• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBATASAN HAK POLITIK DARI PERSPEKTIF PARADIGMA CRITICAL THEORY, PARADIGMA IDEOLOGI DAN PARADIGMA FILOSOFIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBATASAN HAK POLITIK DARI PERSPEKTIF PARADIGMA CRITICAL THEORY, PARADIGMA IDEOLOGI DAN PARADIGMA FILOSOFIS."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN AJAR

PEMBATASAN HAK POLITIK DARI PERSPEKTIF

PARADIGMA CRITICAL THEORY, PARADIGMA IDEOLOGI

DAN PARADIGMA FILOSOFIS

Oleh :

I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH MH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

PEMBATASAN HAK POLITIK DARI PERSPEKTIF PARADIGMA CRITICAL THEORY, PARADIGMA IDEOLOGI

DAN PARADIGMA FILOSOFIS

Perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke- 21 saat ini sangat pesat. Seiring kemajuan peradaban umat manusia, maka ilmu pengetahuan juga berkembang sangat dinamis. Kesejahtraan umat manusia juga sangat ditentukan oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Tidak dapat dipungkiri dalam mewujudkan masyarakat yang aman, tertib, damai dan sejahtra dalam konsep negara kesejahtraan (welfare state) sangat ditentukan oleh perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Manusia sebagai makhluk rasional memiliki suatu dorongan batin yang terus-menerus dan mendalam. Dorongan batin ini menurut ilmuwan Buzzati-Traverso1 ialah keingintahuan (curiosity) yang tak dapat ditindas untuk menemukan alam semesta dan dirinya sendiri serta meningkatkan kesadarannya tentang dunia yang didalamnya manusia hidup dan bertindak. Sehingga adigium ”science is power” dari Francis Bacon sudah semakin jelas kelihatan. Negara-negara yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dengan baik akan jauh lebih unggul dibandingkan dengan negara-negara yang hanya mengandalkan sumber daya alam saja. Namun demikian perkembangan ilmu pengetahuan harus disertai dengan pengembangan landasan yang baik supaya ilmu pengetahuan dapat berkembang kearah yang baik.2 Ilmu pengetahuan harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai moral dan etika, sehingga ilmu pengetahuan benar-benar bermanfaat bagi peradaban umat manusia.

Penting pula untuk memahami definisi atau pengertian Filsafat Ilmu. Dalam bahasa Indonesia dipakai istilah Filsafat, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2010, dinyatakan Filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukumnya, teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan.3 Filsafat berasal dari bahasaYunani, philosophia atau philosophos. Philos atau philein berarti teman atau cinta, dan shopia shopos kebijaksanaan,

pengetahuan, dan hikmah. Filsafat berarti juga mater scientiarum yang artinya induk dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik

1

Adriano Buzzati -Traverso, The Scientific Enterprise, Today and Tomorrow, 1977, p. 3, dalam The Liang Gie, 1987, Pengantar Filsafat Ilmu, Yayasan Studi Ilmu Dan Teknologi, Yogyakarta, hlm. 83.

2

I Made Bakta, 2013, Filsafat Ilmu, Materi Kuliah Filsafat Ilmu Pada Program Doktor Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Udayana.

3

(3)

secara substansial maupun historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.4

Untuk memahami arti dan makna Filsafat Ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian Filsafat Ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam sejumlah literatur kajian Filsafat Ilmu, antara lain:5

Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of

science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat

ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual).

Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific

enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode

pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan).

Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its

place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati

yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual).

Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang

4

Dewi Lusianingrum dkk, Hubungan Antara Ilmu, Teknologi, Etika, Kebudayaan Dan Krisis

Kemanusiaan, fkgugm06.files.wordpress.com/.../makalah-presentasi-... , diakses Senin 11 Nopember

2013.

5

(4)

logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah).

May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis

dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu).

Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience.

Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about

man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other,

it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action,

including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.

(Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan).  Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to

elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational

procedures, patens of argument, methods of representation and calculation,

metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their

validity from the points of view of formal logic, practical methodology and

metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama

menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).

(5)

dan dalam bahasa Perancis disebut paradigme, istilah tersebut berasal dari bahasa Latin, yakni para dan deigma. Secara etimologis, para berarti (di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang berarti, model, contoh, ideal). Sedangkan deigma

dalam bentuk kata kerja berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Lorens Bagus dalam Kamus Filsafat memaparkan beberapa pengertian tentang paradigma sebagai berikut: 1) Cara memandang sesuatu, 2) Dalam ilmu pengetahuan artinya menjadi model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomenon yang dipandang dijelaskan, 3) Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret. Dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu, 4) Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa pengertian paradigma adalah 1) Ling daftar semua bentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklanasi kata tersebut, 2) Model dalam teori ilmu pengetahuan, 3) Kerangka berpikir atau kerangka acuan. Menurut Jujun S. Sumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu menyatakan bahwa paradigma adalah sebuah konsep dasar yang dianut oleh suatu masyarakat tertentu termasuk masyarakat ilmuwan. Thomas Kuhn dalam Rizal Mustansyir juga menyatakan bahwa paradigma adalah cara pandang terhadap dunia yang menjadi acuan dari revolusi ilmiah dan mempunyai cara kerja terhadap revolusi ilmah itu sendiri.6 Dalam mengembangkan suatu paradigma ilmu harus dapat melihat cara pandang yang menjadi aspek filosofis dan metodologis dalam menemukan ilmu pengetahuan, yaitu: dimensi ontologis (dimensi yang membicarakan hakikat ilmu), dimensi epistemologis (dimensi yang membicarakan bagaimana memperoleh ilmu), dimensi aksiologis (dimensi yang membicarakan nilai sebuah ilmu), dimensi retorik (dimensi yang membicarakan tentang bahasa yang dipakai dalam pemikiran ilmu), dan dimensi metodologis (dimensi yang membicarakan metode-metode memperoleh ilmu).7

6

Muhammad Iqbal, Filsafat Ilmu “Paradigma Ilmu”, http://akuibe.blogspot.com/2012/06/tugas-makalah-pengantar-filsafat-ilmu.html, diakses Senin 11 Nopember 2013.

7

(6)

Dalam proses keilmuan, paradigma keilmuan memegang peranan yang penting. Fungsi paradigma ilmu adalah memberikan kerangka, mengarahkan, bahkan menguji konsistensi dari proses keilmuan. Dalam beberapa literatur, paradigma sering disamakan dengan kerangka teori (theoretical framework).8 Pendekatan paradigma digunakan juga dalam Ilmu Hukum. Dalam pengembanannya, Ilmu Hukum itu disadari atau tidak selalu berkiprah dalam kerangka paradigma tertentu, yang menetapkan batas-batas wilayah kegiatan ilmiahnya serta menentukan keabsahan masalah yang menjadi obyek penelitiannya.9 Ilmuwan hukum dalam kegiatan ilmiahnya bertolak dari sejumlah asumsi dan bekerja dalam kerangka dasar umum (basic framework) tertentu yang mempedomani kegiatan ilmiah dan memungkinkan berlangsungnya diskursus (komunikasi dan diskusi secara rasional) dalam lingkungan komunitas ilmuwan hukum.10 Thomas S. Kuhn mendifinisikan paradigma sebagai “... universally recognized scientific achievements that for a time provide model problems and solutions to a community of practitioners”.11

Karena diterima secara umum dalam lingkungan komunitas ilmuwan sebagai landasan bagi kegiatan ilmiah, maka paradigma berperan sebagai “research guidance” lewat “model problems and solutions” yang menunjukkan bagaimana ilmuwan harus

menjalankan penelitian dan telaah ilmiah.12

Fakta menunjukkan bahwa terbukanya iklim demokrasi dan kebebasan di Indonesia saat ini telah memunculkan banyaknya partai politik dalam kehidupan perpolitikan di Indonesia. Hal ini tentu juga menimbulkan dampak negatif terhadap tata kehidupan pemerintahan dan berdampak negatif terhadap kehidupan sosial politik masyarakat. Pada tingkat pemerintah pusat misalnya, sistem banyak partai telah menyebabkan sulitnya pemerintah menjalankan atau mengimplementasikan kebijakan pemerintah di parlemen (legislatif) walaupun diketahui Indonesia adalah menganut sistem pemerintahan presidensiil, namun presiden sebagai kepala pemerintahan harus bekerjasama atau berkoalisi dengan partai-partai politik. Koalisi partai politik juga menjadi tempat

8

Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu (Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu

Pengetahuan), Edisi Revisi, hlm. 75.

9

(7)

berbaurnya kepentingan-kepentingan politik di parlemen yang menyebabkan terhambatnya kinerja parlemen dalam melakukan fungsinya. Akibatnya, ketidakefektifan parlemen menjadikan lembaga legislatif tersebut tidak lagi mengakomodir kepentingan masyarakat sehingga pemerintahan menjadi tidak stabil dan cenderung terabaikan. Sehingga fakta ini sulit untuk memunculkan kebijakan pemerintah (eksekutif) yang kuat di parlemen untuk merealisasikan kebijakan-kebijakan pemerintah yang harus segera dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahtraan rakyat. Demikian pula euforia banyak partai telah menyebabkan masyarakat berlomba-lomba untuk membentuk partai politik yang tujuannya bukan untuk membangun bangsa dan negara serta untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang sejahtra, melainkan mendirikan partai politik untuk kepentingan pribadi atau golongan demi kekuasaan saja. Jumlah partai politik yang berkembang saat ini terkesan sebagai tokoh figuran dalam momen-momen akbar, misalnya pemilu. Banyak partai-partai baru tampil hanya sebagai wujud ikut memeriahkan pesta demokrasi tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan tidak banyaknya kemanfaatan yang bisa diperoleh dari kehadiran partai-partai tersebut selain malah menciptakan ketidakteraturan dalam pemerintahan. Banyaknya partai politik di Indonesia saat ini juga sering menimbulkan “kegaduhan-kegaduhan politik” karena sering kali antara kekuatan-kekuatan politik tersebut tidak terjadi kesesuaian pendapat atau tujuan politik, sehingga hal ini juga menyebabkan pemerintah sulit untuk melaksanakan agenda-agenda pembangunan untuk mewujudkan kesejahtraan rakyat.

Dari latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah urgensi partai politik dalam suatu negara demokrasi ?

b. Bagaimanakah keberadaan partai politik dalam perkembangan sistem hukum Indonesia ?

c. Pembatasan hak politik dalam konteks pembatasan partai politik sebagai perwujudan pembatasan kebebasan berserikat dan berkumpul serta menyatakan pendapat dalam negara demokrasi.

(8)

teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya.13 Pembahasan dalam permasalahan yang telah diuraikan diatas juga menggunakan sarana berpikir ilmiah yaitu bahasa. Bahasa sebagai salah satu sarana ilmiah jelas merupakan alat untuk mengembangkan materi pengetahuan berdasarkan metode ilmiah. Bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan komunikasi secara verbal digunakan dalam proses berpikir ilmiah. Dalam hal ini bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran berdasarkan logika induktif maupun deduktif.14

Paradigma ilmu hukum yang digunakan dalam pembahasan masalah ini adalah Paradigma Critical Theory. Critical Theory merupakan suatu aliran pengembangan keilmuan yang didasarkan pada suatu konsepsi kritis terhadap berbagai pemikiran dan pandangan yang sebelumnya ditemukan sebagai paham keilmuan lainnya.15 Paradigma Critical Theory sejalan dengan penganut paham critical legal studies (paradigma

postmodern) yang menyatakan bahwa hukum sepanjang abad dua puluh sampai pada abad ke dua puluh satu ini dianggap sebagai suatu proses pembiaran terhadap ketidakadilan dan ketidaktertiban.16 Terkait dengan paradigma Critical Theory dan paham critical legal studies maka menjadi perhatian dalam pembahasan permasalahan ini adalah mengkritisi pemikiran atau konsep tentang keberadaan banyaknya partai poltik saat ini di Indonesia yang telah menyebabkan terjadinya ketidaktertiban dalam kehidupan hukum, sosial dan politik di tataran pemerintah dan masyarakat. Banyaknya partai politik di Indonesia saat ini telah menimbulkan hambatan atau kesulitan bagi presiden (eksekutif) ketika akan memutuskan kebijakan di parlemen (legislatif). Apakah banyaknya partai politik saat ini di Indonesia telah sesuai dengan sistem pemerintahan presidensiil murni ? Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie bahwa ciri dari sistem pemerintahan presidensiil adalah presiden tidak tunduk kepada parlemen, sekaligus tidak

13

Suwardi Endraswara, 2012, Filsafat Ilmu, Cet. 1, CAPS, Yogyakarta, hlm. 227.

14

Stefanus Supriyanto, 2013, Filsafat Ilmu, Cet. 1, Prestasi Pustaka, Jakartaa, hlm. 224.

15

Mohammad Muslih, Op.cit., hlm. 83.

16

(9)

dapat membubarkan parlemen.17 Doktrin Trias Politika menghendaki kedudukan yang sejajar dan setara antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Suatu negara yang menerapkan doktrin Trias Politika dalam konstitusinya, maka sistem pemerintahannya disebut sistem pemerintahan presidensiil. Dalam sistem pemerintahan presidensiil hubungan antara presiden dan parlemen dapat saling melakukan kontrol dan berkeseimbangan (checks and balances).18

Paradigma ideologi juga digunakan dalam pembahasan permasalahan yang telah diuraikan diatas. Pada prinsipnya terdapat tiga arti utama dari kata ideologi, yaitu (1) ideologi sebagai kesadaran palsu; (2) ideologi dalam arti netral; dan (3) ideologi dalam arti keyakinan yang tidak ilmiah.19 Ideologi dalam arti yang pertama, yaitu sebagai kesadaran palsu biasanya dipergunakan oleh kalangan filosof dan ilmuwan sosial. Ideologi adalah teori-teori yang tidak berorientasi pada kebenaran, melainkan pada kepentingan pihak yang mempropagandakannya. Ideologi juga dilihat sebagai sarana kelas atau kelompok sosial tertentu yang berkuasa untuk melegitimasikan kekuasaannya. Arti kedua adalah ideologi dalam arti netral. Dalam hal ini ideologi adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar suatu kelompok sosial atau kebudayaan tertentu. Arti kedua ini terutama ditemukan dalam negara-negara yang menganggap penting adanya suatu “ideologi negara”. Disebut dalam arti netral karena baik buruknya tergantung kepada isi ideologi tersebut.20 Arti ketiga, ideologi sebagai keyakinan yang tidak ilmiah, biasanya digunakan dalam filsafat dan ilmu-ilmu sosial yang positivistik. Segala pemikiran yang tidak dapat dibuktikan secara logis-matematis atau empiris adalah

17

Sulardi, 2012, Menuju Sistem Pemerintahan Presidensiil Murni, Cet. I, Setara Press, Malang, hlm. 2.

18

Ibid., hlm. 1.

19

Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Jakarta; Kanisius, 1992), hal. 230., dalam Jimly Asshiddiqie, Ideologi, Pancasila, Dan Konstitusi, www.jimly.com/makalah/.../3/ideologi__ pancasila__dan_ konstitusi. doc , diakses Kamis 31 Oktober 2013.

20

Arti kata ideology menurut Kamus Oxford adalah (1) a set of ideas that an economic or political system

is based on; (2) a set of beliefs, especially one held by a particular group, that influences the way people behave. Sedangkan menurut Martin Hewitt, ideologi adalah “the system of ideas and imagery through which people come to see the word and define their needs and aspiration”, dan “a system of ideas, beliefs and values that individuals and societies aspire toward.” Lihat, Martin Hewitt, Welfare, Ideology and Need, Developing Perspectives on the Welfare State, (Maryland: Harvester

Wheatsheaf, 1992), hal. 1 dan 8., dalam Jimly Asshiddiqie, Ideologi, Pancasila, Dan Konstitusi,

ww.jimly.com/makalah/.../3/ideologi __pancasila__ dan_konstitusi.doc , diakses Kamis 31 Oktober

(10)

suatu ideologi. Segala masalah etis dan moral, asumsi-asumsi normatif, dan pemikiran-pemikiran metafisis termasuk dalam wilayah ideologi.21

Hubungan hukum dengan ideologi sangat erat. Hukum juga merefleksikan ideologi dari kelompok mayoritas, minoritas dan ideologi yang berkaitan dengan struktur keluarga, perwakilan politik, dan sebagainya.22 Hukum merupakan situs pertarungan ideologi. Idelogi yang dominan pada akhirnya akan masuk ke dalam hukum dan pada akhirnya hukum itu sendiri akan semakin memperkuat ideologi dominan.23 Menurut pandangan penulis bahwa fakta yang terjadi di Indonesia saat ini yaitu munculnya banyak partai politik, pragmatisme politik dan politik transaksional adalah salah satu pengaruh dari ideologi neolibralisme. Neolibralisme bertolak dari empat pengandaian dasar.24 Pertama, neolibralisme memberi penekanan pada pasar bebas. Menurut para

pengusungnya, pasar bebas dianggap sebagai sebuah mekanisme yang sangat diperlukan untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien untuk memproteksi kebebasan individu. Kedua, ideologi neoliberal berkomitmen pada apa yang disebut sebagai Rechtsstaat atau negara hukum dimana prinsip-prinsip dasar kenegaraannya ditentukan

oleh aturan hukum. Negara dalam kerangka Rechtsstaat berfungsi mengamankan integrasi dan stabilitas sosial dengan bertumpu pada kebebasan individu. Terlihat bahwa ideologi neoliberal memfokuskan pada kebebasan individu. Dalam konteks Indonesia sebagai negara demokrasi25 pasca reformasi tahun 1998, maka euforia kebebasan ini dimanfaatkan individu atau kelompok masyarakat untuk membentuk organisasi politik

21

Karl Mannheim misalnya, menyatakan bahwa pengetahuan yang bersifat ideologis berarti pengetahuan yang lebih sarat dengan keyakinan subyektif seseorang, daripada sarat dengan fakta-fakta empiris. Lihat, Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, Judul Asli: Ideology and

Utopia, An Introduction to the Sociology of Knowledge, Penerjemah: F. Budi Hardiman, (Jakarta:

Penerbit Kanisius, 1998), hal. xvii., dalam Jimly Asshiddiqie, Ideologi, Pancasila, Dan Konstitusi,

www.jimly.com/makalah/.../3/ideologi__pancasila__dan_konstitusi.doc , diakses Kamis 31 Oktober

2013.

22

Colin Sumner, Reading Ideologies: An Investigation into the Marxist Theory of Ideology and Law, (London: Academic Press, 1979), dalam Petrus C.K.L. Bello, 2013, Ideologi Hukum, Refleksi Filsafat

atas Ideologi di Balik Hukum, Cet. I, Insan Merdeka, Bogor, hlm. 33.

23

Petrus C.K.L. Bello, 2013, Ideologi Hukum, Refleksi Filsafat atas Ideologi di Balik Hukum, Cet. I, Insan Merdeka, Bogor, hlm. 33.

24

Rachel S. Turner, Neo-liberal Ideology, History, Consepts, Policies (Edinburgh: Edinburgh Press, 2008), hal. 4-5, dalam Petrus C.K.L. Bello, 2013, Ideologi Hukum, Refleksi Filsafat atas Ideologi di Balik

Hukum, Cet. I, Insan Merdeka, Bogor, hlm. 5.

25

Demokrasi terdiri atas dua kata yang berasal dari bahasa Yunani, yakni demos yang artinya rakyat atau orang banyak dan kratos yang artinya kekuasaan. Jadi demokrasi dalam pemahaman bahasa Yunani kuno berarti kekuasaan yang berada di tangan rakyat. Lihat: Hafied Cangara, 2011, Komunikasi Politik:

(11)

yaitu partai politik. Yang menjadi pertanyaan kemudian apakah dalam konteks Indonesia sebagai negara demokrasi (yang menganut faham kebebasan individu) harus membentuk partai politik yang banyak ?, apakah banyaknya partai politik akan secara pasti dapat menjamin kesejahtraan rakyat ?, untuk menjawab pertanyaan tersebut maka harus berpijak pada tujuan demokrasi yakni perolehan kekuasaan yang memiliki legitimasi moral bisa dilalui dengan metodelogi etis, yang memanusiakan manusia, dipenuhi kedamaian dan ketenangan batin.26 Maka disinilah perlunya kritik ideologi terhadap ideologi neoliberal. Kritik ideologi bertujuan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan setiap sistem pemikiran.27 Demikian pula fenomena banyaknya partai politik di Indonesia saat ini telah memunculkan pragmatisme politik dan politik transaksional yang secara jelas telah bertentangan dengan etika dan moral politik. Sebagai contoh, yang menarik untuk dicermati dan dikritisi adalah motivasi seseorang menjadi legislator dengan motif dan kalkulasi keuntungan ekonomi. Jabatan politik dipandang sebagai lapangan kerja baru dengan gengsi sosial lebih tinggi dan menjanjikan keuntungan materi lebih banyak. Motif dan prilaku seperti inilah yang merusak demokrasi dan menjatuhkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat. Tentu saja orang akan berdedikasi penuh jika dia tidak diganggu oleh kebutuhan ekonomi yang merupakan basic need-nya. Tetapi, ketika orang bergabung ke politik dengan tujuan utama kalkulasi

bisnis, maka pimpinan Parpol ikut bertanggung jawab mengapa orang semacam ini diloloskan. Dan akan lebih parah lagi jika elite parpol secara sadar menjadikan partainya sebagai instrument untuk mengejar kekuasaan dan ekonomi dengan mengabaikan spirit dan prinsip perjuangan mengutamakan dan melayani rakyat.28

Paradigma filosofis juga digunakan dalam pembahasan permasalahan yang telah diuraikan diatas, yaitu terhadap permasalahan tentang landasan filosofis pembatasan hak politik dalam konteks pembatasan partai politik di Indonesia sebagai perwujudan dari pembatasan kebebasan berserikat dan berkumpul serta menyatakan pendapat dalam negara demokrasi. Hak politik adalah perwujudan dari hak asasi manusia. Hak asasi

26

Sartono Sahlan dan Awaludin Marwan, 2012, Nasib Demokrasi Lokal Di Negeri Barbar, Cet. I, Thafa Media, Yogyakarta, hlm. 1.

27

Petrus C.K.L. Bello, Op.cit, hlm. 21.

28

(12)

manusia dalam konstitusi negara disebut sebagai hak-hak konstitusional warga negara. Dasar filosofis dan yuridis pembatasan hak asasi manusia tercantum dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu pada Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945,29 yang menyatakan:

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Terdapat dua pandangan mengenai Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945. Sebagian berpendapat bahwa pasal ini tidak berlaku terhadap Pasal 28I ayat (1) yang memang dikhususkan tidak dapat dibatasi dalam keadaan apa pun. Namun, putusan Mahkamah Konstitusi resmi menyatakan bahwa pasal ini berlaku untuk semua kategori hak asasi manusia yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, semua jenis hak asasi manusia dapat dibatasi, (i) asalkan dengan undang-undang, dan (ii) pembatasannya dengan undang-undang itu haruslah dengan maksud semata-mata (a) untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, (b) untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.30

Pembatasan pelaksanaan hak asasi manusia telah diatur juga dalam instrumen hukum internasional yaitu pada:

Pasal 29 ayat 2 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Universal Declaration Of Human Rights 1948), yang menyatakan:

Dalam pelaksanaan hak kebebasan, setiap orang harus tunduk pada pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.

29

Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945 adalah hasil perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 2000.

30

Jimly Asshiddiqie, 2009, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

(13)

Pasal 19 ayat 3 Konvenan Internasional Hak Sipil Dan Politik 1966 (International Covenant On Civil And Political Rights 1966), yang menyatakan:

Pelaksanaan hak-hak yang dijamin dalam ayat 2 Pasal ini membawa kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab-tanggung jawab tersendiri. Karenanya hal ini tunduk pada pembatasan-pembatasan tertentu, tetapi ini hanya boleh dilakukan sebagaimana yang ditetapkan oleh hukum dan yang diperlukan:

(a) Untuk menghargai hak atau nama baik orang lain;

(b) Untuk melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum, atau kesehatan atau kesusilaan umum.

Hak politik merupakan perwujudan dari hak asasi manusia, maka dengan demikian secara filosofis hak politik juga dapat dibatasi, hal ini sesuai dengan pemaparan instrumen hukum nasional yaitu: Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945 dan instrumen hukum internasional yaitu: Pasal 29 ayat 2 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Universal Declaration Of Human Rights 1948) dan Pasal 19 ayat 3 Konvenan

(14)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adriano Buzzati -Traverso, The Scientific Enterprise, Today and Tomorrow, 1977, p. 3, dalam The Liang Gie, 1987, Pengantar Filsafat Ilmu, Yayasan Studi Ilmu Dan Teknologi, Yogyakarta.

Bernard Arief Sidharta, 2000, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Cet. II, Mandar Maju, Bandung.

Colin Sumner, Reading Ideologies: An Investigation into the Marxist Theory of Ideology and Law, (London: Academic Press, 1979), dalam Petrus C.K.L. Bello, 2013, Ideologi Hukum, Refleksi Filsafat atas Ideologi di Balik Hukum, Cet. I, Insan Merdeka, Bogor.

Hafied Cangara, 2011, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi, Cet. III, Rajawali Pers, Jakarta.

I Made Bakta, 2013, Filsafat Ilmu, Materi Kuliah Filsafat Ilmu Pada Program Doktor Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Udayana.

Jimly Asshiddiqie, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Cet. I, Sinar Grafika, Jakarta.

Komaruddin Hidayat, Politik Kita Makin Pragmatik-Transaksional, dalam Pramono Anung Wibowo, 2013, Mahalnya Demokrasi, Memudarnya Ideologi, Cet. I, Kompas Media Nusantara, Jakarta.

Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu (Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan), Edisi Revisi.

Munir Fuady, 2005, Filsafat dan Teori Hukum Postmodern, Cet. I, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Petrus C.K.L. Bello, 2013, Ideologi Hukum, Refleksi Filsafat atas Ideologi di Balik Hukum, Cet. I, Insan Merdeka, Bogor.

Rachel S. Turner, Neo-liberal Ideology, History, Consepts, Policies (Edinburgh: Edinburgh Press, 2008), hal. 4-5, dalam Petrus C.K.L. Bello, 2013, Ideologi Hukum, Refleksi Filsafat atas Ideologi di Balik Hukum, Cet. I, Insan Merdeka, Bogor.

(15)

Stefanus Supriyanto, 2013, Filsafat Ilmu, Cet. 1, Prestasi Pustaka, Jakarta.

Sulardi, 2012, Menuju Sistem Pemerintahan Presidensiil Murni, Cet. I, Setara Press, Malang.

Suwardi Endraswara, 2012, Filsafat Ilmu, Cet. 1, CAPS, Yogyakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

C. Instrumen Hukum Internasional

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Universal Declaration Of Human Rights 1948).

Konvenan Internasional Hak Sipil Dan Politik 1966 (International Covenant On Civil And Political Rights 1966).

D. Artikel

Dewi Lusianingrum dkk, Hubungan Antara Ilmu, Teknologi, Etika, Kebudayaan Dan Krisis Kemanusiaan, fkgugm06.files.wordpress.com/.../makalah-presentasi-... , diakses Senin 11 Nopember 2013.

Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Jakarta; Kanisius, 1992), hal. 230., dalam Jimly Asshiddiqie, Ideologi, Pancasila, Dan Konstitusi, www.jimly.com/makalah/.../3/ideologi__ pancasila__dan_ konstitusi. doc , diakses Kamis 31 Oktober 2013.

Jimly Asshiddiqie, Ideologi, Pancasila, Dan Konstitusi, ww.jimly.com/makalah/.../3/ ideologi __pancasila__ dan_konstitusi.doc , diakses Kamis 31 Oktober 2013.

Lokisno CW, Pengantar Filsafat, Bahan Presentasi Kuliah Filsafat Ilmu Di Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, dalam Muhlisin, Filsafat Dan Filsafat Ilmu (Konseptualisasi dan Identifikasi), muhlis.files.wordpress.com/.../ filsfat-ilmuilmu-filsafat-... ,diakses Senin 11 November 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, nilai ramalannya lebih mendekati data aktual atau nilai observasi; kedua, interval peramalan (selisih antara nilai batas atas UCL dan nilai batas bawah LCL) yang

Kemudian, jika menggunakan kriteria batas penerimaan item menggunakan INFIT MNSQ, maka dapat diketahui bahwa Item 19 diterima atau  fit dengan modelnya..

Dakwah Ustad Abdul Hafidz di Desa Kedung Boto Taman adalah dakwah rutinan yang mempunyai sasaran mad’u yakni jamaah masjid Sabilul Muttaqin warga kedung boto.. Pun usah

Kelurahan yang memiliki perumahan penduduk terbanyak adalah Kelurahan Olak Kemang, sebanyak 712 bangunan, diikuti oleh Kelurahan Ulu Gedong 391 bangunan, Kelurahan

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas sarapan menu sepinggan, tingkat kesukaan, daya terima, dan status gizi siswa sekolah dasar..

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Penagihan Pajak Aktif Terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak (Studi Kasus Di KPP Pratama Medan Timur)”

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat serta kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan

ANGGARAN REALISASI SISA ANGGARAN KET. Kebon Suuk Rw.06 Desa Cicalengka Kulon Kec. Pasir Muncang Rt. Sindang Palay Rw. 09 Desa Cangkuang Kulon Dayeuhkolot An.