• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 2014 saja, jumlah kejadian bencana yang terjadi di Indonesia mencapai 972 kejadian dengan korban jiwa sebanyak 374 jiwa, korban menderita dan mengungsi sebanyak 1.764.227 jiwa, dan kerusakan pemukiman mencapai 39.823 unit. (Info Bencana BNPB, 2014). Setiap kejadian bencana yang terjadi di Indonesia, hampir seluruhnya menimbulkan korban, baik korban meninggal, hilang, atau luka-luka.

Adanya bencana alam jelas menimbulkan kerugian material yang cukup besar. Salah satu bencana alam yang masih hangat dalam ingatan adalah bencana alam erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada bulan Februari 2014 lalu. Dalam kasus erupsi Kelud yang terjadi pada bulan Februari 2014, tercatat sudah ada 8.622 rumah rusak berat, 5.426 rumah rusak sedang, dan 5.088 rumah rusak ringan akibat Kelud. Angka tersebut merupakan jumlah total rumah rusak yang berada di kawasan kabupaten Kediri, Jawa Timur (Data Kerusakan Erupsi Kelud, Pemkab Kediri). Belum lagi kerusakan lahan pertanian akibat erupsi Gunung Kelud, kondisi ini memperparah kerugian bagi masyarakat. Hal ini disebabkan, mayoritas masyarakat di lereng Gunung Kelud berprofesi sebagai petani, dan erupsi terjadi saat musim panen akan tiba.

Berbagai kerugian yang diterima oleh korban akan menjadi stressor bagi para korban. Kehilangan rumah, harta benda, pekerjaan, dan ketidak jelasan akan masa depan merupakan kondisi tidak nyaman yang membutuhkan kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi dengan baik. Apabila seseorang individu tidak mampu bertahan dan melakukan proses adaptasi yang baik ketika menghadapi kondisi yang tidak nyaman, maka individu

(2)

tersebut rawan terkena gangguan psikologis. Dalam keadaan bencana, semakin besar kerugian yang dialami korban, maka semakin besar pula peluang terjadinya gangguan psikologis pada masyarakat yang menjadi korban bencana tersebut.

Pada saat terjadi erupsi Gunung Kelud 2014, ada 4 Kecamatan di Kabupaten Kediri yang terdampak oleh erupsi kelud, ke empat kecamatan tersebut adalah kecamatan Puncu, kepung, Ngancar, dan Plosoklaten. Empat kecamatan ini merupakan daerah yang terdampak oleh erupsi Merapi secara langsung, namun besarnya dampak yang diterima oleh ke empat kecamatan ini berbeda-beda. Kecamatan yang mengalami kerusakan paling parah akibat erupsi Merapi adalah Kecamatan Puncu, sedangkan lainnya mengalami kerusakan yang cenderung lebih ringan. Berikut adalah data kerusakan akibat erupsi Merapi.

Tabel 1.1: Data Perkiraan Kerusakan Rumah Akibat Erupsi kelud 2014 DATA PERKIRAAN KERUSAKAN AKIBAT ERUPSI GUNUNG KELUD.

KABUPATEN KEDIRI, JAWA TIMUR.

No Kecamatan Desa Jenis Kerusakan

Berat Sedang

1 Puncu Puncu 1.732 433

Asmorobangun 1.756 504

Satak 756 189

2 Kepung Kebon Rejo 1.120 172

Kampung Baru 1.168 318

Besowo 1.842 460

3 Ngancar Mergourip 9 348

Pandantoyo 15 354

Jagul 16 221

Ngancar 19 312

Manggis 15 354

Kunjang 13 342

Bedali 14 412

Babadan 11 331

Sugihwaras 14 342

Sempu 17 334

4 Plosoklaten Wonorejo Trisulo 30 -

Sepawon 60 -

Jarak 15 -

Jumlah Total 8.622 5,466

(3)

Besarnya dampak kerugian yang diderita oleh warga di lokasi terdampak erupsi Kelud akan membawa dampak baik bagi korbannya, terutama dampak ekonomi dan dampak psikologis. Kerugian akibat kehilangan rumah, kehilangan hasil panen yang sudah di depan mata, serta ketidak jelasan akan masa depan secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi secara drastis akan berpengaruh pada kondisi psikologis korban bencana, dalam hal ini erupsi Gunung Kelud.

Untuk bisa bertahan dalam menghadapi situasi seperti itu, dibutuhkan mekanisme adaptasi dalam diri masing-masing korban untuk mampu mengelola kondisi buruk tersebut agar tidak mempengaruhi kehidupan dan penghidupannya di masa datang. Kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi dengan baik ketika menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan dinamakana resiliensi (Tugade dan federikson, 2004). Dalam hal ini yang dimaksud dengan kondisi tidak menyenangkan adalah kondisi berat yang tidak biasa dialami sebelumnya dan kondisi tersebut membutuhkan kemampuan beradaptasi secara positif (Anthony, 2009).

Bencana, dalam hal ini erupsi Gunung Kelud bisa dikategorikan sebagai kondisi yang tidak menyenangkan dan membutuhkan kemampuan untuk bertahan serta adaptasi yang positif. R- G Reed (2002) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk beradaptasi secara positif dalam menghadapi permasalahan hidup yang signifikan. Pada dasarnya, Resiliensi adalah kemampuan bawaan yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap manusia harus mempunyai resiliensi untuk mampu melewati tugas-tugas perkembangannya dengan sukses. Meskipun resiliensi adalah sebuah kemampuan bawaan manusia, namun resiliensi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Bernard (2003) menyebutkan bahwa resiliensi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu personal strength dan environmental protective factor. Personal strength merupakan faktor resiliensi yang ada di dalam diri masing-masing individu, sedangkan environmental protective factor merupakan faktor lingkungan di luar individu yang berpengaruh terhadap tingkat resiliensi individu. Selain itu, kemampuan individu untuk bisa segera memenuhi

(4)

kebutuhan ekonominya juga dibutuhkan agar individu mampu segera pulih dari kondisi berat pasca bencana. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kemampuan resiliensi atau daya pulih pada masyarakat terdampak erupsi Gunung Kelud, terutama di Dusun Puncu, Desa Puncu, Kecamatan Puncu, kediri, Jawa timur. Dengan mengetahui kondisi resiliensi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka akan dapat dibuat kebijakan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana, sebagai upaya penurunan risiko bencana (Disaster Risk Reduction). Karna, kemampuan resiliensi masyarakat korban erupsi Gunung kelud akan menjadi faktor yang akan meningkatkan kapasitas mereka dalam menghadapi bencana, dimana kapasitas merupakan faktor penting yang mampu menekan tingginya risiko akibat bencana. Hal ini sesuai dengan teori risiko, yaitu:

Dimana R adalah risk atau risiko yang muncul akibat adanya bencana, sedangkan H adalah hazard atau potensi bencana, V adalah vulnerability atau kerentanan, dan C adalah capacity

atau kapasitas. Berdasarkan rumusan tersebut bisa disimpulkan bahwa kapasitas berbanding terbalik dengan risiko, sehingga bisa disimpulkan semakin tinggi kapasitas maka risiko yang muncul semakin kecil. Kapasitas terdiri dari berbagai jenis, antara lain kapasitas fisik, kapasitas ekonomi, kapasitas sosial, dan lain sebagainya. Penelitian ini berupaya untuk mengungkap kapasitas masyarakat berupa resiliensi yang dimiliki oleh masyarakat di Dusun Puncu, sebagai upaya mengurangi risiko akibat bencana, terutama bencana erupsi Gunung Kelud.

1.2 Permasalahan Penelitian

Pada saat terjadi erupsi Gunung kelud bulan Februari tahun 2014, dusun Puncu di Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri Jawa Timur adalah dusun yang terdampak erupsi cukup

R = H x V C

(5)

parah, dimana 100% bangunan yang ada di lokasi tersebut mengalami kerusakan. Dari data yang didapatkan oleh pemerintah Kabupaten Kediri menunjukkan bahwa dusun ini 1.732 rumah penduduk mengalami rusak berat, dan 1.756 rumah mengalami rusak sedang. Selain itu, lahan pertanian warga juga ikut hancur akibat erupsi Gunung Kelud, padahal kondisinya saat itu adalah masa panen. Hal ini mengakibatkan, warga gagal panen dan sempat mengalami paceklik, bahkan lahan pertaniannya masih belum bisa kembali seperti semula sampai penelitian ini dilaksanakan.

Kerugian yang dialami oleh masyarakat di Dusun Puncu tentulah sangat berat, mereka harus kehilangan tempat tinggal, harta, benda, dan mata pencaharian sehari-hari. Berbagai tumpukan masalah ini merupakan beban yang sangat berat bagi masyarakat, dan dibutuhkan pola adaptasi yang baik untuk bisa segera kembali hidup normal seperti sebelum terjadi bencana. Terhitung sejak kejadian bencana, saat ini sudah 9 bulan masyarakat melewati masa-masa berat pasca bencana. Penelitian ini ingin melihat, sejauh mana kemampuan resiliensi masyarakat korban erupsi Gunung Kelud di Dusun Puncu, setelah 9 bulan mengalami bencana. Serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya kemampuan resiliensi mereka. Dengan begitu, akan bisa dibuat usulan upaya manajemen pengurangan risiko bancana, pasca terjadinya erupsi Gunung Kelud.

1.3 Keaslian Penelitian

Penelitian dengan tema resiliensi memang sudah banyak sekali dilakukan, terutama yang berkaitan dengan bidang ilmu psikologi, baik dalam ruang lingkup bencana maupun non bencana. Untuk peneltian resiliensi di bidang kekebencanaan sendiri sudah banyak dilakukan, antara lain adalah yang dilakukan oleh peneliti pada penelitian sebelumnya dengan tema

“Kebersyukuran sebagai Faktor Resiliensi pada Masyarakat Dusun Srunen, Cangkringan, Sleman DIY”. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif-

(6)

fenomenologis untuk menggambarkan sebuah fenomena resiliensi pada masyarakat korban erupsi Merapi 2010, dimana dalam penelitian ini peneliti memfokuskan fenomena kebersyukuran pada masayarakat sebagai sebuah bentuk resiliensi yang bisa menjadi modal bagi mereka untuk segera pulih dari kondisi bencana. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini, ternyata salah satu faktor nilai lokal yang sangat berpengaruh terhadap resiliensi masyarakat di Dusun Srunen adalah faktor kebersyukuran. Dimana pemaknaan akan kebersyukuran ini yang mampu membuat masyarakat bertahan dan beradaptasi positif dengan kondisi yang tidak meyenangkan.

Salah satu contoh penelitian resiliensi lain di bidang kebencanaan adalah penelitian yang dilakukan oleh Anita Novianty dengan judul penelitian “Penyesuaian Dusun Jangka Panjang ditinjau dari Resiliensi Komunitas Pasca Gempa”. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengukur hubungan antara resiliensi komunitas dengan penyesuaian dusun Jangka Panjang. Titik tekan dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi resiliensi komunitas masyarakat Dusun Jangka Panjang, dikaitkan dengan proses adaptasi mereka setelah menghadapai bencana. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa ada hubungan yang siginifikan antara resiliensi komunitas dengan penyesuaian dusun Jangka Panjang.

Selain kedua penelitian diatas, masih banyak penelitian dengan tema resiliensi di bidang kebencanaan. Salah satu hal penting yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada pembahasan tema resiliensi itu sendiri, dimana dalam penelitian ini lebih menekankan pada kondisi resiliensi individu masyarakat Dusun Puncu, dan bagaimana resiliensi yang dipunyai oleh masyarakat bisa menjadi modal (capacity) bagi mereka untuk menurunkan risiko yang mungkin terjadi akibat bencana erupsi Gunung Kelud.

(7)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

a. Mengetahui daya resiliensi masyarakat Dusun Puncu, Kecamaan Puncu, Kediri Jawa Timur pasca menghadapi bencana erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada bulan Februari 2014.

b. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya resiliensi masyarakat korban erupsi Gunung Kelud 2014.

c. Membuat usulan kebijakan pengurangan risiko bencana sebagai upaya untuk menurunkan risiko ataupun kerugian yang diakibatkan oleh bencana erupsi Gunung Kelud.

1.5 Manfaat Penelitian.

Dengan melakukan penelitian ini, akan diketahui kondisi resiliensi masyarakat yang dijadikan lokasi penelitian serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan diketahuinya faktor-faktor resiliensi ini bisa dijadikan dasar dalam pengembangan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Faktor resiliensi merupakan modal yang dimiliki oleh masyarakat yang potensial untuk dikembangkan dalam membangun masyarakat tangguh dan berdaya dalam menghadapi bencana. Hendaknya dalam proses manajemen bencana tidak hanya menjadikan masyarakat sebagai objek yang pasif saja, namun juga sebagai subjek yang bergerak secara aktif dalam memanajemen bencana yang mengancam kehidupan mereka.

Gambar

Tabel 1.1: Data Perkiraan Kerusakan Rumah Akibat Erupsi kelud 2014  DATA PERKIRAAN KERUSAKAN AKIBAT ERUPSI GUNUNG KELUD

Referensi

Dokumen terkait

Data tekstual prasasti yang ditemukan (berasal) dari areal terbahas menunjukkan bahwa di wilayah Kota dan Kabupaten Malang sekarang ini, sekitar seribu tahun silam (abad

Sebelum digunakan, inkubator, wadah dan alat-alat untuk mengambil telur dicuci dengan alkohol 10%, sedangkan air yang digunakan diberi larutan Malachite green dengan

Istilah umum elastromer digunakan untuk menggambarkan material seperti karet, karena sekarang telah dikenal sejumlah produk sintetis, dimana strukturnya berbeda sangat mencolok

Nama: (Kosong) E-mail: (Kosong) Kata sandi: (Kosong) Sistem akan menolak akses user dan menampilkan “Name, E- mail dan Password field is required.” Sesuai Harapan Valid

mengembangkan aspek fisik, keseimbangan antara bermain aktif dan pasif, tidak berbahaya, memiliki nilai kebaikan, memiliki aturan dan tujuan yang jelas [14]. Jumlah

Setelah intervensi hari tiga sampai 7 (minggu pertama) peneliti melakukan evaluasi kepada responden dengan hasil terjadi penurunan nyeri dengan intensitas kadang

Sutarwi, Pujiasmanto B, Supriyadi 2013, Pengaruh Dosis Pupuk Fosfat Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Beberapa Varietas Tanaman Kacang Tanah (Arachis Hypogaea (L.) Merr)