan sebagainya. Perlu diketahui bahwa

(2020): 1-17, http://www.stttorsina.ac.id/jurnal/index.php/epigraphe (Diakses pada 09 Maret 2022)

23 Avery Dulles, “Model Model Gereja” ed. George Kirchberger dkk (Flores-NTT: Nusa Indah). 16

24 Bakhih Jatmiko, dkk “Gereja sebagai Hamba yang Melayani: Sebuah Perspektif Eklesiologi Transformatif di Era Society 5.0,” CAKRA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) 2, no 2 (2021): 234-253, https://ojs.sttibc.ac.id/index.php/ibc/article/view/75 (Diakses pada 23 Maret 2022)

25 Jonar Situmorang, “Ekklesiologi, Gereja yang Kelihatan dan Tak Kelihatan: Dipanggil dan Dikuduskan untuk Memberitakan Karya Penyelamatan Kristus” (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2016). 13-14

26 Bayanangky Alexander Lewier, “ Hakikat dan Panggilan Bergereja Studi Eklesiologi GPI Papua dan GPIB” ARUMBAE ( Jurnal Ilmiah Teologi dan Studi Agama) 1, no 1 (2019), http://ejurnal.ukim.ac.id/index.php/arumbae/article/view/182 (Diakses pada 23 Maret 2022)

(8)

8

prinsip diakonia adalah pelayanan kepada semua orang dan bukan hanya untuk warga gereja saja.27

Pada masa pandemic seperti saat ini, hampir semua lembaga baik itu lembaga sosial maupun agama sering menggunakan internet untuk kepentingan- kepentingan umum. Wilson mengeluarkan istilah “gereja internet” dalam bukunya yang memiliki judul yang sama. Wilson memberikan wawasan mengenai kekuatan dan juga potensi internet dalam kekristenan, hal ini mencakup sejarah dasar dan juga prinsip-prinsip internet. Akan tetapi ada dua pendapat yang bertentangan mengenai “gereja internet”. George Miller berbicara baik tentang gereja dan juga internet, bahkan George Miller menunjukkan kemungkinan

“teologis” persekutuan di luar dunia fisik. Berbeda dengan Blake Atwood yang menunjukkan bahwa internet tidak dapat menggantikan pertemuan fisik yaitu gereja.28 Dari catatan Joas Adiprasetya yang meminjam pemikiran filsuf Italia, Giorgio Agamben ketika berbicara mengenai imajinasi ekklesial yang mengembara, pendatang di negeri asing yang memiliki dimensi spesial sekaligus temporal yang menyambut kedatangan Kristus, paroika-parouisa. Dalam hal ini sebagai komunitas yang peziarah, gereja tidak boleh kehilangan sikap kritisnya terhadap konteks di mana gereja itu berada.29

Dalam penulisan yang saya lakukan banyak hal-hal penting yang didapatkan dari penelitian ini. Karena penulisan ini bertujuan untuk melihat fenomena yang terjadi dalam peran gereja dalam pelayanan ibadah pemakaman online bagi korban covid-19. Pada penelitian sebelumnya dalam jurnal teologi dari Yovianus Epan yang menulis tentang Adaptasi Pelayanan Gereja Masa Pandemi. Dalam jurnal tersebut penulis menekankan dua hal yang menjadi tantangan gereja pada saat ini, yaitu: pertama, gereja harus bisa beradaptasi dengan pandemi yang sedang terjadi saat ini. Kedua, gereja harus bisa beradaptasi juga dengan kemajuan teknologi dan komunikasi sebagai wadah untuk

27 R.M. Drie S. Brotosudarmo, “Pembinaan Warga Gereja Selaras dengan Tantangan Zaman” (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2017). 133-135

28 Susan George, “Religion and Technology in the 21st Century: Faith in the E-World”

(United States of America: Information Science Publishing, 2006). 142-147

29Yahya Afandi, “Gereja Dan Pengaruh Teknologi Informasi: Digital Ecclesiology”

Fidei (Jurnal: Teologi Sistematika dan Pratika) 1, No 2 (2018): 270-283 http://www.stt- tawangmangu.ac.id/e-journal/index.php/fidei (Diakses pada 28 Maret 2022)

(9)

9

melaksanakan layanan secara virtual.30 Selanjutnya, Roesmijati yang menulis tentang Kajian Eklesiologi: Ibadah Gereja Rumah di Masa Pandemi Covid-19.

Dalam jurnal tersebut penulis menekankan bahwa ibadah bukan hanya dilihat dari kehadiran seseorang dalam rumah ibadat, akan tetapi yang terpenting adalah motivasi untuk beribadah yang timbul dari dalam untuk mentaati dan menyembah Tuhan. Selain itu gereja juga harus bisa menyesuaikan diri dalam situasi apapun serta dimanapun.31

Dari penjelasan di atas dapat diperhatikan bahwa penelitian yang dilakukan oleh penulis berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya tentang peran gereja dalam pelayanan ibadah pemakaman online bagi korban covid-19.

Pendekatan yang digunakan oleh penulis berbeda dengan pendekatan yang ada dalam tulisan-tulisan tersebut. Dalam tulisan ini penulis mau melihat bagaimana kajian eklesiologis terhadap peran gereja dalam pelayanan ibadah pemakaman korban covid-19. Dimana subjek pada penulisan ini berbeda dengan subjek-subjek yang ada pada penulisan sebelumnya. Selanjutnya, berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini diberikan judul Kajian Eklesiologi terhadap Peran Gereja dalam Pelayanan Ibadah Pemakaman Online bagi Korban Covid-19 di Jemaat GPIB Kinasih Ciputat.

Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana kajian eklesiologi tentang peran gereja dalam pelayanan ibadah pemakaman bagi korban covid-19 di GPIB Kinasih Ciputat?”

30Yovuanus Epan, “Adaptasi Pelayanan Gereja Masa Pandemi,” Teokristi (Jurnal Teologi Kontekstual dan Pelayanan Krietiani) 1, no 2 (2021): 94-110, https://e- journal.sttberitahidup.ac.id/index.php/jtk/article/view/214 (Diakses pada 28 Maret 2022)

31 Roesmijati, “Kajian Eklesiologi: Ibadah Gereja Rumah di Masa Pandemi Covid-19,”

KINGDOM (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 1, no 2 (2021): 122-137, https://ojs.sttkingdom.ac.id (Diakses pada 28 Maret 2022)

(10)

10 Tujuan penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kajian eklesiologis peran gereja dalam pelayanan ibadah pemakaman bagi korban covid-19 di GPIB Kinasih Ciputat.

Manfaat penelitian

Dilihat dari latar belakang, rumusan masalah serta tujuan penelitian yang telah diuraikan, penulis berharap penelitian ini bisa bermanfaat bagi gereja terkhususnya GPIB Kinasih Ciputat sebagai gereja yang menjalankan tugas tanggung jawab serta panggilannya sebagai perpanjangan tangan Tuhan dalam menjalankan pelayanannya terkhusus bagi pelayanan kedukaan pada masa pandemi saat ini. Diharapkan agar dalam proses ibadah kedukaan gereja bisa memaknai poin-poin penting mengenai kedukaan yang dilakukan di era pandemi saat ini. Sehingga manfaat penelitian ini dapat dilihat dari realitas yang terjadi.

Metode penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif atau bisa disebut juga dengan qualitative research merupakan jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi, perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran angka. Penelitian ini prinsipnya untuk memahami objek yang diteliti secara mendalam.32 Menurut Denzin dan Lincoln penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang menggunakan latar yang alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan melibatkan metode yang ada. Sedangkan menurut Erikson penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha untuk menemukan dan menggambarkan secara naratif kegiatan yang dilakukan

32 Ajat Rukajat “Pendekatan Penelitian Kualitatif” (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2018). 4

(11)

11

serta dampak dari tindakan yang dilakukan terhadap hidup mereka.33 Pada hakikatnya penelitian kualitatif merupakan suatu kegiatan sistematis untuk melakukan eksplorasi atas teori dari fakta di dunia nyata, bukan untuk menguji teori atau hipotesis. pada dasarnya penelitian kualitatif tetap mengakui fakta empiris sebagai sumber pengetahuan tapi tidak menggunakan teori yang ada sebagai landasan untuk melakukan verifikasi.34

Desain penelitian kualitatif bersifat umum dan berubah-ubah atau berkembang sesuai dengan situasi di lapangan. Maka dari itu desain harus bersifat fleksibel dan terbuka. Sedangkan untuk data dari penelitian kualitatif harus bersifat deskriptif, yaitu data berupa gejala-gejala yang dikategorikan atau berupa bentuk lainnya seperti foto, dokumen, catatan lapangan pada saat penelitian dilakukan. Perlu diketahui bahwa sampel yang digunakan menekannya pada kualitas bukan jumlahnya. Dalam hal ini sampel juga dipandang sebagai sampel teoritis dan tidak representatif.

Dalam penelitian kualitatif sendiri digunakan teknik observasi terlibat langsung atau riset partisipatori, sehingga peneliti tidak mengambil jarak dengan objek yang diteliti. Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan review terhadap berbagai dokumen atau foto-foto. Interview yang dilakukan adalah interview terbuka, terstruktur atau tidak terstruktur dan tertutup terstruktur atau tidak.35

Berkaitan dengan ini observasi dibedakan dalam dua bentuk, yaitu:

1) Participant observer, ini merupakan bentuk observasi di mana pengamat secara teratur berpartisipasi serta terlibat langsung dalam kegiatan yang diamati. Dalam hal ini pengamat memiliki fungsi ganda yaitu, sebagai peneliti yang tidak diketahui dan dirasakan oleh anggota lain, atau sebagai anggota kelompok, dimana peneliti berperan aktif sesuai dengan tugas yang dipercayakan kepadanya. 2) Non-participation

33 Alibi Anggiti dan Johan Setiawan, “Metodologi Penelitian Kualitatif” (Sukabumi:

Penerbit CV Jejak, 2018). 7

34 Ajat Rukajat “Pendekatan Penelitian Kualitatif” (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2018). 6-7

35 Ajat Rukajat “Pendekatan Penelitian Kualitatif” (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2018). 7-8

(12)

12

observer, dalam bentuk ini pengamat tidak terlibat langsung dalam kegiatan kelompok, atau dengan kata lain pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan yang diamatinya. Kunci keberhasilan menggunakan teknik observasi sangat ditentukan oleh pengamat sendiri, karena di sini pengamat yang melihat, mencium, atau mendengarkan suatu objek penelitian dan kemudian menyimpulkan dari apa yang diamati.36

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan juga wawancara. Dalam penelitian kualitatif kemampuan peneliti sebagai instrumen penelitian kualitatif harus ditingkatkan, salah satu caranya adalah dengan mengadakan wawancara, melakukan pengamatan pada berbagai macam situasi, melatih cara mendengarkan, dan hal tersebut dilakukan dengan adanya bimbingan dari orang yang sudah berpengalaman. Wawancara merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana wawancara merupakan suatu proses interaksi pewawancara dengan yang diwawancarai atau sumber informasi melalui komunikasi secara langsung.37 Dalam hal ini ada beberapa jenis wawancara yang dikemukakan oleh Guba, antara lain: (a) wawancara oleh tim, (b) wawancara tertutup dan terbuka, (c) wawancara riwayat secara lisan, dan (d) wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.38 Dalam penulisan skripsi saya, saya akan melakukan wawancara terhadap beberapa subjek yakni Ketua Majelis Jemaat, dan juga majelis baik penatua dan diaken di gereja GPIB Kinasih guna pengumpulan data yang berkaitan dengan skripsi yang sedang saya lakukan.

Sistematika penulisan

Sistematika dalam penulisan ini terdapat lima bagian antara lain:

Pertama, pendahuluan yang di dalamnya berisi tentang latar belakang

36 A. Muri Yusuf, “Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan”

(Jakarta: KENCANA, 2014). 384

37 A. Muri Yusuf, “Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan”

(Jakarta: KENCANA, 2014). 372

38 Albi Anggito dan Johan Setiawan “Metodologi Penelitian Kualitatif” (Sukabumi: CV Jejak, 2018). 83

(13)

13

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Kedua, terdapat landasan teori, pengertian dan peran gereja dalam pelayanannya ibadah duka. Dalam penelitian ini menggunakan teori yang berkaitan tentang peran gereja dalam pelayanan ibadah duka. Ketiga, dalam bagian ini terdapat hasil penelitian yang meliputi deskripsi peran gereja dalam pelayanan ibadah pemakaman online bagi korban Covid-19. Keempat, pada bagian ini terdapat pembahasan serta analisis mengenai peran gereja dalam ibadah pemakaman online bagi korban Covid-19. Kelima, pada bagian ini terdapat kesimpulan dan saran yang berupa penemuan-penemuan yang diperoleh penulis dari hasil penelitian, serta terdapat juga pembahasan dan rekomendasi untuk penelitian yang akan datang.

(14)

14

KAJIAN TEORI

Pemahaman Eklesiologi era Pandemi

Menurut Robertus Bellar-minus dalam Dulles, gereja merupakan salah satu bentuk dari masyarakat. Dalam salah satu bagian dari bukunya yang berjudul De Controversiis, Bellarminus mengatakan “Gereja yang satu dan benar merupakan masyarakat yang dibentuk oleh pengakuan iman kristiani yang diikat oleh pengambilan dalam bagian sakramen-sakramen yang sama, di bawah bimbingan para pemimpin yang sah, khususnya di bawah seorang wakil Kristus di dunia, yaitu Uskup Roma.39 Berbicara mengenai eklesiologi, dalam buku Yusak B. Setyawan yang berjudul

“Eklesiologi” buku ajar Ilmu Teologi terdapat beberapa unsur eklesiologi yang bisa ditekankan. Pertama, eklesiologi merupakan ilmu teologi yang berbicara mengenai gereja yang mencangkup tentang hakekat gereja.

Kedua, eklesiologi juga memuat sikap kritis terhadap pemahaman mengenai gereja. Ketiga, eklesiologi juga melibatkan berbagai disiplin ilmu terkhususnya ilmu teologi.40 Sedangkan menurut Ebenhaizer Nuban Timo eklesiologi merupakan upaya yang dilakukan gereja untuk bisa memahami serta menyebarkan misi Allah dalam Yesus melalui Roh Kudus agar dapat membentuk identitas, kehadiran dan juga karya gereja di dalam dunia.41

Pete Ward memiliki pandangan sendiri mengenai gereja, dimana ia mengusulkan bahwa bagaimana melihat gereja yang awalnya sebagai kumpulan orang yang bertemu di suatu tempat pada waktu tertentu, menjadi gereja yang memiliki serangkaian hubungan dan komunikasi seperti jaringan atau web.42 Berkaitan dengan hal ini Wilson mengeluarkan istilah “gereja internet” dan memberikan wawasan

39 Avery Dulles, “Model Model Gereja” ed. George Kirchberger dkk (Flores-NTT: Nusa Indah). 16

40 Yusak B. Setyawan “Eklesiologi, Buku Ajar Ilmu Teologi” (Fakultas Teologi UKSW) . 08

41 Djoys Anneke & Daniel Ronda, “Studi Eklesiologi Kristologi pada Pelaksanaan Ibadah Online di Masa Pandemi Covid-19” (Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 3, No 1(2022): 30-40 https://ojs.sttjaffray.ac.id/jitpk/article/view/654/pdf_22 (diakses pada 11 Juni)

42 Pete Wrad,”Liquid Church” (Wipf and Stock Publishers, 2013). 2

(15)

15

mengenai kekuatan serta potensi internet dalam kekristenan, hal ini juga mencangkup sejarah dasar serta prinsip-prinsip internet. Akan tetapi ada dua pendapat yang bertentangan mengenai “gereja internet” dimana George Miller berbicara baik mengenai gereja dan juga internet, bahkan George Miller menunjukkan adanya kemungkinan “teologis” persekutuan di luar dunia fisik. Akan tetapi hal ini bertolak belakang dengan pendapat dari Blake Atwood yang mau menunjukkan bahwa internet tidak dapat menggantikan pertemuan fisik yaitu gereja.43

Di era pandemi disebut gereja “internet”, gereja memiliki tugas dan tanggung jawab tambahan yaitu mencegah terjadinya penyebaran virus Covid-19. Salah satu upaya dari gereja untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 adalah gereja menyelenggarakan ibadah di rumah, dimana jemaat tetap bisa beribadah secara online dari rumah masing-masing.

Dalam hal ini terdapat tiga posisi yang menggambarkan eklesiologi gereja di tengah-tengah pandemi covid-19, antara lain: a) ada gereja yang para penggiat kajian-kajian liturgi gereja mulai mengambil posisi adaptif. b) ada juga pemimpin dan warga gereja yang keberatan atau merasa tidak nyaman untuk melakukan ibadah secara online. c) ada juga gereja yang memilih jalan tengah dengan menyerahkan kepada kreativitas serta inovasi masing-masing pemimpin dan warga jemaat setempat.44

Dari pembahasan di atas dapat dilihat bahwa pemahaman mengenai eklesiologi semakin berkembang mengikuti konteks atau situasi yang sedang terjadi. Gereja tidak boleh kehilangan sikap kritisnya terhadap konteks dimana gereja itu berada.

Eklesiologi Solid Menjadi Liquid

Pandemi covid yang terjadi pada saat ini bukanlah merupakan hal yang baru bagi gereja, melainkan dalam sejarahnya sejak gereja purba, gereja sudah diperhadapkan dengan situasi pandemi juga seperti: wabah

43 Susan George, “Religion and Technology in the 21st Century: Faith in the E-World”

(United States of America: Information Science Publishing, 2006). 142-147

44 Zakaria J. Ngelow dkk (eds), “Teologi Pandemi: Panggilan Gereja di Tengah Pandemi Covid-19” (Makassar: Oase Intim, 2021). 65

(16)

16

Antonin yang terjadi pada tahun 165 M, wabah Yustinia yang terjadi pada tahun 541- 542 M, maut hitam atau Black Death yang terjadi pada tahun 1346-1353, pandemi flu pada tahun 1889-1890, flu spanyol pada tahun 1981-1919, dan flu Asia pada tahun 1956-1958. Dalam menghadapi pandemi pada masa sebelumnya, gereja melakukan tiga pokok tindakan:

Pertama, memiliki solidaritas dan pelayanan bagi mereka yang menderita.

Kedua, memberitakan Injil mengenai Yesus Kristus yang menderita namun menang atas maut serta kehadiran Allah di tengah penderitaan manusia. Ketiga, panggilan untuk hidup dalam doa dan pertobatan.45

Serupa dengan hal di atas Zakaria J. Ngelow mengatakan bahwa eklesiologi pandemi ini mengedepankan perspektif pelayanan yang bisa menjangkau masyarakat luar, maka dari itu gereja sebisa mungkin berusaha untuk mencair (liquid church) baik dalam fleksibilitas kelembagaannya maupun dalam pelayanannya. Fenomena yang terjadi pada saat ini menuntut adanya perubahan karakter kepemimpinan serta kelembagaan gereja yaitu, dari gereja yang kaku (solid church) menjadi gereja yang fleksibel atau cair (liquid church).46 Alasan Zakaria memunculkan teori eklesiologi pandemi dikarenakan kondisi pandemi pada saat itu gereja tidak bisa melakukan pelayanan ibadah (ibadah kematian/pemakaman) secara maksimal yang dikarenakan keterbatasan kondisi.

Berbicara mengenai Liquid Church mau dikatakan bahwa gereja tidak boleh tinggal diam karena perubahan-perubahan terus terjadi. Gereja harus tetap bisa menjadi cerminan atau ekspresi kerajaan Allah yang sejati.

Bukan hanya itu saja melainkan seiring dengan berjalannya waktu, pola- pola yang sudah lama harus ditinjau dan diperbaharui kembali. Perubahan- perubahan budaya kontemporer yang terjadi membuat banyak orang merasa bahwa sudah saatnya gereja melakukan inovasi dan perubahan.47 Berkaitan dengan hal ini tantangan lingkungan yang cair bukan hanya

45 Zakaria J. Ngelow dkk (eds), “Teologi Pandemi: Panggilan Gereja di Tengah Pandemi Covid-19” (Makassar: Oase Intim, 2021). 17-18

46 Zakaria J. Ngelow dkk (eds), “Teologi Pandemi: Panggilan Gereja di Tengah Pandemi Covid-19” (Makassar: Oase Intim, 2021). 19

47 Pete Wrad,”Liquid Church” (Wipf and Stock Publishers, 2013). 10

(17)

17

tentang orang yang mengalami perubahan hidup yang baru, melainkan tantangan nyatanya adalah modernitas yang telah mempengaruhi gereja.48 Pandemi yang terjadi pada saat ini memunculkan fenomena church goes online atau church goes virtual. Hal ini tidak bersifat sementara, melainkan awal dari ciri masa depan gereja yang dipercepat atau dipaksakan karena adanya pandemi covid-19. Fenomena yang terjadi ini menuntut perubahan karakter kepemimpinan serta kelembagaan gereja, dari gereja yang kaku menjadi gereja yang cair.49 Melihat konteks budaya yang cair ini, dibutuhkan kesadaran eklesiologis hidup menggereja yang cair. Dalam hal ini gereja yang cair adalah gereja yang mampu membantu warga jemaat untuk bisa menghayati identitas eklesial sebagai Tubuh Kristus secara dialogis dan juga negosiatif dengan budaya dalam masyarakat yang terus berubah.50

Sudut pandang dari eklesiologi sendiri terkait dengan zaman, maka gereja adalah komunitas bagi semua orang percaya di segala abad, tempat dan waktu. Maka dari itu gereja dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dalam situasi apapun.51 Eklesiologi yang merupakan wacana mengenai hakikat serta praksis mengenai misi gereja, yang dikaitkan dengan panggilan serta pengutusan gereja di tengah-tengah pandemi covid-19 terkhususnya dalam ibadah pemakaman bagi warga yang terkena covid-19.

Keterhubungan antara teori dengan objek penelitian mengenai eklesiologi pandemi. Dalam hal ini mau dikatakan bahwa pelayanan gereja harus bisa menjadi fleksibel dan sebisa mungkin untuk mencair. Hal ini bisa dilihat dari situasi dan kondisi yang sedang terjadi, segala sesuatu atau semua kegiatan dilaksanakan secara online atau daring.

48 Pete Wrad,”Liquid Church” (Wipf and Stock Publishers, 2013). 24

49 Zakaria J. Ngelow dkk (eds), “Teologi Pandemi: Panggilan Gereja di Tengah Pandemi Covid-19” (Makassar: Oase Intim, 2021). 19

50 Pete Wrad,”Liquid Church” (Wipf and Stock Publishers, 2013). 35-50

51 Djoys Anneke & Daniel Ronda, “Studi Eklesiologi Kristologi pada Pelaksanaan Ibadah Online di Masa Pandemi Covid-19” (Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 3, No 1(2022): 30-40 https://ojs.sttjaffray.ac.id/jitpk/article/view/654/pdf_22 (diakses pada 11 Juni)

(18)

18

Hasil Penelitian

Pelayanan GPIB Kinasih era Pandemi

Pernyataan Sinode dalam Pelayanan era Pandmei

Dalam menanggapi situasi yang terjadi Majelis Sinode GPIB sendiri mengeluarkan surat keputusan untuk menyikapi kasus covid-19, yang didalamnya terdapat pemberitahuan serta himbauan bahwa untuk seluruh kegiatan yang ada di jemaat masing-masing, baik itu kegiatan peribadatan minggu atau bahkan pelayanan kategorial, untuk sementara dilakukan secara online. Khusus ibadah hari minggu bisa dipertimbangkan dengan situasi dan kondisi setempat, dan jika memungkinkan untuk melakukan ibadah di tempat, diharapkan untuk tetap menyesuaikan dengan protokol yang berlaku. Untuk ibadah pemberkatan perkawinan, peneguhan dan juga kedukaan dapat tetap dilaksanakan dengan membatasi Presbiter yang melayani dan juga membatasi warga jemaat yang hadir.52

Ibadah pemakaman online bagi korban Covid-19 sendiri dilakukan secara online yang didasarkan pada dua pendekatan. Pertama, tradisi Biblis mengenai penyembahan kepada Allah di dalam Roh (Yohanes 4:24) yang dipercayai sebagai Allah yang hadir di dalam situasi darurat seperti yang sedang dialami pada masa kini akibat dari pandemi Covid- 19. Kedua, melihat tradisi sistematis menurut teologi Calvin mengenai gereja sebagai tubuh Kristus berupa penghayatan pada persekutuan pada tubuh mistik Kristus yang diyakini melampaui sisi lahiriah menjadi berisikan spiritual. Hal ini memiliki arti bahwa sekalipun secara lahiriah tidak dapat melihat jenazah yang dimakamkan, akan tetapi ibadah yang berlangsung di dalam kuasa Roh Kudus itu yang menyatukan jemaat yang beribadah dengan jenazah yang berada di tempat lain yang sedang dimakamkan. 53

52 Surat Gembala Majelis Sinode GPIB Menyikapi Wabah Covid-19 (Maret 2020) https://gpib.or.id/surat-gembala-majelis-sinode-gpib-menyikapi-wabah-covid-19/

53 Buku II Tata TATA IBADAH PS XXI, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (Majelis Sinode: Hasil ketetapan hasil PS XXI, 2021). 99-100

(19)

19 Pembentukan Crisis Center

Dalam menjalankan tugas dan pelayanannya GPIB Kinasih sendiri memiliki bidang yang berada dalam naungan Ketua Satu Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) dalam Pelayanan dan Kesaksian (PELKES) dan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menangani bencana yaitu Crisis Center.54 Crisis Center ini juga yang menaungi satgas covid. Tugas Crisis Center adalah untuk membantu menangani permasalahan-permasalahan yang muncul dan menyebabkan krisis, seperti yang sedang dialami sekarang yaitu pandemi Covid-19.

Sedangkan untuk satgas Covid-19 sendiri bersifat internal dalam artian, satgas hanya bertugas secara teknis seperti; mengukur suhu tubuh, memastiakan warga jemaat memakai masker saat hadir dalam ibadah atau suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh gereja, serta memastikan protokol kesehatan tetap berjalan dengan baik.55

Crisis Center GPIB Kinasih juga bekerja sama dengan pemerintah dalam hal melakukan vaksinasi bagi seluruh jemaat dan juga seluruh warga yang ada. Selama proses dari rumah sakit hingga di tempat pemakaman crisis center berperan untuk memastikan semuanya sudah siap dan tersedia agar keluarga tidak menunggu terlalu lama. Karena dilihat dari pengalaman ada jemaat yang meninggal akan tetapi untuk proses pemakamannya harus menunggu terlalu lama, dan belum mendapatkan kepastian dari pihak rumah sakit kapan akan di makamkan.

Hal-hal seperti ini yang menjadi tugas dari Crisis Center untuk membantu dan memastikan pemakaman bagi jemaat yang meninggal karena Covid- 19 berjalan dengan baik dan lancar. Crisis Center hadir untuk membantu serta memberikan yang terbaik kepada keluarga.56

54 Hasil wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Kinasih Ciputat, 27 Juli 2022, 13.51 WIB

55 Hasil wawancara dengan Ketua Crisis Center GPIB Kinasih Ciputat di Gereja GPIB Kinasih Ciputat, 23 Juli 2022, 07.54 WIB

56 Hasil wawancara dengan Ketua Crisis Center GPIB Kinasih Ciputat di Gereja GPIB Kinasih Ciputat, 23 Juli 2022, 07.54 WIB

(20)

20 Pelayanan Pemakaman era Pandemi

Gereja memiliki tugas dan panggilan dalam pelayanannya serta tanggung jawab dalam pelayanan yang harus dijalankan dan dilaksanakan.

Dalam masa pandemi yang sedang dihadapi memang tidak mudah untuk gereja dalam menjalankan tugas tanggung jawab serta panggilan pelayananya.57 Ada aturan serta batasan-batasan yang diberikan oleh pemerintah dan harus ditaati demi keselamatan bersama, ini merupakan salah satu tantangan bagi gereja. Di tengah situasi yang sedang dihadapi gereja dituntut untuk tetap bisa menjalankan tugas panggilannya dalam pelayanan. Ditengah-tengah pandemi yang sedang dialami gereja memiliki tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan panggilan Allah.

Panggilan Allah yang sering dikenal dengan sebutan Tri panggilan Gereja antara lain: panggilan gereja untuk bersekutu (koinonia), bersaksi (marturia), dan melayani (diakonia). Tri Panggilan gereja ini saling keterhubungan satu dengan yang lain.58 Dalam pelayanannya GPIB Kinasih sendiri memiliki beberapa bidang pelayanan antara lain:

57 Eva Inriani, “strategi Gereja Mmeisahkan Tri Panggilan Gereja Pada Masa Pandemi Covid-19” (Jurnal Teologi Pembelum) 1, No 1 (2021): 93-109 https://jurnal.stt- gke.ac.id/index.php/pambelumjtp/article/view/2/1 (Diakses pada 27 Juli 2022)

58 Eva Inriani, “strategi Gereja Mmeisahkan Tri Panggilan Gereja Pada Masa Pandemi Covid-19” (Jurnal Teologi Pembelum) 1, No 1 (2021): 93-109 https://jurnal.stt- gke.ac.id/index.php/pambelumjtp/article/view/2/1 (Diakses pada 27 Juli 2022)

(21)

21

Dari tabel di atas, bisa dilihat bahwa komisi duka masuk pada bagian dari diakonia, akan tetapi untuk bagian peribadahannya masuk ke dalam bidang teologi.59

GPIB Kinasih tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam pelayanan terkhususnya dalam pelayanan ibadah pemakaman dalam situasi pandemi yang sedang dihadapi. Pelayanan pemakaman sendiri merupakan salah satu bagian dari bentuk pelayanan yang dilakukan oleh gereja. Pelayanan pemakaman diperuntukan bagi warga jemaat yang anggota keluarganya mengalami kedukaan. Adapun urutan ibadah pemakaman yang dilakukan oleh Ketua Majelis Jmeaat GPIB Kinasih sebelum pandemi Covid-19 antara lain:

59 Hasil wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Kinasih Ciputat, 27 Juli 2022, 13.51 WIB

KETUA MAJELIS JEMAAT (Bidang I Teologi dan

Persidangan)

Ketua I (Bidang II Diakonia)

Ketua II (Bidang III GERMASA)

Ketua III (Bidang IV Kategorial, PPSDI)

Ketua IV (Bidang Pembangunan

Ekonomi)

Ketua V (Bidang Inforkom)

Bendahara

Sekretaris

PELKAT PKB PELKAT

PKP PELKAT

GP PELKAT

PKLU PELKAT

PT PELKAT

PA

(22)

22

a) Dilakukannya doa penyerahan

b) Dilakukannya ibadah penghiburan. Ibadah penghiburan ini ditujukan kepada keluarga yang ditinggalkan. Jika dari pihak keluarga meminta untuk jenazah langsung dimakamkan maka ibadah penghiburan ditiadakan.

c) Ibadah pelepasan di rumah duka

d) Setelah itu jenazah dibawa ke tempat pemakaman, untuk di pemakaman tetap melakukan ibadah menggunakan tata ibadah GPIB, akan tetapi tidak ada khotbah melainkan hanya doa penyerahan yang diakhiri oleh doa Bapa Kami, nyanyian penutup, pengutusan, serta berkat yang ditujukan kepada seluruh warga jemaat dan keluarga yang hadir.

Dalam hal ini ibadah pemakaman lebih kepada penyerahan dan juga lebih kepada penghormatan terakhir kepada orang yang sudah meninggal sekaligus untuk menghibur keluarga.60

Pelayanan ibadah pemakaman tetap dijalankan pada saat pandemi Covid-19, gereja tetap melayani keluarga akan tetapi pelayanan disesuaikan dengan situasi kondisi yang ada. Untuk ibadah pemakaman yang meninggal bukan karena covid-19 gereja masih melayani di gedung serba guna menggunakan tata ibadah dari GPIB yang dipersingkat hanya menyanyi satu lagu, doa ibadah pelepasan, dan khotbahnya dipersingkat yang dihadiri hanya oleh anggota keluarga saja. Sedangkan untuk ibadah pemakaman bagi korban covid-19, ibadah pelepasan tetap dilaksanakan secara singkat akan tetapi ibadah diselenggarakan melalui aplikasi zoom yang sudah disediakan oleh tim multimedia gereja. Untuk kehadiran sendiri dikarenakan protokol kesehatan yang ketat dari pihak rumah sakit maka hanya keluarga yang diperbolehkan untuk ada di tempat. Perlu diketahui, dikarenakan situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan dan juga aturan dari pemerintah yang menyatakan jenazah covid harus segera

60 Hasil wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Kinasih Ciputat di Gereja GPIB Kinasih Ciputat, 19 Juli 2022, 19.59 WIB

(23)

23

dimakamkan menggunakan protokol kesehatan yang ada, maka ibadah penghiburan ditiadakan.61

Untuk di pemakamannya sendiri biasanya pendeta masih bisa melayani secara langsung setelah peti jenazah sudah terkubur atau sudah masuk ke dalam liang lahat. Akan tetapi dikarenakan saat itu covid sedang memuncak dan angka kematian sangat tinggi, serta di tempat pemakaman tidak memungkinkan dilakukannya ibadah karena antrian beberapa mobil ambulance yang membawa jenazah covid, maka ibadah dilakukan secara online melalui zoom. Yang hadir di tempat pemakaman hanya keluarga, petugas dari crisis center dan petugas multimedia yang meliput dari rumah sakit hingga ke tempat pemakaman.62 Untuk bidang multimedia sendiri jika ada ibadah penghiburan dari tim multimedia bertugas untuk menyediakan link zoom dan ikut hadir untuk melihat situasi kondisi yang ada di rumah duka. Jika ada ibadah penghiburan tim multimedia menyediakan minimal 2 device, 1 laptop untuk host dan untuk mengontrol warga jemaat yang hadir dalam zoom. Sedangkan untuk ibadah pemakaman sendiri tim multimedia hanya menyediakan 1 device dan itu menggunakan mobile serta mengakses seluruh rangkaian dari prosesi ibadah hingga pemakaman jenazahnya.63

Peran Gereja dalam Pemakaman Online

Selama masa pandemi gereja memiliki ruang yang terbatas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab pelayanannya. Akan tetapi dengan tantangan yang sedang dihadapi gereja pada masa pandemi, tidak membuat gereja mengabaikan tugas dan tanggung jawab pelayanannya.

Hal ini bisa dilihat dari peran gereja yang juga tetap menjalankan ibadah pemakaman online bagi korban Covid-19. Dalam hal ini peran gereja yang dimaksud ialah meskipun ibadah pemakaman dilakukan secara online,

61 Hasil wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Kinasih Ciputat di Gereja GPIB Kinasih Ciputat, 19 Juli 2022, 19.59 WIB

62 Hasil wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Kinasih Ciputat di Gereja GPIB Kinasih Ciputat, 19 Juli 2022, 19.59 WIB

63 Hasil wawancara dengan salah satu anggota Tim Multimedia GPIB Kinasih Ciputat di Gereja GPIB Kinasih Ciputat, 23 Juli 2022, 11.50 WIB

(24)

24

akan tetapi ada beberapa majelis jemaat yang turut hadir serta ikut membantu dalam prosesi ibadah sampai dengan pemakaman jemaat yang menjadi korban Covid-19. Setelah itu gereja juga membantu dalam hal memberikan pelayanan penghiburan dan juga penguatan bagi keluarga yang ditinggalkan oleh korban Covid-19. Selain itu gereja juga memiliki bidang Crisis Center dimana pada awalnya bidang ini dibentuk dengan tujuan untuk menangani seluruh bencana, penyakit yang menyebabkan crisis, akan tetapi pada saat pandemi bidang ini memfokuskan diri untuk membantu gereja dalam hal menangani kasus Covid-19, mulai dari membentuk satgas Covid-19 yang bertugas untuk menangani seluruh permasalahan Covid-19 seperti memastikan protokol kesehatan tetap terjaga selama berlangsungnya ibadah, biasanya mulai dari ibadah hari minggu, ibadah pelkat, ibadah syukur, serta ibadah pemakaman, dan ibadah yang lainnya.64

Peran gereja dalam ibadah pemakaman online bisa dilihat juga dari bidang multimedia yang ikut membantu kelancaran ibadah pemakaman yang dilakukan secara online. Bidang multimedia bertugas untuk membuat atau menyediakan link zoom lalu dibagikan kepada koordinator sektor pelayanan yang ada, kemudian koordinator sektor meneruskan kepada jemaat yang ada di sektor pelayanannya masing-masing.65 Dari pembahasan ini, bisa dilihat bahwa gereja secara organisasi yang di dalamnya terdapat Ketua Majelis Jemaat, para Presbiter yang terpilih, serta penanggung jawab dalam bidang lain yang ikut mendukung kelancaran ibadah pemakaman, tetap menjalankan perannya dengan baik dan juga tetap mengikuti protokol kesehatan yang berlaku.

Dari hasil wawancara dengan kedua keluarga yang mengalami kedukaan, keluarga MP bisa merasakan kehadiran gereja dalam pelayanannya. Para Presbiter dan juga Ketua Majelis Jemaat, terkhusus Presbiter yang berada di sektor pelayanan tempat keluarga tinggal sangat

64 Hasil wawancara dengan Ketua Crisis Center GPIB Kinasih Ciputat di Gereja GPIB Kinasih Ciputat, 23 Juli 2022, 07.54 WIB

65 Hasil wawancara dengan salah satu anggota Tim Multimedia GPIB Kinasih Ciputat di Gereja GPIB Kinasih Ciputat, 23 Juli 2022, 11.50 WIB

(25)

25

memberikan ketenangan dan juga memberikan semangat kepada keluarga MP. Dalam hal ini gereja turut hadir dan membantu serta mengatur semua ibadah yang dimulai dari ibadah penglepasan, ibadah 7 hari, ibadah 40 hari serta ibadah 1 tahun kedua orang tua dari saudara MP. Relasi yang terbangun antara keluarga MP dan juga gereja sangat baik, keluarga mendapatkan perhatian yang sangat baik saat kedua orang tua saudara MP meninggal dunia karena terkena Covid-19.66

Dari hasil wawancara dengan keluarga MB, keluarga mengatakan bahwa kehadiran gereja itu pasti ada. Dari pihak sektor pelayanan tempat keluarga tinggal, semua langsung cepat tanggap dan bergerak untuk hadir dan mendukung dalam doa saat mendengar kabar duka cita dari keluarga.

Pelayanan yang dilakukan oleh gereja pun sudah sangat baik hanya karena situasi dan kondisi Covid-19 yang kasusnya sedang meningkat, maka yang hadir ke rumah sakit hanya dari team Crisis Center dan perwakilan dari majelis jemaat untuk datang melayani keluarga yang sedang berduka.

Dalam hal ini relasi keluarga dengan gereja sangat baik dan juga gereja bisa merangkul keluarga yang berduka ditengah-tengah situasi dan kondisi yang sedang terjadi.67

66 Hasil wawancara dengan saudara MP GPIB Kinasih Ciputat 19 September 2022, 13.074 WIB

67 Hasil wawancara dengan Ibu MB GPIB Kinasih Ciputat, 19 September 2022, 12.31 WIB

(26)

26

Analisa Kajian Eklesiologi terhadap Peran GPIB Kinasih dalam Pelayanan Ibadah Pemakaman Online bagi Korban Covid-19

Pelayanan Berdasarkan Platform Digital

Dikarenakan pandemi yang terjadi GPIB Kinasih harus merubah sistem peribadahan dari yang awalnya dilakukan onsite menjadi online. Hal ini sama dengan yang dikatakan oleh Zakaria J. Ngelow dalam bukunya yang berjudul

“Teologi Bencana: panggilan gereja di Tengah Pandemi Covid-19” mengenai eklesiologi pandemi yang mengatakan bahwa gereja harus berusaha semakin mencair dalam fleksibilitas pelayanannya.68 Dalam hal ini bisa dilihat bahwa gereja didorong untuk bisa berdampingan atau bahkan mengikuti perubahan yang terjadi. Dari kondisi yang sedang dialami oleh gereja pada saat ini, bisa dilihat bahwa dalam menjalankan tugas pelayanannya gereja harus bisa lebih fleksibel dan bisa mengikuti perubahan dan perkembangan yang ada. Sistem yang ada di dalam gereja mau tidak mau harus mengikuti situasi dan juga kondisi yang sedang terjadi saat ini. Dari penelitian dan hasil wawancara, GPIB Kinasih sendiri sudah berupaya untuk mengambil langkah cepat dan tanggap dalam mengikuti perkembangan yang ada agar tetap bisa menjalankan tugas pelayanan gereja untuk jemaat. Hal ini terlihat dalam penggunaan teknologi digital yang sudah digunakan untuk mendukung berjalannya pelayanan dan juga kegiatan-kegiatan gereja.

Dalam situasi pandemi covid-19 saat ini terdapat lima tugas gereja yang mendesak salah satunya adalah gereja harus bisa mendialog dan menegosiasi budaya digital.69 Tidak bisa kita pungkiri bahwa budaya digital akan berpengaruh dan memberikan dampak pada persekutuan yang ada serta relasi antara jemaat dan juga pelayan, budaya digital bukan hanya berpengaruh pada relasi dan persekutuan yang ada di gereja melainkan budaya digital juga membantu gereja untuk menyempurnakan persekutuan dan juga relasi yang terhalang akibat dari pandemi Covid-19. Budaya digital terkhususnya teknologi komunikasi modern memiliki potensi yang bisa menghubungkan secara virtual dua per tiga populasi

68 Zakaria J. Ngelow dkk (eds), “Teologi Pandemi: Panggilan Gereja di Tengah Pandemi Covid-19” (Makassar: Oase Intim, 2021). 19

69 Zakaria J. Ngelow dkk (eds), “Teologi Pandemi: Panggilan Gereja di Tengah Pandemi Covid-19” (Makassar: Oase Intim, 2021). 46

(27)

27

global melalui perangkat genggam. Dengan hadirnya budaya digital tidak bisa dipungkiri bahwa internet dan media sosial sendiri telah membentuk cara berkomunikasi yang baru.70 Hal ini bisa menjadi sebuah tantangan yang baru serta bisa juga menjadi solusi untuk kelancaran pelayanan yang akan dilakukan gereja selama pandemi. Tidak bisa dipungkiri bahwa dengan hadirnya budaya digital, gereja memiliki tantangan baru dimana gereja harus bisa berjalan beriringan dengan budaya digital, dan juga bisa memanfaatkan teknologi yang ada dalam menjalankan tugas tanggung jawab gereja dalam pelayanannya.

Pada pemahaman eklesiologinya sendiri, GPIB juga menekankan pada hubungan antara gereja dan juga jemaat dimana terdapat hubungan timbal balik antara jemaat dan juga gereja. Hubungan ini disebut sebagai sistem Presbiterial sinodal yang dimana memberikan tekanan pada peranan presbiter yang terpanggil untuk melayani serta memimpin gereja.71 Hal ini terlihat dari adanya pembentukan Crisis Center yang masuk dalam bidang Pelayanan dan Kesaksian yang dipimpin oleh ketua satu Pelaksana Harian Jemaat (PHMJ). Dengan hadirnya Crisis Center membantu gereja untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam pelayanan. Berbicara mengenai hubungan timbal balik antara jemaat dan gereja dan juga terkait presbiterial sinodal. Hal ini merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan kehadiran gereja untuk jemaat, walaupun di tengah-tengah pandemi yang terjadi gereja tetap hadir dan tetap menjalankan pelayanannya, baik itu Ketua Jemaat maupun majelis yang ada harus bisa bekerjasama dengan baik untuk menjalankan pelayanan di tengah pandemi. Tidak bisa dipungkiri bahwa baik Ketua Jemaat ataupun Majelis Jemaat memiliki peranan penting dalam terlaksananya pelayanan di tengah pandemi.

Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, hal ini sudah diterapkan oleh GPIB Kinasih sendiri. Dimana selama pandemi GPIB Kinasih menjadikan media digital sebagai sarana untuk menjalankan tugas tanggung jawab pelayanan yang ada. Dari hasil wawancara bisa dilihat bahwa makna dari ibadah pemakaman itu sendiri tetap sama dan tidak berubah. Dalam hal ini yang berubah hanya teknis pelaksanaan ibadahnya saja. Dari sini bisa dilihat juga bahwa hubungan atau relasi

70 Salto Deodatus, “Gambaran Gereja di Era Digital” (Jakarta: Obor, 2021). 112-125

71 Buku IV Tata Gereja PS XXI, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (Majelis Sinode: Hasil ketetapan hasil PS XXI, 2021). 25

(28)

28

para Pelayan gereja dengan Jemaat sangat baik. Pandemi yang terjadi bukan merupakan suatu penghalang bagi gereja untuk tetap menjalankan relasi yang baik dengan jemaat. Hal ini terlihat dari kecekatan gereja dalam merespon jemaat yang membutuhkan kehadirannya dan juga pelayanannya di tengah pandemi yang terjadi, seperti halnya pada saat pelayanan pemakaman. Di sini bisa dilihat juga bahwa respon dari jemaat atau keluarga yang sangat-sangat menghargai dan mengapresiasi pelayanan yang dilakukan oleh gereja.

Ibadah Pemakaman Online di Era Ekelsiologi Liquid

GPIB Kinasih sendiri memahami bahwa ibadah pemakaman itu sebagai bentuk penyerahan untuk orang yang sudah meninggal kepada Tuhan dan dalam rangka untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan, juga untuk memberikan penguatan iman kepada keluarga. Dalam hal ini ibadah yang dilaksanakan lebih kepada penguatan bagi keluarga agar keluarga tidak kehilangan iman. Selain itu ibadah juga dilakukan untuk mempersiapkan keluarga untuk meneruskan kehidupan dengan segala tantangan kedepannya, dan juga untuk bisa menerima kenyataan tentang kematian bahwa kematian bukanlah akhir dari kehidupan akan tetapi kematian merupakan pintu gerbang dari kehidupan yang fana menuju kehidupan yang kekal.72 Jadi bisa disimpulkan bahwa ibadah ini lebih kepada penguatan, penghiburan dan persiapan bagi keluarga untuk menjalani kehidupan kedepannya.

Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, dimana GPIB Kinasih sendiri membentuk tim Crisis Center untuk membantu menangani situasi Covid- 19 yang sedang dialami. Hal ini sangat membantu GPIB Kinasih dalam menjalankan dan melaksanakan tugas pelayanan agar tetap bisa menjangkau warga jemaatnya. Terlepas dari pandemi yang sedang terjadi, perkembangan zaman juga menuntut gereja untuk terus bisa dan peka terhadap kebutuhan dunia.

Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi digital ini sangat membantu gereja terkhususnya GPIB Kinasih untuk menjalankan tugas pelayanannya di tengah-tengah pandemi. Teknologi menjadi salah satu ranah atau wadah untuk

72 Hasil wawancara dengan jemaat GPIB Kinasih Ciputat MP, 19 September 2022, 12.46 WIB

(29)

29

menghubungan dan juga mempermudah proses pelayanan serta membantu gereja untuk memperluas misi Allah yang tidak diatasi dengan jarak. Zakaria Ngelow juga mengatakan bahwa gereja harus menyadari fenomena yang terjadi saat ini dimana gereja melakukan segala bentuk kegiatan peribadahan dan pelayanan secara virtual atau online bukanlah bersifat temporer. Hal ini merupakan awal dari ciri masa depan gereja yang dipercepat atau dipaksakan karena adanya pandemi covid-19.73

Dengan hadirnya teknologi sebagai sarana dalam pelayanan gereja tetap harus mempertahankan sikap melayani dengan tulus, keramahtamahan, relasi serta pelayanan secara langsung atau pada saat tatap muka. Perubahan gaya ber pelayanan dalam gereja bukan merupakan sesuatu hal yang baru dikarenakan adanya perkembangan dalam situasi yang ada. Dalam perkembanganya gereja mau tidak mau akan mengalami proses perubahan tersebut. Situasi pandemi yang sedang dihadapi mengakibatkan terjadinya perubahan cara pelayanan gereja. Pada masa ini gereja diberi istilah gereja digital, dimana segala sesuatu atau segala bentuk pelayanan dilakukan secara online.74

Sebelum adanya pandemi, GPIB Kinasih tidak melakukan ibadah secara online. Namun dikarenakan munculnya pandemi Covid-19, secara tidak langsung mengharuskan GPIB Kinasih untuk melakukan tugas pelayanan secara online.

Dengan adanya fasilitas teknologi saat ini, memungkinkan untuk gereja tetap melakukan pelayanannya secara online terkhusus dalam ibadah pemakaman.

Maka, dapat dikatakan kegiatan pelayanan gereja menjadi fleksibel dikarenakan gereja dapat melayani jemaat dimana saja dan kapan saja. Dari hasil wawancara dengan narasumber terlihat bahwa dalam susuan ibadahnya tidak ada yang berubah hanya saja ibadah lebih dipersingkat karena melihat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk melakukan ibadah menggunakan tata ibadah biasanya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, bisa dilihat bahwa selama pandemi Covid-19 GPIB Kinasih tetap menjalankan peran pelayanannya

73 Zakaria J. Ngelow dkk (eds), “Teologi Pandemi: Panggilan Gereja di Tengah Pandemi Covid-19” (Makassar: Oase Intim, 2021). 19

74 Julio Eleazer Nendissa, “Kajian Teologis Kritis Terhadap Pelayanan Online di GMIM Syalom Karombasan Pada Masa Pandemi Covid-19” (Jurnal Teologi Cultivation) 5, No 2 (2021):

141-158 http://e-journal.iakntarutung.ac.id/index.php/cultivation/article/view/736/370

(30)

30

dalam pelaksanaan ibadah pemakaman online. Melihat situasi dan kondisi yang sedang dihadapi masyarakat global, GPIB Kinasih sendiri terlihat melakukan perannya dengan semaksimal mungkin. Hal ini dapat dilihat dari bidang-bidang seperti Crisis Center, satgas Covid-19, para Presbiter yang bertugas, tim dari multimedia yang siap sedia menjalankan tugasnya serta membantu keluarga untuk mengurus segala persyaratan pemakaman bagi korban Covid-19, dan juga membantu kelancaran ibadah pemakaman yang dilakukan secara Online

Referensi

Dokumen terkait

Sampel yang digunakan adalah produk suplemen kesehatan yang tersedia di salah satu apotek di Surakarta pada 3 bulan sebelum pandemi COVID-19 dan 3 bulan awal pandemi

Menuju Tatanan Baru Era Pandemi COVID 19. Budaya Media Sosial, Edukasi Masyarakat dan Pandemi COVID-19. Virus Corona: Hal-hal apa yang perlu

Dalam rangka pemeliharaan iman Warga Gereja di masa pandemi Covid-19 ini, maka mulai bulan Juni 2020 Komisi Pembinaan Warga Gereja GKJ Kabluk akan mengadakan persekutuan

Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, 2020, Pemerintah Larang ASN, TNI, Polri, dan Pegawai BUMN untuk Mudik di Tengah Pandemi COVID-19,

Menurut Azikin (2020), Fadila (2020), Suheni (2020); Supriyadi (2020), Suryaman (2020) Penyebaran virus dan kasus COVID-19 terus meningkat pada Maret-April 2020, khususnya

Secara fakta sedikit banyak kontroversi yang beredar dan menghebohkan di mimbar- mimbar gereja tentang fenomena yang mengaitkan antara Covid-19, vaksin Covid-19, microchip

Untuk mengantisipasi penyebaran virus Covid-19 di lingkungan Gereja, maka bersama ini, Satgas Covid GKIP mensyaratkan bagi anggota jemaat/simpatisan, tamu, keluarga mempelai,

Itu artinya, kebutuhan pelayanan kepada orang sakit atau pelayanan kesembuhan pada masa pandemi covid 19 sebagai salah satu bentuk pelayanan pastoral gereja di Indonesia pada