• Tidak ada hasil yang ditemukan

Parameter Penting pada Proses Pirolisis

Dalam dokumen NO. 1 Buku Produksi gas dari padatan (Halaman 89-93)

BAB IV KONSEP DASAR PIROLISIS DAN GASIFIKASI

4.2. Parameter Penting pada Proses Pirolisis

Banyak peneliti telah menemukan beberapa paramater penting pada proses pirolisis yang dirangkum seperti di bawah ini. a. Bentuk partikel

Bentuk partikel mempunyai pengaruh kecil pada produk pirolisis. Honglu, dkk (Hong, Scott et al., 2004) menemukan bahwa pada partikel menyerupai bulat dapat dihasilkan volatil yang sedikit lebih rendah dibandingkan partikel yang menyerupai silinder dan serpih. Alasannya adalah bahwa tar memerlukan panjang laluan yang lebih besar untuk keluar dari partikel bulat dibandingkan partikel berbentuk lain. Partikel yang mirip bulat juga mempunyai laju pemanasan yang lebih rendah dan laju perpindahan panas dan massa yang lebih rendah karena ketebalannya lebih besar dibandingkan ketebalan partikel berbentuk silinder maupun pipih. Semenjak partikel bulat mempunyai perbandingan luas terhadap volume yang lebih kecil dibandingkan partikel silinder dan serpih, sehingga waktu konversi umumnya lebih besar pada partikel berbentuk bulat (Hong, Scott et al., 2004; Janse, Westerhout et al., 2000).

b. Ukuran partikel

Ukuran partikel mempunyai pengaruh pada waktu konversi dan produk pirolisis. Peningkatan diameter ekuivalen menyebabkan waktu konversi (Hong, Scott et al., 2004; Suyitno, Lettner et al., 2005). Untuk ukuran partikel yang kecil (khususnya < 0,2 mm), laju kinetika reaksi pirolisis menjadi dominan dan waktu konversi hampir tidak berubah (Janse, Westerhout et al., 2000). Untuk partikel yang kecil, pengaruh bentuk partikel dan pengkerutan partikel tidak penting (Di Blasi, 2002). Secara umum, pemecahan tar di dalam partikel kayu yang kecil dapat diabaikan (Janse, Westerhout et al., 2000).

Pada pirolisis cepat dengan bahan kayu yang berukuran 0,5–

0,7 mm, peningkatan laju pemanasan menyebabkan hasil arang yang rendah dan hasil minyak yang tinggi (Zanzi, 2001). Peningkatan diameter partikel dari 0,5-0,7 menjadi 0,7-1,0 mm untuk kayu berjenis birch pada 800oC meningkatkan hasil padatan dari 4,6% menjadi 5,5% (Zanzi, Sjostrom et al., 1996). Untuk bagase, hasil arang meningkat ketika partikel yang lebih besar dipirolisis (Zanzi, Sjostrom et al., 1995). Pada partikel yang lebih kecil, gas yang dihasilkan akan meninggalkan partikel yang lebih

70

Produksi Gas dari Padatan

cepat dibandingkan pelepasan gas pada partikel yang lebih besar. Pada partikel yang lebih kecil, waktu tinggal gas hasil dalam reaktor meningkat dan memungkinkan terjadinya pemecahan tar (Zanzi, 2001; Zanzi, Sjostrom et al., 1995).

Pada partikel yang besar (partikel silinder dengan jari-jari 25 mm dan panjang 300 mm) pada temperatur 700oC, pelibatan model pengkerutan meningkatkan waktu pirolisis secara subtansial dari 920 detik menjadi 860 detik (Larfeldt, Leckner et al., 2000). Ketika partikel berukuran besar, pirolisis menjadi terkontrol secara perpindahan panas dan pengaruh kinetik4 menjadi kecil (Saastamoinen and Richard, 1996).

c. Temperatur dan laju pemanasan

Temperatur adalah salah satu paramater yang sangat penting pada proses pirolisis. Menurut Karaosmonaglu, dkk (Karaosmonaglu, Tetik et al., 1999) temperatur adalah faktor yang sangat penting pada hasil pirolisis dan variasi laju pemanasan tidak secara langsung mempunyai pengaruh yang khusus.

De Resende, F.L.P. (De Resende and Sanchez, 2004) melakukan eksperimen pirolisis lambat dengan analisis termogravimetri dengan laju pemanasan 5, 10, 15, dan 20 K/menit. De Resende dan Sanchez menemukan fakta bahwa laju pemanasan bukanlah faktor yang memainkan peranan penting pada pirolisis lambat. Dalam pirolisis lambat dari kayu cemara (pine), pengaruh laju pemanasan pada jangkauan laju pemanasan dari 5 sampai 80 K/menit adalah kecil (Williams and Besler, 1996). Laju pemanasan yang lebih tinggi menghasilkan arang yang sedikit. Peningkatan kembali laju pemanasan karena tambahan peningkatan temperatur tidak mempengaruhi hasil dari arang (Zanzi, Sjostrom et al., 1996).

Laju pemanasan pada pirolisis cepat mempunyai pengaruh utama. Peningkatan laju pemanasan yang cepat meningkatkan hasil dari volatil dan menurunkan hasil arang. Alasannya adalah bahwa pengaruh laju pemanasan mendorong depolimerisasi

4 Pada partikel yang berdimensi kecil dengan bilangan Bi < 0,1 maka umumnya partikel tersebut dapat dianggap mempunyai temperatur yang seragam. Pada kasus ini, pirolisis dapat disebut dipengaruhi secara kinetik. Sedangkan pada bilangan Bi yang besar terjadi perpindahan panas konduksi dari dinding luar partikel menuju ke dalam. Sehingga pirolisis disebut dikontrol secara perpindahan panas.

71

Konsep Dasar Pirolisis dan Gasifikasi

yang cepat dari material padat menjadi volatil yang primer (Williams and Besler, 1996; Zanzi, 2001).

Produksi tar yang lebih banyak diperoleh seiring dengan meningkatnya temperatur sampai 450oC. Setelah temperatur 450oC, tar yang dihasilkan sedikit mengalami penurunan seiring dengan dimulainya reaksi tar sekunder (Pritchard, 2002; Timmerer and Lettner, 2004; Zanzi, 2001; Zanzi, Bai et al., 2001).

Menurut Williams, P.T.(Williams and Besler, 1996) konversi maksimum dari sampah menjadi cairan terjadi pada temperatur diatas 420oC, dimana dapat diperoleh konversi lebih dari 50%. Pada pirolisis lambat biomas berjenis jerami dan ranting pohon, hasil maksimum dari cairan diamati terjadi pada temperatur sekitar 650oC pada laju pemanasan 30 K/menit (Karaosmonaglu, Tetik et al., 1999).

Peningkatan temperatur pirolisis karena peningkatan laju pemanasan dapat menurunkan hasil arang yang diperoleh (Pritchard, 2002; Zanzi, 2001; Zanzi, Bai et al., 2001). Zanzi, R., dkk menemukan fakta bahwa dengan pemanasan yang cepat, hasil arang adalah 5,5%, 11%, dan 57,1% sedangkan dengan pemanasan yang lambat hasil arang adalah 15%, 16%, dan 67% untuk pirolisis pada kayu berjenis birch, sisa pertanian, dan batu bara (Zanzi, Sjostrom et al., 1996).

Pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi, laju pemanasan lebih tinggi pula dan akibatnya devolatilisasi menjadi lebih intensif. Arang yang dihasilkan pada proses pirolisis dengan temperatur yang lebih tinggi mempunyai pori yang lebih banyak (Zanzi, 2001).

Sejak biomassa mempunyai kandungan selulosa yang tinggi dibandingkan batu bara, laju pemanasan mempunyai pengaruh yang lebih besar pada pirolisis biomassa. Pengaruh laju pemanasan pirolisis cepat pada biomassa adalah 3,1 kali dibandingkan pada batu bara. Pengaruh laju pemanasan pirolisis lambat pada biomassa adalah 1,3 kali dibandingkan pada batu bara (Zanzi, Sjostrom et al., 1996).

Peningkatan temperatur pirolisis menghasilkan hasil gas yang lebih banyak dan hasil tar yang menurun. Penjelasan dari fenomena ini adalah bahwa temperatur yang lebih tinggi meningkatkan pemecahan tar (Zanzi, 2001; Zanzi, Sjostrom et al., 1996).

72

Produksi Gas dari Padatan

d. Konduktivitas termal bahan, kw.

Hasil tar akhir meningkat sementara hasil arang hampir konstan pada saat konduktivitas termal biomassa dinaikkan (Di Blasi, 1997). Variasi konduktivitas termal tidak berpengaruh secara signifikan pada konversi partikel dalam daerah yang tipis secara termal (ketebalan partikel = 0,075 cm). Laju devolatilisasi lebih cepat seiring dengan meningkatnya konduktivitas termal material yang akan dipirolisis.

e. Massa jenis bahan

Massa jenis bahan yang akan dipirolisis meningkat dapat menurunkan hasil tar primer sementara itu arang dan gas yang dihasilkan meningkat. Fenomena ini adalah konsekuensi dari turunnya temperatur secara berturut-turut pada ujung reaksi primer. Laju degradasi primer berbanding langsung dengan massa jenis biomassa dan mencapai nilai yang cukup tinggi untuk proses degradasi sampai akhirnya mulai terjadi penurunan temperatur secara berurutan pada saat massa jenis meningkat.

Waktu konversi meningkat secara linier terhadap massa jenis dan memberikan penurunan laju pemanasan partikel. Hasil tar akhir hampir konstan pada biomassa yang mempunyai massa jenis sangat rendah (< 200 kg/m3). Alasannya adalah bahwa profil kecepatan gas dan juga aktivitas reaksi sekunder hanyalah sedikit dipengaruhi oleh variasi massa jenis bahan yang akan dipirolisis (Di Blasi, 1997).

f. Panas jenis dari bahan

Variasi panas jenis bahan tidak mempengaruhi hasil produk pirolisis, meskipun demikian waktu konversi menunjukkan peningkatan linier terhadap parameter ini. Peningkatan panas jenis bahan menghasilkan peningkatan padatan seiring dengan meningkatnya kapasitas panas,sehingga waktu yang dibutuhkan untuk membawa sistem pada temperatur pirolisis yang dikehendaki menjadi lebih panjang dan demikian juga waktu konversinya. Aktivitas reaksi sekunder tampak dipengaruhi secara signifikan oleh panas spesifik bahan dimana reaksi tar sekunder menjadi lebih cepat seiring meningkatnya panas jenis bahan. Konsekuensinya, hasil akhir dari tar menurun secara kontinu sementara hasil gas meningkat. Sifat fisik dari material seperti konduktivitas termal, panas jenis, dan massa jenis menjadi penting khususnya untuk partikel besar (daerah panas yang tebal) (Di Blasi, 1997).

73

Konsep Dasar Pirolisis dan Gasifikasi

g. Kadar air (MC)

Kadar air yang lebih tinggi memperlambat pencapaian temperatur pirolisis (Suyitno, Lettner et al., 2005). Alasannya adalah bahwa beberapa bagian panas dikonsumsi selama proses penguapan (Bilbao, Mastral et al., 1996; Suyitno, Lettner et al., 2005). Kehadiran air dan material organik juga mendorong pembentukan arang. Alasannya adalah bahwa air berlaku sebagai penyimpan panas (Pritchard, 2002). Kadar air meningkat dapat menyebabkan hasil arang 5% pada saat pirolisis dengan temperatur 390oC-460oC. Kehadiran air menurunkan hasil tar dari pirolisis di atas temperatur 400oC (Gray, 1984).

g. Lignin, selulosa dan hemiselulosa

Kadar lignin yang lebih tinggi pada sampah buha zaitun (28% massa, kering) dibandingkan dengan kadar lignin pada jerami gandum (21,7% massa, kering) menyebabkan pada peningkatan hasil arang (Zanzi, 2001). Lignin adalah sumber utama pembentuk arang dan tidak pecah menjadi molekul yang lebih ringan (Pritchard, 2002). Komponen selulosa dan hemiselulosa dalam kayu bertanggung jawab pada hasil volatil sedangkan lignin adalah penyumbang utama pada hasil arang (Williams and Besler, 1996).

h. Jenis bahan

Hasil arang yang lebih rendah diperoleh dari kayu keras (14-23% massa) dibandingkan hasil arang pada kayu lunak (20-26,5% massa) (Grönli and Varhegyi, 2002). Alasannya adalah bahwa kadar rata-rata lignin pada kayu keras adalah lebih rendah (21,7% massa) dibandingkan kayu lunak (28% massa) (Zanzi, 2001).

Pirolisis biomassa mischantus menghasilkan arang yang lebih tinggi dan hasil volatil yang lebih rendah dibandingkan biomassa kayu (De Jong, Pirone et al., 2003). Jenis kayu berpengaruh terhadap hasil arang dan cairan. Jenis kayu berpengaruh pada hasil arang paling banyak sampai 12%. Jenis kayu berpengaruh pada hasil cairan paling banyak sampai 10% (Di Blasi, Branca et al., 2001).

Dalam dokumen NO. 1 Buku Produksi gas dari padatan (Halaman 89-93)

Dokumen terkait