PENGARUH MEWARNAI MANDALA PADA KECEMASAN DEWASA AWAL
Rosalia Stefani
ABSTRAK
Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mewarnai mandala sebagai teknik relaksasi dalam menurunkan kecemasan. Hipotesis menyatakan bahwa mewarnai mandala menurunkan tingkat kecemasan. Subjek penelitian adalah 35 orang mahasiswa Universitas Sanata Dharma berusia 19 sampai 24 tahun, terdiri dari 18 perempuan dan 17 laki-laki. Pemilihan subjek melalui teknik opportunity sampling Data diperoleh menggunakan skala kecemasan STAI form Y. Analisis data menggunakan uji paired sample t-test. Hasil uji beda secara umum menunjukkan perbedaan tingkat kecemasan secara signifikan sebelum dan sesudah mewarnai mandala (p=0,000≤0,05 dan ttest=5,185). Secara khusus, hasil uji beda untuk kecemasan sesaat dan kecemasan dasar juga menunjukkan perbedaan signifikan, masing-masing sebesar p=0,000≤0,05 ttest=5,408; p=0,009≤0,05 ttest=3,486. Hipotesis penelitian diterima.
THE INFLUENCE OF MANDALA COLORING ON YOUNG ADULT ANXIETY
Rosalia Stefani
ABSTRACT
This research aimed to examine the influence of mandala coloring as relaxation techniques on anxiety. The proposed hypothesis is mandala coloring reduce anxiety levels. The subjects were 35 college students aged nine-teen to twenty-four years old, consisting of eight-teen females and seven-eight-teen males. The sampling techniques used opportunity sampling. The data were collected by STAI form Y scale. The data were analyzed using paired sample t-test. Generally, the result of t-test shows a significant difference in anxiety levels before and after mandala coloring (p=0,000≤0,05 and ttest=5,185). Specifically, the t-test result for state anxiety and trait anxiety shows a significant difference too (p=0,000≤0,05 ttest=5,408;p=0,009≤0,05 ttest=3,486. The research hypothesis proved.
PENGARUH MEWARNAI MANDALA PADA KECEMASAN
DEWASA AWAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Rosalia Stefani
129114095
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
“Kiranya diberikan
-Nya kepadamu apa yang kau kehendaki
dan dijadikan-
Nya berhasil apa yang telah kau rancangkan.”
-Mazmur 20:5-
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia
yang memberi kekuatan kepadaku.”
-Filipi 4:13-
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk…
Tuhan Yesus Kristus, yang selalu melimpahkan berkat-Nya dan menyertai setiap langkahku.
Kedua orang tua dan adik-adik tercinta, yang senantiasa mendukung dan menjadi penyemangatku. Kalian adalah alasanku untuk tidak menyerah.
Thank you for always encouraging me to do my best.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh
Mewarnai Mandala pada Kecemasan Dewasa Awal” adalah benar-benar karya sendiri
dan bukan jiplakan dari karya tulisan orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya.
Pendapat atau hasil penelitian orang lain yang tercantum dalam skripsi ini dikutip
atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Yogyakarta, 18 Juli 2016
Penulis,
Rosalia Stefani
vii PENGARUH MEWARNAI MANDALA PADA KECEMASAN
DEWASA AWAL
Rosalia Stefani
ABSTRAK
Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mewarnai mandala sebagai teknik relaksasi dalam menurunkan kecemasan. Hipotesis menyatakan bahwa mewarnai mandala menurunkan tingkat kecemasan. Subjek penelitian adalah 35 orang mahasiswa Universitas Sanata Dharma berusia 19 sampai 24 tahun, terdiri dari 18 perempuan dan 17 laki-laki. Pemilihan subjek melalui teknik opportunity sampling Data diperoleh menggunakan skala kecemasan STAI form Y. Analisis data menggunakan uji paired sample t-test. Hasil uji beda secara umum menunjukkan perbedaan tingkat kecemasan secara signifikan sebelum dan sesudah mewarnai mandala (p=0,000≤0,05 dan ttest=5,185). Secara khusus, hasil uji beda untuk kecemasan sesaat dan kecemasan dasar juga menunjukkan perbedaan signifikan, masing-masing sebesar p=0,000≤0,05 ttest=5,408; p=0,009≤0,05 ttest=3,486. Hipotesis penelitian diterima.
viii
THE INFLUENCE OF MANDALA COLORING ON YOUNG ADULT ANXIETY
Rosalia Stefani
ABSTRACT
This research aimed to examine the influence of mandala coloring as relaxation techniques on anxiety. The proposed hypothesis is mandala coloring reduce anxiety levels. The subjects were 35 college students aged nine-teen to twenty-four years old, consisting of eight-teen females and seven-teen males. The sampling techniques used opportunity sampling. The data were collected by STAI form Y scale. The data were analyzed using paired sample t-test. Generally, the result of t-test shows a significant difference in anxiety levels before and after mandala coloring (p=0,000≤0,05 and ttest=5,185). Specifically, the
t-test result for state anxiety and trait anxiety shows a significant difference too (p=0,000≤0,05 ttest=5,408;p=0,009≤0,05 ttest=3,486. The research hypothesis proved.
ix LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Rosalia Stefani
NIM : 129114095
Demi pengenbangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Pengaruh Mewarnai Mandala pada Kecemasan Dewasa Awal
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 18 Juli 2016 Yang menyatakan,
x KATA PENGANTAR
Puji Syukur dan terima kasih penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala penyertaan dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Priyo Widianto, M.Si., Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., Kepala Program Studi Psikologi Universitas
Sanata Dharma.
3. Dr. A. Priyono Marwan, SJ., Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas
waktu, bimbingan, motivasi dan kesabaran yang luar biasa kepada penulis.
4. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik .Terima kasih atas
pendampingan, arahan dan saran yang diberikan dari awal semester.
5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat dan menarik.
6. Seluruh staff Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gik, Mas Muji.
Terima kasih atas segala bantuan dan pelayanan yang begitu ramah.
7. Kedua orang tua tersayang dan adik-adikku. Terima kasih atas cinta, doa dan
dukungan yang tak pernah putus. Terima kasih karena selalu berusaha
xi 8. Ayu Lestari, sahabatku yang jauh di mata namun dekat di hati. Terima kasih
selalu memberikan telinga untuk setiap cerita.
9. Maria Karina, Regina Giovanny, Devi Putri, Maria Rosaria A.M., Chlara
Rekaasta, Arsukma Wiranti dan Hastyamida Silvia, partner in crime yang
mewarnai hidupku di Jogja empat tahun belakangan ini. Terima kasih selalu
membuatku tetap waras saat keadaan sedang gila-gilanya. See you on top, guys
10.Partner bimbingan skripsi: Olip, Jeje, Indri, Suci, Nitnit, Mbak Winda, Aprek,
Asoy, Flo, Risca, Anggie, Bimo, Intan, Romo Yulius, Komang, Esthy, Sonia dan
Clara. Terima kasih sudah berjuang bersama dan saling memotivasi.
11.Semua pihak yang membantu proses pengambilan data, terutama Aldion Yonatan,
Lindi Oktavia, Tri Yulianti Ardana, Irene Yesi dan Priskila Dayu. Terima kasih
banyak telah bersedia direpotkan. Tuhan memberkati kalian semua.
12.Teman-teman di Fakultas Psikologi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Terima kasih telah berproses bersama selama empat tahun ini. Sukses!
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
pihak-pihak terkait. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan dan berterimakasih atas kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan karya ini.
Yogyakarta, 18 Juli 2016 Penulis,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
1. Manfaat Teoritis ... 6
xiii
BAB II. LANDASAN TEORI ... 7
A. Kecemasan ... 7
1. Definisi Kecemasan ... 7
2. Proses Kecemasan ... 9
3. Jenis-jenis Kecemasan ... 10
B. Mewarnai Mandala... 10
D. Pengaruh Mewarnai Mandala Pada Kecemasan ... 20
E. Skema Penelitian ... 23
F. Hipotesis ... 23
BAB III. METODE PENELITIAN ... 24
A.Jenis Penelitian ... 24
B.Variabel Penelitian ... 24
C.Definisi Operasional ... 24
xiv
2. Kecemasan ... 25
D.Subjek Penelitian ... 25
E.Metode dan Alat Pengambilan Data ... 26
F. Prosedur Penelitian ... 27
G.Validitas dan Reliabilitas ... 29
1. Validitas ... 29
2. Seleksi Item ... 30
3. Reliabilitas ... 32
H.Metode Analisis Data ... 33
1. Uji Normalitas ... 33
2. Uji Homogenitas ... 33
3. Uji Hipotesis ... 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
A.Pelaksanaan Penelitian ... 35
B.Deskripsi Subjek Penelitian ... 35
C.Deskripsi Data Penelitian ... 36
D.Hasil Penelitian ... 37
1. Uji Normalitas ... 37
2. Uji Homogenitas ... 38
3. Uji Hipotesis ... 39
E.Pembahasan ... 43
xv
A.Kesimpulan ... 47
B.Keterbatasan Penelitian ... 47
C.Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.Distribusi Item Skala Kecemasan STAI Setelah Uji Coba ... 31
Tabel 3.2 Distribusi Item Skala Penelitian Kecemasan ... 32
Tabel 3.3 Reliabilitas Skala Uji Coba ... 33
Tabel 4.1 Uji Normalitas ... 38
Tabel 4.2 Uji Homogenitas ... 38
Tabel 4.3 Ringkasan Paired Sample Statistic Pre-Test dan Post-Test ... 39
Tabel 4.4Ringkasan Paired Samples Test Uji Beda Pre-test dan Post-test ... 40
Tabel 4.5Ringkasan Paired Sample Statistic State Anxiety ... 40
Tabel 4.6 Analisis Paired Samples T-Test State Anxiety ... 41
Tabel 4.7 Ringkasan Paired Sample Statistic Trait Anxiety ... 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berhadapan dengan situasi kecemasan merupakan pengalaman sehari-hari
manusia (Wiramihardja, 2005). Twenge (2000) mengungkapkan bahwa ancaman
keamanan, kesejahteraan ekonomi, hubungan dengan orang lain, masalah karir
atau prestasi dan kondisi yang menjadi sumber kekhawatiran dapat menimbulkan
kecemasan. Menurut Spielberger (1972), kecemasan merupakan reaksi emosional
yang tidak menyenangkan terhadap bahaya nyata maupun imajiner yang disertai
dengan perubahan sistem syaraf otonom dan pengalaman subjektif sebagai
tekanan, ketakutan dan kegelisahan. Kecemasan merupakan respon yang normal
terhadap ancaman dan menjadi abnormal bila mulai mengganggu fungsi
kehidupan sehari-hari individu (Nevid, Rathus dan Greene, 2005).
Hoffman (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kecemasan dan perbedaan budaya. Individu yang berasal dari budaya yang
berbeda memiliki kecemasan yang berbeda pula (Hoffman, 2010). Individu dalam
budaya barat cenderung didorong untuk mengungkapkan perasaan-perasaan
negatifnya. Sebaliknya, individu dalam budaya timur terbiasa mengabaikan
negatif. Hal ini membuat individu dalam budaya timur memiliki kecemasan yang
lebih tinggi (Kleinman, 1980).
Indonesia yang memiliki budaya timur mengalami peningkatan prevalensi
kecemasan tiap tahunnya. Data dari WHO (1995) menyebutkan bahwa sekitar 80
dari 100 penduduk Indonesia menderita gangguan non psikotis seperti stress dan
kecemasan. Hasil Riset Kesehatan Dasar menyebutkan prevalensi gejala-gejala
depresi dan kecemasan di Indonesia pada individu berusia di atas 15 tahun
mencapai 6% atau sekitar 14 juta orang (Depkes, 2011). Pada tahun 2013, angka
tersebut meningkat menjadi 11,6% atau 17,4 juta jiwa (Depkes, 2013).
Kecemasan yang tinggi di Indonesia berdampak pada menurunnya produktivitas
individu hingga mengganggu kualitas kerja, hubungan keluarga dan memicu
konflik. Prevalensi yang tinggi ini disebabkan oleh tekanan dan beban hidup yang
dialami masyarakat Indonesia (health.kompas.com, 2015).
Kecemasan di Indonesia sering muncul pada individu berusia 15 tahun keatas
(Depkes, 2011). Pada usia tersebut, seseorang mulai memasuki masa dewasa
awal, yaitu periode penyesuaian diri pada pola-pola hidup dan harapan-harapan
sosial baru (Hurlock, 1980). Menurut Papalia, Olds dan Feldman (2009), pada
masa ini individu dituntut untuk lebih mengembangkan disiplin, kemandirian,
kepercayaan diri dan kemampuan mengatasi berbagai masalah. Selain itu,
individu juga mengembangkan keterampilan mereka untuk mempertahankan
kemandirian selama masa remaja dan mengelola tugas-tugas baru serta
tuntutan-tuntutan tersebut tidak dapat dilaksanakan atau diatasi dengan baik maka
timbulah kecemasan.
Mahasiswa merupakan individu dewasa awal. Mahasiswa sering cemas
ketika berhadapan dengan beberapa kewajiban dan masalah waktu (Harun,
Rinehart dan Ceballos, 2010). Sumber-sumber kecemasan pada mahasiswa antara
lain ketakutan dengan tugas atau materi perkuliahan, kesulitan menemukan
motivasi untuk belajar, dan kekhawatiran terhadap kemampuan akademik (Smith
dan Renk, 2007). Harun et al. (2010) menyebutkan bahwa kecemasan pada
mahasiswa memiliki efek signifikan melemahkan belajar dan prestasi.
Kecemasan mendorong individu mencari cara untuk mengatasinya.
Teknik-teknik sederhana seperti relaksasi, meditasi, dan olahraga merupakan cara-cara
mengatasi kecemasan. Relaksasi dikatakan sebagai salah satu teknik mengurangi
kecemasan karena mengurangi ketegangan-ketegangan individu dan membuat
individu mampu menghindari reaksi berlebihan terhadap sumber kecemasan
(Beech, 1982), Salah satu teknik relaksasi sederhana untuk mengurangi
kecemasan adalah mewarnai. Mewarnai merupakan kegiatan seni yang dapat
dilakukan semua orang, tidak bersifat kompetitif dan multikultural (Belchamber,
1997). Mewarnai merupakan salah satu teknik relaksasi karena gerakan pensil
warna secara berulang membuat seseorang berada dalam kondisi here and now
(Malchiodi, 2010). Mewarnai juga mengeluarkan imajinasi dan mampu membawa
seseorang kembali ke masa kecil yaitu masa dimana kecemasan lebih sedikit
berekspresi dan pemikiran kreatif yang mendorong keadaan relaksasi (Sandmire,
Garham, Rankin dan Grimm, 2012).
Mewarnai lebih efektif dalam mengurangi kecemasan jika mengambil bentuk
geometris yang kompleks seperti mandala (Belchamber, 1997). Belchamber
(1997) merekomendasikan mandala yang biasa digunakan sebagai objek meditasi
di tradisi spiritual. Dalam berbagai tradisi spiritual, mandala digunakan untuk
memfasilitasi meditasi dan digunakan dalam ritual sakral sebagai alat
transformatif untuk membantu penyembuhan (Mandalas as Spiritual Practice,
2016). Jung merupakan psikoterapis pertama yang menggunakan mandala dalam
ranah psikologi (Slegelis dalam Jangha, 2009). Dengan bantuan mandala, Jung
(1989) mengamati transformasi psikisnya dari hari ke hari. Ia merasa mandala
mengarahkannya ke sebuah titik, yaitu titik pusat. Mewarnai pola simetris dan
berulang dalam bentuk melingkar seperti mandala membuat individu akan
terfokus dan mengabaikan sementara pikiran-pikiran negatifnya (Dreak, Searight
dan Pupek, 2014). Mewarnai mandala juga membuat individu memasuki keadaan
meditasi yang mengarah ke penemuan diri. Individu mengendalikan pikiran yang
menimbulkan kecemasan dengan mewarnai mandala.
Beberapa penelitian menemukan bahwa mewarnai mandala efektif dalam
mengurangi kecemasan. Curry dan Kasser (2005) menguji efektivitas mewarnai
bentuk mandala selama 20 menit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
mewarnai mandala selama 20 menit lebih efektif daripada mewarnai bentuk
Curry dan Kasser (2005) dan menemukan hasil serupa, yaitu mewarnai mandala
lebih efektif daripada mewarnai bentuk free-form atau plaid. Garham, Rankin dan
Grimm (2012) juga melakukan penelitian mengenai pengaruh art-making pada
kecemasan dan menemukan bahwa 30 menit proses art-making seperti mewarnai
mandala menurunkan kecemasan. Penelitian Dreak et al. (2014) melihat pengaruh
art-making yaitu mewarnai mandala, plaid, atau free-form selama 20 menit
terhadap mood negatif (depresi, kecemasan dan ketegangan) dan menunjukkan
bahwa mewarnai mandala lebih efektif mengurangi kecemasan.
Penelitian-penelitian sebelumnya membuktikan bahwa mewarnai mandala
efektif untuk menurunkan kecemasan. Di Indonesia, banyak penelitian-penelitian
mengenai berbagai media untuk menurunkan kecemasan. Namun, peneliti belum
menemukan penelitian yang menggunakan mewarnai mandala sebagai media
menurunkan kecemasan di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui
apakah mewarnai mandala memiliki dampak yang signifikan untuk menurunkan
tingkat kecemasan pada dewasa awal di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Apakah mewarnai mandala mempengaruhi kecemasan individu dewasa awal?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mewarnai mandala dalam
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu psikologi
klinis, secara khusus mengenai manfaat mewarnai mandala sebagai treatment
lain untuk menurunkan kecemasan.
2. Manfaat Praktis
- Mewarnai mandala sebagai media untuk menurunkan kecemasan.
7
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Kecemasan adalah reaksi emosional tidak menyenangkan terhadap
bahaya nyata maupun imajiner yang disertai dengan perubahan sistem syaraf
otonom. Kecemasan disertai oleh proses somatik atau proses untuk
menyeimbangkan kondisi dari luar lingkungan dalam situasi yang
membahayakan (Spielberger, 1972). Spielberger (1972) membedakan
kecemasan menjadi dua jenis, yaitu state anxiety dan trait anxiety. Kedua
jenis kecemasan ini saling berinteraksi untuk menentukan reaksi-reaksi yang
muncul dalam diri individu ketika dihadapkan pada situasi yang menimbulkan
kecemasan.
Atkinson, Atkinson dan Hilgard (1983) juga menjelaskan kecemasan
sebagai emosi tidak menyenangkan yang ditandai dengan gejala kekhawatiran
dan perasaan takut. Kecemasan berbeda dengan ketakutan dan kekhawatiran.
Kecemasan lebih samar dari ketakutan. Kecemasan tidak datang dari situasi
yang langsung dirasakan melainkan dari situasi yang diantisipasi seseorang.
situasi tertentu seperti ujian dan masalah keuangan sedangkan kecemasan
merupakan keadaan emosional secara umum (Hurlock, 1988).
Sullivan dalam Hall dan Lindzey (1993) mengartikan kecemasan
sebagai tegangan akibat ancaman-ancaman nyata terhadap keamanan
seseorang. Kecemasan yang hebat mereduksi efisiensi individu dalam
memuaskan kebutuhan-kebutuhan, mengganggu hubungan antar pribadi dan
mengacaukan pikiran. Freud (dalam Spielberger & Sydeman, 1994)
mengemukakan bahwa kecemasan adalah keadaan emosional yang terdiri dari
perasaan takut, tegang, gugup, dan khawatir yang disertai dengan reaksi
fisiologis tertentu.
Selanjutnya, kecemasan didefinisikan Nevid, Rathus dan Greene
(2005) sebagai suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan
fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan dan perasaan khawatir
bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Durand dan Barlow (2007)
mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan suasana perasaan yang ditandai
dengan afek negatif yang kuat dan gejala-gejala ketegangan dimana seseorang
mengantisipasi bahaya atau kemalangan di masa mendatang dengan penuh
rasa khawatir.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, peneliti memilih menggunakan
definisi kecemasan menurut Spielberger (1972), yaitu kecemasan sebagai
reaksi emosional yang tidak menyenangkan mencakup tekanan, ketakutan,
perubahan sistem syaraf otonom. Peneliti memilih definisi kecemasan
menurut Spielberger (1972) karena definisi tersebut relevan dengan tujuan
penelitian yang ingin mengungkap kecemasan sesaat (state anxiety) dan
kecemasan dasar (trait anxiety).
2. Proses Kecemasan
Spielberger (1972, dalam Apriliani, 2015) menjelaskan proses
kecemasan ke dalam lima tahap sebagai berikut:
a. Evaluative Situation
Mengevaluasi situasi yang dianggap merangsang timbulnya kecemasan.
b. Perception of Situation
Individu memberi penilaian terhadap situasi mengancam berdasarkan
sikap, kemampuan dan pengalaman masa lalu.
c. Anxiety State Reaction
Jika situasi mengancam dinilai berbahaya, maka kondisi kecemasan
individu meningkat dan melibatkan reaksi fisiologis, seperti jantung yang
berdegup kencang, sakit perut dan kegelisahan.
d. Cognitive Reappraisal
Individu berusaha mencari cara untuk mengatasi, mengurangi dan
menghilangkan perasaan terancam dengan mekanisme pertahanan
e. Psychological Defense Mechanisms
Mengembangkan mekanisme pertahanan psikologis yang digunakan untuk
mengurangi kondisi kecemasan, seperti sublimasi.
3. Jenis-jenis kecemasan
Spielberger (dalam Sandmire, Garham, Rankin, dan Grimm, 2012)
membedakan dua jenis kecemasan, yaitu:
a. Kecemasan Sesaat (State Anxiety)
Keadaan emosional sementara yang mencakup perasaan ketakutan,
ketegangan dan aktivitas tinggi dari sistem saraf otonom. Kecemasan ini
langsung terjadi saat stimulus yang tidak menyenangkan atau keadaan yang
mengancam muncul, baik secara objektif berbahaya maupun tidak.
Penghayatan individu terhadap ancaman yang dihadapi menentukan
tingginya intensitas reaksi kecemasan sesaat. Apabila individu masih
menganggap keadaan tersebut sebagai ancaman atau membahayakan, maka
reaksi kecemasan sesaat masih dimunculkan.
b. Kecemasan Dasar (Trait Anxiety)
Kecemasan dasar mengacu pada perbedaan atau kecenderungan
individu dalam merasakan sebuah stimulus yang mengancam dan
menanggapi ancaman tersebut. Kecemasan dasar mempengaruhi intensitas
kecemasan sesaat, meskipun tidak tampak dalam tingkah laku yang
tinggi cenderung lebih sering memunculkan reaksi cemas karena lebih peka
dibandingkan dengan individu dengan kecemasan rendah. Kecemasan ini
terjadi secara tetap dan merupakan sisa dari pengalaman masa lalu.
State anxiety dan trait anxiety diukur menggunakan skala STAI
form Y yang terdiri dari 20 item state anxiety dan 20 item trait anxiety yang
mecakup empat aspek kecemasan, yaitu, ketakutan, kegugupan, ketegangan
dan kekhawatiran.
B. Mewarnai Mandala
1. Mewarnai
Jung dan Freud mengemukakan bahwa seni digunakan sebagai alat
ekspresi diri (Eisedel dalam Small, 2006). Small (2006) mengungkapkan
bahwa seseorang yang merepresikan kecemasannya menggunakan seni untuk
mengomunikasikan ketakutan-ketakutannya. Salah satu aktivitas seni yang
dilakukan adalah mewarnai. Mewarnai merupakan aktivitas seni dengan
memberikan warna pada suatu objek menggunakan media pensil warna,
krayon, atau spidol. Santos (2014) mengungkapkan bahwa mewarnai
mengaktifkan kedua wilayah otak serta melibatkan logika dan kreativitas.
Logika dan kreativitas dilibatkan ketika proses mewarnai serta mencampur
dan mencocokkan warna. Mewarnai merupakan salah satu teknik relaksasi
karena individu dapat memasuki keadaan yang lebih kreatif dan bebas. Proses
dasar otak yang terlibat dalam mengendalikan emosi. Selain itu, gerakan
pensil warna secara berulang dianggap mematikan pikiran untuk melarikan
diri dari here and now (Malchiodi, 2010). Mewarnai juga mengeluarkan
imajinasi dan membawa individu ke masa dimana emosi negatif jauh lebih
sedikit (Santos, 2014). Mewarnai lebih efektif dalam mengurangi kecemasan
jika mengambil bentuk geometris yang kompleks seperti mandala
(Belchamber, 1997).
2. Teori Warna
Menurut Kouwer (1949), warna merupakan kualitas dari sebuah objek.
Secara praktis, warna menjadi penting karena fungsinya dalam menunjukkan
dan menandakan suatu hal, misalnya pentingnya “merah” pada “darah”
terletak pada kenyataan bahwa “merah” menunjukkan adanya “darah”. Kita
tidak melihat warna merah terpisah dari darah, tetapi di dalam “merah” kita
melihat “darah”. Warna “abu-abu” dan “awan” juga tidak kita lihat sebagai
faktor independen tetapi sebagai petunjuk bahwa akan terjadi badai.
Sanyoto (2009) mendefinisikan warna secara fisik dan psikologis. Warna
secara fisik adalah sifat cahaya yang dipancarkan, sedangkan secara
psikologis warna adalah bagian dari pengalaman indera penglihatan. David
dalam Darmapawira (2002) menggolongkan warna menjadi dua, yaitu warna
eksternal dan internal. Warna eksternal adalah warna yang bersifat fisika atau
melihat warna kemudian mengolahnya di otak dan cara mengekspresikannya.
Secara umum diketahui bahwa warna mempengaruhi jiwa atau emosi
manusia. Warna juga menggambarkan suasana hati seseorang (Darmapawira,
2002).
3. Makna Warna
David (1987) dalam Darmapawira (2002) menjelaskan bahwa warna
memiliki makna atau nilai perlambangan secara umum, sebagai berikut:
a. Merah
Warna terkuat dan paling menarik perhatian. Warna ini melambangkan
vitalitas, keberanian, bahaya, kekuatan, pengorbanan.
b. Ungu
Warna ini melambangkan dukacita, melankolis, kesucian dan misteri.
Karakteristik warna ini adalah sejuk, negatif, murung, dan menyerah.
c. Biru
Warna ini memiliki karakteristik sejuk, pasif, tenang dan damai. Biru
melambangkan kesetiaan dan keikhlasan.
d. Hijau
Hijau melambangkan kepercayaan, kelembutan, kesegaran, kehidupan dan
e. Kuning
Kuning sering dilambangkan sebagai ketenangan. Kebahagiaan,
kehangatan, kebijaksanaan.
f. Jingga (orange)
Warna ini melambangkan keceriaan, kehangatan, semangat muda,
menarik. Warna ini memiliki daya tarik yang kuat karena mampu
merangsang pandangan mata.
g. Putih
Warna putih memiliki karakter positif, merangsang, ringan, cemerlang dan
sederhana. Warna putih melambangkan kesucian, polos, jujur dan murni
h. Abu-abu
Warna ini melambangkan ketenangan, kesopanan dan kesederhanaan.
i. Hitam
Warna ini melambangkan kegelapan, kekuatan yang gelap, kehancuran.
Warna ini sering diasosiasikan dengan sifat negatif.
j. Coklat
Warna ini melambangkan ketenangan, rendah hati, alami, kebersamaan.
Penggunaan warna dalam penelitian ini mereplikasi penelitian Curry dan
Kesser (2005) serta Vennet dan Serice (2012) yang menggunakan enam warna,
yaitu merah, kuning, hijau, jingga, biru dan ungu. Alasan pemilihan warna
menurut Curry dan Kasser (2005) adalah keenam warna yang digunakan
4. Mandala
a. Sejarah Mandala
Pada awalnya mandala merupakan alat meditasi dalam agama Buddha
Tibet dan Tradisi Navaho (Hendersen, Rosen dan Mascaro, 2007). Dalam
berbagai tradisi spiritual, mandala digunakan untuk memfasilitasi meditasi
dan digunakan dalam ritual sakral sebagai alat transformatif untuk
membantu penyembuhan. Hildegard Von Bingen, seorang biarawan
kristen di abad ke-12 menciptakan banyak mandala yang indah untuk
mengekspresikan visi dan keyakinannya. Biarawan di Tibet dan suku
Indian di Amerika juga menggunakan mandala sebagai cara
membangkitkan energi spiritual, meditasi, dan penyembuhan (Mandalas
as Spiritual Practice, 2016).
Jung merupakan psikoterapis pertama yang menggunakan mandala
dalam ranah psikologi (Slegelis dalam Jangha, 2009). Pada tahun 1916,
Jung menggambar mandala pertamanya. Kemudian pada tahun 1918-1919
ia membuat mandala setiap pagi sesuai dengan situasi batinnya saat itu.
Jung (1989) merasa mandala yang dibuatnya merupakan tulisan rahasia
(cryptogram) mengenai keadaan diri yang disampaikan setiap hari secara
baru. Selain itu, ia merasa melihat self di dalam gambar mandala yang
dibuatnya. Dengan bantuan gambar mandala, ia mengamati transformasi
segala jalan yang telah dilaluinya mengarahkannya ke sebuah titik, yaitu
titik pusat. Hal ini semakin meyakinkannya bahwa mandala adalah pusat
atau lambang dari jalur untuk menuju proses individuasi (menuju pusat).
Secara bertahap, Jung (1989) menemukan apa itu mandala sebenarnya,
yaitu formasi, transformasi dan rekreasi abadi dari pikiran yang kekal.
b. Definisi Mandala
Mandala berasal dari bahasa sansekerta kuno yang berarti lingkaran
atau pusat. Dalam bahasa Tibet, mandala disebut sebagai “Khyil-Khor”
yang berarti pusat alam semesta (Chaudhary, 2012). Bentuk mandala
sering muncul di alam berupa bunga, kepingan salju, matahari atau bulan
(Mandalas as Spiritual, Practice, 2016). Sebuah mandala biasanya terdiri
dari lingkaran dalam sebuah persegi dan sebuah titik pusat lingkaran yang
menjadi tempat berkumpul bentuk-bentuk lain yang ada di dalamnya.
Sebagian besar bentuk mandala berupa roda, salib atau sekuntum bunga.
Dalam bahasa sansekerta, mandala berarti lingkaran magis (Jung, 1989).
Selain sebagai simbol spiritual di Hindu dan Buddha, mandala sering
dikaitkan dengan Carl Jung yang melihat simbol-simbol ini mewakili
kesatuan dari bagian yang bertentangan dengan kepribadian seseorang
(Dreak, Searight, dan Pupek, 2014). Menurut Jung (dalam Vennet dan
Serice, 2012), bentuk melingkar pada mandala menunjukkan keutuhan dan
penjelmaan diri dari proses psikis (Jung, 1989). Jung menemukan
kegunaan membuat mandala secara teratur ketika ia butuh memusatkan
diri dan membungkam dialog batin yang kacau (Bair dalam Vennet dan
Serice, 2012).
5. Mewarnai Mandala
Mewarnai mengaktifkan kedua wilayah otak serta melibatkan logika dan
kreativitas. Logika dan kreativitas dilibatkan saat mencampur dan
mecocokkan warna (Santos, 2014). Malchiodi (2010) mengungkapkan bahwa
mewarnai merupakan salah satu teknik relaksasi karena gerakan pensil warna
secara berulang mencegah pikiran untuk melarikan diri dari here and now.
Santos (2014) mengemukakan bahwa relaksasi dianggap mampu menurunkan
aktivitas amygdala yang terlibat dalam mengendalikan emosi. Mewarnai
dikatakan menekan kecemasan karena mengeluarkan imajinasi dan mampu
membawa seseorang kembali ke masa kecil yaitu masa dimana kecemasan
lebih sedikit (Santos, 2014). Mewarnai bentuk geometris yang kompleks
seperti mandala mengurangi kecemasan karena seseorang terlibat dalam
aktivitas yang menghapus pikiran serta emosi negatif yang mendominasi
hidup mereka (Belchamber dalam Nancy dan Kasser, 2005). Dengan
mewarnai mandala, individu memasuki keadaan meditasi yang mengarah ke
penemuan diri dan mengendalikan pikiran yang menimbulkan kecemasan.
melibatkan logika dan kreativitas dengan memberi warna pada bentuk
geometris yang kompleks untuk menghapus pikiran negatif yang
mendominasi.
C. Dewasa Awal
1. Pengertian
Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun.
Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri pada pola-pola hidup
yang baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu dewasa awal diharapkan
memainkan peran baru, mengembangkan sikap baru, keinginan-keinginan dan
nilai-nilai baru sesuai dengan tugas baru ini. Individu dewasa awal diharapkan
melakukan penyesuaian diri secara mandiri dan menyelesaikan kesulitan yang
dihadapi sendiri. Masa dewasa awal juga merupakan masa ketegangan
emosional karena dihadapkan dengan masalah-masalah terkait penyesuaian
diri (Hurlock, 1980).
2. Ciri-ciri
Jahja (2011) mengungkapkan beberapa ciri-ciri masa dewasa awal yaitu:
a. Pengaturan Pola Hidup
Seseorang akan mencoba-coba berbagai pola hidup sebelum menentukan
b.Usia Produktif
Masa dewasa awal merupakan masa yang cocok untuk menentukan
pasangan hidup, menikah dan menghasilkan keturunan
c. Bermasalah
Masa dewasa awal merupakan masa yang sulit dan bermasalah karena
individu harus melakukan penyesuaian dengan peran barunya. Jika ia tidak
dapat mengatasinya, maka masalah akan timbul.
d.Ketegangan Emosional
Memasuki usia 20-an, kondisi emosional individu menjadi tidak terkendali.
Individu menjadi labil, mudah tegang, resah dan mudah memberontak.
Individu cenderung khawatir dengan pekerjaannya dan peran barunya.
e. Keterasingan Sosial
Individu mulai terisolasi dan terasingkan dari kelompok sosial. Kegiatan
sosial dibatasi karena tekanan pekerjaan dan keluarga. Hubungan dengan
teman-teman sebaya juga menjadi renggang
f. Berkomitmen
Setiap individu mulai sadar pentingnya sebuah komitmen. Ia mulai
membentuk pola hidup, tanggung jawab dan komitmen baru.
g. Bergantung
Di awal masa ini sampai akhir usia 20-an, seseorang masih memiliki
h.Perubahan Nilai
Nilai yang dimiliki mulai berubah karena pengalaman dan hubungan sosial
yang semakin meluas.
i. Penyesuuaian Diri dengan Hidup Baru
Seseorang harus lebih bertanggungjawab karena pada masa ini ia memiliki
peran baru.
j. Kreatif
Pada masa dewasa awal, seseorang menjadi lebih kreatif karena bebas
untuk melakukan apa yang diinginkan. Kreativitas tergantung pada minat,
potensi dan kesempatan
Kecemasan muncul dalam kaitannya dengan ciri-ciri masa dewasa awal
yang penuh dengan masalah, ketegangan emosional dan keterasingan sosial.
D. Pengaruh Mewarnai Mandala Pada Kecemasan
Mewarnai merupakan salah satu seni yang dapat dilakukan untuk
mengurangi kecemasan. Mewarnai melibatkan logika dan kreativitas yang
mengaktifkan kedua wilayah otak. Saat mewarnai, seseorang mengeluarkan
imajinasinya dan seolah-olah kembali ke masa kecil sehingga menekan
kecemasan (Santos, 2014). Mewarnai juga merupakan alat ekspresi diri.
Seseorang mengalihkan kecemasan dengan mewarnai untuk mengomunikasikan
secara berulang mencegah pikiran untuk melarikan diri dari here and now
(Malchiody, 2010).
Mewarnai dengan bentuk geometris yang kompleks seperti mandala efektif
mengurangi kecemasan. Mewarnai pola simetris dan berulang-ulang membuat
individu memusatkan diri dan membungkam dialog batin yang kacau (Vennet dan
Serice, 2012). Dengan mewarnai mandala, seseorang menghapus pikiran serta
emosi negatif yang mendominasi hidup mereka (Belchamber dalam Nancy dan
Kasser, 2005). Saat mewarnai mandala, individu berada dalam keadaan meditatif
dan mengendalikan pikiran terkait stimulus yang menimbulkan kecemasan
(Chaudhary, 2014).
Kecemasan merupakan reaksi emosional yang tidak menyenangkan berupa
tekanan, ketakutan dan kegelisahan terhadap bahaya nyata maupun imajiner
Spielberger, 1972). Spielberger (dalam Sandmire et al., 2012) mengungkapkan
dua jenis kecemasan, yaitu kecemasan sesaat (state anxiety) dan kecemasan dasar
(trait anxiety). Kecemasan sesaat adalah kecemasan yang terjadi sementara dan
langsung terjadi ketika individu dihadapkan oleh situasi mengancam. Intensitas
reaksi kecemasan sesaat dipengaruhi oleh kecemasan dasar. Kecemasan dasar
terjadi secara tetap dan merupakan sisa dari pengalaman masa lalu. Kecemasan
dasar merupakan kecenderungan individu dalam merasakan dan menanggapi
situasi yang mengancam.
Kecemasan ditimbulkan oleh situasi yang mengancam. Penilaian individu
Penghayatan individu terhadap situasi tersebut menentukan intensitas reaksi
kecemasan sesaat. Reaksi kecemasan sesaat masih dimunculkan apabila individu
masih menganggap situasi tersebut sebagai ancaman. Selanjutnya, individu
mencari cara mengatasi, mengurangi dan menghilangkan perasaan terancam
untuk mengurangi kondisi kecemasan dengan mekanisme pertahanan psikologis.
(Spielberger, 1972). Mekanisme pertahanan psikologis jenis sublimasi
mengurangi rasa cemas dengan cara mengubah pikiran-pikiran negatif ke dalam
bentuk yang bisa diterima secara sosial, seperti melalui kegiatan yang lebih
positif. Freud (1963) dalam Feist dan Feist (2012) menjelaskan bahwa
kegiatan-kegiatan sublimatif dapat berupa kegiatan-kegiatan kreatif seperti seni, musik dan sastra.
Dreak et al (2014) mengungkapkan bahwa kegiatan kreatif memiliki potensi
untuk mengurangi tekanan emosional. Seni juga digunakan sebagai media
mengomunikasikan ketakutan negatif yang spesifik (Small, 2006). Mewarnai
mandala merupakan salah satu kegiatan kreatif yang dapat dilakukan untuk
mengurangi kecemasan. Oleh karena itu, peneliti memiliki asumsi bahwa
E. Skema Penelitian
F. Hipotesis
Berdasarkan penjelasan, maka hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini berjenis pra-eksperimental, yaitu penelitian eksperimen
dengan mengamati dan melakukan intervensi pada satu kelompok utama
sepanjang penelitian (Creswell, 2014). Desain penelitian menggunakan one-group
pre-test post-test. Penelitian ini tidak mempunyai kelompok kontrol untuk
dibandingkan dengan kelompok eksperimen.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Mewarnai Mandala
2. Variabel Terikat : Kecemasan
C. Definisi Operasional
1. Mewarnai Mandala
Mewarnai mandala adalah kegiatan seni yang melibatkan logika dan
kreativitas dengan memberi warna pada bentuk geometris yang kompleks
untuk menghapus pikiran negatif yang mendominasi. Subjek yang merupakan
individu dewasa awal diberi pensil warna merk greebel berjumlah 6 warna
dengan sebuah desain mandala di dalamnya. Kemudian, subjek diminta untuk
mewarnai desain mandala tersebut selama 30 menit. Waktu 30 menit dipilih
berdasarkan hasil pilot study. Desain mandala dan pemilihan enam warna
mereplikasi penelitian Curry & Kasser (2005) serta Vennet & Serice (2012).
Curry & Kasser (2005) memilih desain mandala tersebut dengan pertimbangan
pola yang cukup rumit membuat subjek lebih fokus.
2. Kecemasan
Kecemasan adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan terhadap
bahaya nyata maupun imajiner yang dipengaruhi oleh sisa dari pengalaman
masa lalu. Kecemasan memiliki empat aspek, yaitu ketakutan, kegugupan,
kekhawatiran dan ketegangan (Spielberger, 1972). Kecemasan diukur pada
subjek yang berada pada masa dewasa awal menggunakan 20 item state
anxiety dan 20 item trait anxiety dari skala State-Trait Anxiety Inventory
(STAI) Form Y yang kemudian dikembangkan oleh peneliti menjadi 80 item
berdasarkan aspek-aspek dari state anxiety dan trait anxiety.
D. Subjek Penelitian
Subjek adalah mahasiswa dengan rentang usia 19-24 tahun atau yang berada
dalam kategori dewasa awal. Pada dewasa awal seseorang mulai terlibat dalam
Feldman, 2009). Mahasiswa sering cemas ketika berhadapan dengan beberapa
kewajiban dan masalah waktu (Harun, Rinehart dan Ceballos, 2010).
Subjek penelitian berjumlah 35 orang, yaitu 18 perempuan dan 17 laki-laki.
Subjek tersebut diberi treatment mewarnai lalu dilihat perbedaan tingkat
kecemasannya sebelum dan sesudah treatment mewarnai diberikan. Subjek
merupakan mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pemilihan subjek
menggunakan teknik opportunity sampling, yaitu memilih sampel yang tersedia
pada waktu pengambilan data dan sesuai dengan kriteria subjek penelitian
(Narimawati, 2008). Kriteria subjek penelitian adalah mahasiswa yang berada
dalam kategori dewasa awal.
E. Metode dan Alat Pengambilan Data
Alat ukur penelitian adalah skala kecemasan yang dikembangkan dari skala
State-Trait Anxiety Inventory (STAI) form Y. STAI form Y digunakan untuk orang
dewasa yang berada dalam rentang usia 19-69 tahun. Skala ini mengukur
ketakutan, kegugupan, ketegangan, serta kekhawatiran. Skala STAI form Y
memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,92 (Spielberger, 1983). STAI form Y
terdiri dari 40 pernyataan yang terbagi ke dalam dua bagian, yaitu 20 pernyataan
mengenai apa yang dirasakan saat ini (state anxiety) dan 20 pernyataan mengenai
apa yang biasanya dirasakan (trait anxiety). 40 pernyataan pada STAI form Y
dikembangkan menjadi 80 pernyataan berdasarkan aspek-aspek dalam state
ketegangan. Pengembangan item pada skala STAI form Y dilakukan untuk
mengantisipasi banyaknya item yang gugur setelah uji coba.
Skala ini memiliki empat pilihan jawaban dan disajikan dalam bentuk
pernyataan favorable dan unfavorable. Masing-masing jawaban dikaitkan dengan
angka. Untuk pernyataan-pernyataan dalam state anxiety, yaitu “sama sekali tidak
merasakan”=4, “kurang merasakan”=3, “cukup merasakan”=2, “sangat
merasakan”=1 untuk item favorable dan “sama sekali tidak merasakan”=1,
“kurang merasakan”=2, “cukup merasakan”=3, “sangat merasakan”=4. Untuk
pernyataan-pernyataan dalam trait anxiety, yaitu “hampir tidak pernah”=4,
“kadang-kadang”=3, “sering”=2, “hampir selalu”=1 untuk item favorable dan
“hampir tidak pernah”=1, “kadang-kadang”=2, “sering”=3, “hampir selalu”=4.
Semakin tinggi skor seseorang maka semakin tinggi tingkat kecemasannya.
Sebaliknya, semakin rendah skor seseorang maka semakin rendah tingkat
kecemasannya.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan melakukan pilot study untuk mencari baseline
waktu penelitian. Pilot study dilaksanakan tanggal 3 Juni 2016 di Ruang Meeting
Room 1 Kampus 3 Universitas Sanata Dharma. Subjek pilot study adalah 16
orang mahasiswa, yaitu 8 laki-laki dan 8 perempuan. Subjek diminta mewarnai
baseline waktu pengerjaan. Secara keseluruhan, waktu yang dibutuhkan subjek
untuk menyelesaikan pewarnaan mandala berkisar dari 30 menit hingga 1,5 jam.
Subjek juga diminta untuk mengisi pre-test dan post-test berupa skala
kecemasan untuk melihat perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah
diberi treatment mewarnai. Hasil analisis uji beda paired sample t-test secara
keseluruhan baik state anxiety maupun trait anxiety, memperoleh nilai t hitung
3,565 dengan signifikansi 0,003. Peneliti juga menganalisis uji beda untuk skala
state anxiety dan trait anxiety. Hasil analisis uji beda paired sample t-test pada
skala state anxiety menunjukkan signifikansi 0,004 dengan t hitung 3,350. Pada
skala trait anxiety nilai t hitung yang diperoleh adalah 2,328 dengan signifikansi
0,034. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan signifikan pada tingkat
kecemasan sebelum dan sesudah mewarnai.
Langkah-langkah pelaksanaan pilot study dan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Subjek penelitian dipersilakan masuk ke dalam ruangan.
2. Subjek penelitian dipersilakan duduk di tempat yang telah disediakan.
3. Eksperimenter memberikan penjelasan mengenai posedur eksperimen.
4. Subjek penelitian mengisi informed consent.
5. Skala kecemasan STAI form Y diberikan untuk melihat tingkat kecemasan
subjek sebelum treatment diberikan (pre-test).
6. Pensil warna (merah, kuning, hjau, orange, biru dan ungu) dan sebuah kerta
7. Jika semua subjek sudah menerima pensil warna dan kertas A4 berisi desain
mandala, subjek diminta mengecek kelengkapan alat.
8. Subjek diminta mewarnai desain mandala dengan instruksi “Ungkapkanlah
kreativitas anda dengan mewarnai desain mandala di hadapan anda
menggunakan enam pensil warna yang tersedia selama 30 menit”.
9. Setelah 30 menit, subjek diminta menghentikan pekerjaan dan meletakkan
hasil pekerjaan di meja subjek agar dapat diambil oleh rekan eksperimenter.
10.Skala kecemasan STAI form Y kembali diberikan kepada subjek untuk melihat
perubahan tingkat kecemasan subjek setelah treatment diberikan (post-test).
11.Setelah semua subjek selesai mengisi skala kecemasan, eksperimenter
memberi penjelasan mengenai eksperimen yang dilakukan.
12.Eksperimenter mengucapkan terima kasih dan mempersilakan subjek keluar
dari ruangan.
G. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas penelitian adalah validitas konstruk. Menurut Azwar (2011),
validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana
sebuah tes mengungkap konstruk teoritik yang diukur. Validasi konstruk
dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar item. Validitas konstruk
dilakukan dengan uji coba skala kecemasan kepada 160 mahasiswa. Korelasi
mengukur variabel atau konstruk sedangkan item dengan korelasi antar item
yang rendah atau kurang dari 0,3 akan diseleksi.
2. Seleksi Item
Seleksi item pada hasil uji coba skala terhadap 160 mahasiswa
menggunakan program SPSS 16.00 for windows. Berdasarkan hasil analisis
dari 80 item, terdapat 6 item gugur sehingga tersisa 74 item yang dinyatakan
valid. Item dibuat dengan supervisi dari professional judgement secara
keseluruhan dan saran dari 3 orang mahasiswa dan 3 orang mahasiswi
psikologi untuk keterpahaman tiap itemnya. Sebaran item juga mencukupi dan
Tabel 3.1
Distribusi Item Skala Kecemasan STAI Setelah Uji Coba
Tabel 3.2
Distribusi Item Skala Penelitian Tingkat Kecemasan
State
Anxiety
Aspek
Kecemasan
Favorable Unfavorable Total
Ketakutan 5, 6, 21, 22, 25 13, 14, 32, 34, 35 10
Favorable Unfavorable Total
Ketakutan 6, 21, 22, 25, 37 8, 14, 34, 35 9
Penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang
bertujuan melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalam tes. Teknik
internal dengan menghitung rata-rata dari korelasi antara item. Koefisien
reliabilitas berada pada rentang 0 hingga 1.00. Semakin mendekati 1 maka
skala tersebut memiliki reliabilitas yang baik (Azwar, 2011). Perhitungan
estimasi reliabilitas Alpha (α) menggunakan SPSS 16.00 for Windows. Nilai
reliabilitas skala yang diujicobakan adalah 0,967.
Tabel 3.3
Reliabilitas Skala Uji Coba
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.967 74
H. Metode Analisis data
Analisis data eksperimen dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi
secara normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan Saphiro-Wilk test
karena jumlah data kurang dari 50. Jika nilai sig. atau p > 0,05 maka data
yang diuji memiliki distribusi yang normal. Sebaliknya, jika p < 0,05 maka
dapat disimpulkan data yang diuji memiliki distribusi tidak normal.
2. Uji Homogenitas
Setelah data terdistribusi normal, dilakukan uji homogenitas varians
varians data homogen. Sebaliknya, jika p < 0,05 maka dapat disimpulkan
varians data tidak homogen
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis menggunakan paired sample t-test. Analisis statistik ini
digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata dari sampel yang berpasangan,
yaitu nilai pre-test dan post-test. Jika nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada hari Jumat, 10 Juni 2016 di Ruang 403
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pukul 16.00-17.30
WIB. Ruang 403 dipilih sebagai tempat pelaksanaan eksperimen karena
kondisi ruangan yang mampu dikontrol sehingga setiap subjek mendapat
perlakuan yang sama. Pengontrolan berupa variabel cahaya, suhu, dan tingkat
kebisingan.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma dengan
rentang usia 19-24 tahun. Subjek penelitian berjumlah 35 orang, yaitu 18
C. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian berupa rincian total skor pre-test dan post-test
23. AF 136 144 62 59 74 85
24. PN 135 124 66 56 69 68
25. NE 233 163 121 79 112 84
26. RH 196 197 87 85 109 112
27. VP 180 160 96 81 84 79
28. AM 207 191 116 97 91 94
29. VL 175 167 76 74 99 93
30. HR 198 189 96 88 102 101
31. ASR 202 185 96 84 106 101
32. BCD 131 128 64 55 67 73
33. DA 162 147 69 61 93 86
34. JAS 111 97 54 46 57 51
35. TM 160 136 83 58 77 78
D. Hasil Analisis Data
Hasil eksperimen dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas data untuk menguji apakah data berdistribusi secara
normal, sehingga analisis dengan validitas, reliabilitas, uji t, korelasi,
maupun regresi dapat dilaksanakan (Azwar, 2001). Uji normalitas data
menggunakan SPSS for Windows version 16.0 dengan Shapiro-Wilk test
Tabel 4.1
Uji Normalitas
Uji normalitas menunjukkan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 sesuai
dengan syarat uji normalitas data yaitu 0,690 untuk pre-test dan 0,570
untuk post-test. Oleh karena itu, distribusi data adalah normal sehingga
mampu dianalisis untuk mengetahui hasil uji hipotesis dengan Paired
Sample t-test.
2. Uji Homogenitas
Setelah data terdistribusi normal, dilakukan uji homogenitas varians untuk
melihat apakah varians data dalam setiap kelompok relatif homogen.
Suatu penelitian dikatakan homogen jika nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,
05). Homogenitas varians diuji menggunakan Levene Statistic.
Tabel 4.2
Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.698 1 68 .406
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Totalskor Pretest .978 35 .690
Uji Levene menunjukkan nilai signifikasi 0,406 atau lebih besar dari 0,05.
Nilai ini menunjukkan bahwa varians data penelitian memenuhi asumsi
homogenitas.
3. Uji Hipotesis
Dengan varian yang homogen dan data yang berdistribusi normal, maka
uji hipotesis dapat dilakukan menggunakan Paired Sample t-test.
Tabel 4.3
Ringkasan Paired Sample Statistic Pre-Test dan Post-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Total Skor Pre Test 156.14 35 32.614 5.513
Post Test 143.57 35 28.148 4.758
Tabel 4.3 menunjukkan penurunan rata-rata total skor kecemasan sebelum
(pre-test) dan sesudah (post-test) mewarnai mandala, yaitu 156,14 menjadi
Tabel 4.4
RingkasanPaired Samples TestUji Beda Pre-test dan Post-test
Paired Samples Test
dan post-test. Nilai t yang diperoleh adalah 5,185 dengan nilai signifikansi
yang lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000. Hal ini menunjukkan perbedaan
signifikan pada tingkat kecemasan sebelum dan sesudah mewarnai.
Tabel 4.5
Ringkasan Paired Sample Statistic State Anxiety
Tabel 4.5 menunjukkan penurunan rata-rata total skor kecemasan
sementara (state anxiety) sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test)
mewarnai mandala, yaitu 74,91 menjadi 65,93.
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Total Skor Pre-Test State 74.91 35 19.237 3.252
Tabel 4.6
Hasil analisis Paired Sample t-test state anxiety
Tabel 4.6 menunjukkan hasil uji paired sample t-test untuk kecemasan
sementara (state anxiety). Nilai t yang diperoleh adalah 5,408 dengan nilai
signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000. Hal ini menunjukkan
perbedaan signifikan pada tingkat kecemasan sementara (state anxiety)
sebelum dan sesudah mewarnai.
Tabel 4.7
Ringkasan Paired Sample Statistic Trait Anxiety
Tabel 4.7 menunjukkan penurunan rata-rata total skor kecemasan dasar
(trait anxiety) sebelum dan sesudah mewarnai mandala, yaitu 81,23
menjadi 77,74
Tabel 4.8
Hasil analisis Paired Sample t-test trait anxiety
Paired Samples Test
perbedaan signifikan pada tingkat kecemasan dasar (trait anxiety) sebelum
dan sesudah mewarnai.
Sebagai tambahan, peneliti mengamati bahwa jangka waktu 30 menit
hanya cukup untuk mewarnai sebagian desain mandala pada 30 subjek dari 35
E. Pembahasan
Penelitian menemukan bahwa mewarnai mandala menurunkan tingkat
kecemasan seseorang secara signifikan (t=5,185 ; α=0,000≤0,05). Secara
spesifik, penurunan state anxiety (t=5,408 ; α=0,000<0,05) lebih besar
daripada trait anxiety (t=2,757 ; α=0,009<0,05). Penurunan state anxiety lebih
besar daripada trait anxiety karena trait anxiety akan relatif stabil dalam
jangka waktu yang panjang, sedangkan tingkat state anxiety akan berfluktuasi
sesuai dengan kondisi lingkungan masing-masing individu saat ini (Garham,
Rankin dan Grimm, 2012).
Hasil ini meneguhkan hasil penelitian Garham et al. (2012) yang melihat
pengaruh proses art-making, yaitu mewarnai mandala, mewarnai free-form,
membuat kolase, membentuk tanah liat dan menggambar selama 30 menit
terhadap kecemasan pada 57 orang mahasiswa seni, yang terdiri dari 12
laki-laki dan 45 perempuan dengan rata-rata usia 18 tahun di Amerika Serikat.
Penelitian Garham et al. (2012) membagi subjek ke dalam dua kelompok,
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara acak. Subjek dalam
kelompok eksperimen diminta memilih salah satu dari kegiatan art-making
sedangkan subjek dalam kelompok kontrol diminta untuk duduk di kursi yang
nyaman di ruangan lain. Hasil penelitian Garham et al. (2012) menunjukkan
bahwa 30 menit proses art making efektif untuk menurunkan tingkat
penurunan tingkat kecemasan yang lebih besar pada state anxiety daripada
trait anxiety.
Penelitian Garham et al. (2012) memberi berbagai pilihan tugas
art-making yaitu mewarnai mandala, free-form, membuat kolase, membentuk
tanah liat dan menggambar sedangkan penelitian ini hanya memberi satu
tugas yaitu mewarnai mandala. Subjek penelitian ini juga tidak hanya
mahasiswa seni, tetapi mahasiswa dari berbagai fakultas. Selain itu, berbeda
dengan penelitian Garham et al. (2012) yang membagi subjek ke dalam dua
kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, penelitian ini
tidak mempunyai kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan kelompok
eksperimen atau hanya memberi intervensi pada satu kelompok sepanjang
penelitian.
Penelitian Curry dan Kasser (2005) menguji efektivitas dari berbagai tipe
aktivitas seni untuk mengurangi kecemasan, yaitu mewarnai mandala, plaid,
dan free-form. Penelitian dilakukan kepada 84 orang mahasiswa seni di
Amerika Serikat yang berada dalam rentang usia 18-22 tahun. Sebelum
mewarnai, subjek diberi “anxiety induction” yang bertujuan untuk membuat
subjek dalam keadaan cemas. Subjek diminta untuk menuliskan kapan mereka
merasa paling takut dan menuliskannya di selembar kertas selama 4 menit.
Kemudian, subjek diminta mewarnai salah satu dari ketiga bentuk tersebut
selama 20 menit dan mengisi State Anxiety Inventory untuk mengukur tingkat
bahwa mewarnai mandala selama 20 menit lebih efektif mengurangi
kecemasan daripada mewarnai bentuk plaid dan free-form. Vennet dan Serice
(2012) melakukan replikasi terhadap penelitian Curry dan Kasser (2005)
kepada 50 orang mahasiswa psikologi dalam rentang usia 21-59 tahun di
Amerika Serikat. Penelitian Vennet dan Serice (2012) memperoleh hasil yang
serupa, yaitu mewarnai mandala selama 20 menit lebih efektif mengurangi
kecemasan daripada mewarnai bentuk plaid dan free-form.
Dreak et al. (2014) meneliti pengaruh art-making (mewarnai mandala,
plaid dan free-form) pada mood negatif, seperti kecemasan, ketegangan dan
depresi pada 44 mahasiswa yaitu 8 laki-laki dan 36 perempuan berusia 18
tahun ke atas di Amerika Serikat. Sebelum proses art-making, tingkat
kecemasan, ketegangan dan depresi subjek diukur menggunakan STAI dan
Mini-POMS. Kemudian, subjek diminta untuk memilih salah satu dari ketiga
kelompok art-making dan mewarnai selama 20 menit. Setelah itu, subjek
kembali mengisi STAI dan Mini-POMS untuk mengukur tingkat kecemasan,
ketegangan dan depresinya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan dari ketiga aktivitas art-making dalam pengurangan
mood negatif. Namun, dalam masing-masing kelompok art-making terdapat
penurunan signifikan mood negatif dari pre-test dan post-test. Berbeda dengan
hasil penelitian Curry dan Kasser (2005) serta Vennet dan Serice (2012),
dalam penelitian Dreak et al. (2014) mewarnai desain plaid menghasilkan
kecemasan, ketegangan dan depresi. Mewarnai di kertas kosong (free-form)
dan mandala menghasilkan perbedaan signifikan dalam kecemasan tetapi
tidak pada ketegangan dan depresi.
Berbeda dengan penelitian Curry dan Kasser (2005), Vennet dan Serice
(2012) dan Dreak et al. (2014) yang memberi berbagai tugas, yaitu mewarnai
mandala, free-form dan plaid, penelitian ini hanya memberi satu tugas yaitu
mewarnai mandala. Penelitian ini juga memberikan jangka waktu yang lebih
lama untuk mewarnai mandala, yaitu 30 menit. Selain itu, penelitian ini tidak
hanya mengukur state anxiety tetapi juga mengukur state anxiety dan trait
anxiety dengan STAI. Penelitian Curry dan Kasser (2005) serta Vennet dan
serice (2012) memberikan anxiety induction sebelum mewarnai. Penelitian ini
tidak memberikan anxiety induction dengan asumsi setiap subjek memiliki
kecemasan. Penelitian Dreak et al. (2014) juga mengukur berbagai mood
negatif, yaitu kecemasan, ketegangan dan depresi sedangkan penelitian ini
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian menunjukkan bahwa mewarnai mandala secara signifikan
menurunkan kecemasan. Individu mengalami penurunan kecemasan yang
lebih besar pada state anxiety daripada trait anxiety.
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan antara lain:
1. Menggunakan desain mandala dari penelitian sebelumnya sehingga tidak
ada kebaruan dalam segi alat penelitian.
2. 5 dari 35 subjek mengeluhkan pensil warna yang terlalu pendek, yaitu 8,5
cm. Selain itu, waktu pengambilan data melampaui waktu buka puasa
sehingga beberapa subjek gelisah.
C. Saran
1. Bagi Subjek Penelitian
Subjek penelitian dapat melanjutkan kegiatan mewarnai mandala
secara mandiri sebagai sarana mengungkapkan kreativitas dan mengurangi
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk memilih desain mandala
dengan cara menguji efektivitas berbagai desain mandala pada pilot study.
Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk menggunakan pensil warna
dengan ukuran yang lebih panjang, yaitu 17 cm. Selain itu, untuk
penelitian pada bulan puasa disarankan tidak melakukan penelitian pada