• Tidak ada hasil yang ditemukan

JARINGAN SYARAF TIRUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JARINGAN SYARAF TIRUAN"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

J ARINGAN S YARAF T IRUAN

Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah buatan disini digunakan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran.

8.1 OTAK MANUSIA

Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiap-tiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing sel tersebut saling berinteraksi sehingga mendukung kemampuan kerja otak manusia.

Gambar 8.1 Susunan syaraf manusia.

Gambar 8.1 menunjukkan susunan syaraf pada manusia. Setiap sel syaraf (neuron) akan memiliki satu inti sel, inti sel ini nanti yang akan bertukan untuk melakukan pemrosesan informasi. Informasi yang datang akan diterima oleh dendrit. Selain menerima informasi, dendrit juga menyertai axon sebagai keluaran dari suatu pemrosesan informasi. Informasi hasil olahan ini akan menjadi masukan bagi neuron lain yang mana antar dendrit kedua sel tersebut dipertemukan dengan synapsis. Informasi yang dikirimkan antar neuron ini berupa rangsangan yang dilewatkan melalui dendrit. Informasi yang datang dan diterima oleh dendrit akan dijumlahkan dan dikirim melalui axon ke dendrit akhir yang bersentuhan dengan dendrit dari neuron yang lain. Informasi ini akan diterima oleh neuron lain jika memenuhi batasan tertentu, yang sering dikenal dengan nama nilai ambang (threshold). Pada kasus ini, neuron tersebut dikatakan teraktivasi. Hubungan antar neuron terjadi secara adaptif, artinya struktur hubungan tersebut terjadi secara dinamis. Otak manusia selalu memiliki kemampuan untuk belajar dengan melakukan adaptasi.

8.2 SEJARAH

Mulai dari ditemukannya, jaringan syaraf tiruan telah mengalami tahap-tahap perkembangan, antara lain:

 Pada tahun 1940-an, para ilmuwan menemukan bahwa psikologi dari otak sama dengan mode pemrosesan yang dilakukan oleh peralatan komputer.

Sel-1 (Neuron-1)

Sel-2 (Neuron-2)

Inti Sel (Neucleus)

Axon Dendrit

Synapsis Dendrit

8

(2)

 Pada tahun 1943, McCulloch dan Pitts merancang model formal yang pertama kali sebagai perhitungan dasar neuron.

 Pada tahun 1949, Hebb menyatakan bahwa informasi dapat disimpan dalam koneksi-koneksi dan mengusulkan adanya skema pembelajaran untuk memperbaiki koneksi-koneksi antar neuron tersebut.

 Pada tahun 1954, Farley dan Clark mensetup model-model untuk relasi adaptif stimulus-respon dalam jaringan random.

 Pada tahun 1958, Rosenblatt mengembangkan kosep dasar tentang perceptron untuk klasifikasi pola.

 Pada tahun 1960, Widrow dan Hoff mengembangkan ADALINE untuk kendali adaptif dan pencocokan pola yang dilatih dengan aturan pembelajaran Least Mean Square (LMS).

 Pada tahun 1974, Werbos memperkenalkan algoritma backpropagation untuk melatih perceptron dengan banyak lapisan.

 Pada tahun 1975, Little dan Shaw menggambarkan jaringan syaraf dengan menggunakan model probabilistik.

 Pada tahun 1982, Kohonen mengembangkan metode pembelajaran jaringan syaraf yang tidak terawasi (unsupervised learning) untuk pemetaan.

 Pada tahun 1982, Grossberg mengembangkan teori jaringan yang diinspirasi oleh perkembangan psikologi. Bersama Carpenter, mereka mengenalkan sejumlah arsitektur jaringan, antara lain: Adaptive Resonance Theory (ART), ART2, dan ART3.

 Pada tahun 1982, Hopfield mengembangkan jaringan syaraf reccurent yang dapat digunakan untuk menyimpan informasi dan optimasi.

 Pada tahun 1985, algoritma pembelajaran dengan menggunakan mesin Boltzmann yang menggunakan model jaringan syaraf probabilistik mulai dikembangkan.

 Pada tahun 1987, Kosko mengembangkan jaringan Adaptive Bidirectional Associative Memory (BAM).

 Pada tahun 1988, mulai dikembangkan fungsi radial basis.

8.3 KOMPONEN JARINGAN SYARAF

Ada beberapa tipe jaringan syaraf, namun demikian, hampir semuanya memiliki komponen-komponen yang sama. Seperti halnya otak manusia, jaringan syaraf juga terdiri-dari beberapa neuron, dan ada hubungan antara neuron-neuron tersebut. Neuron-neuron tersebut akan mentransformasikan informasi yang diterima melalui sambungan keluarnya menuju ke neuron-neuron yang lain. Pada jaringan syaraf, hubungan ini dikenal dengan nama bobot. Informasi tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot tersebut. Gambar 8.2 menunjukkan struktur neuron pada jaringan syaraf.

Gambar 8.2 Struktur neuron jaringan syaraf.

Fungsi aktivasi

Output bobot

bobot Input dari

neuron- neuron yang lain

Output ke neuron-

neuron yang lain

(3)

Jika kita lihat, neuron buatan ini sebenarnya mirip dengan sel neuron biologis.

Neuron-neuron buatan tersebut bekerja dengan cara yang sama pula dengan neuron-neuron biologis. Informasi (disebut dengan: input) akan dikirim ke neuron dengan bobot kedatangan tertentu. Input ini akan diproses oleh suatu fungsi perambatan yang akan menjumlahkan nilai-nilai semua bobot yang yanag datang. Hasil penjumlahan ini kemudian akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang (threshold) tertentu melalui fungsi aktivasi setiap neuron. Apabila input tersebut melewati suatu nilai ambang tertentu, maka neuron tersebut akan diaktifkan, tapi kalau tidak, maka neuron tersebut tidak akan diaktifkan. Apabila neuron tersebut diaktifkan, maka neuron tersebut akan mengirimkan output melalui bobot-bobot outputnya ke semua neuron yang berhubungan dengannya.

Demikian seterusnya.

Pada jaringan syaraf, neuron-neuron akan dikumpulkan dalam lapisan-lapisan (layer) yang disebut dengan lapisan neuron (neuron layers). Biasanya neuron- neuron pada satu lapisan akan dihubungkan dengan lapisan-lapisan sebelum dan sesudahnya (kecuali lapisan input dan lapisan output). Informasi yang diberikan pada jaringan syaraf akan dirambatkan lapisan ke lapisan, mulai dari lapisan input sampai ke lapisan output melalui lapisan yang lainnya, yang sering dikenal dengan nama lapisan tersembunyi (hidden layer). Tergantung pada algoritma pembelajarannya, bisa jadi informasi tersebut akan dirambatkan secara mundur pada jaringan. Gambar 8.3 menunjukkan jaringan syaraf dengan 3 lapisan.

Gambar 8.3 Jaringan syaraf dengan 3 lapisan.

Gambar 8.3 bukanlah struktur umum jaringan syaraf. Beberapa jaringan syaraf ada juga yang tidak memiliki lapisan tersembunyi, dan ada juga jaringan syaraf dimana neuron-neuronnya disusun dalam bentuk matriks.

8.4 ARSITEKTUR JARINGAN

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa neuron-neuron dikelompokkan dalan lapisan-lapisan. Umumnya, neuron-neuron yang terletak pada lapisan yang sama akan memiliki keadaan yang sama. Faktor terpenting dalam menentukan kelakuan suatu neuron adalah fungsi aktivasi dan pola bobotnya. Pada setiap lapisan yang sama, neuron-neuron akan memiliki fungsi aktivasi yang sama.

Nilai input

Neuron-neuron pada lapisan input

Neuron-neuron pada lapisan tersembunyi

Neuron-neuron pada lapisan output

Nilai output

(4)

Apabila neuron-neuron dalam suatu lapisan (misalkan lapisan tersembunyi) akan dihubungkan dengan neuron-neuron pada lapisan yang lain (misalkan lapisan output), maka setiap neuron pada lapisan tersebut (misalkan lapisan tersembunyi) juga harus dihubungkan dengan setiap lapisan pada lapisan lainnya (misalkan lapisan output).

Ada beberapa arsitektur jaringan syaraf, antara lain:

a. Jaringan dengan lapisan tunggal ( single layer net)

Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan bobot-bobot terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi (Gambar 8.4). Pada Gambar 8.4 tersebut, lapisan input memiliki 3 neuron, yaitu X1, X2 dan X3. Sedangkan pada lapisan output memiliki 2 neuron yaitu Y1 dan Y2. Neuron- neuron pada kedua lapisan saling berhubungan. Seberapa besar hubungan antara 2 neuron ditentukan oleh bobot yang bersesuaian. Semua unit input akan dihubungkan dengan setiap unit output.

Gambar 8.4 Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal.

b. Jaringan dengan banyak lapisan (multilayer net)

Jaringan dengan banyak lapisan memiliki 1 atau lebih lapisan yang terletak diantara lapisan input dan lapisan output (memiliki 1 atau lebih lapisan tersembunyi), seperti terlihat pada Gambar 8.5. Umumnya, ada lapisan bobot- bobot yang terletak antara 2 lapisan yang bersebelahan. Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit daripada lapisan dengan lapisan tunggal, tentu saja dengan pembelajaran yang lebih rumit.

Namun demikian, pada banyak kasus, pembelajaran pada jaringan dengan banyak lapisan ini lebih sukses dalam menyelesaikan masalah.

Nilai input

Lapisan Input

Matriks bobot

Lapisan Output

Nilai output w11

X1 X2 X3

Y1 Y2

w12

w21 w22

w31 w32

(5)

Gambar 8.5 Jaringan syaraf dengan banyak lapisan.

c. Jaringan dengan lapisan kompetitif (competitive layer net)

Umumnya, hubungan antar neuron pada lapisan kompetitif ini tidak diperlihatkan pada diagram arsitektur. Gambar 8.6 menunjukkan salah satu contoh arsitektur jaringan dengan lapisan kompetitif yang memiliki bobot -.

Gambar 8.6 Jaringan syaraf dengan lapisan kompetitif.

8.5 FUNGSI AKTIVASI

Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan, antara lain:

a. Fungsi Undak Biner (Hard Limit)

Jaringan dengan lapisan tunggal sering menggunakan fungsi undak (step function) untuk mengkonversikan input dari suatu variabel yang bernilai kontinu ke suatu output biner (0 atau 1) (Gambar 8.7).

Nilai input

Lapisan Input

Matriks bobot pertama

Lapisan Tersembunyi

Nilai output v11

X1 X2 X3

Z1 Z2

v12

v21 v22 v31 v32

Matriks bobot kedua

Lapisan Output Y

w1 w2

A1 Am

Ai Aj

-

-

-

- -

-

1 1 1

1

(6)

Fungsi undak biner (hard limit) dirumuskan sebagai:

0 x jika , 1

0 x jika , y 0

Gambar 8.7 Fungsi aktivasi: Undak Biner (hard limit).

b. Fungsi Undak Biner (Threshold)

Fungsi undak biner dengan menggunakan nilai ambang sering juga disebut dengan nama fungsi nilai ambang (threshold) atau fungsi Heaviside (Gambar 8.8).

Fungsi undak biner (dengan nilai ambang ) dirumuskan sebagai:

x jika , 1

x jika , y 0

Gambar 8.8 Fungsi aktivasi: Undak Biner (threshold).

c. Fungsi Bipolar (Symetric Hard Limit)

Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner, hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau –1 (Gambar 8.9).

Fungsi Symetric Hard Limit dirumuskan sebagai:

0 x jika , 1

0 x jika , 0

0 x jika , 1 y

Gambar 8.9 Fungsi aktivasi: Bipolar (symetric hard limit).

0 1 y

x

0 1 y

x

0 1 y

x

-1

(7)

d. Fungsi Bipolar (dengan threshold)

Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner dengan threshold, hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau –1 (Gambar 8.10).

Fungsi bipolar (dengan nilai ambang ) dirumuskan sebagai:

x jika , 1

x jika , y 1

Gambar 8.10 Fungsi aktivasi: Bipolar (threshold).

e. Fungsi Linear (identitas)

Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya (Gambar 8.11).

Fungsi linear dirumuskan sebagai:

x y 

Gambar 8.11 Fungsi aktivasi: Linear (identitas).

f. Fungsi Saturating Linear

Fungsi ini akan bernilai 0 jika inputnya kurang dari –½, dan akan bernilai 1 jika inputnya lebih dari ½. Sedangkan jika nilai input terletak antara –½ dan

½, maka outpunya akan bernilai sama dengan nilai input ditambah ½ (Gambar 8.12).

Fungsi saturating linear dirumuskan sebagai:

5 , 0 x jika

; 0

5 , 0 x 5 , 0 jika

; 5 , 0 x

5 , 0 x jika

; 1 y

0 1 y

x

-1

0 1 y

x

-1

-1 1

(8)

Gambar 8.12 Fungsi aktivasi: Saturating Linear

g. Fungsi Symetric Saturating Linear

Fungsi ini akan bernilai -1 jika inputnya kurang dari –1, dan akan bernilai 1 jika inputnya lebih dari 1. Sedangkan jika nilai input terletak antara –1 dan 1, maka outpunya akan bernilai sama dengan nilai inputnya (Gambar 8.13).

Fungsi symetric saturating linear dirumuskan sebagai:

1 x jika

; 1

1 x 1 jika

; x

1 x jika

; 1 y

Gambar 8.13 Fungsi aktivasi: Symetric Saturating Linear.

h. Fungsi Sigmoid Biner.

Fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1.

Namun, fungsi ini bisa juga digunakan oleh jaringan syaraf yang nilai outputnya 0 atau 1 (Gambar 8.14).

Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai:

e x 1 ) 1 x ( f

y

dengan: f'(x)f(x)[1f(x)]

0 1 y

-0,5 0,5 x

0 1 y

x

-1 1

-1

(9)

Gambar 8.14 Fungsi aktivasi: Sigmoid Biner.

i. Fungsi Sigmoid Bipolar

Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai –1 (Gambar 8.15).

Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai:

x x e 1

e ) 1 x ( f

y

dengan: [1 f(x)][1 f(x)]

) 2 x ( '

f

Fungsi ini sangat dekat dengan fungsi hyperbolic tangent. Keduanya memiliki range antara –1 sampai 1. Untuk fungsi hyperbolic tangent, dirumuskan sebagai:

x x

x x

e e

e ) e

x ( f

y

atau

x 2

x 2 e 1

e ) 1 x ( f

y

dengan: f'(x)[1f(x)][1f(x)]

Gambar 8.15 Fungsi aktivasi: Sigmoid Bipolar.

-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

x

y

=0,5

=1

=2

-1 0 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 1 0

-1 -0 . 8 -0 . 6 -0 . 4 -0 . 2 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1

x

y

=0,5

=1

=2

(10)

8.6 PROSES PEMBELAJARAN

Pada otak manusia, informasi yang dilewatkan dari satu neuron ke neuron yang lainnya berbentuk rangsangan listrik melalui dendrit. Jika rangsangan tersebut diterima oleh suatu neuron, maka neuron tersebut akan membangkitkan output ke semua neuron yang berhubungan dengannya sampai informasi tersebut sampai ke tujuannya yaitu terjadinya suatu reaksi. Jika rangsangan yang diterima terlalu halus, maka output yang dibangkitkan oleh neuron tersebut tidak akan direspon. Tentu saja sangatlah sulit untuk memahami bagaimana otak manusia bisa belajar. Selama proses pembelajaran, terjadi perubahan yang cukup berarti pada bobot-bobot yang menghubungkan antar neuron. Apabila ada rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah diterima oleh neuron, maka neuron akan memberikan reaksi dengan cepat. Namun apabila kelak ada rangsangan yang berbeda dengan apa yang telah diterima oleh neuron, maka neuron akan segera beradaptasi untuk memberikan reaksi yang sesuai.

Jaringan syaraf akan mencoba untuk mensimulasikan kemampuan otak manusia untuk belajar. Jaringan syaraf tiruan juga tersusun atas neuron0neuron dan dendrit. Tidak seperti model biologis, jaringan syaraf memiliki struktur yang tidak dapat diubah, dibangun oleh sejumlah neuron, dan memiliki nilai tertentu yang menunjukkan seberapa besar koneksi antara neuron (yang dikenal dengan nama bobot). Perubahan yang terjadi selama proses pembelajaran adalah perubahan nilai bobot. Nilai bobot akan bertambah, jika informasi yang diberikan oleh neuron yang bersangkutan tersampaikan, sebaliknya jika informasi tidak disampaikan oleh suatu neuron ke neuron yang lain, maka nilai bobot yang menghubungkan keduanya akan dikurangi. Pada saat pembelajaran dilakukan pada input yang berbeda, maka nilai bobot akan diubah secara dinamis hingga mencapai suatu nilai yang cukup seimbang. Apabila nilai ini telah tercapai mengindikasikan bahwa tiap-tiap input telah berhubungan dengan output yang diharapkan.

a. Pembelajaran terawasi (supervised learning)

Metode pembelajaran pada jaringan syaraf disebut terawasi jika output yang diharapkan telah diketahui sebelumnya.

Contoh: andaikan kita memiliki jaringan syaraf yang akan digunakan untuk mengenali pasangan pola, misalkan pada operasi AND:

Input target

0 0 0

0 1 0

1 0 0

1 1 1

Pada proses pembelajaran, satu pola input akan diberikan ke satu neuron pada lapisan input. Pola ini akan dirambatkan di sepanjang jaringan syaraf hingga sampai ke neuron pada lapisan output. Lapisan output ini akan membangkitkan pola output yang nantinya akan dicocokkan dengan pola output targetnya.

Apabila terjadi perbedaan antara pola output hasil pembelajaran dengan pola target, maka disini akan muncul error. Apabila nilai error ini masih cukup besar, mengindikasikan bahwa masih perlu dilakukan lebih banyak pembelajaran lagi.

(11)

b. Pembelajaran tak terawasi (unsupervised learning)

Pada metode pembelajaran yang tak terawasi ini tidak memerlukan target output.

Pada metode ini, tidak dapat ditentukan hasil yang seperti apakah yang diharapkan selama proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu tergantung pada nilai input yang diberikan. Tujuan pembelajaran ini adalah mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu. Pembelajaran ini biasanya sangat cocok untuk pengelompokan (klasifikasi) pola.

8.7 PEMBELAJARAN TERAWASI (SUPERVISED LEARNING) A. Hebb Rule

Hebb rule adalah metode pembelajaran yang paling sederhana. Pada metode ini pembelajaran dilakukan dengan cara memperbaiki nilai bobot sedemikian rupa sehingga jika ada 2 neuron yang terhubung, dan keduanya pada kondisi ‘hidup’

(on) pada saat yang sama, maka bobot antara keduanya dinaikkan. Apabila data direpresentasikan secara bipolar, maka perbaikan bobotnya adalah:

wi(baru) = wi(lama) + xi*y dengan:

wi : bobot data input ke-i;

xi : input data ke-i.

y : output data.

Misalkan kita gunakan pasangan vektor input s dan vektor output sebagai pasangan vektor yang akan dilatih. Sedangkan vektor yang hendak digunakan untuk testing adalah vektor x.

Algoritma

0. Inisialisasi semua bobot:

wij = 0; dengan i=1,2,...,n; dan j=1,2,...,m.

1. Untuk setiap pasangan input-output (s-t), lakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Set input dengan nilai sama dengan vektor input:

xi = si; (i=1,2,...,n)

b. Set output dengan nilai sama dengan vektor output:

yj = tj; (j=1,2,...,m) c. Perbaiki bobot:

wij(baru) = wij(lama) + xi*yj; (i=1,2,...,n; dan j=1,2,...,m) dengan catatan bahwa nilai bias selalu 1.

Contoh 8.1:

Misalkan kita ingin membuat jaringan syaraf untuk melakukan pembelajaran terhadap fungsi OR dengan input dan target bipolar sebagai berikut:

(12)

Input Bias Target -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 -1 1 1 1 1 1 1

Bobot awal dan bobot bias kita set=0.

Arsitektur jaringan untuk contoh 8.1.

Gambar 8.16 Arsitektur jaringan contoh 8.1.

X = -1 -1 -1 1 1 -1 1 1 T = -1 1 1 1

Bobot awal = w =

0 0 b = 0

Perubahan bobot:

Data ke-1

w1 = 0 + 1 = 1 w2 = 0 + 1 = 1 b = 0 - 1 = -1 Data ke-2

w1 = 1 - 1 = 0 w2 = 1 + 1 = 2 b = -1 + 1 = 0 Data ke-3

w1 = 0 + 1 = 1 w2 = 2 - 1 = 1 b = 0 + 1 = 1 Data ke-4

w1 = 1 + 1 = 2 w2 = 1 + 1 = 2 b = 1 + 1 = 2

F(y_in)

y_in y

x1

x2

1

b w2

w1

xw+b

(13)

Kita bisa melakukan pengetesan terhadap salah satu data yang ada, misal kita ambil x=[-1 –1].

Y = 2 + (-1*2) + (-1*2) = -2

B. Perceptron

Perceptron juga termasuk salah satu bentuk jaringan syaraf yang sederhana.

Perceptron biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan suatu tipe pola tertentu yang sering dikenal dengan pemisahan secara linear. Pada dasarnya, perceptron pada jaringan syaraf dengan satu lapisan memiliki bobot yang bisa diatur dan suatu nilai ambang (threshold). Algoritma yang digunakan oleh aturan perceptron ini akan mengatur parameter-parameter bebasnya melalui proses pembelajaran.

Nilai threshold () pada fungsi aktivasi adalan non negatif. Fungsi aktivasi ini dibuat sedemikian rupa sehingga terjadi pembatasan antara daerah positif dan daerah negatif (Gambar 8.17).

Gambar 8.17 Pembatasan linear dengan perceptron.

Garis pemisah antara daerah positif dan daerah nol memiliki pertidaksamaan:

w1x1 + w2x2 + b > 

Sedangkan garis pemisah antara daerah negatif dengan daerah nol memiliki pertidaksamaan:

w1x1 + w2x2 + b < -

Misalkan kita gunakan pasangan vektor input s dan vektor output sebagai pasangan vektor yang akan dilatih.

Algoritma:

0. Inisialisasi semua bobot dan bias:

(untuk sederhananya set semua bobot dan bobot bias sama dengan nol).

Set learning rate:  (0 <   1).

(untuk sederhananya set sama dengan 1).

1. Selama kondisi berhenti bernilai false, lakukan langkah-langkah sebagai berikut:

(i). Untuk setiap pasangan pembelajaran s-t, kerjakan:

a. Set input dengan nilai sama dengan vektor input:

xi = si;

x1

x2

+ -

- +

daerah positif daerah

negatif

daerah nol

(14)

b. Hitung respon untuk unit output:

i

i iw x b in _

y

in _ y jika ,

1

in _ y jika , 0

in _ y jika ,

1 y

c. Perbaiki bobot dan bias jika terjadi error:

Jika y  t maka:

wi(baru) = wi(lama) + *t*xi

b(baru) = b(lama) + *t jika tidak, maka:

wi(baru) = wi(lama) b(baru) = b(lama)

(ii). Tes kondisi berhenti: jika tidak terjadi perubahan bobot pada (i) maka kondisi berhenti TRUE, namun jika masih terjadi perubahan maka kondisi berhenti FALSE.

Algoritma di atas bisa digunakan baik untuk input biner maupun bipolar, dengan  tertentu, dan bias yang dapat diatur. Pada algoritma tersebut bobot-bobot yang diperbaiki hanyalah bobot-bobot yang berhubungan dengan input yang aktif (xi  0) dan bobot-bobot yang tidak menghasilkan nilai y yang benar.

Contoh 8.2:

Misalkan kita ingin membuat jaringan syaraf untuk melakukan pembelajaran terhadap fungsi AND dengan input biner dan target bipolar sebagai berikut:

Input Bias Target 1 1 1 1 1 0 1 -1 0 1 1 -1 0 0 1 -1

Arsitektur jaringan untuk contoh 8.2 terlihat pada Gambar 8.18.

Gambar 8.18 Arsitektur jaringan contoh 8.2.

Bobot awal : w = [0,0 0,0]

Bobot bias awal : b = [0,0]

Learning rate (alfa): 0,8 Threshold (tetha) : 0,5

F(y_in)

y_in y

x1

x2

1

b w2

w1

xw+b

(15)

Epoh ke-1

--- Data ke-1

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = 1

Bobot baru:

w1 = 0,0 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 0,8 w2 = 0,0 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 0,8 Bobot bias baru:

b = 0,0 + 0,8 * 1,0 = 0,8 Data ke-2

y_in = 0,8 + 0,8 + 0,0 = 1,6 Hasil aktivasi = 1 (y_in >0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 0,8 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 0,0 w2 = 0,8 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 0,8 Bobot bias baru:

b = 0,8 + 0,8 * -1,0 = 0,0 Data ke-3

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,8 = 0,8 Hasil aktivasi = 1 (y_in >0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 0,0 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 0,0 w2 = 0,8 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 0,0 Bobot bias baru:

b = 0,0 + 0,8 * -1,0 = -0,8 Data ke-4

y_in = -0,8 + 0,0 + 0,0 = -0,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Epoh ke-2

--- Data ke-1

y_in = -0,8 + 0,0 + 0,0 = -0,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = 1

Bobot baru:

w1 = 0,0 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 0,8 w2 = 0,0 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 0,8 Bobot bias baru:

b = -0,8 + 0,8 * 1,0 = 0,0 Data ke-2

y_in = 0,0 + 0,8 + 0,0 = 0,8 Hasil aktivasi = 1 (y_in >0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 0,8 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 0,0 w2 = 0,8 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 0,8 Bobot bias baru:

b = 0,0 + 0,8 * -1,0 = -0,8

(16)

Data ke-3

y_in = -0,8 + 0,0 + 0,8 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 0,0 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 0,0 w2 = 0,8 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 0,0 Bobot bias baru:

b = -0,8 + 0,8 * -1,0 = -1,6 Data ke-4

y_in = -1,6 + 0,0 + 0,0 = -1,6 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Epoh ke-3

--- Data ke-1

y_in = -1,6 + 0,0 + 0,0 = -1,6 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = 1

Bobot baru:

w1 = 0,0 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 0,8 w2 = 0,0 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 0,8 Bobot bias baru:

b = -1,6 + 0,8 * 1,0 = -0,8 Data ke-2

y_in = -0,8 + 0,8 + 0,0 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 0,8 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 0,0 w2 = 0,8 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 0,8 Bobot bias baru:

b = -0,8 + 0,8 * -1,0 = -1,6 Data ke-3

y_in = -1,6 + 0,0 + 0,8 = -0,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Data ke-4

y_in = -1,6 + 0,0 + 0,0 = -1,6 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Epoh ke-4

--- Data ke-1

y_in = -1,6 + 0,0 + 0,8 = -0,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = 1

Bobot baru:

w1 = 0,0 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 0,8 w2 = 0,8 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 1,6 Bobot bias baru:

b = -1,6 + 0,8 * 1,0 = -0,8

(17)

Data ke-2

y_in = -0,8 + 0,8 + 0,0 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 0,8 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 0,0 w2 = 1,6 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 1,6 Bobot bias baru:

b = -0,8 + 0,8 * -1,0 = -1,6 Data ke-3

y_in = -1,6 + 0,0 + 1,6 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 0,0 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 0,0 w2 = 1,6 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 0,8 Bobot bias baru:

b = -1,6 + 0,8 * -1,0 = -2,4 Data ke-4

y_in = -2,4 + 0,0 + 0,0 = -2,4 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Epoh ke-5

--- Data ke-1

y_in = -2,4 + 0,0 + 0,8 = -1,6 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = 1

Bobot baru:

w1 = 0,0 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 0,8 w2 = 0,8 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 1,6 Bobot bias baru:

b = -2,4 + 0,8 * 1,0 = -1,6 Data ke-2

y_in = -1,6 + 0,8 + 0,0 = -0,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Data ke-3

y_in = -1,6 + 0,0 + 1,6 = -0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 0,8 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 0,8 w2 = 1,6 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 0,8 Bobot bias baru:

b = -1,6 + 0,8 * -1,0 = -2,4 Data ke-4

y_in = -2,4 + 0,0 + 0,0 = -2,4 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Epoh ke-6

---

(18)

Data ke-1

y_in = -2,4 + 0,8 + 0,8 = -0,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = 1

Bobot baru:

w1 = 0,8 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 1,6 w2 = 0,8 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 1,6 Bobot bias baru:

b = -2,4 + 0,8 * 1,0 = -1,6 Data ke-2

y_in = -1,6 + 1,6 + 0,0 = -0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 1,6 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 0,8 w2 = 1,6 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 1,6 Bobot bias baru:

b = -1,6 + 0,8 * -1,0 = -2,4 Data ke-3

y_in = -2,4 + 0,0 + 1,6 = -0,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Data ke-4

y_in = -2,4 + 0,0 + 0,0 = -2,4 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Epoh ke-7

--- Data ke-1

y_in = -2,4 + 0,8 + 1,6 = -0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = 1

Bobot baru:

w1 = 0,8 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 1,6 w2 = 1,6 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 2,4 Bobot bias baru:

b = -2,4 + 0,8 * 1,0 = -1,6 Data ke-2

y_in = -1,6 + 1,6 + 0,0 = -0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 1,6 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 0,8 w2 = 2,4 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 2,4 Bobot bias baru:

b = -1,6 + 0,8 * -1,0 = -2,4 Data ke-3

y_in = -2,4 + 0,0 + 2,4 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 0,8 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 0,8 w2 = 2,4 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 1,6 Bobot bias baru:

(19)

b = -2,4 + 0,8 * -1,0 = -3,2 Data ke-4

y_in = -3,2 + 0,0 + 0,0 = -3,2 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Epoh ke-8

--- Data ke-1

y_in = -3,2 + 0,8 + 1,6 = -0,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = 1

Bobot baru:

w1 = 0,8 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 1,6 w2 = 1,6 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 2,4 Bobot bias baru:

b = -3,2 + 0,8 * 1,0 = -2,4 Data ke-2

y_in = -2,4 + 1,6 + 0,0 = -0,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Data ke-3

y_in = -2,4 + 0,0 + 2,4 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 1,6 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 1,6 w2 = 2,4 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 1,6 Bobot bias baru:

b = -2,4 + 0,8 * -1,0 = -3,2 Data ke-4

y_in = -3,2 + 0,0 + 0,0 = -3,2 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Epoh ke-9

--- Data ke-1

y_in = -3,2 + 1,6 + 1,6 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = 1

Bobot baru:

w1 = 1,6 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 2,4 w2 = 1,6 + 0,8 * 1,0 * 1,0 = 2,4 Bobot bias baru:

b = -3,2 + 0,8 * 1,0 = -2,4 Data ke-2

y_in = -2,4 + 2,4 + 0,0 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-0,5 < y_in <0,5) Target = -1

Bobot baru:

w1 = 2,4 + 0,8 * -1,0 * 1,0 = 1,6 w2 = 2,4 + 0,8 * -1,0 * 0,0 = 2,4 Bobot bias baru:

b = -2,4 + 0,8 * -1,0 = -3,2

(20)

Data ke-3

y_in = -3,2 + 0,0 + 2,4 = -0,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Data ke-4

y_in = -3,2 + 0,0 + 0,0 = -3,2 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Epoh ke-10

--- Data ke-1

y_in = -3,2 + 1,6 + 2,4 = 0,8 Hasil aktivasi = 1 (y_in >0,5) Target = 1

Data ke-2

y_in = -3,2 + 1,6 + 0,0 = -1,6 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Data ke-3

y_in = -3,2 + 0,0 + 2,4 = -0,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Data ke-4

y_in = -3,2 + 0,0 + 0,0 = -3,2 Hasil aktivasi = -1 (y_in < -0,5) Target = -1

Pada epoh ke-10 ini sudah tidak terjadi perubahan bobot, sehingga proses pembelajaran dihentikan. Hasil akhir diperoleh:

Nilai bobot, w1 = 1,6; dan w2 = 2,4.

Bobot bias, b = -3,2.

Dengan demikian garis yang membatasi daerah positif dengan daerah nol memenuhi pertidaksamaan:

1,6 x1 + 2,4 x2 – 3,2 > 0,5

Sedangkan garis yang membatasi daerah negatif dengan daerah nol memenuhi pertidaksamaan:

1,6 x1 + 2,4 x2 – 3,2 < -0,5 C. Delta Rule

Pada delta rule akan mengubah bobot yang menghubungkan antara jaringan input ke unit output (y_in) dengan nilai target (t). Hal ini dilakukan untuk meminimalkan error selama pelatihan pola. Delta rule untuk memperbaiki bobot ke-i (untuk setiap pola) adalah:

wi = (t – y_in)*xi;

(21)

dengan:

x = vektor input.

y_in = input jaringan ke unit output Y.

n

1 i

i i*w x in _ y

t = target (output).

Nilai w baru diperoleh dari nilai w lama ditambah dengan w, wi = wi + wi

Contoh 8.3:

Akan dibentuk jaringan syaraf untuk operasi OR (Tabel 8.1).

Tabel 8.1. Operasi OR

x1 x2 Target (t)

x1 OR x2

0 0 1 1

0 1 0 1

0 1 1 1

Ada 2 input (x1 dan x2) dengan 1 output (target t). Arsitektur jaringan terdiri-dari 1 lapisan input dan satu lapisan output (Gambar 8.19). Hanya ada 1 neuron pada lapisan output.

Gambar 8.19 Arsitektur jaringan pada Contoh 8.3.

Karena target yang diharapkan berbentuk biner, maka fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi undak biner, dengan  = 0,5. Learning rate yang digunakan adalah  = 0,2. Bobot awal yang dipilih w1 = 0,1 dan w2 = 0,3. Disini nilai error () diperoleh dari nilai t-y.

Pada Epoh pertama:

 Data ke-1 :

 x11 = 0; x12 = 0; t1 = 0.

 w1 = 0,1 dan w2 = 0,3.

 a11 = x11w1 + x12w2 = 0*0,1 + 0*0,3 = 0.

 y11 = 0, karena a11 = 0  0,5.

 11 = t1 – y11 = 0 – 0 = 0.

 w1 = w1 + *x11*11 = 0,1 + 0,2*0*0 = 0,1.

 w2 = w2 + *x12*11 = 0,3 + 0,2*0*0 = 0,3.

 Data ke-2 :

 x21 = 0; x22 = 1; t2 = 1.

F(y_in)

y_in y

x1

x2 w2

w1

xw

(22)

 w1 = 0,1 dan w2 = 0,3.

 a12 = x21w1 + x22w2 = 0*0,1 + 1*0,3 = 0,3.

 y12 = 0, karena a12 = 0,3  0,5.

 12 = t2 – y12 = 1 – 0 = 1.

 w1 = w1 + *x21*12 = 0,1 + 0,2*0*1 = 0,1.

 w2 = w2 + *x22*12 = 0,3 + 0,2*1*1 = 0,5.

 Data ke-3 :

 x31 = 1; x32 = 0; t3 = 1.

 w1 = 0,1 dan w2 = 0,5.

 a13 = x31w1 + x32w2 = 1*0,1 + 0*0,5 = 0,1.

 y13 = 0, karena a13 = 0,1  0,5.

 13 = t3 – y13 = 1 – 0 = 1.

 w1 = w1 + *x31*13 = 0,1 + 0,2*1*1 = 0,3.

 w2 = w2 + *x32*13 = 0,5 + 0,2*0*1 = 0,5.

 Data ke-4 :

 x41 = 1; x42 = 1; t4 = 1.

 w1 = 0,3 dan w2 = 0,5.

 a14 = x41w1 + x42w2 = 1*0,3 + 1*0,5 = 0,8.

 y14 = 1, karena a14 = 0,8 > 0,5.

 14 = t4 – y14 = 1 – 1 = 0.

 w1 = w1 + *x41*14 = 0,3 + 0,2*1*0 = 0,3.

 w2 = w2 + *x42*14 = 0,5 + 0,2*0*0 = 0,5.

Pada Epoh kedua:

 Data ke-1 :

 x11 = 0; x12 = 0; t1 = 0.

 w1 = 0,3 dan w2 = 0,5.

 a21 = x11w1 + x12w2 = 0*0,3 + 0*0,5 = 0.

 y21 = 0, karena a21 = 0  0,5.

 21 = t1 – y21 = 0 – 0 = 0.

 w1 = w1 + *x11*21 = 0,3 + 0,2*0*0 = 0,3.

 w2 = w2 + *x12*21 = 0,5 + 0,2*0*0 = 0,5.

Demikian seterusnya. Hasil akhir, dengan Err=0 tercapai pada Epoh ke-4. Hasil selengkapnya terlihat pada Tabel 8.2.

Tabel 8.2. Hasil pembelajaran sampai epoh ke-4.

Epoh x1 x2 t Bobot Awal

a y Bobot Akhir

w1 w2 w1 w2

1 0 0 0 0,1 0,3 0 0 0,0 0,1 0,3

0 1 1 0,1 0,3 0,3 0 1,0 0,1 0,5 1 0 1 0,1 0,5 0,1 0 1,0 0,3 0,5 1 1 1 0,3 0,5 0,8 1 0,0 0,3 0,5

2 0 0 0 0,3 0,5 0 0 0,0 0,3 0,5

0 1 1 0,3 0,5 0,5 0 1,0 0,3 0,7 1 0 1 0,3 0,7 0,3 0 1,0 0,5 0,7 1 1 1 0,5 0,7 1,2 1 0,0 0,5 0,7

3 0 0 0 0,5 0,7 0 0 0,0 0,5 0,7

0 1 1 0,5 0,7 0,7 1 0,0 0,5 0,7 1 0 1 0,5 0,7 0,5 0 1,0 0,7 0,7 1 1 1 0,7 0,7 1,4 1 0,0 0,7 0,7

4 0 0 0 0,7 0,7 0 0 0,0 0,7 0,7

0 1 1 0,7 0,7 0,7 1 0,0 0,7 0,7 1 0 1 0,7 0,7 0,7 1 0,0 0,7 0,7

(23)

1 1 1 0,7 0,7 1,4 1 0,0 0,7 0,7 D. Backpropagation

Backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-neuran yang ada pada lapisan tersembunyinya.

Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu.

Pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid, yaitu:

e x 1 ) 1 x (

f

Arsitektur jaringan backpropagation seperti terlihat pada Gambar 8.20.

Gambar 8.20 Arsitektur jaringan backpropagation.

Algoritma backpropagation:

 Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil).

 Kerjakan langkah-langkah berikut selama kondisi berhenti bernilai FALSE:

1. Untuk tiap-tiap pasangan elemen yang akan dilakukan pembelajaran, kerjakan:

Feedforward:

a. Tiap-tiap unit input (Xi, i=1,2,3,...,n) menerima sinyal xi dan meneruskan sinyak tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya (lapisan tersembunyi).

b. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zi, j=1,2,3,...,p) menjumlahkan sinyal- sinyal input terbobot:

n 1 i

ij j i

0

j v xv

in _ z

gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya:

X1

X2

X3

Y1

Y2

Y3

Z1

Z2

v11

v12

v21

v22

v31

v32

w11

w12

w13

w21

w22

w23

(24)

zj = f(z_inj)

dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit- unit output).

c. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,...,m) menjumlahkan sinyal- sinyal input terbobot.

p 1 i

jk k i

0

k w zw

in _ y

gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya:

yk = f(y_ink)

dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit- unit output).

Backpropagation

d. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,...,m) menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pembelajaran, hitung informasi errornya:

k = (tk – yk) f’(y_ink)

kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai wjk):

wjk =  k zj

hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w0k):

w0k =  k

kirimkan k ini ke unit-unit yang ada di lapisan bawahnya.

e. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,...,p) menjumlahkan delta inputnya (dari unit-unit yang berada pada lapisan di atasnya):

m

1 k

jk k

j w

in

_

kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi error:

j = _inj f’(z_inj)

kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai vij):

vjk =  j xi

hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai v0j):

(25)

v0j =  j

f. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,...,m) memperbaiki bias dan bobotnya (j=0,1,2,...,p):

wjk(baru) = wjk(lama) + wjk

Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,...,p) memperbaiki bias dan bobotnya (i=0,1,2,...,n):

vij(baru) = vij(lama) + vij 2. Tes kondisi berhenti,

Contoh 8.4:

Akan dibentuk jaringan syaraf untuk operasi XOR. Ada 2 input (X1 dan X2) dengan 1 output (target T). Arsitektur jaringan (Gambar 8.21) terdiri-dari:

 1 lapisan input,

 1 lapisan tersembunyi dengan 4 neuron, fungsi aktivasi yang digunakan pada setiap neuron pada lapisan ini adalah fungsi sigmoid (z=

in _ e z 1

1

).

 1 lapisan output dengan 1 neuron, fungsi aktivasi yang digunakan pada neuron di lapisan ini adalah fungsi sigmoid (y=

in _ e y 1

1

).

Bobot awal yang menghubungkan neuron-neuron pada lapisan input dan lapisan tersembunyi (v11, v12, v21, v22) dan bobot bias v01 dan v02 dipilih secara acak.

Demikian pula bobot awal yang menghubungkan neuron-neuron pada lapisan tersembunyi dan lapisan output (w1, w2) dan bobot bias w0 juga dipilih secara acak.

Gambar 8.21 Arsitektur jaringan syaraf untuk backpropagation: Operasi XOR.

x1

2

1 i

3 i i

3 xv

0 v x1

x2

1

x1

2

1 i

1 i i

1 xv

0 v

x1

2

1 i

2 i i

2 xv

0 v

4

1 i

i iw x 0 w v11

1 v12

v21 v22

v01 v02

z_in1

z_in2

z1

z2 w1

w2

w0

y_in y

x1

2

1 i

4 i i

4 xv

0 v v23

v24 v13 v14

v03

v04

z_in3

z_in4

z3

z4

w3

w4

(26)

Pada inisialisasi ditetapkan:

X = 0 0 0 1 1 0 1 1 T = 0 1 1 0

Jumlah neuron pada input layer = 4 Jumlah neuron pada hidden layer = 2 Jumlah neuron pada output layer = 1 Learning rate () = 0,02

Maksimum Epoh = 500 Target Error = 0,01

Bobot awal (ditentukan secara acak):

 Bobot Awal input ke hidden v =

0,9562 0,7762 0,1623 0,2886 0,1962 0,6133 0,0311 0,9711

 Bobot Awal bias ke hidden v0 =

0,7496 0,3796 0,7256 0,1628

 Bobot Awal hidden ke output w =

0,2280 0,9585 0,6799 0,0550

 Bobot Awal bias ke output w0 =

0,9505 Pembelajaran:

 Epoh ke-1:

Data ke = 1

--- Operasi pada Hidden Layer --->

> Penjumlahan terbobot:

z_in1 = v01 + v11*x11 + v21*x12

= 0,7496 + 0,9562*0 + 0,1962*0

= 0,7496

z_in2 = v02 + v12*x11 + v22*x12

= 0,3796 + 0,7762*0 + 0,6133*0

= 0,3796

(27)

z_in3 = v03 + v13*x11 + v23*x12

= 0,7256 + 0,1623*0 + 0,0311*0

= 0,7256

z_in4 = v04 + v14*x11 + v24*x12

= 0,1628 + 0,2886*0 + 0,9711*0

= 0,1628

> Pengaktifan:

6791 , 0 e

1 z 1

7496 ,

1 0

5938 , 0 e

1 z 1

3796 ,

2 0

6738 , 0 e

1 z 1

7256 ,

3 0

5406 , 0 1 e

1 z 2

1628 ,

4 0

Operasi pada Output Layer --->

> Perkalian:

y_in = w0 + w1*z1 + w2*z2 + w3*z3 + w4*z4

= 0,9505 + 0,2280*0,6791 + 0,9585*0,5938 + 0,6799*0,6738 + 0,0550*0,5406

= 2,1623 > Pengaktifan:

0,8968

e 1 y 1

1623 ,

2

Error = 0 – 0,8968 = -0,8968

Jumlah Kuadrat Error = (-0,8968)2 = 0,80428

1 y_in y_in

e 1 1 1

* e

1

* 1 ) y T (

08299 , 0 e

1 1 1

* e

1

* 1 ) 8968 , 0 0

( 2,1623 2,1623

1

1 * *z

w  

05636 , 0 6791 , 0

* ) 08299 , 0 (

* 1

w1

2

2 * *z

w  

04928 , 0 5936 , 0

* ) 08299 , 0 (

* 1

w2

3

3 * *z

w  

Gambar

Gambar 8.1  Susunan syaraf manusia.
Gambar 8.2 Struktur neuron jaringan syaraf.
Gambar 8.3  Jaringan syaraf dengan 3 lapisan.
Gambar 8.4  Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal.
+7

Referensi

Dokumen terkait

morning call jam 5 pagi,Setelah early breakfast jam 5.30 pagi,kemudian jam 6 pagi mulai trip dengan menikmati keindahan taman laut Raja Ampat dengan tour ke

Dari data hasil percobaan didapat bahwa semakin besar kecepatan pengadukan yaitu pada 600 rpm maka CNSL yang didapat (Ca) akan semakin besar pada waktu ekstraksi

Dimana dalam mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan rasa minat dan prestasi belajar pada siswa dengan menggunakan berbagai metode

Dalam kesepakatan yang ditandatangani 10 Agustus 2017, kedua negara menunjuk Rostec dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai pelaksana teknis imbal beli antara

Dari hasil analisis pada penelitian ini disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) efektif untuk meningkatkan berfikir kritis

Simpulan penelitian ini adalah CPOT merupakan instrumen penilaian nyeri yang lebih tepat dan cermat dibanding dengan skala COMFORT, namun tidak terdapat perbedaan reliabilitas

Kuesioner ini terdiri beberapa bagian, yakni berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kelelahan pada pengemudi

Hal ini berarti bahwa waktu aplikasi pupuk nitrogen yang berbeda memberikan kandungan protein yang bervariasi, dengan kata lain bahwa kandungan protein pada mutu