• Tidak ada hasil yang ditemukan

NO. 1 Buku Produksi gas dari padatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NO. 1 Buku Produksi gas dari padatan"

Copied!
249
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

v

Puji syukur penulis panjatkan kehadhirat Allah swt karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga buku ini akhirnya dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dalam buku ini, sehingga kritik dan saran dari semua pihak sangat dinantikan.

Sesuai dengan judul buku ini, yaitu Produksi Gas dari Padatan: Dasar-dasar, Teknik, Simulasi, dan Aplikasi maka buku ini berusaha menguraikan secara terinci dasar-dasar, teknik, simulasi, dan aplikasi produksi gas dari biomassa dan bahan bakar padat lainnya. Buku ini disusun berdasar pengalaman penelitian penulis lebih dari enam tahun. Sehingga buku diharapkan dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa S1, S2 dan S3 dalam mengembangkan teknik pengolahan biomassa menjadi gas. Buku ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi dosen, peneliti dan masyarakat umum yang hendak mengolah biomassa menjadi bentuk energi yang bermanfaat yaitu gas.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dengan terbitnya buku ini terutama kepada Dr. techn. Friedrich Lettner, Dr. techn. Peter Haselbacher, Dr. techn. Helmut Timmerer dan Prof. Wolfgang Streicher dari TU Graz Austria atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat belajar secara langsung aplikasi teknik gasifikasi, teknik pirolisis biomassa dan simulasi numeriknya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Aryadi Suwono, Dr. Toto Hardianto, Prof. Dr. TAF Fauzi Soelaiman dari Institut Teknologi Bandung atas jerih payah dan bimbingannya kepada penulis selama menjalani studi S1 dan S2 di Institut tersebut. Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih yang tulus kepada DP2M DIKTI atas dukungan penerbitan buku dan Dr. Dipl. Ing Berkah Fajar dari UNDIP atas pendampingan buku Teks ini melalui skema Hibah Buku Teks DP2M DIKTI Tahun 2010. Kepada seluruh mahasiswa bimbingan tugas akhir yang telah berusaha meneliti bersama penulis yaitu: Sudarsono Catur, Widyarso, Wahyu Budi Santoso, Ervan Hidayat, Herry Efrilistiyanto, Muh. Thayid, Muh, Rasyid, Deny Kristiono, Agus, Bobie Suhendra, Thoharuddin, dan mahasiswa lain di Lab. Bioenergi UNS terima kasih atas sharing dan diskusinya dan tetap jaga semangat. Kepada istriku Riyanti Puji Astuti dan anak-anakku Alifia Lutfi Fathimah dan Afnan

(6)

vi

Sajidah Paramita terima kasih atas kesabaran dan pengertiannya karena berkurangnya waktu bersama selama penyelesaian buku ini.

Terakhir semoga Allah swt selalu melindungi dan memberi bimbingan kepada kita semua. Amin.

Surakarta, Desember 2010

(7)

vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Pengertian Energi ... 1

1.2. Potret Ketersediaan dan Kebutuhan Energi ... 3

1.3. Potensi Biomassa di Indonesia ... 6

1.4. Teknologi untuk Menghasilkan Gas ... 10

BAB II BAHAN BAKAR PADAT ... 15

2.1. Jenis Bahan Bakar Padat ... 15

2.2. Sifat Fisik Bahan Bakar Padat ... 18

2.3. Analisis Komponen Bahan Bakar Padat ... 24

2.4.Analisis Komponen Berbagai Jenis Bahan Bakar Padat ... 27

BAB III KINETIKA REAKSI ... 37

3.1. Pengantar ... 37

3.2. Analisis Termogravimtri ... 40

3.3.Review Aplikasi Metode Termogravimetri ... 46

3.4.Analisis Termogravimetri Biomassa Sekam Padi ... 48

3.5.Analisis Termogravimetri Briket Biomassa ... 56

BAB IV KONSEP DASAR PIROLISIS DAN GASIFIKASI ... 67

4.1. Pirolisis ... 67

4.2.Parameter Penting pada Proses Pirolisis ... 69

4.3.Analisis Produk Pirolisis Sekam Padi ... 73

(8)

viii

4.4.1. Viskositas Minyak Pirolisis Sekam Padi ... 79

4.4.2. Kestabilan Minyak Pirolisis Sekam Padi ... 81

4.4.3. Massa Jenis Minyak Pirolisis Sekam Padi (kg/m3) ... 82

4.4.4. Unsur Penyusun Minyak Pirolisis Sekam Padi ... 84

4.4.5. Perbandingan Komponen Minyak Pirolisis Sekam Padi dengan Minyak Pirolisis Kayu ... 101

4.4.6. Komposisi C:H:O pada Minyak Pirolisis Sekam Padi ... 102

4.5.Gasifikasi ... 104

4.6.Reaksi Gasifikasi ... 107

4.7.Karakteristik Reaksi Reduksi Arang ... 110

BAB V GASIFIKASI ... 129

5.1. Tipe Gasifier ... 129

5.1.1. Jenis Gasifikasi Down Draft ... 129

5.1.2.Jenis Gasifikasi Cross-Draft ...130

5.1.3.Jenis Gasifikasi Updraft ... 131

5.1.4.Jenis Gasifikasi Fluidized Bed ... 131

5.2. Rancangan Reaktor Gasifikasi ... 131

5.3.Perhitungan-Perhitungan Desain ... 138

5.4.Pengujian Unjuk Kerja Reaktor Gasifikasi ... 142

5.5.Parameter-Parameter Pengujian Unjuk Kerja Reaktor Gasifikasi ... 144

5.6.Analisis Unjuk Kerja Reaktor Gasifikasi. ... 147

5.6.1. Distribusi Tekanan dalam Reaktor Gasifikasi Sekam Padi ... 148

5.6.2. Penurunan Massa terhadap Kapasitas Sekam Padi pada Berbagai Variasi Kecepatan Udara ... 150

5.6.3. Efisiensi Energi Reaktor Gasifikasi terhadap Kapasitas Sekam Padi untuk Berbagai Variasi Kecepatan Udara ... 152

(9)

ix

5.6.5. Unjuk Kerja Reaktor Gasifikasi Serbuk

Kayu ... 160

5.6.6. Distribusi Tekanan Reaktor Gasifikasi Serbuk Kayu... 161

5.6.7. Perbandingan Unjuk Kerja Reaktor Gasifikasi terhadap Kapasitas Serbuk pada Variasi Kecepatan III ... 161

5.7. Distribusi Temperatur Eksperimen dan Simulasi ... 163

5.8.Perbandingan Unjuk Kerja Reaktor Gasifikasi Sekam Padi dan Serbuk Kayu. ... 166

5.9.Pencucian Gas ... 167

5.9.1. Tar ... 169

5.9.2. Analisis Gas pada Gas Hasil Tanpa Pencucian ... 171

5.9.3. Analisis Tar + H2O dan Partikel pada Gas Hasil Tanpa Pencucian ... 173

BAB VI APLIKASI GAS UNTUK PEMBANGKIT DAYA DAN PANAS ... 188

6.1 Konsep Kombinasi Panas dan Daya ... 188

6.2 Unjuk Kerja Motor Bakar ... 189

6.3 Analisis Teoritis Pembakaran Gasifikasi ... 191

6.4 Analisis Unjuk Kerja Genset Berbahan Bakar Gasifikasi ... 195

6.5 Studi Kasus Pembangkit Daya dan Panas ... 199

6.5.1. Clean Stages Gasifier 300 kW di TU Graz, Austria. ... 199

6.5.2. Studi kasus II: CFBG di Güssing, Austria dengan kapasitas 2 MWel. ... 204

6.5.3. Studi kasus III. Pemanfaatan gasifikasi sistem CFB dan BFB di Finlandia ... 208

6.5.4. Studi kasus IV: Pemanfaatan gasifikasi dengan sistem cofiring ... 211

(10)

x

6.5.6. Studi kasus VI: Pemanfaatan gasifikasi

sistem unggun tetap di beberapa negara ... 213

PUSTAKA ... 216

INDEKS ... 226

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Penggunaan energi utama di negara maju dan

negara berkembang (BPS, 2003). ... 5 Gambar 1.2. Jumlah produksi padi di Jawa Timur, Jawa

Barat, dan Jawa Tengah dalam beberapa tahun

terakhir (Hambali, Mujdalipah et al., 2007). ... 9 Gambar 1.3. Hubungan antara temperatur padatan dengan

perbandingan ekuivalen selama proses pirolisis

dan gasifikasi (Suyitno, 2007). ... 11 Gambar 3.1. Grafik logaritma alami penurunan fraksi

terhadap ... 42 Gambar 3.2. Grafik termogravimetri (TG) dan turunan

termogravimetri (DTG) proses pirolisis

(Grönli and Varhegyi, 2002) ... 44 Gambar 3.3. Profil pembakaran batu bara bituminus

(Othman and Shamsuddin, 2003). ... 46 Gambar 3.4. Grafik Y=f(t) dan Tpadatan=f(t) (Hastanto,

2008) ... 50 Gambar 3.5. Grafik Y=f(t) dan dY/dt=f(t) (Hastanto, 2008) ... 51 Gambar 3.6. Grafik logaritma alami terhadap 1/Tpadatan ... 51

Gambar 3.7. Karakteristik Devolatilisasi pada sekam padi

untuk Tdinding 350oC (Hastanto, 2008) ... 53

Gambar 3.8. Grafik Y dan dY/dt pada gasifikasi sekam padi

(Hastanto, 2008) ... 54 Gambar 3.9. Grafik dY/dt = f(T) untuk tiga variasi Tdinding

(Hastanto, 2008) ... 56 Gambar 3.10. Hubungan Y-t briket biomassa jerami

dengan menggunakan bahan pengikat ... 57 Gambar 3.11. Hubungan Y-t briket biomassa jerami tanpa

menggunakan bahan pengikat ... 57 Gambar 3.12. Hubungan Tsolid terhadap waktu (t) briket

biomassa jerami dengan menggunakan

bahan pengikat ... 58 Gambar 3.13. Hubungan Tsolid terhadap waktu (t) briket

biomassa jerami tanpa menggunakan

bahan pengikat ... 58 Gambar 3.14. Hubungan ln(dY/dt) terhadap 1/T briket

biomassa jerami dengan menggunakan

(12)

xii

Gambar 3.15. Hubungan ln(dY/dt) terhadap 1/T briket biomassa jerami tanpa menggunakan

bahan pengikat ... 60 Gambar 4.1. Hasil pirolisis bahan organik ... 67 Gambar 4.2. Hasil pirolisis sekam padi pada kapasitas 5

kg/jam, kadar air 10%. ... 74 Gambar 4.3. Dekomposisi Intraparticle dan extraparticle

padatan yang berhubungan dengan konversi

tar (Morf, 2001). ... 74 Gambar 4.4. Hasil pirolisis sekam padi pada kapasitas 10

kg/jam, kadar air 10%. ... 75 Gambar 4.5. Padatan hasil pirolisis sekam padi pada

kapasitas 5 kg/jam, kadar air 10%. ... 76 Gambar 4.6. Padatan hasil pirolisis sekam padi pada

kapasitas 10 kg/jam, kadar air 10%. ... 76 Gambar 4.7. Hasil pirolisis sekam padi pada kapasitas 5

kg/jam, kadar air 20,7%. ... 76 Gambar 4.8. Hasil pirolisis sekam padi pada kapasitas 10

kg/jam, kadar air 22,3%. ... 77 Gambar 4.9. Kadar air sekam pada pengujian kapasitas 5

kg/jam, kadar air rata-rata 20,7%. ... 77 Gambar 4.10. Kadar air sekam pada pengujian kapasitas 10

kg/jam, kadar air rata-rata 22,3%. ... 77 Gambar 4.11. Padatan hasil pirolisis sekam padi pada

kapasitas 5 kg/jam, kadar air 20,7%. ... 78 Gambar 4.12. Padatan hasil pirolisis sekam padi pada

kapasitas 10 kg/jam, kadar air 22,3%. ... 78 Gambar 4.13. Perbandingan unsur C, H, dan O dari

beberapa sampel minyak pirolisis bagian

atas (Suyitno, Hidayat et al., 2008). ... 103 Gambar 4.14. Perbandingan unsur C, H, dan O dari

beberapa sampel minyak pirolisis bagian

bawah (Suyitno, Hidayat et al., 2008). ... 103 Gambar 4.15. Mekanisme reaksi arang-CO2 secara dua

tahap (Moulijn and Kapteijn, 1995). ... 111 Gambar 4.16. Two steps of char-steam gasification (Moulijn

and Kapteijn, 1995). ... 113 Gambar 4.17. Pengaruh temperatur gasifier pada

kesetimbangan WGSR (Herguido, Corella et

(13)

xiii

Gambar 4.18. Mekanisme reaksi char-O2 2 tahap (Moulijn

and Kapteijn, 1995). ... 126

Gambar 5.1. Down draft gasifier type ... 129

Gambar 5.2. Inverted down draft gasifier type ... 130

Gambar 5.3. Cross draft gasifier type ... 130

Gambar 5.4. Up draft gasifier type ... 131

Gambar 5.5. Luas penampang dan ketinggian reaktor ... 132

Gambar 5.6. Fan ... 134

Gambar 5.7. AC 220 Volt-1 Amp blower sentrifugal. ... 134

Gambar 5.8. Burner LPG konvensional ... 135

Gambar 5.9. Gas burner ... 135

Gambar 5.10. Contoh abu sekam padi. ... 136

Gambar 5.11. Penyalaan bahan bakar dari atas reaktor ... 136

Gambar 5.12. Ruang arang (char) ... 138

Gambar 5.13. Tungku gasifikasi ... 148

Gambar 5.14. Grafik hubungan rugi tekanan eksperimen dan simulasi reaktor terhadap kecepatan udara masuk reaktor. ... 149

Gambar 5.15. Grafik laju penurunan massa terhadap kapasitas sekam padi pada berbagai variasi kecepatan udara. ... 151

Gambar 5.16. Grafik efisiensi kompor gasifikasi vs kapasitas sekam padi untuk berbagai variasi kecepatan udara. ... 153

Gambar 5.17. Posisi termokopel pada reaktor gasifikasi ... 154

Gambar 5.18. Grafik distribusi temperatur reaktor terhadap waktu pada berbagai ketinggian untuk varisi kecepatan I. ... 156

Gambar 5.19. Grafik distribusi temperatur reaktor pada berbagai ketinggian pada variasi kecepatan I... 157

Gambar 5.20. Grafik distribusi temperatur reaktor terhadap waktu pada berbagai ketinggian untuk variasi kecepatan II. ... 158

Gambar 5.21. Grafik distribusi temperatur reaktor pada berbagai ketinggian pada variasi kecepatan II. ... 158

(14)

xiv

Gambar 5.23. Grafik distribusi temperatur reaktor pada berbagai ketinggian pada variasi kecepatan

III. ... 159 Gambar 5.24. Grafik efisiensi kompor gasifikasi vs kapasitas

serbuk kayu untuk variasi kecepatan III. ... 162 Gambar 5.25. Grafik distribusi temperatur reaktor terhadap

waktu pada berbagai ketinggian untuk variasi kecepatan III pada gasifikasi serbuk

kayu. ... 164 Gambar 5.26. Grafik distribusi temperatur reaktor pada

berbagai ketinggian pada variasi kecepatan

III pada gasifikasi serbuk kayu. ... 165 Gambar 5.27. Perbandingan efisiensi reaktor sekam padi

dan serbuk kayu dengan variasi kecepatan

III. ... 166 Gambar 5.28. Komposisi tar biomassa selama proses

gasifikasi (Houben, de Lange et al., 2005) ... 170 Gambar 5.29. Skema pemecahan benzena dengan

menggunakan oksidasi parsial (Houben, de

Lange et al., 2005) ... 171 Gambar 5.30. Profil temperatur secara transien untuk

gasifikasi sistem batch (Santoso, W.B, 2008) ... 172 Gambar 5.31. Konsentrasi tar dan H2O keluar dari gasifier. ... 174

Gambar 5.32. Konsentrasi partikel keluar dari gasifier. ... 177 Gambar 5.33. Efektivitas pencucian tar+H2O dengan

menggunakan wet scrubber. ... 177 Gambar 5.34. Efektivitas pencucian partikel dengan

menggunakan wet scrubber ... 178 Gambar 5.35. Efektivitas pencucian partikel dengan

menggunakan wet scrubber+filter ... 180 Gambar 6.1. Kebutuhan udara untuk laju sekam padi 5

kg/jam dan 10 kg/jam pada berbagai variasi

lambda. ... 192 Gambar 6.2. Kecepatan udara di atas reaktor untuk laju

sekam padi 5 kg/jam dan 10 kg/jam pada

berbagai variasi lambda. ... 193 Gambar 6.3. Prediksi komposisi gas yang dihasilkan baik

dari pembakaran maupun gasifikasi sekam. ... 193 Gambar 6.4. Torsi mesin berbahan bakar gas hasil. ... 195 Gambar 6.5. Efisiensi volumetrik mesin berbahan bakar gas

(15)

xv

Gambar 6.6. Bmep mesin berbahan bakar gas hasil. ... 197 Gambar 6.7. Konsumsi bahan bakar spesifik mesin

berbahan bakar gas hasil. ... 197 Gambar 6.8. Efisiensi total mesin berbahan bakar gas hasil. ... 198 Gambar 6.9. Skema clean staged gasifier di IWT, TU Graz,

Austria (Suyitno, 2007). ... 199 Gambar 6.10. Efisiensi dari clean staged gasifier (Lettner,

Haselbacher et al., 2007) ... 203 Gambar 6.11. Prinsip dasar gasifier di Güssing (Simader,

2004). ... 204 Gambar 6.12. Instalasi pembangkit daya gasifikasi biomas

di Güssing, Austria (Simader, 2004). ... 206 Gambar 6.13. Skema diagram alir pembangkit daya

gasifikasi biomassa di Güssing, Austria

(Simader, 2004). ... 207 Gambar 6.13. Konsep gasifikasi CFB di Finland (Anonim,

2002). ... 209 Gambar 6.14. Penyederhanaan konsep gasifikasi sistem

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Potensi sumber daya energi di Indonesia (Daulay, 2010) ... 3 Tabel 1.2. Potensi biomassa di Indonesia (Abdullah, 2003) ... 7 Tabel 1.3. Kelebihan dan kelemahan sumber energi dari biomassa

dibandingkan sumber energi terbarukan lain. ... 10 Tabel 2.1. Jenis bahan bakar padat ... 16 Tabel 2.2. Contoh distribusi ukuran partikel ... 20 Tabel 2.3. Contoh penentuan diameter partikel dari distribusi

ukuran partikel ... 21 Tabel 2.4. Harga berbagai jenis partikel (Souza-Santos, 2004) ... 23 Tabel 2.5. Harga

bulkberbagai jenis bahan bakar (Reed and Das,

1988) ... 24 Tabel 2.6. Analisis ultimasi sekam padi (Jamradloedluk, Panomai

et al.). ... 28 Tabel 2.7. Analisis proksimasi sekam padi (Jamradloedluk,

Panomai et al.)... 28 Tabel 2.8. Analisis ultimasi dan proksimasi kayu (Souza-Santos,

2004). ... 28 Tabel 2.9. Hasil uji proksimasi dan ultimasi berbagai bahan bakar

padat ... 31 Tabel 2.10. Hasil analisis abu berbagai bahan bakar padat ... 33 Tabel 2.11. Kadar selulosa, hemiselulosam dan lignin dalam

bahan bakar padat. ... 34 Tabel 3.1. Rata- rata pengujian moisture content pada sekam padi

(Suyitno, Juwana et al., 2009) ... 49 Tabel 3.2. Nilai energi aktivasi dan pre-eksponensial faktor ... 50 Tabel 3.3. Nilai dari karakteristik devolatilisasi dari variasi Tdinding ... 52

Tabel 3.4. Nilai dari Karakteristik Devolatilisasi dari proses

gasifikasi untuk sekam padi ... 55

(17)

xvii

Tabel 3.5. Nilai energi aktivasi dan faktor pre-eksponensial briket

biomassa jerami dengan menggunakan bahan pengikat. ... 60 Tabel 3.6. Nilai energi aktivasi dan faktor pre-eksponensial briket

biomassa jerami tanpa menggunakan bahan pengikat. ... 60 Tabel 4.1. Jumlah produk dari reaksi pirolisis dan gasifikasi (Evans,

2004) ... 68 Tabel 4.2. Viskositas minyak pirolisis ... 80 Tabel 4.3. Viskositas beberapa bahan bakar minyak dan pelumas ... 81 Tabel 4.4. Viskositas minyak pirolisis setelah disimpan beberapa

hari ... 81 Tabel 4.5. Massa jenis minyak pirolisis setelah disimpan kurang

dari 15 hari. ... 82 Tabel 4.6. Massa jenis minyak pirolisis setelah disimpan lebih dari 1

bulan. ... 83 Tabel 4.7. Unsur penyusun minyak pirolisis setelah

disimpan lebih dari 1 bulan (bagian atas) dari sampel kapasitas 5 kg/jam, MC 10%, temperatur

reaktor 400oC. ... 84 Tabel 4.8. Unsur penyusun minyak pirolisis setelah

disimpan lebih dari 1 bulan (bagian atas) dari sampel kapasitas 10 kg/jam, MC 10%, temperatur

reaktor 500oC. ... 87 Tabel 4.9. Unsur penyusun minyak pirolisis setelah

disimpan lebih dari 1 bulan (bagian atas) dari sampel kapasitas 10 kg/jam, MC 20%, temperatur

reaktor 500oC. ... 94 Tabel 4.10. Sifat-sifat unsur penyusun minyak pirolisis ... 98 Tabel 4.11. Unsur penyusun minyak pirolisis bagian bawah ... 100 Tabel 4.12. Perbandingan data komponen minyak pirolisis

sekam padi dengan minyak pirolisis kayu ... 102 Tabel 4.13. Tipe dan persentase komposisi gas-gas yang

dihasilkan dari gasifier sekam padi pada

(18)

xviii

Tabel 4.14. Komposisi gas-gas yang dihasilkan dari gasifier sekam padi pada temperatur 1000oC dan

kandungan air sekam padi 30% (Belonio, 2005). ... 109

Tabel 4.15. Konstanta kinetika reaksi arang- CO2. ... 112

Tabel 4.16. Konstanta kinetika reaksi arang-uap air. ... 116

Tabel 4.17. Konstanta kinetika reaksi gasifikasi hidro. ... 119

Tabel 4.18. Konstanta kinetika reaksi WGSR. ... 122

Tabel 4.19. Konstanta kinetika reaksi Char-oksigen... 126

Tabel 5.1. Energi yang diperlukan untuk memasak makanan dan mendidihkan air... 138

Tabel 5. 2. Distribusi tekanan reaktor pada pengujian eksperimen dan simulasi untuk berbagai variasi kecepatan udara... 149

Tabel 5.3. Hasil analisis ultimasi pada sekam padi ... 150

Tabel 5.4. Laju penurunan massa pada berbagai variasi kapasitas isian untuk variasi kecepatan I. ... 151

Tabel 5.5. Efisiensi energi reaktor gasifikasi sekam padi pada berbagai variasi kapasitas isian untuk variasi kecepatan I. ... 152

Tabel 5.6. Lokasi penempatan termokopel pada reaktor gasifikasi. ... 154

Tabel 5.7. Kondisi batas simulasi numerik reaktor gasifikasi. ... 155

Tabel 5.8. Perhitungan laju massa udara dan laju massa sekam untuk berbagai variasi ketinggian pada variasi kecepatan I. ... 155

Tabel 5.9. Penentuan nilai pembangkitan massa dan energi untuk berbagai variasi ketinggian pada variasi kecepatan I. ... 156

Tabel 5.10. Porositas sekam dan serbuk untuk menentukan kecepatan udara. ... 160

(19)

xix

Tabel 5.12. Efisiensi energi reaktor gasifikasi serbuk kayu pada berbagai variasi kapasitas isian untuk

variasi kecepatan III. ... 162 Tabel 5.13. Perhitungan laju massa udara dan laju massa

serbuk kayu untuk berbagai variasi ketinggian

pada variasi kecepatan III. ... 163 Tabel 5.14. Penentuan nilai pembangkitan massa dan

energi untuk berbagai variasi ketinggian pada variasi kecepatan III pada gasifikasi serbuk

kayu. ... 164 Tabel 5.15. Komposisi gas keluar dari reaktor gasifikasi

sebelum dilakukan pencucian ... 172 Tabel 5.16. Analisis GC-MS terhadap tar dalam gas hasil

tanpa pencucian ... 174 Tabel 5.17. Efektivitas pencucian partikel dengan

menggunakan wet scrubber dan filter ... 178 Tabel 5.18. Konsentrasi partikel setelah dioksidasi... 181 Tabel 5.19. Senyawa dalam tar setelah oksidasi untuk laju

sekam 5 kg/jam, lambda 0,3. ... 182 Tabel 5.20. Senyawa dalam tar setelah oksidasi untuk laju

sekam 5 kg/jam, lambda 0,5. ... 182 Tabel 5.21. Senyawa dalam tar setelah oksidasi untuk laju

sekam 10 kg/jam, lambda 0,3. ... 183 Tabel 5.22. Senyawa dalam tar setelah oksidasi untuk laju

sekam 10 kg/jam, lambda 0,5. ... 184 Tabel 5.23. Komposisi gas pada pengujian laju sekam 5

kg/jam, lamnda 0,3 dengan oksidasi ... 184 Tabel 5.24. Komposisi gas pada pengujian laju sekam 5

kg/jam, lamnda 0,5 dengan oksidasi ... 185 Tabel 5.25. Komposisi gas pada pengujian laju sekam 10

kg/jam, lamnda 0,3 dengan oksidasi ... 185 Tabel 5.26. Komposisi gas pada pengujian laju sekam 10

kg/jam, lamnda 0,5 dengan oksidasi ... 185 Tabel 5.27. Konsentrasi partikel dalam gas hasil dengan

(20)

xx

Tabel 6.1. Prediksi daya listrik output dari hasil gasifikasi lambda 0,5 dan 0,3 untuk berbagai

perbandingan volume udara dan volume gas. ... 194 Tabel 6.2. Produksi gas dari clean staged gasifier (Lettner,

Haselbacher et al., 2007). ... 200 Tabel 6.3. Produksi gas dari clean staged gasifier (Lettner,

Haselbacher et al., 2007). ... 203 Tabel 6.4. Kadar tar (pada 300 kWbahan bakar) ... 203

Tabel 6.5. Karakteristik gasifikasi biomas untuk pembangkit daya CHP di Güssing (Simader,

2004). ... 205 Tabel 6.6. Proses perkembangan teknologi dari tahap

penelitian sampai tahap demonstrasi (Simader,

2004). ... 208 Tabel 6.7. Komposisi gas yang dihasilkan dari gasifikasi di

Güssing (Simader, 2004). ... 208 Tabel 6.8. Beberapa negara yang mengembangkan

gasifikasi cofiring (Kwant, 2004). ... 211 Tabel 6.9. Gasifikasi sistem unggun tetap untuk produksi

(21)

1

Pendahuluan

BAB )

PENDA(ULUAN

1.1.Pengertian Energi

Energi adalah sesuatu yang bersifat abstrak yang sukar dibuktikan tetapi dapat dirasakan adanya. Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja (energy is the capacity for doing work). Menurut hukum Termodinamika Pertama1, energi bersifat kekal. Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat dikonversi dari bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain.

Suatu contoh yang sederhana dari energi adalah nilai kalor bahan bakar etanol (C2H3OH) yang merupakan energi kimia yang

tersimpan dalam bahan yang berbentuk cair tersebut. Etanol merupakan bahan yang mudah menguap dan berbau. Bila satu liter etanol ditumpahkan ke lantai maka dalam sekejap akan habis dan tinggal baunya saja. Dalam hal ini satu liter etanol bila dibiarkan menguap di lantai (tempat terbuka) dalam waktu yang singkat akan berubah menjadi uap atau gas yang tidak kasat mata. Satu liter etanol tersebut akan sia-sia. Tidak ada manfaat dari satu liter etanol yang ditumpahkan tersebut. Akan tetapi bila satu liter etanol tersebut dimasukkan ke dalam tangki mesin konversi energi jenis motor pembakaran dalam, sepeda motor misalnya, maka bahan bakar tersebut dapat memberikan hasil guna yang bermanfaat bagi manusia.

1

(22)

2

Produksi Gas dari Padatan

Energi dalam satu liter etanol tersebut oleh sistem motor pembakaran dalam dikonversi menjadi kerja yang berhasil guna tinggi, yakni menjadi energi yang dapat memindahkan manusia dari suatu tempat ke tempat lain yang jauh jaraknya. Dalam hal ini faktor availabilitas2 yang berperan dalam mewujudkan konversi energi melalui suatu sistem, dari energi dalam bentuk tersimpan menjadi bentuk energi transisi yang siap untuk memberikan kerja yang berguna bagi kepentingan manusia.

Secara garis besar energi dapat diklasifikasikan menjadi dua (Singh, 2009), yaitu:

1. Energi dalam transisi (transitional energy), yaitu energi yang sedang bergerak melintasi batas sistem.

2. Energi tersimpan (stored energy), yaitu energi yang tersimpan dalam suatu sistem atau massa, biasanya berbentuk massa yang mudah dikonversi menjadi energi transisi.

Sumber energi dapat dibedakan yang berasal dari bumi dan yang berasal dari luar bumi. Di samping itu sumber energi dapat juga diklasifikasikan berdasarkan sifatnya, seperti energi terbarukan (renewable energy) dan energi takterbarukan (nonrenewable energy). Sumber energi yang terbarukan atau dapat didaur ulang, misalnya energi biomassa dan biogas. Sumber energi dari luar bumi, misalnya energi matahari yang sifatnya tidak habis. Sedang sumber energi seperti minyak bumi, batu bara, gas alam, adalah sumber energi yang sifatnya tidak dapat diperbarui atau dapat habis.

Sumber energi yang dapat habis dan tidak mampu didaur ulang yang berasal dari bumi adalah sumber-sumber energi konvensional yang pada umumnya merupakan energi tambang atau energi fosil yang berasal dari perut bumi seperti minyak, gas, batu-bara, dan energi nuklir. Sumber energi fosil, khususnya bahan bakar minyak, akan segera habis paling lambat pada akhir abad ke XXI. Di Indonesia, gas alam diprediksi akan habis dalam 61 tahun lagi, sedang cadangan batu bara akan habis lebih kurang 75 tahun yang akan datang (Daulay, 2010) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.1. Oleh karena itu penting sekalu dikembangkan beberapa alternatif teknologi yang mampu mengubah bentuk energi satu ke bentuk energi lain secara efisien.

2

(23)

3

Pendahuluan

Tabel 1.1. Potensi sumber daya energi di Indonesia (Daulay, 2010) Energi Fosil Sumber

Daya

Cadangan Produksi Perbandingan

(Cadangan/Produksi) (Tahun)*)

Minyak Bumi (miliar barel)

56,6 8,4 **) 348 24

Gas Alam (TSCF***))

334,5 165 2,7 61

Batu bara (miliar ton)

104,7 18,7 0,250 75

Coal Bed Methane (CBM)

(TSCF)

453 - - -

*) Asumsi : tidak ada penemuan baru **) Termasuk blok cepu

***) TSCF = Trillion standard cubic feet

1.2.Potret Ketersediaan dan Kebutuhan Energi

Dunia telah mengalami ledakan populasi dari sekitar 1,65 miliar menjadi lebih dari 6 miliar pada abad XX, dan terus mengalami peningkatan. Populasi penduduk Indonesia sendiri sudah mencapai sekitar 230 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk yang demikian banyak, konsumsi energi per GDP (Gross Domectic Product) di Indonesia pada tahun 1997 mencapai 250 ribu metrik ton TOE3 (tons of oil equivalent). Konsumsi energi per GDP ini mengalami peningkatan sebanyak 26% jika dibandingkan

konsumsi energi tahun 1990

(http://earthtrends.wri.org/pdf_library/country_profiles/ene_cou_ 360.pdf). Sementara produksi energi di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 229.478 ribu metrik ton TOE.

Kelangkaan bahan bakar fosil dan semakin besarnya kebutuhan energi dimasa mendatang telah menjadi perhatian serius masyarakat dunia termasuk Indonesia. Bahan bakar fosil sebagai bahan bakar tak terbarukan digunakan baik dalam kegiatan rumah tangga, transportasi, pembangkitan listrik, maupun dalam industri skala kecil hingga industri skala besar.

3 1 TOE didefinisikan sebagai 107 kkal atau 41,868 GJ. Energi ini

(24)

4

Produksi Gas dari Padatan

Kebutuhan energi primer di Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 7% per tahun (Ariati, 2010) dimana 50% lebih kebutuhan energi berada di Jawa. Dengan persediaan bahan bakar fosil yang semakin menipis, dirasa perlu untuk dicarikan beberapa energi alternatif yang dapat menggantikan fungsi dari bahan bakar fosil tersebut khususnya yang bersumber pada energi baru dan terbarukan (EBT).

Pengembangan EBT di Indonesia mengacu kepada Keputusan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Perpres disebutkan kontribusi EBT dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17% dengan komposisi Bahan Bakar Nabati sebesar 5%, Panas Bumi 5%, Biomassa, Nuklir, Air, Surya, dan Angin 5%, serta batu bara yang dicairkan sebesar 2% (Keputusan.Presiden, 2006).

(25)

5

Pendahuluan

Gambar 1.1. Penggunaan energi utama di negara maju dan negara berkembang (BPS, 2003).

Berbagai solusi telah ditawarkan oleh para ilmuwan untuk mengatasi ketergantungan terhadap sumber energi tak terbarukan. Diantara berbagai solusi itu adalah dengan memanfaatkan energi terbarukan. Salah satu sumber energi terbarukan yang menjanjikan adalah biomassa. Sumber energi jenis ini banyak diperoleh dari limbah hutan, perkebunan dan pertanian. Potensi biomassa di Indonesia sangatlah besar.

Sebagai negara agraris, Indonesia menghasilkan produk pertanian dan kehutanan yang sangat melimpah tiap tahunnya. Limbah hasil produksi pertanian dan kehutanan tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar biomassa, diantaranya adalah sekam padi dan serbuk kayu. Persoalannya adalah seperti apa teknologi yang tepat untuk mengolah biomassa padat tersebut menjadi energi bentuk lain yang lebih berguna.

Persoalan lain adalah, meskipun ketersediaan bahan bakar biomassa cukup melimpah, namun secara umum kandungan energi yang dimiliki oleh biomassa lebih kecil dari pada bahan bakar fosil. Berdasarkan data yang diperoleh dari literatur, energi yang dikandung oleh batu bara kualitas tertinggi (antrasit) adalah sebesar 28,9 MJ/kg (Bornstein, 2006) sampai 34,4–35,7 MJ/kg (Souza-Santos, 2004). Sedangkan dari pengujian laboratorium energi yang terkandung dalam sekam padi sebesar 15,5 MJ/kg dan kayu sebesar 16,9 MJ/kg (Suyitno, Juwana et al., 2009).

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%

Energi Nuklir

Batu Bara

Biomassa Listrik Hidro

Gas Alam Minyak

P

e

n

g

g

u

n

a

a

n

E

n

e

rg

i

(26)

6

Produksi Gas dari Padatan

Rendahnya kandungan energi yang dimiliki oleh biomassa mengharuskan penggunaan teknik pemanfaatan energi biomassa yang baik. Salah satu cara memanfaatan energi biomassa secara efektif adalah dengan pirolisis dan gasifikasi. Gasifikasi adalah suatu proses konversi bahan bakar (biomassa) menjadi gas yang bisa terbakar, melalui reaksi termokimia dengan menggunakan sejumlah oksigen yang perbandingan ekuivalen oksidatifnya dibawah 1 (< 1) (Belonio, 2005). Keuntungan dari proses gasifikasi adalah pembakaran menggunakan syngas (syntethic gas) hasil gasifikasi lebih efisien daripada pembakaran langsung bahan bakar, selain itu proses ini lebih ramah lingkungan dalam hal polusi udara.

1.3.Potensi Biomassa di Indonesia

Biomassa merupakan bahan energi organik yang berasal dari alam termasuk didalamnya tumbuhan dan hewan. Biomassa juga mengacu pada sampah yang dapat diurai melalui proses bio (biodegradable wastes). Bahan organik yang diproses melalui proses geologi seperti batu bara dan minyak tidak digolongkan kedalam kelompok biomassa.

Biomassa termasuk bahan energi yang dapat diperbaharui karena dapat selalu ditumbuhkan. Energi yang terdapat dalam biomassa berasal dari sinar matahari selama proses fotosintesis. Energi yang tersimpan dalam biomassa dapat digunakan secara langsung dan dapat juga diubah menjadi bentuk cair atau gas. Reaksi kimia selama proses fotosintesis dapat dijelaskan sebagai berikut:

6H2O + 6CO2

matahari

sinar

C6H12O6 + 6O2 (1.1)

Dari kesemua biomassa, kayu merupakan biomassa yang sudah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu sebagaimana biomassa lainnya adalah bahan bakar terbarukan. Selama produksi dan pemanfaatan kayu, karbon yang dihasilkan hampir netral. Walaupun selama pembakaran kayu dihasilkan CO2, daun pada

tumbuhan juga mengabsorb CO2 selama proses fotosintesis.

Pemanfaatan biomassa kayu sebagai bahan bakar umumnya dalam bentuk kayu bakar, serbuk kayu, dan arang kayu.

(27)

7

Pendahuluan

dengan 31 juta ton beras. Dari hasil produksi tersebut diperoleh minimal 10 juta ton sekam padi per tahun di Indonesia (Pikiran, 2006). Sedangkan sumber lain menyebutkan bahwa produksi kayu Indonesia diperkirakan sebesar 8,2 juta m3 tiap tahunnya (http://www.arupa.or.id). Dengan jumlah hasil pertanian dan perhutanan yang melimpah tersebut, dapat diperoleh sumber energi baru yang mampu mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.

Sebagai negara agraris, Indonesia mempunyai potensi bahan bakar biomassa dari sisa kegiatan pertanian. Data BPS tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 55 juta ton padi yang diproduksi di Indonesia, 50%-nya diproduksi di daerah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah (Hambali, Mujdalipah et al., 2007) sebagaimana terlihat pada Gambar 1.2. Di Jawa Tengah sebagai penghasil padi terbesar ketiga setelah Jawa Barat dan Jawa Timur dihasilkan 8,5 juta ton padi atau setara dengan 1,7 juta ton sekam per tahun. Jumlah sekam padi yang sedemikian besar tersebut kebanyakan hanya digunakan sebagai bahan bakar langsung pembakaran batubata atau sebagai bahan pembuatan batu bata. Beberapa kegiatan pengarangan sekam sebagai bahan media tanam juga sudah dilakukan. Selain sekam padi, dari kegiatan pertanian ini juga menghasilkan jerami. Potensi produksi jerami padi per ha kurang lebih 10 – 15 ton (http://investorbio.net). Jerami umumnya digunakan sebagai bahan pupuk dan media jamur. Kegiatan pengolahan jerami untuk menghasilkan ethanol juga sedang dalam penelitian yang intensif karena jerami dan biomassa lainnya mempunyai kandungan selulosa dan hemiselulosa.

Tabel 1.2. Potensi biomassa di Indonesia (Abdullah, 2003)

No Biomassa Daerah

Utama

Produksi (juta ton/thn)

Potensi Energi (GJ/thn)

Catatan

1. Karet Sumatera, Kalimantan, Jawa

41 120 Batang kecil D < 10 cm, batang besar dan medium digunakan sebagai kayu bakar

(28)

8

Produksi Gas dari Padatan

No Biomassa Daerah

Utama Produksi (juta ton/thn) Potensi Energi (GJ/thn) Catatan

2.Sisa kayu gergajian

Sumatra, Jawa, Kalimantan

1,3 13 Sebagian kecil sudah dimanfaatkan 3.Sisa proses gula Jawa, Sumatera, Kalimantan Selatan Bagase: 10 Daun: 9,6

78 Bagase umumnya sudah digunakan di pabrik gula dalam bentuk briket untuk tungku boiler 4.Sisa padi Jawa,

Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali/Nusa Tenggara Sekam: 12 Batang: 2 Jerami: 49

150 Umumnya dibakar di sawah. Pemanfaatan lain masih terbatas. 5.Sisa kelapa Sumatera, Jawa, Sulawesi Cangkang: 0,4 Sekam: 0,7

7 Pemanfaatan terbatas sebagai kayu bakar dan produksi arang 6.Sisa sawit Sumatera, kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Irian Jaya TKKS: 3,4 Serabut: 3,6 Cangkang: 1,2

67 Sebagian

(29)

9

Pendahuluan

Gambar 1.2. Jumlah produksi padi di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah dalam beberapa tahun terakhir (Hambali,

Mujdalipah et al., 2007).

Potensi sumber biomassa lain adalah bagas, daun tebu, hasil samping pengolahan sawit, sisa kelapa, dan sisa pohon karet. Untuk kelapa sawit, dalam proses produksi CPO, 1 ton Tandan Buah Segar (TBS) menghasilkan 200 kg CPO dan limbah padat Tandan Kosong Kelapa sawit (TKKS) 250 kg. Diperkirakan jumlah TKKS pada tahun 2006 adalah sebanyak 20.75 juta ton. Misalkan kadar air TKKS ini adalah 50%, maka jumlah TKKS kering (OD) kira-kira 10.375 juta ton (http://investorbio.net). Potensi biomassa yang lain di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Beberapa kelebihan dan kelemahan sumber energi dari biomassa dibandingkan sumber energi terbarukan lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.3.

0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000

2003 2004 2005 2006

P

ro

d

u

k

si

P

a

d

i

(r

ib

u

t

o

n

)

Tahun

(30)

10

Produksi Gas dari Padatan

Tabel 1.3. Kelebihan dan kelemahan sumber energi dari biomassa dibandingkan sumber energi terbarukan lain.

Biomassa Sumber Energi Terbarukan Lain Kelebihan 1. Dapat disimpan dalam

jangka lama

2. Dapat dimanfaatkan sebagai sumber panas maupun daya (CHP) sehingga efisiensinya tinggi.

3. Teknologinya fleksibel, baik untuk skala kecil, sedang, ataupun besar. 4. Lebih efisien jika antara

sumber energi dan pemanfaatannya berjarak dekat (reduced

transportation cost).

1. Tergantung lokasi, persediaannya cukup banyak. 2. Pengembangannya

lebih ke arah pembangkitan daya.

Kelemahan 1. Untuk beberapa teknologi proses masih menghasilkan bau. 2. Perlu gas cleaning 3. Abu yang dihasilkan

cukup tinggi sehingga maintenance peralatan lebih sering dilakukan. 4. Sparepart untuk proses

gasifikasi, pirolisis, cogeneration masih terbatas.

1. Beberapa sulit disimpan dalam waktu yang lama (Angin, air, matahari)

2. Efisiensinya masih rendah

1.4.Teknologi untuk Menghasilkan Gas

Teknologi untuk menghasilkan gas yang dapat dibakar (combustible gas) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Pirolisis, adalah proses dekomposisi termal yang kompleks dari material organik menjadi molekul yang lebih sederhana tanpa menggunakan udara

(31)

11

Pendahuluan

[image:31.595.155.464.223.437.2]

Hubungan antara temperatur padatan dengan

selama proses pirolisis dan gasifikasi dapat dilihat pada Gambar 1.3. Secara umum proses gasifikasi menggunakan perbandingan ekuivalen lebih dari 0,25. Temperatur yang terjadi pada proses gasifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur pada proses pirolisis.

Gambar 1.3. Hubungan antara temperatur padatan dengan perbandingan ekuivalen selama proses pirolisis dan gasifikasi

(Suyitno, 2007).

Contoh Soal Bab I.

1.1. Hukum termodinamika I menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, energi dapat berubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Perumusan yang umum dari Hukum Termodinamika I pada sistem tertutup dapat dinyatakan dengan:

E

sistem

Q

W

m

u

ek

ep

(1.2) Dimana E adalah energi total, Q adalah panas, W adalah kerja,

m

adalah massa, u adalah energi dalam, ek adalah energi kinetik, dan ep adalah energi potensial. Jika diketahui biomassa sebanyak 1 ton mempunyai nilai kalor 1000

2000

0 0,25 1

Perbandingan Ekuivalen Gasifikasi

Pirolisis

T

(

o C

)

(32)

12

Produksi Gas dari Padatan

sebesar 15 MJ/kg, maka tentukan perubahan energi yang mungkin jika biomasa tersebut dibakar.

Jawab:

Bertitik tolak dari hukum termodinamika I, maka beberapa asumsi dapat dibuat. Asumsi merupakan pendekatan logis dari fenomena nyata dari kasus ini diantaranya adalah: a. Biomassa dibakar dalam keadaan diam (

ek

0

). b. Selama biomassa dibakar tidak mengalami perubahan

posisi ketinggian (

ep

0

).

c. Bahan bakar biomassa hanya dibakar dan tidak ada energi yang disimpan, sehingga (

E

sistem

0

).

d. Selama proses pembakaran, panas hanya dibuang ke lingkungan (tidak ada pemanfaatan dalam bentuk kerja) sehingga (

W

0

).

Dari asumsi di atas, maka persamaan Hukum Termodinamika I dapat disederhanakan menjadi:

Q

m

 

u

0

 

1000

kg

x

15

10

6

J/kg

-15

x

10

9

J

m

u

x

Q

Tanda (-) menunjukkan bahwa hasil pembakaran biomassa tersebut adalah dikeluarkan sejumlah energi dalam bentuk panas.

(33)

13

Pendahuluan

Jawab:

Hukum termodinamika I pada sistem terbuka dapat dinyatakan dengan:

 

 

. . . . . .

EP

d

EK

d

h

m

h

m

W

Q

dt

dE

o o i

i

 

(1.3)

Dimana h adalah entalpi.

Pada kondisi awal: EK = 0. Karena tidak terjadi perubahan panas selama air mengalir, maka

h

0

. Air mengalir dari pipa tinggi ke turbin air dan selama mengalir diasumsikan tidak ada panas yang masuk dan keluar sistem pipa-turbin air (

0

.

Q

).

Analisis dilakukan secara tunak

dt

0

dE

.

Dari beberapa penterjemahan fenomena fisik yang ada selama air mengalir dari ketinggian tertentu sampai turbin air, maka persamaan Hukum Termodinamika I dapat disederhanakan menjadi:

z

Qg

z

g

m

W

EP

d

W

. . . .

0

 

10

m

s

m

81

,

9

s

m

60

x

10

1000

kg/m

1000

3 3 3 2

.









-W

W

1635

.

W

(34)

14

Produksi Gas dari Padatan

Soal Bab I:

1.1. Jelaskan pengertian energi.

1.2. Jelaskan pengertian dan perumusan hukum termodinamika pertama untuk sistem tertutup dan sistem terbuka.

1.3. Jelaskan pengertian sistem tertutup dan sistem terbuka secara termodinamika.

1.4. Jelaskan dengan data tentang ketersediaan energi di Indonesia. Jelaskan pula penggunaan bahan bakar di Indonesia pada sektor rumah tangga, komersial, industri, dan transportasi. Faktor apa saja yang mempengaruhi ketersediaan bahan bakar ini. Jelaskan kebijakan energi yang dimiliki oleh Indonesia dan beri analisis saudara.

1.5. Jelaskan kelebihan dan kekurangan biomassa dibandingkan sumber energi lainnya.

1.6. Beri gambaran mengenai potensi sumber energi dari biomassa.

1.7. Jelaskan teknologi apa saja yang dapat digunakan untuk mengolah biomassa sebagai sumber energi.

1.8. Diketahui potensi biomassa di Indonesia sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.2. Hitunglah potensi energi (J) dari sektor biomasa di Indonesia.

1.9. Sebuah generator listrik yang digerakkan oleh gas hasil dari gasifikasi biomasa menghasilkan daya listrik rata-rata sebesar 10 kW. Daya tersebut digunakan untuk mengisi baterei. Perpindahan panas dari baterei ke lingkungan terjadi pada laju konstan sebesar 1,5 kW. Tentukan jumlah energi yang tersimpan dalam baterei (kJ) untuk operasi pengisian selama 8 jam.

1.10.Terdapat potensi bagase kering hasil dari proses di industri gula sebanyak 30 ton per hari. Nilai kalor dari bagase tersebut adalah 16 MJ/kg. Jika seluruh bagase tersebut dimanfaatkan untuk menghasilkan panas, maka hitunglah energi (J) dan daya (W) yang dapat dihasilkan.

(35)

15

Bahan Bakar Padat

BAB ))

BA(AN BAKAR PADAT

2.1. Jenis Bahan Bakar Padat

Terdapat beberapa jenis bahan bakar padat baik yang tergolong dapat diperbaharui (renewable) dan tidak dapat diperbaharui (non-renewable). Beberapa jenis bahan bakar padat tersebut berikut jenisnya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Dari kesemua bahan bakar padat tersebut, di Indonesia, batu bara merupakan sumber energi yang perananannya sangat besar. Kualitas batu bara terbaik disebut batu bara antrasit. Antrasit adalah batu bara yang terjadi pada umur geologi yang paling tua. Antrasit mempunyai struktur yang padat dan kompak, massa jenisnya tinggi, dan warnanya hitam metalik. Dari analisis proksimasi, batu bara antrasit mempunyai kandungan karbon yang tinggi, kandungan volatil yang rendah, kandungan abu dan airnya juga rendah. Beberapa peneliti mendefisikan antrasit sebagai material yang mempunyai kadar volatil antara 1,8 – 10% daf, kadar karbon antara 91-94,4% daf, C/H antara 23,4 – 46, dan entalpi pembakarannnya antara 34,4 – 35,7 MJ/kg (Souza-Santos, 2004).

(36)

16

[image:36.595.140.548.128.721.2]

Produksi Gas dari Padatan

Tabel 2.1. Jenis bahan bakar padat

No Nama Bahan Bakar FC

(%daf) VM (%daf) Nilai Kalor (MJ/kg) Literatur

1 Batu bara (tidak dapat diperbaharui)

Antrasit

- Meta antrasit > 98 < 2 http://en.

wikipedia. org/wiki/Coal - Antrasit 92 – 98 2 – 8

- Semi antrasit 86 – 92 8 – 14 Bituminous

- Bituminous volatile rendah

78 – 86 14 – 22 - Bituminous volatile

medium

69 – 78 22 – 31 - Bituminous A volatile

tinggi

< 69 > 31 > 39,6 - Bituminous B volatile

tinggi

36,8 – 39,6 - Bituminous C volatile

tinggi

29,7 – 36,8 Sub bituminous

- Sub bituminous A 29,7 – 32,5

- Sub bituminous B 26,9 –

29,7

- Sub bituminous C 23,5 –

26,9 Lignite

- Lignite A 17,8 – 23,5

- Lignite B <

17,8 2 Biomassa (dapat

diperbaharui)

Kayu keras/hard wood Kayu lunak/soft wood Serbuk gergajian kering tanur

Cangkang kelapa Sekam padi

Sampah padat perkotaan

63,7 17,4

(37)

17

Bahan Bakar Padat

Jenis bahan bakar padat selain batu bara yang umum dikenal adalah biomassa. Biomassa merupakan bahan energi organik yang berasal dari alam termasuk didalamnya tumbuhan dan hewan. Biomassa juga mengacu pada sampah yang dapat diurai melalui proses bio (biodegradable wastes). Bahan organik yang diproses melalui proses geologi seperti batu bara dan minyak tidak digolongkan kedalam kelompok biomassa. Biomassa termasuk bahan energi yang dapat diperbaharui karena dapat selalu ditumbuhkan. Energi yang terdapat dalam biomassa berasal dari sinar matahari selama proses foto sintesis. Energi yang tersimpan dalam biomassa dapat digunakan secara langsung dan dapat juga diubah menjadi bentuk cair atau gas.

Biomassa dapat dikategorikan sebagai biomassa kayu dan biomassa non kayu. Biomassa kayu dapat lagi diklasifikasikan menjadi kayu keras dan kayu lunak. Bahan bakar kayu meliputi gelondongan kayu, ranting pohon, tatal kayu, kulit kayu, serbuk gergajian kayu, sisa hasil hutan, arang kayu, dan lain–lain. Sedangkan untuk biomassa non kayu dapat berupa kotoran hewan, minyak tumbuhan, limbah pengolahan gula pasir (ampas tebu, tetes), dan lain–lain. Biomassa non kayu yang dapat digunakan sebagai bahan bakar meliputi limbah hasil pertanian seperti limbah pengolahan industri gula pasir (bagas), sekam padi, jerami, biji–bijian, termasuk pula kotoran hewan dapat juga digunakan sebagai bahan bakar.

Dalam praktek biomassa bukanlah bahan bakar padat yang paling banyak digunakan, namun demikian biomassa merupakan sumber energi yang atraktif karena mempunyai sifat-sifat berikut

(Souza-Santos, 2004):

- Biomassa bersifat dapat diperbaharui.

- Sebagian besar biomassa mempunyai kadar abu yang rendah, sehingga memperkecil permasalahan terhadap abu sisa pembakaran dan peralatan pembersih. Namun demikian jerami dan sekam padi mempunyai kadar abu yang cukup tinggi. - Biomassa memberikan keleluasaan lokasi pembangkit daya

(38)

18

Produksi Gas dari Padatan

Disamping itu, jika dibandingkan dengan batu bara, biomassa mempunyai beberapa kekurangan, yaitu mempunyai kadar air yang tinggi, mempunyai komponen alkali (K, Na), dan mempunyai kadar klor. Adanya kadar air dapat menyerap sebagian energi pembakarannya. Alkali dan klor mendorong proses korosi dan erosi dalam boiler dan reaktor gasifikasi bagian dalam (Souza-Santos, 2004).

2.2. Sifat Fisik Bahan Bakar Padat

Beberapa karakteristik fisik utama dari bahan bakar padat, yaitu:

a. Ukuran partikel b. Bentuk partikel c. Porositas partikel d. Distribusi partikel

Penggunaan dalam pembakar (combustor) dan gasifier misalnya, bahan bakar padat umumnya dibuat dalam bentuk partikel kecil-kecil. Tujuannya adalah untuk meningkatkan luas permukaan sehingga laju pembakarannya lebih cepat. Ukuran partikel yang kecil juga memudahkannya dalam transportasi dalam ruang pembakar karena lebih mudah dibawa oleh aliran gas. Pembentukan partikel kecil-kecil dapat dilakukan dalam suatu mesin pemecah dan pengayak. Kebanyakan pembakar dan gasifier beroperasi dengan baik pada partikel yang berukuran dari 1 m sampai 10 mm (Souza-Santos, 2004).

Parameter penting dari partikel adalah ukuran dan umumnya dinyatakan dengan diameter partikel rata-rata. Definisi dari diameter partikel rata-rata ada bermacam-macam dan dijelaskan di bawah ini:

a. Diamater rata-rata partikel versi sederhana:

(2.1) dimana yi adalah fraksi massa dari partikel dengan diameter

dpi. an adalah bilangan derajat ukuran dalam analisis distribusi

partikel. Harga yang diperoleh dengan metode ini tidak begitu

n

i pi i av

p

d

y

d

(39)

19

Bahan Bakar Padat

bermanfaat karena tidak memperhitungkan sifat-sifat yang berhubungan dengan fasa padatan misalnya volume dan luasan.

b. Diameter partikel yang didasarkan pada luasan partikel dan dinyatakan dengan:

(2.2) c. Diameter partikel yang didasarkan pada volume partikel

dinyatakan dengan:

(2.3) d. Diameter partikel yang didasarkan pada rata-rata

luasan-volume dan dinyatakan dengan:

(2.4)

e. Diameter rata-rata yang diperoleh dari definisi ke-4 banyak digunakan pada proses gasifikasi dan pembakaran khususnya pada aplikasi unggun tetap maupun unggun terfluidisasi. Bagaimanapun, dalam pembakaran bahan bakar model serbuk (pulverized) dan pembakaran model sembur (spray), diameter rata-rata volume-luasan (atau lebih dikenal sebagai diameter rata-rata Sauter) lebih banyak diterima dan digunakan:

(2.5)

Bagaimana menentukan antara definisi ke-4 dan ke-5 yang lebih tepat?. Jawabannya adalah bergantung pada seberapa penting parameter gaya tahanan (drag forces) dengan laju reaksi (atau antara momentum dan perpindahan massa) dalam proses yang sedang dipelajari. Pada kasus dimana perpindahan massa antara partikel dan lingkungan lebih utama dibandingkan pengaruh momentum, maka diameter rata-rata luasan-volume

2 / 1 1 2 ,

n

i pi i av

p

d

y

d

3 / 1 1 3 ,

n

i pi i av

p

d

y

d

n i pi i av p

d

y

d

1 ,

1

 

n

i pi i n

(40)

20

Produksi Gas dari Padatan

(definisi ke-4) adalah pilihan terbaik, dan sebaliknya (Souza-Santos, 2004).

[image:40.595.145.490.209.626.2]

Contoh perhitungan pengukuran ukuran partikel dengan metode uji ayak (Souza-Santos, 2004) adalah sebagai berikut. Tabel 2.2. Contoh distribusi ukuran partikel

Angka Tyler (mesh)

Bukaan ayakan (mm)

Tingkat yang dilibatkan dalam analisis

laboratorium

Fraksi massa yang tersisa

#10 1,68 8 1

#12 1,4 7 4

#14 1,3 0

#16 1,0 0

#20 0,841 0

#24 0,707 0

#28 0,595 6 10

#32 0,5 0

#35 0,42 0

#42 0,354 5 20

#48 0,297 0

#60 0,25 4 30

#65 0,21 0

#80 0,177 3 20

#100 0,149 2 10

#115 0,125 0

#150 0,105 0

#170 0,088 0

#200 0,074 0

#250 0,063 0

#270 0,053 0

#325 0,044 0

#400 0,037 0

<#100 <0,149 1 5

(41)

21

[image:41.595.141.529.143.346.2]

Bahan Bakar Padat

Tabel 2.3. Contoh penentuan diameter partikel dari distribusi ukuran partikel Tingkat analisis Bukaan Ayak (mm) dpi

(mm)*) yi yi x dpi yi x (dpi)

2

yi x (dpi) 3

yi/dpi

8 1,68 1,680 1% 0,0168 0,000168 1,68E-06 0,005952 7 1,41 1,545 4% 0,0618 0,002472 9,89E-05 0,02589 6 0,595 1,003 10% 0,10025 0,010025 0,001003 0,099751 5 0,354 0,475 20% 0,0949 0,01898 0,003796 0,421496 4 0,25 0,302 30% 0,0906 0,02718 0,008154 0,993377 3 0,177 0,214 20% 0,0427 0,00854 0,001708 0,936768 2 0,149 0,163 10% 0,0163 0,00163 0,000163 0,613497 1 <0,149 0,075 5% 0,003725 0,000186 9,31E-06 0,671141 0,427075 0,069181 0,014933 3,767873 Pers. (2.1) Pers. (2.2) Pers. (2.3) Pers. (2.4) 0,427 0,263 0,246 0,265 0,216 Jumlah

Diameter partikel

Diameter rata-rata sauter

*) Diperoleh dari rata-rata bukaan ayak pada tingkat analisis yang bersangkutan.

Parameter utama untuk mendeskripsikan bentuk partikel adalah kebulatan (sphericity) yang didefinisikan sebagai:

bulat

partikel

dengan

sama

yang

volume

dengan

partikel

permukaan

luas

luas

permukaan

partikel

bulat

(2.6)

Oleh karena itu, partikel yang semakin bulat akan mempunyai kebulatan mendekati 1. Konsep ini sangat penting karena kebanyakan partikel yang ditemukan di dunia jarang yang berbentuk bulat sempurna. Kebanyakan harga kebulatan partikel dari jenis batu bara dan pasir yang digunakan adalah berkisar dari 0,6–0,9 dan harga 0,7 dapat digunakan sebagai acuan jika tidak diperoleh informasi kuantitatif yang memadai. Kebulatan dari serpihan kayu yang digunakan dalam gasifier mempunyai indeks kebulatan sebesar 0,2 (Souza-Santos, 2004).

(42)

22

Produksi Gas dari Padatan

(2.7)

dimana adalah perbandingan antara massa dari partikel rata-rata dan volumenya, termasuk volume kosong yang ada pori-pori partikel. Nilai dari pada batu bara sekitar 1.100 kg/m3 sedangkan untuk kayu sebesar 700 kg/m3. adalah perbandingan antara massa dari partikel rata-rata dengan volumenya, tanpa melibatkan volume yang ditempati oleh pori-pori di dalam partikel. Nilai untuk batu bara sekitar 2.200 dan untuk kayu adalah 1.400 kg/m3 (Souza-Santos, 2004). Harga

berbagai jenis partikel dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Masih terdapat satu istilah lagi dari massa jenis yaitu

bulk yang didefinisikan sebagai:

V

m

p

,

bulk

(2.8)

Dimana m adalah massa total dari unggun partikel dan V adalah volume unggun. Harga

bulkberbagai jenis partikel dapat dilihat pada

real app

1

app

app

real

real

app

(43)

23

Bahan Bakar Padat

Tabel 2.5.

Tabel 2.4. Harga berbagai jenis partikel (Souza-Santos, 2004)

No Jenis partikel Massa jenis semu (kg/m3)

1 Batu bara 700-2.000

2 Kayu 200-1.000

3 Arang batu bara 100-800

4 Batu kapur 2.000-3.200

5 Pasir 2.500-3.500

app

(44)

24

Produksi Gas dari Padatan

Tabel 2.5. Harga

bulkberbagai jenis bahan bakar (Reed and Das, 1988)

No Jenis bahan

bakar

Massa jenis

bulk (kg/m3)

Keterangan

1 Kayu sisa gergajian

177 Gembur

2 Kayu sisa gergajian

555 Briket dengan panjang 100 mm x diameter 75

mm

3 Gambut 350-440 serbuk

4 Gambut 180-400 Potongan tangan

5 Kayu 330 Keras

6 Kayu 250 Lunak

7 Kayu 290 Campuran 50% kayu keras

dan 50% kayu lunak

8 Jerami 80 Serbuk

9 Jerami 320 Bal (tumpukan)

2.3. Analisis Komponen Bahan Bakar Padat

Untuk mengetahui komponen yang terdapat dalam bahan bakar padat dapat digunakan dua jenis analisis, yaitu analisis proksimasi (proksimasi analysis) dan analisis ultimasi (ultimasi analysis). Analisis proksimasi adalah analisis bahan bakar padat yang menghasilkan fraksi massa dari karbon tetap (fixed carbon = FC), zat volatil (volatile matter=VM), kadar air (moisture content = MC), dan abu (ash). Analisis ini dilakukan dengan menimbang, memanaskan, dan membakar sebuah sampel kecil (satuan berat) bahan bakar (Borman and Ragland, 1998).

1. Analisis kadar air (MC)

(45)

25

Bahan Bakar Padat

Untuk menentukan kedua jenis kadar air tersebut dapat dilihat dari persamaan di bawah ini.

o f o

wb

m

m

m

MC

(2.9)

f

f

o

db

m

m

m

MC

(2.10)

Dimana m0 = massa awal dari sampel. mmf = massa akhir sampel.

2. Analisis zat volatil (VM)

Setelah diperoleh kadar air sampel, kemudian sampel dipanaskan pada temperatur 900oC dalam oven yang kedap udara selama 7 menit. Umumnya penyebutan kadar volatil didasarkan pada basis kering.

1 2 1

f f f

db

m

m

m

VM

(2.11)

Dimana mf1 = massa sampel yang sudah dikeringkan. mmf2

adalah massa sampel setelah dipanaskan sampai temperatur 900oC dalam kondisi kedap udara.

3. Analisis kadar abu

Setelah fraksi zat volatil diketahui, sampel kemudian dipanaskan dalam oven yang berisi udara dengan temperatur ± 732oC hingga terbakar sempurna. Sisa pembakaran kemudian ditimbang. Kadar abu (ash content = AC) dapat dinyatakan dengan:

1

3

f

f

db

m

m

AC

(2.12)

Dimana mf1 = massa sampel yang sudah dikeringkan. mmf3

adalah massa sampel setelah dibakar pada temperatur 732oC. 4. Fraksi massa karbon tetap (fixed carbon = FC)

(46)

26

Produksi Gas dari Padatan

1

3

2

1

f

f

f

f

db

m

m

m

m

FC

(2.13)

atau

VM

AC

FC

db

100

%

(2.14)

Analisis kedua yang juga dikenal adalah analisis ultimasi. Analisis ultimasi (ASTM D3176) merupakan analisis laboratorium yang memuat fraksi massa karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), sulfur (S), dan nitrogen (N) dalam satu bahan (bahan bakar atau lainnya).

5. Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan parameter penting dalam suatu bahan bakar. Terdapat dua jenis nilai kalor yaitu nilai kalor rendah dan nilai kalor tinggi. Nilai kalor rendah (LHV, Lower heating value) biomassa sekitar 15-20 MJ/kg lebih rendah dibanding nilai kalor batu bara yaitu sekitar 25-33 kJ/kg dan bahan bakar minyak (contohnya bensin sekitar 42,5 MJ/kg). Artinya untuk setiap kg biomassa hanya mampu menghasilkan energi 2/3 dari energi 1 kg batu bara dan ½ dari energi 1 kg bensin

(http://en.wikipedia.org/wiki/Lower_heating_value).

Nilai kalor berhubungan langsung dengan kadar C dan H yang dikandung oleh bahan bakar padat. Semakin besar kadar keduanya akan semakin besar nilai kalor yang dikandung. Menariknya dengan proses charing (pembuatan arang), nilai kalor arang yang dihasilkan akan meningkat cukup tajam. Sebagai gambaran, dari hasil proses pembuatan arang batok kelapa pada temperatur 750oC dapat dihasilkan arang dengan nilai kalor atas (HHV, higher heating value) sekitar 31 MJ/kg. Nilai ini setara dengan nilai kalor batu bara kelas menengah ke atas. Nilai kalor ini dapat dibandingkan dengan arang batu bara yang mempunyai nilai kalor atas 35 MJ/kg.

(47)

27

Bahan Bakar Padat

jumlah kalor laten uap air diperhitungkan atau setelah terbakar, temperatur gas pembakaran dibuat 25oC, maka akan diperoleh nilai kalor atas (HHV, higher heating value).

Beberapa peneliti sudah membuat formula untuk menentukan nilai kalor bahan bakar padat. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa formula-formula di bawah ini tidak berlaku umum (perhatikan kondisinya).

a. Formula Dulong. Formula Dulong dapat digunakan untuk semua batu bara

Nilai Kalor = (2.15)

Dimana Nilai kalor dinyatakan dalam BTU/lb. C, H, O, S adalah fraksi massa karbon, hidrogen, oksigen, dan belerang.

b. Formula untuk biomassa (Gaur and Reed, 1998) HHV (kJ/g) = 0,3491C + 1,1783 H - 0,1034 O – 0,0211

A + 0,1005 S -0,0151 N (2.16)

Dimana C, H, O, A, S, N adalah fraksi massa karbon, hidrogen, oksigen, abu, belerang, dan nitrogen.

2.4. Analisis Komponen Berbagai Jenis Bahan Bakar Padat

2.4.1 Sekam Padi.

Sekam padi adalah sebuah kulit luar dari biji tumbuhan padi, sejenis biji – bijian yang biasa tumbuh di daerah tropis. Sekam padi ini biasa diambil dari biji padi yang telah dipanen, kemudian digiling (selep) untuk memisahkan kulit dengan bijinya. Ciri fisik dari sekam padi ini berbentuk lonjong, pipih, kasar. Sekam padi mempunyai warna kuning kecokelatan, dan mempunyai massa yang ringan.

Sekam padi ini mempunyai kandungan silika sekitar 20% dengan struktur utama membentuk lignin. Pada kenyataanya sekitar 20% massa kering dari padi adalah sekam. Jika sekam padi ini dibakar maka sisa massa residu yang tidak terbakar adalah sekitar 17% hingga 23% dari massa sekam padi itu sendiri. Abu yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi itu sendiri sekitar 95% adalah silica murni (Omatola and Onojah, 2009).

S

O

H

C

4

.

050

8

028

.

62

544

.

14

(48)

28

Produksi Gas dari Padatan

Analisis ultimasi digunakan untuk mengetahui fraksi massa karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), sulfur (S), nitrogen (N) dan nilai kalor pembakaran dari bahan bakar khususnya bahan bakar padat. Hasil analisis ultimasi yang dilakukan untuk bahan sekam padi dapat dilihat dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Analisis ultimasi sekam padi (Jamradloedluk, Panomai et al.).

C (%)

H (%)

O (%)

N (%)

Nilai Kalor (MJ/kg)

Kadar Abu (%)

38,5 5,7 39,8 0,5 15,4 15,5

Tabel 2.7. Analisis proksimasi sekam padi (Jamradloedluk, Panomai et al.).

VM (%)

FC (%)

Kadar Abu (%)

62,7 17,4 20,0

2.4.2. Serbuk Gergaji Kayu Jati

Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis.

Serbuk gergaji kayu jati merupakan limbah dari pengolahan kayu yang berupa geram atau tatal. Analisis ultimasi dari woodchip (serbuk kayu) digunakan untuk mengetahui fraksi massa karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), sulfur (S), nitrogen (N) dan nilai kalor pembakaran (HHV). Hasil analisis ultimasi yang dilakukan dapat dilihat dalam Tabel 2.8 berikut:

Tabel 2.8. Analisis ultimasi dan proksimasi kayu (Souza-Santos, 2004).

C (%)

H (%)

O (%)

N (%)

S (%)

Abu (%)

(49)

29

Bahan Bakar Padat

Biomassa lain

Hasil analisis ultimasi dan proksimasi dari berbagai jenis biomassa dapat dilihat pada Tabel 2.9. Analisis abu dari berbagai material padat terlihat pada Tabel 2.10. Selain analisis proksimasi dan ultimasi, komponen bahan bakar padat juga dapat dibedakan berdasarkan kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.11. Hemiselulosa adalah campuran bermacam-macam monosakarida terpolimerisasi seperti glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa, arabinosa, asam glukuronik 4-O-metil dan sisa asam galakturonik. Hemiselulosa menunjukkan berat molekul yang lebih rendah dibandingkan selulosa. Jumlah monomer sakarida berulang dalam hemiselulosa hanya sekitar 150 dan jauh lebih rendah dibandingkan dalam selulosa sekitar 5.000-10.000 (Mohan, Pittman et al., 2006). Serat-serat selulosa menghasilkan kekuatan yang setara dengan 30-40% kekuatan kayu kering. Degradasi selulosa terjadi pada temperatur 240-350oC dan menghasilkan anhidroselulosa dan levoglukosan. Ketika selulosa dipirolisis pada laju pemanasan 12oC/min, temperatur puncaknya adalah sekitar 335oC (temperatur pada laju penurunan massa maksimum) (Mohan, Pittman et al., 2006).

(50)

30

Produksi Gas dari Padatan

(51)

31

[image:51.842.148.729.124.483.2]

Bahan Bakar Padat

Tabel 2.9. Hasil uji proksimasi dan ultimasi berbagai bahan bakar padat

No Material FC VM Abu MC C H O N S LHV HHV Ref.

% % % % % % % % % MJ/kg MJ/kg

1 Bagas 12,11 65,24 2,65 20 49,66 5,71 41,08 0,21 0,03 19,04 (Souza-Santos, 2004) Bagas TT TT TT TT 47,8 6,1 TT TT TT 17,21 (Worasuwannarak, Potisri et

al., 2004)

Bagas 23,4 71,8 4,8 TT TT TT TT TT TT 18,94 (Jamradloedluk, Panomai et al., ___)

Bagas 14,95 73,78 11,27 TT 44,80 5,35 39,55 0,38 0,01 17,33 (Kaupp, 1984) Bagas TT TT TT TT 49,99 5,86 43,94 0,15 0,08 (Gaur and Reed, 1998) 2 Sekam Padi 15,80 63,60 20,60 TT 38,30 4,36 35,45 0,83 0,06 14,89 (Kaupp, 1984)

Sekam Padi TT TT TT TT 47,02 6,39 44,77 1,07 0,22 (Gaur and Reed, 1998) Sekam Padi TT TT TT TT 50,2 6,8 TT TT TT 14,41 (Worasuwannarak, Potisri et

al., 2004)

Sekam Padi 17,4 62,7 20,0 TT TT TT TT TT TT 16,21 (Jamradloedluk, Panomai et al., ___)

Sekam Padi TT 59,5 17,1 7,9 44,6 5,6 49,3 TT TT (Williams and Nugranad) 3 Jerami Padi 18,9 74,4 7,3 TT TT TT TT TT TT 18,06 (Jamradloedluk, Panomai et

al., ___) 4 Batu bara

Subbitumunous

47,6 38,0 9,4 5,0 73,2 5,1 7,9 0,9 3,0 30,84 (Souza-Santos, 2004) 5 Gambut (Peat) 26,87 70,13 3,00 TT 54,81 5,38 35,81 0,89 0,11 22,00 (Kaupp, 1984) 6 Charcoal 89,31 93,88 1,02 TT 92,04 2,45 2,96 0,53 1,00 34,39 (Kaupp, 1984) 7 Char Oak

(565oC)

(52)

32

Produksi Gas dari Padatan

No Material FC VM Abu MC C H O N S LHV HHV Ref.

% % % % % % % % % MJ/kg MJ/kg

8 Char cangkang kelapa (750oC)

87,17 9,393 2,90 TT 88,95 0,73 6,04 1,38 0,00 31,12 (Kaupp, 1984) Cangkang

kelapa

TT TT TT TT 51,8 6,0 TT TT TT 18,37 (Worasuwannarak, Potisri et al., 2004)

9 Char Eucalyptus (950oC)

70,32 19,22 10,45 TT 76,10 1,33 11,10 1,02 0,00 27,60 (Kaupp, 1984)

10 Kayu Beech TT TT 0,65 TT 51,64 6,26 41,45 0,00 0,00 20,38 (Kaupp, 1984) 11 Kayu Douglas

Fir

17,70 81,50 0,80 52,30 6,30 40,50 0,10 0,00 21,05 (Kaupp, 1984) 12 Kayu Pine

Ponderosa

17,17 82,54 0,29 49,25 5,99 44,36 0,06 0,03 20,02 (Kaupp, 1984) 13 Kayu Poplar TT TT 0,65 51,64 6,26 41,45 0,00 0,00 20,75 (Kaupp, 1984) 14 Kayu Alder

merah

12,50 87,10 0,40 49,55 6,06 43,78 0,13 0,07 19,30 (Kaupp, 1984) 15 Kayu merah 16,10 83,50 0,40 53,50 5,90 40,30 0,10 0,00 21,03 (Kaupp, 1984) 16 Kayu Pine

Kuning

TT TT 1,31 52,60 7,00 40,10 0,00 0,00 22,30 (Kaupp, 1984) 17 Kayu Fir Putih 16,58 83,17 0,25 49,00 5,98 44,75 0,05 0,01 19,95 (Kaupp, 1984) 18 Kayu Oak Putih 17,20 81,28 1,52 49,48 5,38 43,13 0,35 0,01 19,42 (Kaupp, 1984) 19 Kayu Mangga 11,36 85,64 2,98 46,24 6,08 44,42 0,28 TT 19,17 (Kaupp, 1984) 20 Eucalyptus

Camaldulensis

(53)

33

Bahan Bakar Padat

No Material FC VM Abu MC C H O N S LHV HHV Ref.

% % % % % % % % % MJ/kg MJ/kg

21 Poplar 16,35 82,32

Gambar

Gambar 1.3. Hubungan antara temperatur padatan dengan
Tabel 2.1. Jenis bahan bakar padat
Tabel 2.2. Contoh distribusi ukuran partikel
Tabel 2.3. Contoh penentuan diameter partikel dari distribusi ukuran partikel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan desain dan konstruksi tungku gasifikasi kapasitas 4 kg bahan bakar sekam padi, mengetahui pengaruh kecepatan udara

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan desain dan konstruksi tungku gasifikasi kapasitas 4 kg bahan bakar sekam padi, mengetahui pengaruh kecepatan udara

Sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan sebagai pengganti bahan bakar fosil adalah Sampah sekam padi pada saat ini jumlahnya sangat melimpah, dapat

Tugas akhir berjudul “ Pengaruh Variasi Kecepatan Udara Terhadap Temperatur Pembakaran Pada Tungku Gasifikasi Sekam Padi ” dapat terselesaikan atas dukungan dari beberapa

Tugas akhir ini berjudul “Rancang Bangun Dan Pengujian Alat Produksi Gas Metana Dari Sampah Organik Dengan Variasi Bahan Sekam Padi, Tempurung Kelapa Dan Serbuk Gergaji

Formasi gas buang yang dihasilkan dari pembakaran Fluidized Bed berbahan bakar biomasa sekam padi dengan variasi kecepatan fluidisasi dan temperatur operasi

Dari hasil penelitian karakteristik unjuk kerja reaktor gasifikasi sekam padi sebagai alat pembuatan gas pengganti elpiji pada rumah tangga didapatkan gas secara sempurna

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah syngas yang dihasilkan pada proses gasifikasi pencampuran sekam padi dengan batubara kualitas rendah pada temperatur 500 °C