• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Penelitian ini dilaksanakan di kebun buah naga di Desa Bojongkoneng, Bukit Sentul. Suhu udara rata-rata bulanan kawasan permukiman Bukit Sentul berdasarkan hasil pengukuran di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Darmaga pada bulan desember 2009 adalah 26.1 °C dengan suhu maksimal sebesar 31.8 °C dan minimal 22.9 °C serta suhu rata-rata pada Januari 2010 adalah 25.3 °C dengan suhu maksimal 30.2 °C dan minimal 22.9 °C. Lokasi daerah studi terletak pada daerah basah dengan curah hujan tahunan rata-rata 4 000 mm/tahun. Rata-rata curah hujan bulanannya pada Desember tahun 2009 adalah 334 mm/bulan dan pada Januari 2009 sebesar 351 mm/bulan. Jumlah hari hujan rata-rata 185 hari /tahun.

Menurut Kuspitutri (2004) berdasarkan penilaian studi AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) yang dilakukan Agrowisata Royal Sentul Highland pada tahun 1993, tanah di kawasan permukiman Bukit Sentul dikelompokkan ke dalam lima klasifikasi tanah yaitu Typic Hapludult, Typic Dystropept, Oxic Dystropept, Typic Hemipropept, dan Aquic Dytropept.

Tabel 1. Status Kesuburan Tanah di Pemukiman Bukit Sentul

No. Klasifikasi KTK KB P2O5 Bahan

Organik Kesuburan 1 Typic Hapludult S R SR-R S R 2 Typic Dystropept S SR-R SR-R S R 3 Oxic Dystropept R-S SR-R SR R-S R 4 Typic Hemitpropept R SR SR S-T R 5 Aquic Dytropept S S S S S

Keterangan : KTK = Kapasitas Tukar Kation, KB = Kejenuhan Basa, SR = Sangat Rendah, S = Sedang, R = Rendah T = Tinggi

Sumber : Studi AMDAL Agrowisata Royal Sentul Highland (1993)

Secara umum kelima jenis tanah tersebut memiliki kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) serta kandungan P205 dalam tanah yang rendah sampai sangat rendah. Kandungan bahan organik tergolong sedang sampai rendah.

(2)

Kondisi ini menyebabkan tanah di Kawasan Permukiman Bukit Sentul sangat miskin hara, sehingga kesuburan tanahnya rendah.

Buah naga super red yang digunakan dalam penelitian ini dipanen pada umur panen yang berbeda yaitu 33 HSA, 35 HSA, dan 37 HSA. Pengamatan awal dilakukan untuk mengetahui kondisi awal buah naga sebelum buah disimpan pada suhu ruang atau suhu 15 °C. Berikut disajikan kondisi awal buah naga untuk pengamatan fisik dan kimia.

Tabel 2. Kondisi Awal Buah Naga Super Red sebelum Penyimpanan

Peubah Umur Panen

33 HSA 35 HSA 37 HSA

Warna Kulit Buah Merah Merah Merah

Warna Jumbai Buah Hijau Hijau Hijau

Kesegaran Buah Sangat

Segar

Sangat Segar

Segar Kekerasan Kulit Buah (mm/g/s) 0.013 0.012 0.015 Kekerasan Daging Buah (mm/g/s) 0.050 0.056 0.057

PTT (oBrix) 10.66 10.94 10.21

ATT (ml/100 g) 52.26 55.30 61.90

Keterangan : Nilai kekerasan buah, PTT, dan ATT merupakan rataan dari 6 buah, PTT = Padatan Terlarut Total, ATT = Asam tertitrasi total

Warna kulit dan jumbai buah naga pada ketiga umur panen relatif seragam. Kesegaran buah juga masih baik sesaat setelah buah dipanen, walaupun untuk buah yang dipanen pada 37 HSA kesegarannya agak berkurang. Hal ini disebabkan kondisi jumbai buah ada yang sudah mulai menguning (layu) dan ada beberapa buah yang jumbainya tidak sempurna atau sudah rusak.

Nilai kekerasan buah menunjukkan bahwa semakin lama umur panen buah naga maka buah semakin lunak baik dari kekerasan kulit buah maupun daging buah, walaupun untuk kekerasan kulit buah nilainya bervariasi.

Nilai padatan terlarut total tertinggi pada pengamatan awal adalah pada buah yang dipanen dengan umur 35 HSA. Diduga saat 37 HSA buah sudah melewati matang optimal sehingga nilai padatan terlarut total buah berkurang.

Semakin lama umur panen buah naga nilai asam tertitrasi total buah naga semakin tinggi. Diduga masih terjadi peningkatan asam-asam organik di buah naga sebelum dipanen. Namun, Nerd et al. (1999) menyatakan bahwa konsentrasi

(3)

total asam tertirasi selama tahap akhir dari perkembangan buah (H. undatus dan H. polyrhizus) akan menurun dengan semakin lamanya umur panen terutama saat buah sudah berwarna merah penuh.

Berdasarkan hasil pengamatan awal buah naga super red terlihat bahwa peubah-peubah antar umur panen tidak menunjukkan perbedaan yang besar terutama untuk peubah warna kulit dan jumbai buah, serta kesegaran buah. Asam tertitrasi total antar umur panen menunjukkan peningkatan dengan semakin lamanya umur panen. Padatan terlarut total tertinggi terdapat pada buah dengan umur panen 35 HSA. Diduga saat 37 HSA buah sudah melewati matang optimal sehingga nilai padatan terlarut total buah menurun.

Keterbatasan jumlah buah saat panen dan harga buah yang cukup tinggi menjadi kendala dalam penelitian ini. Penambahan buah contoh yang lebih banyak diperlukan agar data pengamatan yang didapat lebih representatif.

Kesegaran Buah

Kesegaran buah naga selama penyimpanan sangat mempengaruhi penilaian mutu buah sebelum buah dipasarkan dan sampai ke konsumen. Buah naga segar memiliki kulit dan jumbai buah yang mulus dan tidak layu. Umumnya buah naga yang dipasarkan memiliki warna kulit buah yang merah mengkilap dan jumbai buah berwarna hijau dengan semburat kuning atau hijau dengan semburat merah.

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 4. Kesegaran buah naga menggunakan skoring; a. skala 5, b. skala 4, c. skala 3, d. skala 2, e. skala 1

Penilaian kesegaran buah dilakukan menggunakan skoring dengan skala 1-5 (Gambar 4). Hal ini didasarkan pada penampilan buah secara keseluruhan

(4)

(kulit dan jumbai buah) mulai dari segar (5) sampai busuk (1). Skoring nomor 3 (> 30 – ≤ 100 % jumbai buah sudah berubah warna (menguning dan layu) dan jumbai serta kulit buah mulai layu) merupakan batas minimal dari kondisi buah yang dapat diterima konsumen.

Interaksi antara perlakuan umur panen dan suhu simpan terhadap kesegaran buah naga terdapat pada hari pengamatan ke-3, 9, dan 10 (Tabel 4). Terlihat pada tabel 3 bahwa semakin lama umur panen maka nilai skoring kesegaran semakin kecil (hari ke-9 dan hari ke-10). Interaksi juga berpengaruh terhadap lebih rendahnya nilai kesegaran buah yang disimpan pada suhu ruang dibandingkan pada suhu 15 °C. Berarti semakin lama umur panen dan semakin tinggi suhu simpan maka nilai skoring kesegaran buah naga juga semakin kecil sehingga umur simpan akan semakin singkat.

Tabel 3. Interaksi antara Umur Panen dan Suhu Simpan terhadap Kesegaran Buah Naga

Perlakuan

Hari ke-3 Hari ke-9 Hari ke-10

Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C ……….Skoring……….

33 HSA 4Ba 4Aa 3Ba 3Aa 2Ba 3Aa

35 HSA 3Ab 4Aa 1Bb 3Ab 1Bb 3Aa

37 HSA 4Aa 4Aa 1Bb 3Ac 1Bc 3Aa

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf besar berbeda pada baris yang sama dan hari yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf kecil berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji tukey taraf 5 %

Hasil analisis statistik (Tabel 4) menunjukkan bahwa perlakuan suhu simpan sangat berpengaruh terhadap kesegaran buah pada hari penyimpanan ke-5 sampai hari ke-12. Suhu simpan 15 °C memiliki skoring kesegaran buah lebih tinggi (baik) dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang. Perlakuan umur panen berpengaruh terhadap kesegaran buah pada hari ke-3, 8, 9, dan 10 penyimpanan. Terlihat bahwa umur panen 33 HSA dan 35 HSA memiliki tingkat skoring kesegaran lebih tinggi (baik) dibandingkan buah dengan umur panen 37 HSA. Analisis data hanya dilakukan sampai hari ke-12 karena buah sudah banyak busuk.

(5)

Tabel 4. Pengaruh Umur Panen dan Suhu Simpan terhadap Kesegaran Buah Naga Super Red Perlakuan Kesegaran Buah pada Hari Pengamatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 …………..………Skoring……….…….……...…….. Umur Panen P1: 33 HSA 5 5 4a 4 3 3 3 3a 3a 3a 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 P2: 35 HSA 5 5 4b 4 4 4 3 3ab 2b 2b 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 P3: 37 HSA 4 4 4ab 4 4 3 3 2b 2b 2b 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 Suhu Simpan T1: 29 ± 0.6 oC 5 4 4 3 3b 3b 3b 2b 2b 1b 1b 1b 1 1 ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ T2: 15 ± 0.5 oC 4 4 4 4 4a 3a 3a 3a 3a 3a 3a 2a 2 2 2 2 2 1 1 1 1 Interaksi tn tn * tn tn tn tn tn ** * tn tn

Keterangan: Nilai merupakan rataan dari 12 buah

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji tukey taraf 5 % tn = tidak nyata, * = berbeda nyata pada taraf 5 %, ** = berbeda nyata pada taraf 1 %

~ = Buah sudah busuk

1

(6)

Hasil skoring kesegaran buah naga selama penyimpanan memperlihatkan buah naga yang dipanen saat 35 HSA dan disimpan pada suhu 15 oC mempunyai kesegaran buah lebih lama dibandingkan perlakuan lain sampai pada penyimpanan 12 hari (Lampiran 1). Buah yang disimpan pada suhu ruang untuk semua perlakuan panen hanya dapat disimpan selama 1 minggu sedangkan pada suhu 15 °C buah naga dapat disimpan hingga minggu ke-2.

Buah naga yang busuk memiliki ciri-ciri (1) penurunan bobot buah, (2) jumbai buah mulai kering dan berubah warna menjadi coklat, (3) kulit buah berubah warna menjadi coklat dan terjadi pelunakan sehingga rentan terhadap serangan hama dan patogen, (4) sebelum terjadi kebusukan terdapat bintik-bintik hifa berwarna putih dan atau hitam, (5) busuk basah apabila terserang bakteri. Hal tersebut ditegaskan dengan pernyataan Hoa et al. (2006) bahwa terjadi penurunan kualitas jumbai buah naga selama penyimpanan berupa perubahan warna dan penurunan kualitas seperti dehidrasi, browning, dan curling.

Susut Bobot Kumulatif Buah

Buah naga merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan air yang tinggi. Hal ini menyebabkan kehilangan bobot selama transportasi dan penyimpanan dapat menjadi faktor ekonomi yang serius karena umumnya buah naga dijual berdasarkan bobotnya. Menurut Nerd et al. (1999) kandungan air daging buah naga matang berkisar antara 82 - 88 %.

Tabel 5 menunjukkan bahwa umur panen memiliki pengaruh terhadap susut bobot buah pada hari pengamatan ke-2 sampai hari ke-14. Buah dengan umur panen 35 HSA memiliki rataan nilai susut bobot terbesar diikuti dengan umur panen 37 HSA lalu yang terkecil adalah susut bobot buah dengan umur panen 33 HSA. Perlakuan suhu simpan berpengaruh terhadap susut bobot buah pada hari pengamatan ke-9 sampai hari ke-14. Buah yang disimpan pada suhu ruang memiliki nilai susut bobot buah yang lebih besar dibandingkan buah yang disimpan pada suhu 15 °C.

Berdasarkan hasil analisis statistik (Tabel 6) interaksi antara umur panen dan suhu simpan terhadap susut bobot kumulatif buah naga terdapat pada hari pengamatan ke-2, 9, 10, 11, 12, 13, dan 14. Pengaruh interaksi perlakuan umur

(7)

panen dan suhu simpan memberikan respon yang fluktuatif. Buah dengan umur panen 35 HSA memberikan respon (nilai susut bobot) nyata yang lebih besar pada suhu ruang daripada suhu 15 °C, serta memiliki nilai susut bobot yang paling besar dibandingkan buah dengan umur panen 33 HSA dan 37 HSA. Buah yang memiliki susut bobot terkecil adalah buah dengan umur panen 33 HSA dan buah yang disimpan pada suhu 15 °C.

Analisis statistik dilakukan hanya pada dua minggu pertama pengamatan untuk semua perlakuan umur panen dan suhu simpan. Hal ini disebabkan buah naga yang disimpan pada suhu ruang hanya mampu bertahan hingga minggu tersebut sedangkan buah yang disimpan pada suhu 15 °C mampu bertahan hingga tiga minggu.

Persentase susut bobot kumulatif terbesar terdapat pada buah dengan perlakuan umur panen 35 HSA yang disimpan pada suhu ruang dari hari ke-6 sampai hari ke-11 dengan susut bobot 14.64 % pada hari ke-11. Hal ini disebabkan buah sudah menuju busuk. Buah yang dipanen pada 33 HSA dan disimpan pada suhu 15 °C memiliki persentase susut bobot kumulatif terkecil yaitu 6.15 % pada hari ke-14 (Lampiran 3). Nerd et al. (1999) menyatakan bahwa kehilangan bobot sebesar lebih dari 8 % sudah cukup tinggi bagi buah naga. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi buah naga karena secara fisik penampilan buah naga sudah tidak baik (Tabel 4) bahkan saat susut bobot mencapai 5 %, walaupun terdapat buah yang kondisinya masih baik saat susut bobot mencapai 7 % (Tabel 5).

Berdasarkan nilai peubah susut bobot kumulatif, buah naga masih dapat dijual sampai hari ke-7 dengan nilai susut bobot kumulatif sebesar 4.16 % apabila disimpan pada suhu ruang untuk semua umur panen, sedangkan buah yang disimpan pada suhu 15 °C dapat dipertahankan sampai hari ke-14 dengan nilai susut bobot kumulatif sebesar 6.99 %. Walaupun buah masih dapat dikonsumsi sampai minggu ke-2 pada penyimpanan suhu ruang dan minggu ke-3 pada suhu 15 °C akan tetapi susut bobot buah sudah terlalu besar (> 8 %) dan skoring kesegaran sudah melewati ambang batas penerimaan oleh konsumen (< 3).

(8)

Tabel 5. Susut Bobot Kumulatif (%) Buah Naga Super Red sampai Hari ke-n dari Kondisi Awal pada Perlakuan Umur Panen dan Suhu Simpan serta Interaksinya

Perlakuan (Susut Bobot Kumulatif pada Hari Pengamatan)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

………..………..………..………...%... Umur Panen

P1: 33 HSA 0 0.57 1.07b 1.55b 2.19b 2.50b 3.00b 3.34b 3.95b 4.32c 4.66b 5.51b 6.16b 6.95b 8.01b 6.88 6.95 7.39 8.27 8.48 9.53 10.14

P2: 35 HSA 0 0.87 1.69a 2.36a 3.11a 3.75a 4.52a 5.03a 6.16a 7.88a 9.15a 10.73a 7.16a 7.81a 7.88a 8.30 9.19 9.39 10.40 11.10 12.02 12.59

P3: 37 HSA 0 0.68 1.32ab 2.07a 2.39ab 2.97b 3.39b 3.98b 4.96b 5.67b 6.34b 6.46b 8.73a 6.41a 6.93a 7.43 8.60 8.36 8.83 9.42 9.94 11.08

Suhu Simpan

T1: 29 ± 0.6 oC 0 0.63 1.41 1.96 2.47 3.05 3.62 4.16 5.31 6.72a 7.99a 9.24a 8.91a 7.96a 9.87a ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

T2: 15 ± 0.5 oC 0 0.78 1.31 2.03 2.65 3.10 3.65 4.08 4.74 5.20b 5.44b 5.90b 6.38b 6.72b 6.99b 7.54 8.25 8.38 9.17 9.67 10.49 11.27

Interaksi antara Umur Panen dan Suhu Simpan

Uji F tn * tn tn tn tn tn tn ** ** ** ** ** **

Keterangan: Nilai merupakan rataan dari 12 buah

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji tukey taraf 5 % tn = tidak nyata, * = berbeda nyata pada taraf 5 %, ** = berbeda nyata pada taraf 1 %

~ = Buah sudah busuk

Tabel 6. Interaksi antara Umur Panen dan Suhu Simpan terhadap Susut Bobot Kumulatif Buah Naga

Perlakuan Hari ke-2 Hari ke-9 Hari ke-10 Hari ke-11 Hari ke-12 Hari ke-13 Hari ke-14

Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C

33 HSA 1.42Aa 0.72Bb 4.22Ab 4.42Aa 4.65Ab 4.67Aa 5.84Ab 5.19Aa 6.70A 5.63Aa 7.96A 5.94Aa 9.87A 6.15Aa

35 HSA 1.69Aa 1.68Aa 9.79Aa 5.90Ba 11.84Aa 6.46Ba 14.64Aa 6.81Ba ~ 7.16a ~ 7.81a ~ 7.88a

37 HSA 1.12Ba 1.51Aa 6.14Ab 5.20Aa 7.49Aab 5.20Aa 7.23Ab 5.69Aa ~ 6.35a ~ 6.41a ~ 6.93a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf besar berbeda pada baris yang sama dan hari yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf kecil berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji tukey taraf 5 %, ~ = Buah sudah busuk

2

(9)

Warna Kulit Buah

Warna kulit buah merupakan salah satu parameter penentuan kualitas yang dinilai secara visual. Buah dengan umur panen 33 HSA memiliki warna kulit buah naga berbeda-beda walaupun dipetik dengan umur panen yang sama (Gambar 5), sedangkan buah dengan umur panen 35 dan 37 HSA sudah memiliki warna kulit buah yang seragam. Sebagian besar buah naga memiliki kulit buah berwarna merah dengan jumbai buah berwarna hijau kekuningan dan ada juga yang berwarna merah. Hal tersebut menandakan bahwa proses pemasakan buah naga sebelum dipanen terutama dalam perubahan warna kulit buah berbeda-beda dalam satu periode anthesis. Umumnya buah naga dipanen saat buah sudah berwarna merah penuh.

Gambar 5. Warna Kulit Buah Naga Bervariasi dalam Satu Umur Panen

Warna kulit buah pada buah naga super red di masing-masing umur panen tidak mengalami perubahan yang signifikan selama penyimpanan pada suhu ruang dan 15 °C karena termasuk buah non-klimakterik. Perubahan warna yang terjadi hanya disebabkan layunya buah dan keadaan buah menuju busuk. Gejala perubahan yang jelas berupa perubahan warna jumbai buah menjadi kuning kemudian cokelat dan mengering, sedangkan kulit buah menjadi berwarna cokelat dan busuk.

(10)

Tabel 7. Warna Kulit Buah Naga Super red selama Penyimpanan

Umur

Panen Ulangan

Kondisi Awal Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3

Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C 33 HSA 1 5R 5/11.5 2.5R 5/11.5 5R 4/10 5R 4/10 ~ 7.5R 4/10 ~ 5R 4/10 5R 7/9.5 5R 6/12 7.5R 4/10 2.5R 5/11.5 ~ 7.5R 4/10 ~ 5R 4/10 2 5R 4/10 5R 4/14 2.5R 4/11 5R 4/10 ~ 5R 4/10 ~ 5R 4/10 2.5R 6/11 5R 4/10 2.5R 4/11 5R 4/10 ~ 5R 4/10 ~ 6R 3/11 3 5R 4/14 5R 4/10 5R 4/10 5R 4/10 ~ 5R 4/10 ~ 6R 3/11 5R 4/10 5R 4/10 7.5R 4/10 5R 4/14 ~ 5R 4/10 ~ 6R 3/11 35 HSA 1 5R 4/10 7.5R 4/10 5R 4/10 6R 3/11 ~ 5R 4/10 ~ 5R 4/10 2.5R 5/11.5 5R 4/10 5R 4/14 7.5R 4/10 ~ 2.5R 5/11.5 ~ 5R 4/10 2 2.5R 5/11.5 5R 4/10 5R 4/10 5R 4/10 ~ 5R 4/10 ~ 5R 4/10 2.5R 5/11.5 2.5R 5/11.5 5R 4/14 5R 4/10 ~ 7.5R 4/10 ~ 7.5R 4/10 3 2.5R 5/11.5 2.5R 5/11.5 2.5R 5/11.5 5R 4/10 ~ 5R 4/14 ~ 7.5R 4/10 5R 5/11.5 2.5R 5/11.5 2.5R 5/11.5 5R 4/10 ~ 5R 4/14 ~ 5R 4/10 37 HSA 1 7.5R 4/10 7.5R 4/10 7.5R 4.5/16 2.5R 5/11.5 ~ 2.5R 5/11.5 ~ 5R 4/10 2.5R 5/11.5 2.5R 5/11.5 7.5R 4/10 5R 4/10 ~ 2.5R 5/11.5 ~ 5R 4/10 2 5R 4/10 2.5R 5/11.5 5R 4/10 2.5R 5/11.5 ~ 2.5R 5/11.5 ~ 2.5R 5/11.5 7.5R 4/10 7.5R 4/10 7.5R 4/10 5R 4/10 ~ 5R 4/10 ~ ~ 3 7.5R 4/10 7.5R 4.5/16 7.5R 4/10 7.5R 4.5/16 ~ 7.5R 4.5/16 ~ 2.5R 5/11.5 7.5R 4/10 7.5R 4/10 7.5R 4/10 5R 4/10 ~ 5R 4/10 ~ 5R 4/10

Keterangan: R = Red (Merah), ~ = Buah busuk

Penilaian warna kulit buah naga menggunakan munshell color chart. Kulit buah naga memiliki warna dengan nilai hue (warna dominan) yaitu 5R (merah) untuk buah dengan umur panen 33 HSA dan 35 HSA. Buah dengan umur panen 37 HSA memiliki warna kulit dengan nilai hue 7.5R (merah). Nilai value (kecerahan) pada warna kulit buah naga memiliki kisaran nilai antara 4 - 7 (5R)

(11)

dan 4 - 4.5 (7.5R). Nilai chroma (intensitas warna) kulit bervariasi dengan kisaran 9.5 - 14 (5R) dan 10 - 16 (7.5R) pada tiap buah yang diamati (Tabel 7).

Gambar 6. Perbandingan munshell color chart dengan warna kulit buah naga super red; a. 5R, b. 7.5R

Gambar 7. Perbandingan munshell color chart dengan warna jumbai buah naga

super red; a. 5GY

Jumbai kulit buah naga pada buah di semua umur panen mengalami perubahan nilai hue dari 5 GY (hijau) menuju 7.5 Y (kuning kehijau-hijauan). Perubahan ini menandakan bahwa buah mengalami penurunan kesegaran (menuju busuk). Nilai value jumbai buah naga antara 7.5 - 8.5 (5 GY) dan 7.5 - 9 (7.5 Y). Nilai chroma sangat bervariasi antara 6 - 11 (5 GY) dan 6 - 13 (7.5 Y) (Tabel 8).

(a)

(b)

(12)

Tabel 8. Warna Jumbai Buah Naga Super Red selama Penyimpanan

Umur Panen Ulangan Kondisi Awal Minggu ke-1 Minggu ke-2

Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C Suhu Ruang Suhu 15 °C 33 HSA 1 5GY 8/11 5GY 8/11 7.5Y 8.5/9 ~ ~ ~ 5GY 8/11 5GY 8/11 7.5Y 8.5/9 5GY 8/11 ~ ~ 2 5GY 8/11 5GY 8/11 7.5Y 8.5/12 ~ ~ ~ 5GY 8/9 5GY 7.5/6 7.5Y 9/6 5GY 7.5/6 ~ 2.5GY 9/6 3 5GY 8.5/6 5GY 7.5/6 5GY 8/11 7.5Y 9/6 ~ 2.5GY 9/6 5GY 8/11 5GY 7.5/6 7.5Y 9/6 ~ ~ ~ 35 HSA 1 5GY 8/9 7.5Y 7.5/6 2.5GY 8/9 7.5Y 8.5/9 ~ ~ 5GY 8.5/6 5GY 8/11 5GY 8/9 7.5Y 9/6 ~ 7.5Y 8.5/9 2 5GY 8.5/6 5GY 8/9 5GY 8/9 7.5Y 8.5/9 ~ 7.5Y 8.5/9 5GY 8.5/6 5GY 7.5/6 7.5Y 9/6 5GY 8/11 ~ ~ 3 5GY 8.5/6 5GY 8/11 5GY 8.5/6 7.5Y 9/6 ~ 7.5Y 8.5/9 5GY 8/9 5GY 8/11 5GY 8.5/6 7.5Y 9/6 ~ ~ 37 HSA 1 5GY 7.5/6 5GY 7.5/6 5GY 7.5/6 7.5Y 8.5/9 ~ 7.5Y 8.5/9 5GY 8/11 5GY 8/11 ~ 7.5Y 7.5/6 ~ 7.5Y 7.5/13 2 5R 3/10 5GY 8/11 ~ 7.5Y 8.5/9 ~ 7.5Y 9/6 5GY 8/11 5GY 8/11 2.5GY 8/9 7.5Y 9/6 ~ ~ 3 5GY 8/11 7.5Y 7.5/6 7.5Y 9/6 5GY 7.5/6 ~ 7.5Y 9/6 5GY 8/9 5GY 8/9 7.5Y 9/6 7.5Y 9/6 ~ 7.5Y 8.5/9

Keterangan: GY = Green Yellow (Hijau-Kuning), Y = Yellow (Kuning), R = Red (Merah) ~ = Buah busuk

Nilai value yang semakin tinggi menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan). Angka 0 menunjukkan warna gelap (hitam) dan angka 10 menunjukkan terang (putih). Semakin tinggi nilai chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat.

(13)

Pembacaan warna dalam munshell color chart harus secara keseluruhan agar didapat interpretasi yang jelas.

Stintzing et al. dan Strack et al. dalam Bellec et al. (2006) menyatakan bahwa warna merah pada kulit maupun daging buah naga (H. costaricensis) disebabkan kandungan betalain, yaitu pigmen pengganti anthosianin di dalam tanaman buah. Betalain merupakan pigmen yang larut dalam air yang mengandung warna merah keunguan (betasianin) dan kuning (betaxantin).

Kekerasan Buah

Pengukuran kekerasan dibagi menjadi kekerasan kulit buah dan daging buah naga. Nilai kekerasan didapat dari rataan nilai kekerasan (pangkal, tengah, dan ujung) buah. Nilai kekerasan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa buah semakin lunak karena tusukan dari jarum penetrometer akan semakin dalam.

Hasil analisis statistik (Tabel 9) menunjukkan perlakuan umur panen tidak berpengaruh terhadap peubah kekerasan kulit buah pada semua minggu pengamatan, begitu pula dengan perlakuan suhu simpan. Nilai kekerasan kulit buah bervariasi karena buah yang digunakan tiap minggu pengamatan berbeda-beda (pengamatan destruktif). Buah dengan umur panen 37 HSA dan disimpan pada suhu ruang memiliki nilai kekerasan kulit tertinggi (lunak) pada minggu pengamatan ke-1 dan ke-2 (Lampiran 5).

Kulit buah naga selama penyimpanan (khususnya pada suhu 15 °C) mengalami pengeriputan. Hal ini mengakibatkan kulit buah menjadi lebih liat. Kemudian kulit buah akan melunak dikarenakan buah sudah menuju busuk. Kulit buah yang busuk berubah warna menjadi kecoklatan, berair, ataupun kering.

Interaksi antara umur panen dengan suhu simpan terhadap kekerasan kulit buah naga sangat berpengaruh pada minggu pertama pengamatan (Tabel 9). Tabel 10 menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara umur panen dan suhu simpan memberikan respon kekerasan kulit yang bervariasi pada perlakuan umur panen. Nilai kekerasan terendah (keras) terdapat pada buah dengan umur panen 35 HSA. Suhu 15 °C mengakibatkan nilai kekerasan buah lebih tinggi (lunak)

(14)

dibandingkan pada suhu ruang kecuali pada buah dengan umur panen 37 HSA walaupun perlakuan suhu tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan kulit buah. Kondisi tersebut berbeda dengan pernyataan Nerd et al. (1999) bahwa suhu penyimpanan yang tinggi akan mengakibatkan buah naga menjadi lebih lunak.

Tabel 9. Kekerasan Kulit Buah Naga Super Red pada Perlakuan Umur Panen dan Suhu Simpan serta Interaksinya

Perlakuan (Kekerasan Kulit Buah pada Minggu Pengamatan)

Awal 1 2 3 4 …………..….……….mm/g/s.…………...……… Umur Panen P1: 33 HSA 0.013 0.014 0.014 0.016 ~ P2: 35 HSA 0.012 0.013 0.013 0.017 ~ P3: 37 HSA 0.015 0.017 0.015 0.014 ~ Suhu Simpan T1: 29 ± 0.6 °C 0.013 0.015 0.014 ~ ~ T2: 15 ± 0.5 °C 0.013 0.014 0.014 0.016 ~ Interaksi antara umur panen dan suhu simpan

Uji F ** tn

Keterangan: Nilai merupakan rataan dari 12 buah; Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji tukey taraf 5 %; ** = berbeda nyata pada taraf 1 %; ~ = Buah sudah busuk

Tabel 10. Interaksi antara Umur Panen dan Suhu Simpan terhadap Kekerasan Kulit Buah Naga

Perlakuan Minggu ke-1

Suhu Ruang Suhu 15 °C

33 HSA 0.013Aab 0.015Aa 35 HSA 0.012Ab 0.014Aab 37 HSA 0.021Aa 0.013Ab

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf besar berbeda pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf kecil berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji tukey taraf 5 %

Tabel 11 memperlihatkan nilai kekerasan daging buah naga selama penyimpanan. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak adanya interaksi antara umur panen dan suhu simpan terhadap kekerasan daging buah naga pada semua minggu pengamatan. Hasil pengukuran kekerasan daging buah selama penyimpanan cenderung bervariasi antara 0.050 - 0.064 mm/g/s.

(15)

Hal ini disebabkan buah yang digunakan untuk tiap pengamatan berbeda-beda (pengamatan destruktif).

Tabel 11. Kekerasan Daging Buah Naga Super Red pada Perlakuan Umur Panen dan Suhu Simpan

Perlakuan (Kekerasan Daging Buah pada Minggu Pengamatan)

Awal 1 2 3 4 ……….mm/g/s……….……… Umur Panen P1: 33 HSA 0.050 0.058 0.058 0.056 ~ P2: 35 HSA 0.056 0.057 0.055 0.057 ~ P3: 37 HSA 0.057 0.059 0.061 0.058 ~ Suhu Simpan T1: 29 ± 0.6 °C 0.055 0.058 0.059 ~ ~ T2: 15 ± 0.5 °C 0.055 0.058 0.057 0.057 ~ Interaksi antara umur panen dan suhu simpan

Uji F tn tn

Keterangan: Nilai merupakan rataan dari 12 buah; Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji tukey taraf 5 %; tn = tidak nyata; ~ = Buah sudah busuk

Hasil penelitian Nerd et al. (1999) menyatakan bahwa kekerasan buah (H. polyrhizus) yang disimpan pada suhu 14 °C pada minggu penyimpanan ke-1 dan ke-2 masing-masing 1.8 dan 1.5 kg/cm2. Terlihat bahwa terjadi penurunan kekerasan buah (pelunakan) selama penyimpanan walaupun belum terlalu lunak (< 0.3 kg/cm2). Buah naga dengan tekstur yang lunak umumnya tidak diminati oleh konsumen.

Menurut Prasanna, Prabha, and Tharanathan (2007) sebagian besar perubahan tekstur akan mengakibatkan pelunakan dalam buah yang disebabkan enzim yang mengakibatkan perubahan struktur dan komposisi dinding sel sebagian atau keseluruhan yaitu pektin. Degradasi pektin selama pemasakan mengakibatkan pelunakan jaringan.

(16)

Padatan Terlarut Total

Kemanisan merupakan penanda mutu yang penting bagi konsumen buah-buahan. Menurut Kader et al. (1985) kualitas rasa manis dari buah dapat diukur dengan padatan terlarut total karena komponen utama dari padatan terlarut adalah gula. Wu dan Chin (1997) dan Bellec et al. (2006) menambahkan bahwa glukosa, sukrosa, dan fruktosa merupakan gula terlarut utama yang terkandung dalam daging buah naga. Gula yang terkandung dalam padatan terlarut seperti glukosa dan fruktosa merupakan jenis reducing sugar.

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat interaksi antara umur panen dan suhu simpan terhadap nilai padatan terlarut total buah naga (Tabel 12). Nilai padatan terlarut total pada buah naga berkisar antara 10.2 - 10.9 °Brix pada awal pengamatan dan antara 6.9 - 8.8 °Brix pada minggu ke-2 penyimpanan (Lampiran 9). Nilai tersebut merupakan rataan dari bagian ujung, tengah, dan pangkal buah.

Perlakuan suhu simpan berpengaruh terhadap padatan terlarut total pada minggu pengamatan ke-2 (Tabel 12). Buah yang disimpan pada suhu 15 °C memiliki nilai padatan terlarut total lebih besar dibandingkan pada suhu ruang sebesar 8.25 °Brix pada minggu ke-2.

Tabel 12 memperlihatkan tren padatan terlarut total yang bervariasi namun cenderung menurun. Nilai yang bervariasi disebabkan buah yang digunakan setiap minggu pengamatan berbeda-beda (pengamatan destruktif). Nilai padatan terlarut total terbesar terdapat pada buah yang dipanen 37 HSA pada minggu pengamatan ke-1 dan ke-2, walaupun pada pengamatan awal buah yang dipanen saat 35 HSA memiliki nilai lebih besar. Nilai padatan terlarut total terkecil terdapat pada buah yang dipanen 33 HSA pada minggu pengamatan ke-2 dan ke-3. Penurunan nilai padatan terlarut total pada suhu ruang cenderung lebih drastis dibandingkan buah naga yang disimpan pada suhu 15 °C.

Penelitian Nerd et al. (1999) menunjukkan bahwa nilai padatan terlarut H. undatus pada penyimpanan minggu pertama dan kedua berturut-turut 13.3 °Brix dan 12.2 °Brix, dan H. polyrhizus sebesar 13.4 °Brix dan 12.0 °Brix.

(17)

Terlihat bahwa nilai padatan terlarut total pada dua jenis buah naga tersebut selama penyimpanan cenderung menurun.

Tabel 12. Padatan Terlarut Total Buah Naga Super Red pada Kombinasi Perlakuan Umur Panen dan Suhu Simpan serta Interaksinya

Perlakuan (PTT pada Minggu Pengamatan)

Awal 1 2 3 4 …………..……….oBrix.……..………. Umur Panen P1: 33 HSA 10.66 8.64 7.41 8.21 ~ P2: 35 HSA 10.94 8.18 7.55 9.37 ~ P3: 37 HSA 10.21 8.66 8.39 9.20 ~ Suhu Simpan T1: 29 ± 0.6 °C 10.60 8.53 7.32a ~ ~ T2: 15 ± 0.5 °C 10.60 8.46 8.25b 8.93 ~

Interaksi antara umur panen dan suhu simpan

Uji F tn tn

Keterangan: Nilai merupakan rataan dari 12 buah; Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji tukey taraf 5 %; tn = tidak nyata; ~ = Buah sudah busuk

Kondisi tersebut berbeda dengan buah non-klimakterik lain. Menurut O’Hare (1997) padatan terlarut total pada buah rambutan (cv. ‘Seematjan’, ‘Seechompoo’, ‘Rongrien’, dan ‘Lebakbulus’) meningkat setelah panen, walaupun terdapat pula kultivar rambutan lain yang mengalami penurunan padatan terlarut total selama penyimpanan. Peningkatan nilai padatan terlarut total juga terjadi pada buah nenas, Paull (1997) menyatakan terdapat peningkatan tajam padatan terlarut total pada akhir minggu ke-6 penyimpanan. Penyimpanan buah nenas selama 2 minggu pada suhu 10 °C hanya berpengaruh kecil terhadap perubahan padatan terlarut total.

Buah naga super red pada semua umur panen memiliki nilai selang brix antara 8.2 - 14 °Brix (bagian pangkal buah), 7.2 - 13.6 °Brix (bagian tengah buah), 8.2 - 16.2 °Brix (bagian ujung buah). Menurut Merten (2003) buah naga dengan nilai brix diatas 12 °Brix dan 13 °Brix memiliki level kadar gula yang dapat diterima oleh sebagian besar konsumen di Amerika Serikat.

(18)

Asam Tertitrasi Total

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak adanya interaksi antara umur panen dan suhu simpan terhadap asam tertitrasi total buah naga pada semua minggu pengamatan. Perlakuan yang berpengaruh hanya perlakuan umur panen saat minggu ke-1 penyimpanan. Penundaan umur panen menyebabkan rendahnya nilai asam tertitrasi total, terlihat bahwa buah dengan umur panen 37 HSA memiliki nilai asam tertitrasi total lebih kecil dibandingkan buah dengan umur panen yang lain (Tabel 13).

Perubahan dalam keasaman selama penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemasakan dan tingginya suhu penyimpanan (Mattoo et al., 1986). Buah yang disimpan pada suhu ruang penurunan asam tertitrasi totalnya lebih drastis dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 15 °C. Hal ini dikarenakan proses respirasi dan kegiatan metabolisme buah lebih dapat ditekan pada suhu rendah.

Tabel 13. Asam Tertitrasi Total Buah Naga Super Red pada Perlakuan Umur Panen dan Suhu Simpan serta Interaksinya

Perlakuan ATT (Minggu ke-)

Awal 1 2 3 4 ……….ml/100g……….……… Umur Panen P1: 33 HSA 52.26 44.14a 26.00 22.83 ~ P2: 35 HSA 55.30 40.46a 24.48 27.40 ~ P3: 37 HSA 61.90 32.22b 24.99 24.86 ~ Suhu Simpan T1: 29 ± 0.6 °C 56.49 38.47 22.92 ~ ~ T2: 15 ± 0.5 °C 56.49 39.40 27.40 25.03 ~ Interaksi antara umur panen dan suhu simpan

Uji F tn tn

Keterangan: Nilai merupakan rataan dari 12 buah; Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji tukey taraf 5 %; tn = tidak nyata; ~ = Buah sudah busuk

Penyimpanan baik pada suhu ruang maupun suhu 15 °C mengakibatkan penurunan asam tertitrasi total dalam buah naga, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Kondisi tersebut berbeda dengan buah non-klimakterik lain yang

(19)

mengalami peningkatan total asam selama penyimpanan. Paull (1997) menyatakan bahwa terjadi penurunan pH dari 3.5 ke 3.1 pada buah nenas selama penyimpanan pada suhu 8 °C, yang berarti terjadi peningkatan asam tertitrasi. Begitu pula pada buah rambutan seperti pernyataan O’Hare (1997) bahwa terjadi sedikit peningkatan asam tertitrasi walaupun perubahannya tidak signifikan.

Korelasi antar Peubah

Korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi bukan merupakan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih akan tetapi menggambarkan keterkaitan linier antar peubah. Koefisien korelasi dinotasikan dengan huruf r dan nilainya berkisar antara -1 dan 1. Nilai r yang mendekati -1 atau 1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).

Korelasi antar peubah ditujukan untuk melihat hubungan antara peubah pengamatan untuk pendugaan kualitas buah selama penyimpanan. Misalnya, peubah pengamatan non-destruktif dapat dijadikan sebagai penduga nilai dari peubah pengamatan destruktif tanpa harus merusak buah.

Berdasarkan analisis statistik tidak terdapat korelasi antar peubah pengamatan pada buah dengan umur panen 33 HSA. Korelasi terjadi pada buah dengan umur panen 35 dan 37 HSA.

Tabel 14. Korelasi antar Peubah pada Perlakuan Umur Panen 37 HSA dan Suhu Ruang saat Minggu ke-1 Penyimpanan

Susut Bobot Kekerasan Kulit Kekerasan Daging PTT TAT Susut Bobot 1 Kekerasan Kulit - 0.100 1 Kekerasan Daging - 0.018 - 0.789 1 PTT 0.817* - 0.356 0.297 1 ATT - 0.596 - 0.076 - 0.029 - 0.425 1

Keterangan : PTT = Padatan Terlarut Total, ATT = Asam tertitrasi total * = berbeda nyata pada taraf 5 %

(20)

Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara susut bobot dengan padatan terlarut total. Nilai r2 (koefisien determinasi) antara susut bobot dengan padatan terlarut total pada minggu ke-1 penyimpanan adalah sebesar 66.74 % [(100)(0.817)2 = 66.74 %]. Maksudnya adalah terdapat 66.74 % keeratan hubungan atau keragaman dalam peubah susut bobot dapat diterangkan oleh peubah padatan terlarut total. Korelasi positif menunjukkan bahwa semakin meningkat persentase susut bobot maka konsentrasi padatan terlarut total juga semakin meningkat.

Hal ini diduga semakin besar persentase susut bobot buah maka kandungan air di dalam buah akan menurun. Jumlah padatan terlarut dalam buah relatif konstan sehingga kandungan air yang semakin menurun akan meningkatkan konsentrasi padatan terlarut dalam buah begitu pula sebaliknya. Tabel 15. Korelasi antar Peubah pada Perlakuan Umur Panen 35 HSA dan

Suhu 15 °C saat Minggu ke-2 Penyimpanan Susut Bobot Kekerasan Kulit Kekerasan Daging PTT TAT Susut Bobot 1 Kekerasan Kulit - 0.083 1 Kekerasan Daging - 0.182 - 0.342 1 PTT 0.127 - 0.755 - 0.174 1 ATT - 0.207 0.916* - 0.286 - 0.746 1

Keterangan : PTT = Padatan Terlarut Total, ATT = Asam Tertitrasi Total * = berbeda nyata pada taraf 5 %

Tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara kekerasan kulit buah dengan kandungan asam tertitrasi total. Nilai r2 dan korelasi antar peubah tersebut adalah 83.90 % [(100)(0.916)2 = 83.90 %]. Korelasi yang terjadi antara kekerasan kulit buah dan asam tertitrasi total adalah positif yang berarti semakin meningkat nilai kekerasan kulit (pelunakan) maka kandungan asam dalam buah juga semakin meningkat. Menurut Kays (1991) setelah panen dan selama penyimpanan konsentrasi total asam organik cenderung menurun, selain itu aktivitas dari enzim pektat (berperan dalam pembongkaran pektin menjadi asam pektat dalam pelunakan buah) juga mengalami peningkatan.

(21)

Tabel 16. Korelasi antar Peubah pada Perlakuan Umur Panen 37 HSA dan Suhu 15 °C saat Minggu ke-2 Penyimpanan

Susut Bobot Kekerasan Kulit Kekerasan Daging PTT TAT Susut Bobot 1 Kekerasan Kulit - 0.169 1 Kekerasan Daging 0.783 - 0.342 1 PTT 0.557 - 0.655 0.856* 1 ATT - 0.002 0.062 - 0.142 - 0.427 1

Keterangan : PTT = Padatan Terlarut Total, ATT = Asam Tertitrasi Total * = berbeda nyata pada taraf 5 %

Korelasi yang terjadi pada minggu ke-2 penyimpanan pada perlakuan umur panen 37 HSA dan suhu simpan 15 °C adalah antara kekerasan daging buah dengan kandungan padatan total terlarut (Tabel 16). Nilai r2 antara peubah tersebut adalah 73.27 % [(100)(0.856)2 = 73.27 %]. Korelasi yang terjadi antara kekerasan daging buah dan asam tertitrasi total juga positif yang artinya semakin tinggi nilai kekerasan daging buah (pelunakan) maka konsentrasi padatan terlarut dalam buah juga semakin meningkat. Diduga saat pengamatan di minggu ke-2 buah naga yang digunakan (pengamatan destruktif) memiliki nilai padatan terlarut total yang tinggi. Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Nerd et al. (1999) bahwa kandungan padatan terlarut dalam (H. polyrhizus) cenderung menurun selama penyimpanan pada minggu ke-1 dan ke-2 sebesar 13.4 ke 12.0 °Brix pada suhu 14 °C. Mattoo et al. (1986) menambahkan bahwa dalam proses pematangan buah terjadi perubahan pektin yang menyebabkan kekerasan buah berkurang (lunak).

Pembahasan Umum

Buah naga termasuk buah non-klimakterik yang sebaiknya dipanen saat kematangan buah optimal sehingga didapatkan kondisi buah yang segar dan memiliki kadar kemanisan serta kandungan asam yang optimal. Hal ini dikuatkan dengan penjelasan Zee et al. (2004) bahwa buah naga termasuk buah non-klimakterik (tidak mengalami pemasakan yang dramatis setelah panen) dan sensitif terhadap chilling injury. Walaupun perubahan pada kandungan gula tidak begitu nyata setelah buah dipanen, penundaan umur panen sampai 50 hari setelah

(22)

fruit set pada buah naga di Hawai’i dapat dilakukan untuk meningkatkan kadar kemanisan buah dan penambahan bobot. Selanjutnya Bellec et al. (2006) menambahkan bahwa pemanenan buah naga 5 - 8 hari setelah buah berwarna penuh akan mengurangi umur simpan, walaupun akan memberi rasa yang lebih manis dan cita rasa ”blackberry” pada buah naga super red (H. costaricensis).

Selama penyimpanan dilakukan pengamatan fisik dan kimia pada buah naga. Pengamatan fisik dilakukan terhadap warna kulit dan jumbai buah, kesegaran buah, kekerasan buah, dan susut bobot buah selama penyimpanan. Pengamatan kimia untuk peubah kandungan padatan terlarut total dan asam tertitrasi total.

Warna kulit buah naga tidak mengalami perubahan selama penyimpanan. Buah yang masih berwarna hijau kemerahan saat dipanen maka selama penyimpanan buah tersebut akan tetap berwarna hijau kemerahan, karena buah naga sebagai buah non-klimakterik tidak mengalami penguraian pigmen warna pada kulit buah seperti yang umumnya terjadi pada buah klimakterik.

Kesegaran buah naga selama penyimpanan dilihat dari penampilan fisik buah sehingga kesegaran buah merupakan indikator utama yang mempengaruhi nilai preferensi konsumen terhadap buah naga. Walaupun buah masih dapat dikonsumsi, akan tetapi apabila penampilan sudah tidak baik maka buah tidak akan dapat dijual. Nilai kesegaran buah terkait dengan kandungan air dalam buah naga super red, buah dengan susut bobot kumulatif lebih dari 5 % umumnya sudah menunjukkan penampilan fisik yang buruk (tidak segar).

Suhu penyimpanan yang tinggi akan mengakibatkan rendahnya kekerasan buah (pelunakan), kandungan air, keasaman, dan cita rasa. Perubahan-perubahan seperti pelunakan, kesulitan dalam memisahkan kulit dari daging buah, dan perubahan warna serta layunya jumbai buah umumnya muncul secara bersamaan (Nerd et al., 1999). Pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi buah naga super red selama penyimpanan. Hal ini terlihat dari kandungan padatan terlarut total dan asam tertitrasi total buah yang berkurang lebih drastis pada suhu ruang dibanding dengan penyimpanan pada suhu 15 °C. Hal tersebut juga sesuai dengan kandungan air yang diinterpretasikan dalam susut bobot kumulatif yang memiliki nilai lebih tinggi pada penyimpanan suhu ruang. Nilai susut bobot yang tinggi

(23)

menandakan buah menuju kebusukan, umumnya disertai dengan perubahan-perubahan seperti yang telah dijelaskan.

Perlakuan umur panen tidak berpengaruh pada beberapa peubah yang diamati seperti kekerasan kulit dan daging buah serta padatan terlarut total. Peubah yang dipengaruhi oleh perlakuan umur panen adalah susut bobot kumulatif buah pada sebagian besar hari pengamatan. Nilai susut bobot kumulatif terkecil terdapat pada buah dengan perlakuan umur panen 33 HSA. Perlakuan umur panen juga mempengaruhi nilai asam tertitrasi total pada minggu pertama pengamatan dengan nilai asam tertitrasi total terbesar adalah pada buah dengan umur panen 33 HSA.

Perlakuan suhu rendah pada buah naga super red cukup efektif untuk mempertahankan daya simpan buah. Buah yang disimpan pada suhu 15 °C dapat bertahan hingga minggu ke-2 dibanding suhu ruang yang hanya mampu mempertahankan daya simpan buah selama 1 minggu. Walaupun buah masih dapat dikonsumsi hingga minggu ke-2 untuk buah pada suhu ruang dan minggu ke-3 untuk buah pada suhu 15 °C, akan tetapi kondisi buah yang sudah tidak segar menjadi pertimbangan bagi produsen atau distributor untuk menjualnya.

Penyimpanan buah naga berdasarkan nilai dari peubah-peubah yang diujikan seperti warna kulit buah, kesegaran buah, susut bobot kumulatif buah, kekerasan buah, padatan terlarut total, dan asam tertitrasi total terlihat bahwa buah naga super red dapat disimpan pada suhu ruang selama ± 7 hari dan pada suhu 15 °C selama ± 14 hari. Menurut Nerd et al. (1999) buah naga yang dipanen mendekati warna penuhnya dapat dijaga kesegarannya pada kualitas pasar selama 3 minggu pada 6 °C, 2 minggu pada 14 °C atau 1 minggu pada 20 °C.

Referensi

Dokumen terkait

paparan lesson design yang disusun oleh peserta pengabdian. Evaluasi oleh Tim Pengabdian Dari hasil evaluasi, diperoleh bahwa kegiatan pendampingan penyusunan skenario

Konsep potensi pada penelitian ini mengacu kepada semua sumber daya yang dimiliki oleh Institut Seni Indonesia Denpasar baik itu sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun

Tabel 2.. Selain itu, keduanya juga cenderung tidak menuliskan langkah pengerjaan soal saat tes, namun saat wawancara siswa mampu untuk menyebutkan langkah pengerjaan

Jaya Perkasa memenuhi hak-hak para tenaga kerja perempuan?, kemudian Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai wanita yang bekerja untuk menafkahi keluarga?..

Model yang digunakan tersusun atas 2 faktor perlakuan, faktor A terdiri atas 3 taraf dan faktor B terdiri atas 3 taraf dengan ulangan sebanyak 3 kali sehingga disebut

1) Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkan terus dalam

Deskriptor diambil berdasar- kan jumlah panelis yang menyatakan bahwa suatu soal diperkirakan mampu dijawab benar oleh siswa minimal lebih dari separoh (1/2) dari

Dari hasil penelitian tersebut, peneliti mengambil kesimpulan penggunaan model pembelajaran Cooperative metode STAD dengan pemanfaatan alat peraga dalam pembelajaran