PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KIMIA
(STUDI SITUS SMA NEGERI 3 BOYOLALI)
TESIS Diajukan Kepada
Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Magister dalam Ilmu Manajemen Pendidikan
Oleh :
BUDI PRASETYANINGSIH NIM: Q 100.070.568
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Salah satu cita-cita nasional yang harus terus diperjuangkan oleh bangsa
Indonesia ialah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan
nasional. Pembangunan yang dilakukan pemerintah merupakan proses yang
berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat,
termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural dengan tujuan utama
meningkatkan kesejahteraan warga negara keseluruhan. Dalam proses
pembangunan tersebut peranan pendidikan amatlah strategis (Zamroni, 2001:
2). Pembangunan bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah
bersama masyarakat merupakan upaya pengejawantahan salah satu cita-cita
nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses pencerdasan bangsa
dilakukan baik melalui jalur sekolah maupun jalur luar sekolah. Kesempatan
memperoleh pendidikan untuk semua (education for all) semakin dirasakan
masyarakat, karena pendidikan kebutuhan pokok (basic needs) dalam kehidupan
masyarakat.
Oleh karena itu maka tinggi rendahnya kualitas bangsa tercermin dari
dunia pendidikan bangsa tersebut. Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas tinggi diharapkan secara signifikan dapat menjadi subyek
pembangunan untuk lebih berhasil mengelola sumberdaya (resources) bagi
kepentingan kesejahteraan masyarakat. Mulyasa (2008: v) mengemukakan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Bangsa Indonesia sulit
melepaskan diri dari masalah pendidikan terkait dengan kuantitas, kualitas,
efektivitas, maupun relevansi pendidikan, sehingga menghasilkan output yang
kurang berkualitas. Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan
masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan
ekonomi nasional.
Negara Indonesia yang memiliki sumber daya yang melimpah
seharusnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan agar tercipta generasi muda
yang berkualitas. Untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang
pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan
pendidikan nasional yang senantiasa disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan umum, teknologi, dan perkembangan masyarakat serta kebutuhan
pembangunan.
Terkait dengan peran penting pendidikan di seluruh aspek kehidupan
manusia. Hal itu disebabkan pengaruh langsung pendidikan terhadap
perkembangan kepribadian manusia. Kalau bidang-bidang lain seperti ekonomi,
pertanian, arsitektur, dan sebagainya berperan menciptakan sarana dan
prasarana bagi kepentingan manusia, pendidikan berkaitan langsung dengan
pembentukan manusia. Menurut Drost (2008: 1) menyatakan pendidikan
merupakan proses pemuliaan manusia atau pembentukan manusia. Perwujudan
masyarakat berkualitas menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam
mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin berperan
profesional pada bidangnya masing- masing. Hal tersebut diperlukan, terutama
untuk mengantisipasi era globalisasi.
Pendidikan senantiasa harus mampu mengikuti perkembangan
peradaban manusia, baik secara teknologi maupun budaya. Salah satu upaya
peningkatan mutu pend idikan adalah penyempurnaan atau pengembangan
kurikulum. Menurut Hamalik (2006: 4) kebijakan pengembangan kurikulum
yang berorientasi pada mutu pendidikan ditandai dengan pelaksanaan
pembelajaran efektif, penilaian hasil belajar yang berkelanjutan dan
memberdayakan peserta didik, dan penyelenggaraan pendidikan yang didukung
oleh ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai serta sesuai
dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhan peserta didik. Melalui
kebijakan pengembangan kurikulum secara tid ak langsung akan meningkatkan
mutu Pendidikan Nasional, meskipun diakui Kurikulum bukan satu-satunya
faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan. Kurikulum Pendidikan di
Indonesia perlu dibuat standar berbasis pada kebutuhan masa depan sehingga
tercipta manus ia Indonesia yang cerdas, unggul, dan siap bersaing di era
globalisasi, kurikulum juga harus dibuat menarik, interaktif, dan menyenangkan
bagi siswa sehingga tidak jenuh ketika di dalam kelas.
Berkaitan dengan pendidikan manusia Indonesia seutuhnya sebagai
cita-cita pembangunan pendidikan, Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat (1) menyebutkan dengan jelas bahwa setiap
warga negara berhak mendapatkan pandidikan, dan ayat (3) menegaskan:
dengan undang- undang. Seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.
Dijelaskan bahwa pendidikan secara umum dimaksudkan untuk
mempersiapkan para peserta didik untuk dapat memperoleh sukses dalam karir
dan kehidupan pribadi, serta mampu berpartisipasi di dalam pembangunan
masyarakat. Dunia pendidikan sekarang dihadapkan pada tantangan-tantangan
yang mengharuskannya mampu melahirkan individu- individu yang dapat
memenuhi tuntutan global. Sebab pendidikan merupakan lembaga yang
berusaha membangun masyarakat dan watak bangsa secara berkesinambungan
yaitu membina mental rasio, intelek dan kepribadian dalam rangka membentuk
manusia seutuhnya. Oleh karena itu bidang pendidikan perlu mendapatkan
perhatian, penanganan dan prioritas secara intensif baik oleh pemerintah,
masyarakat maupun pengelola pendidikan (Soemanto, 2003: ix).
Sebagai perwujudan cita-cita nasional tersebut telah ditetapkan
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) yang berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat
manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Tujuan
pendidikan yang tercantum dalam UUSPN tahun 2003 pasal 3:
Tujuan pendidikan nasional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berakhlak, berkeahlian, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berdasarkan hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta disiplin.
Upaya untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional, Pemerintah
mengadakan perbaikan dan pembaharuan sistem pendidikan di Indonesia, yaitu
dalam bentuk pembaharuan kurikulum, penataan guru, peningkatan manajemen
pendidikan, serta pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Dengan
pembaharuan ini diharapkan dapat dihasilkan manusia kreatif yang sesuai
dengan tuntutan jaman, yang pada akhirnya mutu pendidikan di Indonesia
meningkat. Sistem pendidikan yang disusun berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut akan dapat tercapai
jika dibarengi dengan kualitas pendidikan yang baik, sebab pendidikan
memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses
yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu
sendiri.
Perkembangan yang ada pada masyarakat dewasa ini, pendidikan
banyak menghadapi tantangan, yaitu mutu pendidikan rendah yang berakar dari
pendidik yang kurang berkualitas, kurangnya sarana dan prasarana pendidikan,
dan manajemen pendidikan yang kurang baik (Abdulllah, 2009: 2). Salah satu
tantangan yang cukup menarik adalah hal yang berkenaan dengan peningkatan
mutu pendidikan, yaitu masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat pada sebagian siswa yang meskipun
memperoleh nilai tinggi tetapi kurang mampu menerapkan perolehannya, baik
berupa pengetahuan, keterampilan atau sikap pada situasi yang lain. Ini karena
dibiasakan untuk terlibat aktif dan langsung, sehingga pengetahuan itu sempat
terlupakan dan kurang bermakna dalam kehidupan sehari- hari.
Menurut Aunurrohman (2009: 2) untuk membangun masyarakat terdidik,
cerdas, maka harus merubah paradigma dan sistem pendidikan. Dengan
paradigma baru, praktik pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang
lebih bertumpu pada teori kognitif dan konstruktivistik. Pembelajaran akan
berfokus pada pengembangan kemampuan intelektual yang berlangsung secara
sosial dan kultural, mendorong siswa membangun pemahaman dan
pengetahuannya sendiri dalam konteks sosial, dan belajar dimulai dari
pengetahuan awal dan perspektif budaya.
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa peningkatan mutu pendidikan akan
tercapai apabila proses pembelajaran yang diselenggarakan di kelas benar-benar
efektif dan berguna untuk mencapai kemampuan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan yang diharapkan. Karena pada dasarnya proses belajar mengajar
merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya guru
merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses
belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk
meningkatkan peran dan kompetensinya, guru yang kompeten akan lebih mampu
menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola
kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal.
Pendidik atau guru dalam menjalankan profesinya harus memiliki
pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kecerdasan, dedikasi dan komitmen yang
tinggi. Guru merupakan tenaga profe sional yang bertugas merencanakan dan
bimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Sesuai dengan tugas seorang guru yakni melaksanakan pembelajaran
di kelas, merupakan suatu kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa.
Kegiatan tersebut memerlukan pengelolaan kelas yang optimal sehingga siswa
terlibat secara aktif. Kenyataan di lapangan selama ini, justru masih menunjukan
kecenderungan yang berbeda. Kecenderungan tersebut diantaranya adalah masih
berlaku banyak siswa yang bersikap pasif selama pembelajaran. Mereka
cenderung menunggu sajian materi dari guru daripada aktif mempersiapkan
materi dan menemukan pengetahuan dan ketrampilan secara mandiri.
Hal ini bertentangan dengan semangat pengembangan kurikulum yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 Pasal 19 yang
menyebutkan bahwa:
Standar proses pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai bakat minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Untuk mengupayakan standar proses pembelajaran yang bermutu, maka
guru harus memiliki kompetensi dan mampu mengaplikasikannya di kelas agar
proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Sebagai tenaga profesional,
seorang guru dituntut mampu mengelola kelas yaitu menciptakan dan
mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya tujuan
pengajaran. Menurut Yamin dan Maisah (2009: 27), pengelolaan kelas
merupakan keterempilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang
Sedangkan menurut Usman (2003) dalam Aini (2009: 2) menyatakan bahwa
pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya
proses belajar mengajar yang efektif. Pengelolaan dipandang sebagai salah satu
aspek penyelenggaraan sistem pembelajaran yang mendasar, di antara sekian
macam tugas guru di dalam kelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi pengelolaan kelas sangat
mendasar sekali karena kegiatan guru dalam mengelola kelas meliputi kegiatan
mengelola tingkah laku siswa dalam kelas, menciptakan iklim sosio emosional
dan mengelola proses kelompok, sehingga keberhasilan guru dalam menciptakan
kondisi yang memungkinkan, indikatornya proses belajar mengajar berlangsung
secara efektif.
Menurut Menteri Pendidikan Nasional Bapak Bambang Soedibyo,
sekolah sebagai organisasi penyelenggara pelayanan pendidikan dasar dan
menengah, maka dalam menghadapi tuntutan kebutuhan masyarakat baik dalam
tatanan lokal, nasional, regional maupun global, tampaknya memerlukan personil
dan organisasi ya ng mampu mengantisipasi, mengestimasi dan mengadaptasi
perubahan melalui inovasi- inovasi. Implikasi dari tuntuan yang dikemukakan
tersebut, adalah sistem pengembangan SDM kependidikan yang harus fokus
kepada penempatan personil yang berpotensi untuk mampu mengembangkan diri
dan siap dikembangkan. Pelaksanaan pengelolaan pembelajaran dalam organisasi
sekolah, harus fokus pada kegiatan personil dalam pencapaian tujuan pelayanan
pendidikan baik tujuan nasional, kurikuler maupun materi. Oleh sebab itu, guru
khususnya harus diberdayakan kemampuannya. Hal tersebut, sejalan dengan
melalui enam alternatif yang dilakukan secara simultan. Adapun keenam
alternatif yang dimaksud adalah sebagai berikut (1) penempuhan studi lanjut, (2)
pendalaman pengetahuan, (3) peningkatan keterampilan, (4) penyelenggaraan
diskusi antarteman, (5) penukaran lingkungan kerja, dan (6) peningkatan
kesejahteraan (Depdiknas dalam Kuswana, 2009: 8).
Pada tingkat daerah, Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah
Bapak Drs. Moeryanto dalam makalah pembukaan Workshop Guru Mata
Pelajaran Tingkat Propinsi Jawa Tengah (2009: 1) mengemukakan bahwa
kegiatan pembelajaran memiliki posisi penting bagi pengembangan sumberdaya
manusia unggul sebagaimana yang dicita-citakan dalam UUSPN 2003.
Pembelajaran merupakan jantungnya aktivitas pendidikan. Di dalam kegiatan
pembelajaran inilah terjadi proses transmisi dan transformasi pengalaman belajar
kepada peserta didik sesuai kurikulum yang berlaku. Oleh karena itu, apabila
sistem pendidikan nasional ingin lebih diorientasikan kepada penyiapan
sumberdaya manusia era informasi, maka yang terlebih dahulu dilakukan adalah
pengelolaan sistem pembelajaran yang baik. Banyak model yang bisa dilakukan
dalam pengelolaan sistem pembelajaran bagi penyiapan sumberdaya manusia era
informasi. Salah satunya melalui kegiatan penelitian dan pengembangan
(research and development). Hasil pengembangan sistem pembelajaran tersebut,
pada akhirnya, diharapkan mampu memfasilitasi tumbuh kembangkan
sumberdaya manusia yang dibutuhkan di era informasi secara efektif dan
adaptabel sesuai kondisi masyarakat Indonesia umumnya dan Jawa Tengah pada
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
Boyolali menyatakan bahwa dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran,
maka dilakukan pengelolaan pembelajaran yang baik. Semua komponen harus
bertanggungjawab dalam memajukan dan meningkatkan mutu pembelajaran di
sekolah-sekolah yang ada di Boyolali. Untuk itu semua Stakeholder turut
memperbaiki sistem dan perencanaan dunia Pendidikan. Menurut Kadinas yang
bertanggung jawab tidak hanya pemerintah saja namun pihak stakeholeder juga
turut bertanggung jawab demi meningkatnya mutu pendidikan di Boyolali. Lebih
lanjut Bupati Boyolali, Drs Sri Moeljanto menyambut baik langkah yang
dilakukan Diknas Kabupaten Boyolali yakni dengan perencanaan yang baik akan
bisa menghasilkan kualitas pendidikan yang baik pula. Untuk itu pihaknya
berharap Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) Boyolali
yang baru untuk bisa menguasai data awal dan mekanisme perencanaan
pengelolaan pendidikan. Selama ini menurut Bupati, perencanaan di Disdikpora
masih parsial dan belum kesisteman. Untuk itu Bupati berharap di era Otonomi
Daerah, Disdikpora harus memberlakukan pola kerja kesisteman dan tidak lagi
melakukan pola sektoral.Budaya sektoral mulai dilebur untuk menyokong
kegiatan pendidikan ke depan yang lebih baik (www.boyolalikab.co.id, 2009: 1).
Keberadaan SMA Negeri 3 Boyolali, dengan prestasi akademis yang
diraih yaitu perolehan sebagai sekolah pilihan kedua setelah SMA Negeri 1
Boyolali dengan reputasi yang relatif baik, perolehan kejuaraan pelajar teladan,
perolehan kejuaraan olympiade ilmu pengetahuan maupun dalam bidang karya
ilmiah baik tingkat Kabupaten. SMAN 3 Boyolali dipilih sebagai objek penelitian
setelah SMA Negeri 1 Boyollai, di samping itu nilai UAN Kimianya mempunyai
rata-rata 8,11. Demikian pula berbagai prestasi dalam bidang kegiatan (Non
Akademis) diantaranya kejuaraan PMR, Pramuka, untuk tingkat Kabupaten dan
Propinsi. Sesuai dengan misi SMA Negeri 3 Boyolali yaitu 1) Mendorong siswa
untuk mengenali potensi diri; 2) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan
secara efektif dan kompetitif; 3) Menumbuhkan semangat keunggulan kepada
seluruh warga sekolah; 4) Mendorong semangat belajar yang mengikuti
perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih; dan 5)
Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan budaya
bangsa untuk menjadi sumber kearifan dalam bertindak. Berdasarkan uraian di
atas, maka identifikasi pengelolaan kelas kaitannya dengan proses pembelajaran
di SMA Negeri 3 Boyolali menjadi hal yang menarik untuk dijadikan fokus
penelitian.
Kaitannya dengan pembelajaran kimia, mata pelajaran Kimia merupakan
ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik
sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara
memperoleh, serta kegunaannya. Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya
diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada
perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan
teori (deduktif). Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa,
mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi,
struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata
pelajaran kimia di SMA perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu
yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu dan teknologi. Tujuan mata pelajaran Kimia dapat dicapai
oleh siswa melalui berbagai pendekatan, yaitu pendekatan induktif dalam bentuk
proses inkuiri. Proses inkuiri bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir,
bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting
kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran kimia menekankan pada
pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Puskur, 2009: 1)
Pembelajaran kimia harus menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah. Berdasarkan pengamatan di lapangan masih ada guru
yang menyajikan pembelajaran hanya dengan mentransfer ilmu saja tanpa
mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah peserta didik. Alasan guru
biasanya karena kurangnya fasilitas laboratorium. Ini menunjukkan masih ada
pandangan bahwa pendekatan keterampilan proses hanya untuk pembelajaran
secara eksperimen saja, padahal pembelajaran IPA tanpa eksperimenpun dapat
disajikan dengan pendekatan keterampilan proses, yaitu pada konsep-konsep
abstrak dan konsep yang tidak mungkin dilakukan melalui eksperimen (Poppy,
2007: 1).
Alasan dilakukannya penelitian ini karena kondisi riil di SMA Negeri 3
Boyolali menunjukkan bahwa masih ada sebagian siswa yang belum mampu
mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran
lanjutan. Juga, beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat pemahaman.
teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat
menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah
sehari- hari yang kontekstual. Ini terjadi karena, guru belum optimal
memberdayakan potensi masing- masing siswa yang sering kali tersembunyi. Jika
masalah ini dibiarkan dan berlanjut terus, lulusan sebagai generasi penerus
bangsa akan sulit bersaing dengan lulusan dari negara-negara lain. Lulusan yang
diperlukan tidak sekedar yang mampu mengingat dan memahami informasi tetapi
juga yang mampu menerapkannya secara kontekstual melalui beragam
kompetensi. Khususnya di era pembangunan yang berbasis ekonomi dan
globalisasi sekarang ini diperlukan pengetahuan dan keanekaragaman
keterampilan agar siswa mampu memberdayakan dirinya untuk menemukan,
menafsirkan, menilai dan menggunakan informasi, serta melahirkan gagasan
kreatif untuk menentukan sikap dalam pengambilan keputusan.
Menurut Pulungan (2009: 19), tidak sedikit siswa yang merasa kesulitan ketika akan
mengikuti pelajaran kimia. Hasil-hasil evaluasi belajar pun menunjukkan bahwa nilai rata-rata
kelas di raport untuk pelajaran kimia seringkali merupakan nilai yang terendah dibandingkan
dengan pelajaran pelajaran lain. Tanpa disadari, para pendidik atau guru turut memberikan
kontribusi terhadap faktor yang menyebabkan kesan negatif siswa tersebut di atas.
Kesalahan-kesalahan yang cenderung dilakukan para guru, khususnya guru kimia adalah
sebagai berikut :
1. Seringkali, kimia disajikan hanya sebaga i kumpulan rumus belaka yang harus
dihafal mati oleh siswa, hingga akhirnya ketika evaluasi belajar, kumpulan
tersebut campur aduk dan menjadi kusut di benak siswa.
2. Dalam menyampaikan materi kurang memperhatikan proporsi materi dan
sehingga terasa sulit untuk siswa.
3. Kurangnya variasi dalam pengajaran serta jarangnya digunakan alat bantu
yang dapat memperjelas gambaran siswa tentang materi yang dipelajari.
4. Kecenderungan untuk mempersulit, bukannya mempermudah. Ini sering
dilakukan agar siswa tidak memandang remeh pelajaran kimia serta pengajar
atau guru kimia.
Pada pembelajaran kimia seringkali siswa merasa kesulitan memahami
pelajaran yang diberikan guru, siswa kurang antusias untuk mengik uti pelajaran
kimia. Hal ini terjadi karena sampai saat ini masih banyak guru kimia
menggunakan metode pembelajaran yang disebut metode konvensional, yaitu
guru membacakan atau memberikan bahan yang disiapkannya sedangkan siswa
mendengarkan, mencatat denga n teliti dan mencoba menyelesaikan soal sebagai
mana yang dicontohkan oleh guru. Hal tersebut menjadikan siswa pasif. Dalam
pembelajaran kimia seharusnya siswa aktif belajar sehingga mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan kreatifitasnya serta lebih dapat memahami
pelajaran dan terampil dalam menyelesaikan permasalahan. Oleh sebab itu guru
hendaknya mampu memilih dan menerapkan model pembelajaran yang mampu
merangsang siswa lebih aktif dalam belajar serta meningkatkan kemampuan
siswa dalam memahami pelajaran. Kegiatan pembelajaran tidak lain ialah
pelaksanaan proses menterjemahkan dan mentransformasikan nilai-nilai yang
terdapat dalam kurikulum kepada para siswa melalui interaksi belajar mengajar.
Interaksi yang kurang baik antara guru dan siswa akan menjadi kendala
dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Materi pelajaran banyak yang
untuk berinteraksi, ketersediaan sumber belajar, fasilitas, serta kondisi kelas.
Gejala-gejaka rendahnya pemanfaatan sumber belajar adalah kurangnya inisiatif
dari guru untuk menghadirkan alternatiif sumber belajar selain buku yang dapat
meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran. Seperti diketahui sumber belajar
mencakup segala sesuatu yang harus dipelajari siswa dalam aktivitasnya. Bahan
ajar ini dapat berasal dari guru, dari buku-buku teks pelajaran, dan dari
sumber-sumber lain yang dapat mendukung penguasaan bahan ajar utama, dan yang perlu
diperhatikan oleh guru adalah penyesuaian antara bahan ajar itu dengan karakter
siswa.
Untuk mengoptimalkan interaksi guru dan siswa dalam proses
pembelajaran, guru harus mampu mengelola pembelajaran dengan baik, mampu
menggunakan sumber belajar dan media pembelajaran yang bervariasi. Sangat
dianjurkan bagi guru untuk menggunakan kombinasi metode dan sumber
pembelajaran setiap kali mengajar. Guru dapat memilih dan menggunakan
beberapa media dalam mengajar. Media dan sumber belajar banyak jenisnya,
masing- masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kekurangan suatu media
dapat ditutup dengan media yang lain, sehingga guru dapat menggunakan
beberapa media dan sumber belajar dalam melakukan proses pembelajaran.
Pemilihan suatu media perlu memperhatikan beberapa hal seperti materi yang
akan disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia dan siswa serta
hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas peneliti tertarik untuk
B. Fokus Penelitian
Berdasar uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan fokus
penelitian adalah “Bagaimana karakteristik pengelolaan pembelajaran kimia di
SMAN 3 Boyolali ?” yang selanjutnya dapat dijabarkan menjadi beberapa
subfokus penelitian secara khusus, sebagai berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik interaksi antara guru dengan siswa dalam
pembelajaran Kimia di SMA Negeri 3 Boyolali?
2. Bagaimanakah karakteristik pengelolaan ruang kelas pada proses
pembelajaran Kimia di SMA Negeri 3 Boyolali?
3. Bagaimanakah karakteristik pengelolaan sumber dan bahan pelajaran pada
proses pembelajaran Kimia di SMA Negeri 3 Boyolali?
4. Bagaimanakah karakteristik pengelolaan media pada proses pembelajaran
Kimia di SMA Negeri 3 Boyolali?
5. Bagaimanakah karakteristik pengelolaan lingkungan belajar pada proses
pembelajaran Kimia di SMA Negeri 3 Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian di atas, maka tujuan dilakukan penelitian
ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan karakteristik interaksi antara guru dengan siswa
dalam pembelajaran Kimia di SMA Negeri 3 Boyolali
2. Untuk mendeskripsikan karakteristik pengelolaan ruang kelas pada proses
3. Untuk mendeskripsikan karakteristik pengelolaan sumber dan bahan pelajaran
pada proses pembelajaran Kimia di SMA Negeri 3 Boyolali.
4. Untuk mendeskripsikan karakteristik pengelolaan media pada proses
pembelajaran Kimia di SMA Negeri 3 Boyolali.
5. Untuk mendeskripsikan karakteristik pengelolaan lingkungan belajar pada
proses pembelajaran Kimia di SMA Negeri 3 Boyolali.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teori /
akademik maupun praktis.
1. Manfaat Akademis
a. Pengembangan di bidang pengelolaan pembelajaran Kimia .
b. Dapat digunakan sebagai masukan dalam peningkatan pengelolaaan
pembelajaran kimia, khususnya bagi guru kimia dalam meningkatkan
kreativitas untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran kimia sesuai
dengan tuntutan kurikulum KTSP yang ideal
2. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
a. Memberikan manfaat bagi pengelola dalam rangka pengembangan serta
penetapan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan
pembelajaran berkualitas dan manajemen Pendidikan.
b. Memberikan sumbangan wawasan bagi peneliti selanjutnya pada
E. Definisi Istilah
1. Pembelajaran adalah proses komunikasi dan koordinasi dua aspek yaitu
belajar antara peserta didik dengan pendidik serta antar peserta didik dalam
rangka perubahan sikap.
2. Pengelolaan pembelajaran adalah kegiatan pengaturan kelas oleh guru untuk
menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika
terjadi gangguan dalam pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran di kelas
meliputi pengelolaan tempat belajar/ruang kelas, pengelolaan sumber dan
bahan belajar, pengelolaan media pembelajaran, dan pengelolaan siswa, dan