1 SKRIPSI
IMPLEMENTASI PROGRAM ASISTENSI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS (ASPD) DI KOTA MEDAN
Dosen Pengampu: Asima Yanty Salvania Siahaan. MA,Ph.D Mata Kuliah : Matode Penelitian Kualitatif
Kelas :B OLEH :
Syerly Elviani Solin (190903068) Yuni Amelia Nasution (190903072)
Sultan Baginda (190903071) Luis vito silalahi (190903067)
Nurdien Ismail (190903070) Tommy Yudha Prasetya (190903069)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi Publik Universitas Sumatera Utara Semester Genap Tp 2020/2021
2 DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... 4
BAB I PENDAHULUAN ... 5
1.1 Latar Belakang ... 5
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
2.1 Implementasi Kebijakan ... 8
2.2 Public Service ... 10
2.3 Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB)... 11
2.4 Disabilitas ... 11
2.5 Definisi Konsep ... 13
BAB III METODE PENELITIAN ... 14
3.1 Jenis Penelitian ... 14
3.2 Lokasi Penelitian ... 14
3.3 Informan penelitian ... 14
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 14
3.5 Teknik Analisis Data ... 15
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 16
4.1 Letak Geografis Lokasi Penelitian ... 16
4.2 Profil Lokasi Penelitian ... 16
4.3 Visi Misi Dan Tujuan Lokasi Penelitian ... 17
4.4 Struktur Lembaga Lokasi Penelitian ... 18
GAMBAR 4.1 Struktur Lembaga Dinas Sosial Kota Medan ... 18
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
5.1 Upaya Pemerintah Dalam Pemenuhan Pelayanan dan Hak Penyandang Disabilitas Berat ... 19
5.2 Standar dan Sasaran Program (ASPDB) ... 19
5.3 Implementasi Program ASPDB ... 21
5.3.1 Komunikasi Dalam Implementasi Program ASPDB ... 21
5.3.2 Sumber Daya Dalam Implementasi Program ASPDB ... 23
5.3.3 Disposisi Implementasi program ASPDB ... 26
5.3.4 Struktur Birokrasi Implementasi program ASPDB ... 27
3
5.4 Proses Pencairan Dana Program ASPDB... 27
5.5 Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi Program ASPDB... 28
BAB VI PENUTUP ... 31
6.1 Kesimpulan... 31
6.2. Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
Buku ... 33
Jurnal & Makalah ... 34
Peraturan Undang-Undang ... 34
Sumber Lain ... 34
Data Informan Penelitian ... 35
LAMPIRAN ... 36
4
KATA PENGANTAR
Puiji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana telah memberikan kesehatan dan karunia-Nya kepada penulis serta kekuatan untuk menyelesaikan penelitian : Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat pada Pemerintah Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.
Terimakasih kami ucapkan kepada orang tua kami, yang telah memberikan dukungan sebesar-besarnya dan doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis. Terimakasih sebesar- besarnya kami berikan kepada dosen kami Ibu Dra. Asima Yanty S Siahaan, MA, Ph.D selaku pengampu mata kuliah ini.
Penelitian ini disusun oleh penulis guna memenuhi penilaian Ujian Akhir Semester pada mata kuliah “Metode Penelitian Kualitatif”. Penulis berharap dengan adanya penelitian ini dapat menambah referensi para pembaca secara khusus Mahasiswa Departemen Ilmu Administrasi Publik di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politk (FISIP) Universitas Sumatera Utara, dan secara umum bagi kalangan umum.
Medan, … Juni 2021
Penulis
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah memiliki tugas dan tangung jawab yang penting untuk memberikan dan menyediakan layanan yang prima bagi semua penduduknya sebagaimana yang tercantum dalam Undang- undang No 25 Tahun 2009. Menurut Ratminto dan Winarsih (2005) dalam (Seto: 2013) menyebutkan pelayanan publik adalah “segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh pelayan publik kepada masyarakat”. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dari pemenuhan kebutuhan penerima layanan maupun pelaksana ketentuan yang tercantum dalam Perundang-undangan. Pelayanan publik yang diberikan kepada setiap masyarakat haruslah adil, karena setiap masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk mendapatkan pelayanan yang baik, begitu juga kepada penyandang disabilitas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI penyandang diartikan sebagai orang yang menderita sesuatu, sedangkan disabilitas berarti keadaan seperti sakit atau cidera, yang merusak atau membatasi kemampuan mental dan fisik seseorang, atau keadaaan yang tidak dapat melakukan hal-hal dengan cara biasa. Menurut Martaniah (2006) dalam (Aini: 2011) kebanyakan kaum penyandang disabilitas fisik dipandang sebagai individu yang tidak berdaya, sehingga mereka tidak didorong untuk melakukan hal-hal sendiri, yang membuat mereka belajar secara mandiri dengan keterbatasannya, padahal penyandang disabilitas mempuyai hak dan kebawajiban yang sama sebagai warga negara, dan negara harus memberikan fasilitas pelayanan publik yang memiliki akses yang sama untuk mendapatkan pelayanan publik di berbagai bidang.
Tulisan ini melihat isu pelayanan publik bagi penyandang disabilitas sesuai dengan peraturan Undang-undang No 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik yang prima bagi semua penduduk. Berdasarkan data difabel menurut survei sosial ekonomi nasional Tahun 2018 menunjukkan, dari kelompok usia 2-6 Tahun berjumlah 33.320.357 jiwa yang merupakan peyandang disabilitas, sedangkan usia 7-18 Tahun berjumlah 55.708.205 jiwa, dan pada usia 19-59 Tahun keatas sebanyak 150.704.645 jiwa. (pencarian tempo.co.id
“ascces march 19 2020, https:// difabel.tempo.co/read/1266832/berapa-banyak-penyandang- distabilitas-di-indonesia-simak-data-ini). Infodatin Kementerian Kesehatan RI (dalam Fetty:
2019), menyebutkan Kementerian Kesehatan mengumpulkan data penyandang disabilitas melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, 2013 dan 2018. Dalam Riskesdas 2018 mendapatkan 3,3% anak umur 5-17 Tahun yang mengalami disabilitas, pada umur 18-
6 59 Tahun di Indonesia sebesar 22,0%, sedangkan pada usia lanjut sebanyak 74,3% lansia dapat beraktivitas sehari-hari secara mandiri, 22,0% mengalami hambatan ringan; 1,1%
hambatan sedang; 1% hambatan berat; dan 1,6% mengalami ketergantungan total. Meski demikian data yang lebih tepat belum dapat dipastikan, karena tak jarang keluarga dari seorang disabilitas sering menyembunyikan anggotanya yang difabel untuk menghindari rasa malu atau atau menganggap orang difabel sebagai “aib” bagi citra keluarga mereka.
Dengan banyaknya jumlah kaum disabilitas di Indonesia maka perlu adanya dukungan pelayanan publik dalam bentuk kegiatan dan program yang mengacu pada asas kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas tersebut, Program yang tepat diterapkan untuk membantu para penyandang disabilitas khusunya bagi penyandang disabilitas berat yang tidak dapat melakukan kegiatan apapun tanpa bantuan dari pihak ke tiga adalah program Asistensi Sosisal Bagi Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB). Program Asistensi Sosial bagi Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) merupakan bentuk pertanggungjawaban negara dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berat dan perwujudan dari perlindungan sosial pemerintah terhadap warganya. Kelompok sasaran program ASPDB adalah disabilitas berat yang tidak dapat direhabilitasi dan penyandang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan, minum, dan mandi, sehingga membutuhkan bantuan orang lain.
Mereka tidak mampu dan tidak memiliki sumber penghasilan tetap baik dari mereka sendiri maupun dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar. Keluarga menjadi landasan bagi kehidupannya karena mereka tidak dapat mengakses layanan utama seperti program perawatan kesehatan dan distribusi permakanan, karena hambatan fisik. Bantuan pemerintah diharapkan dapat mengurangi beban keluarga untuk mengasuh dan merawat anggota yang menyandang disabilitas berat.
Sebagai ibu kota dari Sumatra Utara Kota Medan juga ternyata masih memiliki banyak permasalahan social, khususnya adalah penyandang disabilitas berat yang jarang diketahui keberadannya, dikarenakan orang yang menderita penyandang disabilitas berat ini memang tidak bisa melakukan kegiatan sendiri, tanpa bantuan orang lain. dengan begitu hal ini membutuhkan penanganan sebaik mungkin yang menjangkau kesemua penyandang disabilitas berat yang ada di kota Medan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup secra layak dan mampu terpenuhinya hak dari penyandang disabilitas berat melalui program Asistensi Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB).
7 Pelayanan publik melalui program ASPDB dari pemerintah seharusnya memberikan perhatian dan pelayanan yang sama bagi masyarakat penyandang disabilitas dan menerapkan pelayanan yang adil serta non diskriminatif. Sesuai dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 yang dimaksud pelayanan publik ialah “Kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”. Dalam hal ini tidak ada pemberian pelayanan dan pemenuhan hak yang dispesifikasi kepada masyarakat yang non disabilitas ataupun diasabilitas tetapi kepada setiap warga negara.
Berdasarkan pemaparan masalah diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pelayanan publik bagi penyandang disabilitas berat dalam tulisan yang berjudul
“Implementasi Program Asistensi Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Di Kota Medan.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka peneliti mengemukakan rumusan masalah dalam pertanyaan, “ Bagaimana Implementasi Program Asistensi Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Di Kota Medan? ”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implemantasi Program Asistensi Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Di Kota Medan.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan proses atau tahapan yang penting dalam sebuah siklus kebijakan. Bagaimanapun, sebuah kebijakan yang telah dihasilkan apabila tidak dilaksanakan maka akan sia-sia atau tidak dapat mengatasi suatu permasalahan. Impelementasi juga penting karena menentukan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dibuat guna memecahkan suatu masalah. Anderson (1979) mengatakan, “Implementasi kebijakan atau program merupakan bagian dari administrative process (proses administrasi). Proses administrasi sebagaimana yang dikatakan oleh Anderson, digunakan untuk menunjukkan desain atau pelaksanaan sistem administrasi yang terjadi pada setiap saat. Proses administrasi mempunyai konsekuensi terhadap pelaksanaan, isi dan dampak dari suatu kebijakan.
Implementasi kebijakan merupakan sebuah langkah yang dilakukan setelah kebijakan selesai dirumuskan, disahkankan dan diundang-undangkan oleh pemerintah. Implementasi dalam arti luas sering dianggap sebagai bentuk pengoprasionalisasian atau penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang dan menjadi kesempatan bersama diantara beragam pemangku kepentingan (stakeholders), aktor, organisasi publik atau privat, untuk bekerjasama guna menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki.
Dalam implementasi kebijakan memiliki beberapa model teori implementasi salah satunya adalah, model teori Edwards III (1980:10) yang mengemukakan “In our approach to the study of policy implementation, we begin in the abstract and ask: What are the preconditions for successful policy implementation?” yang artinya (“Dalam pendekatan kami untuk studi implementasi kebijakan, kami mulai secara abstrak dan bertanya: Apa prasyarat untuk implementasi kebijakan yang sukses?”) Untuk menjawab pertanyaan penting itu Edwards III (1980: 10) menawarkan dan mempertimbangkan empat faktor dalam implementasi kebijakan publik, yakni: “komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur organisasi”. Keempat faktor implementasi tersebut dipandang penting oleh setiap implementor dalam menjalankan kebijakan publik.
1. Komunikasi
komunikasi diartikan sebagai “proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”. Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III dalam Widodo (2010:97) perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk
9 menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapakan.
2. Sumber Daya
faktor sumberdaya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan.
Sumberdaya terbagi lagi mejadi beberapa bagian diantaranya;
1. Sumber daya manusia, merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Edward III dalam Widodo (2010:98) menyatakan bahwa “probably the most essential resources in implementing policy is staff”.
2. Sumber daya Anggaran, merupakan hal yang penting dalam implementasi sebuah kebijakan, Edward III dalam Widodo (2010:101) menyimpulkan bahwa terbatasnya sumber daya anggaran akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping program tidak bisa dilaksanakan dengan optimal, keterbatasan anggaran menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah.
3. Sumber daya peralatan, merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan.
4. Sumberdaya kewenangan, dalam hal ini pelaku utama kebijakan harus diberi wewenang yang cukup untuk membuat keputusan sendiri untuk melaksanakan kebijakan yang menjadi kewenangannya.
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor, apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
4. Struktur Birokrasi
Struktur birokasi ini menurut Edward III dalam Widodo (2010:106) mencangkup aspek-aspek seperti struktur birokrasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit- unit organnisasi dan sebagainya. Menurut Edwards III dalam Winarno (2005:150) terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yakni: ”Standard Operational Procedure (SOP) dan fragmentasi”. Standard operational procedure (SOP) merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta
10 kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas. Sedangkan fragmentasi adalah penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi.
Keempat faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lain, artinya tidak adanya satu faktor, maka tiga faktor lainnya akan terpengaruh dan berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan publik.
2.2 Public Service
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, aparatur pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Konsep pelayanan publik yang ideal adalah, pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah), dengan ciri-ciri sebagai berikut;
Efektif, yaitu lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran;
Sederhana, yaitu mengandung arti prosedur atau tata cara pelayanan yang diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan; Ttransparan, yaitu mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur atau tata cara pelayanan, persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif; Keterbukaan, yaitu mengandung arti prosedur atau tata cara persyaratan, satuan kerja atau pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu atau tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan, wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat dan; Kesamaan hak yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain (Nuryanto:2014).
Untuk meningkatkan suatu pelayanan publik yang demokratis, maka pilihan terhadap “ New Public Service (NPS)” dapat menjanjikan suatu perubahan realitas dan kondisi birokrasi pemerintahan. Teori New Public Service Dernhart & Dernhart (2003) memandang bahwa
“Birokrasi adalah alat rakyat dan harus tunduk kepada apapun suara rakyat, sepanjang suara itu rasioanal dan sah secara normatif dan konstitusional.” yang dimana artinya New Public Service menegaskan bahwa pemerintah seharusnya melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak diskriminatif, jujur, dan akuntabel. New Publik Service juga memandang publik sebagai “citizen” atau warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban publik yang
11 sama. Para penyandang disabilitas berat juga merupakan warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk memperoleh dan medapatkan pelayanan dan hak mereka sebagai warga negara, namun pada kenyataannya penyandang disabilitas berat merasa bahwa pelayanan yang diberikan kepada mereka memiliki perbedaan dan kadang sering tidak diperlakukan dengan baik, sehingga masyarakat disabilitas berat merasa bahwa diri mereka tidak memiliki hak yang sama dengan orang normal pada umumnya, apalagi keberadaan dari penyandang disabilitas berat ini belum banyak diketahui.
2.3 Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB)
Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) adalah program kebijakan dari pemerintah pusat dalam bentuk bantuan langsung yang diberikan kepada penyandang disabilitas berat untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar hidup dan perawatan sehari- hari berupa uang tunai sebesar Rp 300.000,00 per orang per bulan. Progaram ASPDB ini memiliki tujuan bagi para penyandang disabilitas adapun tujuannya diantaranya;
1. Terpenuhinya kebutuhan dasar hidup dan perawatan sehari-hari penyandang disabilitas berat (sandang, pangan, air bersih, perawatan sehari hari) agar taraf kesejahteraan hidupnya dapat terpenuhi secara wajar.
2. Tumbuhnya kepedulian keluarga dan masyarakat dalam melakukan perawatan dan bimbingan sosial bagi penyandang disabilitas berat.
Program asistensi sosial penyandang disabilitas ini diatur didalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas. Program dari ASPDB mulai dilaksanakan pada tahun 2018, program ini dibiayai oleh anggaran APBN. Pemberian bantuan ini diberikan dalam bentuk kartu kepada setiap keluarga yang mendapakan bantuan sesuai dengan kriteria, yang kemudian kartunya dicairkan ke kantor pos maupun bank BRI.
2.4 Disabilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI penyandang diartikan sebagai orang yang menderita sesuatu, sedangkan disabilitas berarti keadaan seperti sakit atau cidera, yang merusak atau membatasi kemampuan mental dan fisik seseorang, atau keadaaan yang tidak dapat melakukan hal-hal dengan cara biasa. Menurut ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia WHO (2011) pada dasarnya yang termasuk ke dalam kategori penyandang cacat adalah;
1. Impairment yakni orang yang tidak berdaya secara fisik sebagai konsekuensi dari ketidak normalan psikologik, psikis, atau karena kelainan pada struktur organ
12 tubuhnya. Contoh dari kategori impairment ini adalah kebutaan, tuli, kelumpuhan, amputasi pada anggota tubuh, gangguan mental (keterbelakangan mental) atau penglihatan yang tidak normal;
2. Disability. Cacat dalam kategori ini adalah ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas pada tataran aktivitas manusia normal, akibat dari kerusakan pada sebagian atau semua anggota tubuh tertentu, menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya untuk melakukan aktifitas manusia normal, seperti mandi, makan, minum, naik tangga atau ke toilet sendirian tanpa harus dibantu orang lain;
3. Handicap, yaitu ketidakmampuan seseorang di dalam menjalankan peran sosial- ekonominya sebagai akibat dari kerusakan fisiologis dan psikologis Cacat dalam kategori ini lebih dipengaruhi faktor eksternal si individu penyandang cacat, yang harus dibelaskasihani, atau bergantung bantuan orang lain yang normal.
Berdasarkan drajatnya disabilitas juga dibagi menjadi tiga diantaranya;
1. Penyandang Disabilitas Berat
Penyandang disabilitas berat adalah penyandang disabilitas yang kedisabilitasannya sudah tidak dapat direhabilitasi, tidak dapat melakukan aktivitas kehidupannya sehari- hari dan/atau sepanjang hidupnya tergantung pada bantuan orang lain dan tidak mampu menghidupi diri sendiri.
2. Penyandang Disabilitas Sedang
Penyandang disabilitas sedang adalah orang yang mengalami kelainan fisik, intelektual, mental dan/ sensorik (mampu dilatih), penyandang disabilitas ganda misalnya keadaan tubuh dengan amputasi dua tangan atas siku, amputasi kaki atas lutut, atas paha, tunarungu, tunanetra, dan sebagainya. Selain mampu melakukan aktivitas sehari-hari sendiri dan tidak sepenuhnya memerlukan bantuan orang lain, penyandang disabilitas ini juga masih bisa diberdayakan/direhabilitasi.
3. Penyandang Disabilitas Ringan
Penyandang disabilitas ringan adalah orang yang mengalami kelainan fisik, intelektual mental dan/atau sensorik (mampu didik dan mampu latih) misalnya dengan keadaan tubuh dengan amputasi tangan dan kaki, salah satu kaki layuh, tangan/kaki bengkok. Penyandang disabilitas ini mampu melakukan aktivitas sehari-hari sendiri dan tidak memerlukan bantuan orang lain, juga masih bisa diberdayakan/
direhabilitasi. (Pedoman ASPDB, 2016 : 6)
13 2.5 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interprestasi ganda dari variabel yang diteliti. Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep yaitu:
1. Implementasi kebijakan Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penerapan ataupun pelaksanaan program yang meliputi seluruh kegiatan dari program asistensi sosial untuk penyandang disabilitas berat berdasarkan teori George C. Edward III yang dipengaruhi oleh empat variabel yaitu; [1]. Komunikasi, proses penyampaian kebijaakn program dari komunikator kepada komunikan dalam hal ini masyarakat Kota Medan. [2]. Sumber daya, peranan dari berbagai asepek sumberdaya seperti sumber daya manusia, anggran, kewenangan,dll untuk berjalannya program ASPDB dengan baik. [3]. Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor. [4]. Struktur birokrasi, adalah cangkupan dari Standar oprasional procedure dan fragmentasi.
2. Asistensi Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) adalah program kebijakan dari pemerintah pusat dalam bentuk pemenuhan hak dan pelayanan kepada penyandnag disabilitas berat dengan bantuan langsung yang diberikan kepada penyandang disabilitas berat untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar hidup dan perawatan sehari-hari berupa uang tunai sebesar Rp 300.000,00 per orang per bulan.
3. Disabilitas Berat adalah penyandang disabilitas yang tidak mengalami cidera fisik yang tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri, harus membutuhkan bantuan dari pihak ke tiga seperti keluarga dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskripsi, yaitu data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar, bukan angka-angka. Menurut Strauss dan Corbin dalam Cresswell, J. (1998:24), yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian kualitatif yang menghasilkan penemuan penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur prosedur statistik atau cara cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Kemudian, penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun rekayasa manusia. Penelitian kualitatif dengan bentuk deskripsi ini dipilih karena mampu mengambarkan bagaimana implementasi model Edward III dalam implementasi program asistensi sosial bagi penyandang disabilitas (ASPDB) di Kota Medan 3.2 Lokasi Penelitian
Guna untuk mendapat data sebagai informasi sekaligus menjawab pemecahaan rumusan masalah, oleh karena itu, maka penulis menetapkan lokasi penelitian akan dilakukan di Dinas Sosial Kota Medan Jl. Pinang Baris, Lalang, Kec. Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara.
3.3 Informan penelitian
Informan penelitian adalah seseorang yang memiliki informasi mengenai objek penelitian tersebut. Informan dalam penelitian ini yaitu berasal dari wawancara langsung kepada narasumber, penelitian ini kami mengambil informasi dari kepala dinas rehanilitas Kota Medan. Bapak Lamo M Tobing, dan penerima bantuan program ASPDB ibu Paini.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data adalah berbagai informasi yang di kumpulkan untuk mendukung sebuah penelitian.
Sebuah data harus diolah kembali agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di rumusan masalah. Dalam penelitian terdapat 2 teknik dalam pengumpulan data, yaitu; Data Primer, data primer adalah data yang diperoleh dari peninjauan langsung di lapangan pada objek penelitian . Data tersebut di peroleh dari hasil wawancara yang di lakukan peneliti kepada pihak pihak yang di tuju; Data sekunder, data sekunder adalah data yang di dapat dari sumber bacaan dan berbagai sumber lain seperti studi pustaka, dokumentasi ataupun catatan.
15 Di dalam (sugiyono, 2016:101) Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena bertujuan untuk mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang diharapkan. Teknik pengumpulan data yang digunkan dalam penelitian ini diantaranya :
1. Obsevasi, observasi adalah pengamatan langsung terhadap objek penelitian , dan selanjutnya melakukan pencatatan gejala gejala yang di temukan di lapangan.
Beberapa informasi yang di peroleh dari hasil observasi adalah ruang, pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian, atau pristiwa, waktu dan perasaan.
2. Wawancara, wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada pihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk memeperoleh informasi yang dibutuhkan. Menurut Hasan (1963) dalam sunyanto (2005:36), wawancara dapat diartikan sebagai interaksi bahasa yang berlangsung anatara dua orang dalam suatu situasi saling berhadapan. Yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar disekitar pendapat dan keyakinannya. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada para penyandang disabilitas, keluarga penyandang disabilitas, kepala Dinas Sosial Kota Medan dan para staf.
3. Studi Pustaka. Studi Pustaka adalah tenik pengumpulan data dengan melakukan penelaahan terhadap buku, lteratur, catatan, serta berbagai laporan yang berkaitan dengan masalah pelayanan publik bagi masyarakat penyandang disabilitas di Sumatra Utara.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif yaitu analisis terhadap data yang diperoleh dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah terkumpul, dan kemudian menyusunnya dalam satu kesatuan. Melalui teknik analisis data, Peneliti menguji kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta data dan infomasi yang diperoleh. Dan selanjutnya akan dianalisis sehingga Peneliti dapat memperoleh informasi dan kebenaran dari setiap permasalahan yang ada dalam penelitian.
Data yang diperoleh dari teknik wawancara akan dilakukan analisis model interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman di dalam Sugiyono (2016:246) yang terdiri dari tiga komponen analisis, yaitu; Reduksi data, dilakukan dengan cara merangkum dan memfokuskan hal-hal yang terpenting tentang penelitian dengan mencari tema dan pola hingga memberikan gambaran yang lebih jelas serta mempermudah Peneliti untuk melakukan
16 pengumpulan data selanjutny; Penyajian data, bermakna sebagai sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan; Penarikan kesimpulan, merupakan suatu menyimpulkan yang didukung dengan bukti-bukti dan temuan yang ditemukan Peneliti di lapangan.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak Geografis Lokasi Penelitian
Deskripsi lokasi penelitian ini untuk mengambarkan lokasi penelitian yang di lakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian implementasi program Asistensi Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Berat yaitu di Dinas Sosial Kota Medan. Dinas sosial kota Medan ini terletak di jl. Pinang Baris, Lalang, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara. Berdasarkan lokasi tersebut, Dinas Sosial Kota Medan memiliki batas- batas sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Medan
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
• Sebelah Barat Berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Binjai.
4.2 Profil Lokasi Penelitian
Peraturan Wali Kota Medan Nomor 35 Tahun 2017 Pasal 4 Ayat (1) menjelaskan bahwa Dinas Sosial Kota Medan mempunyai tugas membantu Wali Kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan bidang sosial. Dalam menyelenggarakan tugasnya Dinas Sosial Kota Medan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
1. Perumusan kebijakan urusan pemerintahan bidang sosial 2. Pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan bidang sosial
3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan urusan pemerintahan bidang sosial 4. Pelaksanaan administratif dinas sesuai dengan lingkup tugasnya
5. Pelaksanaan tugas pembantuan berdasarkan atas peraturan perundangundangan dan 6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh wali kota sesuai dengan tugas dan fungsinya.
17 Dinas Sosial Kota Medan memiliki tiga (3) bidang pelaksana, yaitu bidang perlindungan dan jaminan sosial, bidang rehabilitasi sosial dan bidang pemberdayaan sosial dan penanganan fakir miskin. Bidang rehabilitasi sosial menjadi bidang yang memiliki fokus pekerjaan dalam menangani masalah rehabilitasi sosial dimana bidang ini memiliki 3 seksi yaitu, seksi rehabilitasi sosial anak dan lanjut usia di luar panti dan/atau lembaga, seksi rehabllitasi sosial penyandang disabilitas di luar panti dan/atau lembaga dan seksi rehabilitasi sosial, tuna sosial dan korban perdagangan orang.
4.3 Visi Misi Dan Tujuan Lokasi Penelitian 1. Visi Dinas Sosial Kota Medan
Visi dari dinas sosial Kota Medan adalah “Perluasan, perlindungan kerja dan pengentasan kemiskinan dalam masyarakat menuju Kota Medan sejahtera”
2. Misi Dinas Sosial Kota Medan
Misi merupakan upaya atau langkah dalam mewujudkan Visi tersebut, adapun misi dinas Kota Medan adalah;
a. Meningkatkan penempatan tenaga kerja dan memperluas kesempatan kerja b. Meningkatkan hubungan industrial yang standar ideal
c. Meningkatkan pengawasan dan perlindungan ketenagakerjaan d. Meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia e. Meningkatkan kualitas pengelolaan lembaga-lembaga sosial
f. Meningkatkan penanganan masalah-masalah kesejahteraan sosial g. Meningkatkan rasa nilai-nilai kejuangan dan kesetiakawanan sosial.
3. Tujuan Dinas Sosial Kota Medan
Dinas Sosial Kota Medan dalam Renstra (Rencana Strategi) 2017-2021 telah menetapkan tujuan organisasi sebagai arah strategis menuju perbaikan kinerja selama 5 (lima) tahun sesuai fungsi organisasi. Tujuan tersebut adalah :
1. Terwujudnya Kota Medan menjadi Kota Sejahtera yang masyarakatnya bebas dari kemiskinan.
Dengan sasaran :
a. Menurunkan angka tingkat kemiskinan
b. Meningkatkan kemandirian ekonomi fakir miskin
2. Terwujudnya kemandirian hidup Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang bermartabat
Dengan sasaran;
18 a. Meningkatkan Kesejahteraan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS)
b. Menciptakan sistem perlindungan dan jaminan sosial yang utuh kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
3. Terwujudnya Profesionalisme Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial Dengan sasaran :
a. Meningkatkan profesionalisme Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dalam penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
b. Meningkatkan Peranan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) 4. Terciptanya Sistem Penyelenggaraan Pelayanan Kesejahteraan Sosial
Dengan sasaran :
a. Meningkatkan kapabilitas SDM pelayanan kesejahteraan sosial b. Meningkatkan Peranan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) 4.4 Struktur Lembaga Lokasi Penelitian
GAMBAR 4.1 Struktur Lembaga Dinas Sosial Kota Medan
19
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Upaya Pemerintah Dalam Pemenuhan Pelayanan dan Hak Penyandang Disabilitas Berat
Setiap masyarakat berhak mendapatkan hak dan pelayanan public yang baik dari pemerintah. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dari pemerintah haruslah merupakan pelayanan yang adil, dan tidak diskriminatif, oleh karena itu pemerintah berupaya untuk mewujudkan pemenuhan hak dan kewajiban bagi penyandang disabilitas, khususnya bagi penyandang disabilitas berat. Program yang tepat diterapkan untuk membantu para penyandang disabilitas khusunya bagi penyandang disabilitas berat yang tidak dapat melakukan kegiatan apapun tanpa bantuan dari pihak ke tiga adalah program Asistensi Sosisal Bagi Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB). Program Asistensi Sosial bagi Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) merupakan bentuk pertanggung jawaban negara dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berat dan perwujudan dari perlindungan sosial pemerintah terhadap warganya. Program ASPDB ini merupakan bantuan sosial berupa uang yang diberikan sebesar 300 rb per keluarga per bulan.
5.2 Standar dan Sasaran Program (ASPDB)
Program Asistensi Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) dikeluarkan oleh pemerintah pusat khususnya Kementerian Sosial RI untuk memberikan pelayanan dan pemenuhan hak kepada penyandang disabilitas berat di seluruh Indonesia. Program ASPDB diatur di dalam Peraturan pemerintah No. 43 Tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas. Program dari ASPDB mulai dilaksanakan pada tahun 2018, program ini dibiayai oleh anggaran APBN. Pemenuhan pelayanan public dan hak penyandang disabilitas dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas berat melalui program ASPDB bertujuan untuk memberikan bantuan berupa uang kepada masyarakat penyandang disabilitas berat sebagai salah satu bentuk pemenuhan hak, selian itu program ini bertujuan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup dan perawatan sehari-hari penyandang disabilitas berat (sandang, pangan, air bersih, perawatan sehari hari) agar taraf kesejahteraan hidupnya dapat terpenuhi secara wajar.dan tumbuhnya kepedulian keluarga dan masyarakat dalam melakukan perawatan dan bimbingan sosial bagi penyandang disabilitas berat. Hal tersebut berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Lamo M Tobing, selaku kepala dinas bidang rehabilitas Kota Medan, bahwa:
20
“program ASPDB merupakan program dari pemerintah pusat yang bertujuan memberikan bantuan berupa uang kepada masyarakat penyandang disabilitas sebagai salah satu bentuk dari pemenuhan hak dan bentuk pelayanan publik kepada masyarakat penyandang disabilitas. Selain itu tujuan dari dibuatnya program ASPD ini adalah, terpenuhinya kebutuhan dasar hidup dan perawatan sehari-hari penyandang disabilitas berat (sandang, pangan, air bersih, perawatan sehari hari) agar taraf kesejahteraan hidupnya dapat terpenuhi secara wajar, dan tumbuhnya kepedulian keluarga dan masyarakat dalam melakukan perawatan dan bimbingan sosial bagi penyandang disabilitas berat.” (wawancara, 2 Juni 2021).
Dengan terlaksananya program ASPDB ini pemerintah berharap bahwa masyarakat yang menderita penyandang disabilitas dapat merasakan bentuk pelayanan dari masyaarakat terhadap diri mereka, melalui pemberian bantuan sosial berupa uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereja sehari-hari. Hal ini dikarenakan memang penyandang disabilitas merupakan penyandang yang tidak bisa melakukan kegiatan apapun secara mandiri harus melibatkan orang ketiga dalam melakukan kegaiatan seharai-hari seperti bantuan dari pihak keluarga. Dalam pemberian bantuan program ASPDB ini juga tidak diberikan kepada seluruh masyarakat penyandang disabilitas berat secara Cuma-Cuma ada beberapa standard dan kriteria yang ditentukan pemerintah bagi penerima bantuan ASPDB. Adapun kriteria dan standar yang ditentukan bagi penerima program ASPDB diantaranya; masyarakat yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas berat, tergolong kedalam keluarga kurang mampu/miskin, penghasilan kepala keluarga dibawah dari 2jt, dan belum menerima bantuan lain yang serupa dari Dinas Sosial. Setiap masyarakat yang memiliki kriteria tersebut seperti yang dijelaskan boleh mendaftarkan diri kepada kapling dengan membawa fc KTP, fc KK , foto seluruh bandan anggota penyandang disabilitas, dan foto kondisi rumah beserta slip gaji terakhir kepala kelurga jika memiliki, untuk diproses dan didata. Hal tersebut berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Lamo M Tobing, selaku kepala dinas bidang rehabilitas Kota Medan, bahwa:
“Masyarakat juga dijelaskan bagaimana kriteria penerima dari bantuan program ASPDB, yaitu masyarakat yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas berat, tergolong kedalam keluarga kurang mampu/miskin, penghasilan kepala keluarga dibawah dari 2jt, dan belum menerima bantuan lain yang serupa dari Dinas Sosial. Setiap masyarakat yang memiliki kriteriria tersebut seperti yang dijelaskan boleh mendaftarkan diri kepada kapling dengan membawa fc KTP, fc KK , foto seluruh bandan anggota penyandang disabilitas, dan foto kondisi rumah beserta slip gaji terakhir kepala kelurga jika memiliki untuk diproses dan didata.” (Wawancara, 2 Juni 2021).
21 Sama hal nya dengan penjelasan diatas salah seorang narasumber yang menerima bantuan program ASPDB di kelurahan Hojasari Kec Medan Amplas ibu paini mengatakan, bahwa:
“ Kriteria dari penerima program ini diberitahukan melalui sosialisasi dari kapling dan dinas sosial, dimana dijelaskan bahwa yang bisa menerima bantuan ini adalah masyarakat yang memiliki anak atau anggota keluarga yang disabilitas berat, dan keadaan perekonomian yang kurang mampu, dengan penghasilan kepala kelaurga di bawah 2 jt rupiah per bulan, selain itu dikatakan yang memang belum mendapatkan bantuan sosial yang lain dari dinas sosial.” (wawancara, 9 Juni 2021)
Dari informasi masyarakat penerima bantuan Program juga mengatakan bahwa kriteria dari penerima bantuan program ASPDB ini adalah masyarakat yang memiliki anggota keluarga yang disabilitas berat dan termasuk keluarga miskin/ kurnag mampu, penghasilan keluarga dibawah 2 jt dan belum pernah menerima bantuan lain dari Dinas Sosial.
5.3 Implementasi Program ASPDB
Implementasi kebijakan merupakan proses atau tahapan yang penting dalam sebuah siklus kebijakan. Bagaimanapun, sebuah kebijakan yang telah dihasilkan apabila tidak dilaksanakan maka akan sia-sia atau tidak dapat mengatasi suatu permasalahan. Implementasi dalam arti luas sering dianggap sebagai bentuk pengoprasionalisasian atau penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang dan menjadi kesempatan bersama diantara beragam pemangku kepentingan (stakeholders), aktor, organisasi publik atau privat, untuk bekerjasama guna menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki.
Pada bab pembahasan ini, peneliti mengunakan implementasi model teori Edward C III yang mengatakan ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi diantaranya adalah;
komunikasi, sumber daya , disposisi dan strukrur birokrasi. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lain, artinya tidak adanya satu faktor, maka tiga faktor lainnya akan terpengaruh dan berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan publik.
5.3.1 Komunikasi Dalam Implementasi Program ASPDB
Komunikasi merupakan bagian terpenting dalam implementasi, jika komunikais yang dilakukan dari pembuat kebijakan samapai kepada penerima dilakukan dengan baik, maka proses pelaksanaan dan implementasinya juga berjalan dengan baik. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap implementasi Program ASPDB melibatkan berbagai pihak dan proses yang terjadi, implementasi program ASPDB Kota Medan berjalan mulai tahun 2018.
22 Program ASPBD ini juga salah satu bentuk program Bantuan sosial (BANSOS) dari Kementerian Sosial. Proses implementasi penerapan program ini pertama kali dilakukan melalui adanya sosialisasi yang diberikan Kementerian Sosial kepada pemerintah daerah, bentuk dari sosialisasi ini merupakan salah satu dari keemat faktor dalam model implementasi Edward C III yaitu komunikasi. Hal tersebut berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Lamo M Tobing, selaku kepala dinas bidang rehabilitas Kota Medan, bahwa:
“Proses implementasi penerapan program ini dilakukan melalui adanya sosialisasi yang diberikan Kementerian Sosial kepada pemerintah daerah, pemerintah daerah kemudian mensosialisasikan kepada Dinas sosial, kapala lingkungan, Camat atau Lurah di Kab/Kota,di Kota Medan. Setelah Dinas, Camat,dan Kapling mendapatkan sosialisasi, selanjutnya mereka dinas sosial(pendamping) dan kapling khususnya bekerjasama melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Kota Medan. Bentuk sosialisasi yang dilakukan adalah memberitahukan adanya program bantuan kepada masyarakat yang anggota keluarganya memiliki penyandang disabilitas berat, selain itu dalam sosialisasi kepada masyarakat juga dijelaskan bagaimana kriteria penerima dari bantuan program ASPDB.” (wawancara, 2 Juni 2021)
Hal yang sama juga disampaikan oleh seorang narasumber penerima bantuan program ASPDB Ibu paini, beliau mengatakan di daerahnya di kelurahan Hojasaari kec Medan Amplas, kapala lingkungan dan Dinas sosial (pendamping) datang memberitahukan bahwa adanya bantuan program kepada masyarakat yang memiliki anggota keluarga disabilitas berat. Berikut hasil wawancara yang dilakukan;
“ kalau mengenai sosialisasi bantuan ini, ada memang dilakukan kapling dan salah soerang dinas datang memberikan informasi bahwa ada bantuan dari pemerintah untuk warga yang ada anggota keluarganya disabilitas, namun saat itu saya sendiri mungkin setelah selesai sosialisasi kepada warga di keluraha saya, bapak kapling nya dan ibu dinasnya datang langusung kerumah saya, meliau langsung memberitahu kalau ada nih bantuan untuk anak saya rahman, dari pemerintah berupa uang, nanti jangan lua daftarkan ya, habis itu kapling dan dinas bertanya-tanya juga kepada saya tentang penyakit anak saya, dan meminta ktp, kk dan memfoto anak saya rahman yang memang juga sedang terbaring, ktp dan kk tadipun juga di foto mereka.”
(wawancara 9 Juni 2021)
Dari informasi kedua informan mengatakan bahwa memang benar ada dilakukannya sosialisasi dan pemberitahuan mengenai adanya program bantuan dari pemerintah kepada penyandang disabilitas berat yaitu program ASPDB, yang dimana dalam proses sosialisasi dimulai dari pemerintah pusat ke daerah, pemerintah daerah ke dinas terkait dan kapling,
23 camat dan lurah, dan dari dinas sosial (pendamping) dan kepala lingkungan memberikan sosialisasi langsung kepada masyarakat. Dalam sosialisasi yang dilakukan diberitahukan adanya program bantuan dan kriteria dari penerima bantuan serta syarat pendaftran. Proses sosialisasi ini juga merupakan bagian dari komunikasi yang baik mengenai program ASPDB sehingga kebijakan program bantuan kepada penyandang disabilitas berat, sampai kepada masyarakat. Namun dalam penelitian ini ditegaskan juga bahwa komunikasi antara kementrian sosial dan Dinas Sosial terkiat adanya kuota yang terus meneurun setiap tahunnya tidak diketahui alasannya, hal ini membuktikan bahwa masih ditemukan kegagalan dalam implementasi faktor komunikasi pada program ASPDB.
5.3.2 Sumber Daya Dalam Implementasi Program ASPDB
Sumber daya adalah faktor penting untuk mengimplementasikan suatu kebijakan.
Walaupun isi kebijakan sudah di komunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakannya, maka implementasi tidak akan berjalan efektif (Subarsono, 2010:91). Dalam implementasi program ASPDB ini melibatkan beberapa sumber daya diantaranya adalah sumber daya manusia, sumber daya anggaran dan sumber daya wewenang.
a. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia merupakan faktor penting sebagai pelaksana dan stakeholder yang terlibat di dalam berjalannya suatu kebijakan. Dalam implementasi program ASPD ini sumber daya yang terlibat dalam pelaksanannya dibulai dari tingkat pusat, sebagai pemerintah yang menetapkan kebijakan program ASPDB dalam hal ini adalah Kementerian Sosial RI. Selaian Kementerian Sosial RI, sumber daya lain yang terlibat adalah pemerintah daerah, dinas sosial, kepala lingkungan, lurah, camat, dan yang paling penting adalah masyarakat sebagai penerima bantuan. Keterlibatan sumber daya manusia ini didalam pelaksanaan program dimulai dari penetapan kebijakan oleh Kementrian sosial, sosialisasi pemerintah daerah dalm hal ini gubernur kepada dinas sosial, lurah,camat dan kapling mengenai adanya program serta sosialisasi kepada masyarakat. Dinas sosial merupakan perpanjangan tangan dari kementrian sosial untuk mendata dan melakukan program ASPDB di tingkat daerah. Hal ini dibuktikan dari wawancara Kepala Dinas Rehabilitas Sosial Bapak Lamo M Tobing, bahwa;
24
“Program ASPDB ini merupakan program dari pemerintah pusat dalam hal ini ya kementerian sosial RI, kebijakan program bantuan ini diaturkan dalam peraturan pemerintah No 43 Tahun 1998 sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dari penyandang disabilitas dan bentuk pelayanan dan pemenuahan hak mereka. Pemerintah daerah mendapatkan mandat dari hasil sosialisasi yang dilakuakn untuk menjalanakan program ini ke daerah di Kota Medan, sosialisasi dilakukan pemerintah daerah kepada Dinas Sosial, Lurah, Camat, Bahkan kepada Kepala Lingkungan di Kota Medan. Dan Dinas sosial dan kapling melakukan sosialisasi lagi kepada msyarakat agar masyarakat tahu kalau ada bantuan dari pusat untuk mereka yang anggota keluarganya disbalitas berat.”(wawancara, 2 juni 2021)
Peranan dinas sosial dalam implementasi ini sangat penting, dikarenakan implementor di daerah-daerah di Indonesia di lakukan oleh dinas sosial daerah tersebut, seperti dinas sosial Kota Medan, yang melakukan proses pendataan, pengiriman data, dan sosialisasi. Dari hasil wawancara di jelaskan bahwasannya dinas sosial melakukan sosialisasi bersama kapling kepada masyarakat, kemudian dinas sosial menerima data-data dari masyarakat yang mendaftar program ASPDB, kemudian data itu akan disesuaikan dengan jumlah kuota yang di berikan kepada daerah kota medan, jumlah kuota tersbut dibeirtahu kepada dinas sosial, sehingga data yang dikirmkan kepusat sebanyak data dari kuota yang ditentukan.
Hal ini Hal ini dibuktikan dari wawancara Kepala Dinas Rehabilitas Sosial Bapak Lamo M Tobing, bahwa;
“peran dinas sosial pastinya paling banyak karena ini program sosial, yg dilakukan dinas sosial ya dimulai dari sosialisasi dinas sosial bagaian rehabilitasi yang menjadi pendamping untuk melakukan sosialisasi bersama dengan kapling, data yang diterima dari pihak masing-masing kapling di kota Medan, diantarkan kepada Dinas Sosial Kota Medan. Namun tidak semua masyarakat yang mendaftar untuk medapatkan bantuan bisa menerimanya, hal ini dikarenakan pemerintah pusat khususnya Kementerian Sosial telah menetapkan kuota disetiap daerah, sehingga masyarakat yang menerima hanya bisa sebanyak kuota yang di tentukan” (wawancara, 2 juni 2021)
b. Sumber daya Anggaran
Selain sumber daya manusia sumber daya anggaran atau faktor finansial merupakan faktor penting dalam keberhasilan dari implemnetasi program ASPDB. Berdasarkan keentuan dari kebijakan program bantuan ASPDB ini diberikan dalam bentuk uang tunai sebesar 300 ribu per bulan per orang, sehingga perlunya peranan sumber daya anggaran dalam impplementasinya. Hal ini
25 dibuktikan dari wawancara Kepala Dinas Rehabilitas Sosial Bapak Lamo M Tobing, bahwa;
“ Progam ASPDB ya, ini merupakan bantuan sosial dari kementrian sosial RI atau pemerintah pusat kepada disabilitas berat, bantuannya dalam bentuk uang, sebesar 300 ribu per bulan per orang, uang ini diberkan untuk mampu memenuhi kebutuah hidup sehari-hari penyandang disabilitas berat, seperti makanan, minuman, oabat-obatan dll. Jadi anggaran yang dikeluarkan untuk program ini dihitung saja berapa banyak kuota setiap tahun yang diberikan, untuk di kota medan sendiri kuota itu setiap tahun bukan bertambah tapi justru berkurang, tahun 2018 jumlah kuota awal-awal banyak diberikan 567 kuota, tahun 2019 turun turun menjadi 160 orang yang menerima bantuan, dan 2020 terkahir menurun lagi menjadi 111 orang. Jadi kira-kira perhitungan anggarannya ya , 300 ribu dikali dengan jumalh kuota tahun 2018 cotohnya 567 , baru dikali satu tahun, karena angaran di anggarkan setiap tahun maka hasilnya kurang lebih 2 M untuk tahun 2018." (wawancara 2 juni 2021)
Hal yang saa juga di tuangkan dalam wawancara bersama ibupaini penerima bantuan program ASPDB, beliau mengatakan bantuan ini berupa uang tunai 300 ribu per bulan dari pemerintah. Hal ni dibuktikan dari hasil wawancara sebagai beriku;
“ Banyaknya bantuan yang diterima ya, dalam bentuk uang sebesar 300 ribu per bulan dari pemerintah, namun in sudah tahun ke 3saya menerima, setiap tahunnya tidak penuh 12 kali saya menerima, bisa dalam satu tahun saya ya hanya menerima 8-10 kali bantuan, ditanya alasan saya kurang tau ya, karena mereka pihak bank juga bilang ya emng gak ada dana yang masuk.”
(wawancara 9 juni 2021)
Anggaran dalam program ASPDB ini diberikan kepada masyarakat sesuaid negan jumlah kuota dari pemerintah yang ditetapkan di setiap daerah, menurut penuturan masyarakat penerima bantuan menagtakan implemntasi pencairan dana juga tidak berjalan rutin setiap tahunnya, dalam satu tahun kemungkinan hanya akan menerima 8-10 kali bantuan program.
c. Sumber daya wewenang
Sumber daya wewenang adalah kebijakan dan wewenang dari pemerintah dalam melakukan kegiatannya, hal ini dilihat dari pemerintah pusat yaitu Kementerian Sosial RI memanfaatakan kewenangan mereka dalam menciptakan pemberian pelayanan, pemenuhan hak, dan bentuk kesejahteraan dari penyandang disabilitas sosial sesuai UU No 43 Tahun 1998. Melalui program Asistensi Sosial bagi Penyandang Disabilitas Berat. Selaian adanya wewenang dari pemerintah pusat, dinas sosial sebagai perpanjangan tangan Kementerian Sosial RI di daerah juga memiliki kewenangan untuk melakukan program ini di daerah mereka sesuai ketentuan yang ditetapkan.
26 5.3.3 Disposisi Implementasi program ASPDB
Disposisi merupakan sikap atau watak dari implementor dan para pelaksana kebijakan program ASPDB di Kota Medan, untuk mengetahui apakah program ini terlaksana dengan baik untuk memenuhi kebutuhan hak dari penyandang disabilitas berat. Menurut Edward III dalam Widodo (2010:104) disposisi merupakan kemauan, keinginan dan kecenderungan para pelaku untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan. Dalam implementasi prorgaram ASPDB di Kota Medan, para impelementor atau pelaksana program melakukan kegiatannya dengan baik, dimulai dari perumusan kementerian sosial RI untuk program ASPDB ini agar penyandang disabilitas mampu meemenuhi kebutuhan hidupnya, dan sikap dari dinas sosial sebagai perpanjangan tangan kementerian sosial RI, mampu memberikan sosialisasi dan pendataan dengan baik, serta para pelaksana baik dinas sosial Kota Medan, Kapling, Lurah maupun Camat, memahami dengan baik tujuan dari kebijakan yang akan dilaksanakan, hal itu karena di dalam melaksanakan kebijakan tersebut, para pelaksana mengetahui apa sasaran yang akan dicapai pada kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kelompok Informasi masyarakat ini.
Namun yang menjadi kekurangan dalam implementasi ini adalah ketidak konsistenan implementor dalam memebrikan bantuan kepada masyarakat penyandang disabilitas berat di Kota Medan. Hal ini dlihat dari kuota yang dberikan setiap tahuan semakin berkurang, padahal seharusnya harapannya kuota diberikan semakin banyak agar, masyarakat yang belum mendapatkan bisa mendapatkan bantuan, namun nyatanya hanya pada awal pelaksanaan program saja kuota dierikan dengan jumlah yang besar, namun tahun berikutnya semakin turun dan terus turun. Hal ini membuktikan bahwa sikap implementor dalam hal ini pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan program untuk mampu memberikan hak dan pelayanan kepada masyarakat secaraa adil dan merata. Hal ini di buktikan dalam wawancara dengan Kepala Dinas Rehabilitas Sosial Bapak Lamo M Tobing, bahwa;
“kuota yang diberikan kepada Dinas Sosial Kota Medan tiga tahun terakhir ini selalu mengalami penurunan, bahkan tahun 2019 penurunan kuota tersebut sangat drastis.
Pada tahun 2018 kuota yang diberikan untuk penyandang disablitas berat sebanyak 567, pada tahun 2019 turun menjadi 160 orang yang menerima bantuan, dan 2020 terkahir menurun lagi menjadi 111 orang penerima bantuan program ASPDB. Kami dinas sosial Kota Medan tidak mengetahui proses penetapan secara rinci, kouta dan anggaran program ini karena tahap ini menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial
27 dalam hal ini Dirjen Rehabilitasi Sosial. Mereka hanya mengetahui terbitnya surat keputusan dari Menteri Sosial, berkaitan dengan penyandang disabilitas yang mendapat bantuan asistensi sosial. Dan untuk tahun 2021 ini akan di umumkan banyak kuota yang diterima pada bulan juli mendatang.” (wawancara, 2 juni 2021) 5.3.4 Struktur Birokrasi Implementasi program ASPDB
Struktur organisasi di Dinas Sosial Kota Medan memiliki pembagian kegiatan dan tugas yang jelas. Pada bagian penanganan penyandang disabilitas di Kota Medan di lakukan oleh bidang rehabilitas sosial, segala urusan mengenai penyandang disabiliats baik berat maupaun ringan seperti, dari rehabiltas ke panti, program bantuan dilakuakn oleh dinas sosial bidang rehabiliatas ini. Bahkan dalam pembuatan kebijakan program ASPDB ini juga diataur dan di buat oleh pemerintah pusat bagian sosial yaitu, Kementerian Sosial. Kepala Dinas sosial Kota Medan sebagai pejabat tertinggi, dimana setiap bagian-bagian organisasi terhubung dengan rantai komando langsung ke Kepala Dinas, dan pada SOP program ASPDB juga sudah ada ditetapka standar oprasional procedure penerima bantuan program ASPDB ini 5.4 Proses Pencairan Dana Program ASPDB
Berdasarkan hasil penelitian proses pencairan dana bantuan program ASPDB di Kota Medan dilakukan di kantor pos ataupun bank BRI yang bekerjasama dengan pemerintahan.
Dalam hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak dinas, mengatakan bahwa dalam proses pencairan dana pihak dinas tidak terlibat, mereka hanya memberikan data sesuai kuota yang ditentukan kepada kementrian sosial, kemudian nama masyarakat yang mendapat bantaun sesuai jumlah kuota yang diterima akan mendapatkan kartu program ASPDB, dengan kartu tersebut masyarakat mencairkan ke kantor pos ataupun bank BRI. Hal ini di buktikan dalam wawancara dengan Kepala Dinas Rehabilitas Sosial Bapak Lamo M Tobing, bahwa;
“ untuk masalah cairnya uang program bantuan ASPDB kami dinas sosial tidak tahu menau, karena kami hanya diberikan mandate untuk mendata kan masyarakat yang menerima sesuai kuota yang ditetapkan, lalu masyarakat tersebut yang namanya kami daftarakan pada kuota yang ditentukan setiap tahunnya di berikan kartu program ASPDB tadi, jadi masyarkat sendiri yang mencairakan uangnya, setau saya dulu di cairkan ke kantor pos, sekarang saya dengar sudah di cairkan ke bank BRI yang bekerja sama dengan pemerintah, ataupun kemungkinan masih bisa juga di cairkan ke kantor pos.” (wawancara 2 juni 2021)
Kepala dinas rehabilitas sosial Kota Medan juga menambahkan adanya syarat yang harus dibawah selain dari kartu program ASPDB dalam pencairan dana, yaitu dengan membawa KTP dari kepala keluarga yang menerima bantuan. Berikut paparan dari bapak kepala dinas rehabiliats Kota Medan.
28
“ tapi untuk mencairkan dana tersebut, selain kartu program juga harus membawa KTP ya sebagai bentuk identitas agar diperiksa benar ngak namanya ada di kuota tahun ini, karena kan kuota berkurang terus bukan bertambah tiap tahunnya, jadi pihak pencairan dana kantor pos atau bank tau apakah nama penerima ini ada dan sesui dengan identitasnya, begitu” (wawancara, 2 juni 2021)
Pemaparan dan pendapat yang sama juga diungkapkan oleh ibu paini, beliau menagatakan bahwasanya, pencairan yang dia lakukan itu di kantor pos dimana disana bu paini juga dimintai identitas KTP / SIM slaah satunya untuk didata, dan setiap proses pencairan dana yang keluar maka ada bukuti dari kartu program ASPDB tersbut, berikut paparan hasil wawancara dengan ibu paini;
“ setelah proses pendataan dilakukan kira-kra 3 bulan setelahnya, kapling kembali medatangi kediaman saya, dan memberikan kartu program ASPDB. Kapling menjelaskan pencairan dana dilakukan di kantor pos, dan disertakan dengan KTP. Saat datang ke kantor pos, saya mendapatkan pelayanan dari kantor pos, dengan menunjukkan kartu program dan KTP untuk kelengkapan identitas katanya, setelah itu uang langsung dicairkan dan kartu di print oleh kantor pos” (wawancara 9 juni 2021)
Peneliti juga kemabali menanyakan apakah uang bantuan ini cukup untuk memenuhi kebutuhan anak ibu yang menderita disabilitas, ibu paini menjawab bahwa tidak cukup karena zaman sekarang apapun biaya mahal, apalah artinya uang 300, harga beras saja sudah seratus ribu lebih satu goni, belum pembelian pempres, obat-obatan dll. Hal ini berdasrkan pemaparan wawancara dengan ibu paini sebagai berikut;
“ tidak cukuplah pada saat ini apapun harga kebutuhan pokok sangat mahal, beli beras satu goni saja sudah kena seratus ribu lebih, belum lagi pembelian perlengkapan seperti pempres obat-obatan biaya berobat dll. Apalagi bantuan ini tidak rutin setiap bulan saya dapatkan .“ (wawancara 9 juni 2021)
5.5 Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi Program ASPDB
Dalam implementasi suatu kebijakan atau program pemerintah tidak selalu membuahkan kesempurnaan, begitu juga dalam pengimplementasian program Asistensi Sosial Bagi Penyandang Disabiitas Berat, juga terjadi beberapa tantangan yang terjadi seperti, kuota bantuan yang tahun ke tahun mengalami penurunan, program ASPDB ini pertama kali di lakukan pada tahun 2018 dengan jumlah kuota 567, pada tahun 2019 turun menjadi 160 orang yang menerima bantuan, dan 2020 terkahir menurun lagi menjadi 111. Hal ini di Hal ini di buktikan dari wawancara Kepala Dinas Rehabilitas Sosial Bapak Lamo M Tobing, bahwa:
29
“kuota yang diberikan kepada Dinas Sosial Kota Medan tiga tahun terakhir ini selalu mengalami penurunan, bahkan pada tahun 2019 penurunan kuota tersebut sangat drastis. Pada tahun 2018 kuota yang diberikan untuk penyandang disablitas berat sebanyak 567, pada tahun 2019 turun menjadi 160 orang yang menerima bantuan, dan 2020 terkahir menurun lagi menjadi 111 orang penerima bantuan program ASPDB.
Penurunan kuota ini tidak sesuai dengan jumlah pendaftar program ASPDB ini, dimana pendaftar yang tercatat lumayan banyak namun tidak bisa mendapat bantuan karena kuota yang di berikan oleh kementerian sosial telah di batasi pertahunnya, maka pendaftar harus menunggu sampai saalah satu dari yang menerima kuota program ASPDB ini meninggal dunia agar pendaftar dapat menggantikannya, dari kasus ini maka sering terjadi demo atau para pendaftar bertanya langsung ke dinas sosial kapan mereka menerima bantuan, tak jarang juga ada yang sampai marah- marah karena belum juga menerima bantuan, maka tahun 2021 ini dinas sosial kota medan mengusulkan 500 kuota kepada kementerian sosial yang di harapkan dapat terwujud pada bulan juli mendatang” (wawancara, 2 juni 2021)
Dari hasil penuturan tersebut tantangan terbesar berada kepada kuota yang tidak konsisten diberikan, dan justru mengalami penurunan setiap tahunnya, sehingga pendaftar baru tidak mudah medapatkan kesempatan untuk menerima bantuan ketika pendaftar lama masih ada dalam daftar kuota. Hal lain yang menjadi tantangan masih adanya masyarakat yang menerima bantuan diluar dari Program ASPDB sehingga terjadi tumpang tindih, dan persyaratan tidak di indahkan oleh masyarakat. Hal ini di buktikan dari wawancara Kepala Dinas Rehabilitas Sosial Bapak Lamo M Tobing, bahwa:
“sering terjadi penerima yang menerima bantuan double atau tumpang tindih contoh nya seseorang telah menerima bantuan ASDPB lalu beliau juga menerima bantuan KIP lalu merima bantuan covid-19, maka akan terjadi pendoublean dana bantuan hanya untuk 1 keluarga, serta kesempatan bagi pendaftar yang memenuhi syarat tetepi tidak masuk kedalam data kuota penerima harus menantid negan sabar, seharusnya masyarakat yang memang sudah menerima bantuan lain, bisalah mngerti masyarakat lain yang sesui prosedur yang memang membutuhkan karena beluma ada sama sekali bantuan yang didapat“ (wawancara 2 juni 2021)
Pandangan lain mengenai tantangan dan hambatan program ASPDB ini juga di rasakan oleh ibu paini selaku narasumber penerima bantuan program. Beliau mengatakan hambatan dalam program ini adalah bantuan yang diberikan tidak penuh 12 bulan dalam satu tahun, bahkan dalam proses pencairannya juga waktunya tidak konsisten diberikan setiap bulan, terkadang di daoubele pada bulan depan, terkadang tidak juga. Hal ini dipaparkan dalam wawancara sebagai berikut;
30
“Ya hambatannya pada proses pencairan dana yang tidak diberikan rutin setiap bulannya selama setahun, saya hanya menerima bantuan dalam satu tahun kira-kira hanya menerima 8-10 kali saja dalam setahun, selain itu terkadang pada bulan ini diberikan bulan depannya tidak, jadi dauble lah pada bulan depannya lagi menjadi enam ratus ribu, tapi terkadang jika bulan ini gak keluar ya kadang bulan depan hanya tiga ratus ribu juga yang keluar. “ (wawancara, 9 juni 2021)
Dari adanya hambatan yang terjadi baik dari dinas sosial maupuan narasumber penerima bantuan juga memiliki harapan kepada pemerintah terkait program ASPDB ini, hal ini di utarakan dalam wawancara yang dilakukan peneliti sebagai berikut;
“kami sebagai pelaksana dari program bantuan ASPDB ini berharap pemerintah bisalah menentukan kuota lebih banyak lagi kepada daerah Kota Medan, kami meminta agar tahun 2021 ini kuota diberikan sebanyak 500 kuota penerima agar masyarakat yang mendaftar khussnya yg blm pernah merima bisa merasakan bantaun dari pemerintah, dan tidak melulu menuntut Dinas Sosial, karena keputusan bukan di tangan dinas tapi ada pada pemerintah pusat, dan harapan kami selaku dinas kepada masyarkat, di pergunakanlah uang itu dengan baik untuk keperluan anggoat kelaurga yang disabilitas bukan keperluan yang lain, dan buat masyarakat yang sudah menerima bantuan lain selain program ASPDB sebaiknya melapor agar bisa segera digantikan dengan masyarakat lain yang membutuhkan.”( wawancara, 2 juni 2021) Pandangan dan harapan lain juga disampaikan oleh ibu paini beliau mengatakan bahwa;
“harapan terbesar adanya pengobatan gratis yang dilakukan oleh pemerintah kepada anak saya agar bisa segera sembuh, dan terkait dengan program ASPDB saya berharap pemerintah dapat memberikan bantuan tepat waktu dan penuh setiap tahunnya, karena jika tidak ada bantuan dari pemerintah maka keluarganya kesulitan juga dalam kondisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.”
(wawancara, 9 juni 2021)
31
BAB VI PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian analisis yang telah penulis kemukakan di bab sebelumnya. Maka pada bab ini penulis akan menarik kesimpulan berdasarkan penelitian di lapanganyang telah dilakukan dan memberikan saran terkait dengan Implementasi Program Asistensi Sosial Bagi penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) di Kota Medan.
6.1 Kesimpulan
Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) adalah kebijakan pemerintah pusat dalam bentuk bantuan langsung yang diberikan kepada penyandang disabilitas berat untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar hidup dan perawatan sehari-hari berupa uang tunai sebesar Rp 300.000,00 per orang per bulan. Bantuan ini merupakan bantuan dari kementerian sosial untuk membantu kaum disabilitas berat dalam hal pemenuhan hak dan pelayanan public kepada penyandang disabilitas berat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Implementasi Program Asistensi Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) di Kota Medan belum berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan masih ditemukannya tantangan dan hambatan dalam implementasi, serta berdasarkan teori Edward III faktor- faktor yang mempengaruhi implementasi belum seluruhnya berjalan dengan baik, dari hasil penelitian hanya faktor struktur birokrasi yang sudah berjalan dengan baik, berikut penjelasannya;
1) Komunikasi, faktor ini menjadi faktor penting dalam implementasi namun dari hasil penelitian pada tahapan sosialisasi program memnag berjalan dengan baik dari pusat samapai ke masyaarakat program ini di sosialisasikan, sehingga masayarakat tahu dengan adanya program bantaun, dan tujuan serta kriteria program ASPDB ini, namuan dalam komunikasi pemerintah pusat dangan dinas sosial terkait kuota dari yang terus menerus setiap tahunnya menagalami peneurunan, tidak berjalan dengan baik, dinas sosial mengatakan bahwa pihak mereka sampai sekarang tidak tahu alasan mengapa di kuota bantuan ini di turunkan padahal masih banyak masyarakat yang membutuhkan.
2) Sumber daya, faktor ini teridiri dari sumber daya manusia, anggaran dan wewenang, yang menjadi penghambat implementasi program ini ada pada sumber daya anggarannya dimana dana yang diberikan kepada masyarakat tidak diberikan secara rutin Rp. 300. 000 per bulan per orang. Sumber Daya anggaran yang disalurkan melalui program ASPDB juga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar dan