KERJASAMA GURU DAN ORANG TUA
DALAM MENDAMPINGI ANAK-ANAK HIPERAKTIF
Studi Kasus Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang
Tahun Ajaran 2014/2015
A.M. Witantri Universitas Sanata Dharma
2015
Penelitian ini merupakan studi kasus tentang Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang Tahun Ajaran 2014/2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kerjasama antara guru dan orang tua dalam mendampingi anak hiperaktif. Pola kerjasama tersebut nampak dalam proses mengenali, memahami dan mendampingi anak hiperaktif sehingga mereka terbantu mengembangkan potensinya secara optimal.
Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini, sedangkan untuk menelusuri peristiwa-peristiwa kontemporer (yang terjadi pada masa kini) peneliti menggunakan studi kasus dengan mengamati pola kerjasama guru dan orang tua dalam pendampingan aktivitas, proses belajar dan bersosialisasi anak hiperaktif baik di dalam maupun di luar kelas berdasarkan aspek emosional, intelektual dan sosial. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, peneliti menggunakan metode observasi dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama guru dan orang tua di TK Pius X Magelang diwujudkan dengan saling memberikan informasi tentang perkembangan yang dialami anak, mengadakan pertemuan bersama untuk evaluasi tentang perkembangan anak, serta mengadakan homevisit sebagai tindak lanjut dalam proses pendampingan. Selain kerjasama tersebut pemberian penghargaan dalam bentuk token disadari sebagai salah satu metode yang sangat membantu anak yang memiliki kecenderungan hiperaktif. Metode ini sebagai motivasi agar anak semakin bertekun dan disiplin, sedangkan puzzle diberikan sebagai sarana untuk membuat mereka menjadi lebih fokus.
COOPERATION OF TEACHERS AND PARENTS
IN ACCOMPANYING HYPERACTIVE CHILDREN
Case Study of Hyperactive Children Education
in Kindergarten of Pius X Magelang
Academic Year 2014/2015
A.M. Witantri Sanata Dharma
2015
This research is a case study of hyperactive children education in kindergarten Pius X Magelang in Academic Year of 2014/2015. The purpose of this study is to determine the pattern of cooperation between teachers and parents in assisting hyperactive children. The cooperation pattern appears in the process of recognizing, understanding and assisting hyperactive children so they can be helped to develop their potential optimally.
Qualitative methods is used in this study, while to explore contemporary events (which occur at present) researcher use a case study examining the pattern of cooperation with teachers and parents in mentoring activities, learning and socializing hyperactive children both inside and outside the classroom based aspects of emotional, intellectual and social. To obtain the necessary data, researcher used the method of observation and interviews.
The results showed that the cooperation of teachers and parents in kindergarten of Pius X Magelang in mentoring hyperactive children has been running well. Cooperation exists between principals, teachers and parents with the help of a psychologist by means of sharing information about the development of hyperactive children both at home and at school.
The award is recognized as one of the methods that very helpfull to the children who have a tendency to hyperactivity while attending the learning process. Giving token is also a method that can be taken to give motivation they can be diligent and discipline, while the puzzle is given as a means to make them become more focused.
DALAM MENDAMPINGI ANAK-ANAK HIPERAKTIF Studi
Kasus Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang
Tahun Ajaran 2014/2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh:
A.M.Witantri
NIM : 101114065
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
KERJASAMA GURU DAN ORANG TUA
DALAM MENDAMPINGI ANAK-ANAK HIPERAKTIF Studi
Kasus Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang
Tahun Ajaran 2014/2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh:
A.M.Witantri
NIM : 101114065
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2015
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
YANG BENAR-BENAR SUKSES
ADALAH
IA YANG TELAH MELEWATI
PARADIGMA SUKSES DAN GAGAL
(Gobind Vasdev)
Skripsi ini saya persembahan kepada:
Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus
Yayasan Tarakanita Bapak dan Ibu tercinta
Program Studi Bimbingan dan Konseling USD
ABSTRAK
KERJASAMA GURU DAN ORANG TUA
DALAM MENDAMPINGI ANAK-ANAK HIPERAKTIF Studi
Kasus Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang
Tahun Ajaran 2014/2015
A.M. Witantri Universitas Sanata Dharma
2015
Penelitian ini merupakan studi kasus tentang Pendidikan Anak Hiperaktif di TK Pius X Magelang Tahun Ajaran 2014/2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kerjasama antara guru dan orang tua dalam mendampingi anak hiperaktif. Pola kerjasama tersebut nampak dalam proses mengenali, memahami dan mendampingi anak hiperaktif sehingga mereka terbantu mengembangkan potensinya secara optimal.
Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini, sedangkan untuk menelusuri peristiwa-peristiwa kontemporer (yang terjadi pada masa kini) peneliti menggunakan studi kasus dengan mengamati pola kerjasama guru dan orang tua dalam pendampingan aktivitas, proses belajar dan bersosialisasi anak hiperaktif baik di dalam maupun di luar kelas berdasarkan aspek emosional, intelektual dan sosial. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, peneliti menggunakan metode observasi dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama guru dan orang tua di TK Pius X Magelang diwujudkan dengan saling memberikan informasi tentang perkembangan yang dialami anak, mengadakan pertemuan bersama untuk evaluasi tentang perkembangan anak, serta mengadakan homevisit sebagai tindak lanjut dalam proses pendampingan. Selain kerjasama tersebut pemberian penghargaan dalam bentuk token disadari sebagai salah satu metode yang sangat membantu anak yang memiliki kecenderungan hiperaktif. Metode ini sebagai motivasi agar anak semakin bertekun dan disiplin, sedangkan puzzle diberikan sebagai sarana untuk membuat mereka menjadi lebih fokus.
Studi kasus ini menghasilkan temuan bahwa kerjasama guru dan orang tua, perhatian (afeksi) dan kesempatan bersosialisasi merupakan hal yang masih perlu dikembangkan dalam pendampingan anak dengan kecenderungan hiperaktif. Perhatian (afeksi) dimulai dari rumah, oleh karenanya Orang tua perlu memberikan perhatian, mendampingi belajar dan memberikan kesempatan bagi anak dengan kecenderungan hiperaktif untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Mengingat bahwa anak seusia taman kanak-kanak berada pada masa atau tahapan bermain, bersosialisasi dengan teman sebaya lewat permainan akan membantu mereka mampu mencapai tahap perkembangannya.
ABSTRACT
COOPERATION OF TEACHERS AND PARENTS
IN ACCOMPANYING HYPERACTIVE CHILDREN
Case Study of Hyperactive Children Education
in Kindergarten of Pius X Magelang
Academic Year 2014/2015
A.M. Witantri Sanata Dharma
2015
This research is a case study of hyperactive children education in kindergarten Pius X Magelang in Academic Year of 2014/2015. The purpose of this study is to determine the pattern of cooperation between teachers and parents in assisting hyperactive children. The cooperation pattern appears in the process of recognizing, understanding and assisting hyperactive children so they can be helped to develop their potential optimally.
Qualitative methods is used in this study, while to explore contemporary events (which occur at present) researcher use a case study examining the pattern of cooperation with teachers and parents in mentoring activities, learning and socializing hyperactive children both inside and outside the classroom based aspects of emotional, intellectual and social. To obtain the necessary data, researcher used the method of observation and interviews.
The results showed that the cooperation of teachers and parents in kindergarten of Pius X Magelang in mentoring hyperactive children has been running well. Cooperation exists between principals, teachers and parents with the help of a psychologist by means of sharing information about the development of hyperactive children both at home and at school.
The award is recognized as one of the methods that very helpfull to the children who have a tendency to hyperactivity while attending the learning process. Giving token is also a method that can be taken to give motivation they can be diligent and discipline, while the puzzle is given as a means to make them become more focused.
This case study produced the finding that attention (affection) and the opportunity to socialize are things that still need to be developed in assisting children with hyperactive tendencies. Attention (affection) starts at home, therefore the parents need to pay attention, accompanying learningand give opportunities to the children with hyperactive tendency to socialize with their environment. Concern that the children of kindergarten age are in a phase of playing, therefore to be socialized with their friends through playing will help them to reach the stage of development
Puji dan syukur kepada Allah Bapa yang telah menganugerahkan rahmat
kesehatan dan penyertaan-Nya selama proses menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan limpah terimakasih kepada Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo
Carolus Borromeus melalui Yayasan Tarakanita yang telah memberi saya kesempatan
untuk belajar.
Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan dari program studi Bimbingan dan Konseling,
Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skrisi ini tidak lepas dari
bimbingan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih secara tulus kepada:
1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma.
2. CB Mulyatno Pr selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan total telah
memberikan waktu, masukan, koreksi, serta motivasi kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Budi Sarwono yang telah membantu untuk menyelesaikan revisian
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membekali penulis dengan berbagai
ilmu pengetahuan yang sungguh sangat berguna bagi penulis.
5. Kepala Sekolah dan staf di TK Pius X Magelang.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………..ii
HALAMAN PENGESAHAN ……….iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……….iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………..v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA …………...vi
ABSTRAK ………...………...vii
ABSTRACK ……….………..……...…viii
KATA PENGANTAR ……….ix
DAFTAR ISI ………..………...………..xi
DAFTAR LAMPIRAN ………...………..xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah ………..1
B. Rumusan Masalah ………...6
C. Tujuan Penelitian ………...……….…7
D. Manfaat Hasil Penelitian ………...7
A. Perkembangan Anak ………...11
B. Pengertian Taman Kanak-kanak ……….…....16
C. Pengertian Hiperaktif ………..16
D. Kerjasama Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan ………23
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………25
B. Subjek Penelitian ………26
C. Metode Pengumpulan Data ……….29
D. Instrumen Penelitian ………33
E. Tahap-tahap Penelitian ………33
F. Sumber Data ………...35
G. Teknik Analisis Data ………..35
H. Studi Kasus ... 36
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Subjek Penelitian ……… ... 39
B. Observasi ... 41
C. Wawancara ... 46
D. Analisis Masalah ... 61
1. Sintesis ...61
2. Diagnosis dan prognosis ... 64
3. Treatment ...69
A. Kesimpulan ………...71
B. Saran ……….74
DAFTAR PUSTAKA ……….75
Lampiran I : Hari dan tanggal observasi
Lampiran II : Hasil observasi
Lampiran III : Hasil wawancara
Lampiran IV: Biodata subjek
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah yang mendeskripsikan mengenai
kejadian yang terjadi di lapangan. Selain itu pada bab ini juga dideskripsikan
mengenai perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat hasil penelitian.
A. Latar Belakang Masalah
Masa kanak-kanak merupakan fase yang sangat penting dan berharga,
karena merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia. Oleh
sebab itu masa anak sering disebut sebagai usia emas (golden age), karena pada
masa ini fisik dan otak anak sedang berada di dalam masa pertumbuhan
terbaiknya. Masa ini menjadi suatu peluang atau kesempatan besar dalam
pertumbuhan dan pembentukan pribadi seseorang.
Dalam perkembangan anak usia dini, usia 4-6 tahun adalah masa yang
sangat baik dalam pembentukan karakter dan kepribadian sesuai dengan keunikan
yang dimiliki masing-masing anak. Sebagian besar waktu anak dihabiskan
bersama keluarga, maka pendidikan di dalam keluarga menjadi sangat penting
serta mendasari proses pendidikan selanjutnya. Hal-hal positif dalam keluarga
akan membawa perkembangan yang positif bagi anak. Peran orang tua sangat
penting dalam pendidikan anak usia dini karena dari orang tua mereka
Menurut Andria Charles M.Psi, Psikolog anak dari Lembaga Psikologi
Terapan Universitas Indonesia orang tua perlu memberikan pendidikan dan contoh
yang baik bagi anak-anak mereka. Salah satu contoh yang perlu diberikan oleh
orang tua kepada anak adalah sopan santun yang ditampakkan dari tutur kata dan
perbuatan. Contoh konkret yang dapat diterapkan orang tua dalam mengajarkan
sopan santun antara lain: 1) mengajari anak meminjam barang teman dengan
permintaan yang baik, seperti: “bolehkah aku meminjam bukumu?”, 2)
mengucapkan terimakasih setelah menerima pertolongan atau menerima sesuatu,
3) mengucapkan maaf ketika menyadari telah melakukan kesalahan, 4) meminta
tolong ketika membutuhkan bantuan (Tjahjo, 2014: 48-50). Teladan perilaku baik
yang diperkenalkan kepada anak sejak usia di bawah tiga tahun akan berdampak
positif karena pada masa itu anak mudah sekali menyerap dan meniru perilaku dan
perkataan orang tuanya. Dalam hal ini orang tua mengambil peran sebagai role
model atau contoh nyata bagi anak usia dini melalui perilaku, tindakan dan
perkataan mereka.
Selain keluarga, pendidikan prasekolah yang sering disebut sebagai masa
taman kanak-kanak juga merupakan wadah pendampingan anak usia dini.
Pendidikan prasekolah merupakan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum
memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan luar
sekolah. Kegiatan pendampingan anak pada masa Taman Kanak-kanak mencakup
kegiatan pendidikan, penanaman nilai, sikap dan perilaku dalam kehidupan
anak-anak mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya melalui berbagai
bentuk permainan karena metode bermain sesuai dengan situasi anak dalam
rentang usia empat sampai enam tahun.
Pada usia taman kanak-kanak, anak pada umumnya sangat aktif. Mereka
seolah tidak memiliki rasa lelah ketika bermain serta mampu mengekspresikan
emosi secara terbuka. Seorang anak yang aktif umumnya menunjukkan sikap
tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak
hatinya). Muncul anggapan para pembimbing anak usia dini bahwa anak-anak
yang sangat aktif memiliki konsentrasi belajar yang rendah sehingga cenderung
mengalami kesulitan dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.
Menurut teori bimbingan dan konseling, upaya untuk mewujudkan
perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun individual,
harus sesuai dengan hakikat kemanusiaannya dengan berbagai potensi, kelebihan,
dan kekurangan, kelemahan serta permasalahannya (Erman Amti dan Prayitno.
1994: 1). Para pembimbing anak usia dini perlu memahami situasi dan kebutuhan
setiap anak agar proses pendampingan berjalan secara efektif.
Kerjasama orang tua dan guru sangat penting dalam proses pendampingan
anak. Kerjasama tersebut penting agar orang tua dan guru bisa saling berbagi
pemahaman terhadap situasi dan perkembangan anak baik di rumah maupun di
sekolah, serta menemukan model bimbingan yang sesuai dengan situasi dan
kebutuhan anak.
Perilaku siswa-siswi usia prasekolah saat ini beragam, salah satu
seolah-olah tidak memperhatikan pelajaran di kelas. Anak-anak tersebut biasanya
mengalami gangguan dalam perkembangannya yaitu gangguan hiperkinetik yang
secara luas di masyarakat disebut sebagai anak hiperaktif. Hiperaktif sebagai salah
satu bagian dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dikategorikan
pada gangguan yang memiliki ciri-ciri keaktifan yang berlebihan. Terhadap
kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah mengatur dan
mendidiknya.
Anak hiperaktif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian
(innatention) pada suatu obyek tertentu, tidak tenang, tidak bisa mengontrol diri,
banyak bicara tetapi ada juga yang pasif (diam), mengikuti kehendak sendiri
(impulsif) dan terlalu banyak beraktivitas fisik. Mereka membutuhkan rangsangan
khusus supaya perkembangan kognitif, sosial, emosi, perilaku dan motoriknya
dapat berjalan dengan baik (Anisa Renang Yulianti, dr. 2011:2). Untuk itulah
dibutuhkan suatu pendekatan untuk membantu anak-anak yang hiperaktif tersebut
supaya mereka dapat memaksimalkan potensi diri dan meningkatkan prestasinya.
Dewasa ini jumlah anak usia 4-6 tahun yang tergolong hiperaktif di
Indonesia cukup banyak. Menurut psikolog anak fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, MG Adiyanti, jumlah anak usia 4-6 tahun yang
tergolong hiperaktif mencapai 10% dari jumlah anak usia tersebut di Indonesia
(www.kesekolah.com diakses dari internet 9 Agustus 2014, pukul 21.15 WIB).
Di Asia jumlah anak hiperaktif berkisar antara 3-10%. Di Amerika,
hiperaktif di usia tersebut berkisar antara 2-8%. Di antara anak-anak usia tersebut,
sekitar 2% merupakan ADHD (Attention Defecit Hyperaktif Disorder) dengan
gejala sangat parah. Banyaknya anak yang tergolong hiperaktif menunjukkan
bahwa ada kemendesakan penelitian terhadap mereka demi pendampingan yang
lebih baik. Problem pendampingan kepada anak hiperaktif juga terkait dengan
banyaknya orang tua yang belum bisa menerima keadaan anak hiperaktif (Arga
Paternotte & Jan Buitelaar,2010: 9-10).
Pada tahun ajaran 2014/2015 terdapat dua anak hiperaktif di TK Pius X
Magelang. Anak hiperaktif merupakan anak yang memiliki kebutuhan khusus
sehingga keberadaan mereka menjadi perhatian kepala sekolah dan para guru
dalam upaya mereka membantu dan mendampingi anak dengan kecenderungan
ini. Bagi para pendidik di sekolah ini, anak hiperaktif juga memiliki hak yang
sama dengan anak lainnya dalam mendapatkan pendidikan dan pendampingan.
Selain itu anak hiperaktif juga memiliki banyak potensi yang dapat
dikembangkan. Oleh karena itulah para guru dan orang tua mengupayakan pola
kerjasama dalam mengupayakan pendampingan sesuai dengan situasi dan
kebutuhan anak berkebutuhan khusus ini. Anak-anak ini perlu diarahkan agar
dengan kekhususan yang dimiliki, mereka mampu meraih harapan dan
cita-citanya ke depan. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama dan komunikasi intensif
antara pihak sekolah dan orang tua untuk melihat perkembangan anak-anak
mereka.
Kerjasama pendampingan yang diupayakan bersama tersebut tidak terlepas
kesulitan ketika pemikiran dan pendapat kedua belah pihak tidak sejalan, sehingga
dibutuhkan waktu dan upaya dialog untuk menyelaraskannya. Salah satu contoh
kendala yang berpotensi menghambat kerjasama pendampingan adalah ketika
orang tua kurang konsekuen dengan kesepakatan yang dibuat dengan alasan
bahwa mereka tidak sabar menunggu hasil. Orang tua lebih senang melakukan
eksperimen dengan membawa anak dari satu psikolog ke psikolog yang lainnya
tanpa mau memahami bahwa perubahan atau perkembangan anak membutuhkan
proses. Situasi inilah yang membuat kepala sekolah dan para guru menyerahkan
semua keputusan kepada orang tua dengan resiko terjadi stagnasi dan
inkonsistensi dalam pendampingan anak.
Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut kerjasama orang tua dan guru di
TK Pius Magelang sebab hal ini dirasa sangat penting dalam pendampingan anak
hiperaktif. Berdasarkan prinsip bimbingan, dalam diri tiap anak terkandung
kebaikan-kebaikan. Setiap pribadi mempunyai potensi. Pendidikan adalah sarana
untuk membantu anak-anak untuk mengembangkan potensinya (Prayitno,
2004:218).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis menyusun rumusan
masalah berdasarkan prinsip pelaksanaan layanan (Prayitno, 2004:221-222)
sebagai berikut:
1. Apa bentuk kerjasama guru dan orang tua di TK Pius X Magelang dalam
2. Pendampingan di sekolah dan di rumah seperti apa yang sesuai untuk
membantu perkembangan anak hiperaktif agar mereka berkembang secara
utuh?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Memahami kerjasama guru dan orang tua dalam rangka mengenali dan
mendampingi anak-anak hiperaktif di TK Pius X Magelang.
2. Menemukan model pendampingan yang sesuai bagi anak-anak hiperaktif di
TK Pius X Magelang dengan mempertimbangkan situasi dan serta kebutuhan
mereka.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, dengan meneliti kerjasama guru dan orang tua dalam upaya
memahami dan memberikan bimbingan khusus kepada anak hiperaktif,
penelitian ini semakin membuka wawasan dan memberi sumbangan agar
program studi bimbingan dan konseling semakin mampu memberikan
bimbingan khusus kepada anak hiperaktif. Dengan demikian anak–anak
berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan dan pendampingan yang
sesuai dengan kebutuhan mereka untuk mencapai perkembangan yang utuh
2. Manfaat praktis
a. Bagi peneliti
Setelah memahami anak hiperaktif dan pentingnya kerjasama guru dan
orang tua dalam poses pendampingan anak, penulis memiliki pengalaman
baru untuk mendampingi dan memberikan bimbingan bagi anak
hiperaktif, orang tua dan guru mereka.
b. Bagi orang tua
Membantu orang tua membuka hati supaya terjalin komunikasi dan
kerjasama dengan guru sebagai pembimbing di sekolah agar orang tua
semakin mampu menerima kelebihan dan kekurangan anak mereka.
Dengan demikian orang tua semakin mampu mendampingi anak-anak
mereka demi perkembangan yang optimal sesuai bakat dan potensi yang
dimiliki.
c. Bagi guru (para pendidik dan pendamping)
Memberikan wawasan dan pengetahuan bahwa kerjasama antara guru dan
orang tua sangat penting dalam pendampingan khusus bagi anak-anak
hiperaktif.
d. Bagi anak hiperaktif
Dengan adanya penelitian ini, anak hiperaktif di TK Pius X Magelang
mendapatkan bimbingan yang lebih intensif dan komprehensif baik dari
3. Definisi Operasional
a . Masa perkembangan anak merupakan masa perubahan dan tumbuh
kembang seorang anak. Masa anak-anak mulai belajar untuk meraih,
mencengkeram dan memegang. Mereka juga belajar untuk merangkak,
berdiri dan berjalan. Dalam periode ini anak belajar untuk mengekplorasi
dan mengerti dunia mereka melalui perasaan dan juga aktivitas motorik..
Selama masa ini, anak anak kecil belajar semakin mandiri, belajar
menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya, Serta mulai belajar
membaca, menulis dan berhitung. Pada masa ini anak-anak memiliki
kebutuhan untuk mulai meniru apa yang mereka lihat serta yang terjadi
disekeliling mereka. Oleh sebab itu orang perlu memberikan contoh yang
baik dalam mendampingi anak-anak karena apapun yang mereka dengar
dan lihat akan mereka tiru.
b. Taman kanak-kanak merupakan pendidikan formal yang didalamnya
memberikan bimbingan dan pendampingan bagi anak usia 4-6 tahun. Di
masa ini anak-anak mulai belajar untuk berinteraksi, membentuk karakter
dan kepribadian anak sesuai dengan keunikan yang dimiliki
masing-masing anak melalui proses bermain. Oleh karena itu perlu proses
pembelajarannya perlu disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan mereka.
c. Anak hiperaktif menurut psikolog adalah anak yang tidak fokus, suka
berpindah-pindah tempat, impulsif (sibuk dengan urusannya sendiri),
yaitu anak hiperaktif dengan daya ingat rendah dan biasanya anak dengan
keadaan demikian cenderung pasif.
d. Kerjasama antara orang tua dan guru merupakan upaya untuk membantu
anak dalam mencapai tahapan perkembangan anak-anak hiperaktif.
Kerjasama ini dilakukan dengan cara berkomunikasi, berbagi informasi,
dan ikut serta dalam mendiskudikan masalah klinis yang sedang dialami
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini memuat landasan teori yang berkaitan dengan penelitian. Topik–
topik dalam bab ini adalah perkembangan anak, pengertian anak taman
kanak-kanak, pengertian anak hiperaktif, dan kerjasama orang tua dan guru dalam
pendidikan.
A. Perkembangan anak
Dunia anak merupakan dunia yang paling menyenangkan dan sungguh
memberikan suasana yang menggembirakan. Kalau kita mengamati anak–anak,
kita akan dapat melihat bahwa mereka adalah pribadi yang unik dan istimewa.
Masa kanak–kanak adalah suatu masa bagi mereka untuk belajar melihat dan
mengamati dunia sekitar mereka, selain itu di masa ini mereka juga belajar untuk
bersosialisasi dengan lingkungan dan teman–teman sebaya. Masa kanak-kanak
juga merupakan masa mereka bermain, berimajinasi, mengeksplorasi,
membangun rasa percaya serta rasa aman terhadap lingkungan sekitar mereka.
Di masa perkembangan anak, orang tua dituntut untuk sungguh–sungguh
memberikan dasar dan teladan hidup yang baik bagi mereka, karena di usia ini
anak akan dengan mudah menangkap dan merekam apa yang dikerjakan dan
diucapkan orang tua mereka. Dengan memupuk hubungan antara orang tua dan
anak serta mengasuh secara positif akan menciptakan suatu keseimbangan antara
dan unik, tetapi juga merasakan kebutuhan untuk meniru dan belajar dari orang
tua (Djiwandono, 2005: 3).
Anak-anak berusia 3 sampai 6 tahun mengalami perkembangan sangat
cepat dalam semua bidang. Badan anak bagian atas lebih lamban berkembangnya
dari pada bagian bawah. Anggota–anggota badan masih relatif pendek, kepala
relatif besar, perutnya masih besar dan ada gigi susu. Dalam usia prasekolah umur
3 sampai 6 tahun, anak-anak mulai menggunakan ketrampilan mereka untuk
berinteraksi dan mengerti dunia orang dan benda-benda. Mereka menemukan
siapa mereka, menentukan apa yang dapat mereka lakukan dan membentuk
perasaan tentang diri mereka sendiri (a sense of self). Ketrampilannya terus
bertambah, anak-anak prasekolah dapat ditarik keluar ke dalam dunia, pertama
bertujuan untuk otonomi dan mengontrol diri mereka sendiri dan yang lain, dan
kemudian menggunakan bahasa kognitif, motor, dan ketrampilan sosial untuk
mengumpulkan informasi tentang dunia. Jika sukses, anak-anak prasekolah
menggunakan informasi ini untuk menemukan cara baru dalam berpikir yang
lebih sehat, membuat keputusan dan memecahkan masalah (Djiwandono, 2005:
25).
Para ahli psikologi menggunakan sejumlah sebutan yang berbeda untuk
menguraikan ciri-ciri yang menonjol dari perkembangan anak selama tahun-tahun
awal masa kanak-kanak. Salah satu sebutan yang paling banyak digunakan adalah
usia kelompok, masa dimana anak-anak mempelajari dasar–dasar perilaku sosial
sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk
paling menonjol dalam periode ini adalah kecenderungan anak untuk meniru
pembicaraan dan tindakan orang lain. Oleh karena itu, periode ini juga dikenal
sebagai usia meniru. Meskipun kecenderungan ini tampak kuat, anak lebih
menunjukkan kreatifitas dalam bermain selama kanak-kanak dibanding
masa-masa lain dalam kehidupannya. Dengan alasan ini ahli psikologi juga menamakan
periode ini sebagai usia kreatif (Hurlock, 1980: 109).
Santrock (2012:18) dalam bukunya menjelaskan bahwa proses biologis,
kognitif dan sosioemosi yang saling mempengaruhi satu sama lain tersebut
menghasilkan periode-periode dalam masa hidup manusia. Periode perkembangan
merujuk pada suatu kerangka waktu dalam kehidupan seseorang yang ditandai
ciri-ciri tertentu. Agar gagasan–gagasan perkembangan dapat dijabarkan dengan
lebih teratur dan lebih mudah dimengerti, periode-periode perkembangan dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
a. Periode prakelahiran (prenatal period) adalah masa dari pembuahan hingga
kelahiran. Dalam periode ini terjadi pertumbuhan yang hebat sekali dari
sebuah sel tunggal hingga menjadi sebuah organisme lengkap yang memiliki
otak dan kapasitas untuk berperilaku. Periode ini berlangsung selama kurang
lebih sembilan bulan.
b. Masa bayi (infancy) adalah periode perkembangan yang dimulai sejak lahir
hingga usia 18 atau 24 bulan. Pada masa bayi, individu sangat bergantung
pada orang dewasa. Selama periode ini, banyak aktivitas psikologis yang
memasuki tahap awal misalnya bahasa, pikiran simbolis, koordinasi
c. Masa kanak-kanak (early childhood) adalah periode perkembangan yang
dimulai dari akhir masa bayi hingga usia sekitar 5 sampai 6 tahun. Periode ini
kadang kala disebut sebagai “tahun–tahun prasekolah.” Selama masa ini,
anak-anak kecil belajar untuk lebih mandiri dan merawat dirinya sendiri,
mengembangkan sejumlah ketrampilan kesiapan sekolah (mengikuti
instruksi, mengenali huruf) dan meluangkan banyak waktu untuk bermain
dengan kawan-kawan sebaya. Di sekolah, kelas satu sekolah dasar biasanya
menandai berakhirnya masa kanak–kanak awal.
d. Masa kanak-kanak pertengahan dan akhir (midlle and latechildhood) adalah
periode perkembangan yang berlangsung antara usia 6 sampai 11 tahun,
kurang lebih bersamaan dengan masa sekolah dasar. Pada periode ini, anak–
anak belajar menguasai ketrampilan–ketrampilan dasar seperti membaca,
menulis dan aritmatika. Secara formal, anak dihadapkan pada dunia yang
lebih luas beserta kebudayaannya. Prestasi menjadi sebuah tema yag lebih
sentral dalam dunia anak, bersamaan dengan ini kendali diri juga meningkat.
e. Masa remaja (adolesence) adalah periode transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai sekitar usia 10 sampai 12 tahun
dan berakhir pada usia 18 sampai 22 tahun. Remaja mulai mengalami
perubahan fisik yang cepat, terjadi peningkatan yang drastis dalam hal tinggi
dan berat tubuh, perubahan bentuk tubuh, serta perubahan karakteristik
seksual seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut kemaluan dan
wajah serta suara yang lebih dalam. Pada saat ini upaya untuk mencapai
mereka menjadi lebih logis, abstrak dan idealis. Mereka juga meluangkan
lebih banyak waktu di luar rumah.
f. Masa dewasa awal (early aduldhood) adalah periode perkembangan yang
dimulai pada awal usia 20-an sampai usia 30-an. Masa ini merupakan saat
untuk mencapai kemandirian pribadi dan ekonomi, perkembangan karier,
serta bagi sebagian besar orang adalah masa untuk memilih pasangan, belajar
untuk mengenal seseorang secara lebih dekat, mulai dari keluarga sendiri, dan
pengasuh anak.
g. Masa dewasa menengah (midlle adulthood) adalah periode perkembangan
yang berlangsung kurang lebih pada usia 40-an hingga usia 60. Ini
merupakan masa yang memperluas keterlibatan pribadi, sosial dan tanggung
jawab; untuk membantu generasi selanjutnya agar menjadi individu yang
kompeten dan matang; serta untuk meraih dan membina kepuasan karier.
h. Masa dewasa akhir (late adulthood) adalah periode perkembangan yang
dimulai pada usia 60-an atau 70-an hingga saat kematian. Masa ini
merupakan masa untuk meninjau hidup yang sudah dijalani, pensiun dan
menyesuaikan diri terhadap peran–peran sosial yang baru sesuai menurunnya
kekuatan dan kesehatan.
i. Masa dewasa akhir merupakan rentang terpanjang diseluruh periode
perkembangan dan sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya jumlah orang
yang hidup diusia ini meningkat secara dramatis. Akibatnya para ahli
perbedaan yang muncul dimasa dewasa akhir (Scheibe, Feund, & Baltes,
2007).
B. Pengertian Anak Taman Kanak-Kanak
Pendidikan Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan
anak usia dini (PAUD) yang memilki peran penting dalam membentuk
kepribadian anak usia 4-6 tahun serta membantu mereka untuk mempersiapkan
diri memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.
Pendidikan Taman Kanak-kanak ini bertujuan untuk membantu meletakkan
dasar kearah perkembangan sikap pengetahuan, ketrampilan dan daya cipta yang
sangat diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dan untuk pertumbuhan tingkat penalaran anak didik serta
perkembangan selanjutnya.
Pendidikan Taman Kanak-kanak juga merupakan wadah untuk membantu
pertumbuhan jasmani dan rohani anak-anak didik sesuai sifat-sifat alami yang
dimiliki oleh anak, oleh karena itu maka pendidikan taman kanak-kanak harus
memberikan peluang agar anak-anak dapat berkembang seluruh aspek
kepribadiannya melalui proses bermain, karena bermain merupakan prinsip yang
melekat pada kodrat anak.
C. Pengertian Hiperaktif
Menurut Hermawan dalam tulisannya di tabloid Nakita mengungkapkan
normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu
memusatkan perhatian. Hiperaktif merupakan turunan dari Attention Deficit
Hiperactifity Disorder atau ADHD (Nakita.2010)
Psikolog dari Klinik Empati Development Center Jakarta ini berpendapat
bahwa gangguan ini disebabkan oleh kerusakan kecil pada sistem saraf pusat otak
sehingga rentang konsentrasi penderita menjadi pendek dan sulit dikendalikan.
Penyebab lain adalah: temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi otak,
serta epilepsi. Bisa juga kondisi gangguan di kepala, seperti gegar otak, trauma
kepala karena persalinan atau pernah terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk dan
alegi makanan. Adapun ciri–ciri hiperaktif menurut Sani Budiantini Hermawan
(2010) adalah sebagai berikut:
1. Tidak Fokus
Anak dengan gangguan hiperaktif tidak bisa berkonsentrasi lebih dari lima
menit. Dengan kata lain, ia tidak bisa diam dalam waktu lama dan mudah
teralihkan perhatiannya kepada hal lain. Dia berbicara semaunya berdasarkan
apa yang ingin diutarakan tanpa ada maksud jelas sehingga kalimatnya sering
kali sulit dipahami. Demikian pula pola interaksinya dengan orang lain.
Biasanya yang bersangkutan selalu cuek (tidak peduli) saat dipanggil sehingga
orang tua sering mengeluh bahwa anaknya pura-pura tidak mendengar.
Dengan perilaku seperti ini, anak cenderung tidak mampu melakukan
2. Menentang
Anak dengan gangguan hiperaktivitas umumnya memiliki sikap menentang/
pembangkang atau tidak mau dinasihati. Penolakannya juga bisa
ditunjukannya dengan sikap cuek.
3. Destruktif
Perilakunya anak dengan gangguan hiperaktivitas bersifat destruktif atau
merusak, misalnya ketika menyusun lego anak aktif akan menyelesaikannya
dengan baik sampai lego tersusun rapi. Sebaliknya anak hiperktif pada
umumnya tidak menyelesaikannya bahkan menghancurkan mainan lego yang
sudah tersusun rapi. Kecenderungan anak untuk menghancurkan
barang-barang yang ada di rumah, seperti: vas atau pajangan lainnya juga sangat
besar. Oleh sebab itu, anak hiperaktif sebaiknya dijauhkan dari barang yang
mudah dipegang dan mudah rusak.
4. Tak kenal lelah
Anak dengan gangguan hiperaktivitas sering tidak menunjukkan sikap lelah.
Sepanjang hari dia akan selalu bergerak kesana kemari, lompat, lari, guling
dan sebagainya. Hal ini sering membuat orang tua tidak sanggup meladeni
perilakunya.
5. Tanpa tujuan
Semua aktivitas dilakukan tanpa tujuan jelas. Seorang anak yang aktif
mempunyai tujuan yang jelas ketika melakukan sesuatu, misalnya: naik ke
manusia super, dan sebagainya. Sedangkan anak hiperaktif melakukannya
tanpa tujuan. Dia hanya naik turun kursi saja.
6. Tidak sabar dan usil
Anak dengan gangguan hiperaktivitas juga tidak memiliki sifat sabar. Tidak
mau menunggu giliran saat bermain bersama menjadi salah satu cirinya, maka
ketika dirinya ingin memainkan permainan yang sedang digunakan oleh
temannya seorang anak hiperaktif akan langsung merebut mainan itu. Anak
hiperaktif juga mempunyai kecenderungan bersikap usil terhadap teman–
temannya tanpa alasan yang jelas, seperti: memukul, mendorong dan lain
sebagainya, meskipun tidak ada pemicu yang harus membuat anak melakukan
hal seperti itu.
7. Intelektualitasnya rendah
Intelektualitas anak dengan gangguan hiperaktivitas pada umumnya berada
dibawah rata–rata anak normal. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh faktor
psikologis mental anak dengan kecenderungan hiperaktif yang sudah
terganggu sehingga berdampak pada ketidakmampuan anak untuk
menunjukkan kemampuan kreatifnya.
Pengertian anak hiperaktif menurut Seto Mulyadi dalam bukunya
“Mengatasi Problem Anak Sehari–hari” menjelaskan bahwa hiperaktif sebagai
suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan
sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya
Menurut Robb Flanagen (ADHD KIDS, 2005:1-2) dalam The Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder (fourth edition), anak ADHD memiliki
gejala berikut:
1. Kurang perhatian (Inattention)
a. Tidak bisa memusatkan perhatian atau membuat kesalahan ceroboh dalam
kegiatan
b.Kesulitan mempertahankan perhatian pada tugas-tugas atau kegiatan
bermain
c. Tampak tidak mendengarkan ketika diajak bicara secara langsung
d.Tidak menyelesaikan tugas
e. Kesulitan dalam mengatur tugas dan kegiatan
f. Mudah terganggu oleh kebisingan
2. Hiperaktifitas
a. Suka memainkan tangan atau kaki atau mengeliat-geliat di tempat
duduknya
b.Tidak bisa duduk diam dan sering meninggalkan kursinya
c. Berjalan kemana-mana
d.Mengalami kesulitan untuk bermain dan terlibat dalam kegiatan dengan
tenang
e. Penuh energi dan bergerak secara konstan
f. Banyak berbicara
3. Impulsivitas
b. Kesulitan dalam menunggu giliran
c. Kalau mereka menginginkan sesuatu mereka akan menginginkannya saat
itu juga dan jika keinginannya terhalangi dia akan menangis serta
berteriak-teriak (Robb Flanagen. 2005:1-2).
Dalam buku Diagnostic And Statistical Manual of Mental disorders fifth
Edition (DSM-5) dijelaskan bahwa Attention-deficit disorder / hyperactivity
disorder (ADHD) adalah kurangnya perhatian dan / atau hiperaktif-impulsif yang
mengganggu fungsi atau pengembangan. kurangnya perhatian perilaku terwujud
dalam ADHD dalam bentuk suka berjalan keliling, kurang ketekunan, mengalami
kesulitan mempertahankan fokus, dan bersikap acuh tak acuh. Hiperaktif mengacu
aktivitas motorik yang berlebihan (seperti anak suka berjalan keliling) jika tidak
sesuai, atau gelisah berlebihan, pasif atau banyak bicara. Pada orang dewasa,
hiperaktif dapat bermanifestasi sebagai kegelisahan ekstrim dan orang lain
menjadi sasaran mereka.
Impulsif mengacu pada tindakan tergesa-gesa dan yang terjadi pada saat
itu tanpa pemikiran dan yang memiliki potensi untuk membahayakan individu.
Impulsif mencerminkan keinginan untuk mendapatkan perhatian khusus dan
ketidakmampuan untuk menahan diri ketika menginginkan sesuatu. Perilaku
impulsif dapat bermanifestasi membuat keputusan penting tanpa pertimbangan
konsekuensi jangka panjang.
ADHD dimulai di masa kanak-kanak. Beberapa gejala hadir sebelum usia
12 tahun menyampaikan pentingnya presentasi klinis substansial selama masa
kesulitan dalam membangun kerjasama masa kanak-kanak yang tepat secara
retrospektif (American Psychiatric Assosiation, 2013:61).
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) yang dalam bahasa
Indonesia disebut sebagai gangguan pemusatan perhatian dengan atau tanpa
hiperaktif (GPP/H) adalah gangguan mental yang mencakup tiga aspek, yaitu sulit
memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsivitas. Seseorang yang didiagnosis
ADHD memiliki ketidakseimbangan aktivitas neurotransmitter di daerah otak
yang mengenalikan perhatian. ADHD bukanlah suatu penyakit, melainkan
sekumpulan gejala yang dapat disebabkan oleh beragam penyakit dan gangguan
(Dayu, 2013: 11).
Berkenaan dengan ADHD ada juga gangguan kecerdasan yang berkaitan
dengannya yaitu down syndroma. Sri Rejeki Ekasari ketua Potads Yogya
menjelaskan down syndroma bukanlah penyakit, melainkan gangguan tumbuh
kembang anak karena hormonal. Pembelahan sel yang tidak sempurna menjadikan
anak penyandang down syndroma mengalami gangguan dalam pertumbuhan
kecerdasannya. Kecerdasan dan kemampuan anak dengan down syndroma yang
diterapi serta distimulasi secara baik dan benar tidak kalah dengan anak normal
pada umumnya (Koran Kedaulatan Rakyat).
Gambaran tentang anak hiperaktif dan down syndroma sebagaimana
diuraikan di atas memberikan pemahaman bersama untuk tidak memberikan label
negatif pada anak dengan dua kecenderungan tersebut. Pemahaman yang benar
atas kedua kondisi tersebut membantu orang tua dan para pendidik supaya
tersebut sejak dini sehingga mampu memberikan pendampingan yang tepat bagi
anak-anak hiperaktif dan down syndroma. Dengan demikian baik orang tua
maupun para pendidik di sekolah dapat membantu mereka untuk semakin
berkembang baik dalam perilaku maupun bidang–bidang lain baik di rumah
maupun di sekolah. Pendampingan yang tepat diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan mereka akan masa–masa bermain dan belajar secara seimbang.
D. Kerjasama Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan
Pendidikan merupakan proses untuk memaksimalkan potensi yang terdapat
dalam diri siswa. Selain itu, pendidikan memiliki fungsi untuk mengembangkan
berbagai aspek kecerdasan dalam diri siswa, antara lain kecerdasan intelektual,
kecerdasan intrapersonal, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan
berbagai kecerdasan lainnya. Dalam proses siswa untuk memeroleh pendidikan
yang memadai bagi dirinya, banyak hal yang berpengaruh terhadap proses
berpendidikan tersebut, antara lain dipengaruhi oleh faktor guru dan faktor
keluarga.
Guru merupakan panutan, teladan, dan pemberi contoh terbaik yang
merupakan orang tua utama bagi siswa di lingkungan pendidikan. Secara formal,
guru membimbing dan memberikan transformasi keilmuan yang luas bagi siswa
untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan segala potensinya. Sedangkan
keluarga, merupakan lingkungan utama yang memengaruhi tumbuh kembangnya
pendidikan akan sangat dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga merupakan tempat
curhat utama bagi siswa untuk bertanya tentang pendidikan dan kehidupan.
Bentuk kerjasama yang dapat dilakukan antara orang tua dan pihak sekolah
adalah dengan saling memberikan informasi tentang perkembangan baik dari segi
akademik (rapor), kepribadian, dan cara bersosialisasi anak. Selain itu bentuk
kerjasama lain yang dilakukan orang tua dan pihak sekolah adalah dengan
mengadakan kunjungan ke rumah siswa (home visit), saling berdialog tentang
hal-hal yang berkaitan dengan anak sampai menemukan jalan keluar yang pasti.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi paparan tentang jenis penelitian, subjek penelitian, metode
pengumpulan data, instrumen penelitian, tahap–tahap penelitian, sumber data,
teknik analisis data, dan studi kasus.
A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini digunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode
studi kasus. Moleong (2013: 6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah
Penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai motode alamiah.
Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu
hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Dalam penelitian kulaitatif ini
metode yang biasa dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan menelaah
dokumen.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dimana
peneliti berusaha untuk mengetahui bagaimana kerjasama guru dan orang tua di
TK Pius X Magelang dalam memahami dan mengenali anak-anak hiperaktif serta
model pendampingan di sekolah dan di rumah seperti apa yang sesuai untuk
membantu perkembangan anak hiperaktif agar mereka berkembang secara utuh.
pertanyaan “how” (bagaimana) dan “why” (mengapa), serta pada tingkatan
tertentu juga menjawab pertanyaan “what” (apa/apakah), dalam kegiatan
penelitian.
Peneliti mengumpulkan data dan mendeskripsikan pola kerjasama guru dan
orang tua di TK Pius X Magelang dalam memahami dan mengenali anak-anak
hiperaktif serta model pendampingan di sekolah dan di rumah yang sesuai untuk
membantu perkembangan anak hiperaktif agar mereka berkembang secara utuh
sesuai dengan keadaan sebenarnya yang terjadi si lokasi penelitian tersebut.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah 1) orang tua, 2) kepala sekolah/guru di TK
Pius X Magelang dan 3) anak-anak hiperaktif (di sekolah ini terdapat 2 anak
hiperaktif). Selain orang tua kedua anak ini, kepala sekolah/ guru juga menjadi
subyek penelitian, karena mereka memiliki peran yang sangat penting dalam
mendampingi dan juga memberikan perhatian khusus bagi anak-anak hiperaktif.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode observasi, wawancara, dan trianggulasi.
1. Observasi
Melalui metode observasi peneliti terlibat secara langsung dan mengamati
peneliti ikut ambil bagian dalam mendampingi anak hiperaktif (Sugiyono,
2010: 310).
Menurut Patton dalam Nasution (1988), manfaat observasi adalah sebagai
berikut:
a. Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu mamahami
konteks data dalam keseluruhan situasi sosial. Jadi akan dapat diperoleh
pandangan yang holistik atau menyeluruh subyek yang diteliti.
b. Dengan observasi, akan diperoleh pengalaman langsung, sehingga
memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif. Dengan
demikian, peneliti tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan
sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan
penemuan atau discovery.
c. Dengan observasi, peneliti melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati
orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu karena
telah dianggap “biasa” dan karena itu tidak akan terungkapakan dalam
wawancara.
d. Dengan observasi, peneliti menemukan hal- hal yang sedianya tida akan
terungkap olehresponden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau
ingin ditutup – tutupi karena dapat merugikan mana lembaga.
e. Dalam obeservasi, peneliti menemukan hal – hal yang di luar persepsi
responden, sehingga peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih
f. Melalui pengamatan dilapangan, peneliti tidak hanya menemukan data
yang kaya, tetapi jua memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan
suasana situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2010: 313-314).
Obyek penelitian dalam penelitian kualitatif yang diobservasi menurut
Spradley dinamakan situasi sosial, yang terdiri atas tiga komponen yaitu
place (tempat), actor (pelaku), dan activities (aktivitas)
a. Place, atau tempat dimana interaksi dalam situasi sosial sedang
berlangsung. Dalam pendidikan, salah satu tempat yang dimaksud adalah
ruang kelas
b. Actor, pelaku atau orang–orang yang sedang memainkan peran tertentu,
seperti guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua murid dan murid.
c. Activity, atau kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang
sedang berlangsung, seperti kegiatan belajar mengajar (Sugiyono, 2010:
314).
Metode observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia
dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain
panca indra yang lainnya yaitu telinga, penciuman, mulut, dan kulit (Yin,
2009). Suatu kegiatan pengamatan baru dikategorikan sebagai kegiatan
pengumpulan data penelitian apabila memilki kriteria sebagai berikut :
a. Pengamatan digunakan untuk penelitian dan telah direncanakan lebih
b. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan.
c. Pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proposisi
umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu yang hanya menarik perhatian.
d. Pengamatan dapat diteliti dan dikontrol keabsahannya (Bungin, i.
2008:115).
Guba dan Lincoln (dalam Moleong 1981: 191-193) mengemukakan
observasi sebagai berikut:
a. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung.
Bukankah pengalaman adalah guru yang terbaik atau setelah melihat guru
baru percaya? Tampaknya pengalaman langsung merupakan alat yang
ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh
kurang meyakinkan, biasanya peneliti ingin menanyakannya kepada
subyek. Karena ia hendak memperoleh keyakinan tentang keabsahan data
tersebut, jalan yang ditempuhnya adalah mengamati sendiri yang berarti
mengalami secara langsung peristiwanya
b. Teknik pengamatan memungkinkan melihat dengan cermat dan mencatat
perilaku serta kejadian sebagaimana terjadi pada keadaan sebenarnya.
c. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jalan yang terbaik untuk
mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan
d. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami
situasi-situasi yang rumit. Terutama dalam pengamatan perilaku.
e. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak
memungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang bermanfaat
[image:47.595.99.518.160.737.2](Moleong. 2013: 174-175).
Tabel 1
Pertanyaan yang digunakan untuk observasi
(digunakan dalam pengamatan terhadap anak hiperaktif)
(menggunakan metode Moleong, 2003)
Aspek Pertanyaan – pertanyaan
1. Emosional a. Perilaku seperti apakah yang sering dilakukan
oleh anak-anak yang mengalami hiperaktif?
b. Apakah yang mereka lakukan ketika sedang
berada bersama dengan teman–temannya?
c. Apakah mereka sering mengganggu teman-
temannya di kelas dan seberapa sering mereka
melakukannya?
d. Apakah mereka sering marah-marah, mudah
tersinggung dengan teman atau lingkungannya?
2. Intelektual Apakah mereka bisa mengikuti proses pembelajaran
dengan baik?
3. Sosial a. Di lingkungan sekolah apakah anak-anak
hiperaktif bersikap ramah dan bersahabat dengan
teman bermain, guru, pendamping dan teman di
sekolah?
2. Wawancara
Selain melakukan observasi peneliti juga menggunakan metode
wawancara sebagai cara untuk mendapatkan data dan keterangan yang
diperlukan dalam penelitian ini subyek yang diwawancarai adalah orang tua,
kepala sekolah, guru pendamping dan psikolog yang mendampingi kedua
anak hiperaktif di TK Pius X Magelang.
Pada saat melakukan wawancara peneliti menggunakan buku catatan
untuk mencatat hal–hal yang penting dan recorder untuk merekam
pembicaraan. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,2013: 186).
Wawancara menggunakan pedoman wawancara tidak berstruktur.
Pedoman wawancara tidak berstruktur adalah pedoman wawancara yang
hanya membuat garis besar hal yang akan ditanyakan. Dalam hal ini
kreatifitas pewawancara sangat diperlukan. Oleh karena itu pewawancara
perlu menciptakan suasana rileks agar data yang diperoleh obyektif dan dapat
dipercaya. Wawancara dapat dilaksanakan secara efektif, jika dalam kurun
waktu yang singkat dapat diperoleh data sebanyak–banyaknya (Arikunto,
2002: 202-203)
Susan Stainback (1988) mengemukakan bahwa: Inreviwing provides
the reseacher a means to gain a deeper understanding of how participant
alone. Jadi dengan wawancara, peneliti akan mengetahui hal–hal yang lebih
mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan
fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui obervasi
[image:49.595.107.514.198.746.2](Sugiyono, 2010: 318).
Tabel 2
Pedoman untuk wawancara (orang tua, guru, dan psikolog) (Menggunakan metode Moleong, 2003)
No Aspek – aspek Pertanyaan panduan
1 Emosional a. Perasaan apakah yang orang tua/guru alami setelah
mengetahui anak (didik)-nya mengalami hiperaktif ?
b. Perilaku seperti apakah yang mereka lihat dominan
pada anak-anak itu?
c. Bagaimanakah cara untuk mengurangi perilaku yang
dominan itu?
d. Bimbingan dan usaha seperti apakah yang
dilakukan orang tua dan guru dalam rangka
pendampingan kepada anak yang mengalami
hiperaktif?
e. Apakah orang tua dan guru sudah bekerjasama
dengan baik selama mendampingi anak hiperaktif ini
dan bentuk-bentuk kerjasama seperti apa yang sudah
dibuat?
2. Intelektual a. Apakah yang mereka lakukan ketika mengetahui ada
gejala hiperaktif pada anak-anak tersebut?
b. Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh pihak sekolah
dan orang tua agar anak-anak hiperaktif ini dapat
No Aspek – aspek Pertanyaan panduan
3. Sosial a. Bagaimana perilaku anak hiperaktif ketika sedang
bersama dengan banyak orang?
b. Apakah mereka memiliki teman dekat?
c. Usaha seperti apa yang akan orang tua dan guru
lakukan supaya anak hiperaktif mampu
bersosialisasi?
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk melakukan observasi dan
wawancara. Observasi dilakukan untuk melihat, mengamati, mengenal dan
mengetahui secara langsung perilaku apa saja yang dilakukan oleh anak yang
mengalami hiperaktif serta mengamati apa yang dilakukan oleh orang tuanya.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk melakukan observasi dan wawancara
dirumuskan dalam tabel.
E. Tahap Tahap Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap pra lapangan dan tahap
pekerjaan lapangan (Moleong, 2013: 127-148).
1. Tahap Pra Lapangan
Tahap pra lapangan ini meliputi:
a. Menyusun rancangan penelitian dan melakukan pendekatan pada subyek
yang akan diteliti maupun sumber lain, menginformasikan topik
penelitian, membuat daftar pertanyaan, menentukan waktu dan wawancara
b. Memilih lapangan penelitian, yaitu bahwa peneliti akan meneliti orang tua,
anak-anak hiperaktif dan guru-guru di TK Pius X Magelang.
c. Mengurus perizinan
Peneliti meminta izin kepada kepala sekolah dan psikolog yang pernah
menangani kedua anak yang mengalami hiperaktif, baik melalui telepon
dan juga secara langsung untuk melakukan observasi dan wawancara.
d. Menjajaki dan menilai lapangan, yaitu peneliti tinggal di komunitas
terdekat untuk memudahkan observasi dan wawancara
e. Memilih dan memanfaatkan informan.
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi mengenai situasi
dan kondisi subyek penelitian. Mereka adalah kepala sekolah, orang tua
dan psikolog yang pernah menangani anak-anak kedua subyek ini.
f. Penyiapkan perlengkapan penelitian
Peneliti menyiapkan perlengkapan yang akan digunakan dalam proses
penelitian antara lain: alat untuk merekam saat wawancara, buku catatan
dan alat tulis.
g. Persoalan etika penelitian.
Peneliti tetap menjaga rahasia berkenaan dengan hasil wawancara, menjalin
relasi dengan baik, menghargai dan menghormati sebagai pribadi.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini dilakukan saat peneliti mengumpulkan data penelitian secara
langsung di lapangan. Peneliti mewawancarai kepala sekolah, guru, orang tua
dilakukan sebanyak tiga kali menyesuaikan dengan waktu yang diberikan
oleh pihak sekolah dan psikolog.
F. Sumber Data
Sumber data berasal dari:
1. Observasi
2. Wawancara
3. Dokumen
G. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2010: 333-335), dalam penelitian kualitatif data
diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data
yang bermacam-macam (trianggulasi) dan dilakukan secara terus menerus. Belum
ada panduan alam penelitian kualitatif untuk menentukan berapa banyak data dan
analisis yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan atau teori, maka Nasution
megatakan bahwa:
Melakukan analisis merupakan pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya. Badan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda.
Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan (dalam Sugiyono:2010)
menyatakan bahwa “Analisis data adalah proses mencari dan menyususn secara
bahan lain, sehingga dapat dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang yang lain”.
Berdasaran hal tersebut di atas dapat dikemukakan di sini bahwa analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistemis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara
mengoganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri
sendiri maupun orang lain.
Analisis data kualitatif bersifat induktif yaitu suatu analisis berdasarkan
data yang diperoleh, selajutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau
menjadi hipotesis. Selanjutnya berdasar hipotesis tersebut dicarikan data lagi
secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis
tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan
data yang terkumpul secara berulang-ulang dengan teknik trianggulasi ternyata
hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.
H. Studi Kasus
Studi kasus biasanya digunakan untuk melacak peristiwa-peristiwa
kontemporer dan peristiwa-peristiwa yang bersangkutan tidak dapat dimanipulasi.
Studi kasus juga menjadi suatu metode penelitian ilmu-ilmu sosial serta
merupakan metode yang lebih sesuai untuk digunakan bila: (1) pokok pertanyaan
sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan (3)
bilamana fokus penelitian terletak pada pola kontemporer (masa kini) dalam
konteks kehidupan nyata. Karena itu studi kasus mendasarkan diri pada
teknik-teknik yang sama dengan kelasiman yang ada pada strategi historis, tetapi dengan
menambahkan dua sumber bukti yang biasanya tak termasuk dalam pilihan
sejarahwan, yaitu observasi dan wawancara sistematik. (Robert K, Yin.
2002:1:12)
Langkah-langkah Pelaksanaan Studi Kasus
Pokok-pokok keterampilan dalam melakukan studi kasus menurut Robert K. Yin
(2002:70) dijelaskan sebagai berikut:
1. Seseorang harus mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang baik dan
menginterpretasikan jawaban-jawabannya.
2. Seseorang harus menjadi ”pendengar” yang baik dan tak terperangkap oleh
ideologi atau prakonsepsinya sendiri.
3. Seseorang hendaknya mampu menyesuaikan diri dan fleksibel agar situasi
yang baru dialami dapat dipandang sebagai peluang dan bukan ancaman.
4. Seseorang harus memiliki daya tangkap yang kuat terhadap isu-isu yang akan
diteliti, apakah hal ini berupa orientasi teoritis atau kebijakan, ataupun bahkan
berbentuk eksploratoris. Daya tangkap seperti itu mengurangi
peristiwa-peristiwa yang relevan dan informasi yang harus dipilih ke arah proporsi yang
5. Seseorang harus tidak bias oleh anggapan-anggapan yang sudah ada
sebelumnya; termasuk anggapan-anggapan yang diturunkan dari teori. Karena
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi hasil observasi dan wawancara yang disusun berdasarkan
poin-poin panduan penelitian. Berdasarkan kode etik, nama subjek dalam studi
kasus ini disamarkan dan diberi kode inisial.
A. Subjek Penelitian
1. Subjek Observasi
1.1. Data Anak Subjek I (MJ)
Nama : MJ
Tempat/tanggal lahir : Magelang, 28 Juni 2008
Usia : 6 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Anak ke : 1 (satu)
Penampilan fisik : Kulit putih, rambut lurus, mata sipit, tinggi 83
cm, berat badan 30 kg.
Penampilan psikis : Tenang, murah senyum
1.2. Data Anak Subjek II (KA)
Nama : KA
Tempat/tanggal lahir : Magelang, 12 Juli 2007
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Katolik
Anak ke : 1 (satu) dari 2 (dua) bersaudara
Penampilan fisik : Kulit putih, rambut ikal, mata lebar, tinggi 95
cm, berat badan 36 kg.
Penampilan psikis : Pemalu, tampak seperti anak idiot
2. Subjek Wawancara
a. Data Kepala Sekolah
Nama : V. M. Sri Junarti S.Pd. AUD
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Ambarawa, 28 April 1961
Alamat sekolah : Jl. Tentara Pelajar 25 Magelang
Alamat rumah : Pandan Sari Barat Rt 03/ Rw 009 Mertoyudan -
Kabupaten Magelang
b. Data Orang Tua
b.1. Identitas orang tua MJ
Nama ayah : I
Tempat tanggal lahir : Magelang, 15 April 58
Nama ibu : T
Tempat tanggal lahir : Lampung, 27 Oktober 1975
Pekerjaan orang tua : Wiraswasta
b.2. Identitas orang tua KA
Nama ayah : J
Tempat tanggal lahir : Magelang, 25 Juli 1977
Nama ibu : S
Tempat tanggal lahir : Magelang, 1 April 1978
Pekerjaan Ayah : Swasta
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
Alamat rumah : Jl. Mangga II Kalinegoro
c. Data Psikolog
Nama : Theresia Arum Widinugraheni, M.Psi
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Semarang, 29 April 1979
Pekerjaan : Psikolog
NIP : 20070520021979
Alamat instansi : RSJ Prof. Dr. Soeroyo Jl. A. Yani Magelang
Alamat rumah : Jl. Watuwila VI G III/ 19 Ngalian Semarang
B. Observasi
1. Pelaksanaan Observasi
Observasi terhadap anak hiperaktif dilaksanakan pada Senin,
tanggal 16 Juni 2014 sampai dengan Kamis, tanggal 19 Juni 2014 di TK
Pius X Magelang. Peneliti menyiapkan beberapa catatan untuk