• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama guru dan orang tua dalam mendampingi anak-anak hiperaktif studi kasus pendidikan anak hiperaktif di TK Pius X Magelang tahun ajaran 2014/2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerjasama guru dan orang tua dalam mendampingi anak-anak hiperaktif studi kasus pendidikan anak hiperaktif di TK Pius X Magelang tahun ajaran 2014/2015."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

KERJASAMA GURU DAN ORANG TUA

DALAM MENDAMPINGI ANAK-ANAK HIPERAKTIF

Studi Kasus Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang

Tahun Ajaran 2014/2015

A.M. Witantri Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini merupakan studi kasus tentang Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang Tahun Ajaran 2014/2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kerjasama antara guru dan orang tua dalam mendampingi anak hiperaktif. Pola kerjasama tersebut nampak dalam proses mengenali, memahami dan mendampingi anak hiperaktif sehingga mereka terbantu mengembangkan potensinya secara optimal.

Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini, sedangkan untuk menelusuri peristiwa-peristiwa kontemporer (yang terjadi pada masa kini) peneliti menggunakan studi kasus dengan mengamati pola kerjasama guru dan orang tua dalam pendampingan aktivitas, proses belajar dan bersosialisasi anak hiperaktif baik di dalam maupun di luar kelas berdasarkan aspek emosional, intelektual dan sosial. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, peneliti menggunakan metode observasi dan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama guru dan orang tua di TK Pius X Magelang diwujudkan dengan saling memberikan informasi tentang perkembangan yang dialami anak, mengadakan pertemuan bersama untuk evaluasi tentang perkembangan anak, serta mengadakan homevisit sebagai tindak lanjut dalam proses pendampingan. Selain kerjasama tersebut pemberian penghargaan dalam bentuk token disadari sebagai salah satu metode yang sangat membantu anak yang memiliki kecenderungan hiperaktif. Metode ini sebagai motivasi agar anak semakin bertekun dan disiplin, sedangkan puzzle diberikan sebagai sarana untuk membuat mereka menjadi lebih fokus.

(2)

COOPERATION OF TEACHERS AND PARENTS

IN ACCOMPANYING HYPERACTIVE CHILDREN

Case Study of Hyperactive Children Education

in Kindergarten of Pius X Magelang

Academic Year 2014/2015

A.M. Witantri Sanata Dharma

2015

This research is a case study of hyperactive children education in kindergarten Pius X Magelang in Academic Year of 2014/2015. The purpose of this study is to determine the pattern of cooperation between teachers and parents in assisting hyperactive children. The cooperation pattern appears in the process of recognizing, understanding and assisting hyperactive children so they can be helped to develop their potential optimally.

Qualitative methods is used in this study, while to explore contemporary events (which occur at present) researcher use a case study examining the pattern of cooperation with teachers and parents in mentoring activities, learning and socializing hyperactive children both inside and outside the classroom based aspects of emotional, intellectual and social. To obtain the necessary data, researcher used the method of observation and interviews.

The results showed that the cooperation of teachers and parents in kindergarten of Pius X Magelang in mentoring hyperactive children has been running well. Cooperation exists between principals, teachers and parents with the help of a psychologist by means of sharing information about the development of hyperactive children both at home and at school.

The award is recognized as one of the methods that very helpfull to the children who have a tendency to hyperactivity while attending the learning process. Giving token is also a method that can be taken to give motivation they can be diligent and discipline, while the puzzle is given as a means to make them become more focused.

(3)

DALAM MENDAMPINGI ANAK-ANAK HIPERAKTIF Studi

Kasus Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang

Tahun Ajaran 2014/2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

A.M.Witantri

NIM : 101114065

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

KERJASAMA GURU DAN ORANG TUA

DALAM MENDAMPINGI ANAK-ANAK HIPERAKTIF Studi

Kasus Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang

Tahun Ajaran 2014/2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

A.M.Witantri

NIM : 101114065

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015

(5)
(6)
(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

YANG BENAR-BENAR SUKSES

ADALAH

IA YANG TELAH MELEWATI

PARADIGMA SUKSES DAN GAGAL

(Gobind Vasdev)

Skripsi ini saya persembahan kepada:

Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus

Yayasan Tarakanita Bapak dan Ibu tercinta

Program Studi Bimbingan dan Konseling USD

(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

KERJASAMA GURU DAN ORANG TUA

DALAM MENDAMPINGI ANAK-ANAK HIPERAKTIF Studi

Kasus Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang

Tahun Ajaran 2014/2015

A.M. Witantri Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini merupakan studi kasus tentang Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang Tahun Ajaran 2014/2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kerjasama antara guru dan orang tua dalam mendampingi anak hiperaktif. Pola kerjasama tersebut nampak dalam proses mengenali, memahami dan mendampingi anak hiperaktif sehingga mereka terbantu mengembangkan potensinya secara optimal.

Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini, sedangkan untuk menelusuri peristiwa-peristiwa kontemporer (yang terjadi pada masa kini) peneliti menggunakan studi kasus dengan mengamati pola kerjasama guru dan orang tua dalam pendampingan aktivitas, proses belajar dan bersosialisasi anak hiperaktif baik di dalam maupun di luar kelas berdasarkan aspek emosional, intelektual dan sosial. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, peneliti menggunakan metode observasi dan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama guru dan orang tua di TK Pius X Magelang diwujudkan dengan saling memberikan informasi tentang perkembangan yang dialami anak, mengadakan pertemuan bersama untuk evaluasi tentang perkembangan anak, serta mengadakan homevisit sebagai tindak lanjut dalam proses pendampingan. Selain kerjasama tersebut pemberian penghargaan dalam bentuk token disadari sebagai salah satu metode yang sangat membantu anak yang memiliki kecenderungan hiperaktif. Metode ini sebagai motivasi agar anak semakin bertekun dan disiplin, sedangkan puzzle diberikan sebagai sarana untuk membuat mereka menjadi lebih fokus.

Studi kasus ini menghasilkan temuan bahwa kerjasama guru dan orang tua, perhatian (afeksi) dan kesempatan bersosialisasi merupakan hal yang masih perlu dikembangkan dalam pendampingan anak dengan kecenderungan hiperaktif. Perhatian (afeksi) dimulai dari rumah, oleh karenanya Orang tua perlu memberikan perhatian, mendampingi belajar dan memberikan kesempatan bagi anak dengan kecenderungan hiperaktif untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Mengingat bahwa anak seusia taman kanak-kanak berada pada masa atau tahapan bermain, bersosialisasi dengan teman sebaya lewat permainan akan membantu mereka mampu mencapai tahap perkembangannya.

(11)

ABSTRACT

COOPERATION OF TEACHERS AND PARENTS

IN ACCOMPANYING HYPERACTIVE CHILDREN

Case Study of Hyperactive Children Education

in Kindergarten of Pius X Magelang

Academic Year 2014/2015

A.M. Witantri Sanata Dharma

2015

This research is a case study of hyperactive children education in kindergarten Pius X Magelang in Academic Year of 2014/2015. The purpose of this study is to determine the pattern of cooperation between teachers and parents in assisting hyperactive children. The cooperation pattern appears in the process of recognizing, understanding and assisting hyperactive children so they can be helped to develop their potential optimally.

Qualitative methods is used in this study, while to explore contemporary events (which occur at present) researcher use a case study examining the pattern of cooperation with teachers and parents in mentoring activities, learning and socializing hyperactive children both inside and outside the classroom based aspects of emotional, intellectual and social. To obtain the necessary data, researcher used the method of observation and interviews.

The results showed that the cooperation of teachers and parents in kindergarten of Pius X Magelang in mentoring hyperactive children has been running well. Cooperation exists between principals, teachers and parents with the help of a psychologist by means of sharing information about the development of hyperactive children both at home and at school.

The award is recognized as one of the methods that very helpfull to the children who have a tendency to hyperactivity while attending the learning process. Giving token is also a method that can be taken to give motivation they can be diligent and discipline, while the puzzle is given as a means to make them become more focused.

This case study produced the finding that attention (affection) and the opportunity to socialize are things that still need to be developed in assisting children with hyperactive tendencies. Attention (affection) starts at home, therefore the parents need to pay attention, accompanying learningand give opportunities to the children with hyperactive tendency to socialize with their environment. Concern that the children of kindergarten age are in a phase of playing, therefore to be socialized with their friends through playing will help them to reach the stage of development

(12)

Puji dan syukur kepada Allah Bapa yang telah menganugerahkan rahmat

kesehatan dan penyertaan-Nya selama proses menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga

mengucapkan limpah terimakasih kepada Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo

Carolus Borromeus melalui Yayasan Tarakanita yang telah memberi saya kesempatan

untuk belajar.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan dari program studi Bimbingan dan Konseling,

Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skrisi ini tidak lepas dari

bimbingan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terimakasih secara tulus kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma.

2. CB Mulyatno Pr selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan total telah

memberikan waktu, masukan, koreksi, serta motivasi kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Budi Sarwono yang telah membantu untuk menyelesaikan revisian

4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membekali penulis dengan berbagai

ilmu pengetahuan yang sungguh sangat berguna bagi penulis.

5. Kepala Sekolah dan staf di TK Pius X Magelang.

(13)
(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………..ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……….iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………..v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA …………...vi

ABSTRAK ………...………...vii

ABSTRACK ……….………..……...…viii

KATA PENGANTAR ……….ix

DAFTAR ISI ………..………...………..xi

DAFTAR LAMPIRAN ………...………..xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah ………..1

B. Rumusan Masalah ………...6

C. Tujuan Penelitian ………...……….…7

D. Manfaat Hasil Penelitian ………...7

(15)

A. Perkembangan Anak ………...11

B. Pengertian Taman Kanak-kanak ……….…....16

C. Pengertian Hiperaktif ………..16

D. Kerjasama Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan ………23

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………25

B. Subjek Penelitian ………26

C. Metode Pengumpulan Data ……….29

D. Instrumen Penelitian ………33

E. Tahap-tahap Penelitian ………33

F. Sumber Data ………...35

G. Teknik Analisis Data ………..35

H. Studi Kasus ... 36

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Subjek Penelitian ……… ... 39

B. Observasi ... 41

C. Wawancara ... 46

D. Analisis Masalah ... 61

1. Sintesis ...61

2. Diagnosis dan prognosis ... 64

3. Treatment ...69

(16)

A. Kesimpulan ………...71

B. Saran ……….74

DAFTAR PUSTAKA ……….75

(17)

Lampiran I : Hari dan tanggal observasi

Lampiran II : Hasil observasi

Lampiran III : Hasil wawancara

Lampiran IV: Biodata subjek

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah yang mendeskripsikan mengenai

kejadian yang terjadi di lapangan. Selain itu pada bab ini juga dideskripsikan

mengenai perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat hasil penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Masa kanak-kanak merupakan fase yang sangat penting dan berharga,

karena merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia. Oleh

sebab itu masa anak sering disebut sebagai usia emas (golden age), karena pada

masa ini fisik dan otak anak sedang berada di dalam masa pertumbuhan

terbaiknya. Masa ini menjadi suatu peluang atau kesempatan besar dalam

pertumbuhan dan pembentukan pribadi seseorang.

Dalam perkembangan anak usia dini, usia 4-6 tahun adalah masa yang

sangat baik dalam pembentukan karakter dan kepribadian sesuai dengan keunikan

yang dimiliki masing-masing anak. Sebagian besar waktu anak dihabiskan

bersama keluarga, maka pendidikan di dalam keluarga menjadi sangat penting

serta mendasari proses pendidikan selanjutnya. Hal-hal positif dalam keluarga

akan membawa perkembangan yang positif bagi anak. Peran orang tua sangat

penting dalam pendidikan anak usia dini karena dari orang tua mereka

(19)

Menurut Andria Charles M.Psi, Psikolog anak dari Lembaga Psikologi

Terapan Universitas Indonesia orang tua perlu memberikan pendidikan dan contoh

yang baik bagi anak-anak mereka. Salah satu contoh yang perlu diberikan oleh

orang tua kepada anak adalah sopan santun yang ditampakkan dari tutur kata dan

perbuatan. Contoh konkret yang dapat diterapkan orang tua dalam mengajarkan

sopan santun antara lain: 1) mengajari anak meminjam barang teman dengan

permintaan yang baik, seperti: “bolehkah aku meminjam bukumu?”, 2)

mengucapkan terimakasih setelah menerima pertolongan atau menerima sesuatu,

3) mengucapkan maaf ketika menyadari telah melakukan kesalahan, 4) meminta

tolong ketika membutuhkan bantuan (Tjahjo, 2014: 48-50). Teladan perilaku baik

yang diperkenalkan kepada anak sejak usia di bawah tiga tahun akan berdampak

positif karena pada masa itu anak mudah sekali menyerap dan meniru perilaku dan

perkataan orang tuanya. Dalam hal ini orang tua mengambil peran sebagai role

model atau contoh nyata bagi anak usia dini melalui perilaku, tindakan dan

perkataan mereka.

Selain keluarga, pendidikan prasekolah yang sering disebut sebagai masa

taman kanak-kanak juga merupakan wadah pendampingan anak usia dini.

Pendidikan prasekolah merupakan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum

memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan luar

sekolah. Kegiatan pendampingan anak pada masa Taman Kanak-kanak mencakup

kegiatan pendidikan, penanaman nilai, sikap dan perilaku dalam kehidupan

(20)

anak-anak mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya melalui berbagai

bentuk permainan karena metode bermain sesuai dengan situasi anak dalam

rentang usia empat sampai enam tahun.

Pada usia taman kanak-kanak, anak pada umumnya sangat aktif. Mereka

seolah tidak memiliki rasa lelah ketika bermain serta mampu mengekspresikan

emosi secara terbuka. Seorang anak yang aktif umumnya menunjukkan sikap

tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak

hatinya). Muncul anggapan para pembimbing anak usia dini bahwa anak-anak

yang sangat aktif memiliki konsentrasi belajar yang rendah sehingga cenderung

mengalami kesulitan dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.

Menurut teori bimbingan dan konseling, upaya untuk mewujudkan

perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun individual,

harus sesuai dengan hakikat kemanusiaannya dengan berbagai potensi, kelebihan,

dan kekurangan, kelemahan serta permasalahannya (Erman Amti dan Prayitno.

1994: 1). Para pembimbing anak usia dini perlu memahami situasi dan kebutuhan

setiap anak agar proses pendampingan berjalan secara efektif.

Kerjasama orang tua dan guru sangat penting dalam proses pendampingan

anak. Kerjasama tersebut penting agar orang tua dan guru bisa saling berbagi

pemahaman terhadap situasi dan perkembangan anak baik di rumah maupun di

sekolah, serta menemukan model bimbingan yang sesuai dengan situasi dan

kebutuhan anak.

Perilaku siswa-siswi usia prasekolah saat ini beragam, salah satu

(21)

seolah-olah tidak memperhatikan pelajaran di kelas. Anak-anak tersebut biasanya

mengalami gangguan dalam perkembangannya yaitu gangguan hiperkinetik yang

secara luas di masyarakat disebut sebagai anak hiperaktif. Hiperaktif sebagai salah

satu bagian dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dikategorikan

pada gangguan yang memiliki ciri-ciri keaktifan yang berlebihan. Terhadap

kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah mengatur dan

mendidiknya.

Anak hiperaktif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian

(innatention) pada suatu obyek tertentu, tidak tenang, tidak bisa mengontrol diri,

banyak bicara tetapi ada juga yang pasif (diam), mengikuti kehendak sendiri

(impulsif) dan terlalu banyak beraktivitas fisik. Mereka membutuhkan rangsangan

khusus supaya perkembangan kognitif, sosial, emosi, perilaku dan motoriknya

dapat berjalan dengan baik (Anisa Renang Yulianti, dr. 2011:2). Untuk itulah

dibutuhkan suatu pendekatan untuk membantu anak-anak yang hiperaktif tersebut

supaya mereka dapat memaksimalkan potensi diri dan meningkatkan prestasinya.

Dewasa ini jumlah anak usia 4-6 tahun yang tergolong hiperaktif di

Indonesia cukup banyak. Menurut psikolog anak fakultas Psikologi Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta, MG Adiyanti, jumlah anak usia 4-6 tahun yang

tergolong hiperaktif mencapai 10% dari jumlah anak usia tersebut di Indonesia

(www.kesekolah.com diakses dari internet 9 Agustus 2014, pukul 21.15 WIB).

Di Asia jumlah anak hiperaktif berkisar antara 3-10%. Di Amerika,

(22)

hiperaktif di usia tersebut berkisar antara 2-8%. Di antara anak-anak usia tersebut,

sekitar 2% merupakan ADHD (Attention Defecit Hyperaktif Disorder) dengan

gejala sangat parah. Banyaknya anak yang tergolong hiperaktif menunjukkan

bahwa ada kemendesakan penelitian terhadap mereka demi pendampingan yang

lebih baik. Problem pendampingan kepada anak hiperaktif juga terkait dengan

banyaknya orang tua yang belum bisa menerima keadaan anak hiperaktif (Arga

Paternotte & Jan Buitelaar,2010: 9-10).

Pada tahun ajaran 2014/2015 terdapat dua anak hiperaktif di TK Pius X

Magelang. Anak hiperaktif merupakan anak yang memiliki kebutuhan khusus

sehingga keberadaan mereka menjadi perhatian kepala sekolah dan para guru

dalam upaya mereka membantu dan mendampingi anak dengan kecenderungan

ini. Bagi para pendidik di sekolah ini, anak hiperaktif juga memiliki hak yang

sama dengan anak lainnya dalam mendapatkan pendidikan dan pendampingan.

Selain itu anak hiperaktif juga memiliki banyak potensi yang dapat

dikembangkan. Oleh karena itulah para guru dan orang tua mengupayakan pola

kerjasama dalam mengupayakan pendampingan sesuai dengan situasi dan

kebutuhan anak berkebutuhan khusus ini. Anak-anak ini perlu diarahkan agar

dengan kekhususan yang dimiliki, mereka mampu meraih harapan dan

cita-citanya ke depan. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama dan komunikasi intensif

antara pihak sekolah dan orang tua untuk melihat perkembangan anak-anak

mereka.

Kerjasama pendampingan yang diupayakan bersama tersebut tidak terlepas

(23)

kesulitan ketika pemikiran dan pendapat kedua belah pihak tidak sejalan, sehingga

dibutuhkan waktu dan upaya dialog untuk menyelaraskannya. Salah satu contoh

kendala yang berpotensi menghambat kerjasama pendampingan adalah ketika

orang tua kurang konsekuen dengan kesepakatan yang dibuat dengan alasan

bahwa mereka tidak sabar menunggu hasil. Orang tua lebih senang melakukan

eksperimen dengan membawa anak dari satu psikolog ke psikolog yang lainnya

tanpa mau memahami bahwa perubahan atau perkembangan anak membutuhkan

proses. Situasi inilah yang membuat kepala sekolah dan para guru menyerahkan

semua keputusan kepada orang tua dengan resiko terjadi stagnasi dan

inkonsistensi dalam pendampingan anak.

Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut kerjasama orang tua dan guru di

TK Pius Magelang sebab hal ini dirasa sangat penting dalam pendampingan anak

hiperaktif. Berdasarkan prinsip bimbingan, dalam diri tiap anak terkandung

kebaikan-kebaikan. Setiap pribadi mempunyai potensi. Pendidikan adalah sarana

untuk membantu anak-anak untuk mengembangkan potensinya (Prayitno,

2004:218).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis menyusun rumusan

masalah berdasarkan prinsip pelaksanaan layanan (Prayitno, 2004:221-222)

sebagai berikut:

1. Apa bentuk kerjasama guru dan orang tua di TK Pius X Magelang dalam

(24)

2. Pendampingan di sekolah dan di rumah seperti apa yang sesuai untuk

membantu perkembangan anak hiperaktif agar mereka berkembang secara

utuh?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Memahami kerjasama guru dan orang tua dalam rangka mengenali dan

mendampingi anak-anak hiperaktif di TK Pius X Magelang.

2. Menemukan model pendampingan yang sesuai bagi anak-anak hiperaktif di

TK Pius X Magelang dengan mempertimbangkan situasi dan serta kebutuhan

mereka.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, dengan meneliti kerjasama guru dan orang tua dalam upaya

memahami dan memberikan bimbingan khusus kepada anak hiperaktif,

penelitian ini semakin membuka wawasan dan memberi sumbangan agar

program studi bimbingan dan konseling semakin mampu memberikan

bimbingan khusus kepada anak hiperaktif. Dengan demikian anak–anak

berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan dan pendampingan yang

sesuai dengan kebutuhan mereka untuk mencapai perkembangan yang utuh

(25)

2. Manfaat praktis

a. Bagi peneliti

Setelah memahami anak hiperaktif dan pentingnya kerjasama guru dan

orang tua dalam poses pendampingan anak, penulis memiliki pengalaman

baru untuk mendampingi dan memberikan bimbingan bagi anak

hiperaktif, orang tua dan guru mereka.

b. Bagi orang tua

Membantu orang tua membuka hati supaya terjalin komunikasi dan

kerjasama dengan guru sebagai pembimbing di sekolah agar orang tua

semakin mampu menerima kelebihan dan kekurangan anak mereka.

Dengan demikian orang tua semakin mampu mendampingi anak-anak

mereka demi perkembangan yang optimal sesuai bakat dan potensi yang

dimiliki.

c. Bagi guru (para pendidik dan pendamping)

Memberikan wawasan dan pengetahuan bahwa kerjasama antara guru dan

orang tua sangat penting dalam pendampingan khusus bagi anak-anak

hiperaktif.

d. Bagi anak hiperaktif

Dengan adanya penelitian ini, anak hiperaktif di TK Pius X Magelang

mendapatkan bimbingan yang lebih intensif dan komprehensif baik dari

(26)

3. Definisi Operasional

a . Masa perkembangan anak merupakan masa perubahan dan tumbuh

kembang seorang anak. Masa anak-anak mulai belajar untuk meraih,

mencengkeram dan memegang. Mereka juga belajar untuk merangkak,

berdiri dan berjalan. Dalam periode ini anak belajar untuk mengekplorasi

dan mengerti dunia mereka melalui perasaan dan juga aktivitas motorik..

Selama masa ini, anak anak kecil belajar semakin mandiri, belajar

menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya, Serta mulai belajar

membaca, menulis dan berhitung. Pada masa ini anak-anak memiliki

kebutuhan untuk mulai meniru apa yang mereka lihat serta yang terjadi

disekeliling mereka. Oleh sebab itu orang perlu memberikan contoh yang

baik dalam mendampingi anak-anak karena apapun yang mereka dengar

dan lihat akan mereka tiru.

b. Taman kanak-kanak merupakan pendidikan formal yang didalamnya

memberikan bimbingan dan pendampingan bagi anak usia 4-6 tahun. Di

masa ini anak-anak mulai belajar untuk berinteraksi, membentuk karakter

dan kepribadian anak sesuai dengan keunikan yang dimiliki

masing-masing anak melalui proses bermain. Oleh karena itu perlu proses

pembelajarannya perlu disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan mereka.

c. Anak hiperaktif menurut psikolog adalah anak yang tidak fokus, suka

berpindah-pindah tempat, impulsif (sibuk dengan urusannya sendiri),

(27)

yaitu anak hiperaktif dengan daya ingat rendah dan biasanya anak dengan

keadaan demikian cenderung pasif.

d. Kerjasama antara orang tua dan guru merupakan upaya untuk membantu

anak dalam mencapai tahapan perkembangan anak-anak hiperaktif.

Kerjasama ini dilakukan dengan cara berkomunikasi, berbagi informasi,

dan ikut serta dalam mendiskudikan masalah klinis yang sedang dialami

(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memuat landasan teori yang berkaitan dengan penelitian. Topik–

topik dalam bab ini adalah perkembangan anak, pengertian anak taman

kanak-kanak, pengertian anak hiperaktif, dan kerjasama orang tua dan guru dalam

pendidikan.

A. Perkembangan anak

Dunia anak merupakan dunia yang paling menyenangkan dan sungguh

memberikan suasana yang menggembirakan. Kalau kita mengamati anak–anak,

kita akan dapat melihat bahwa mereka adalah pribadi yang unik dan istimewa.

Masa kanak–kanak adalah suatu masa bagi mereka untuk belajar melihat dan

mengamati dunia sekitar mereka, selain itu di masa ini mereka juga belajar untuk

bersosialisasi dengan lingkungan dan teman–teman sebaya. Masa kanak-kanak

juga merupakan masa mereka bermain, berimajinasi, mengeksplorasi,

membangun rasa percaya serta rasa aman terhadap lingkungan sekitar mereka.

Di masa perkembangan anak, orang tua dituntut untuk sungguh–sungguh

memberikan dasar dan teladan hidup yang baik bagi mereka, karena di usia ini

anak akan dengan mudah menangkap dan merekam apa yang dikerjakan dan

diucapkan orang tua mereka. Dengan memupuk hubungan antara orang tua dan

anak serta mengasuh secara positif akan menciptakan suatu keseimbangan antara

(29)

dan unik, tetapi juga merasakan kebutuhan untuk meniru dan belajar dari orang

tua (Djiwandono, 2005: 3).

Anak-anak berusia 3 sampai 6 tahun mengalami perkembangan sangat

cepat dalam semua bidang. Badan anak bagian atas lebih lamban berkembangnya

dari pada bagian bawah. Anggota–anggota badan masih relatif pendek, kepala

relatif besar, perutnya masih besar dan ada gigi susu. Dalam usia prasekolah umur

3 sampai 6 tahun, anak-anak mulai menggunakan ketrampilan mereka untuk

berinteraksi dan mengerti dunia orang dan benda-benda. Mereka menemukan

siapa mereka, menentukan apa yang dapat mereka lakukan dan membentuk

perasaan tentang diri mereka sendiri (a sense of self). Ketrampilannya terus

bertambah, anak-anak prasekolah dapat ditarik keluar ke dalam dunia, pertama

bertujuan untuk otonomi dan mengontrol diri mereka sendiri dan yang lain, dan

kemudian menggunakan bahasa kognitif, motor, dan ketrampilan sosial untuk

mengumpulkan informasi tentang dunia. Jika sukses, anak-anak prasekolah

menggunakan informasi ini untuk menemukan cara baru dalam berpikir yang

lebih sehat, membuat keputusan dan memecahkan masalah (Djiwandono, 2005:

25).

Para ahli psikologi menggunakan sejumlah sebutan yang berbeda untuk

menguraikan ciri-ciri yang menonjol dari perkembangan anak selama tahun-tahun

awal masa kanak-kanak. Salah satu sebutan yang paling banyak digunakan adalah

usia kelompok, masa dimana anak-anak mempelajari dasar–dasar perilaku sosial

sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk

(30)

paling menonjol dalam periode ini adalah kecenderungan anak untuk meniru

pembicaraan dan tindakan orang lain. Oleh karena itu, periode ini juga dikenal

sebagai usia meniru. Meskipun kecenderungan ini tampak kuat, anak lebih

menunjukkan kreatifitas dalam bermain selama kanak-kanak dibanding

masa-masa lain dalam kehidupannya. Dengan alasan ini ahli psikologi juga menamakan

periode ini sebagai usia kreatif (Hurlock, 1980: 109).

Santrock (2012:18) dalam bukunya menjelaskan bahwa proses biologis,

kognitif dan sosioemosi yang saling mempengaruhi satu sama lain tersebut

menghasilkan periode-periode dalam masa hidup manusia. Periode perkembangan

merujuk pada suatu kerangka waktu dalam kehidupan seseorang yang ditandai

ciri-ciri tertentu. Agar gagasan–gagasan perkembangan dapat dijabarkan dengan

lebih teratur dan lebih mudah dimengerti, periode-periode perkembangan dapat

dideskripsikan sebagai berikut:

a. Periode prakelahiran (prenatal period) adalah masa dari pembuahan hingga

kelahiran. Dalam periode ini terjadi pertumbuhan yang hebat sekali dari

sebuah sel tunggal hingga menjadi sebuah organisme lengkap yang memiliki

otak dan kapasitas untuk berperilaku. Periode ini berlangsung selama kurang

lebih sembilan bulan.

b. Masa bayi (infancy) adalah periode perkembangan yang dimulai sejak lahir

hingga usia 18 atau 24 bulan. Pada masa bayi, individu sangat bergantung

pada orang dewasa. Selama periode ini, banyak aktivitas psikologis yang

memasuki tahap awal misalnya bahasa, pikiran simbolis, koordinasi

(31)

c. Masa kanak-kanak (early childhood) adalah periode perkembangan yang

dimulai dari akhir masa bayi hingga usia sekitar 5 sampai 6 tahun. Periode ini

kadang kala disebut sebagai “tahun–tahun prasekolah.” Selama masa ini,

anak-anak kecil belajar untuk lebih mandiri dan merawat dirinya sendiri,

mengembangkan sejumlah ketrampilan kesiapan sekolah (mengikuti

instruksi, mengenali huruf) dan meluangkan banyak waktu untuk bermain

dengan kawan-kawan sebaya. Di sekolah, kelas satu sekolah dasar biasanya

menandai berakhirnya masa kanak–kanak awal.

d. Masa kanak-kanak pertengahan dan akhir (midlle and latechildhood) adalah

periode perkembangan yang berlangsung antara usia 6 sampai 11 tahun,

kurang lebih bersamaan dengan masa sekolah dasar. Pada periode ini, anak–

anak belajar menguasai ketrampilan–ketrampilan dasar seperti membaca,

menulis dan aritmatika. Secara formal, anak dihadapkan pada dunia yang

lebih luas beserta kebudayaannya. Prestasi menjadi sebuah tema yag lebih

sentral dalam dunia anak, bersamaan dengan ini kendali diri juga meningkat.

e. Masa remaja (adolesence) adalah periode transisi perkembangan antara masa

kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai sekitar usia 10 sampai 12 tahun

dan berakhir pada usia 18 sampai 22 tahun. Remaja mulai mengalami

perubahan fisik yang cepat, terjadi peningkatan yang drastis dalam hal tinggi

dan berat tubuh, perubahan bentuk tubuh, serta perubahan karakteristik

seksual seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut kemaluan dan

wajah serta suara yang lebih dalam. Pada saat ini upaya untuk mencapai

(32)

mereka menjadi lebih logis, abstrak dan idealis. Mereka juga meluangkan

lebih banyak waktu di luar rumah.

f. Masa dewasa awal (early aduldhood) adalah periode perkembangan yang

dimulai pada awal usia 20-an sampai usia 30-an. Masa ini merupakan saat

untuk mencapai kemandirian pribadi dan ekonomi, perkembangan karier,

serta bagi sebagian besar orang adalah masa untuk memilih pasangan, belajar

untuk mengenal seseorang secara lebih dekat, mulai dari keluarga sendiri, dan

pengasuh anak.

g. Masa dewasa menengah (midlle adulthood) adalah periode perkembangan

yang berlangsung kurang lebih pada usia 40-an hingga usia 60. Ini

merupakan masa yang memperluas keterlibatan pribadi, sosial dan tanggung

jawab; untuk membantu generasi selanjutnya agar menjadi individu yang

kompeten dan matang; serta untuk meraih dan membina kepuasan karier.

h. Masa dewasa akhir (late adulthood) adalah periode perkembangan yang

dimulai pada usia 60-an atau 70-an hingga saat kematian. Masa ini

merupakan masa untuk meninjau hidup yang sudah dijalani, pensiun dan

menyesuaikan diri terhadap peran–peran sosial yang baru sesuai menurunnya

kekuatan dan kesehatan.

i. Masa dewasa akhir merupakan rentang terpanjang diseluruh periode

perkembangan dan sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya jumlah orang

yang hidup diusia ini meningkat secara dramatis. Akibatnya para ahli

(33)

perbedaan yang muncul dimasa dewasa akhir (Scheibe, Feund, & Baltes,

2007).

B. Pengertian Anak Taman Kanak-Kanak

Pendidikan Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan

anak usia dini (PAUD) yang memilki peran penting dalam membentuk

kepribadian anak usia 4-6 tahun serta membantu mereka untuk mempersiapkan

diri memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.

Pendidikan Taman Kanak-kanak ini bertujuan untuk membantu meletakkan

dasar kearah perkembangan sikap pengetahuan, ketrampilan dan daya cipta yang

sangat diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungannya dan untuk pertumbuhan tingkat penalaran anak didik serta

perkembangan selanjutnya.

Pendidikan Taman Kanak-kanak juga merupakan wadah untuk membantu

pertumbuhan jasmani dan rohani anak-anak didik sesuai sifat-sifat alami yang

dimiliki oleh anak, oleh karena itu maka pendidikan taman kanak-kanak harus

memberikan peluang agar anak-anak dapat berkembang seluruh aspek

kepribadiannya melalui proses bermain, karena bermain merupakan prinsip yang

melekat pada kodrat anak.

C. Pengertian Hiperaktif

Menurut Hermawan dalam tulisannya di tabloid Nakita mengungkapkan

(34)

normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu

memusatkan perhatian. Hiperaktif merupakan turunan dari Attention Deficit

Hiperactifity Disorder atau ADHD (Nakita.2010)

Psikolog dari Klinik Empati Development Center Jakarta ini berpendapat

bahwa gangguan ini disebabkan oleh kerusakan kecil pada sistem saraf pusat otak

sehingga rentang konsentrasi penderita menjadi pendek dan sulit dikendalikan.

Penyebab lain adalah: temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi otak,

serta epilepsi. Bisa juga kondisi gangguan di kepala, seperti gegar otak, trauma

kepala karena persalinan atau pernah terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk dan

alegi makanan. Adapun ciri–ciri hiperaktif menurut Sani Budiantini Hermawan

(2010) adalah sebagai berikut:

1. Tidak Fokus

Anak dengan gangguan hiperaktif tidak bisa berkonsentrasi lebih dari lima

menit. Dengan kata lain, ia tidak bisa diam dalam waktu lama dan mudah

teralihkan perhatiannya kepada hal lain. Dia berbicara semaunya berdasarkan

apa yang ingin diutarakan tanpa ada maksud jelas sehingga kalimatnya sering

kali sulit dipahami. Demikian pula pola interaksinya dengan orang lain.

Biasanya yang bersangkutan selalu cuek (tidak peduli) saat dipanggil sehingga

orang tua sering mengeluh bahwa anaknya pura-pura tidak mendengar.

Dengan perilaku seperti ini, anak cenderung tidak mampu melakukan

(35)

2. Menentang

Anak dengan gangguan hiperaktivitas umumnya memiliki sikap menentang/

pembangkang atau tidak mau dinasihati. Penolakannya juga bisa

ditunjukannya dengan sikap cuek.

3. Destruktif

Perilakunya anak dengan gangguan hiperaktivitas bersifat destruktif atau

merusak, misalnya ketika menyusun lego anak aktif akan menyelesaikannya

dengan baik sampai lego tersusun rapi. Sebaliknya anak hiperktif pada

umumnya tidak menyelesaikannya bahkan menghancurkan mainan lego yang

sudah tersusun rapi. Kecenderungan anak untuk menghancurkan

barang-barang yang ada di rumah, seperti: vas atau pajangan lainnya juga sangat

besar. Oleh sebab itu, anak hiperaktif sebaiknya dijauhkan dari barang yang

mudah dipegang dan mudah rusak.

4. Tak kenal lelah

Anak dengan gangguan hiperaktivitas sering tidak menunjukkan sikap lelah.

Sepanjang hari dia akan selalu bergerak kesana kemari, lompat, lari, guling

dan sebagainya. Hal ini sering membuat orang tua tidak sanggup meladeni

perilakunya.

5. Tanpa tujuan

Semua aktivitas dilakukan tanpa tujuan jelas. Seorang anak yang aktif

mempunyai tujuan yang jelas ketika melakukan sesuatu, misalnya: naik ke

(36)

manusia super, dan sebagainya. Sedangkan anak hiperaktif melakukannya

tanpa tujuan. Dia hanya naik turun kursi saja.

6. Tidak sabar dan usil

Anak dengan gangguan hiperaktivitas juga tidak memiliki sifat sabar. Tidak

mau menunggu giliran saat bermain bersama menjadi salah satu cirinya, maka

ketika dirinya ingin memainkan permainan yang sedang digunakan oleh

temannya seorang anak hiperaktif akan langsung merebut mainan itu. Anak

hiperaktif juga mempunyai kecenderungan bersikap usil terhadap teman–

temannya tanpa alasan yang jelas, seperti: memukul, mendorong dan lain

sebagainya, meskipun tidak ada pemicu yang harus membuat anak melakukan

hal seperti itu.

7. Intelektualitasnya rendah

Intelektualitas anak dengan gangguan hiperaktivitas pada umumnya berada

dibawah rata–rata anak normal. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh faktor

psikologis mental anak dengan kecenderungan hiperaktif yang sudah

terganggu sehingga berdampak pada ketidakmampuan anak untuk

menunjukkan kemampuan kreatifnya.

Pengertian anak hiperaktif menurut Seto Mulyadi dalam bukunya

“Mengatasi Problem Anak Sehari–hari” menjelaskan bahwa hiperaktif sebagai

suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan

sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya

(37)

Menurut Robb Flanagen (ADHD KIDS, 2005:1-2) dalam The Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorder (fourth edition), anak ADHD memiliki

gejala berikut:

1. Kurang perhatian (Inattention)

a. Tidak bisa memusatkan perhatian atau membuat kesalahan ceroboh dalam

kegiatan

b.Kesulitan mempertahankan perhatian pada tugas-tugas atau kegiatan

bermain

c. Tampak tidak mendengarkan ketika diajak bicara secara langsung

d.Tidak menyelesaikan tugas

e. Kesulitan dalam mengatur tugas dan kegiatan

f. Mudah terganggu oleh kebisingan

2. Hiperaktifitas

a. Suka memainkan tangan atau kaki atau mengeliat-geliat di tempat

duduknya

b.Tidak bisa duduk diam dan sering meninggalkan kursinya

c. Berjalan kemana-mana

d.Mengalami kesulitan untuk bermain dan terlibat dalam kegiatan dengan

tenang

e. Penuh energi dan bergerak secara konstan

f. Banyak berbicara

3. Impulsivitas

(38)

b. Kesulitan dalam menunggu giliran

c. Kalau mereka menginginkan sesuatu mereka akan menginginkannya saat

itu juga dan jika keinginannya terhalangi dia akan menangis serta

berteriak-teriak (Robb Flanagen. 2005:1-2).

Dalam buku Diagnostic And Statistical Manual of Mental disorders fifth

Edition (DSM-5) dijelaskan bahwa Attention-deficit disorder / hyperactivity

disorder (ADHD) adalah kurangnya perhatian dan / atau hiperaktif-impulsif yang

mengganggu fungsi atau pengembangan. kurangnya perhatian perilaku terwujud

dalam ADHD dalam bentuk suka berjalan keliling, kurang ketekunan, mengalami

kesulitan mempertahankan fokus, dan bersikap acuh tak acuh. Hiperaktif mengacu

aktivitas motorik yang berlebihan (seperti anak suka berjalan keliling) jika tidak

sesuai, atau gelisah berlebihan, pasif atau banyak bicara. Pada orang dewasa,

hiperaktif dapat bermanifestasi sebagai kegelisahan ekstrim dan orang lain

menjadi sasaran mereka.

Impulsif mengacu pada tindakan tergesa-gesa dan yang terjadi pada saat

itu tanpa pemikiran dan yang memiliki potensi untuk membahayakan individu.

Impulsif mencerminkan keinginan untuk mendapatkan perhatian khusus dan

ketidakmampuan untuk menahan diri ketika menginginkan sesuatu. Perilaku

impulsif dapat bermanifestasi membuat keputusan penting tanpa pertimbangan

konsekuensi jangka panjang.

ADHD dimulai di masa kanak-kanak. Beberapa gejala hadir sebelum usia

12 tahun menyampaikan pentingnya presentasi klinis substansial selama masa

(39)

kesulitan dalam membangun kerjasama masa kanak-kanak yang tepat secara

retrospektif (American Psychiatric Assosiation, 2013:61).

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) yang dalam bahasa

Indonesia disebut sebagai gangguan pemusatan perhatian dengan atau tanpa

hiperaktif (GPP/H) adalah gangguan mental yang mencakup tiga aspek, yaitu sulit

memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsivitas. Seseorang yang didiagnosis

ADHD memiliki ketidakseimbangan aktivitas neurotransmitter di daerah otak

yang mengenalikan perhatian. ADHD bukanlah suatu penyakit, melainkan

sekumpulan gejala yang dapat disebabkan oleh beragam penyakit dan gangguan

(Dayu, 2013: 11).

Berkenaan dengan ADHD ada juga gangguan kecerdasan yang berkaitan

dengannya yaitu down syndroma. Sri Rejeki Ekasari ketua Potads Yogya

menjelaskan down syndroma bukanlah penyakit, melainkan gangguan tumbuh

kembang anak karena hormonal. Pembelahan sel yang tidak sempurna menjadikan

anak penyandang down syndroma mengalami gangguan dalam pertumbuhan

kecerdasannya. Kecerdasan dan kemampuan anak dengan down syndroma yang

diterapi serta distimulasi secara baik dan benar tidak kalah dengan anak normal

pada umumnya (Koran Kedaulatan Rakyat).

Gambaran tentang anak hiperaktif dan down syndroma sebagaimana

diuraikan di atas memberikan pemahaman bersama untuk tidak memberikan label

negatif pada anak dengan dua kecenderungan tersebut. Pemahaman yang benar

atas kedua kondisi tersebut membantu orang tua dan para pendidik supaya

(40)

tersebut sejak dini sehingga mampu memberikan pendampingan yang tepat bagi

anak-anak hiperaktif dan down syndroma. Dengan demikian baik orang tua

maupun para pendidik di sekolah dapat membantu mereka untuk semakin

berkembang baik dalam perilaku maupun bidang–bidang lain baik di rumah

maupun di sekolah. Pendampingan yang tepat diharapkan mampu memenuhi

kebutuhan mereka akan masa–masa bermain dan belajar secara seimbang.

D. Kerjasama Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan

Pendidikan merupakan proses untuk memaksimalkan potensi yang terdapat

dalam diri siswa. Selain itu, pendidikan memiliki fungsi untuk mengembangkan

berbagai aspek kecerdasan dalam diri siswa, antara lain kecerdasan intelektual,

kecerdasan intrapersonal, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan

berbagai kecerdasan lainnya. Dalam proses siswa untuk memeroleh pendidikan

yang memadai bagi dirinya, banyak hal yang berpengaruh terhadap proses

berpendidikan tersebut, antara lain dipengaruhi oleh faktor guru dan faktor

keluarga.

Guru merupakan panutan, teladan, dan pemberi contoh terbaik yang

merupakan orang tua utama bagi siswa di lingkungan pendidikan. Secara formal,

guru membimbing dan memberikan transformasi keilmuan yang luas bagi siswa

untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan segala potensinya. Sedangkan

keluarga, merupakan lingkungan utama yang memengaruhi tumbuh kembangnya

(41)

pendidikan akan sangat dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga merupakan tempat

curhat utama bagi siswa untuk bertanya tentang pendidikan dan kehidupan.

Bentuk kerjasama yang dapat dilakukan antara orang tua dan pihak sekolah

adalah dengan saling memberikan informasi tentang perkembangan baik dari segi

akademik (rapor), kepribadian, dan cara bersosialisasi anak. Selain itu bentuk

kerjasama lain yang dilakukan orang tua dan pihak sekolah adalah dengan

mengadakan kunjungan ke rumah siswa (home visit), saling berdialog tentang

hal-hal yang berkaitan dengan anak sampai menemukan jalan keluar yang pasti.

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi paparan tentang jenis penelitian, subjek penelitian, metode

pengumpulan data, instrumen penelitian, tahap–tahap penelitian, sumber data,

teknik analisis data, dan studi kasus.

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini digunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode

studi kasus. Moleong (2013: 6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah

Penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai motode alamiah.

Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu

hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Dalam penelitian kulaitatif ini

metode yang biasa dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan menelaah

dokumen.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dimana

peneliti berusaha untuk mengetahui bagaimana kerjasama guru dan orang tua di

TK Pius X Magelang dalam memahami dan mengenali anak-anak hiperaktif serta

model pendampingan di sekolah dan di rumah seperti apa yang sesuai untuk

membantu perkembangan anak hiperaktif agar mereka berkembang secara utuh.

(43)

pertanyaan “how” (bagaimana) dan “why” (mengapa), serta pada tingkatan

tertentu juga menjawab pertanyaan “what” (apa/apakah), dalam kegiatan

penelitian.

Peneliti mengumpulkan data dan mendeskripsikan pola kerjasama guru dan

orang tua di TK Pius X Magelang dalam memahami dan mengenali anak-anak

hiperaktif serta model pendampingan di sekolah dan di rumah yang sesuai untuk

membantu perkembangan anak hiperaktif agar mereka berkembang secara utuh

sesuai dengan keadaan sebenarnya yang terjadi si lokasi penelitian tersebut.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah 1) orang tua, 2) kepala sekolah/guru di TK

Pius X Magelang dan 3) anak-anak hiperaktif (di sekolah ini terdapat 2 anak

hiperaktif). Selain orang tua kedua anak ini, kepala sekolah/ guru juga menjadi

subyek penelitian, karena mereka memiliki peran yang sangat penting dalam

mendampingi dan juga memberikan perhatian khusus bagi anak-anak hiperaktif.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode observasi, wawancara, dan trianggulasi.

1. Observasi

Melalui metode observasi peneliti terlibat secara langsung dan mengamati

(44)

peneliti ikut ambil bagian dalam mendampingi anak hiperaktif (Sugiyono,

2010: 310).

Menurut Patton dalam Nasution (1988), manfaat observasi adalah sebagai

berikut:

a. Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu mamahami

konteks data dalam keseluruhan situasi sosial. Jadi akan dapat diperoleh

pandangan yang holistik atau menyeluruh subyek yang diteliti.

b. Dengan observasi, akan diperoleh pengalaman langsung, sehingga

memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif. Dengan

demikian, peneliti tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan

sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan

penemuan atau discovery.

c. Dengan observasi, peneliti melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati

orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu karena

telah dianggap “biasa” dan karena itu tidak akan terungkapakan dalam

wawancara.

d. Dengan observasi, peneliti menemukan hal- hal yang sedianya tida akan

terungkap olehresponden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau

ingin ditutup – tutupi karena dapat merugikan mana lembaga.

e. Dalam obeservasi, peneliti menemukan hal – hal yang di luar persepsi

responden, sehingga peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih

(45)

f. Melalui pengamatan dilapangan, peneliti tidak hanya menemukan data

yang kaya, tetapi jua memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan

suasana situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2010: 313-314).

Obyek penelitian dalam penelitian kualitatif yang diobservasi menurut

Spradley dinamakan situasi sosial, yang terdiri atas tiga komponen yaitu

place (tempat), actor (pelaku), dan activities (aktivitas)

a. Place, atau tempat dimana interaksi dalam situasi sosial sedang

berlangsung. Dalam pendidikan, salah satu tempat yang dimaksud adalah

ruang kelas

b. Actor, pelaku atau orangorang yang sedang memainkan peran tertentu,

seperti guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua murid dan murid.

c. Activity, atau kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang

sedang berlangsung, seperti kegiatan belajar mengajar (Sugiyono, 2010:

314).

Metode observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia

dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain

panca indra yang lainnya yaitu telinga, penciuman, mulut, dan kulit (Yin,

2009). Suatu kegiatan pengamatan baru dikategorikan sebagai kegiatan

pengumpulan data penelitian apabila memilki kriteria sebagai berikut :

a. Pengamatan digunakan untuk penelitian dan telah direncanakan lebih

(46)

b. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah

ditetapkan.

c. Pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proposisi

umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu yang hanya menarik perhatian.

d. Pengamatan dapat diteliti dan dikontrol keabsahannya (Bungin, i.

2008:115).

Guba dan Lincoln (dalam Moleong 1981: 191-193) mengemukakan

observasi sebagai berikut:

a. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung.

Bukankah pengalaman adalah guru yang terbaik atau setelah melihat guru

baru percaya? Tampaknya pengalaman langsung merupakan alat yang

ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh

kurang meyakinkan, biasanya peneliti ingin menanyakannya kepada

subyek. Karena ia hendak memperoleh keyakinan tentang keabsahan data

tersebut, jalan yang ditempuhnya adalah mengamati sendiri yang berarti

mengalami secara langsung peristiwanya

b. Teknik pengamatan memungkinkan melihat dengan cermat dan mencatat

perilaku serta kejadian sebagaimana terjadi pada keadaan sebenarnya.

c. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jalan yang terbaik untuk

mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan

(47)

d. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami

situasi-situasi yang rumit. Terutama dalam pengamatan perilaku.

e. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak

memungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang bermanfaat

[image:47.595.99.518.160.737.2]

(Moleong. 2013: 174-175).

Tabel 1

Pertanyaan yang digunakan untuk observasi

(digunakan dalam pengamatan terhadap anak hiperaktif)

(menggunakan metode Moleong, 2003)

Aspek Pertanyaan – pertanyaan

1. Emosional a. Perilaku seperti apakah yang sering dilakukan

oleh anak-anak yang mengalami hiperaktif?

b. Apakah yang mereka lakukan ketika sedang

berada bersama dengan teman–temannya?

c. Apakah mereka sering mengganggu teman-

temannya di kelas dan seberapa sering mereka

melakukannya?

d. Apakah mereka sering marah-marah, mudah

tersinggung dengan teman atau lingkungannya?

2. Intelektual Apakah mereka bisa mengikuti proses pembelajaran

dengan baik?

3. Sosial a. Di lingkungan sekolah apakah anak-anak

hiperaktif bersikap ramah dan bersahabat dengan

teman bermain, guru, pendamping dan teman di

sekolah?

(48)

2. Wawancara

Selain melakukan observasi peneliti juga menggunakan metode

wawancara sebagai cara untuk mendapatkan data dan keterangan yang

diperlukan dalam penelitian ini subyek yang diwawancarai adalah orang tua,

kepala sekolah, guru pendamping dan psikolog yang mendampingi kedua

anak hiperaktif di TK Pius X Magelang.

Pada saat melakukan wawancara peneliti menggunakan buku catatan

untuk mencatat hal–hal yang penting dan recorder untuk merekam

pembicaraan. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee)

yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,2013: 186).

Wawancara menggunakan pedoman wawancara tidak berstruktur.

Pedoman wawancara tidak berstruktur adalah pedoman wawancara yang

hanya membuat garis besar hal yang akan ditanyakan. Dalam hal ini

kreatifitas pewawancara sangat diperlukan. Oleh karena itu pewawancara

perlu menciptakan suasana rileks agar data yang diperoleh obyektif dan dapat

dipercaya. Wawancara dapat dilaksanakan secara efektif, jika dalam kurun

waktu yang singkat dapat diperoleh data sebanyak–banyaknya (Arikunto,

2002: 202-203)

Susan Stainback (1988) mengemukakan bahwa: Inreviwing provides

the reseacher a means to gain a deeper understanding of how participant

(49)

alone. Jadi dengan wawancara, peneliti akan mengetahui halhal yang lebih

mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan

fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui obervasi

[image:49.595.107.514.198.746.2]

(Sugiyono, 2010: 318).

Tabel 2

Pedoman untuk wawancara (orang tua, guru, dan psikolog) (Menggunakan metode Moleong, 2003)

No Aspek – aspek Pertanyaan panduan

1 Emosional a. Perasaan apakah yang orang tua/guru alami setelah

mengetahui anak (didik)-nya mengalami hiperaktif ?

b. Perilaku seperti apakah yang mereka lihat dominan

pada anak-anak itu?

c. Bagaimanakah cara untuk mengurangi perilaku yang

dominan itu?

d. Bimbingan dan usaha seperti apakah yang

dilakukan orang tua dan guru dalam rangka

pendampingan kepada anak yang mengalami

hiperaktif?

e. Apakah orang tua dan guru sudah bekerjasama

dengan baik selama mendampingi anak hiperaktif ini

dan bentuk-bentuk kerjasama seperti apa yang sudah

dibuat?

2. Intelektual a. Apakah yang mereka lakukan ketika mengetahui ada

gejala hiperaktif pada anak-anak tersebut?

b. Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh pihak sekolah

dan orang tua agar anak-anak hiperaktif ini dapat

(50)

No Aspek – aspek Pertanyaan panduan

3. Sosial a. Bagaimana perilaku anak hiperaktif ketika sedang

bersama dengan banyak orang?

b. Apakah mereka memiliki teman dekat?

c. Usaha seperti apa yang akan orang tua dan guru

lakukan supaya anak hiperaktif mampu

bersosialisasi?

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk melakukan observasi dan

wawancara. Observasi dilakukan untuk melihat, mengamati, mengenal dan

mengetahui secara langsung perilaku apa saja yang dilakukan oleh anak yang

mengalami hiperaktif serta mengamati apa yang dilakukan oleh orang tuanya.

Instrumen penelitian yang digunakan untuk melakukan observasi dan wawancara

dirumuskan dalam tabel.

E. Tahap Tahap Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap pra lapangan dan tahap

pekerjaan lapangan (Moleong, 2013: 127-148).

1. Tahap Pra Lapangan

Tahap pra lapangan ini meliputi:

a. Menyusun rancangan penelitian dan melakukan pendekatan pada subyek

yang akan diteliti maupun sumber lain, menginformasikan topik

penelitian, membuat daftar pertanyaan, menentukan waktu dan wawancara

(51)

b. Memilih lapangan penelitian, yaitu bahwa peneliti akan meneliti orang tua,

anak-anak hiperaktif dan guru-guru di TK Pius X Magelang.

c. Mengurus perizinan

Peneliti meminta izin kepada kepala sekolah dan psikolog yang pernah

menangani kedua anak yang mengalami hiperaktif, baik melalui telepon

dan juga secara langsung untuk melakukan observasi dan wawancara.

d. Menjajaki dan menilai lapangan, yaitu peneliti tinggal di komunitas

terdekat untuk memudahkan observasi dan wawancara

e. Memilih dan memanfaatkan informan.

Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi mengenai situasi

dan kondisi subyek penelitian. Mereka adalah kepala sekolah, orang tua

dan psikolog yang pernah menangani anak-anak kedua subyek ini.

f. Penyiapkan perlengkapan penelitian

Peneliti menyiapkan perlengkapan yang akan digunakan dalam proses

penelitian antara lain: alat untuk merekam saat wawancara, buku catatan

dan alat tulis.

g. Persoalan etika penelitian.

Peneliti tetap menjaga rahasia berkenaan dengan hasil wawancara, menjalin

relasi dengan baik, menghargai dan menghormati sebagai pribadi.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap ini dilakukan saat peneliti mengumpulkan data penelitian secara

langsung di lapangan. Peneliti mewawancarai kepala sekolah, guru, orang tua

(52)

dilakukan sebanyak tiga kali menyesuaikan dengan waktu yang diberikan

oleh pihak sekolah dan psikolog.

F. Sumber Data

Sumber data berasal dari:

1. Observasi

2. Wawancara

3. Dokumen

G. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2010: 333-335), dalam penelitian kualitatif data

diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data

yang bermacam-macam (trianggulasi) dan dilakukan secara terus menerus. Belum

ada panduan alam penelitian kualitatif untuk menentukan berapa banyak data dan

analisis yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan atau teori, maka Nasution

megatakan bahwa:

Melakukan analisis merupakan pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya. Badan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda.

Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan (dalam Sugiyono:2010)

menyatakan bahwa “Analisis data adalah proses mencari dan menyususn secara

(53)

bahan lain, sehingga dapat dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang yang lain”.

Berdasaran hal tersebut di atas dapat dikemukakan di sini bahwa analisis

data adalah proses mencari dan menyusun secara sistemis data yang diperoleh dari

hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara

mengoganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan

yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri

sendiri maupun orang lain.

Analisis data kualitatif bersifat induktif yaitu suatu analisis berdasarkan

data yang diperoleh, selajutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau

menjadi hipotesis. Selanjutnya berdasar hipotesis tersebut dicarikan data lagi

secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis

tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan

data yang terkumpul secara berulang-ulang dengan teknik trianggulasi ternyata

hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.

H. Studi Kasus

Studi kasus biasanya digunakan untuk melacak peristiwa-peristiwa

kontemporer dan peristiwa-peristiwa yang bersangkutan tidak dapat dimanipulasi.

Studi kasus juga menjadi suatu metode penelitian ilmu-ilmu sosial serta

merupakan metode yang lebih sesuai untuk digunakan bila: (1) pokok pertanyaan

(54)

sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan (3)

bilamana fokus penelitian terletak pada pola kontemporer (masa kini) dalam

konteks kehidupan nyata. Karena itu studi kasus mendasarkan diri pada

teknik-teknik yang sama dengan kelasiman yang ada pada strategi historis, tetapi dengan

menambahkan dua sumber bukti yang biasanya tak termasuk dalam pilihan

sejarahwan, yaitu observasi dan wawancara sistematik. (Robert K, Yin.

2002:1:12)

Langkah-langkah Pelaksanaan Studi Kasus

Pokok-pokok keterampilan dalam melakukan studi kasus menurut Robert K. Yin

(2002:70) dijelaskan sebagai berikut:

1. Seseorang harus mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang baik dan

menginterpretasikan jawaban-jawabannya.

2. Seseorang harus menjadi ”pendengar” yang baik dan tak terperangkap oleh

ideologi atau prakonsepsinya sendiri.

3. Seseorang hendaknya mampu menyesuaikan diri dan fleksibel agar situasi

yang baru dialami dapat dipandang sebagai peluang dan bukan ancaman.

4. Seseorang harus memiliki daya tangkap yang kuat terhadap isu-isu yang akan

diteliti, apakah hal ini berupa orientasi teoritis atau kebijakan, ataupun bahkan

berbentuk eksploratoris. Daya tangkap seperti itu mengurangi

peristiwa-peristiwa yang relevan dan informasi yang harus dipilih ke arah proporsi yang

(55)

5. Seseorang harus tidak bias oleh anggapan-anggapan yang sudah ada

sebelumnya; termasuk anggapan-anggapan yang diturunkan dari teori. Karena

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi hasil observasi dan wawancara yang disusun berdasarkan

poin-poin panduan penelitian. Berdasarkan kode etik, nama subjek dalam studi

kasus ini disamarkan dan diberi kode inisial.

A. Subjek Penelitian

1. Subjek Observasi

1.1. Data Anak Subjek I (MJ)

Nama : MJ

Tempat/tanggal lahir : Magelang, 28 Juni 2008

Usia : 6 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Anak ke : 1 (satu)

Penampilan fisik : Kulit putih, rambut lurus, mata sipit, tinggi 83

cm, berat badan 30 kg.

Penampilan psikis : Tenang, murah senyum

1.2. Data Anak Subjek II (KA)

Nama : KA

Tempat/tanggal lahir : Magelang, 12 Juli 2007

(57)

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Katolik

Anak ke : 1 (satu) dari 2 (dua) bersaudara

Penampilan fisik : Kulit putih, rambut ikal, mata lebar, tinggi 95

cm, berat badan 36 kg.

Penampilan psikis : Pemalu, tampak seperti anak idiot

2. Subjek Wawancara

a. Data Kepala Sekolah

Nama : V. M. Sri Junarti S.Pd. AUD

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Ambarawa, 28 April 1961

Alamat sekolah : Jl. Tentara Pelajar 25 Magelang

Alamat rumah : Pandan Sari Barat Rt 03/ Rw 009 Mertoyudan -

Kabupaten Magelang

b. Data Orang Tua

b.1. Identitas orang tua MJ

Nama ayah : I

Tempat tanggal lahir : Magelang, 15 April 58

Nama ibu : T

Tempat tanggal lahir : Lampung, 27 Oktober 1975

Pekerjaan orang tua : Wiraswasta

(58)

b.2. Identitas orang tua KA

Nama ayah : J

Tempat tanggal lahir : Magelang, 25 Juli 1977

Nama ibu : S

Tempat tanggal lahir : Magelang, 1 April 1978

Pekerjaan Ayah : Swasta

Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga

Alamat rumah : Jl. Mangga II Kalinegoro

c. Data Psikolog

Nama : Theresia Arum Widinugraheni, M.Psi

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Semarang, 29 April 1979

Pekerjaan : Psikolog

NIP : 20070520021979

Alamat instansi : RSJ Prof. Dr. Soeroyo Jl. A. Yani Magelang

Alamat rumah : Jl. Watuwila VI G III/ 19 Ngalian Semarang

B. Observasi

1. Pelaksanaan Observasi

Observasi terhadap anak hiperaktif dilaksanakan pada Senin,

tanggal 16 Juni 2014 sampai dengan Kamis, tanggal 19 Juni 2014 di TK

Pius X Magelang. Peneliti menyiapkan beberapa catatan untuk

(59)

Gambar

Tabel 1 Pertanyaan yang digunakan untuk observasi
Tabel 2 Pedoman untuk wawancara (orang tua, guru, dan psikolog)

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Berat Awal dan Akhir Film didalam

The research finding is elaborat ed into the students’ capability in answering multiple choice questions of reading passage, the problem faced by the ninth grade students,

[r]

This study aims to identify species of birds as well as calculate species diversity, evenness type, and bird species dominance based on vertical strata of vegetation in

Dengan hormat, sehubungan dengan pelaksanaan sertifikasi guru jalur PLPG bagi guru-guru di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten/Kota Provinsi

(website), surat kabar, dan praktisi hukum sebagai data mengenai kedudukan dan peran dewan kehormatan advokat dalam penegakan kode etik advokat khususnya di Cabang Sleman

In this paper is focused on the manufacture of pneumatic systems and processes to obtained the rotation and voltage with aluminum for piston tube material, buoys made of

• Franchisor, yaitu pihak yang menjual atau meminjamkan hak dagangnya, atau merk dagangnya serta sebuah sistem bisnis untuk menjalankan..