ABSTRAK
Belum adanya kejelasan mengenai kompetensi yang dibutuhkan lembaga pendidikan SMA”X” Kotamadya Bandung terkait dengan peran guru akselerasi yang belum memahami tuntutan tugas yang dibebankan kepadanya dan adanya penilaian bahwa guru belum menunjukkan unjuk kerja yang sesuai dengan harapan dan tujuan dari pelaksanaan kelas akselerasi melatarbelakangi penelitian yang berjudul ”Suatu Penelitian Mengenai Penyusunan Model Kompetensi Guru Akselerasi di Lembaga Pendidikan SMA ”X” Kotamadya Bandung”. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh model kompetensi guru akselerasi yang diperlukan dan sesuai di lembaga pendidikan SMA”X” Kotamadya Bandung.
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian survey. Diawali dengan penyusunan kuesioner model kompetensi dan memberikan kuesioner tersebut kepada Kepala Sekolah,Manajer Akselerasi dan guru akselerasi SMA”X” yang berjumlah 4 orang. Hal ini dilakukan guna memperolah model kompetensi yang mewakili kebutuhan dan harapan dari SMA’X” Kotamadya Bandung. Adapun penyusunan item dari generic model kompetensi dari Spencer, dilakukan pula obeservasi dan wawancara kepada sejumlah responden guna mendapatkan data/informasi penting lainnya yang dapat digunakan dalam penyusunan kuesioner model kompetensi ini.
Kuesioner Model Kompetensi mengacu pada generic model kompetensi kelompok helping and human service professional dari Spencer (1993) yang terdiri dari 14 kompetensi dengan memodifikasi atau disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari SMA”X” Kotamadya Bandung. Setelah dilakukan pengolahan data, diperoleh hasil bahwa ke 14 kompetensi acuan dari Spencer memiliki kesesuaian atau relevansi dengan kebutuhan akan kompetensi yang diperlukan bagi guru akselerasi di lembaga pendidikan SMA”X” Kotamadya Bandung dengan mengembangkan beberapa indikator perilaku yang mewakili gambaran tugas, tuntutan peran dan karateristik dari guru akselerasi tersebut. Selanjutnya kompetensi tesebut pun dikelompokkan berdasarkan bobot dari tingkat relevansi dengan excellent performance pada guru akselerasi menjadi sangat diperlukan (absolutely essential) dan diperlukan (essential). Kompetensi yang termasuk dalam kelompok sangat diperlukan ((absolutely essential) adalah self control dan conceptual thinking. Kompetensi yang termasuk dalam kelompok diperlukan (essential) adalah Self Confidence, Interpersonal Understanding, Professional Expertise, Customer Service Orientation, Analytical Thinking, Initiative, Developing Others, Other Personal effectiveness, Team Work and Cooperation, Flexibility, Impact and Influences dan Directiveness/assertiveness.
ABSTRACT
The ambiguity of teacher’s competencies happening in Bandung City’s ‘SMA “X”’ is largely seen due to the teacher’s role that is believed to be unfit to understand the tasks and demands needed to perform accelerative teaching, as well as poor work performance. The then-surfacing problems related to the ambiguity, is used as background issues for this research entitled “A Study About Developing of Acceleration Teacher’s Competence Models in Bandung City’s SMA ‘X’”. The goal for this study is to obtain competency models fit and in-need for the city’s SMA ‘X’.
Method used for the study is case study; in which started by developing competency models questionnaire and handing out them to the Principal, Acceleration Class Manager, and the teachers for acceleration class, in all total 4 teachers. This is necessary to gather needs and hopes of SMA ‘X’. In developing items for the competency questionnaire, other than referring to Spencer’s Generic Competency Models, researches also gather information through observation and interviews to numbers of respondents to collect data/information needed to develop the questionnaire.
The Competence Models Questionnaire used here is taken from the Helping and Human Service Professional group from Generic Competency Models by Spencer (1993), adding modifications to adjust to the native conditions. After the analysis data, it is found that Spencer’s competency models have matched needs from SMA ‘X’. Next, the competencies are gathered to groups based on differing criteria related with job, with degrees ranging from Absolutely Essential to Essential. The competencies grouped in Absolutely Essentials are Self Control and Conceptual Thinking. In the Essential group are Self Confidence, Interpersonal Understanding, Professional Expertise, Customer Service Orientation, Analytical Thinking, Initiative, Developing Others, Other Personal Effectiveness, Team Work and Cooperation, Flexibility, Impact and Influences and Directiveness/Assertiveness.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... ... 14
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... ... ... 14
1.4 Kegunaan Penelitian ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN PUSTAKA ... 16
2.1.1 Kompetensi ... 16
2.1.1.1 Pengertian Kompetensi ... 16
2.1.1.2 Hubungan Kompetensi dengan Kinerja ... 21
2.1.1.3 Pengkategorian Kompetensi ... 22
2.1.1.7 Dimensi Kompetensi ... ... 26
2.1.2.1 Sekolah Ditinjau dari Sudut Pandang Sebagai Tempat Bekerja ... 40
2.1.2.2 Hal-Hal yang Berkaitan dengan Efektifitas Sekolah ... 41
2.1.2.3 Keterampilan Organisasi Bagi Guru ... 42
2.1.3 Akselerasi ………..………... 43
2.1.3.1. Pengertian Program Percepatan Belajar (Akselerasi) ……… 43
2.1.3.2 Landasan Filosofis Program Percepatan Belajar (Akselerasi) ……….……… 45
2.1.3.3 Tujuan Program Akselerasi ……… … . 49
2.1.3.4 Penyelenggaraan Sistem Percepatan Kelas (Akselerasi) ……….….. 50
2.1.3.5. Ciri-Ciri Anak Yang Berbakat Intektualitas …….. 53
2.2 Kerangka Pemikiran ……….………. 59
3.5 Validitas Alat Ukur ……….. 83
3.6 Metode Pengumpulan Data ………….……… 86
3.7 Metode Analisis ………. 86
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ……… 88
4.1.1 Gambaran Responden ………. 88
4.1.2 Model Kompetensi ……….……… 88
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ……….………. 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 109
5.2 Saran ………. 110
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Data Mentah Hasil Kuesioner Model Kompetensi Sementara
(Data Kuantitatif)
LAMPIRAN 2 : Matrik Hasil Kuesioner Model Kompetensi Sementara
LAMPIRAN 3 : Data Tambahan (Data Kualitatif)
LAMPIRAN 4 : Survey Model Kompetensi
LAMPIRAN 5 : Model Kompetensi (sementara)
Suatu Penelitian Mengenai Penyusunan Model Kompetensi
Guru Akselerasi di lembaga Pendidikan SMA ”X” Kotamadya
Bandung
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan di suatu negara memegang peranan yang sangat penting untuk
menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan
wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
Perwujudan sumber daya manusia berkualitas tersebut menjadi tanggungjawab
pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin
berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, inovatif, mandiri
dan profesional pada bidangnya masing-masing. Oleh karenanya dimasa sekarang ini,
begitu banyak instansi pendidikan dengan menerapkan berbagai gaya pendekatan
yang disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.
Setiap siswa-siswi memiliki karakteristiknya masing-masing. Dalam karakter
siswa-siswi tersebut terdapat siswa-siswi dengan kebutuhan khusus. Dahulu
penanganan ini difokuskan pada siswa-siswi yang memiliki kekurangan yang menjadi
berkembang dan mulai memperhatikan siswa-siswi yang memiliki kelebihan baik sisi
intelektual, kreativitas, leadership, maupun kemampuan khusus lainnya dalam visual
maupun seni. Siswa-siswi tersebut merupakan anak yang membutuhkan penanganan
khusus. Definisi siswa-siswi berbakat yang digunakan di Indonesia mengikuti
Renzulli yang mendefinisikan anak berbakat dengan tingkat kecerdasan di atas
rata-rata, tingkat kreativitas yang tinggi dan task commitment yang memadai. Pendidikan
Indonesia mengenal anak berbakat dengan sebutan ”Siswa Cerdas Istimewa Berbakat
Istimewa” (CIBI). Sesuai dengan kelebihan yang dimiliki, dalam pengajaran siswa
CIBI memiliki kebutuhan yang berbeda dibandingkan dengan siswa lainnya.
Kebutuhan ini dapat diakomodir dengan strategi akselerasi, enrichment, atau
mempelajari hal baru (novelty). Kurikulum yang berlaku di Indonesia menggunakan
strategi akselerasi.
Menurut Felhusen, Proctor dan Black (2006:2), akselerasi diberikan untuk
memelihara minat siswa-siswi terhadap sekolah, mendorong siswa agar mencapai
potensi akademis yang baik dan untuk menyelesaikan pendidikan dalam tingkat yang
lebih tinggi bagi keuntungan dirinya ataupun masyarakat. Agar siswa-siswi yang
memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat berprestasi sesuai dengan
potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan yang berdiferensiasi, yaitu pemberian
pengalaman pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kecerdasan
yang diimprovisasi alokasi waktunya sesuai dengan kecepatan belajar dan motivasi
belajar siswa-siswi. Pelayanan pendidikan yang berdiferensiasi dengan menggunakan
kurikulum yang berdifersifikasi dapat diimplementasikan melalui penyelenggaraan
sistem percepatan kelas (akselerasi). Dengan sistem percepatan kelas (akselerasi),
siswa-siswi yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa diberi peluang
untuk dapat menyelesaikan studi pada tiap jenjang pendidikan, namun dalam kurun
waktu yang lebih singkat. Misalnya jenjang SMA yang kurang dari tiga tahun, namun
seluruh target kurikulum diselesaikan tanpa harus meloncat kelas. (Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, No. 026-Des’2002 ).
Kelas akselerasi ini memang sudah menjadi program pemerintah, karena
adanya temuan studi terhadap 20 SMU unggulan di Indonesia yang menunjukkan
21.75 % siswa-siswi SMU hanya mempunyai kecerdasan umum yang berfungsi pada
taraf dibawah rata-rata, sedangkan mereka yang tergolong anak memiliki potensi dan
kecerdasan dan bakat istimewa hanya 9.7 % (Reny H., dkk, 1998). Sesuai dengan
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 5 Ayat 4
yang berbunyi, "Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus". Penyelenggaraan kelas akselerasi ini
sebagai terobosan baru dalam dunia pendidikan yang perlu di perhatikan dalam
pelaksanaannya yang pada saat ini memang terbatas bagi anak-anak yang berbakat,
mampu dan berkompeten untuk melaksanakan progam akselerasi.
Salah satunya yang dilakukanya oleh SMA “X” di kotamadya Bandung ini,
sebagai salah satu sekolah yang terbilang favorit dengan menempati urutan passing
grade yang dapat diperhitungkan diantara Sekolah Menengah Atas lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil pembelajaran dari sekolah tersebut dapat menghasilkan
lulusan siswa-siswi yang berhasil, baik dari segi prestasi maupun kualitas
pendidikannya. Masyarakat pun memiliki penilaian yang positif terhadap sekolah
tersebut dengan tingginya minat dan harapan dimana putra-putri mereka dapat
menjadi bagian dari sekolah tersebut. Sekolah SMA”X” pun menyusun visi dan misi
yang merupakan landasan pengajaran bagi siswa-siswinya. Adapun Visi dari SMA
“X” Kotamadya Bandung adalah : Mewujudkan Sekolah Bertaraf Internasional yang
berwawasan kebangsaan dengan berdasarkan pada iman dan taqwa. Sedangkan Misi
dari SMA “X” Kotamadya Bandung adalah 1). Membentuk watak dan kepribadian
siswa yang bermartabat dan berjiwa kebangsaan. 2). Mengembangkan potensi
kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. 3). Pusat pengembangan pendidikan
Iptek, Seni, Budaya yang unggul. 4).Meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas
sekolah sebagai pusat pengembangan pendidikan berdasarkan standar nasional dan
global. 5). Memberdayakan peran serta stakeholders dalam penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu dan memiliki daya saing global berdasarkan prinsip
Begitu pula halnya guna memenuhi kebutuhan yang berbeda-beda dari setiap
karakteristik siswa-siswi yang ada, maka pihak sekolah pun mengadakan kelas
akselerasi bagi siswa-siswinya. Sekolah pun mengadakan seleksi yang diperuntukkan
bagi siswa-siswi yang dinilai layak masuk ke kelas akselerasi. Adapun persyaratan
yang diberikan adalah IQ minimal 130, test akademik dengan nilai minimal 75, lulus
penilaian tes kreatifitas dan komitmen dengan kategori baik serta interview baik bagi
calon siswa-siswi dan orangtua. Untuk itu sekolah pun melakukan penyaringan
dengan bantuan profesi psikolog guna mendapatkan calon siswa-siswi akselerasi
yang memenuhi persyaratan tersebut. Sarana dan prasarana belajar program
akselerasi dirancang untuk mampu memenuhi kebutuhan siswa berbakat akademik
tinggi dalam kerangka mengembangkan potensinya. Sarana dan prasarana tersebut
meliputi sarana fisik bangunan beserta instrumennya maupun sarana dan sumber
belajar yang berbasis teknologi tinggi (multimedia). Begitupula yang diupayakan
sekolah SMA”X” dalam penyediaan sarana dan prasarana belajar program akselerasi
seperti ruangan kelas yang memadai, akses internet, sarana praktikum dan berbagai
sarana lain yang menunjang minat dari siswa-siswi akselerasi tersebut
Salah satu aspek pendukung lainnya yang tak kalah pentingnya dalam
keberhasilan proses belajar mengajar adalah penyediaan SDM dalam hal ini adalah
guru pengajar. Guru memegang peranan penting disamping keluarga bagi
banyaknya waktu interaksi yang dihabiskan anak bersama lingkungan sekolah
didalam keseharian mereka. Guru dapat dikatakan sebagai seorang pendidik,
pembimbing, pelatih dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar menarik,
aman, nyaman serta kondusif dikelas. Guru akselerasi adalah guru yang terbaik
berdasarkan kriteria tertentu seperti pengalaman mengajar, prestasi, tingkat
pendidikan yang dipersyaratkan, dan telah dipersiapkan untuk mengajar siswa
akselerasi. Adapun tipologi guru berdasarkan buku pedoman (Depdiknas: 2003)
adalah guru yang berkarakter sebagai berikut, yaitu: (1) adil dan tidak memihak, (2)
sikap koperatif demokratis, (3) fleksibel, (4) memiliki rasa humor, (5) menerapkan
penghargaan dan pujian, (6) minat yang luas, (7) memberi perhatian pada masalah
siswa, dan (8) penampilan dan sikap menarik. Adapun peryaratan yang diberikan
dalam proses seleksi bagi pengajar kelas akselerasi di SMA “X” adalah minimal
pendidikan S1, pengalaman mengajar minimal 7 tahun, menguasai bidang pelajaran
tertentu dan memiliki kepribadian yang baik. Sebagai guru pengajar kelas akselerasi
pun tentunya dibutuhkan gaya pendekatan dan metode pengajaran yang berbeda
dengan kelas regular pada umumnya, mengingat siswa-siswi akselerasi merupakan
pelajar dengan kebutuhan khusus.
Penyelenggaraan sistem percepatan kelas (akselerasi) bagi siswa yang
memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa merupakan salah satu strategi
pendidikan sesuai dengan potensi siswa, juga bertujuan untuk mengimbangi
kekurangan yang terdapat pada strategi klasikal-massal. Adapun perbedaan pedekatan
dan metode pengajarannya dari kelas reguler adalah terletak dari waktu belajar yang
lebih cepat/lebih awal dari waktu yang telah ditentukan pada jenjang pendidikannya.
Untuk itu walaupun secara kurikulum/silabus bahan dari suatu mata pelajaran tertentu
tetaplah sama namun diberikan dengan sistem “pemadatan”. Guru diharapkan
memiliki metode pengajaran yang bervariatif dan dinamis mengikuti kebutuhan
khusus yang dimiliki dari peserta didiknya yang menduduki kelas akselerasi.
Keberadaan guru ditengah-tengah siswa-siswi diharapkan dapat mencairkan
kebekuan dan kejenuhan belajar siswa-siswi. Kemudian berubah menjadi suasana
belajar yang menyenangkan serta dapat melahirkan semangat optimis sehingga pada
gilirannya keluaran pendidikan formal (sekolah) dapat memenuhi tuntutan pendidikan
yang mampu berkompetisi dengan perkembangan ekonomi dan bukan akan menjadi
beban ekonomi baik sekarang maupun masa dating. Oleh karena itu guru akselerasi
harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap
dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya serta senantiasa melakukan
penyesuaian secara terus menerus sesuai dengan dinamika pendidikan dan
perkembangan ekonomi.
Berdasarkan wawancara pada Manager Program Akselerasi SMA “X”
akselerasi memang telah dinilai memiliki potensi yang memuaskan untuk
menjalankan program percepatan (akselerasi). Secara fasilitas dan sarana pendukung
pun telah disiapkan guna memperlancar proses belajar mengajar di kelas akselerasi.
Kendala utama adalah menyiapkan SDM yang memang masih dinilai belum
sepenuhnya memiliki kompetensi yang memadai untuk mendukung kelancaran proses
belajar di akselerasi. Sekolah memang tidak dengan bebas melakukan rekruitmen
dari luar area sekolah disamping masalah kebijakan pemerintah dimana telah
ditentukan penempatan dan penyebaran guru akselerasi disekolah-sekolah yang ada,
masalah biaya pun menjadi kendala lain yang muncul. Disamping itu dikhawatirkan
akan ada pergejolakan lain di internal guru sendiri jika masih mendatangkan guru
akselerasi dari luar area yang ada. Sejak awal guru akselerasi yang dinilai memenuhi
persyaratan yang ditetapkan diatas, telah diberikan beberapa pengarahan mengenai
harapan dan kebutuhan dari pengembangan kelas akselerasi ini sendiri.
Namun dalam prakteknya, secara keseluruhan mereka pun belum sepenuhnya
dapat memenuhi target yang ditetapkan. Diantaranya adalah mengenai pemahaman
akan akselerasi itu sendiri dimana adanya pemadatan dan percepatan pemberian
materi pengajaran namun tetap memperhitungkan masalah kebutuhan dan karateristik
dari siswa-siswi itu sendiri. Pada kenyataannya, penyajian metoda pembelajaran pun
belum sepenuhnya diarahkan sesuai karateristik dari siswa-siswi akselerasi tersebut..
dipercepat saja. Belum ditemukannya aspek “pembeda” antara metoda pengajaran
kelas regular dengan kelas akselerasi ini sendiri. Hal ini pun dirasakan pada beberapa
siswa-siswi akselerasi mengenai hambatan yang dirasakan menyangkut penilaian
terhadap guru pengajar diantaranya adalah proses pengajaran yang dinilai tidak
sistematis, guru akselerasi lebih banyak memberikan penjelasan dibandingkan latihan
soal yang memudahkan mereka memahami materi, beberapa tugas dirasakan sulit
tanpa penjelasan yang memadai dan materi yang tidak sama dengan ujian nasional.
Disamping itu para guru akselerasi lebih berorientasi pada hasil akhirnya, adalah
menyiapkan siswa-siswi akselerasi untuk siap dan lulus ujian nasional saja sehingga
tujuan utama untuk menciptakan penerus bangsa yang kreatif dan memiliki nilai lebih
dimasa mendatang belum menjadi fokus mereka. Pihak sekolah pun menilai guru
akselerasi belum dapat memperhatikan masalah potensi intelektual yang dimiliki para
siswa-siswi sehingga materi yang diberikan pun hanya sebatas penyampaian sesuai
dengan kurikulum pengajaran yang telah ada dalam batasan yang ditetapkan.
Disamping masalah yang berkaitan dengan perkembangan kognitif dari
siswa-siswi akselerasi, lingkungan sekolah pun tetap harus memperhitungkan aspek
perkembangan lainnya yaitu emosional dan sosial. Mereka tetap layaknya seorang
remaja pada umumnya yang penuh dengan gejolak dalam rentang usianya saat ini.
Dengan beban tugas dan belajar yang menuntut mereka untuk lebih banyak
disekolah sebagai konsekuensi dari persyaratan jikamana mereka menunjukkan
penurunan prestasi belajar maka mereka akan dikembalikan kekelas regular. Hal ini
pun berpengaruh pada aktifitas dan keterampilan sosial mereka. Akan muncul
sejumlah permasalahan penerimaan sosial seperti perasaan ditolak, diasingkan,
merasa dan dinilai “eksklusif” oleh teman sebaya dikarenakan perbedaan perlakuan
dari sekolah. Sepatutnya seorang guru akselerasi pun menunjukkan kepekaan akan
perkembangan remaja dari siswa-siswi yang mereka bina sebagai bagian dari
kesehariannya. Permasalahan-permasalan yang siswa-siswi alami pun akan
berdampak pada keberhasilan mereka dalam menempuh studinya saat ini, juga
kematangan dan kesiapan dalam memasuki tahapan perkembangan selanjutnya.
Memang permasalahan diatas tidak dapat sepenuhnya menjadi tanggungjawab
guru semata dikarenakan secara sistem pun sekolah belum menyiapkan proses
penilaian kinerja dari guru akselerasi tersebut berdasarkan kompetensi yang
seharusnya mereka miliki. Sampai saat ini pihak sekolah belum menyusun
kompetensi-kompetensi yang memiliki relevansi dengan kebutuhan dari pengadaan
kelas akselerasi ini sendiri. Dimana sekolah lebih banyak mempercayakan
guru-gurulah yang secara mandiri akan menentukan rencana kerja sesuai dengan harapan
dan tuntutan yang ada.
Secara ideal memang diperlukan guru akselerasi yang memiliki kompetensi
akselerasi tersebut. Kompetensi ini dinilai penting terutama yang merujuk pada
kemampuan secara umum untuk seorang guru akselerasi dapat menjalankan tugas
sesuai dengan kewenangan dan tanggungjawabnya baik sebagai pribadi, pemenuhan
kebutuhan siswa-siswi dan bagian dari instansi pendidikan/organisasi. Hal tersebut
yang akan dimunculkan dalam serangkaian perilaku yang harus ditunjukkan
seseorang dalam perannya sebagai guru akselerasi dalam rangka mengerjakan tugas
dan fungsi suatu jabatan secara kompeten yang akan berkaitan secara relevan dengan
kinerja yang akan dicapainya atau dengan kata lain excellent performance yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada keberhasilan anak didiknya pula. Kompetensi ini
pun tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan dari sekolah sebagai
instansi pengadaan pendidikan dan juga kebutuhan dari karateristik siswa-siswi
akselerasi
Sebagai bahan pertimbangan dari model kompetensi standar dari profesi guru
akselerasi itu sendiri, Spencer dijadikan sebagai salah satu panduan untuk
mengetahui gambaran kompetensi yang diperlukan. Menurut Spencer (1993)
kompetensi didefinisikan sebagai karakteristik dasar individu yang berhubungan
secara langsung dengan kinerja efektif atau superior menurut standar kriteria tertentu
yang sudah ditetapkan dalam suatu jabatan atau situasi. Sedangkan model
kompetensi merupakan suatu istilah yang merujuk pada himpunan lengkap
(Hay-McBer Spencer & Spencer 1986 dalam Pribadi, 2004).
Menurut Spencer, pekerjaan guru termasuk kedalam kategori helping and
human service profesional yang memiliki 14 macam kompetensi yaitu impact and
influence (kemampuan membujuk, menyakinkan, mempengaruhi atau mengesankan
orang lain agar orang tersebut mendukung dirinya), developing other (kemampuan
untuk menggunakan berbagai metode mengajar dan memberi feedback untuk
mengembangkan orang lain), interpersonal understanding (kemampuan individu
untuk memahami orang lain), self confidence (keyakinan individu terhadap
kemampuan dirinya untuk menyelesaikan sebuah tugas), self control (kemampuan
untuk menjaga emosi dalam kendali dan menahan munculnya aksi negatif ketika
berhadapan dengan situasi kerja yang stres), other personal effectiveness
(kemampuan untuk menyukai orang lain), profesional exspertise (penguasaan
pekerjaan yang dikaitkan dengan pengetahuan), customer service orientation
(kemampuan untuk menolong atau melayani orang lain, menemukan kebutuhan
mereka), teamwork and cooperation (kemampuan untuk bekerjasama secara
kooperatif dalam tim), analytical thinking (kemampuan memahami masalah dengan
’memecah’ masalah tersebut dalam bagian-bagian yang lebih kecil), conceptual
thinking (kemampuan memahami situasi atau masalah dengan menyusun
potongan-potongan masalah tersebut menjadi sesuatu yang lebih besar), initiative (kemampuan
untuk beradaptasi dan bekerja dalam situasi, individu ataupun kelompok yang
bervariasi) dan directiveness/assertiveness (kemampuan individu untuk membuat
orang lain menurut). Oleh karenanya 14 macam kompetensi ini dapat dijadikan
acuan untuk penyusunan kompetensi guru akselerasi bagi siswa-siswi akselerasi dan
dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan sekolah SMA ”X”.
Dengan menggunakan mengunakan model dan pengukuran kompetensi dapat
diperoleh orang yang tepat untuk suatu pekerjaan secara efektif dan efisien. Selain
itu dengan mengunakan model kompetensi maka SMA ”X” sebagai salah satu
sekolah yang mengadakan kelas percepatan (akselerasi) bagi sejumlah
siswa-siswi-nya yang memiliki kapasitas intelektual yang tinggi, dapat dengan sistematis dan
konsisten mengidentifikasi jenis keterampilan, pengetahuan dan karakteristik
personal yang dibutuhkan guru akselerasi untuk menampilkan excellent performance.
Yang selanjutnya bila masih terdapat kompetensi yang belum memenuhi persyaratan
maka dapat ditingkatkan melalui proses belajar dan pengalaman. Hal ini cukup
memungkinkan mengingat kompetensi dapat ditingkatkan pelatihan dan
pengembangan yang relevan (Spencer&Spencer, 1993; Cooper, 2000)
Berdasarkan penjelasan mengenai model kompetensi, maka peneliti tertarik
untuk mencari dan menyusun pola/model kompetensi yang tepat bagi sekolah ”X”
1. 2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah, maka
ingin diketahui bagaimanakah model kompetensi yang sesuai bagi guru pengajar
kelas akselerasi di lembaga pendidikan SMA ”X” di Kotamadya Bandung.
1. 3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1. 3.1 Maksud Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh model kompetensi guru akselerasi
yang diperlukan dan sesuai di lembaga pendidikan SMA “X” Kotamadya Bandung
1. 3.2 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sesuai atau tidaknya model kompetensi dari Spencer bagi
guru akselerasi di lembaga pendidikan SMA “X”
Untuk memperoleh gambaran mengenai kompetensi guru akselerasi yang
dibutuhkan di lembaga pendidikan SMA “X”.
1. 4. Kegunaan Penelitian
1. 4.1 Kegunaan Teoritis
Memberikan informasi tambahan mengenai kompetensi guru yang dibutuhkan
kedalam bidang Psikologi Industri dan Psikologi Pendidikan khususnya
Memberikan masukan mengenai penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
kompetensi guru
1. 4.2 Kegunaan Praktis
Memberikan informasi mengenai pengembangan kompetensi yang diperlukan
dan relevan dengan kondisi aktual saat ini. Informasi ini pun dapat
digunakan sebagai feedback kepada guru yang bersangkutan.
Memberikan masukan bagi kelayakan guru akselerasi terkait dengan kompetensi ideal yang sesuai di masa mendatang.
Memberikan masukan bagi perbaikan sistem penilaian kinerja bagi guru
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan yang berkaitan dengan penelitian adalah sebagai berikut :
Generic model kompetensi kelompok helping and human service professional dari
Spencer, memiliki nilai kesesuaian atau relevasi dengan kebutuhan akan kompetensi yang diperlukan bagi guru akselerasi di lembaga pendidikan SMA’X”
dikotamadya Bandung.
Model kompetensi untuk guru akselerasi di lembaga pendidikan SMA “X”
kotamadya Bandung terdiri dari 14 kompetensi yaitu : Self Control dan Conceptual
Thinking (sangat diperlukan/absolutely essential), Self Confidence, Interpersonal
Understanding, Professional Expertise, Customer Service Orientation, Analytical
Thinking, Initiative, Developing Others, Other Personal effectiveness, Team Work
and Cooperation, Flexibility, Impact and Influences dan Directiveness/assertiveness
(diperlukan/essential).
Terdapat perbedaan bobot tingkat relevansi antara kompetensi dengan excellent
thinking sebagai kompetensi yang dinilai sangat diperlukan (absolutely essential)
sedangkan kompetensi lainnya dari 14 kompetensi tersebut adalah kompetensi yang
diperlukan (essential).
5.2 Saran
Bagi lembaga pendidikan SMA “X” dikotamadya Bandung :
Menggunakan model kompetensi sebagai acuan untuk melakukan seleksi dan
penilaian kinerja terhadap guru akselerasi di lembaga pendidikan SMA “X”.
Menggunakan model kompetensi sebagai bahan untuk mengadakan pelatihan
kepada guru akselerasi yang ada dilembaga pendidikan SMA “X” untuk
meningkatkan kompetensinya.
Bagi guru akselerasi di lembaga pendidikan SMA “X” Kotamadya Bandung :
Model kompetensi yang didapatkan dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai
tambahan wawasan dan pengetahuan pendukung dari kelancaran proses belajar
mengajar.
Menggali secara aktif serta mandiri akan kebutuhan dari kompetensi yang
dirasakan masih memerlukan pengembangan ataupun pelatihan sehingga dapat
Bagi penelitian selanjutnya
Dengan menggunkan model kompetensi yang telah ada, melakukan penelitian
lanjutan yang berkaitan dengan profile kompetensi dari guru akselerasi tersebut
sehingga bisa didapatkan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan dari
kompetensi guru akselerasi SMA “X” Kotamadya Bandung.
Selanjutnya dapat pula menentukan pelatihan yang relevan dengan kompetensi
yang perlu dilatih atau dikembangkan secara lebih lanjut berdasarkan profile
yang didapatkan.
Melakukan penelitian mengenai model kompetensi guru pada lembaga maupun
tingkat pendidikan yang berbeda, sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih
DAFTAR PUSTAKA
Clark, Barbara. 1931. Growing up Gifted : Developing The Potential of Children at Home,Fourth Edition. New York, Macmillan Publishing Company.
Freeman, Joan. 1979. Gifted Children. Lancaster,England. MTP Pres Limited Falcon House.
Prihadi, Syaifu F. 2004. Assesment Center : Identifikasi , Pengukuran dan
Pengembangan Kompetensi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Prof.Dr.S.C. Utami Munandar. 1999 : Kreativitas dan Keberbakatan : Strategi
Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lucia, Anntoinette D. & Richard Lepsinger, 1999. The Art and Science of
Competency Models : Pinpointing Critical Success Factors in Organizations. San Fransisco ; Jossey-Bass/Pfeiffer.
Moh.Uzer Usman,1992. Menjadi Guru Profesional, PT.Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Spencer, Jr., Lyle M & Signe M.Spencer, 1993. Competence at Work : Models for Superior Performance. Canada ; Hond Wiley & Son,Inc.
Santrock, John W, 2003. Adolescence : Perkembangan Remaja, edisi ke enam.
DAFTAR RUJUKAN
Drs. Edy Junaedi Sastradiharja, M. Pd., 2002. Konsep dan Penerapan Program
Percepatan Belajar (Akselerasi) Bagi Anak Berbakat Berbakat Intelektual di Sekolah.
Fitriani Yustikasari Lubis, & Fitri Ariyanti Abidin, S.Psi, Psych. Gambaran Aspects of Teaching pada Guru Akselerasi di Jawa Barat.
IRfarazak Blogs. Kompetensi Guru
Ka Yan, 2007. Penyusunan Model Kompetensi Guru di Lembaga Pendidikan
Prasekolah “X” Bandung. Universitas Kristen Maranatha.
Penabur ,2002 Journal Penerapan Program Akselerasi di BPK Penabur Jakarta
Reni Akbar – Hawadi, 2002. Konsepsi, Program Percepatan Belajar bagi Anak
Berbakat Intelektual.
T. Rusman Nulhakim Program Akselerasi Bagi Siswa Berbakat Akademik.
http://www.depdiknas.go.id/publikasi/balitbang/074/j74_07.pdf
Widyastono, dkk. 1991. Rancangan Pengembangan Pendidikan bagi Peserta Didik
yang Memiliki Kemampuan dan Kecerdasan Luar Biasa. Jakarta: Pusbang
Kurrandik Balitbang Depdikbud.