• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis isu gender pada pejabat perempuan di instansi pemerintahan Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis isu gender pada pejabat perempuan di instansi pemerintahan Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur."

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

xv ABSTRAK

ANALISIS ISU GENDER PADA PEJABAT PEREMPUAN DI INSTANSI PEMERINTAHAN KABUPATEN MANGGARAI, FLORES, NUSA

TENGGARA TIMUR Maria Endang Jamu

Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah isu gender di Instansi Pemerintahan kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur masih ada, dan bagaimana isu tersebut mempengaruhi posisi /jabatan perempuan yang ada di Instansi Pemerintahan. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Dalam penelitian ini ada dua puluh (20) partisipan penelitian, mereka adalah para pejabat perempuan yang menduduki posisi sebagai Kepala Bidang (KABID), Kepala Sub Bidang (KASUBAG) dan Kepala Seksi (KASIE).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa isu gender di Instansi Pemerintahan Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur masih ada dan masih berpengaruh, akan tetapi pengaruh isu tersebut sudah semakin kecil dirasakan. Hal ini terlihat dari adanya partisipasi dan peran serta perempuan yang telah menduduki suatu jabatan struktural di Instansi Pemerintahan, yang sebelumnya didominasi oleh kaum laki-laki. Para pejabat perempuan di Instansi Pemerintahan tersebut sudah mampu menunjukkan kemampuan serta eksistensi mereka melalui prestasi kerja, disiplin serta bertanggung jawab akan tugas dan tanggung jawab yang diberikan pimpinan, yang membuat mereka layak menduduki suatu posisi/jabatan di Instansi Pemerintahan tersebut. Ini semua tidak terlepas dari dukungan yang begitu besar dari suami dan anak kepada mereka untuk bekerja di luar rumah. Komunikasi dan komitment adalah kunci bagi mereka untuk dapat menjalankan peran ganda sebagai istri dan wanita karir.

(2)

xvi ABSTRACT

AN ANALYSIS OF GENDER ISSUE AROUND FEMALE FUNCTIONARIES OF

GOVERNMENTAL INSTITUTION IN MANGGARAI REGENCY, FLORES,

NUSA TENGGARA TIMUR

Maria Endang Jamu

Sanata Dharma University

2017

This research aims to knowing whether gender issue in Governmental Institution of Manggarai Regency, Flores, Nusa Tenggara Timur still exists, and how that issue affects any female functionaries in the Governmental Institution. In this research, the methodology employed is qualitative method using case-study approach. Data collection was done through in-depth interview, observation, and library research. There were twenty (20) female research participants, female functionaries in charge as Kepala Bidang (Office Head), Kepala Sub Bidang (Sub Office Head), and Kepala Divisi (Head of Division).

The study shows that gender issue in Governmental Institution of Manggarai Regency, Flores, Nusa Tenggara Timur, still exists, and consequential, but with smaller effect. This can be seen from the increasing number of women participating in and in charge of structural role in the institution, which used to be highly male-oriented. The female functionaries of the Governmental Institution has been able to perform out their capabilities and existency by showing work achievement, discipline, and responsibility to the tasks and trust they are given, which, after all, made them eligible to sit in chairs in the Governmental Institution. The increasing trust to female worker also have been tightly knit with the support from their husband and kids to whom they work outside the house. Communication and commitment are also the keys to them in order to perform a double role of wifehood as well as career women.

(3)

ANALISIS ISU GENDER PADA PEJABAT PEREMPUAN DI INSTANSI PEMERINTAHAN KABUPATEN MANGGARAI,

FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR

TESIS

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

Diajukan Oleh:

Maria Endang Jamu 142222210

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

ii

ANALISIS ISU GENDER PADA PEJABAT PEREMPUAN DI INSTANSI PEMERINTAHAN KABUPATEN MANGGARAI,

FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR

TESIS

UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

Diajukan Oleh:

Maria Endang Jamu 142222210

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)

IS'w'gs

LTAZ uwnle

t

lz'slrvtlB

iflsL

SISf,I

3l{IffitrflIttrd

Nf,SOO

NYOfOIflSUf,d

UY{r^tf,a

'CIlo und$B{nT

4-

'{I

*ffi;;.ffidrffffi-q&

fl],'

*sr"}

"*1t,i .

{

.'-,

't

';; o\Jl='

'".,.r,

tU

t.")

,

E-lt rfi , : tr

pa * , -r *'

el,-

#gqga*gg&wm,*,:--

E,

",tt

j.:

E\;'*-'',-='+{5*o'"'--

:"'f'! f'

\H

ry,

f

\tni'*lnm,P$Frcrtiritg

i\

;;

iH

.

,; t

*,.,.

,!

{

,r-i

l ir

,_\

'.'

-*;Sfu;,

-.*.J"

#

\h

"i

=,

,J+pS*

itf,

fk

"

t'''

,

ro'Eg)

,""'*61

*

*:'' ",#

q-'

,f.

lkn**ffinx,'Hdll#1H

rrv&ml

NYHYJ-W;mf,d rsNvrsNr r{t

.":h.*r.l-....

-".-_,i. t o" ,='or,

*=.".,{I_*r.*,'

* /lf

NYn{ruffiff{

IY{Yfgd

VOffi

UggNgf}

NSI

$SrIYNY

I

l'l'

i#i f-r

(6)

)e

I

rpqg

ruerEorg BrruBrlc sl€u€s sGlIsJsAr

ueuefuuu;tr1 rslsFutraq

LIAZ tr.rcW1'ePe4efSoa

ueur+[euu141roppery rele8 qeloredureu {ntm uulere,(sred n$s qBIBs p8eq*g

qEsJ,

f my

1[n8ue6

Bur.uellp{n]}J}"f

ps],l:,p.#

.Sh.. -rJ.lr

,-.--i: - x,' . ' '--:-r al:n I, !": f {l ','T,

\ .'a !li l i:,

: ;i: i.-i .,1,

1B i j-fI i i

r

"'{

jE

L

'\

.:"'

2ISZ rJenrqed FI lffifrylupud uu:luuqqrqdprfrlq lrq s$s1

-, .'- .. * -',*,:i

'"*-l;''r'rl

:

AWZZZZil

nutf

Buupug Brrutrill

:qalo

ufintrI

YuY]cNfI

YSftN .StrUOTf, TVUVCCNYT{ NflIVdNflV)T NYEYINTUtrIlItrd

ISHV&SNI rC

NvndnlflUfld

rvflYffld

Y(IY{

Ufl{INtrS

Ofl

STSTTYNV

NVffNIf,SUUd

UVf,IAIflA "v-'9,.

*l?

1rg,

v "Poo I .1.-.1

l. .!, ,/u,, '.\!l

rs6

!

(7)
(8)
(9)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada pada Tuhan Yang Maha Esa

atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis yang berjudul “Analisis Isu Gender Pada Pejabat Perempuan Di

Instansi Pemerintahan Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara

Timur”. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan

studi pada Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama berproses menyelesaikan tesis ini, penulis bersyukur atas

segala bentuk dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis

sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Tuhan Yesus yang selalu dengan cara-Nya mencintai dan membimbing

penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak A. Yudi Yuniarto, SE., MBA selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan

kesempatan untuk belajar, berproses dan mengembangkan diri kepada

penulis.

3. Bapak Drs. T. Handono Eko Prabowo, MBA, Ph.D selaku Ketua

Program Studi Magister Manajemen Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

4. Bapak Dr. Lukas Purwoto, SE.,M.Si., selaku dosen pembimbing yang

telah mengarahkan dan membimbing penulis dengan kesungguhan

hati.

5. Dosen - Dosen Magister Manajemen Universitas Sanata Dharma

(10)
(11)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING……… iii

HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN……… iv

HALAMAN PERNYATAAN……… v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……… vi

KATA PENGANTAR……… vii

DAFTAR ISI………... ix

DAFTAR TABEL………... xii

DAFTAR GAMBAR……….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiv

ABSTRAK………... xv

ABSTRACT……… xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 2

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Batasan Penelitian ... 12

(12)

x

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

2. Pendahuluan ... 14

2.1. Manajemen ... 15

2.2. Manajer ... 16

2.3. Peran Manajer ... 18

2.4. Jabatan dan Pejabat Struktural ... 23

2.5. Gender ... 30

2.6. Teori-Teori Gender ... 31

2.7. Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3. Pendahuluan ... 40

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Unit Analisis ... 43

3.2.1. Partisipan Penelitian ... 43

3.2.2. Lokasi Penelitian ... 44

3.3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 46

3.4. Teknik Analisis Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

4. Pendahuluan ... 57

4.1. Struktur Organisasi ... 62

4.2. Karakteristik Partisipan ... 63

(13)

xi

4.3.1. Definisi Jabatan Menurut Partisipan ... 72

4.3.2. Faktor-Faktor yang Mendukung Selama Bekerja ... 74

4.3.3. Tantangan-Tantangan Selama Bekerja dan Memiliki Jabatan ... 76

4.3.4. Masih Adakah Pengaruh Isu Gender Terhadap Partisipasi Perempuan di Instansi Pemerintahan? ... 81

4.3.5. Adakah diantara perempuan yang memiliki potensi untuk menduduki sebuah jabatan yang strategis? ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

5.1.Kesimpulan ... 96

5.2.Keterbatasan ... 98

5.3.Implikasi ... 98

5.3.1. Implikasi Akademis ... 98

5.3.2. Implikasi Manajerial ... 98

5.4. Saran ... 99

(14)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1. Jumlah Pejabat Pemerintahan Menurut Klasifikasi Jabatan dan

Jenis Kelamin, 2013………. 7

2.1. Peran Manajer……… 20

4.1. Proses Kegiatan Di Lapangan……… 58

4.2. Informasi Partisipan Penelitian……….. 60

4.3. Partisipasi Perempuan di Lembaga Pemerintahan Tahun 2011-2015 di Kab. Manggarai……….. 90

(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1.1. Segregasi Gender di Indonesia, Agustus (2014)……….

6

2.1. Tingkatan-Tingkatan Dalam Manajemen……… 23

2.2. Konsep Teori Nurture ………... 32

2.3. Konsep Teori Nature ……….. 33

2.4. Konsep Teori Equilibrium ……….. 34

3.1. Model Analisis Interaktif: Miles and Huberman………... 53

4.1. Struktur Organisasi Badan Perencanaan Dan Pembangunan Daerah... 62

4.2. Kelompok Umur Partisipan………. 63

4.3. Tingkat Pendidikan Partisipan……… 64

4.4. Lama Bekerja Partisipan………. 66

4.5. Jabatan Struktural Partisipan……… 68

4.6. Lama Menduduki Jabatan Struktural……… 69

(16)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

I Perwakilan Partisipan dari Enam Lokasi Penelitian………. 105

II Panduan Pertanyaan Wawancara………. 106

III Lokasi Penelitian……… 108

IV Dokumentasi proses penelitian……… 110

V Transkip Wawancara Penelitian……….. 114

(17)

xv

ABSTRAK

ANALISIS ISU GENDER PADA PEJABAT PEREMPUAN DI INSTANSI PEMERINTAHAN KABUPATEN MANGGARAI, FLORES, NUSA

TENGGARA TIMUR Maria Endang Jamu

Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah isu gender di Instansi Pemerintahan kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur masih ada, dan bagaimana isu tersebut mempengaruhi posisi /jabatan perempuan yang ada di Instansi Pemerintahan. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Dalam penelitian ini ada dua puluh (20) partisipan penelitian, mereka adalah para pejabat perempuan yang menduduki posisi sebagai Kepala Bidang (KABID), Kepala Sub Bidang (KASUBAG) dan Kepala Seksi (KASIE).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa isu gender di Instansi Pemerintahan Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur masih ada dan masih berpengaruh, akan tetapi pengaruh isu tersebut sudah semakin kecil dirasakan. Hal ini terlihat dari adanya partisipasi dan peran serta perempuan yang telah menduduki suatu jabatan struktural di Instansi Pemerintahan, yang sebelumnya didominasi oleh kaum laki-laki. Para pejabat perempuan di Instansi Pemerintahan tersebut sudah mampu menunjukkan kemampuan serta eksistensi mereka melalui prestasi kerja, disiplin serta bertanggung jawab akan tugas dan tanggung jawab yang diberikan pimpinan, yang membuat mereka layak menduduki suatu posisi/jabatan di Instansi Pemerintahan tersebut. Ini semua tidak terlepas dari dukungan yang begitu besar dari suami dan anak kepada mereka untuk bekerja di luar rumah. Komunikasi dan komitment adalah kunci bagi mereka untuk dapat menjalankan peran ganda sebagai istri dan wanita karir.

(18)

xvi

ABSTRACT

AN ANALYSIS OF GENDER ISSUE AROUND FEMALE FUNCTIONARIES OF

GOVERNMENTAL INSTITUTION IN MANGGARAI REGENCY, FLORES,

NUSA TENGGARA TIMUR

Maria Endang Jamu

Sanata Dharma University

2017

This research aims to knowing whether gender issue in Governmental Institution of Manggarai Regency, Flores, Nusa Tenggara Timur still exists, and how that issue affects any female functionaries in the Governmental Institution. In this research, the methodology employed is qualitative method using case-study approach. Data collection was done through in-depth interview, observation, and library research. There were twenty (20) female research participants, female functionaries in charge as Kepala Bidang (Office Head), Kepala Sub Bidang (Sub Office Head), and Kepala Divisi (Head of Division).

The study shows that gender issue in Governmental Institution of Manggarai Regency, Flores, Nusa Tenggara Timur, still exists, and consequential, but with smaller effect. This can be seen from the increasing number of women participating in and in charge of structural role in the institution, which used to be highly male-oriented. The female functionaries of the Governmental Institution has been able to perform out their capabilities and existency by showing work achievement, discipline, and responsibility to the tasks and trust they are given, which, after all, made them eligible to sit in chairs in the Governmental Institution. The increasing trust to female worker also have been tightly knit with the support from their husband and kids to whom they work outside the house. Communication and commitment are also the keys to them in order to perform a double role of wifehood as well as career women.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1. Pendahuluan

Isu gender dalam hal akses serta partisipasi perempuan dalam dunia kerja adalah isu yang menjadi perhatian banyak pihak. Isu ini pun

menjadi penting untuk diangkat, karena dampaknya pada ketidakadilan

sosial yang menimpa perempuan. Isu ini dipengaruhi oleh adanya

anggapan bahwa perempuan adalah sosok yang lemah, pelengkap, pasif,

dependent dan inferior dari laki-laki. Selain dianggap lemah, adanya stereotip terhadap kaum perempuan yang seringkali bersifat negatif dan memberatkan kaum perempuan. Selain itu, adanya subordinasi yaitu kaum perempuan dinomorduakan posisinya dari laki-laki. Oleh karena itu,

secara global maupun regional isu gender ini terus menjadi perhatian banyak pihak.

Pada tingkat global maupun regional dalam dunia kerja, isu gender

ini terus diperbincangkan dan diperjuangkan oleh kaum perempuan. Isu

gender tidak terlepas dari konteks dimana masyarakat itu berada. Seperti halnya yang ada di Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Adanya anggapan bahwa perempuan adalah kaum yang lemah, tidak bisa

menjadi pemimpin membuat sosok perempuan yang menduduki

posisi/jabatan di Instansi Pemerintahan masih sangat rendah. Anggapan

tersebut diperkuat dengan adanya budaya patrilineal yang dianut

masyarakat Manggarai, sehingga posisi yang tinggi di tempat kerja masih

(20)

terlepas dari kualifikasi pendidikan. Kualifikasi pendidikan menjadi

indikator yang penting untuk seseorang yang akan menduduki posisi atau

jabatan tertentu.

Bab ini, membahas mengenai latar belakang masalah yang

menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Kabupaten

Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan latar belakang

masalah tersebut, adapun rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian serta sistematika dalam penulisan yang dipaparkan secara jelas

oleh peneliti.

1.1. Latar Belakang Masalah

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ralahallo (2009)

mengatakan bahwa era globalisasi yang terjadi sekarang ini ditandai

dengan adanya banyak perubahan yang sangat pesat dalam kehidupan

manusia, dan tidak luput pula perubahan pada kondisi perekonomian.

Perubahan itu pun ditandai dengan adanya peningkatan jumlah tenaga

kerja perempuan yang masuk ke dunia kerja profesional. Perubahan ini

pada satu sisi menunjukkan semakin besarnya akses bagi kaum perempuan

untuk masuk dalam dunia kerja dan semakin terbukanya kesempatan bagi

kaum perempuan untuk mengembangkan diri dalam dunia kerja. Akan

tetapi, disisi lain peningkatan jumlah perempuan yang memasuki dunia

kerja akan dihadapi dengan banyaknya hambatan dan masalah yang

(21)

Hambatan dan masalah yang dihadapi oleh perempuan dalam dunia

kerja salah satunya adalah adanya isu gender yaitu suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang

kehidupan. Pada umumnya kesenjangan ini dapat dilihat dari faktor akses,

partisipasi, manfaat dan pengambilan keputusan (kontrol). Kesenjangan itu

diakibatkan adanya anggapan bahwa perempuan adalah sosok yang lemah,

pelengkap, pasif, dependen dan inferior dari laki-laki. Tidak hanya dianggap lemah, adanya stereotip yaitu pelabelan terhadap kaum perempuan yang seringkali bersifat negatif dan memberatkan kaum

perempuan dan juga adanya subordinasi yaitu bahwa kaum perempuan dinomorduakan posisinya dibandingkan jenis kelamin laki-laki.

Adanya isu gender dan asumsi seperti diatas yang menjadikan perempuan dalam pekerjaannya jarang dilibatkan dan menduduki sebuah

posisi yang tinggi. Selain itu, isu dan juga asumsi tentang perempuan

menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan

kontribusinya dalam keluarga, berbangsa dan bernegara. Perempuan

seringkali takut untuk berkarir karena tuntutan perannya sebagai ibu rumah

tangga dan juga karena isu gender yang masih begitu melekat di masyarakat dan didunia kerja (Suhapti, 1995 www.kompasiana.com).

Isu gender dalam hal partisipasi perempuan di tempat kerja yang ada di tingkat global maupun regional masih menarik untuk

diperbincangkan. Seperti misalnya yang terjadi di Bangladesh, Andaleeb

(22)

keputusan masih didominasi oleh laki-laki. Keikutsertaan perempuan

dalam organisasi ada, tapi masih berdasar pada perspektif gender. Sehingga berpengaruh pada partisipasi mereka dalam organisasi dan yang

lebih merasakan pengaruh tersebut adalah kaum perempuan. Tidak hanya

di Bangladesh, di negara Asia Selatan berdasarkan temuan dari Pio,

Edwina (2013) ditemukan bahwa akses perempuan pada dunia pendidikan

dan pengembangan keterampilan masih terbatas, selain itu keterbatasan

pada pekerjaan non-pertanian dan sumber daya ekonomi yang

mengakibatkan ketergantungan ekonomi pada laki-laki dan pembagian

tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin. Selain isu gender yang masih terjadi di Bangladesh dan Negara Asia Selatan, Ingkapattanakul, dkk

(2001) juga mengatakan bahwa:

“Diskriminasi kerja sebagai salah satu perhatian utama dalam lingkungan tempat kerja, termasuk di sektor publik. Kendati undang-undang terhadap karyawan ini sering diperlakukan secara tidak adil dan tidak merata. Perlakuan secara tidak adil itu seperti rekrutmen, promosi, imbalan kerja, kondisi kerja dan perawatan umum”.

Selain berdasarkan temuan di beberapa Negara Asia, Kaiser Family

Foundation (2010) juga mengatakan bahwa:

“Nearly 100 million women across Asia have 'disappeared' because of a huge and growing gender gap that has fatally deprived them of access to health care and food and has led to widespread abortions of female fetuses, according to a U.N. report released Monday," the Associated Press reports.

(23)

Isu gender yang berdampak pada adanya kesenjangan ini pun, masih terjadi di Negara Indonesia. Meskipun UUD 1945 khususnya dalam

Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa “Setiap warga Negara

berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak”. UUD 1945

telah menjamin bahwa setiap warga Negara mempunyai kesamaan hak dan

kesempatan dalam memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak,

namun pada kenyataannya masih terdapat kesenjangan gender dalam hal kesamaan dan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan dan penghidupan

yang layak.

Adanya kesenjangan dalam dunia kerja ini, ditunjukkan dalam ILO

(2015: x-xi) disebutkan bahwa

“Dipasar tenaga kerja, segregasi pekerjaan untuk laki-laki dan perempuan masih terlihat jelas, dimana banyak perempuan melakukan pekerjaan dengan upah yang lebih rendah dan prospek pengembangan karir yang lebih terbatas. Tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja masih sangat rendah, dimana banyak perempuan dilaporkan melakukan kegiatan yang terkait dengan tanggung jawab keluarganya secara penuh”.

Tingkat partisipasi perempuan tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1.

tentang segregasi gender yang ada di Indonesia. Pada tabel tersebut, terlihat bahwa mengurus rumah tangga masih menjadi tanggung jawab

perempuan, sehingga dalam menempati posisi sebagai manajer,

(24)

Gambar 1.1 Segregasi Gender di Indonesia, Agustus 2014 (juta jiwa)

“ Dari gambar diatas, diketahui bahwa di Indonesia, tingkat

partisipasi perempuan dalam angkatan kerja masih sangat rendah, yaitu berkisar antara 50 hingga 55 persen selama lima tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa ada banyak perempuan yang berada di luar dunia kerja. Banyaknya perempuan yang tidak berpartisipasi dalam angkatan kerja diakibatkan tanggung jawab keluarga, dimana ada banyak perempuan yang mengatakan bahwa mereka sepenuhnya terlibat dalam kegiatan rumah tangga (seperti yang ada pada gambar diatas).Situasi ini menegaskan adanya perbedaan gender dalam hal pembagian tanggung jawab keluarga dan peningkatan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja” ILO (2015:13-14)

Fenomena ini juga masih terjadi di Manggarai, Flores, Nusa

Tenggara Timur. Peran serta perempuan dalam pengambilan keputusan di

Instansi Pemerintahan masih sangat kecil. Hal ini seperti yang

(25)

“Di beberapa tempat kerja masih terlihat bahwa perempuan hanya sebatas sebagai pegawai administratif, sedangkan posisi pemimpin dan jajarannya masih banyak diduduki oleh kaum pria (Pater Simon, 2015) “

Pernyataan yang diungkapkan Pater Simon terlihat pada tabel 1.1

yang menunjukkan jumlah pejabat pemerintahan berdasarkan klasifikasi

jabatan dan jenis kelamin. Pada tabel tersebut terlihat adanya kesenjangan

jumlah pejabat eselon perempuan dan laki-laki yang ada di Instansi

Pemerintahan Kab.Manggarai.

Table 1. 1

Jumlah Pejabat Pemerintahan Menurut Klasifikasi Jabatan dan Jenis Kelamin, 2013

Sumber: BPS Kab. Manggarai 2013

Pada tabel 1.1 terlihat bahwa jumlah perempuan yang menduduki

posisi/ jabatan dengan Eselon II A, Eselon II B, III A dan III B masih

kecil yaitu eselon II A belum ada perempuan yang menduduki posisi

tersebut, untuk eselon II B (Perempuan hanya 1 orang sedangkan laki-laki Jumlah Pegawai

Uraian Jumlah Jabatan Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Instansi Otonomi a. Badan/dinas/

kantor

- Eselon II A 1 0 1

- Eselon II B 29 1 30

- Eselon III A 53 3 56

- Eselon III B 81 18 99

- Eselon IV A 313 106 419

- Eselon IV B 87 31 118

(26)

29 orang), eselon III A (Perempuan hanya 3 orang sedangkan laki-laki 53

orang), eselon III B (Perempuan hanya 18 orang sedangkan laki-laki 81

orang). Dari tabel diatas, terlihat adanya kesenjangan yang sangat besar

antara perempuan dan laki-laki. Kesenjangan yang terjadi ini dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah masih adanya isu gender yang dipengaruhi oleh budaya patrilineal yang masih kental dalam

kehidupan masyarakat Manggarai. Dimana sistem Patrilineal adalah suatu

adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah

(Hania,2013). Sistem dan anggapan tersebut terbawa dalam dunia kerja

sehingga menyebabkan adanya kesenjangan dalam organisasi.

Isu gender yang dipengaruhi oleh budaya patrilineal, juga mempengaruhi jangkauan pendidikan pada perempuan Manggarai.

Kualifikasi pendidikan menjadi hal yang penting bagi seseorang yang akan

menduduki sebuah posisi dalam organisasi. Begitupun yang terjadi pada

instansi pemerintahan. Pendidikan yang tinggi menjadi sebuah indikator

persyaratan bagi perempuan untuk menduduki posisi/ jabatan tersebut.

Pendidikan menjadi sebuah indikator untuk memutuskan seseorang berada

pada posisi puncak atau manajerial. Dalam kenyataannya, masih

ditemukan bahwa banyak perempuan yang memiliki pendidikan lebih

rendah dari laki-laki,sehingga posisi mereka dalam dunia kerja masih

(27)

Berdasarkan isu-isu diatas maka saya tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “ Analisis Isu Gender Pada Pejabat Perempuan Di Instansi Pemerintahan Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur ”.

1.2. Rumusan Masalah

Meskipun terbilang kecil jumlah perempuan yang menduduki

jabatan struktural seperti pada tabel 1.2, tetapi sudah ada perempuan

yang mampu menunjukkan eksistensi diri mereka melalui kemampuan

dan semangat kerja mereka, sehingga bisa menduduki sebuah jabatan

yang strategis di Instansi Pemerintahan. Oleh karena itu, peneliti ingin

mengetahui apakah isu gender pada pejabat struktural masih ada? Dan bagaimana isu tersebut berpengaruh, maka rumusan masalahnya adalah :

“Bagaimana isu gender mempengaruhi posisi/jabatan perempuan di Instansi Pemerintahan Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara

Timur?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah

untuk mengetahui dan menelusuri bagaimana isu gender mempengaruhi posisi/jabatan perempuan di Instansi Pemerintahan Kabupaten Manggarai,

(28)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis,

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat

secara teoritis mengenai isu gender dalam dunia kerja. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi penelitian dalam

bidang manajemen, sehingga dapat digunakan sebagai bahan

penelitian untuk berikutnya.

2. Manfaat Praktisi :

a. Bagi Penulis,

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat menambah wawasan

serta pengetahuan mengenai pengaruh isu gender terhadap partisipasi perempuan dalam bekerja pada sebuah organisasi

dalam memperdalam ilmu manajemen sumber daya manusia

yang didapatkan selama proses perkuliahan di Fakultas

Ekonomi Program Studi Magister Manajemen Universitas

Sanata Dharma.

b. Bagi Lembaga Pendidikan,

Penulis berharap hasil penelitian ini akan memberikan manfaat

bagi lembaga pendidikan dalam mengembangkan penelitian

(29)

c. Bagi Ilmu Pengetahuan,

Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat dalam hal

menambah ilmu pengetahuan yang baru mengenai isu gender terhadap partisipasi perempuan dalam dunia kerja.

d. Bagi Peneliti Berikutnya,

Penulis berharap hasil penelitian tentang isu gender terhadap partisipasi perempuan dalam dunia kerja dapat dijadikan

sebagai bahan referensi dan acuan bagi mahasiswa, dalam

melakukan penelitian selanjutnya.

e. Bagi Instansi Pemerintahan,

Penulis berharap, hasil penelitian ini akan memberikan

manfaat di instansi pemerintahan Kab. Manggarai dalam

menempatkan posisi seseorang tanpa dipengaruhi adanya isu

gender.

f. Bagi Kaum Perempuan.

Penulis berharap, hasil penelitian ini memberikan semangat

bagi para kaum perempuan untuk semakin berani

menunjukkan kemampuan diri mereka. Keberanian

menujukkan dari melalui setiap prestasi dan semangat kerja

yang tinggi, dan semoga kaum perempuan berani keluar dari

“zona nyaman” mereka yang selama ini masih terbelenggu

(30)

1.5. Batasan Penelitian

Untuk memfokuskan perhatian pada masalah yang akan diteliti, maka

penulis perlu membatasi masalah agar tidak meluas, yaitu:

1. Untuk mengetahui dan menelusuri bagaimana isu gender mempengaruhi posisi/jabatan perempuan di Instansi Pemerintahan

Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur?

2. Perempuan yang dipilih sebagai partisipan dalam penelitian ini

adalah perempuan yang memiliki posisi/jabatan sebagai kepala

bidang, kepala sub bagian dan kepala seksi di Instansi

Pemerintahan Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara

Timur.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dibagi menjadi lima bagian utama, yaitu :

BAB I Pendahuluan

Bab ini membahas latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka

Bab ini membahas tentang Manajemen, Gender,

Teori-Teori Gender, Jabatan, Pejabat Struktural, dan Penelitian

(31)

BAB III Metode Penelitian

Bab ini membahas Jenis Penelitian, Unit Analisis, Teknik

dan Alat Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data.

BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan hasil dari analisis data yang telah

dilakukan berdasarkan metode penelitian yang diuraikan

pada bab III.

BAB V Kesimpulan Dan Saran

Bab ini merupakan bagian akhir penelitian yang

mengemukakan kesimpulan dari hasil analisis, keterbatasan

penelitian, implikasi manajerial serta saran dari penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Bab ini merupakan urutan daftar dari acuan-acuan yang

digunakan selama proses penelitian, baik dari jurnal

(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2. Pendahuluan

Bab ini membahas tentang kajian pustaka yang berkaitan dengan

penelitian. Pada bagian ini dimulai dengan menjelaskan tentang pengertian

manajemen, yang dimana manajemen menurut Daft dan Marcic (2007)

adalah “the art of getting things done through people”. (seni

menyelesaikan suatu pekerjaan melalui orang lain). Ada juga pendapat lain

tentang pengertian manajemen

Management is the process of planning, organizing, eading, and controlling the efforts of organizing members and of using all other organizational resources to achieve stated organizational goals”. (Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan). (Stoner & Wankel, 1996:4 (dalam Sastrohadiwiryo, 2005:22)

Dalam sebuah bisnis atau organisasi ada individu yang akan

menjalankan fungsi manajemen. Individu atau orang yang menjalankan

fungsi manajemen itu yang disebut dengan manajer. Istilah yang akan

digunakan akan berbeda sesuai dengan konteks dimana penelitian akan

dilakukan. Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah manajer,

yang walaupun penelitian ini akan dilaksanakan di instansi pemerintahan

dengan istilah yang sering digunakan adalah Eselon, yang pada

kenyataannya bahwa mereka tetap melakukan tugas manajer. Berdasarkan

(33)

“Eselon adalah penentuan tingkat jabatan. Tingkat jabatan menentukan setiap tugas dan tanggung jawab yang akan

dijalankan oleh seorang Pegawai Negeri Sipil”(partisipan

penelitian)

Selain pengertian manajemen dan manajer, bagian ini juga

membahas tentang gender dan jabatan struktural, serta penelitian terdahulu. Pada penelitian ini, pejabat strukturalnya adalah para

perempuan yang memiliki posisi atau jabatan dalam instansi

pemerintahan, yang diantaranya adalah kepala bidang, kepala sub bagian

dan kepala seksi.

2.1. Pengertian Manajemen

Menurut Wijayanto (2012:1-2) manajemen adalah proses

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap

usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber-sumber daya

organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Dapat juga dikatakan bahwa Manajemen adalah ilmu dan seni, yang terdiri

atas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap

kinerja organisasi dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk

mencapai tujuan sasaran organisasi. Oleh karena itu, manajemen juga

merupakan seni, yaitu seni pengambilan keputusan, seni pengelolaan

sumber daya manusia (SDM), seni pemasaran, dan lainnya

Menurut Stoner & Wankel, (1996:4) dalam (Sastrohadiwiryo,

(34)

harafiah, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,

kepemimpinan dan pengendalian upaya anggota organisasi dan

penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya

tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Ada juga pendapat lain tentang

manajemen menurut Daft dan Marcic (2007) dalam (Solihin, 2009: 3)

manajemen adalah “the art of getting things done through people” (seni

menyelesaikan suatu pekerjaan melalui orang lain).

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai definisi manajemen,

maka dapat disimpulkan bahwa Manajemen adalah seni dan ilmu dalam

proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

kepemimpinan (leading), pengendalian dan pengawasan (controlling)

untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

2.2. Manajer

Pelaku manajemen adalah “manajer”. Manajer dalam arti luas

adalah setiap pimpinan dalam organisasi, antara lain mandor, supervisor,

manajer maupun direktur. Manajer adalah pihak yang bertanggung jawab

mengarahkan berbagai upaya untuk membantu organisasi mencapai

tujuannya (Wijayanto, 2012:2).

Aryanto (2013: 3) manajer adalah seseorang yang bekerja dengan

dan melalui orang lain dengan cara mengkoordinasikan

kegiatan-kegiatan pekerjaan orang lain dan melakukan pengawasan guna

mencapai sasaran organisasi. Oleh karena itu, manajer bertanggung

(35)

Seorang manajer menjalankan aktivitas-aktivitas atau fungsi-fungsi

tertentu untuk mengelola organisasi yang dipimpinnya. Tugas atau

fungsi-fungsi tersebut adalah perencanaan (planning), pengorganisasian

(organizing), kepemimpinan (leading) dan pengendalian (controlling).

1. Perencanaan (Planning)

Merupakan proses menentukan tujuan yang akan dicapai serta

cara atau strategi yang harus diambil untuk mencapainya. Lewat

perencanaan, seorang manajer mengidentifikasi hasil kerja yang

diinginkan serta mengidentifikasi strategi atau cara-cara untuk

mencapai hasil kerja yang ingin dicapai.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Merupakan proses pembagian pekerjaan atau tugas kepada

individu maupun kelompok, mengoordinasi aktivitas mereka, dan

mengalokasikan sumber daya yang dimiliki. Manajer harus

mampu menentukan tugas-tugas yang harus diselesaikan beserta

pelaksananya dan menentukan keputusan-keputusan yang harus

diambil.

3. Kepemimpinan atau pengarahan (Leading)

Merupakan proses menumbuhkan semangat karyawan supaya

bekerja giat serta membimbing mereka melaksanakan rencana

dalam mencapai tujuan. Manajer juga harus mampu membantu

individu maupun kelompok untuk dapat menyelesaikan

(36)

4. Pengawasan (Controling)

Merupakan proses pengukuran kinerja, membandingkan antara

kinerja dengan rencana serta pengambilan tindakan korektif yang

diperlukan. Melalui pengendalian, manajer dapat melakukan

aktivitas untuk memastikan segala sesuatunya selesai sesuai

dengan rencana.

Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa

Manajer adalah seseorang yang bekerja untuk menjalankan fungsi

manajemen yaitu perencanaan(planning),pengorganisasian (organizing),

kepemimpinan (leading) dan pengendalian (controlling) dalam sebuah

organisasi dan bagaimana tujuan-tujuan organisasi tersebut dapat

dicapai.

2.3. Peran Manajer

Menurut Mintzberg (1988) dalam (Solihin, 2009: 7), ada 3 peran

yang dilakukan oleh manajer, diantaranya adalah:

1. Interpersonal roles, yang mencakup didalamnya figurehead role, leader role dan liaision role.

Berdasarkan status serta kewenangan yang dimilikinya, manajer

harus melakukan interaksi dengan sumber daya manusia lainnya

didalam organisasi. Dari interaksi inilah akan muncul peran

manajer yang bersifat interpersonal yang diwujudkan kedalam tiga

(37)

sambutan pada acara penghargaan kepada karyawan berprestasi,

maka pada saat itu manajer sedang menjalankan perannya sebagai

figurehead role.

2. Informational roles yang mencakup didalamnya monitor role, disseminator role, dan spokesmen role.

Status dan wewenang formal yang dimiliki seorang manajer

memungkinkan manajer memperoleh informasi yang lebih luas,

antara lain karena adanya bawahan yang harus melaporkan berbagai

perkembangan perusahaan kepada manajer terebut. Akibat

kedudukannya ini maka manajer memiliki informasi lebih aktual dan

dalam jumlah relatif lebih banyak dibandingkan dengan para

bawahannya. Dari sinilah muncul peran manajer yang kedua yakni

informational role, yang selanjutnya dijabarkan menjadi tiga peran

yakni monitor role, disseminator role, dan spokesmen role.

Sebagai pihak yang memiliki informasi penting yang akan

digunakan untuk bahan pengambilan keputusan, sudah menjadi tugas

para manajer untuk menyebarkan informasi tersebut kepada para

bawahannya yang relevant agar mereka memiliki visi yang sama

mengenai apa yang tengah dikerjakan atau ingin dicapai perusahaan.

Kegiatan manajer untuk membagikan informasi yang relevant

kepada bawahan terkait merupakan contoh peran manajer dalam

(38)

3. Decisional roles.

Informasi yang dimiliki para manajer akan memiliki nilai guna

apabila informasi tersebut digunakan pada saat para manajer

mengambil keputusan. Oleh sebab itu, peran ketiga yang dilakukan

para manajer adalah decisional roles yang mencakup entrepreneurial role, disturbance handler role, resource allocator role dan negitiator role.

Menurut Mintzberg dalam (Aryanto, 2013:8) mengatakan bahwa

tugas manajer sehari-hari mencakup beberapa peran yang harus dilakukan

secara baik. Berikut ini adalah sepuluh peran yang dikelompokkan

menjadi tiga kategori menurut yaitu, peran antar pribadi (interpersonal

[image:38.595.85.555.195.687.2]

roles), peran informasional (informational roles) dan peran pengambil keputusan (decisional roles).

Table 2. 1 Peran Manajer

Interpersonal Roles Informational Roles Decisional Roles

Peran manajer yang terkait dengan hubungan/ relasi dengan orang lain:

 Panutan atau figur,

 Pemimpin,

 Penghubung.

Peran manajer dalam hal saling menukar dan memproses informasi:

Pemantau informasi yang berkembang/ pengawas,

Penyebar informasi,

Juru bicara.

Peran manajer dalam hal memanfaatkan dan mengelola informasi dalam pengambilan keputusan:

 Pengusaha,

 Menangani permasalahan,

 Pembagi alokasi sumber daya,

 Negosiator / perunding. Sumber : Aryanto, 2013.

Manajer dalam menjalankan fungsi maupun perannya dengan

(39)

dilakukan oleh Robert L. Katz pada tahun 1970-an, menunjukkan bahwa

para manajer yang efektif harus memiliki tiga keahlian (skills) (Katz,

1974) dalam (Solihin, 2009: 9). Ketiga keahlian tersebut adalah :

1. Technical Skills,

yaitu keahlian dan pengetahuan para manajer yang berkaitan dengan

suatu bidang pekerjaan atau ilmu. Seorang manajer yang memiliki

Technical Skills mampu untuk mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang bersifat teknis atau spesialis. Misalnya seorang

insinyur teknik sipil dikatakan memiliki keahlian teknis apabila dia

dapat melakukan pembangunan jalan, jembatan atau bangunan.

Demikian halnya seorang akuntan dikatakan memiliki keahlian

teknis apabila mereka dapat menyusun laporan keuangan, melakukan

analisis laporan keuangan atau melakukan audit.

2. Human Skills,

yaitu kemampuan yang dimiliki oleh para manajer untuk dapat

bekerja dengan baik bersama orang lain, baik sebagai perorangan

maupun kelompok. Keahlian ini sangat penting karena manajer harus

mengelola bawahannya dan bekerja sana dengan bawahannya untuk

mencapai tujuan. Demikian pula para manajer harus mampu

menjamin kerjasama dengan manajer lainnya dari departemen yang

(40)

3. Conceptual Skills,

yaitu kemampuan yang harus dimiliki manajer untuk

mengkonseptualisasikan situasi yang abstrak dan kompleks. Dalam

hal ini manajer harus dapat memandang organisasi secara

keseluruhan dan memahami hubungan diantara unit-unit organisasi.

Manajer juga harus dapat memvisualisasikan bagaiamana organisasi

secara keseluruhan dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan

lingkungan yang terjadi.

Pada prinsipnya, ketiga jenis skills tersebut diperlukan oleh setiap manajer. Namun proporsi antarlevel manajer relatif berbeda. Semakin

tinggi level manajer maka semakin dibutuhkan kemampuan konseptual

(conceptual skill). Sedangkan semakin rendah level manajer semakin besar kemampuan teknis (technical skill) yang dibutuhkan.

Menurut Nuraida (2013:8), manajer pada setiap level harus

menjalankan semua fungsi manajemen. Fungsi manajemen itu

diantaranya adalah perencanaan (planning), pengorganisasian

(organizing), pengarahan (actuating) dan pengendalian (controlling) atas

berbagai aktivitas dalam organisasi tersebut. Pada gambar 2.1 tampak

bahwa tugas-tugas top manager antara lain adalah membuat keputusan-keputusan dan perencanaan jangka panjang, meliputi kebijaksanaan

menyeleksi dan mengevaluasi kinerja organisasi secara keseluruhan dan

(41)

keputusan-keputusan jangka menengah, serta mengawasi first line supervisor. Sementara, first line supervisor membuat keputusan-keputusan jangka pendek dan sering kali berkaitan dengan kegiatan operasional

[image:41.595.86.511.184.625.2]

perusahaan sehari-hari.

Gambar 2.1Tingkatan-tingkatan dalam manajemen Sumber : Nuraida (2013)

2.4. Jabatan dan Pejabat Struktural

Menurut Marsono (1981:133) Jabatan adalah kedudukan yang

menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang

Pegawai Negeri Sipil dalam rangka susunan suatu satuan organisasi.

Pengertian jabatan dapat ditinjau dari dua (2) sudut , yaitu sudut struktural

dan sudut fungsional. Jabatan dari sudut struktural adalah jabatan yang

secara tegas ada dalam stuktur organisasi. Sedangkan jabatan dari sudut

fungsional adalah jabatan yang ditinjau dari sudut fungsinya dalam suatu

satuan organisasi. Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam suatu pangkat dan

(42)

kerjanya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengangkatan dalam jabatan didasarkan atas prestasi kerja, disiplin kerja,

kesetiaan, pengabdian, pengalaman, dapat dipercaya, serta syarat-syarat

objektif lainnya. Pengangkatan dalam jabatan suatu jabatan adalah

merupakan kepercayaan yang diberikan oleh pejabat yang berwewenang

kepada seorang Pegawai Negeri Sipil, yang didasarkan atas

pertimbangan-pertimbangan yang objektif.

Menurut Undang-undang No 43 tahun 1999 jabatan adalah

kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak

seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka susunan satuan organisasi.

Pengertian jabatan ditinjau dari 2 (dua) sudut yaitu sudut struktural dan

sudut fungsional. sudut struktural adalah jabatan yang secara tegas ada

dalam struktur organisasi, seperti sekertaris jenderal, direktur, kepala

bidang, kepala seksi dan lainnya. Sedangkan jabatan fungsional adalah

jabatan yang ditinjau dari sudut fungsinya dalam suatu satuan organisasi,

seperti peneliti, dokter ahli dan lainnya.

Menurut Undang-undang nomor 5 tahun 2014 pada pasal 1 ayat 1

Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi

pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintahan dengan perjanjian kerja

yang bekerja pada instansi pemerintahan. Sedangkan pada pasal 7 ayat 1

dijelaskan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan pegawai ASN

yang diangkat sebagai pegwai tetap oleh pejabat pembina kepegawaian

(43)

Pada pasal 68 ayat 1 dan 2 Undang-undang dasar nomor 5 tahun

2014 mengatakan bahwa PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu

pada instansi pemerintahan, dan pengangkatan PNS dalam jabatan tertentu

ditentukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi,

kualifikasi dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan

kompetensi, kualifikasi dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.

Undang-undang nomor 23 tahun 2014 menguraikan bahwa

perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas: sekretariat daerah, sekretariat

DPRD, inspektorat, dinas, badan dan kecamatan. Inspektorat dalam

undang-undang ini berarti yang menjalankan fungsi pengawasan.

Sedangkan dinas adalah unsur pelaksana urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah. Pimpinan dalam dinas ini adalah kepala

dinas. Sementara badan adalah untuk melaksanakan fungsi penunjang

urusan pemerintah yang menjadi wewenang daerah, meliputi :

perencanaan, keuangan, kepegawaian serta pendidikan dan pelatihan,

penelitian dan pengembangan serta fungsi lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2002, bahwa Pegawai

Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. Pengangkatan

Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan

prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan

jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta obyektivitas

(44)

Maka, jabatan struktural adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,

tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam

jangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Sedangkan Eselon

adalah tingkat jabatan struktural. Untuk dapat diangkat dalam jabatan

struktural seorang Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

1. Berstatus Pegawai Negeri Sipil,

Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri

Sipil.

2. Serendah-rendahnya memiliki pangkat 1 (satu) tingkat di

bawah jenjang pangkat yang ditentukan,

Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki pangkat satu tinglat

lebih rendah dari jenjang pangkat untuk jabatan struktural

tertentu, dipandang telah mempunyai pengalaman dan

kemampuan yang dibutuhkan untu melaksanakan jabatannya.

3. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan,

Kualifikasi dan tingkat pendidikan pada dasarnya akan

mendukung pelaksanaan tugas dalam jabatannya secara

profesional, khususnya dalam upaya penerapan kerangka teori,

analisis maupun metodologi pelaksanaan tugas dalam

jabatannya.

4. Semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya

(45)

Penilaian prestasi kerja pada dasarnya adalah penilaian dari

atasan langsungnya terhadap pelaksanaan pekerjaan Pegawai

Negeri Sipil yang bersangkutan, dan digunakan sebagai salah

satu dasar pertimbangan untuk dapat diangkat ke dalam jabatan

yang lebih tinggi. Dalam penilaian prestasi kerja memuat

unsur-unsur yang dinilai yaitu kesetiaan, prestasi kerja,

tanggungjawab,ketaatan, kejujuran,kerjasama, prakarsa dan

kepemimpinan. Jika penilaian prestasi kerja positif, maka

pegawai yang bersangkutan memenuhi salah satu syarat untuk

dapat dipertimbangkan diangkat dalam jabatan struktural.

5. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan,

Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki

oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan,

keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam

pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil

tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,

efektif dan efisien.

6. Sehat jasmani dan rohani,

Sehat jasmani diartikan bahwa secara fisik seorang Pegawai

Negeri Sipil tidak dalam keadaan sakit-sakitan sehingga

mampu menjalankan jabatannya dengan sebaik-baniknya.

(46)

Pegawai Negeri Sipil tidak dalam terganggu mental atau

jiwanya, sehingga mampu berpikir baik dan rasional.

Selain persyaratan- persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang

Pegawai Negeri Sipil, ada beberapa faktor yang juga menjadi

pertimbangan dalam proses pengangkatan tersebut, diantaranya adalah:

1. Senioritas dalam kepangkatan,

Senioritas dalam kepangkatan hanya akan digunakan apabila

ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi

syarat, maka Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai masa

kerja yang paling lama dalam pangkat tersebut diprioritaskan.

2. Faktor usia,

Dalam menentukan prioritas dari aspek usia harus

mempertimbangkan faktor pengembangan dan kesempatan

yang lebih luas bagi Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan

suatu jabatan struktural. Dengan semikian yang bersangkutan

memiliki cukup waktu untuk menyusun dan melaksanakan

rencana kerja, serta mengevaluasi hasil kerjanya.

3. Pendidikan dan pelatihan (diklat) jabatan,

Diklat kepemimpinan merupakan pendidikan yang harus diikuti

oleh Pegawai Negeri Sipil yang telah atau akan diangkat dalam

(47)

4. Pengalaman,

Pengalaman jabatan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

pengangkatan pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural.

Untuk menjamin kualitas dan obyektivitas pengangkatan,

pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari

jabatan struktural eselon II kebawah, dibentuk Badan Pertimbangan

Jabatan dan kepangkatan (BAPERJAKAT). Salah satu tugas utama dari

Baperjakat adalah memberikan pertimbangan kepada pejabat pembiana

kepegawaian dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam

dan dari jabatan struktural eselon II kebawah. Ketua Baperjakat instansi

daerah kabupaten/kota adalah sekertaris daerah kabupaten/kota dengan

anggota para pejabat eselon II, dan sekretaris dijabat oleh eselon III yang

membidangi kepegawaian.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jabatan adalah

kepercayaan yang diberikan pejabat yang berwewenang kepada seorang

Pegawai Negeri Sipil yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan

yang objektif. Pertimbangan-pertimbangan itu diantaranya adalah

kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk

jabatan itu serta obyektivitas lainnya tanpa membedakan jenis kelamin,

(48)

kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak

seorang Pegawai Negeri Sipil dalam jangka memimpin suatu organisasi.

2.5. Gender

Menurut Pulu, dkk (2006:8) konsep gender (jenis kelamin sosial) adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal sifat, peran,

fungsi dan posisi berdasarkan jenis kelaminnya, yang dipengaruhi oleh

budaya, penafsiran agama, sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem

politik, hukum dan lain-lain. Gender dapat berubah dan sangat tergantung

pada konteks waktu dan tempat.

Sasongko (2009:7) mengatakan bahwa gender adalah perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang

merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan

perkembangan jaman. Sedangkan Heroe (2011:3) mengartikan gender sebagai pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan

tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil

konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan

jaman dan mendapat dukungan masyarakat itu sendiri, yang berbeda

disetiap tempat dan waktu.

Fakih (2003:3) mengemukakan bahwa gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang

dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Sedangkan menurut

(49)

tidak pantas, etis atau tidak etis, dan senonoh atau tidak senonoh.

Pembagian peran gender ini kemudian melahirkan yang dinamakan identitas gender (feminin dan maskulin), peran gender atau gender roles (domestik dan publik), relasi gender atau gender relations (hubungan interaksi antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh norma-norma

dan ekspetasi masyarakat), dan divisi pembagian kerja berdasarkan gender

atau gender division of labour (pembagian status sosial dan eknomi pekerjaan berdasarkan status gender yang berbeda). Oleh karenanya, konsep gender tidak bergantung pada jenis kelamin. Justru, bergantung pada kondisi sosial dan adat budaya setempat.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa gender adalah perbedaan peran, fungsi, posisi dan

tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang dipengaruhi oleh

budaya, sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem politik dan lain-lain

dan dapat berubah sesuai dengan tempat dan waktu.

2.6. Teori-Teori Gender

Sasongko, (2009:17) menjelaskan ada tiga teori tentang gender yaitu teori

nurture, nature dan equilibrum. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perkembangan isu gender, bermunculan teori-teori lain.

1. Teori Nurture,

Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki

(50)

menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut

menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran

dan kontribusinya dalam hidup keluarga, bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh

orang-orang yang konsen memperjuangkan kesetaraan perempuan dan

laki-laki (kaum feminis) yang cendrung mengejar “ kesamaan” atau

fifty-fifty yang kemudian dikenal dengan istilah kesamaan kuantitas (perfect equality). Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai

hambatan, baik karena nilai agama maupun budaya. Karena itu,

aliran nurture melahirkan paham sosial konflik yang memperjuangkan kesamaan proporsional dalam segala aktivitas

masyarakat seperti di tingkatan manajerial, menteri, militer, DPR,

[image:50.595.85.515.236.672.2]

partai politik dan bidang lainnya.

(51)

2. Teori Nature,

Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat

universal. Perbedaan biologis ini memberikan indikasi dan

implikasi bahwa diantara kedua jenis tersebut memiliki peran dan

tugas yang berbeda. Manusia, baik perempuan maupun laki-laki,

memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya

masing-masing.

Dalam kehidupan sosial, ada pembagian tugas (division of

labour), begitu pula dalam kehidupan keluarga karena tidaklah mungkin sebuah kapal dikomandai oleh dua nahkoda. Aliran ini

melahirkan paham struktural fungsional yang, menerima perbedaan

peran, asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh

kesepakatan (komitmen) antara suami istri dalam keluarga, atau

antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan dalam kehidupan

[image:51.595.84.513.245.697.2]

masyarakat.

Gambar 2.3 Konsep Teori Nature

(52)

3. Teori Equilibrium,

Disamping kedua teori tersebut, terdapat paham kompromistis yang

dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan

pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara

perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan

antara kaum perempuan dan laki-laki karena keduanya harus

bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan

berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa. Karena itu, penerapan

kesetaraan gender dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual (yang ada pada tempat dan waktu tertentu) dan

situasional (sesuai situasi/keadaan), bukan berdasarkan perhitungan

[image:52.595.84.523.200.631.2]

secara matematis (jumlah/quota) dan tidak bersifat universal.

(53)

2.7. Penelitian-Penelitian Terdahulu Tentang Isu Gender

Penelitian yang dilakukan oleh McIntosh, B dkk (2015), dengan

pendekatan kualitatif dimana narasumber dalam penelitian ini adalah

perawat yang memiliki anak dan yang tidak memiliki anak dengan jumlah

narasumber ada 32 orang. Narasumber yang dipilih adalah karyawan

„acute‟ nursing dengan umur diantara 26-50 tahun dan yang bekerja di

bagian administrasi „D‟ sampai „senior manajer perawat‟. Penelitian ini

bermaksud untuk mengidentifikasi dan menggambarkan organisasi, situasi

dan faktor-faktor individu yang berkaitan dengan wanita dan hambatan

yang mempengaruhi karir mereka. Adapun hasil dari penelitian ini bahwa

pekerjaan ini masih didominasi oleh wanita, dan ditemukan juga para

perawat wanita ini menolak adanya upaya untuk memberikan kemudahan

bagi mereka yang memiliki anak. Progress karir untuk wanita yang telah memiliki anak terhambat dan mendorong sebagian besar dari mereka

untuk mempertahankan praktek kerja „tradisonal‟. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa karir bagi yang sudah memiliki anak bukanlah

menjadi tujuan bagi mereka, tetapi yang menjadi penting bagi mereka

adalah memprioritaskan anak-anak mereka. Wanita yang sudah memiliki

anak, walaupun anak adalah prioritas mereka, tetapi dalam pekerjaan

tidak mengesampingkan pekerjaan mereka sebagai perawat yang juga

dibutuhkan pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Ruth Sealy (2010), dengan

menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode pengumpulan data

(54)

digunakan adalah coding analysis. Narasumber dalam penelitian ini adalah

direktur senior wanita yang berjumlah 33 orang yang sudah bekerja lebih

dari 10 tahun di perbankan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi

bagaimana kelompok senior direktur wanita di bank menunjukkan dam

menggambarkan pemahaman dan pengalaman mereka tentang peran dari

meritocracy, dalam konteks pada karir mereka.

Meritocracy is a system of government or organization where in appointments are made and responsibilities given based on demonstrated talent and ability (merit), rathen than wealth, family connections, class privilege, friends, seniority, popularity or other historical determinants of social position or political power” (wilkpedia, 2009).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

Meritocracy adalah sebuah sistem yang dalam pemerintahan dan organisasi yang merupakan petunjuk yang dibuat dan memberikan tanggungjawab berupa bakat dan kemampuan dari pada kekayaan, koneksi dengan keluarga, hak istimewa, teman, senioritas, popularitas dan sejarah lainnya atau kekuatan politik.

Adapun hasil dari penelitian ini bahwa karir yang diperoleh mereka

adalah dalam dua penilaian yaitu pertama penghargaan yang diperoleh

organisasi dan yang kedua adalah atas usaha dan prestasi yang diakui atau

personal levels dalam hal ini adalah bagaimana pengaruh dari kesadaran individual (individual’s cognitions), emosional (emotions) dan

kepercayaan diri (self-belief) yang dimiliki wanita-wanita karir tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Jusuf Irianto (2007),

mengungkapkan bahwa sejak dekade 199-an jumlah kaum perempuan

(55)

perusahaan maupun organisasi pemerintahan secara kuantitatif mengalami

kenaikan (Limerick et al., 1995). Seperti yang dikatakan oleh Randy

Albedha (1997) dalam tulisannya di Industrial Relations Journal tentang

Peningkatan peran perempuan dalam organisasi bahwa :

“Selain secara kuantitatif mengalami peningkatan, perempuan yang bekerja dalam organisasi juga mampu menembus posisi manajerial (sekalipun dalam jumlah yang sangat terbatas) yang selama ini didominasi oleh kaum laki-laki”.

Keterlibatan dan peningkatan karir perempuan dalam organisasi

tidak hanya terjadi di negara-negara benua Amerika terutama di Amerika

Serikat dan Kanada serta negara lainnya di Eropa, namun juga terjadi di

negara-negara benua Asia seperti Jepang, China, Hong Kong, Singapura,

Taiwa, India, Korea Selatan, Thailand dan bahkan Indonesia. Jumlah

manajer perempuan di negara-negara tersebut terus bertambah seiring

dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi secara konstan serta rata-rata

tingkat pendidikan kaum perempuan yang juga mengalami peningkatan.

Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendidikan diyakini mampu

membangun martabat dan kapasitas individu sehingga pada akhirnya kaum

perempuan memiliki kemampuan untuk terlibat dalam proses

keorganisasian.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fransiska N. Ralahallo (2009)

mengatakan bahwa era globalisasi yang terjadi sekarang ini ditandai

dengan terjadinya banyak perubahan yang sangat pesat pada berbagai

(56)

Perubahan dan perkembangan itu semakin menarik untuk diperhatikan,

yakni semakin banyaknya tenaga kerja usia muda / produktif yang

memasuki dunia kerja, dan terutama adanya peningkatan jumlah tenaga

kerja perempuan yang masuk ke dunia kerja profesional. Kondisi ini pada

satu sisi menunjukkan semakin besarnya akses bagi kaum perempuan

untuk masuk dalam dunia kerja dan semakin terbukanya kesempatan bagi

kaum perempuan untuk mengembangkan diri dalam dunia kerja. Akan

tetapi, disisi lain peningkatan jumlah perempuan yang memasuki dunia

kerja akan dihadapi dengan banyaknya hambatan yang menghambat

kenaikan karir bagi kaum perempuan tersebut. masalah yang dihadapi oleh

kaum perempuan yang bekerja salah satunya adalah adanya isu-isu gender

yang menganggap kaum perempuan adalah kaum yang lemah dan

dependent, selain itu adanya stereotip pada salah satu jenis kelamin yang seringnya memberatkan kaum perempuan.

Dari keempat jurnal di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan

yang terjadi di dunia kerja sangat menarik untuk diperhatikan. Perubahan

itu lebih khusus adalah adanya peningkatan peran perempuan dalam dunia

kerja. Peningkatan tersebut memberikan dampak yang positif maupun

dampak negatif. Tidak hanya di Indonesia, di negara maju pun keterlibatan

perempuan dalam dunia kerja masih menjadi perhatian. Hal ini

dikarenakan masih adanya perbedaan yang dilakukan untuk pekerja

perempuan dan pekerja laki-laki. Tidak hanya adanya perbedaan tetapi

(57)

progress karir mereka. Hambatan-hambatan yang ada itu desebabkan oleh banyak hal diantaranya adalah masih adanya isu gender, selain itu masih adanya anggapan bahwa perempuan adalah kaum yang lemah, pasif dan

anggapan-anggapan lain yang melemahkan kepercayaan diri perempuan.

Akan tetapi, penelitian yang dilakukan pada kelompok senior direktur

perbankan yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun, mengungkapkan bahwa

kemampuan, bakat serta tanggung jawab yang dimiliki oleh perempuan

bisa membuat karir mereka menjadi semakin baik, faktor-faktor lain

termasuk kekuatan politik tidaklah menjadi dasar dalam penilaian prestasi

yang mereka dapatkan saat ini. Perempuan juga mampu berprestasi dan

bahkan bisa lebih dari kaum laki-laki, selama perempuan diberi

(58)

BAB III

Gambar

Tabel          Judul
Gambar          Judul
Gambar 1.1 Segregasi Gender di Indonesia, Agustus 2014
Table 1. 1
+7

Referensi

Dokumen terkait