• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

3.1 Gambaran Umum Kota Bandung

Dalam konteks nasional, Kota Bandung mempunyai kedudukan dan peran yang strategis. Dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) bersama sama dengan 14 kota lainnya. Selain itu dalam RTRWN tersebut, Kota Bandung dan sebagian wilayah Kabupaten Bandung ditetapkan sebagai Kawasan Andalan Cekungan Bandung dan sekitarnya dengan sektor unggulan industri, petanian tanaman pangan, pariwisata, dan perkebunan.

Wilayah Kota Bandung dengan luas 16.729,65 Ha, terbagi menjadi 6 Wilayah Pengembangan (WP), yaitu WP Bojonegara, WP Cibeunying, WP, Tegalega, WP Karees, WP Ujungberung, dan WP Gedebage, serta 26 kecamatan.

Saat ini, jumlah penduduk Kota Bandung diperkirakan sebesar 2,3 juta jiwa, dengan kepadatan penduduk sekitar 13.748 jiwa/km

2

. Hal tersebut sudah sangat jauh di atas standar kepadatan penduduk Kota Bandung yaitu 12.000-13.000 jiwa/km

2

. Dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,5% per tahun, maka pada tahun 2008, penduduk Kota Bandung diproyeksikan mencapai ± 2,6 juta jiwa dan ± 2,95 juta jiwa pada tahun 2013 (berdasarkan hasil proyeksi RTRW Kota Bandung 2013).

Perbedaan tingkat kepadatan dan pola penyebaran jumlah penduduk di Kota Bandung, berimplikasi pada intensitas kegiatan dan mempengaruhi pergerakan penduduk serta kebutuhan transportasi Kota Bandung. Apabila pergerakan yang terjadi (demand) tidak seimbang dengan kapasitas jalan (supply) yang ada, maka akan menimbulkan persoalan lalu lintas di ruas-ruas jalan tertentu.

Pergerakan lalu lintas di Kota Bandung yang sebagian besar menuju

pusat kota/perdagangan (Central Bisinis District) di sekitar Jalan Dewi Sartika,

Jalan Asia Afrika, Jalan Merdeka, Jalan Diponegoro, Jalan Cihampelas, dan

sebagainya juga karena adanya pergerakan arus yang memasuki Kota Bandung

(2)

pada hari-hari libur untuk keperluan wisata ataupun hanya melintasi (trought traffic).

Pola perjalanan yang ada di Kota Bandung menunjukkan bahwa pergerakan penduduk dari luar Kota Bandung (eksternal/regional) menuju wilayah internal (Kota Bandung) adalah cukup besar (perjalanan eksternal-internal). Hal ini disebabkan banyaknya penduduk di luar Kota Bandung yang bekerja di Kota Bandung. Sedangkan untuk pola perjalanan yang ada di Kota Bandung sendiri (internal) pada umumnya dibangkitkan dari kawasan perumahan menuju pusat kota sebagai pusat kegiatan Kota Bandung. Pola jaringan transportasi di Kawasan Kota Bandung menunjukkan karakteristik sebagai berikut:

1. Pola jaringan cenderung membentuk pola kombinasi radial konsentris sesuai dengan pola guna lahannya dengan beberapa poros utama kota, serta pada sebagian besar ruas jalan utama terdapat interaksi (simpangan) dengan jarak antara sangat dekat.

2. Pola jaringan pada kawasan perluasan (internal kota) membentuk pola radial untuk mengarahkan arus pergerakan tidak melalui pusat kota.

3. Pola jaringan pada kawasan pinggiran (luar kota) dilayani dengan jaringan jalan tol untuk memisahkan arus pergerakan regional tidak bercampur dengan pergerakan internal kota.

Jaringan jalan di Kota Bandung terdiri dari jaringan jalan primer untuk lalu lintas regional dan antarkota serta jaringan jalan sekunder untuk lalu lintas perkotaan. Total jaringan jalan di Kota Bandung sampai tahun 2000 adalah 1.139,219 km yang terdiri jalan arteri primer 42,140 Km; jalan arteri sekunder 22,990 Km, jalan kolektor primer 30,712 Km; jalan kolektor sekunder 37,308 Km, jalan lokal sepanjang 1.005,069 Km.

Secara umum tempat-tempat kegiatan seperti pertokoan di wilayah Kota

Bandung belum menyediakan lahan parkir. Akibatnya untuk beberapa jalur jalan

tertentu parkir kendaraan masih menggunakan badan jalan (on street) sebagai

sarana perparkiran. Hal di atas merupakan salah satu penyebab (pemicu)

terjadinya kemacetan lalu-lintas kota karena ruas jalan menjadi terganggu, seperti

yang sering dijumpai di Jalan A. Yani, Jalan Kiaracondong, Jalan Oto

(3)

Iskandardinata, Jalan Dewi Sartika, Jalan RE Martadinata, Jalan Cihampelas, dan lain-lain. Sedangkan sarana perparkiran lain adalah tempat parkir yang berada di luar badan jalan (off street). Tempat parkir ini biasanya disediakan oleh kawasan- kawasan dan tempat-tempat tertentu seperti kawasan perdagangan, perkantoran, pendidikan dan lain-lain.

3.2 Kebijakan dan Kedudukan Jalan Cihampelas dalam Lingkup Kota Bandung

Jalan Cihampelas yang merupakan jalan kolektor sekunder, adalah salah satu jalur yang menghubungkan bagian utara dengan pusat Kota Bandung. Dalam perkembangannya, Jalan Cihampelas ini tumbuh pesat menjadi salah satu kawasan perdagangan dan jasa di Kota Bandung.

Menurut RTRW Kota Bandung 2013, kawasan perdagangan adalah lokasi yang ditetapkan untuk transaksi langsung antara pembeli dan pedagang.

Wadah fisik dari kegiatan transaksi ini antara lain berupa pertokoan, pasar atau pusat belanja. Sedangkan kawasan jasa adalah lokasi yang ditetapkan untuk menyelenggarankan berbagai kegiatan pelayanan dengan wadah fisiknya berupa perkantoran dengan kegiatan ekonomi atau serangkaian kegiatan yang umumnya tidak kasat mata, dan tidak berdampak kepada kepemilikan apapun, yang ditawarkan satu pihak kepada orang lain, yang produknya dinikmati pada saat diproduksi, serta mempunyai nilai tambah dalam berbagai bentuk (kenyamanan, hiburan, kemudahan, atau kesehatan).

Arahan pengembangan kawasan dan kegiatan perdagangan dan jasa berdasarkan RTRW Kota Bandung 2013, antara lain adalah merevitalisasi atau meremajakan kawasan pasar yang tidak tertata dan/atau menurun kualitas pelayanannya dengan tanpa mengubah kelas dan/atau skala pelayanannya yang telah ditetapkan. Kebijakan lainnya yaitu mengendalikan kegiatan perdagangan dan mengarahkan perkembangannya ke lokasi yang sesuai dengan peruntukannya.

Sedangkan untuk kegiatan jasa, arahan pengembangannya antara lain yaitu

mewajibkan penyediaan parkir dan prasarana yang memadai bagi pengembangan

kegiatan jasa.

(4)

3.3 Karakteristik Jalan Cihampelas

Daerah sepanjang Jalan Cihampelas yang berfungsi sebagai jalan kolektor sekunder merupakan suatu kawasan yang termasuk ke dalam Wilayah Pengembangan (WP) Cibeunying. Secara administratif, wilayah studi penelitian ini termasuk ke dalam Kelurahan Cipaganti, Kecamatan Coblong. Sedangkan secara fisik geografis, Jalan Cihampelas dimulai dari persimpangan Jalan Dr.

Setiabudi dan Jalan Ciumbuleuit di sebelah utara, sampai ke persimpangan Jalan Pajajaran dan Jalan Cicendo di sebelah selatan yang terbagi ke dalam 6 ruas jalan, yaitu:

1. Ruas jalan antara Jalan Lamping dan Jalan Dr. Setiabudi 2. Ruas jalan antara Jalan Bapak Husen dan Jalan Lamping 3. Ruas jalan antara Jalan Prof. Eyckman dan Jalan Bapak Husen 4. Ruas jalan antara Jalan Pasteur dan Jalan Prof. Eyckman 5. Ruas jalan antara Jalan Abdul Rivai dan Jalan Pasteur 6. Ruas jalan antara Jalan Pajajaran dan Jalan Abdul Rivai

Dari keenam ruas jalan tersebut, daerah yang diambil sebagai wilayah studi hanya 2 (dua) ruas jalan saja, yaitu ruas jalan antara Jalan Prof. Eyckman dan Jalan Bapak Husen, serta antara Jalan Pasteur dan Jalan Prof. Eyckman, yang selanjutnya demi memudahkan pembuatan laporan tugas akhir ini, akan tetap disebut sebagai Jalan Cihampelas. Pemilihan kedua ruas ini didasarkan kepada konsentrasi kegiatan perdagangan dan jasa yang tinggi pada kedua ruas jalan ini.

3.3.1 Pola Penggunaan Lahan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, penggunaan lahan (dapat dilihat pada Gambar 3.1) di kawasan Jalan Cihampelas didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa. Pembagian lokasi pengamatan dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:

1. Kawasan antara penggal Jalan Bapak Husen dan Jalan Prof. Eyckman

Penggunaan lahan di kawasan ini berupa perkantoran, pendidikan,

rumah sakit, penginapan, perdagangan, dan pusat perbelanjaan (mall).

(5)
(6)
(7)

Dari seluruh penggunaan lahan tersebut, kegiatan perdagangan pakaian jeans merupakan dominasi guna lahan di kawasan ini.

2. Kawasan antara penggal Jalan Prof. Eyckman dan Jalan Pasteur

Penggunaan lahan di kawasan ini berupa perumahan, perdagangan dan jasa, restoran, pusat perbelanjaan, dan bengkel. Dominasi guna lahan berupa perdagangan pakaian jeans.

3.3.2 Kondisi Lalu Lintas di Jalan Cihampelas

Berikut ini akan dibahas mengenai kondisi lalu lintas di Jalan Cihampelas yang meliputi volume dan komposisi kendaraan yang melewati Jalan Cihampelas, kapasitas jalan, serta kecepatan dan waktu tempuh dari masing- masing ruas jalan.

3.3.2.1 Kondisi Geometrik Jalan Cihampelas

Jalan Cihampelas merupakan jalan satu arah dengan dua lajur tak terbagi dengan proporsi jalur yang sama besar (50-50). Median jalan berupa marka garis putus-putus. Kelengkapan jalan yang ada meliputi rambu dilarang berhenti, papan penunjuk arah jalan, area penyeberangan (zebra cross), rambu forbidden, lampu pengatur lalu lintas, dan lampu jalan.

Keadaan fisik koridor wilayah studi pada Ruas 1 (penggal jalan antara Jalan Bapak Husen dan Jalan Prof. Eyckman) adalah sebagai berikut (penampang jalan dapat dilihat pada Gambar 3.2):

1. Panjang jalan kurang lebih 675 meter.

2. Lebar badan jalan rata-rata 7 meter.

3. Lebar efektif jalan rata-rata 6 meter.

4. Lebar bahu jalan efektif rata-rata dibawah 0,5 meter.

5. Lebar trotoar sebelah timur jalan rata-rata 1 meter.

6. Lebar trotoar sebelah barat jalan rata-rata 1,5 meter.

(8)

Lebar trotoar 1 meter

Lebar efektif 6 meter Lebar jalan 7 meter

Lebar trotoar 1,5 meter Lebar bahu jalan

0,5 meter Lebar bahu jalan

0,5 meter

Gambar 3.2 Penampang Jalan di Ruas 1

Sedangkan karakteristik fisik pada Ruas 2 (penggal jalan antara Jalan Prof. Eyckman dan Jalan Pasteur) adalah sebagai berikut (penampang jalan dapat diihat pada Gambar 3.3):

1. Panjang jalan kurang lebih 825 meter.

2. Lebar badan jalan rata-rata 8 meter.

3. Lebar efektif jalan rata-rata 7 meter.

4. Lebar bahu jalan efektif rata-rata dibawah 0,5 meter.

5. Lebar trotoar sebelah timur jalan rata-rata 1 meter.

6. Lebar trotoar sebelah barat jalan rata-rata 1,5 meter.

Lebar trotoar 1 meter

Lebar efektif 7 meter Lebar jalan 8 meter

Lebar trotoar 1,5 meter Lebar bahu jalan

0,5 meter Lebar bahu jalan

0,5 meter

Gambar 3.3 Penampang Jalan di Ruas 2

(9)
(10)
(11)

3.3.2.2 Volume dan Komposisi Kendaraan

Menurut Pignataro dalam Malvina (2005), yang dimaksud dengan volume kendaraan adalah jumlah kendaraan yang melewati titik tertentu pada waktu tertentu atau jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan tertentu pada waktu tertentu. Sedangkan volume maksimum pada saat jam puncak didefinisikan sebagai jumlah volume yang terjadi pada suatu ruas jalan pada waktu jam sibuk (peak hour).

Di sepanjang Jalan Cihampelas yang menjadi objek pengamatan yaitu ruas 1 (penggal jalan antara Jalan Bapak Husen - Jalan Prof. Eyckman) dan ruas 2 (penggal jalan antara Jalan Prof. Eyckman - Jalan Pasteur), terjadi percampuran jenis kendaraan yang melintas, yaitu mulai dari kendaraan sepeda motor, kendaraan ringan (light vehicle) seperti sedan, minibus, jip, dan kendaraan lain yang sejenis, kendaraan berat (heavy vehicle) seperti bis, truk, serta kendaraan tidak bermotor (unmotorized vehicle) seperti sepeda dan gerobak. Kendaraan yang mendominasi penggunaan Jalan Cihampelas adalah jenis kendaraan ringan dan sepeda motor. Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat dalam tabel volume dan komposisi kendaraan sebagai berikut.

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa pada ruas 1 (penggal jalan antara Jalan Bapak Husen - Jalan Prof. Eyckman) untuk masing-masing hari pengamatan, yaitu Jumat, Sabtu, dan Minggu, pergerakannya selalu didominasi oleh kendaraan ringan diikuti oleh sepeda motor dan kendaraan berat. Kendaraan ringan mendominasi penggunaan Jalan Cihampelas ruas 1 dengan proporsi berkisar antara 58,40 - 63,05 %, sepeda motor dengan komposisi berkisar antara 35,10 - 38,76 %, dan proporsi kendaraan berat berkisar antara 1,11 - 2,17 %.

Begitu pun pada ruas 2 (penggal jalan antara Jalan Prof. Eyckman - Jalan

Pasteur), kendaraan ringan mendominasi penggunaan Jalan Cihampelas dengan

proporsi berkisar antara 58,45 - 62,95 %. Proporsi terbesar kedua diikuti oleh

sepeda motor dengan dominasi penggunaan jalan berkisar antara 35,21 - 38,78 %,

selanjutnya kendaraan berat dengan proporsi berkisar antara 1,11 - 2,11 %.

(12)

Tabel III.1

Volume dan Komposisi Kendaraan yang Melewati Jalan Cihampelas Ruas 1

Hari Waktu

Volume Kendaraan (kendaraan/jam)

Total Sepeda Motor Kendaraan

Ringan

Kendaraan Berat

Kendaraan Tak Bermotor

Jumat

07.00-08.00 728 1280 36 40 2084 08.00-09.00 1188 1424 28 40 2680 12.00-13.00 956 1640 16 12 2624 13.00-14.00 792 1688 20 12 2512 14.00-15.00 1076 1752 12 12 2852 17.00-18.00 940 1872 40 16 2868

18.00-19.00 924 1864 64 12 2864 19.00-20.00 852 1872 20 12 2756

Komposisi (%) 35.10 63.05 1.11 0.73 100

Sabtu

07.00-08.00 820 1200 36 24 2080 08.00-09.00 884 1420 32 32 2368 12.00-13.00 908 1656 76 4 2644 13.00-14.00 916 1664 48 24 2652 14.00-15.00 1108 1696 56 16 2876 17.00-18.00 1344 1776 60 16 3196 18.00-19.00 900 1992 64 16 2972 19.00-20.00 1376 1796 64 8 3244

Komposisi (%) 37.47 59.91 1.98 0.64 100

Minggu

07.00-08.00 660 1240 32 24 1956 08.00-09.00 764 1400 32 32 2228 12.00-13.00 1244 1516 88 8 2856 13.00-14.00 912 1692 40 18 2662 14.00-15.00 1312 1780 60 8 3160

17.00-18.00 1112 1636 40 12 2800 18.00-19.00 1132 1504 88 12 2736 19.00-20.00 996 1484 76 24 2580

Komposisi (%) 38.76 58.40 2.17 0.66 100

Sumber: Hasil analisis, 2007.

(13)

Tabel III.2

Volume dan Komposisi Kendaraan yang Melewati Jalan Cihampelas Ruas 2

Hari Waktu

Volume Kendaraan (kendaraan/jam)

Total Sepeda Motor Kendaraan

Ringan

Kendaraan Berat

Kendaraan Tak Bermotor

Jumat

07.00-08.00 736 1284 36 40 2096 08.00-09.00 1200 1432 28 40 2700 12.00-13.00 960 1644 16 12 2632 13.00-14.00 800 1692 20 12 2524 14.00-15.00 1076 1752 12 12 2852 17.00-18.00 944 1872 40 16 2872 18.00-19.00 932 1868 64 12 2876

19.00-20.00 860 1880 20 12 2772

Komposisi (%) 35.21 62.95 1.11 0.73 100

Sabtu

07.00-08.00 832 1208 40 24 2080 08.00-09.00 884 1420 32 32 2368 12.00-13.00 920 1676 72 4 2644 13.00-14.00 916 1664 48 24 2652 14.00-15.00 1108 1716 56 16 2876 17.00-18.00 1364 1776 60 16 3196 18.00-19.00 900 1988 64 16 2972 19.00-20.00 1380 1800 64 8 3244

Komposisi (%) 37.53 59.87 1.97 0.63 100

Minggu

07.00-08.00 660 1240 32 24 1956 08.00-09.00 764 1400 32 32 2228 12.00-13.00 1240 1512 88 8 2856 13.00-14.00 912 1700 36 18 2662 14.00-15.00 1320 1780 52 8 3160

17.00-18.00 1120 1660 40 12 2800 18.00-19.00 1132 1500 88 12 2736 19.00-20.00 1000 1488 76 24 2580

Komposisi (%) 38.78 58.45 2.11 0.66 100

Sumber: Hasil analisis, 2007.

(14)

3.3.2.3 Kapasitas Jalan Cihampelas

Berdasarkan kondisi geometrik Jalan Cihampelas dan faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan seperti yang telah dijelaskan pada bab 2.1.3.3, maka kapasitas Jalan Cihampelas pada ruas 1 (penggal jalan antara Jalan Bapak Husen – Jalan Prof. Eyckman) yaitu:

C = C

0

x FC

W

x FC

SP

x FC

SF

x FC

S

= 3300 x 0,92 x 1,00 x 0,73 x 1,00 = 2216,28 smp/jam

Sedangkan untuk ruas 2 (ruas jalan antara Jalan Prof. Eyckman - Jalan Pasteur), diperoleh kapasitas jalan sebesar:

C = C

0

x FC

W

x FC

SP

x FC

SF

x FC

S

= 3300 x 1,00 x 1,00 x 0,73 x 1,00 = 2409 smp/jam

3.3.2.4 Kecepatan dan Waktu Tempuh Kendaraan

Kecepatan dan waktu tempuh merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan suatu jalan. Kecepatan yang digunakan dalam studi ini yaitu kecepata arus bebas dan kecepatan perjalanan.

A. Kecepatan Arus Bebas

Menurut Indonesian Highway Capacity Manual (1997), yang dimaksud dengan kecepatan arus bebas adalah kecepatan kendaraan yang dapat dicapai apabila berjalan tanpa gangguan dan aman (hambatan samping sangat rendah).

Pada dasarnya kecepatan arus bebas tersebut merupakan kecepatan rencana

(design speed) dari suatu ruas jalan. Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006 tentang

jalan, kecepatan rencana paling rendah yang seharusnya dimiliki oleh jalan

kolektor sekunder yaitu 20 km/jam.

(15)

Berdasarkan rumus perhitungan kecepatan arus bebas sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh IHCM (1997), maka kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan di ruas 1 Jalan Cihampelas adalah sebagai berikut:

FV = (FV

o

+ FV

W

) x FFV

SF

x FFV

CS

= (57 + (-4)) x 0,68 x 1,00

= 36,04 km/jam

Keterangan :

FV = Kecepatan arus bebas (km/jam)

FV

o

= Kecepatan arus bebas dasar kendaraan (km/jam)

FV

W

= Faktor penyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif (km/jam) FFV

SF

= Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping

FFV

CS

= Faktor penyesuaian ukuran kota

Sedangkan kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan di ruas 2 Jalan Cihampelas adalah sebagai berikut:

FV = (FV

o

+ FV

W

) x FFV

SF

x FFV

CS

= (57 + 0) x 0,68 x 1,00

= 38,76 km/jam

Keterangan :

FV = Kecepatan arus bebas (km/jam)

FV

o

= Kecepatan arus bebas dasar kendaraan (km/jam)

FV

W

= Faktor penyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif (km/jam) FFV

SF

= Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping

FFV

CS

= Faktor penyesuaian ukuran kota

Adanya perbedaan besar kecepatan arus bebas pada masing-masing ruas

jalan dikarenakan adanya perbedaan lebar efektif jalan. Kecepatan arus bebas

pada umumnya lebih besar daripada kecepatan aktualnya (kecepatan perjalanan),

(16)

karena pada perhitungan kecepatan perjalanan, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya.

B. Kecepatan Perjalanan

Kecepatan perjalanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh untuk menggambarkan kinerja suatu jaringan jalan dalam menampung arus lalu lintas. Kecepatan perjalanan dihitung berdasarkan data hasil survei primer dengan menggunakan kendaraan ringan melalui pencatatan waktu perjalanan dari awal hingga ujung akhir ruas jalan termasuk semua waktu tundaan yang terjadi.

Menurut Warpani dalam Malvina (2005), untuk menghitung kecepatan perjalan digunakan rumus kecepatan perjalanan sebagai berikut:

Kecepatan Perjalanan = Jarak/Waktu Tempuh

Jalan Cihampelas merupakan jalan kolektor sekunder yang memiliki kecepatan rencana serendah-rendahnya 20 km/jam. Namun pada umumnya berdasarkan hasil pengamatan, kecepatan perjalanan memiliki nilai < 20 km/jam.

Tabel berikut memperlihatkan data bahwa pada ruas 1 dan 2 secara keseluruhan kecepatan kendaraan berada di bawah standar kelas jalan kolektor sekunder.

Tabel III.3

Kecepatan Perjalanan Jalan Cihampelas

Ruas Waktu Panjang (m)

Waktu tempuh (detik) Kecepatan (km/jam) Jumat Sabtu Minggu Jumat Sabtu Minggu

1

07.00-08.00

675

98 90 90 24.80 27.00 27.00

08.00-09.00 116 106 105 20.95 22.92 23.14

12.00-13.00 122 128 130 19.92 18.98 18.69

13.00-14.00 135 140 142 18.00 17.36 17.11

14.00-15.00 143 145 152 16.99 16.76 15.99

17.00-18.00 162 165 155 15.00 14.73 15.68

18.00-19.00 157 205 137 15.48 11.85 17.74

19.00-20.00 152 212 130 15.99 11.46 18.69

(17)

Ruas Waktu Panjang (m)

Waktu tempuh (detik) Kecepatan (km/jam) Jumat Sabtu Minggu Jumat Sabtu Minggu

2

07.00-08.00

825

100 95 97 29.70 31.26 30.62

08.00-09.00 120 112 115 24.75 26.52 25.83 12.00-13.00 125 130 132 23.76 22.85 22.50 13.00-14.00 135 155 160 22.00 19.16 18.56 14.00-15.00 148 157 155 20.07 18.92 19.16 17.00-18.00 162 215 170 18.33 13.81 17.47 18.00-19.00 155 205 145 19.16 14.49 20.48 19.00-20.00 152 175 140 19.54 16.97 21.21

Sumber: Hasil analisis, 2007.

Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa pada ruas 1 kecepatan

perjalanan yang dapat ditempuh yaitu berkisar antara 11,46 - 27,00 km/jam. Pada

umumnya kecepatan perjalanan yang diperoleh masih dibawah standar teknis

kecepatan jalan kolektor sekunder. Hanya pada saat-saat tertentu saja, kecepatan

perjalanan yang diperoleh berada di atas 20 km/jam. Begitu pula pada ruas 2

kecepatan perjalanannya sebagian besar berada di bawah 20 km/jam dengan

berkisar antara 13,81 - 31,26 km/jam.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

 Podium mengikuti modul rawat inap dan disesuaikan dengan kebutuhan ukuran ruang bedah central  Penambahan gedung parkir lantai 1 dan 2 pada massa bangunan sebelah barat yang

Menurut penulis, secara logika-formal tidak ada yang dilanggar oleh Teradu Setya Novanto, padahal Teradu mundur dari jabatanya sebagai Pimpinan DPR menunjukan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik dan musik tradisional Bali terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada

Adapun faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kewajiban nafkah suami kepada isteri daam masa idah talak raj‟i , yaitu MS, melaksanakan kewajiban nafkah kepada isteri

kurikulum Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang, mata kuliah Tugas.. Akhir mempunyai bobot

Penelitian ini berjudul “Program “Sumut Dalam Berita” dan Kebutuhan Informasi Lokal (Studi Deskriptif Kuantitatif Peranan Program “Sumut Dalam Berita” di Lembaga Penyiaran

Penerapan Model Role Playing Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS1. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu aplikasi ponsel pintar berbasis sistem operasi android yang dapat membantu pengguna ponsel pintar untuk dapat