• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTENSITAS BISING DAN PEMETAAN KEBISINGAN DENGAN SURFER 13 SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR DOSIS KEBISINGAN DI LINGKUNGAN KERJA PT HOK TONG JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "INTENSITAS BISING DAN PEMETAAN KEBISINGAN DENGAN SURFER 13 SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR DOSIS KEBISINGAN DI LINGKUNGAN KERJA PT HOK TONG JAMBI"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR DOSIS KEBISINGAN DI LINGKUNGAN KERJA PT HOK TONG JAMBI

S K R I P S I

ROMI AFRIZAL M1D118002

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN JURUSAN TEKNIK SIPIL, KIMIA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI

2022

(2)
(3)

bidang pengolahan karet remah (crumb rubber) dengan mutu Standard Indonesian Rubber (SIR 10 dan SIR 20). Proses produksi yang dilakukan di PT Hok Tong Jambi tidak terlepas dari pengoperasian mesin-mesin dan peralatan produksi yang dapat menghasilkan suara yang keras secara terus-menerus sehingga mengakibatkan timbulnya kebisingan yang tinggi di lingkungan kerja PT Hok Tong Jambi. Tingginya tingkat kebisingan di PT Hok Tong Jambi akan mengakibatkan gangguan terhadap pekerja seperti gangguan pendengaran, cepat lelah, rasa pusing saat bekerja dan gangguan komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas kebisingan di lingkungan kerja PT Hok Tong Jambi, mengetahui gambaran pola sebaran kebisingan dengan menggunakan Software Surfer 13 dan mengetahui dosis kebisingan yang diterima pekerja di PT Hok Tong Jambi. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu melakukan pengukuran kebisingan di PT Hok Tong Jambi menggunakan Sound Level Meter UT353 dengan metode sederhana, memetakan pola sebaran kebisingan dengan simulasi Software Surfer 13 dan perhitungan dosis kebisingan di lingkungan kerja dengan formula NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health). Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan di 45 titik sampling, diketahui bahwa intensitas kebisingan berkisar antara 66,5 dBA – 99,8 dBA. Terdapat 24 titik sampling yang sudah melebihi Nilai Ambang Batas yang diperbolehkan oleh NIOSH dan Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Kerja yaitu 85 dB.

Hasil pemetaan kebisingan menggunakan Software Surfer 13 menunjukkan bahwa ada beberapa kategori zona kerja di lingkungan kerja PT Hok Tong Jambi seperti warna biru untuk kebisingan <76 dBA, warna hijau untuk kebisingan 77 – 84 dBA, warna kuning untuk kebisingan 85 – 90 dBA, warna orange untuk kebisingan 91 – 94 dBA dan warna merah untuk kebisingan >95 dBA. Area yang berpotensi memaparkan kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) ditandai dengan kode warna kuning, orange dan merah seperti area bahan baku, IPAL, produksi basah dan area press. Kemudian untuk hasil perhitungan dosis kebisingan menunjukkan bahwa terdapat 25 titik sampling yang dosis kebisingan hariannya (DND) telah melebihi nilai ambang batas (NAB) sesuai nilai yang ditetapkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health Administration) sebesar 1 atau 100%. Dosis kebisingan harian (DND) tertinggi terdapat pada area produksi basah (titik 32) sebesar 3.846%, sedangkan dosis kebisingan terendah terdapat pada area kantor PT Hok Tong Jambi (titik 9) sebesar 1%.

(4)

Standard Indonesian Rubber (SIR 10 and SIR 20). The production process carried out at PT Hok Tong Jambi cannot be separated from the operation of machines and production equipment that can produce loud sounds continuously, resulting in high noise in the work environment of PT Hok Tong Jambi. The high noise level at PT Hok Tong Jambi will cause disturbances to workers such as hearing loss, fatigue, feeling dizzy at work and communication disorders. This study aims to determine the intensity of noise in the work environment of PT Hok Tong Jambi, to describe the pattern of noise distribution using Surfer 13 Software and to determine the dose of noise received by workers at PT Hok Tong Jambi. The method used in this study is to measure noise at PT Hok Tong Jambi using Sound Level Meter UT353 with a simple method, map noise distribution patterns with Surfer 13 Software and calculate noise dose in the work environment with the formula NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health). Based on the results of noise measurements at 45 sampling points, it is known that the noise intensity ranges from 66.5 dBA - 99.8 dBA. There are 24 sampling points that have exceeded the Threshold Value allowed by NIOSH and Permenaker Number 5 of 2018 concerning Occupational Safety and Health in the Work Environment, which is 85 dB. The results of noise mapping using Surfer 13 Software show that there are several categories of work zones in the work environment of PT Hok Tong Jambi such as purple for noise <76 dBA, green for noise 77 - 84 dBA, yellow for noise 85 - 90 dBA, orange color for noise 91 – 94 dBA and red for noise > 95 dBA. Areas that have the potential to expose noise that exceeds the Threshold Value (NAV) are marked with yellow, orange and red color codes such as the raw material area, wastewater treatment plant (WWTP), wet production and press area. Then for the calculation of noise dose, it shows that there are 25 sampling points whose daily noise dose (DND) has exceeded the threshold value (NAV) according to the value set by OSHA (Occupational Safety and Health Administration) of 1 or 100%. The highest daily noise dose (DND) is found in the wet production area (point 32) at 3.846%, while the lowest noise dose is found in the PT Hok Tong Jambi office area (point 9) at 1%.

(5)

SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR DOSIS KEBISINGAN DI LINGKUNGAN KERJA PT HOK TONG JAMBI

S K R I P S I

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Teknik Lingkungan

ROMI AFRIZAL M1D118002

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN JURUSAN TEKNIK SIPIL, KIMIA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI

2022

(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Romi Afrizal. Lahir di Bengkulu pada tanggal 05 April 1999.

Penulis merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara, pasangan Almarhum Bapak Zulkipli dan Ibu Nurhadijah. Mengawali pendidikan di bangku Sekolah Dasar Negeri 29 Bengkulu Selatan, lulus tahun 2012. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bengkulu Selatan, lulus tahun 2015. Selanjutnya, menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Bengkulu Selatan, lulus tahun 2018. Pada tahun 2018 itu juga, penulis diterima di Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik yang kemudian bergabung menjadi Fakultas Sains dan Teknologi yang lulus melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selain itu, penulis juga mendapatkan beasiswa Bidikmisi selama 4 tahun (8 semester). Penulis pernah memenangkan Juara 1 Lomba Debat Bahasa Indonesia Tingkat Fakultas Teknik pada tahun 2019.

Penulis menjalani Kerja Praktek (KP) pada bulan Juni – Agustus 2021 di PT Hok Tong Jambi dengan mengambil judul “Identifikasi Intensitas Bising dan Potensi Bahaya serta Upaya Pengendalian Bising di PT Hok Tong Jambi”.

Kemudian enam bulan berikutnya, Maret 2022 penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan Tugas Akhir (TA) di Perusahaan Pengolahan Karet Remah (Crumb Rubber) yaitu PT Hok Tong Jambi. Hingga akhirnya, penulis mampu menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tanggal Oktober 2022 dengan skripsi yang berjudul “Intensitas Bising dan Pemetaan Kebisingan dengan Surfer 13 sebagai Upaya Meminimalisir Dosis Kebisingan di Lingkungan Kerja PT Hok Tong Jambi”.

(8)

PRAKATA

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, karunia dan lindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Intensitas Bising dan Pemetaan Kebisingan dengan Surfer 13 sebagai Upaya Meminimalisir Dosis Kebisingan di Lingkungan Kerja PT Hok Tong Jambi”. Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan, dukungan, ilmu, semangat dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati saya ingin mengucapkan kepada:

1. Bapak Drs. Jefri Marzal, M.Sc., D.I.T., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi.

2. Bapak Dr. Ir. Jalius, M.S., selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Jambi.

3. Ibu Febri Juita Anggraini, S.T.,M.T. selaku dosen pembimbing skripsi I yang dengan tulus hati dan sabar mencurahkan perhatian serta waktunya sejak awal selalu mengarahkan dalam penulisan, memberi petunjuk, koreksi, perbaikan dan memacu penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Yasdi, S.Pd.,M.Eng. selaku dosen pembimbing skripsi II yang dengan tulus hati dan sabar mencurahkan perhatian serta waktunya sejak awal selalu mengarahkan dalam penulisan, memberi petunjuk, koreksi, perbaikan dan memacu penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

5. Almarhum Ayah dan Ibunda tercinta, Almarhum Bapak Zulkipli dan Ibu Nurhadijah yang selalu memberikan dukungan berupa do‟a, semangat dan juga materi kepada penulis, tak lupa kakak perempuan satu- satunya Okti Vetri Yeni yang selalu mendukung dan memberi semangat serta adik dan kakak laki-laki Afif Tri Alamsyah dan Tomi Putra.

6. Bapak Ardi Firmansyah selaku pembimbing lapangan yang selalu membantu pada saat observasi lapangan dan pengambilan data sekunder.

7. Dosen penguji Bapak Freddy Ilfan, S.T., M.T., Ibu Zuli Rodhiyah, S.Si., M.T., dan Bapak Tri Syukria Putra, S.T., M.Si yang telah memberikan masukan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. PT Hok Tong Jambi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian, serta seluruh karyawan yang telah membantu dalam proses penelitian.

(9)

9. Romi Handriyan, Lilis, Yolva, Fatma, Ririn, Adelfa, Salwa, Dian, Caca dan Idrus yang telah membantu dalam melakukan penelitian hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

10. Seluruh teman-teman Teknik Lingkungan angkatan 2018 yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama proses pembuatan skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembacanya. Amin.

Jambi, 17 Oktober 2022

Romi Afrizal NIM. M1D118002

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...i

RIWAYAT HIDUP ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Bunyi ... 5

2.1.1 Pengertian Bunyi ... 5

2.2 Kebisingan ... 5

2.2.1 Pengertian Kebisingan ... 5

2.2.2 Jenis Kebisingan ... 6

2.2.3 Sumber Kebisingan ... 7

2.2.4 Dampak Kebisingan terhadap Pekerja ... 8

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bahaya Bising terhadap Pekerja ... 9

2.2.6 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan ... 9

2.2.7 Kebisingan di Industri Karet Lainnya ... 11

2.2.8 Pengukuran Kebisingan ... 12

2.2.9 Upaya Pengendalian Kebisingan ... 15

2.3 Software Surfer 13 ... 18

2.3.1 Pemetaan Kebisingan dengan Software Surfer 13 ... 18

2.3.2 Pengendalian Kebisingan dengan Software Surfer 13 ... 19

2.4 Penelitian Terdahulu ... 20

2.5 Kerangka Berpikir ... 22

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1 Tempat dan Waktu ... 23

3.2 Instrumen Penelitian ... 23

(11)

3.3 Skema Penelitian ... 25

3.4 Metode Penelitian ... 27

3.5 Pengumpulan Data ... 27

3.5.1 Survei Pendahuluan ... 27

3.5.2 Penentuan Titik Pengukuran Kebisingan ... 28

3.5.3 Pengukuran Tingkat Kebisingan di PT Hok Tong Jambi ... 30

3.6 Teknik Analisis Data ... 30

3.6.1 Perhitungan Hasil Pengukuran Kebisingan ... 30

3.6.2 Pemetaan Kebisingan Menggunakan Software Surfer 13 ... 31

3.6.3 Perhitungan Dosis Kebisingan di Lingkungan Kerja ... 35

3.7 Jadwal Penelitian ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Gambaran Umum Perusahaan PT Hok Tong Jambi ... 38

4.1.1 Jumlah Pekerja di PT Hok Tong Jambi ... 38

4.1.2 Kegiatan Produksi PT Hok Tong Jambi... 38

4.2 Kebisingan di PT Hok Tong Jambi ... 40

4.2.1 Tingkat Kebisingan di PT Hok Tong Jambi ... 40

4.3 Pemetaan Kebisingan di PT Hok Tong Jambi ... 49

4.4 Perhitungan Waktu Paparan Kebisingan dengan Rumus NIOSH ... 56

4.4.1 Waktu Paparan Kebisingan pada Pekerja Tanpa APD ... 57

4.4.2 Waktu Paparan Kebisingan pada Pekerja dengan APD ... 58

4.5 Perhitungan Dosis Kebisingan Harian (Daily Noise Dose) ... 65

4.6 Perhitungan Nilai Time Weighted Average (TWA) ... 72

4.7 Upaya Pengendalian Kebisingan di PT Hok Tong Jambi ... 76

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86

LAMPIRAN ... 90

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan ... 10

2. Tmaks untuk Bermacam-macam Tingkat Kebisingan ... 10

3. Penelitian Terdahulu ... 20

4. Titik-titik Pengukuran Kebisingan... 28

5. Jadwal Penelitian ... 37

6. Jumlah Pekerja PT Hok Tong Jambi ... 38

7. Distribusi Frekuensi Tingkat Kebisingan pada Area Bengkel (Titik 3) ... 44

8. Rekapitulasi Data Tingkat Kebisingan ... 44

9. Titik Pengukuran yang Telah Melebihi NAB dan Sumber Kebisingannya di Lingkungan Kerja PT Hok Tong Jambi ... 47

10. Waktu Paparan Maksimum Berdasarkan NIOSH ... 60

11. Rekapitulasi Perhitungan DND (Daily Noise Dose) dengan APD ... 68

12. Rekapitulasi Perhitungan Nilai TWA (Time Weighted Average) ... 74

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Kerangka Berpikir ... 22

2. Peta Lokasi PT Hok Tong Jambi ... 23

3. Sound Level Meter ... 24

4. Tripod ... 24

5. Stopwatch ... 24

6. Anemometer... 25

7. GPS (Global Positioning System) ... 25

8. Skema Penelitian ... 26

9. Titik-titik Lokasi Pengukuran Bising ... 29

10. Tampilan Awal Software Surfer 13 ... 31

11. Langkah Kedua Mengoperasikan Software Surfer 13 ... 32

12. Langkah Ketiga Mengoperasikan Software Surfer 13 ... 32

13. Langkah Keempat Mengoperasikan Software Surfer 13 ... 33

14. Langkah Kelima Mengoperasikan Software Surfer 13 ... 33

15. Langkah Keenam Mengoperasikan Software Surfer 13 ... 34

16. Peta Kontur 3 Dimensi... 34

17. Langkah Ketujuh Mengoperasikan Software Surfer 13 ... 35

18. Diagram Alur Proses Produksi PT Hok Tong Jambi ... 39

19. Mesin Breaker ... 41

20. Mesin Creper ... 41

21. Mesin Cutter ... 41

22. Mesin Mangel ... 41

23. Peralatan Produksi (Forklift) ... 42

24. Kondisi Area Kantor PT Hok Tong Jambi ... 46

25. Perbandingan Tingkat Kebisingan dengan NAB ... 47

26. Peta Kontur 2 Dimensi (2D) ... 51

27. Peta Kontur yang di Merger dengan Layout PT Hok Tong Jambi ... 52

28. Peta Kontur Kebisingan 3D pada Area dengan Puncak Kebisingan yang Tinggi di PT Hok Tong Jambi ... 55

29. Perbandingan Hasil Perhitungan Tmaks dengan Tingkat Kebisingan ... 63

30. Perbandingan Antara Hasil Perhitungan Waktu Maksimum dengan Jam Kerja Karyawan PT Hok Tong Jambi ... 64

31. Perbandingan DND (Daily Noise Dose) dengan Standar OSHA ... 70

32. Perbandingan Nilai TWA dengan Standar NIOSH ... 76

33. Area Pemasangan Enclosure ... 79

34. Pekerja yang Menggunakan Earmuff saat Bekerja ... 80

35. Pekerja yang Tidak Menggunakan APT ... 82

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Layout Lingkungan Kerja PT Hok Tong ... 90

2. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian ... 91

3. Rekapitulasi Hasil Wawancara ... 94

4. Hasil Pemetaan Kebisingan di Lingkungan Kerja PT Hok Tong Jambi ... 101

5. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan di Lingkungan Kerja PT Hok Tong Jambi ... 104

6. Occupational Noise Exposure (NIOSH, 1998) ... 106

7. Nilai Ambang Batas (NAB) Menurut Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Kerja ... 108

8. Surat Disposisi Penelitian di PT Hok Tong Jambi ... 109

9. Dokumentasi Penelitian ... 110

(15)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pabrik karet merupakan suatu usaha yang bergerak dibidang perkebunan dan pengolahan karet berupa barang mentah ataupun barang jadi.

Karet merupakan salah satu komoditi yang penting, dikarenakan karet merupakan sumber pendapatan dan pendorong perekonomian masyarakat.

Kebutuhan akan karet saat ini semakin meningkat sehingga mendorong dilakukannya pengolahan karet di Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan karet dapat dilihat dari perkembangan industri otomotif yang semakin berkembang sehingga kebutuhan karet dalam produksi pembuatan ban kendaraan juga semakin bertambah (Menteri Perindustrian, 2007). Salah satu industri yang bergerak dalam pengolahan karet yaitu PT Hok Tong Jambi yang merupakan sebuah perusahaan (industri) yang bergerak dibidang pengolahan karet, dimana hasil produksi yang dihasilkan yaitu karet remah (crumb rubber) dengan mutu Standard Indonesian Rubber (SIR 10 dan SIR 20). Crumb rubber yang dihasilkan PT Hok Tong Jambi diekspor ke negara-negara seperti China dan USA.

Proses produksi yang dilakukan di PT Hok Tong Jambi tidak terlepas dari bantuan mesin-mesin dan peralatan produksi, dimana pengoperasian mesin-mesin dan peralatan produksi tersebut dapat menghasilkan suara yang keras secara terus-menerus sehingga mengakibatkan timbulnya kebisingan di PT Hok Tong Jambi. Menurut Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, pengoperasian mesin-mesin dan peralatan dalam proses produksi di suatu industri dapat mengakibatkan timbulnya kebisingan di lingkungan kerja yang sulit untuk dihindari. Menurut Keputusan Menteri Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan, kebisingan merupakan bunyi yang keberadaannya tidak diinginkan yang bersumber dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu dapat mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.

Di area kerja PT Hok Tong Jambi, sumber kebisingan dominan berasal dari mesin-mesin dan peralatan produksi. Berdasarkan hasil pemantauan awal pada tahun 2021 yang dilakukan di PT Hok Tong Jambi, sumber kebisingan di lokasi produksi tersebut dapat menghasilkan intensitas kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) seperti di area mesin crepper (penggilingan) dengan intensitas kebisingan mencapai 96 dBA, area kerja hammermill dengan intensitas 90 dBA, mesin mangel dengan intensitas sebesar 95 dBA dan area pompa IPAL (pump house) dengan intensitas bising sebesar 92 dBA.

(16)

Tingginya tingkat kebisingan, tentunya akan meningkatkan risiko paparan suara terhadap pekerja sehingga juga akan meningkatkan risiko bahaya bising terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nofirza dan Sepriantoni (2015) yang berjudul

“Analisa Intensitas Kebisingan dengan Pendekatan Pola Sebaran Pemetaan Kebisingan di PT Ricry Pekanbaru”, didapatkan hasil bahwa suara bising yang ditimbulkan dari kegiatan produksi crumb rubber di PT Ricry Pekanbaru yang ditimbulkan dari mesin-mesin produksi berkisar antara 83 dBA – 100 dBA sehingga berpotensi menimbulkan gangguan terhadap pekerja dalam bekerja.

Gangguan yang timbul seperti rasa pusing, cepat lelah saat bekerja, dan gangguan komunikasi. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Chusna et al., 2017) salah satu gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan yaitu gangguan pendengaran. Intensitas kebisingan yang berkisar antara 76,3 – 98,1 dBA (>85 dBA) dengan waktu paparan yang diterima pekerja di PT Pura Barutama Kudus dapat mengakibatkan terjadinya penurunan daya pendengaran seperti mengakibatkan ketulian.

Kebisingan yang dihasilkan dari proses produksi PT Hok Tong Jambi juga akan menimbulkan potensi bahaya bising sehingga berdampak terhadap kesehatan pekerja apabila terpapar kebisingan secara terus-menerus sehingga mendorong dilakukannya upaya pengendalian kebisingan oleh PT Hok Tong Jambi. Upaya Pengendalian yang dilakukan PT Hok Tong Jambi berupa penanaman pohon pucuk merah di halaman kantor, isolasi kamar mesin dan penggunaan earplug/earmuff terhadap pekerja. Namun hal ini belum dapat mengurangi paparan kebisingan di lingkungan kerja di PT Hok Tong Jambi dikarenakan kurangnya penyediaan earplug/earmuff dan masih banyaknya pekerja yang belum memiliki kesadaran terhadap pentingnya penggunaan earplug dan earmuff pada saat bekerja.

Paparan akibat bising akan semakin berbahaya untuk para pekerja dikarenakan belum tersedianya informasi mengenai tingkat kebisingan di PT Hok Tong Jambi sehingga akan menyebabkan pekerja kesulitan untuk mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerja PT Hok Tong Jambi. Supaya mempermudah pekerja mengetahui informasi tingkat kebisingan di lingkungan kerja maka perlu dilakukan pembuatan peta kebisingan. Noise mapping atau peta bising merupakan suatu sketsa yang sangat rinci yang mampu memberikan gambaran terhadap letak sebenarnya dari semua titik sampling kebisingan yang dilakukan (Rizannur et al., 2016). Pembuatan peta nilai kebisingan di area kerja berguna untuk memberikan informasi secara visual terkait area-area lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan risiko

(17)

kebisingan yang tinggi sehingga mampu melindungi pekerja dari bahaya kebisingan ( Anggraini et al., 2019).

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui intensitas bising dan membuat peta nilai kebisingan di PT Hok Tong Jambi dengan bantuan Software Golden Surfer 13. Pengukuran intensitas bising yang dilakukan di PT Hok Tong ini tidak hanya pada area produksi yang menghasilkan kebisingan yang tinggi, namun dilakukan juga pengukuran tingkat kebisingan seperti di area halaman kantor dan pintu masuk pabrik sehingga dapat diketahui tingkat kebisingan di setiap lokasi PT Hok Tong.

Dalam penelitian ini, peta kebisingan diharapkan dapat memberikan gambaran sebaran tingkat kebisingan di lingkungan kerja PT Hok Tong Jambi. Oleh sebab itu berdasarkan uraian latar belakang, maka penelitian ini berjudul “Intensitas Bising dan Pemetaan Kebisingan dengan Surfer 13 sebagai Upaya Meminimalisir Dosis Kebisingan di Lingkungan Kerja PT Hok Tong Jambi”.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

Identifikasi permasalahan pada penelitian ini yakni, kebisingan di lingkungan kerja PT Hok Tong Jambi merupakan masalah lingkungan yang mampu menimbulkan potensi bahaya terhadap pekerja. Berdasarkan uraian latar belakang ada beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana intensitas bising di lingkungan kerja PT Hok Tong Jambi?

2. Bagaimana gambaran sebaran kebisingan di PT Hok Tong Jambi dengan pembuatan peta kebisingan menggunakan Software Surfer 13?

3. Bagaimana dosis kebisingan yang diterima pekerja yang bekerja di area produksi PT Hok Tong Jambi?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah bertujuan agar penelitian dapat dilakukan secara terarah. Berikut batasan masalah pada penelitian ini:

1. Pengukuran intensitas bising hanya dilakukan di area lingkungan kerja PT Hok Tong Jambi.

2. Pengukuran intensitas bising hanya dilakukan satu kali pengukuran pada setiap titik sampling.

3. Pengukuran kebisingan hanya dilakukan pada siang hari.

4. Pemetaan kebisingan menggunakan Software Surfer 13.

5. Pengukuran dosis kebisingan di lingkungan kerja hanya dilakukan pada pekerja di area titik-titik pengukuran kebisingan.

(18)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah didapatkan beberapa tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja PT Hok Tong Jambi.

2. Memetakan sebaran tingkat kebisingan di PT Hok Tong dengan menggunakan Software Surfer 13.

3. Untuk mengetahui dosis kebisingan yang diterima karyawan yang bekerja di area produksi PT Hok Tong Jambi.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi PT Hok Tong Jambi terkait tingkat kebisingan di PT Hok Tong Jambi dan dapat memberikan gambaran sebaran tingkat kebisingan di PT Hok Tong Jambi sehingga upaya pengendalian kebisingan terhadap pekerja dapat ditingkatkan.

2. Bagi Perguruan Tinggi

Menjalin hubungan kerjasama dengan PT Hok Tong Jambi, menciptakan mahasiswa/i yang memiliki kemampuan dalam melakukan pengukuran tingkat kebisingan serta dapat menambah bahan bacaan ilmiah di perpustakaan.

3. Bagi Mahasiswa

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan dan menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian berikutnya.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunyi

2.1.1 Pengertian Bunyi

Bunyi adalah energi dalam bentuk gelombang yang dihasilkan oleh getaran suatu benda, yang dapat merambat melalui suatu medium, baik padat, cair, atau gas, tetapi ketika dalam ruang hampa energi tersebut tidak mampu merambat (Oktorina et al., 2011). Menurut Oktorina (2011) ada dua faktor yang perlu diketahui saat mempelajari mengenai bunyi yang berhubungan dengan kesehatan pendengaran, yaitu:

a. Tinggi rendahnya bunyi ditentukan oleh frekuensi bunyi.

b. Besar kecilnya intensitas bunyi ditentukan oleh amplitudo (simpang getar).

Frekuensi yang mampu didengar oleh manusia berada pada rentang antara 20 hingga 20.000 Hertz (Hz). Bunyi yang berkisar dibawah 20 Hz biasa disebut infrasonic, sedangkan bunyi yang berkisar diatas 20.000 Hz disebut ultrasonic. Ada tiga aspek yang harus ada secara bersamaan agar manusia dapat mendengar suara yang muncul dari suatu kegiatan seperti sumber suara, medium penghantar gelombang suara, dan indera pendengaran (telinga). Di luar ruangan, penurunan intensitas suara berbanding terbalik terhadap kelipatan jarak dari sumber suara (Umiati, 2012).

2.2 Kebisingan

2.2.1 Pengertian Kebisingan

Kebisingan (noise) merupakan suara atau bunyi yang keberadaannya tidak diinginkan (unwanted sound) yang berpotensi dapat menyebabkan adanya gangguan terhadap kenyamanan manusia yang dapat dirasakan oleh sistem pendengaran (Ola et al., 2020). Kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang dapat bersifat mengganggu sehingga dapat mengalihkan perhatian atau dapat menimbulkan bahaya terhadap aktivitas sehari-hari seperti pekerjaan, waktu istirahat, waktu liburan dan belajar, sehingga suara tersebut tidak diinginkan keberadaannya oleh pendengar (Handoko, 2010).

Berdasarkan sudut pandang lingkungan, kebisingan merupakan proses masuknya dan dimasukkannya suatu energi suara atau bunyi ke dalam lingkungan hidup yang mengakibatkan timbulnya gangguan. Kebisingan dapat dikelompokkan sebagai pencemaran, hal ini dikarenakan kebisingan dapat mengakibatkan adanya gangguan terhadap kesehatan dan kenyamanan bagi

(20)

penerima. Keberadaan kebisingan dapat menjadi gangguan bagi lingkungan hidup (Herawati, 2016).

Tingginya kebisingan di suatu industri mengharuskan adanya penggunaan alat pelindung diri (APD) bagi karyawan. Selain itu para pekerja disuatu perusahaan diharapkan mampu mengenali dan memahami dasar-dasar keselamatan dan kesehatan dalam bekerja di area tempat bekerja. Tingginya intensitas bising di lingkungan kerja suatu perusahaan menjadikan perusahaan tersebut untuk menyediakan fasilitas terkait kesehatan dan keselamatan karyawan saat bekerja (Rimantho et al., 2015).

2.2.2 Jenis Kebisingan

Menurut Oktorina (2011) berdasarkan spektrum frekuensi dan sifat bunyinya, kebisingan dikelompokkan menjadi beberapa jenis, diantaranya:

1. Bising terus-menerus (Continuous/Steady Noise)

Kebisingan terus-menerus atau berkelanjutan merupakan kebisingan dengan perubahan intensitas kurang dari 6 dB dan kebisingan ini tidak terputus-putus. Kebisingan terus-menerus berasal dari suara mesin-mesin yang beroperasi di suatu lokasi. Contohnya mesin blower, pompa, gergaji sirkuler dan peralatan pemrosesan.

Kebisingan kontinu (terus-menerus) terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

a. Spektrum Luas (Wide Spectrum) adalah kebisingan yang memiliki spektrum frekuensi yang luas. Apabila kebisingan ini muncul dalam spektrum 5 dB secara terus menerus selama 0,5 detik, maka akan bersifat relatif tetap.

b. Spektrum Sempit (Narrow Spectrum) adalah kebisingan yang relatif konstan, tetapi kebisingan ini hanya memiliki frekuensi tertentu seperti 500, 1000, 4000.

2. Bising yang Terputus-putus (Intermittent Noise)

Intermittent noise merupakan kebisingan yang memiliki intensitas bising naik dan turun secara cepat sehingga kebisingan ini terjadi secara tidak terputus-putus dan memiliki periode relatif tenang.

3. Bising yang Mengejutkan (Impulsif Noise)

Kebisingan yang mengejutkan adalah bising yang terjadi dengan waktu yang singkat dan terjadi secara mengejutkan. Impulsif noise memiliki tingkat suara yang berubah sangat cepat di atas 40 dB dan dapat mengejutkan penerima.

(21)

4. Bising dengan Frekuensi Rendah (Low Frequency Noise)

Kebisingan frekuensi rendah adalah kebisingan yang memiliki energi suara tinggi bila berada pada rentang frekuensi 8 hingga 100 hertz (Hz).

5. Bising Impulsif Berulang

Dilihat dari dampaknya pada manusia, bising impulsif berulang dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Bising yang mengganggu merupakan bising yang terjadi karena adanya suara yang menghasilkan intensitas bising tidak terlalu tinggi seperti bunyi dengkuran orang tidur.

b. Bising yang menutupi merupakan bising yang menghalangi indera pendengaran sehingga tidak berdampak buruk secara langsung terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

c. Bising yang merusak merupakan suara dengan tingkat bising yang telah melebihi nilai ambang batas (NAB) sehingga berpotensi mengganggu atau merusak fungsi pendengaran seseorang yang terpapar bising.

2.2.3 Sumber Kebisingan

Sumber bising merupakan suatu sumber suara yang mana pada suatu tempat dan waktu dapat mengganggu sistem pendengaran yang berasal dari sumber yang bergerak ataupun sumber tidak bergerak. Secara umum sumber bising dapat berasal dari berbagai kegiatan seperti kegiatan industri, pasar, konstruksi, peralatan pembangkit tenaga listrik, alat transportasi dan kegiatan rumah tangga. Sumber bising di suatu industri dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu mekanik, getaran, gerakan udara, gas, dan cairan (Rimantho et al., 2015).

Suara atau bunyi yang mengakibatkan timbulnya suara bising disebabkan oleh sumber getaran. Getaran suara dan sumber suara dapat mengganggu dan menggetarkan molekul udara. Getaran sumber tersebut mengakibatkan munculnya gelombang rambat energi mekanik di media udara berdasarkan pola rambat vertikal. Temperatur difference adalah suara yang dihasilkan oleh ekspansi dan penyusutan cairan (Herawati, 2016).

Oktorina (2011) menyatakan bahwa sumber-sumber dari kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa sumber seperti kebisingan dari aktivitas industri, aktivitas lalu lintas, kebisingan dari aktivitas olahraga, dan kebisingan dari kegiatan konstruksi. Sumber kebisingan dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu bising di dalam ruangan (manusia, peralatan rumah tangga, dan mesin) dan bising di luar ruangan (transportasi dan

(22)

industri). Sumber kebisingan yang lain dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis diantaranya:

1. Sumber terbesar, seperti aktivitas transportasi darat, laut dan udara.

2. Industri, kebisingan di industri tergantung dari jenis industri dan alat yang digunakan oleh industri tersebut.

3. Bidang konstruksi, sumber kebisingannya dapat berasal dari sistem pendingin udara (air conditioner) dan pompa pemanas.

4. Sektor rumah tangga, dapat berasal dari aktivitas rumah tangga seperti penggunaan mesin cuci, mesin pemotong rumput, blender dan lainnya.s.

2.2.4 Dampak Kebisingan terhadap Pekerja

Selain dapat menimbulkan gangguan pendengaran, kebisingan juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan, nervous, gangguan emosi, stres dan gangguan lainnya (Herawati, 2016). Umumnya, gangguan polusi suara dapat dibagi menjadi dua jenis.

1. Gangguan Fisiologis

Gangguan fisiologis merupakan gangguan yang terjadi secara langsung atau disebabkan oleh kebisingan yang terpapar langsung dengan manusia. Gangguan fisiologis tersebut antara lain gangguan peredaran darah akibat penyempitan permukaan darah yang dekat dengan permukaan kulit akibat tingkat kebisingan di atas 70 dBA.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis merupakan gangguan yang terjadi secara tidak langsung pada manusia dan sulit diukur. Gangguan psikologis atau mental dapat mempengaruhi hal-hal seperti adanya ketidaknyamanan, konsentrasi berkurang, dan hipersensitivitas. Apabila seseorang terpapar kebisingan dalam waktu lama maka dapat mengakibatkan gangguan psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung, stres, cepat lelah dan dampak lainnya.

Kebisingan yang dihasilkan lebih dari 80 – 85 dBA akan menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran permanen terhadap manusia. Di lingkungan kerja, kebisingan yang berkisar antara 55 – 75 dBA dapat mengakibatkan gangguan kerja seperti mengakibatkan gangguan komunikasi pada saat bekerja.

Selain itu kebisingan dengan intensitas berkisar 55 – 75 dBA dapat menyebabkan gangguan istirahat dan mengganggu waktu tidur pendengar (Mikulski, 2020). Sedangkan kebisingan yang bersumber dari suatu industri yang menghasilkan kebisingan berkisar antara 86 – 90 dBA dapat mengakibatkan berbagai macam keluhan terhadap pekerja seperti gangguan

(23)

konsentrasi kerja, rasa kurang nyaman saat bekerja dan komunikasi (Hasibuan et al., 2020).

2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bahaya Bising terhadap Pekerja Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bahaya kebisingan terhadap pekerja di lingkungan kerja (Tambunan, 2005). Faktor-faktor tersebut yaitu:

1. Intensitas bising dan frekuensi bising.

2. Jenis kebisingan yang ditimbulkan dari kebisingan yang tidak konstan.

3. Lamanya waktu paparan tiap harinya (exposure duration).

4. Umur pekerja.

5. Riwayat kesehatan pekerja (bukan karena kebisingan).

6. Kondisi dan situasi lingkungan kerja antara lain: kecepatan angin, kondisi suhu, kelembapan udara, dan lainnya.

7. Jarak antara pekerja dengan sumber bising di tempat kerja.

8. Posisi telinga dengan gelombang suara.

Menurut Saputra, Defrianto & Emrinaldi (2015) menyatakan bahwa ada 3 faktor yang dapat menyebabkan tinggi atau rendah kebisingan di lingkungan kerja, diantaranya:

1. Jarak. Semakin dekat jarak, suara dan kebisingan yang dihasilkan semakin kuat, dan sebaliknya, semakin jauh jarak dari sumber suara, semakin lemah suara.

2. Suhu lingkungan kerja. Ketika pada suhu tinggi, kelembaban yang dihasilkan akan semakin rendah dan menyebabkan kerapatan udara juga rendah. Sebaliknya pada saat suhu rendah.

3. Jenis suara yang berasal dari aktivitas mesin pengolah adalah tetap dan sebaliknya. Selain itu, angin juga berpengaruh sebagai perantara suara.

2.2.6 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Nilai ambang batas (NAB) kebisingan di lingkungan kerja adalah tingkat kebisingan tertinggi yang dapat diterima pekerja dalam waktu kerja 8 jam sehari atau dalam 40 jam tiap minggunya, tanpa menyebabkan adanya gangguan pendengaran permanen terhadap pekerja (Gunara, 2011). NAB merupakan standar yang digunakan sebagai panduan dalam upaya pengendalian agar tenaga kerja mampu menghadapi tingkat kebisingan yang ada tanpa mengakibatkan penyakit atau menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan lainnya (Fanny et al., 2015). Nilai ambang batas (NAB) kebisingan dapat dilihat pada tabel 1.

(24)

Tabel 1. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisinganq

Waktu Pemaparan per haris Intensitas kebisingan (dBA)

8 jams 850

4 jams 880

2 jams 910

1 jams 940

30 menits 970

15 menits 1000

7,5 menits 1030

3,75 menits 1060

1,88 menits 1090

0,94 menits 1120

28,12 detiks 1150

14,06 detiks 1180

7,03 detiks 1210

3,52 detiks 1240

1,76 detiks 1270

0,88 detiks 1300

0,44 detiks 1330

0,22 detiks 1360

0,11 detiks 1390

Sumber: Permenaker No. 5 Tahun 2018

Apabila paparan kebisingan terhadap pekerja melebihi nilai ambang batas (NAB) maka perlu dilakukan pengurangan jam kerja atau dianjurkan untuk berhenti beberapa saat, kemudian bisa melanjutkan pekerjaannya kembali (Gunara, 2011). Umumnya tingkat kebisingan di suatu tempat dapat berubah-ubah, jarang sekali kebisingan di suatu tempat memiliki keadaan yang konstan sehingga besarnya paparan bising terhadap pekerja juga berbeda-beda.

Waktu maksimum (T) yang diperkenankan untuk karyawan bekerja harus sesuai dengan standar yang berlaku sesuai ketetapan (dapat dilihat pada tabel 2). Selain itu, Antara dosis kebisingan harian (D) dan Time Weighted Average (TWA) juga harus setara untuk setiap kondisi.

Tabel 2. Tmaks untuk Bermacam-macam Tingkat Kebisingan Leq

(dBA)

T Leq

(dBA)

T

Jam Menit Detik Jam Menit Detik

80 25 24 - 106 - 3 45

81 20 10 - 107 - 2 59

82 16 - - 108 - 2 22

83 12 42 - 109 - 1 53

(25)

Leq (dBA)

T Leq

(dBA)

T

Jam Menit Detik Jam Menit Detik

84 10 5 - 110 - 1 29

85* 8 - - 111 - 1 11

86 6 21 - 112 - - 56

87 5 2 - 113 - - 45

88 4 - - 114 - - 35

89 3 10 - 115 - - 28

90 2 31 - 116 - - 22

91 2 - - 117 - - 18

92 1 35 - 118 - - 14

93 1 16 - 119 - - 11

94 1 - - 120 - - 9

95 - 47 47 121 - - 7

96 - 37 48 122 - - 6

97 - 30 - 123 - - 4

98 - 23 49 124 - - 3

99 - 18 59 125 - - 3

100 - 15 - 126 - - 2

101 - 11 54 127 - - 1

102 - 9 27 128 - - 1

103 - 7 30 129 - - 1

104 - 5 37 130 - 140 - - <1

105 - 4 43

Sumber: Tambunan, 2005 Keterangan:

85* = Nilai Ambang Batas (NAB) dari ketetapan NIOSH 2.2.7 Kebisingan di Industri Karet Lainnya

PT Ricry adalah industri yang bergerak dalam bidang pengolahan karet dengan hasil produk akhir berupa karet remah. Proses pengolahan karet yang dilakukan di PT Ricry menggunakan berbagai macam peralatan dan mesin yang dapat menyebabkan timbulnya kebisingan yang melebihi nilai ambang batas (NAB) sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap pekerja (Juliyati &

Nopriadi, 2014). Tingkat kebisingan yang dihasilkan dari proses produksi oleh PT Ricry Pekanbaru berkisar antara 83 – 100 dBA. Tingginya tingkat kebisingan di PT Ricry bersumber dari berbagai jenis mesin yang digunakan, seperti mesin breaker yang menghasilkan kebisingan sebesar 97 dBA, mesin hammermill dan mesin crepper sebesar 96 dBA, mesin cutter sebesar 86 dBA, dan mesin pembakaran sebesar 84 dBA (Nofirza & Sepriantoni, 2015). Menurut Juliyati &

Nopriadi (2014) kebisingan yang dihasilkan dari produksi karet remah di PT Ricry dapat menyebabkan stres kerja pada pekerja.

Menurut Dani, Putra, & Hanggara (2019) proses pengolahan karet remah yang dilakukan di salah satu industri pengolahan karet yaitu PT XYZ Kota Pekanbaru dapat menghasilkan kebisingan yang melebihi nilai ambang batas yang berkisar antara 84 – 95 dBA. Kebisingan yang dihasilkan di PT XYZ Kota

(26)

Pekanbaru bersumber dari aktivitas produksi seperti area packing yang menghasilkan kebisingan sebesar 84 dBA, area produksi kering sebesar 87 dBA, area penghancur sebesar 90 dBA dan area produksi basah sebesar 95 dBA.

Tingginya tingkat kebisingan tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan denyut nadi pekerja di lingkungan kerja PT XYZ Kota Pekanbaru. Tingkat kebisingan yang dihasilkan dari setiap lokasi produksi karet berbeda-beda seperti kebisingan yang dihasilkan di PT Lembah Karet. Kebisingan yang dihasilkan di lokasi tersebut berkisar antara 53 – 91,1 dBA, dimana kebisingan ini sudah melebihi nilai ambang batas (NAB). Tingginya tingkat kebisingan ini dihasilkan dari unit kerja seperti unit pencacahan, unit penggilingan, unit peremahan, dan unit pengeringan yang menggunakan mesin dryer (Sasmita &

Osmeiri, 2021).

2.2.8 Pengukuran Kebisingan

Intensitas kebisingan dapat diukur menggunakan sound level meter.

Sound level meter merupakan alat untuk mengukur suara, dimana cara kerja dari sound level meter yaitu apabila terdapat sebuah benda yang bergetar maka akan mengakibatkan udara yang ditangkap mengalami perubahan tekanan dan kemudian akan menggerakkan meter petunjuk (Oktorina, 2011). Menurut Tambunan (2005) umumnya terdapat 2 alat yang biasa digunakan sebagai alat ukur kebisingan di lingkungan kerja yaitu Sound Level Meter dan Noise Dosimeter. Ada dua spesifikasi penting yang perlu diperhatikan pada saat melakukan sampling kebisingan dengan Sound Level Meter dan Noise Dosimeter, diantaranya:

1. Rentang Frekuensi (Frequency range)

Rentang frekuensi merupakan batas-batas frekuensi dimana sound level meter dan noise dosimeter mempunyai tingkat sensitivitas yang bersifat stabil pada saat dilakukan pengukuran.

2. Rentang Level Suara

Rentang level suara yaitu batas tekanan suara minimum dan maksimum, dimana rentang level suara ini dapat diketahui oleh kedua alat tersebut.

Data intensitas kebisingan di suatu lokasi dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran kebisingan secara langsung, data tersebut diolah dan dijadikan acuan sehingga dapat diketahui intensitas kebisingannya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan, dijelaskan bahwa terdapat dua metode pengukuran kebisingan yaitu:

(27)

1. Cara Sederhana

Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan dengan cara sederhana Sound Level Meter yang sederhana atau masih manual, dimana dilakukan pengukuran selama 10 menit dan dilakukan pembacaan setiap 5 detik.

2. Cara Langsung

Cara langsung dilakukan dengan alat Sound Level Meter terintegrasi yang dilengkapi dengan fungsi LTMS yaitu pengukuran dilakukan dalam waktu 10 menit dengan pembacaan setiap 5 detik menggunakan Leq. Pengukuran kebisingan yang dilakukan harus dapat mewakili rentang waktu dengan cara ditetapkannya 4 waktu pengukuran yaitu waktu siang dan malam hari, artinya pengukuran kebisingan dapat mewakili setidaknya tiga kali pengukuran pada siang dan malam hari. Contohnya:

a. L1 diperoleh saat jam 07.00 mewakili jam 06.00 – 09.008 b. L2 diperoleh saat jam 10.00 mewakili jam 09.00 – 11.008 c. L3 diperoleh saat jam 15.00 mewakili jam 14.00 – 17.008 d. L4 diperoleh saat jam 20.00 mewakili jam 17.00 – 22.008 e. L5 diperoleh saat jam 23.00 mewakili jam 22.00 – 24.007 f. L6 diperoleh saat jam 01.00 mewakili jam 24.00 – 03.009 g. L7 diperoleh saat jam 04.00 mewakili jam 03.00 – 06.008

Agar dapat diketahui apakah tingkat kebisingan di suatu lokasi telah melebihi nilai ambang batas (NAB), maka perlu dilakukan perhitungan tingkat kebisingan yang telah dilakukan pengukuran sebelumnya. Rumus perhitungan kebisingan dapat dilihat pada persamaan berikut, mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 tahun 1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan.

a. Tingkat Kebisingan Siang Hari

Ls { } ... persamaan (1) b. Tingkat Kebisingan Malam Harisq

Lm { } ... persamaan (2) c. Tingkat Kebisingan Siang dan Malam Harisq

Ls { } ... persamaan (3) Keterangan:

Lsi = Tingkat kebisingan (Leq) selama siang haris Lmi = Tingkat kebisingan (Leq) selama malam hariq

Lsmi = Tingkat kebisingan (Leq)selama siang dan malam hari

Menurut Ahmad (2018) terdapat 3 metode untuk mengukur tingkat kebisingan di area kerja yaitu:

(28)

1. Pengukuran dengan Titik Sampling

Pengukuran dengan titik sampling merupakan pengukuran kebisingan yang dilakukan pada area yang diperkirakan menghasilkan intensitas kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) sehingga hanya dilakukan di satu titik atau beberapa titik pengukuran. Selain itu hal ini juga dikarenakan alat yang digunakan pada pengukuran ini masih alat yang sederhana. Metode pengukuran titik sampling ini harus mencantumkan jarak pengukuran dari sumber.

2. Pengukuran dengan Peta Kontur

Pengukuran dengan peta kontur merupakan pengukuran yang dilakukan dengan diawali pembuatan peta kontur, hal ini dapat bermanfaat saat proses pengukuran karena dengan membuat peta kontur maka akan didapatkan gambaran terkait kondisi kebisingan di suatu lokasi. Pengukuran dengan metode peta kontur mampu menggambarkan kondisi kebisingan di suatu area, dimana diberi kode pewarnaan pada peta seperti kebisingan kurang dari 85 dBA diberi kode warna hijau, kebisingan lebih dari 90 dBA diberi kode warna orange dan kebisingan dengan rentang 85 – 90 dBA diberikan kode warna kuning.

3. Pengukuran dengan Grid

Pengukuran dengan metode grid merupakan metode pengukuran kebisingan yang dilakukan dengan mengambil sampel kebisingan yang diinginkan di lokasi pengukuran, membuat titik-titik pengukuran dan membuat jarak interval yang seragam pada setiap lokasi pengukuran.

Sasmita, Muhammad, & Rodesia (2021) menyatakan bahwa jarak titik pengukuran dapat ditentukan apabila jumlah titik pengukuran kebisingan di lapangan telah ditentukan. Untuk menentukan jumlah dan jarak titik pengukuran kebisingan dapat menggunakan persamaan berikut:

... persamaan (4) Keterangan:

N = Jumlah titiki sampling A = Luas total areai (m2) a = Hotspot area (m2) K = Konstanta (1,50)

... persamaan (5) N = Jumlah titik sampling

A = Luas total areai (m2)

d = Jarak tiap titik pengukuran di lapangan (m)

(29)

2.2.9 Upaya Pengendalian Kebisingan

Menurut Salami (2015) pengendalian dianjurkan untuk dilakukan secara berurutan di lingkungan kerja mulai dari cara efektif dan cara lainnya, seperti pengendalian yang dapat mengurangi/menghilangkan sumber kebisingan, pengendalian pathway atau kebisingan dengan cara memperbesar jarak antara sumber dan penerima dengan perisai dan pengendalian dengan perlindungan penerima dari kebisingan. Program perlindungan terhadap pekerja dapat dilakukan dengan beberapa upaya yaitu:

1. Pengendalian secara Teknisi

Pengendalian secara teknis dapat dilakukan secara langsung padai sumber kebisingan, media dan pada penerima kebisingan atau dapat dilakukan melalui kombinasi ketiganya. Secara teknis, ada empat prinsip dasar pengendalian bising pada sumber dan media bising, yaitu:

a. Insulasi suara (soundi insulation) yaitu pengendalian yang dilakukan untuk mencegah transmisi suara dengan memasang peredam pada area penghasil bising (noise source). Umumnya material seperti dinding, beton dan logam merupakan material yang sering digunakan sebagai peredam bising, dikarenakan material tersebut mempunyai nilai kerapatan cukup tinggi.

b. Penyerap suara (sound absorption) yaitu bahan berpori yang digunakan sebagai noise sponge dengan mengubah energi suara menjadi energi panas. Umumnya material yang berguna sebagai peredam suara antara lain, foam, fiberglassi dan wol.

c. Peredam getaran (vibration damping) yaitu pengendalian yang dilakukan pada permukaan yang lebar. Cara kerja metode ini yaitu dengan mengubah energi getaran dari permukaan yang tipis dan kemudian diubah menjadi energi penghantar panas. Contohnya bahan baja peredam bising.

d. Isolasi getaran (vibration isolation) yaitu pengendalian bising yang dilakukan untuk mencegah terjadinya transmisi getaran darii sumber ke penerima dengan cara memasang bahan yang bersifat lentur seperti kawat, kayu, karet dan lainnya.

2. Pengendalian secara Medis

Upaya pengendalian dalam bidang kesehatan dapat diterapkan dengan beberapa langkah yaitu sebagai berikut:

a. Pemeriksaan tingkat sensitivitas indera pendengaran secara berkala.

Uji sensitivitas tingkat pendengaran dapat dilakukan dengan menggunakan alat audiometer. Program pengujian sensitivitas

(30)

pendengaran ini bukan hanya untuk melakukan uji derajat pendengaran pekerja, namun juga bertujuan untuk melatih pekerja agar mengetahui pentingnya melakukan perlindungan terhadap kesehatan indera pendengaran. Sasaran utama dari program ini yaitu pekerja yang bekerja dengan paparan kebisingan lebih dari 85 dBA.

b. Penyesuaian area kerja terhadap sensitivitas pendengaran pekerja terhadap bising. Kegiatan ini pada umumnya akan dilaksanakan apabila program pengujian pendengaran telah dilakukan. Tujuan penempatan pekerja ini yaitu dikarenakan setiap pekerja memiliki tingkat sensitivitas organ telinga yang berbeda-beda untuk setiap frekuensi bising.

c. Pemantauan ketulian temporer. Tuli permanen pada umumnya disebabkan oleh ketulian sementara yang terjadi secara terus- menerus. Supaya ketulian permanen dapat dicegah maka terlebih dahulu perlu dilakukan pencegahan pada ketulian temporer. Selain dengan monitoring ini, identifikasi sumber kebisingan juga dapat dilakukan.

3. Pengendalian dengan Manajemen

Pengendalian kebisingan dapat dilakukan melalui manajemen perusahaan sehingga dapat mengurangi dampak negatif akibat kebisingan. Pengendalian manajemen dapat dilakukan dengani mengurangi lamanya paparan. Pengurangan waktu paparan bertujuan untuk menjaga supaya nilai TWA (time weighted average) 8 jam tidak melebihi baku mutu yaitu 85 dBA, sehingga kerusakan organ pendengaran mampu dicegah. Menurut Hasibuan, Sutrisno & Pranatal (2020) untuk mengurangi kebisingan secara manajemen/administratif terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan, diantaranya:

a. Menyesuaikan kapasitas produksi sesuai jenis mesin yang digunakan.

b. Mengatur ulang jadwal pengecekan dan perbaikan mesin dan pompa agar kondisi mesin dapat terjaga dan bekerja dengan baik.

c. Mengatur ulang jadwal shift kerja untuk mengurangi waktu paparan kebisingan yang diterima karyawan.

4. Pengendalian dengan Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan kebisingan untuk pekerja perlu dilakukani secara terus-menerus dan materi yang diberikan perlu disesuaikan dengan pekerjaan sebelumnya. Biasanya pelatihan kerja dilakukan

(31)

setahun sekali oleh perusahaan dan materi yang diberikan selalu dilakukan pembaharuan yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan pengalaman pekerja. Materi pelatihan yang ditujukan pada pekerja berkaitan dengan pentingnya penggunaan alat pelindung telinga saat bekerja, jenis-jenis alat pelindung diri (APD) beserta kelebihan dan kekurangannya, manfaat uji audiometri dan penjelasan mengenai prosedur pengujian.

Handoko (2010) menyatakan upaya pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut.

1. Mengurangi kebisingan pada sumbernyaq

Kebisingan dapat direduksi pada sumbernya dengan cara melakukan modifikasi pada mesin atau membuat peredam suara pada sumber bunyi dan getaran. Selain itu menurut Hasibuan, Sutrisno &

Pranatal (2020) pengurangan kebisingan dapat dilakukan dengan memberi pelumas pada mesin produksi yang digunakan.

2. Mengurangi kebisingan pada media transmisiq

Metode ini merupakan cara yang sederhana sehingga dapat menghemat biaya tetapi juga perlu perencanaan yang matang. Cara ini dapat dilakukan pada mesin yang beroperasi dengan meletakkan material yang dapat menyerap suara di antara mesin dan manusia, contohnya seperti busa dan ijuk.

3. Pemberian Penghalang

Pemberian pagar yang tak terputus mampu mereduksi bising antara sumber dengan penerima bising. Kebisingan dapat tereduksi lebih efektif apabila terdapat sudut bayang-bayang yang lebih banyak dan penghalang yang lebih tinggi. Penggunaan pagar dapat mencegah masuknya suara bising pada suatu ruang. Penerapan pagar sebagai penghalang (barrier) dapat dilakukan pada luar ruangan, sehingga dapat mereduksi tingkat kebisingan di suatu lokasi. Kebisingan tersebut dapat berkurang dikarenakan bunyi atau suara yang dihasilkan tidak langsung terhubung pada bangunan. Penerapan pagar sebagai penghalang (barrier) dapat dibantu dengan tanaman peredam bising (Ola et al., 2020). Penggunaan pagar sebagai penghalang bising mampu mereduksi tingkat kebisingan hingga mencapai 10 dBA (Casas et al., 2014).

4. Pengurangan Bising pada Manusia

Pengurangan kebisingan pada manusia ini dilakukan dengan cara penyediaan alat sumbat telinga. Alat penutup telinga mampu mereduksi kebisingan hingga mencapai 25-40 dBA, kemampuan ini tergantung

(32)

bahan yang digunakan dalam pembuatan sumbat telinga. Sumbat telinga karet mampu mereduksi kebisingan berkisar antara 18-25 dBA, sedangkan sumbat telinga bahan cotton woll hanya mampu menurunkan kebisingan sebesar 8 dBA.

Saat ini banyak upaya pengendalian bising yang dapat dilakukan, salah satu caranya dengan cara pengendalian alami dengan menggunakan barrier (penghalang) seperti tanaman. Ada berbagai jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai penghalang (barrier) dalam permasalahan kebisingan, contohnya Jambu Bol (Syzygium malaccense), Ketapang (Termanalia cattapa), Tanjung (Mimusops elengi), dan Pucuk Merah (Oleina syzygium). Kerimbunan daun tanaman-tanaman tersebut dapat mencapai 4.877,41 m3, sehingga mampu mereduksi tingkat kebisingan berkisar antara 6,92 dBA – 10,81 dBA.

Kemampuan reduksi ini dikarenakan tanaman tersebut mempunyai daun yang rapat, tinggi tanaman yang beragam dan susunan daun yang dapat menyebar di permukaan tanah, sehingga kebisingan dapat dikurangi secara lebih efektif (Trixy et al., 2018).

Pepohonan yang rimbun dapat menjadi penghalang (barrier) kebisingan seperti pepohonan, belukar dan semak-semak dapat mengurangi kebisingan secara efektif dengan tingkat reduksi bising mencapai 12,25%. Pohon pucuk merah sebagai penghalang atau peredam bising mampu mereduksi bising hingga mencapai 11,1% (Tjahjono & Nugroho, 2018).

2.3 Software Surfer 13

2.3.1 Pemetaan Kebisingan dengan Software Surfer 13

Surfer merupakan suatu software yang mampu digunakan dalami pembuatan peta kontur dan model 3D (3 dimensi) berbasis grid. Surfer melakukan penggambaran (plotting) terhadap data tabel XYZ secara tidak beraturan menjadi lembar titik-titik berbentuk segi empat yang beraturan (Ahmad et al., 2018). Gridding adalah suatu proses terbentuknya urutan nilai Z yang teratur dari data XYZ. Hasil dari proses gridding adalah file grid yang disimpan dalam file.grd. tetapi dalam permasalahan kebisingan menggunakan Software Surfer, digunakan untuk nilai Z yaitu sebagai data hasil pengukuran kebisingan (Aini, 2017).

Menurut Sartika (2011) selain Software Surfer, masih ada beberapa software yang dapat digunakan untuk pembuatan peta kontur seperti Autocad, Global Mapper dan ArcMap. Software Golden Surfer 13 sendiri memiliki kelebihan diantaranya:

(33)

1. Software Golden Surfer 13 memiliki fitur worksheet yang dapat memudahkan dalam penggambaran kontur.

2. Software Golden Surfer 13 juga mendukung file excel dalam melakukan pemetaan.

3. Pembuatan peta kontur lebih banyak menggunakan Software Golden Surfer 13.

4. Software Surfer 13 memiliki gridding method yang lebih banyak.

Kegunaan gridding method yang ada pada surfer berguna untuk menghasilkan peta kontur yang lebih akurat.

5. Penggunaan Software Golden Surfer yang lebih mudah dipahami.

2.3.2 Pengendalian Kebisingan dengan Software Surfer 13

Salah satu metode yang umum digunakan di industri untuk melakukan pengukuran kebisingan di setiap titik yaitu dengan noise mapping (Rifani et al., 2017). Pemetaan kebisingan dengan Surfer berguna dalam melihat pola sebaran kebisingan di lingkungan kerja. Hasil akhir dari program Surfer berupa peta kebisingan yang menggambarkan tingkat kebisingan di titik-titik yang telah dilakukan pengukuran di lingkungan kerja, sehingga peta kebisingan ini dapat menjadi acuan atau informasi untuk melihat tingkat kebisingan di beberapa titik di lingkungan kerja dan akan mempermudah pekerja mengetahui titik-titik yang berpotensi menimbulkan bahaya bising. Selain itu peta kebisingan dapat dijadikan acuan dalam mengambil langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai upaya pengendalian kebisingan seperti melakukan isolasi mesin, mengurangi kapasitas produksi dan menggunakan alat pelindung diri (Hasibuan et al., 2020).

Tujuan dari pemetaan kebisingan ini yaitu untuk mengetahui sebaran tingkat kebisingan di area kerja yang telah dilakukan pengukuran bising, dimana tingkat kebisingan di zona-zona lingkungan kerja diketahui dengan melihat kode warna yang terdapat pada peta kebisingan sehingga pekerja dapat mengetahui kondisi kebisingan di lingkungan tersebut (Buchari, 2017). Menurut Ahmed & Gadelmoula (2020) pemetaan kebisingan adalah suatu teknik yang berguna untuk melakukan pemantauan kebisingan di industri. Peta kebisingan dapat menjadi acuan dalam melakukan pengendalian kebisingan di lingkungan kerja dengan melihat tingkat kebisingan pada titik lokasi yang ada di peta bising.

(34)

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini menggunakan penelitian terdahulu sebagai acuan sehingga penelitian dapat lebih terarahkan dengan baik. Penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Penelitian Terdahulu

Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3

Judul

Pemetaan kebisingan di Area Gas Plant PT X Jambi dalam rangka perlindungan terhadap Pekerja

Analisis Risiko Kebisingan pada Area Produksi di PT Pabrik Kimia Tangerang

Analisa Intensitas Kebisingan dengan Pendekatan Pola Sebaran Pemetaan Kebisingan di PT Ricry Pekanbaru Penulis Febri Juita Anggraini,

dkk (2019)

Fikry Akbar

Novizar, dkk (2018)

Nofirza &

Sepriantoni (2015)

Metode

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Integrating Sound Level Meter.

Metode Pengukuran Bising yang

digunakan yaitu metode dengan grid dengan jarak interval 20 m x 20 m.

Penelitian ini diawali dengan penentuan titik-titik

pengukuran, perhitungan nilai kebisingan dan pengembangan dengan peta kontur kebisingan.

Penelitian ini menggunakan metode

pengukuran titik sampling dengan cara pengukuran sederhana. Setelah dilakukan

pengukuran dan didapatkan hasil yang diolah, dilanjutkan dengan

membandingkan intensitas

kebisingan dengan KepMenLH No. 48 Tahun 1996.

Metode pengukuran kebisingan yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode grid, dimana jarak dari tiap titik

pengukuran yaitu 3 meter. Waktu pengukuran dilakukan dengan metode sederhana, pengukuran dilakukan 10 menit dengan pembacaan tiap 5 detik dan interval waktu yang digunakan yaitu selama 24 jam.

(35)

Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3

Hasil

Tujuan dari penelitian ini untuk

mengembangkan pemetaan pola

sebaran kebisingan di area gas plant PT X sebagai informasi perlindungan risiko gangguan

pendengaran pekerja.

Penelitian ini

dilakukan dilakukan pada 586 titik.

Tingkat kebisingan dari hasil pengukuran berkisar antara 48,8 – 100,4 dBA.

Berdasarkan hasil pemetaan diketahui bahwa fasilitas yang ada di area gas plant PT X terdiri dari mesin yang

menghasilkan suara yang berbeda-beda dan melebihi nilai ambang batas (NAB).

Penelitian ini bertujuan mengkaji dan menganalisis bahaya serta yang terjadi pada kegiatan produksi yang dilakukan di Pabrik Kimia Tangerang.

Terdapat 9 titik pengukuran kebisingan yang dilakukan pada penelitian ini dan terdapat 8 titik yang tingkat kebisingannya tidak melebihi baku mutu tingkat kebisingan dan 1 titik yang melebihi baku mutu seperti yang terlihat dari hasil pembuatan peta kontur menggunakan surfer 13.

Tujuan dari

penelitian ini yaitu untuk

mendapatkan peta gambaran pola sebaran

kebisingan dan waktu paparan bagi pekerja di tempat kerja.

Pengukuran kebisingan dilakukan di 40 titik. Dari hasil peta pola sebaran kebisingan, area lantai produksi memiliki tingkat kebisingan yang sangat tinggi yang berkisar antara 83 – 100 dBA.

(36)

2.5 Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian tinjauan pustaka diatas maka terbentuk kerangka berpikir yang dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Berpikir Kegiatan produksi di PT Hok Tong menggunakan berbagai jenis mesin dan

peralatan

Kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB)

Tingginya tingkat kebisingan dapat mengakibatkan timbulnya gangguan pendengaran, gangguan komunikasi, cepat lelah dan rasa pusing (Nofirza,

2015)

Analisis tingkat kebisingan dengan 3

metode pengukuran (Ahmad, 2018) : 1. Titik Sampling 2. Kontur

3. Grid

Dosis Kebisingan di lingkungan kerja dengan

menggunakan rumus NIOSH

Pemetaan kebisingan dengan Software Surfer

13, seperti yang telah dilakukan (Nofirza, 2015) untuk mengetahui

pola sebaran kebisingan

Upaya Pengendalian Bising terhadap pekerja

di PT Hok Tong

(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di PT Hok Tong Jambi, Jalan Raden Patah RT 07 Kelurahan Sejinjang Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi (peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 2). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Oktober 2022. Waktu pengukuran kebisingan dilakukan dari jam 07.00 – 15.00 WIB, penentuan waktu pengukuran kebisingan dilakukan dengan menyesuaikan jam kerja di PT Hok Tong Jambi yang bekerja dimulai dari jam 07.00 – 15.00 WIB. Namun juga ada beberapa bidang pekerjaan yang bekerja lebih lama dari jam ketentuan tersebut seperti unit kerja produksi kering, bahan baku dan press.

Gambar 2. Peta Lokasi PT Hok Tong Jambi Sumber: Sistem Informasi Geografis, 2022

3.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah peralatan yang berguna dalam membantu pelaksanaan penelitian dalam memperoleh data. Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu:

(38)

1. Digital Sound Level Meter UT353 berfungsi sebagai alat untuk mengukur intensitas bising. Sound Level Meter dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Sound Level Meter

2. Tripod berfungsi untuk meletakkan sound level meter sehingga mudah melakukan pembacaan. Tripod dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Tripod

3. Stopwatch berfungsi untuk mengukur waktu durasi saat pengukuran tingkat kebisingan. Stopwatch dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Stopwatch Sumber: Google, 2022

4. Anemometer berfungsi untuk mengukur kecepatan angin. Anemometer dapat dilihat pada gambar 6.

(39)

Gambar 6. Anemometer

5. GPS (Global Positioning System) tipe Garmin 64S, berguna dalam menentukan titik koordinat pengukuran kebisingan. GPS dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. GPS (Global Positioning System) 6. Hygrometer berfungsi untuk mengukur kelembapan.

7. Software Surfer 13 berfungsi untuk membuat peta kontur tingkat kebisingan.

8. Meteran berguna untuk mengukur jarak pengukuran dari sumber kebisingan.

9. Alat tulis berguna untuk mencatat hasil pengukuran.

3.3 Skema Penelitian

Proses penelitian akan lebih terstruktur bila menggunakan skema penelitian. Peneliti dapat mengetahui urutan pekerjaan yang akan dilakukan dalam proses penelitian dengan cara yang lebih singkat dan teratur. Skema penelitian dapat dilihat pada gambar 8 berikut.

(40)

Gambar 8. Skema Penelitian Pengambilan Data

Data Primer:

1. Penentuan Titik Pengukuran 2. Data Pengukuran

Intensitas Bising

Data Sekunder 1. Data gambaran

umum perusahaan 2. Layout Lingkungan Kerja PT Hok Tong

Pengolahan Data:

1. Menghitung hasil pengukuran intensitas bising

2. Pemetaan kebisingan dengan Software Surfer 13

3. Menghitung dosis kebisingan di lingkungan kerja

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan saran Survei Pendahuluan 1. Observasi

2. Wawancara Pendahuluan

Upaya Pengendalian Bising Studi literatur

Referensi

Dokumen terkait