• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBAHAGIAAN DALAM TAO (STUDI ATAS PEMIKIRAN CHUANG TZU DAN RELEVANSINYA DALAM KEBAHAGIAAN MANUSIA MODERN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBAHAGIAAN DALAM TAO (STUDI ATAS PEMIKIRAN CHUANG TZU DAN RELEVANSINYA DALAM KEBAHAGIAAN MANUSIA MODERN)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

KEBAHAGIAAN DALAM TAO

(STUDI ATAS PEMIKIRAN CHUANG TZU DAN RELEVANSINYA DALAM KEBAHAGIAAN MANUSIA MODERN)

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Disusun Oleh:

Mohammad Rian Sujud Taufik (11140321000077)

PROGRAM STRATA SATU (S1) STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021

(2)

KEBAHAGIAAN DALAM TAO

(STUDI ATAS PEMIKIRAN CHUANG TZU DAN RELEVANSINYA DALAM KEBAHAGIAAN MANUSIA MODERN)

Skripsi

Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :

Mohammad Rian Sujud Taufik NIM : 11140321000077

Pembimbing,

Siti Nadroh, S.Ag., M.Ag NUPN: 9920112687

PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

iii

SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Mohammad Rian Sujud Taufik Fakultas : Ushuluddin

Jurusan/Prodi : Studi Agama-agama

Judul Skripsi : KEBAHAGIAAN DALAM TAO (STUDI ATAS PEMIKIRAN CHUANG TZU DAN RELEVANSINYA DALAM KEBAHAGIAAN MANUSIA MODERN)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 27 Juni 2021

(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSYAH

Skripsi berjudul Kebahagiaan Dalam Tao (Studi Atas Pemikiran Chuang Tzu dan Relevansinya Dalam Kebahagiaan Manusia Modern) telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag.) Program Strata Satu (S-1) pada jurusan Studi Agama-agama.

Jakarta, 24 Juli 2021 Panitia Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota,

Syaiful Azmi, M.A.

NIP: 19710310 199703 1 005

Sekretaris Merangkap Anggota,

Lisfa Sentosa Aisyah, M.A. NIP : 19750506 200501 2 003 Anggota

Penguji I,

Dr. Hamid Nasuhi, M.Ag. NIP: 19630908 199001 1 001

Penguji II,

Drs. M. Nuh HS, M.Ag. NIP: 19610312 198903 1 002 Pembimbing

Siti Nadroh, M.Ag. NUPN: 9920112687

(5)

iv ABSTRAK

Tema kebahagiaan adalah hal yang akan selalu diperbincangkan sampai kapanpun. Karena pada hakikatnya, apa itu arti kebahagiaan sendiri dapat dipandang dari berbagai sisi. Bahkan jauh sebelum era modern, para pendahulu kita punya pandangan berbeda-beda tentang kebahagiaan. Mulai dari para filsuf maupun tokoh pendiri agama. Demi mencari tahu apa itu kebahagiaan, penulis mengambil Salah satu tokoh pendiri Tao bernama Chuang Tzu. Dimana ia berpendapat dalam bukunya yang berjudul “Tamasya Bahagia” yaitu “ikuti sifat umum dari keseluruhan alam, maka mereka (yang mengikutinya) akan bahagia”. Maksudnya apabila manusia hidup menyatu dengan alam dan mengerti sifat dari alam, maka semua kebahagiaannya akan terwujud.

Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian pustaka (Library

Research), yaitu penelitian yang menggunakan sumber utama berupa buku, jurnal,

ensiklopedia dan lainnya yang berisi tentang pemikiran Chuang Tzu terutama mengenai tema kebahagiaan sejati. Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan historis dan pendekatan fenomenologis. Pendekatan historis digunakan untuk melacak akar pemikiran Chuang Tzu sebagai guru Tao terutama pemikirannya mengenai kebahagiaan sejati. Sedangkan pendekatan fenomenologis digunakan untuk menggambarkan pa yang dipikirkan, dirasakan, diketahui oleh Chuang Tzu dalam kesadaran dan pengalamannya tentang kebahagiaan saat itu.

Chuang Tzu mengartikan kebahagiaan itu dapat diperoleh manusia dengan menggabungkan dua cara dalam hidup. Yang pertama yaitu, apabila manusia mampu mengenal dan memahami kodrat alamiahnya (menyatu dengan alam), dan yang kedua mengikuti hidup selaras dengan jalan Tao. Mengenal dan memahami kodrat alamiah yaitu mengikuti sifat batiniah, bukan lahiriah. Yang kodrati bersifat batiniah, dan yang manusiawi bersifat lahiriah, mengikuti sifat kodrati merupakan sumber dari segala kebahagiaan, sedangkan mengikuti yang manusiawi merupakan sumber terhadap semua kepedihan dan keburukan. Karena sifat manusiawi cenderung untuk melakukan kesalahan dan melanggar hukum alamiahnya. Lalu yang kedua, karena Tao secara harfiah berarti “jalan”, atau satu cara bertindak, adalah pendekatan menyesuaikan diri dengan alam. Tao sendiri menempatkan ajaran “kebajikan” (te) sebagai pedoman dalam hidup. Jadi, mengikuti jalan Tao berarti mengikuti jalan yang penuh dengan kebajikan. Dan dengan manusia mampu mengaplikasikan kedua cara tersebut dalam hidup, maka manusia akan mencapai kebahagiannya.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan kenikmatan jasmani dan rohani, serta rahmat dan hidayah-Nya, dan kemudahan serta kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini berkat pertolongan-Nya. Tidak lupa juga salam serta sholawat terus saya ucapkan teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita termasuk umat yang mendapat syafaat darinya. Serta doa untuk keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir yang harus saya selesaikan untuk menamatkan kuliah dan mendapatkan gelar sarjana Strata-1 pada Jurusan Studi Agama-agama Fakultas Ushulludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini tidak akan bisa tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Dengan penuh rasa rendah hati izinkanlah penulis mengungkapkan rasa terima kasih kepada beliau-beliau yang telah banyak berjasa dalam membantu penyelesaian tugas akhir ini:

1. Bapak dan ibu yang tidak pernah lepas memberikan kasih sayangnya mulai dari kecil sampai waktu yang tak terkira, terima kasih selalu memberikan semangat, motivasi, kasih sayang, dan doa yang tulus untuk kesuksesan

(7)

vi

penulis, dan juga untuk semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya dan memberikan umur panjang kepada mereka. Aamiin..

2. Ibu Siti Nadroh, S.Ag., M.Ag. selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan arahan, saran serta perhatiannya kepada penulis dan dengan sangat sabar membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Dan Bapak Syaiful Azmi, MA selaku dosen Penasehat Akademik yang memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan dengan baik. Semoga senantiasa sehat dan diberikan kelancaran dalam segala urusannya. Āamīin.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A Selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Syaiful Azmi, MA ketua Jurusan Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA selaku sekertaris Jurusan Studi Agama-agama. Serta seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Studi Agama-agama yang telah membagikan waktu, tenaga dan ilmu pengetahuan juga pengalaman berharga kepada penulis.

6. Teman-teman seperjuangan, kepada seluruh teman Jurusan Studi Agama-agama angkatan 2014. Khususnya kepada Towil, Irpan Maul, M Qoyy, Swandi, dan pujaan hati saya Monica yang selalu mengarahkan penulis agar segera menyelesaikan tugas akhir dan memberikan semangat. Semoga kita semua tetap dalam ikatan silaturahmi dan jalinan pertemanan yang indah.

(8)

vii

Semoga peran-peran beliau semua mendapat imbalan yang sepantasnya dan mendapatkan ridho dari Allah SWT Āamīin. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umunya bagi para pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran Rasulullah Saw. Āmīn. Kritik dan saran serta solusi sangat penulis harapkan dari berbagai pihak guna penyempurnaan dari kebaikan karya-karya penulis nantinya.Semoga Allah Swt senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

(9)

vi DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSYAH ... iv

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ... 8

E. Landasan Teori ... 9

F. Metodologi Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II KEBAHAGIAAN DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF ... 19

A. Kebahagiaan dalam Perspektif Filsafat ... 19

B. Kebahagiaan dalam Perspektif Agama ... 23

C. Kebahagiaan dalam Perspektif Psikologi Modern ... 27

BAB III BAHAGIA SEJATI MENURUT CHUANG TZU ... 31

A. Taoisme ... 31

B. Biografi Chuang Tzu ... 34

C. Kebahagiaan Menurut Chuang Tzu... 34

BAB IVPANDANGAN CHUANG TZU DAN RELEVANSINYA DENGAN MANUSIA MODERN ... 42

A. Manusia, Alam dan Problematika ...Error! Bookmark not defined. B. Aspek-Aspek Kebahagiaan Manusia Modern ... 50

C. Bahagia Sejati Chuang Tzu dan Relevansinya dengan Manusia Modern ... 60

BAB V PENUTUP ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

(10)
(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Kebahagiaan adalah tujuan setiap manusia hidup di dunia, dan sebagian manusia rela melakukan apapun demi mencapai kebahagiannya. Kebahagiaan menunjukkan arti sebagai berikut: keberuntungan, peluang baik, dan kejadian yang baik. Setiap orang, dengan berbagai tingkatan usia dan latar belakang, memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang kebahagiaan. Misalnya, jika ada beberapa orang ditanya tentang “apa itu kebahagiaan?”, pastilah jawabannya akan sangat berbeda-beda yang satu dengan yang lainnya. Mungkin juga di antara mereka ada yang mengidentikkan orang bahagia dengan orang yang tinggal di rumah yang besar dan mewah, mobil mahal, pakaian yang indah, makanan yang lezat dan bergizi, memiliki isteri yang cantik, memiliki tubuh yang indah, keluarga yang harmonis dan bahagia dan sebagainya. Ada pula yang menggambarkan kebahagiaan dengan foya-foya dan menghabiskan seluruh waktunya untuk bersenang-senang, sebagaimana sebuah ungkapan menarik yang cukup populer di kalangan kaum remaja dewasa ini, yaitu: “selagi muda foya-foya, tua kaya-raya, mati masuk surga”. Namun ungkapan tersebut nyatanya tak pernah ada, karena sebuah pepatah bijak mengatakan “ kita bisa memilih untuk berjuang saat muda dan santai (menikmati jerih payah) saat tua, atau kita malah menghabiskan masa muda dengan bersantai ria namun dimasa tua kita malah berjuang (sengsara)”.

(12)

Masalah kebahagiaan ini rupanya juga merupakan topik yang tidak akan pernah habis dibicarakan. Dimana ada begitu banyak pandangan dan pendapat mengenai arti kebahagiaan itu sendiri. Mulai dari maknanya, sebab-sebabnya, dan tolak ukur untuk menempuh kebahagiaan itu. Dari kasus ini, jelaslah bahwa kebahagiaan merupakan tujuan utama yang ingin dicapai oleh setiap individu. Sehingga pada dasarnya aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing individu ialah bentuk perwujudan dari keinginan dirinya dalam meraih kebahagiaan dalam hidup. Tujuan yang dimiliki setiap individu pun berbeda-beda, seperti mendapat pekerjaan yang enak dan mendapat gaji tinggi, mendapat uang hanya dengan menjalankan hobi kita, maupun keluarga yang tentram dan harmonis. Adapun masalah kebahagiaan saat ini, tiba-tiba semakin lama terasa dipertanyakan oleh umat manusia pada dunia modern sekarang ini. Sebab sebagian orang menduga dengan mudahnya sarana hidup akibat kemajuan teknologi modern saat ini, manusia akan dihantar ke gerbang kebahagiaan hidup dengan sempurna. Namun asumsi itu nyatanya jauh dari kebenaran, bahkan penyakit gangguan kejiwaan akibat implikasi dunia modern semakin banyak.1

Tidak seorang pun di dunia ini yang ingin hidup sengsara dan menderita. Masing-masing individu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya dan berusaha keras mendapatkannya. Oleh sebab itu, bahagia merupakan hal yang paling penting bagi setiap orang. Karena orang-orang yang berbahagia akan cenderung melakukan kebaikan ataupun sesuatu yang

1

(13)

bersifat positif. Dan segala sesuatu yang positif akan mengantarkan pada perilaku positif pula. Rasa senang dan tenang pastinya akan menjadi sangat dirasakan oleh setiap manusia apabila kita merasakan hal-hal positif. Hal ini juga tidak terlepas dari konsep hidup suatu negara dalam mencapai kebahagiaan warganya.

Ada begitu banyak pandangan dan pendapat mengenai kebahagiaan, mulai dari para filsuf, tokoh terkenal, pemuka agama, hingga para motivator, sebagai contoh pandangan dari filsuf terkenal Yunani yakni Sokrates, dimana ia berpendapat bahwa “budi ialah tahu”. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Jalan menuju kebaikan adalah jalan yang sebaik-baiknya untuk mencapai kesenangan hidup. Tujuan etik baginya adalah untuk mencapai kebahagiaan atau kesenangan hidup.2

Filsuf Yunani selanjutnya ada Plato yang merupakan murid dari Sokrates berpendapat berdasarkan ajaran ideanya, bahwa kebahagiaan tertinggi itu tidak mungkin diperoleh di dunia ini, kebahagiaan tertinggi baru dapat diperoleh ketika jiwa telah berpisah dengan jasad. Dalam pandangan Plato, kebahagiaan tertinggi itu hanya terletak pada jiwa bukan jasad, sehingga jika jasad dan jiwa masih melekat pada tubuh yang kotor dan berbagai kepentingannya, serta menyatu dengan berbagai kepentingan jasad, berarti jiwa belum benar-benar bahagia. Artinya, bagi Plato kebahagiaan di dunia ini ialah semu atau tidak mungkin diperoleh, bahagia yang sebenarnya baru bisa dirasakan manusia ketika manusia telah sampai di akhirat kelak.

2

(14)

Berbeda dengan pandangan dari Plato, Aristoteles memiliki pandangan yang berbeda. Menurut Aristoteles, hidup yang baik dapat dikatakan dengan satu kata yaitu “kebahagiaan”, kebahagiaan adalah kebaikan instrinsik, dan merupakan tujuan dalam diri kita masing-masing. Tegasnya kebahagiaan adalah hidup yang terintegrasi dan memuaskan. Selanjutnya, kebahagiaan atau kesejahteraan, dapat diperoleh manusia di dunia jika manusia berupaya keras dalam hidupnya untuk mengusahakannya. Kebahagiaan adalah apa yang kita cari demi diri kita sendiri (Eudaimonia). Dengan demikian, menurut penulis, kebahagiaan bagi Aristoteles adalah tercapainya apa yang dibutuhkan di dunia ini dan menjadi hidup adalah tujuan kita mencapai kebahagiaan itu. Jadi, kebahagiaan menurut Aristoteles terkait dengan materi dan sesuatu yang nyata, sehingga kebahagiaan tertinggi bisa dicapai di dunia ini.3

Sedangkan kebahagiaan zaman modern ini, sangatlah berbeda dengan kebahagiaan zaman dahulu, dan lebih mengacu pada pendapat dari Aristoteles dimana Kebahagiaan dapat didapat dengan materi. Zaman sekarang banyak kita jumpai bahwa kebahagiaan dapat diperoleh karena adanya uang yang banyak sehingga keinginan kita dapat tercapai. Perspektif kebahagiaan zaman sekarang lebih mengarah pada jumlah kekayaan, jabatan, peran dimasyarakat dan semacamnya. Dengan kata lain, kebahagiaan zaman modern ini akan tercapai jika kita mempunyai kekayaan materi, jabatan yang tinggi, terlahir dari keluarga yang terpandang dan sejenisnya, seperti pendapat Aristoteles

3 Endrika Widdia Putri, Kebahagiaan Perspektif Al-Farabi, dalam skripsi Fakultas

(15)

diatas. Padahal sejatinya, bukan hanya itu saja yang dapat membuat seseorang bahagia.

Di zaman modern ini, harus diakui bahwa sains dan teknologi itu sangat berpengaruh dalam tujuan manusia mencapai kebahagiaan didunia ini, karena dengan sains dan teknologi terbukti telah mampu memberi kemudahan dan kenyamanan bagi banyak manusia saat ini. Dan di sebagian kalangan masyarakat dunia menafsirkan bahwa simbol materi, kemewahan, pangkat, golongan dan status sosial merupakan indikator untuk mencapai kebahagiaan. Ketika indikator tersebut gagal di dapat maka perasaan kecewa bahkan putus asa bakal dirasakan. Kebiasaan orang yang meninggikan indikator tersebut tanpa esensi biasanya akan menganggap rendah dan memandang sebelah mata kepada orang yang hidup tanpa ciri-ciri kebahagiaan seperti yang mereka pandang. Mereka hanya akan menghormati orang-orang yang kaya, berpendidikan tinggi, berpangkat dan mempunyai kedudukan tinggi di masyarakat, yang mana hal itu bukan bagian dari esensi hakiki kebahagiaan.

Menyikapi perkembangan masyarakat Dunia di zaman modern ini, sebagaimana yang digambarkan diatas, Taoisme merupakan salah satu paham atau ajaran yang menarik untuk dikedepankan sebagai salah satu perbandingan terhadap sistem nilai kebahagiaan modern dimasa kini yang telah merembes kedalam segala penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia.

Menurut salah satu tokoh ajaran agama Tao, Chuang Tzu, mengatakan bahwa kebahagiaan bukanlah hal utama yang harus dikejar, kebahagiaan merupakan sampingan dari usaha untuk mencapai hidup sebagaimana adanya

(16)

dan mengikuti kodrat alaminya. Di mana ia mengandaikan pengenalan dan pemahaman kognitif dalam menjalani hidup. Yang alih-alih bertentangan satu sama lain, pengenalan dan pemahaman di satu sisi akan berkorelasi dengan pengalaman di sisi lain. Kedua kemampuan alamiah manusia ini saling melengkapi ketika kita berusaha hidup selaras dengan jalan Tao, atau mengusahakan wawasan yang menguatkan dalam menjalani hidup. Chuang Tzu beragumen bahwa saat kita menggunakan kedua kemampuan tersebut dalam mengusahakan hidup di jalan Tao, saat itu pula kita mengalami kebahagiaan. Seperti dikutip dalam bukunya yang berjudul Chuang Tzu, yaitu: (Following the common nature of the whole, they are happy) yang artinya: ikuti sifat umum dari keseluruhan alam, maka mereka (yang mengikutinya) akan bahagia4.

Maka dari itu penulis tertarik meneliti lebih dalam tentang Kebahagiaan dalam Tao berlandaskan pemikiran Tokoh Tao, Chuang Tzu, sekaligus menganalisis relevansinya terhadap kehidupan di zaman modern ini. Dan penulis memberi judul penilitian ini, “KEBAHAGIAAN DALAM TAO (STUDI ATAS PEMIKIRAN CHUANG TZU DAN RELEVANSINYA

DALAM KEBAHAGIAAN MANUSIA MODERN)”, karena sesuai dengan

jurusan yang ditempuh penulis di jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

4

(17)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka penelitian ini akan mengacu pada rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana konsep kebahagiaan menurut Chuang Tzu dan relevansinya pada zaman modern? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep kebahagiaan menurut Chuang Tzu dan relevansinya pada zaman modern‟

Adapun manfaat penelitian yang ingin didapat dari penelitian ini meliputi kegunaan teoritis, praktis dan Akademis.

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan data ilmiah dan mampu memperkaya khasanah keilmuan dalam memahami dan menambah informasi baru terhadap pengembangan ilmu pengetahuan mengenai Kebahagiaan Tao perspektif Chuang Tzu. b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi para mahasiswa-mahasiswi khususnya jurusan Studi Agama-agama agar lebih obyektif lagi dalam menginterpretasikan setiap hasil karya orang lain, dan hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan para peneliti lain dengan tema atau judul yang serupa.

(18)

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan akhir perkuliahan guna mendapatkan gelar Sarjana Agama (S.Ag) jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan Pustaka bertujuan untuk memuat literatur sebagai bagian dari bahan perbandingan serta acuan. Selain itu juga menghindari anggapan kesamaan dengan penelitian ini. Pada dasarnya penelitian mengenai Taoisme sudah banyak dibahas pada beberapa penelitian seperti skripsi dan jurnal namun penulis belum menemukan banyak penelitian secara spesifik dan komprehensif yang mengkaji tentang konsep kebahagiaan menurut Chuang Tzu dalam ajaran Taoisme.

Penulis melakukan kajian pustaka berupa karya-karya penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi dengan topik yang diteliti, di antaranya:

Pertama, sebuah buku yang berjudul “The Book of Chuang Tzu”. Buku ini menjelaskan secara lengkap filsafat pemikiran Chuang Tzu dalam ajaran Tao serta paradigma-paradigma yang dibentuk oleh Chuang Tzu itu sendiri. Buku ini merupakan buku sumber utama bagi penulis dimana pada Chapter 18, Chuang Tzu membahas mengenai “Kebahagiaan” hakikat, serta esensi kebahagiaan dalam hidup.

Kedua, sebuah jurnal dari Universitas Parahyangan tahun 2018 yang ditulis oleh Stephanus Djunatan. Tulisan ini berjudul Mengikuti Dao, Bahagia

(19)

kebahagiaan mulai dari hakikat pengalaman atau rasa bahagia pada dirinya sendiri sebagai guru Tao setelah Lao Tze. Jurnal ini sebagai referensi penulis dalam pembuatan skripsi, dimana jurnal ini membahas tema kebahagiaan sejati dari beberapa chapter pemikiran Chuang Tzu.

Ketiga, sebuah jurnal Filsafat dari Universitas Diponegoro tahun 2016 yang ditulis oleh Iriyanto Widisuseno. Tulisan ini berjudul Etika Natural

Taoisme dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia, membahas mengenai

sejarah Taoisme, konsep kebajikan demi menuju kebahagiaan yang sempurna, dan etika natural taoisme. Jurnal ini sebagai referensi penulis dimana konsep kebahagiaan yang dimaksud oleh Chuang Tzu sangat berkaitan erat dengan teori-teori lainnya seperti kebajikan dalam taoisme serta etika.

Keempat, sebuah jurnal Filsafat dari Universitas Gadjah Mada tahun 2006 yang ditulis oleh Djoko Pitoyo. Tulisan ini berjudul Manusia Bijaksana

Menurut Taoisme. Tulisan ini membahas nilai-nilai dan pandangan Taoisme

terhadap zaman modern, kebijaksanaan dalam hidup dan kebahagiaan universal.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian lain yang sebelumnya adalah dimana peneliti ingin mengkorelasikan hasil pemikiran Kebahagiaan menurut Chuang Tzu dengan zaman modern saat ini. Dimana permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pemaknaan Kebahagiaan Chuang Tzu yang dialami pada era modern ini.

(20)

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) penelitian yang dilakukan dengan literatur (kepustakaan) maka sumber-sumber yang penulis gunakan adalah buku-buku, catatan, maupun laporan penelitian (skripsi) terdahulu, tentang kebahagiaan. Dan penulis mengambil teori yang digunakan oleh Prof. Ikhsan Tanggok dalam memahami arti kebahagiaan menurut Chuang Tzu.

Secara umum, Kebahagiaan merupakan suatu keadaan perasaan kita yang ditandai dengan kecukupan hingga kesenangan, cinta, kepuasan, kenikmatan, ataupun kegembiraan. Bahagia artinya beruntung atau perasaan senang tentram (bebas dari segala yang menyusahkan). Adapun kebahagiaan yaitu kesenangan dan ketentraman hidup (lahir dan batin), keberuntungan, kemujuran yang bersifat lahir dan batin 5.

Sebagai contoh kita mengambil teori kebahagiaan menurut Aristoteles, dimana hidup yang baik dapat dikatakan dengan satu kata yaitu “kebahagiaan”, kebahagiaan adalah kebaikan instrinsik, dan merupakan tujuan dalam diri kita masing-masing. Tegasnya kebahagiaan adalah hidup yang terintegrasi dan memuaskan. Selanjutnya, kebahagiaan atau kesejahteraan, dapat diperoleh manusia di dunia, jika manusia berupaya keras untuk mengusahakannya. Kebahagiaan adalah apa yang kita cari demi dirinya sendiri (Eudaimonia). Dengan demikian, menurut penulis, kebahagiaan bagi Aristoteles adalah tercapainya apa yang dibutuhkan di dunia ini / terpenuhinya

5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

(21)

kepentingan materi. Jadi, kebahagiaan menurut Aristoteles terkait dengan materi, sehingga kebahagiaan tertinggi bisa dicapai di dunia ini.6

Contoh lain adalah salah satu seorang ulama di Indonesia yang membahas tentang konsep kebahagiaan ialah Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa dikenal sebagai Buya Hamka. Menurut Hamka kebahagiaan itu sebenarnya telah ada dalam diri setiap manusia, kebahagiaan itu bisa dicapai dalam diri (internal) bukan dari luar diri (eksternal). Kebahagiaan yang berasal dari luar diri itu hanya sebagai pelengkap dari kebahagiaan yang ada didalam diri. Kebahagiaan itu bisa dicapai apabila kita sebagai manusia selalu mengasah dan mengembangkan alat yang dapat digunakan untuk mencapai kebahagiaan, dan alat tersebut adalah agama, akal, dan budi yang mana ketiga hal tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain, dan apabila manusia mampu mengembangkan ketiga hal tersebut maka manusia dapat mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam perspektif ini, kebahagiaan pada dasarnya adalah berkaitan dengan kondisi kejiwaan manusia dan dari dalam diri manusia itu sendiri.7

Berbeda dengan apa yang dimaksud kebahagiaan menurut Chuang Tzu, dimana kebahagiaan itu sangat berkaitan dengan agama Tao. Dimana singkatnya yang saya kutip dari buku berjudul The Book of Chuang Tzu dimana Chuang Tzu mengatakan, Following the common nature of the whole,

they are happy. Yang artinya: ikuti sifat umum dari keseluruhan alam, maka

6

Endrika Widdia Putri, Kebahagiaan Perspektif Al-Farabi, dalam skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Imam Bonjol Padang, h. 15.

7 Fuadi, Refleksi Pemikiran Hamka Tentang Metode Mendapatkan Kebahagiaan,

(22)

mereka (yang mengikutinya) akan bahagia. Selengkapnya penulis akan menjabarkannya di bab ketiga.

(23)

F. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah cara atau teknik yang disusun secara teratur yang digunakan oleh seorang peneliti untuk mengumpulkan data/informasi dalam melakukan penelitian yang disesuaikan dengan subjek/objek yang diteliti. Untuk mempermudah penelitian ini dan sesuai dengan kaidah penelitian maka penulis menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dilihat dari sisi objek penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library Research), yaitu penelitian yang menggunakan sumber utama berupa buku, jurnal, ensiklopedia dan lainnya yang berisi tentang pemikiran Filsafat Tao Chuang Tzu terutama mengenai tema kebahagiaan sejati.

Penelitian ini bersifat kualitatif karena sumber-sumber utama merupakan dari buku, jurnal dan lainnya serta penelitian ini tidak menggunakan mekanisme statistika untuk mengolah data. Sifat dari penelitian ini yaitu deskriptif analitik. Deskriptif adalah metode yang menggunakan pencarian fakta yang diinterpretasi secara tepat. Sedangkan

analitik yaitu menguraikan sesuatu dengan cermat, terstruktur dan terarah.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan historis dan pendekatan fenomenologis.

(24)

1) Pendekatan historis digunakan untuk menelusuri asal-usul serta pertumbuhan pemikiran-pemikiran dan lembaga-lembaga keagamaan melalui periode perkembangan sejarah tertentu, serta untuk memahami peranan kekuatan yang diperlihatkan oleh agama dalam periode-periode tersebut.8 Pendekatan historis digunakan untuk menggambarkan sejarah dan perkembangan aliran Tao. Pendekatan ini melacak akar pemikiran Chuang Tzu sebagai guru Tao dalam perjalanannya terutama pemikiran mengenai kebahagiaan sejati. 2) Sementara fenomenologis berasal dari bahasa Yunani, phaenesthai,

berarti menunjukan dirinya sendiri, menampilkan. Fenomenologi adalah studi tentang pengetahuan yang berasal dari kesadaran, atau cara memahami suatu objek atau peristiwa dengan mengalaminya secara sadar. Fenomenologi juga berupaya mengungkapkan tentang makna dari pengalaman seseorang. Fenomenologi berkaitan dengan penampakan suatu objek, peristiwa, atau suatu kondisi dalam persepsi kita. Dalam hal ini, fenomenologi berarti membiarkan sesuatu datang mewujudkan dirinya sebagaimana adanya, dengan demikian, di satu sisi, makna itu muncul dengan cara membiarkan realitas atau fenomena atau pengalaman itu membuka dirinya.9

Dengan pendekatan fenomenologi ini untuk mendiskripsikan atau mengintrepretasikan ajaran-ajaran. Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa mengenai perjalanan

8 Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama Pengenalan Awal Metodelogi Studi

Agama-agama untuk IAIN, STAIN, PTAIS (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), h. 39.

9

(25)

Tao yang dilakukan oleh Chuang Tzu dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-situasi dialog pada masa itu. 3. Sumber Penelitian

a. Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara langsung. Sumber data primer ini merupakan sumber utama, berupa karya yang ditulis langsung oleh penganutnya sendiri maupun yang ahli dalam bidangnya atau hasil dari wawancara. Sumber data ini di dapat dari buku-buku, jurnal serta bentuk tulisan lainnya yang membahas mengenai Taoisme.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang materinya secara tidak langsung berhubungan dengan masalah yang di ungkapkan. Sumber data sekunder ini digunakan sebagai pelengkap dari sumber data primer10. Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu buku, surat kabar, majalah, media online atau sumber yang relevan terkait judul skripsi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini sebagai berikut:

10 Suharsini Ari Kunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka

(26)

a. Studi kepustakaan

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara menghimpun informasi yang berkaitan dengan topik atau masalah yang sedang diangkat dalam penelitian ini melalui buku-buku, jurnal, karya ilmiah dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan Taoisme.

5. Analisa Data

Mirzaqon dan Purwoko (2017) mengemukkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kepustakaan bisa dengan menggunakan metode analisis isi (Content Analysis). Fraenkel & Wallen (2007) menyatakan analisis isi adalah sebuah alat penelitian yang difokuskan pada konten aktual dan fitur internal media. Teknik ini dapat digunakan peneliti untuk mengkaji perilaku manusia secara tidak langsung melalui analisis terhadap komunikasi mereka seperti: buku teks, esay, koran, novel, artikel majalah, lagu, gambar iklan dan semua jenis komunikasi yang dapat dianalisis. Langkah-langkah analisis isi dalam beberapa sumber utama, Pertama penulis akan mendefinisikan istilah-istilah yang penting secara rinci. Kedua, mengkhususkan tema/chapter tentang kebahagiaan sejati yang akan dianalisis. Ketiga, mencari data yang relevan. Keempat, membangun rasional atau hubungan konseptual untuk menjelaskan bagaimana sebuah data berkaitan dengan tujuan. Setelah peneliti menentukan serinci mungkin aspek dari isi yang akan diteliti maka melakukan reduksi, display data dan kembali akan menghasilkan konklusi, begitu seterusnya agar mendapatkan hasil yang maksimal.

(27)

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Desertasi) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembahasan materi, skripsi ini penulis bagi menjadi beberapa bab dan sub bab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang alasan pemilihan judul, dengan menunjukkan faktor yang mendorong pemilihan judul skripsi. Kemudian diikuti dengan menuliskan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Secara garis besar bagian ini bertujuan sebagai landasan teoritis metodologis dalam penelitian.

BAB II KEBAHAGIAAN DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF ---

Dalam bab ini penulis ingin menjelaskan makna kebahagiaan dalam berbagai perspektif, mulai dari :

A. Kebahagiaan dalam Perspektif Filsafat. B. Kebahagiaan dalam Perspektif Agama.

(28)

BAB III BAHAGIA SEJATI MENURUT CHUANG TZU---

Bab ini penulis mendeskripsikan yang berkaitan dengan Tokoh Utama, yaitu Chuang Tzu, mulai dari :

A. Biografi Chuang Tzu.

B. Kebahagiaan Menurut Chuang Tzu. C. Mengikuti Jalan Tao.

BAB IV Pandangan Chuang Tzu Dan Relevansinya dengan Manusia

Modern---

Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang bagaimana pandangan sang Tokoh Chuang Tzu tentang kebahagiaan dan relevansinya dengan manusia modern, mulai dari :

A. Problema Keterasingan Manusia Modern. B. Aspek-Aspek Kebahagiaan Manusia Modern. BAB V PENUTUP

Kesimpulan, saran dan kata penutup. Yaitu memuat kesimpulan yang mencakup semua isi skripsi, saran dan diakhiri dengan kata penutup.

(29)

19 A. Kebahagiaan dalam Perspektif Filsafat

Bahagia artinya beruntung atau perasaan senang, tentram, yang mana berarti bebas dari bentuk segala sesuatu yang menyusahkan. Adapun arti kebahagiaan yaitu kesenangan dan ketentraman dalam hidup (lahir dan batin), keberuntungan, kemujuran yang bersifat lahir dan batin1. Dari segi bahasa, arti kata bahagia dalam Bahasa Arab adalah sa’adah yang artinya “keberuntungan” atau “kebahagiaan”.2

Dan dalam Bahasa Inggris kebahagiaan disebut Happines yang berarti juga “kebahagiaan”. Dari segi Filsafat, mengartikan kata "bahagia" dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual dengan sempurna dan rasa kepuasan, dan dengan tidak adanya cacat dalam pikiran sehingga akan tercipta perasaan tenang dan damai. Berikut adalah pendapat menurut beberapa tokoh Filsuf mengenai kebahagiaan.

Ada begitu banyak perbedaan pandangan dan pendapat mengenai kebahagiaan, mulai dari filsuf Yunani, Sokrates, dimana menurutnya budi ialah tahu. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya akan berbudi baik. Jalan menuju kebaikan adalah jalan yang sebaik-baiknya untuk mencapai kesenangan hidup. Tujuan etik baginya adalah untuk mencapai kebahagiaan atau kesenangan dalam hidup.3

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1990), h. 65.

2 Jalaluddin Rakhmat, Renungan-Renungan Sufistik: Membuka Tirai Kegaiban,

(Bandung: PT Mizan Pustaka, 1994), h. 205.

3

(30)

Selanjutnya, ada Plato yang merupakan murid Sokrates. Dimana berdasarkan ajaran idealnya, Plato berpendapat bahwa kebahagiaan yang tertinggi itu tidak mungkin diperoleh di dunia, karena kebahagiaan tertinggi baru bisa diperoleh ketika jiwa sudah berpisah dengan jasad. Dalam pandangan Plato, kebahagiaan tertinggi itu hanya terletak pada jiwa bukan jasad, sehingga apabila jasad dan jiwa masih melekat pada tubuh yang kotor dengan berbagai kepentingannya, dan menyatu dengan berbagai kepentingan jasad, berarti jiwa belum benar-benar bahagia. Artinya, bagi Plato kebahagiaan yang nyata baru bisa dirasakan manusia di akhirat kelak.4

Sangat jauh berbeda dengan Plato, menurut Aristoteles, bahwa manusia hidup memiliki tujuan, yaitu nilai kebahagiaan, dan manusia mampu melihat kebahagiaan jauh di atas kesenangan-kesenangan yang bersifat nyata. Menurut Aristoteles, hidup yang baik dapat dikatakan dengan satu kata yaitu “kebahagiaan”, kebahagiaan adalah kebaikan instrinsik, dan merupakan tujuan dalam diri kita masing-masing. Lebih jelasnya, kebahagiaan adalah hidup yang terintegrasi dan memuaskan. Selanjutnya, kebahagiaan atau kesejahteraan, dapat diperoleh manusia di dunia jika manusia berupaya keras dalam hidupnya untuk mengusahakannya. Kebahagiaan adalah apa yang kita cari demi diri kita sendiri (Eudaimonia). Sebagian filosof lain misalnya kaum Hedonis dan Utilitarian menetapkan kebahagiaan sebagai landasan moral. Baik buruknya suatu tindakan diukur dari sejauh mana tindakan itu membawa orang pada kebahagiaan (kesenangan). Ada pula filosof yang mengatakan

4 Endrika Widdia Putri, Kebahagiaan Perspektif Al-Farabi, dalam skripsi Fakultas

(31)

bahwa perbuatan baik dan buruk tidak berkaitan sama sekali dengan kebahagiaan, karena bisa jadi ada tindakan yang membuat pelakunya bahagia, tetapi tidak bermoral, misalnya korupsi. Menurut kelompok ini, perbuatan baik adalah tuntutan etis untuk menjalankan kewajiban, walaupun membuat pelakunya menderita5. Bagi Aristoteles, kehidupan yang baik adalah kehidupan yang berarti dan berguna. Dan tercapainya apa yang dibutuhkan di dunia ini atau terpenuhinya kepentingan materi akan menjadi sebuah kebahagiaan dalam hidup. Jadi, kebahagiaan menurut Aristoteles terkait dengan materi, sehingga kebahagiaan tertinggi bisa dicapai di dunia ini.6

Sebagai contoh kita ambil pendapat dari seorang psikolog asal Amerika bernama Martin Seligman, yang mana ia juga meneliti tentang kebahagiaan dan salah satu bukunya yang terkenal berjudul Authentic

Happiness. Yang mana menurutnya, konsep bahagia dapat dilihat dari dua

sudut pandang, yaitu definisi moral-laden dan morally-neutral. Definisi moral-laden menghendaki bahwa tolak ukur kebahagiaan adalah nilai-nilai moral, yang pada intinya adalah kebahagiaan itu berpusat pada pelaksanaan kebaikan. Dan disisi lain, definisi kebahagiaan secara netral lebih menekankan kebahagiaan pada kesejahteraan subjektif dalam bentuk kepuasan penuh terhadap hidup atau pencapaian terhadap kenikmatan yang tinggi.7 Selain daripada itu, Seligmann juga berpendapat bahwa kebahagiaan bersifat abstrak

5 Jalaludin Rakhmat, Meraih Kebahagiaan (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008),

h.98.

6

Endrika Widdia Putri, Kebahagiaan Perspektif Al-Farabi, dalam skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Imam Bonjol Padang, h. 15.

7 Jusmiati, Konsep Kebahagiaan Martin: Sebuah Penelitian Awal, “Rausyan Fikr”, Vol.

(32)

dan tidak dapat disentuh atau diraba, atau hanya bisa dirasakan. Kebahagiaan jelasnya sangat erat berhubungan dengan kejiwaan dari individu yang bersangkutan. Dimana kebahagiaan otentik dapat diperoleh dari meningkatkan kualitas hidup diri sendiri, dan bukan dari membandingkannya dengan hidup orang lain. Kebahagiaan yang otentik (sejati) adalah perasaan baik yang ditimbulkan oleh kebaikan yang diperbuat oleh manusia.8

Terdapat juga beberapa pengaruh yang dihasilkan dari kebahagiaan, yaitu:

a. Suasana hati yang positif akan membuat individu menerima gagasan yang baru.

b. Kebahagiaan itu memperluas sumber-sumber intelektual, fisik, dan sosial yang dimiliki.

c. Emosi positif akan menjadikan individu lebih kreatif, toleran, konstruktif, murah hati, dan tidak defensif (sensitif).

d. Lebih memungkinkan untuk realistis terhadap kemampuan dirinya sendiri dibanding meratapi.

e. Memiliki perasaan yang lebih sering untuk mengingat peristiwa-peristiwa yang menyenangkan.

f. Dapat memanjangkan usia dan memungkinkan individu lebih sering mendapat kesehatan.

g. Lebih mudah mendapatkan teman dalam pergaulan.

h. Memperoleh pasangan hidup yang diinginkan dan menikah.

8 Martin Seligman, Authentic Happiness, Terj. Jalaludin Rakhmat, (Bandung: Mizan

(33)

i. Menciptakan hubungan yang lebih baik dengan orang disekitar.9 B. Kebahagiaan dalam Perspektif Agama

Dari perspektif Agama, bahagia yaitu perasaan ridha dan ikhlas atas pemberian yang telah diberikan sang Maha Kuasa. Menurut Abu Hamid al-Ghazali memiliki pandangan bahwa bahagia atau kebahagiaan merujuk pada arti kata dalam bahasa arab yakni istilah sa‟adah, yang mana istilah itu berhubungan dengan dua dimensi eksistensi, didunia saat ini dan akhirat. Menurutnya kebahagiaan merupakan suatu kondisi jiwa yang tenang, damai tanpa suatu ada kekurangan apapun. Puncak kebahagiaan tersebut bisa diraih oleh seseorang ketika telah sampai pada makrifat Allah. Kebahagiaan makrifat Allah itu bisa dilukiskan dengan bahagianya mata ketika melihat sesuatu yang baik, ketika telinga mendengarkan hal-hal yang indah, begitu juga seterusnya.10

Kebahagiaan tersebut mengandung makna yang mana tidak merujuk kepada kenikmatan jasmani atau inderawi, melainkan kebahagiaan abadi diatas segala kenikmatan duniawi. Al-Ghazali pun memaparkan bahwa secara garis besar, konsep kebahagiaan bergantung pada tiga hal, yaitu kekuatan amarah, kekuatan syahwat dan kekuatan ilmu. Ketiganya harus ada pada posisi dan porsi yang seimbang. Jangan berlebihan menuruti kekuatan amarah, yang menyebabkan kita mudah terbawa pada akhir yang menyesalkan. Jangan pula berlebihan dalam menuruti kekuatan syahwat, sehingga pada akhirnya

9 Martin Seligman, Authentic Happiness, Terj. Jalaludin Rakhmat, h. 45

10 Jarman Arroisi, Bahagia dalam Perspektif al-Ghazali, Studi Agama-agama dan

(34)

membawa diri pada kesia-siaan. Yang dibutuhkan adalah keseimbangan diantara keduanya, dan apabila ini terjadi, luruslah jalan menuju Tuhan.11

Sedangkan menurut Hamka, tidak susah untuk mencapai kebahagiaan apabila kita menempuh jalan agama, dimana apabila kita telah mencapai 3 perkara, yaitu:

1. I‟tikad

I‟tikad berasal dari bahasa Arab yang berati ikatan. Dimana apabila manusia telah beri‟tikad artinya hati manusia telah terikat oleh sesuatu kepercayaan atau pendirian. I‟tikad timbul dalam hati setelah lebih dahulu memikirkan sesuatu yang tidak jelas tujuannya, lalu barulah kemudian mendapat kesimpulan terhadap suatu pandangan yang menjadi keyakinan yang terikat dan manusia tidak meragukannya lagi. Oleh sebab itu apabila jiwa manusia telah terikat dengan iman dan takwa, ia tidak mau lari dari tanggung jawab terhadap agama, bahkan dengan tekun menyesali kesalahannya.

2. Yakin

Artinya nyata atau terang, yang mana yakin juga merupakan lawan dari segala keraguan. Jelaslah bahwa dalam hidup, manusia merasakan keraguan, dan untuk menghilangkan keraguan itu, dibutuhkan alasan yang kuat, yang artinya kita mendapat sebuah keyakinan. Perbedaan antara I‟tikad dan yakin adalah I‟tikad merupakan kesempurnaan pendapat pikiran sedangkan yakin lebih dari sekedar itu, karena yakin ada setelah

11 Munawir Haris, Kebahagiaan Menurut Para Filsuf, Tasamuh: Jurnal Studi Islam, Vol.

(35)

melalui proses pengalaman. Oleh karena itu setiap keyakinan merupakan I‟tikad, sedangkan I‟tikad belum tentu sebuah keyakinan.

3. Iman

Secara etimologi iman berarti percaya, termasuk didalamnya segala bentuk amalan yang lahir dan bathin. Didalam Al-qur‟an iman adalah kunci pertama dalam meraih kebahagiaan.12

Konsep kebahagiaan juga identik dengan ajaran tasawuf. Bukan sekedar tasawuf spiritual biasa, namun berlandaskan akal, studi dan juga analisa serta aspek teoritis dan praktis. Dalam buku Tasawuf Modern yang dicetuskan oleh Buya Hamka, dimana makna bahagia adalah sesuatu yang tidak dapat terdefinisikan dan setiap orang memiliki perbedaan dalam memandang kebahagiaan itu sendiri. Sebagian orang mengatakan bahwa kebahagiaan itu letaknya ada pada harta. Akan tetapi yang berpikir demikian menurutnya ialah orang yang berputus asa dalam kemiskinannya. Dimana mereka ingin menjadi kaya namun selalu gagal dan apabila berpendapat, pendapatnya tak didengar lantaran ia miskin, karena itulah diputuskannya bahwa bahagia itu ada pada materi (uang). Kaidahnya ini berasal dari hati yang kecewa. Jika didefinisikan lebih dalam dan rinci ada suatu hal yang menyebabkan manusia sebagai makhluk yang diberikan suatu rasa agar tenang dan tentram juga kebahagiaan sebagai suatu tujuan kehidupan yang patut diraih, karena kebahagiaan ialah harapan semua orang. Dengan demikian, kebahagiaan berarti kondisi sejahtera, yang ditandai dengan keadaan relatif

12 Arrasyid, Konsep Kebahagiaan Dalam Tasawuf Modern Hamka, Jurnal Filsafat dan

(36)

tetap, dibarengi keadaan emosi yang secara umum gembira. Dalam perspektif ini kebahagiaan pada dasarnya adalah berkaitan dengan kondisi kejiwaan manusia.13

Untuk memperoleh kebahagiaan, manusia melakukan apapun yang memungkinkan untuk memperoleh kebahagiaan tersebut, karena kebahagiaan adalah cita-cita tertinggi manusia. Kebahagiaan tidak datang secara tiba-tiba, ia dilakukan dengan sebuah proses. Banyak manusia yang memperoleh kebahagiaan setelah sebelumnya menderita. Mereka mengubah kondisi penderitaan yang dialaminya dengan penghayatan terhadap kenyataan hidup yang tidak bermakna, sehingga mereka mampu menemukan hikmah dari adanya penderitaan. Dalam menjelaskan mengenai kebahagiaan, Hamka memberikan makna-makna kebahagiaan menurut para ahli. Pemikiran Hamka tentang kebahagiaan adalah perpaduan antara tasawuf dan filsafat, sehingga konsep tentang bahagia dengan lazim dapat dikaitkan dengan perasaan (jiwa) yang tenang dan damai.14

Adapun tujuan dari kebahagiaan menurut Hamka disamping kesenangan diri sendiri, ada pula kesenangan bersama, sebab hakikat dari kesenangan diri sendiri itu tidak ada. Tujuan kebahagiaan itu dapat tercapai apabila kebahagiaan itu juga dapat dirasakan orang lain. Karena manusia diberikan kelebihan oleh Allah dibanding makhluk lain, yg diberikan akal dan perasaan mestinya dapat memberikan manfaat kepada sesama makhluk.

13

Fuadi, “Refleksi Pemikiran Hamka Tentang Metode Mendapatkan Kebahagiaan”, Subtantia, No.1 Vol. 20,2018, h. 19. Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), h. 45.

14

(37)

C. Kebahagiaan dalam Perspektif Psikologi Modern

Kebahagiaan bisa didefinisikan sebagai kondisi psikologis yang positif, dimana biasanya ditandai dengan tingginya kepuasan terhadap masa lalu, tingginya tingkat emosi yang positif, dan rendahnya tingkat emosi negatif. Adapula ciri-ciri orang yang bahagia, yakni dari hasil penelitian yang dilakukan Gail dan Seehy mengenai kebahagiaan terdapat sepuluh ciri atau tanda orang yang berbahagia, yaitu:

1. Hidup yang memiliki arti dan arah tujuan

Individu yang berbahagia adalah ketika dimana individu tersebut mampu menentukan apa tujuan hidupnya. Selain itu individu tersebut juga harus dapat berinteraksi dengan keadaan lingkungan sekitar, dan tidak menutup diri dari dunia luar.

2. Mampu berfikir dewasa

Individu yang berbahagia dicirikan dengan adanya kemampuan menyusun rencana yang disusun secara rinci dan penuh perhitungan. Dan disisi lain, mereka juga mampu menggunakan waktu tertentu untuk menerima kekurangan dan memanfaatkan kelebihan mereka.

3. Jarang merasa diperlakukan tidak adil dan dikecewakan

Orang yang berbahagia biasanya mampu menerima keadaan yang mereka alami dikehidupan sehari-hari, terutama hal-hal yang kurang mengenakkan. Hal ini seringkali erat berhubungan dengan kemampuan bersyukur atas apa yang telah dimiliki.

(38)

Individu yang berbahagia juga memiliki ciri dengan terpenuhinya beberapa tujuan hidup. Misal, memiliki kehidupan yang serba berkecukupan, keluarga yang harmonis dan hal-hal lain yang baik. Ini adalah puncak dari bahagianya kehidupan didunia.

5. Perduli dengan pertumbuhan dan perkembangan hidup

Individu yang berbahagia, selalu menggambarkan dirinya sebagai pribadi positif, seperti pribadi yang jujur, penuh cinta dan kasih sayang dan bertanggung jawab atas segala sesuatu. Individu yang memiliki penilaian yang positif terhadap dirinya sendiri akan lebih mampu dalam menghadapi realita di kehidupannya.

6. Memiliki perasaan mencintai dan dicintai

Jelaslah bahwa perasaan mencintai dan dicintai adalah ciri individu yang berbahagia. Mereka dapat memiliki hubungan yang baik dengan diri mereka sendiri dan orang lain. Perasaan ini biasanya menentramkan jiwa masing-masing individu. Dengan hubungan yang baik ini pula akan selalu dan saling menguntungkan kedua belah pihak. Biasanya perasaan mencintai dan dicintai adalah suatu ikatan yang akan menyatukan dua individu dalam satu kehidupan.

(39)

7. Mempunyai banyak teman

Seperti halnya ciri pada nomor 6, mempunyai banyak teman juga termasuk hubungan antara individu dengan orang lain. Namun ciri ini lebih menuju kepada hanya sekedar memberikan perasaan nyaman dilingkungan sekitar individu namun tidak mengabaikan adanya hubungan timbal balik. Seperti adanya perasaan saling memberi dukungan.

8. Perasaan yang positif

Perasaan ini biasanya ditandai dengan selalu senang dan bersemangat dalam menjalani hidup. Hal ini dapat mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar, sehingga dapat terjalin emosional dan hubungan yang intim. 9. Menerima kritik sebagai pengembangan diri

Individu yang berbahagia selanjutnya memiliki ciri yaitu mempunyai mental yang kuat dan harga diri yang cukup sehingga merasa aman ketika mendapat kritik dari orang lain. Bahkan dengan kritik yang diberikan oleh orang lain, mereka mampu menjadikan kritikan sebagai pengembangan diri dan lebih cepat bangkit dari keterpurukan.

10. Tidak memiliki ketakutan berlebihan

Ciri terakhir ini terdapat pada individu yang telah berbahagia karena tidak memiliki ketakutan yang berlebihan dimana pada umumnya dimiliki individu lain. Seperti takut akan kesendirian, takut sakit, takut berusaha

(40)

karena akhirnya gagal dan lain-lain. Hal ini juga biasanya berkaitan

dengan individu yang mampu bersyukur.15

15 Gail Sheehy, The Silent Passage “Menopause”, (London: Harper Collins, 1993), h.

(41)

31 A. Taoisme

Awal mula munculnya Taoisme berkaitan dengan keadaan kerajaan Chou pada abad ke-6 SM yang mengalami masa kehancuran, akibat dari banyaknya penyelewengan dan kecurangan dalam pemerintahan. Kemudian berdasarkan dari sumber tertulis, bahwa Taoisme yang berkembang saat ini di Cina maupun diluar Cina tersebut berasal dari Lao Tzu. Sumber dari ajaran Tao tersebut berasal dari Lao Tzu dengan kitabnya yang cukup terkenal adalah

Tao te Ching (jalan dan kekuatan klasik).1 Namun penggagas pertama ajaran Taoisme adalah Yang Chu, yang kemudian dipopulerkan oleh Lao Tzu. Kemudian barulah menurut tradisi Cina, Lao Tzu disebutkan sebagai pendiri Taoisme.

Ajaran Lao Tzu ini ditulis dalam sebuah buku yang berjudul “Lao Tzu” dan buku itu akhirnya dikenal dengan nama “Tao Te Ching”. Buku tersebut memuat sajak-sajak pendek tentang etika, psikologi dan metafisika. Kemudian buku Lao Tzu ini dijadikan buku suci oleh para penganut Taoisme, karena memuat aturan-aturan tata kerja Taoisme. Tao te Ching ini secara sosial dimulai pada abad ke-6 SM, namun ide-ide yang terkandung di dalamnya adalah ide-ide yang sudah berkembang sebelum abad ke-6 SM yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Lao Tzu. Tao te Ching juga menjelaskan teori yin dan yang, yang menyebabkan terjadinya sesuatu di

1

(42)

dunia ini termasuk juga gagasan mengenai Chi, energi kehidupan yang dapat menyebabkan semua makhluk hidup dapat bergerak atau hidup.2

Ketika kita mencoba memahami ajaran Taoisme, mau tidak mau kita harus paham apakah yang dimaksud dengan istilah Tao itu sendiri. Istilah “Tao” secara harfiah berarti “jalan”, atau satu cara bertindak. Istilah ini digunakan sebagai pengertian kefilsafatan yang mencerminkan cara berperilaku yang benar dalam bidang moral, sosial, dan politik.3 Agama Tao dalam perkembangannya membawa misi keadilan dan kemanusiaan. Karena itulah, Taoisme menempatkan ajaran kebajikan (te) sebagai pedoman dalam hidup. Selain Te dapat diartikan sebagai “kebajikan”, ia juga dapat diartikan sebagai “daya”. Akan tetapi yang harus kita pahami ialah bahwa “kebajikan” disini bukanlah lawan dari “keburukan”, melainkan kebajikan disini lebih mengacu pada makna “kesederhanaan”, “kewajaran”, “kepolosan”, “kemurnian” dan “kealamiahan” dalam hidup. Hidup yang bijak ialah yang menuruti Te-nya. Dan untuk mencapai kebajikan, seseorang harus berbuat sesuai dengan tata cara hidup Tao. Seperti yang dikatakan oleh Lao Tzu, bahwa kualitas kebajikan seseorang terdapat dalam cara hidup kesehariannya. Dengan demikian, hendaknya manusia harus menempatkan kesederhanaan sebagai prisip hidupnya. Tao sendiri oleh Lao Tzu, digambarkan sebagai “Balok yang belum terukir” (polos, lugu, sederhana). Tak ada sesuatu pun yang lebih sederhana dibanding Tao, dan Te adalah sesuatu yang paling

2

M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Tao, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2010), h. 48-49.

3 H. G. Creel, Chinese Thought-From Confucius to Mao Tse-Tung, Terj. Soejono

(43)

sederhana berikutnya, oleh karena itu orang yang mengikuti jalan Tao harusnya menjalani hidup sesederhana mungkin.4

Dalam sistem Taoisme terdapat pemilahan antara yu (yang ada) dan wu (bukan yang-ada), dan antara yu ming (yang mempunyai nama, yang dapat diberi nama) dan wu ming (yang tidak mempunyai nama, yang tidak dapat diberi nama). Dua macam pemilahan ini pada kenyataannya hanyalah merupakan satu macam pemilahan, karena yu dan wu sebenarnya merupakan sekadar istilah ringkasan dari yu ming dan wu ming. Langit dan bumi beserta segala sesuatu dapat diberi nama. Demikianlah, langit bernama langit, bumi bernama bumi, dan masing-masing jenis barang sesuatu mempunyai nama sesuai dengan jenisnya. Karena ada langit, bumi, dan segala sesuatu, maka akibatnya terdapat nama langit, bumi, dan segala sesuatu; sebagaimana dikatakan oleh Lao Tzu: “Segera setelah balok terukir, maka terdapatlah nama-nama”. Akan tetapi Tao sendiri tidak dapat diberi nama; sekaligus ia merupakan sesuatu yang menyebabkan segala hal yang dapat diberi nama menjadi ada. Itulah sebabnya Lao Tzu berkata: “ Yang tak dapat diberi Nama merupakan awal pemula Langit dan Bumi; yang dapat diberi nama merupakan induk dari segala sesuatu”.5

Dengan semua penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa Tao adalah pendekatan menyesuaikan diri dengan alam. Gagasan dasar para Taoist adalah untuk membuat manusia menyadari bahwa kehidupan manusia sebenarnya hanya sebagian kecil dari proses alam yang besar, kehidupan

4 Fung Yu Lan, Sejarah Singkat Filsafat Cina, Terj. Soejono Soemargono, (Yogyakarta:

Liberty, 1990), h. 133

5

(44)

manusia yang baik adalah kehidupan yang selaras dengan alam. Jika kita mengedepankan kerukunan antar manusia dan alam, tidak akan ada gesekan dan tidak akan ada kekerasan.

B. Biografi Chuang Tzu

Chuang Tzu merupakan salah satu tokoh terbesar Tao pada periode awal. Chuang Tzu diperkirakan lahir sekitar tahun 369 SM di sebuah tempat bernama “Meng” dekat perbatasan antara provinsi Shangtung dan Honan (sekitar Sangqiu pada saat ini, provinsi Henan) dan diperkirakan wafat sekitar tahun 286 SM. Ia merupakan tokoh yang sezaman dengan Mencius (murid Konfusius) dan Hui Shih (pendiri mazhab Nama-nama). Nama pribadinya adalah Zhou dan ia hidup pada masa pemerintahan Pangeran Wei dari Chu dan oleh karena itu sezaman dengan Mencius, seorang sarjana Konfusianisme terkenal yang dikenal sebagai “orang bijak kedua” Cina. Zhuang Tzu paling dikenal melalui buku yang menyandang namanya, “Zhuangzi”, atau dikenal juga sebagai Nanhua Zhenjing (klasik murni Nanhua).6

C. Kebahagiaan Menurut Chuang Tzu

Dalam rangka mengetahui pendapat Chuang Tzu tentang apa sebenarnya kebahagiaan sejati, perlu kita ketahui dahulu dasar pemikiran Chuang Tzu untuk membahas berbagai aspek hidup manusia. Kemudian baru kita bisa mempelajari bagaimana kebahagiaan sejati menurut Chuang Tzu. Berdasarkan perjalanan menuju kebahagiaannya, Chuang Tzu bercita-cita mencapai suatu negara yang mempunyai kebebasan mutlak, di dalamnya tidak

6 Diakses dari https://delphipages.live/id/filsafat-agama/filsuf/zhuangzi, pada tanggal 2

(45)

ada pembeda antara “saya” dan “engkau”, bahagia dan sengsara, hidup dan mati, semuanya itu dikesampingkan dan manusia menjadi satu dengan yang tidak terbatas. Menurut Chuang Tzu, berkat yang “transendental” akan membawa manusia kepada kedamaian jiwa dan memberi kesempatan kepada manusia untuk hidup secara harmonis di dalam hidupnya. Manusia yang hidup tidak harmonis atau selaras dengan lingkungan dan tidak hidup menurut pembawaan alamiah, akan hidup penuh dengan penderitaan. Chuang Tzu memberi ilustrasi pemikirannya sebagai berikut, “jika orang berpergian dengan jalan air, tidak ada cara lain yang lebih sempurna atau lebih selamat selain mengambil sebuah perahu”. “Begitu pula jika seseorang mengambil jalan darat, tidak ada cara lain selain menggunakan sebuah kereta” tetapi bila seseorang mengambil perahu untuk jalan darat, maka tidak mungkin perahu itu berjalan dengan semestinya. Menurut Chuang Tzu, agar manusia dapat meninggalkan hal-hal yang dibuat-buat oleh manusia maka manusia harus melakukan penarikan diri dari dunia ramai. Penarikan diri tersebut melalui tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut: 1. Melakukan setiap hal yang bersifat keduniawian, kemudian dari dunia sebagai keseluruhan dan akhirnya dari keberadaaan seseorang. 2. Persatuan dengan Tao yang akan membawa kepada pencerahan yang mendadak. 3. Menjadi orang bijaksana yang abadi dengan jalan menyelesaikan atau mencapai ilmu pengetahuan tertinggi.7

7

(46)

Dalam buku yang berjudul “The Book of Chuang Tzu” bab 18 tentang kebahagiaan sejati, Chuang Tzu memulainya dengan beberapa pertanyaan: “Is

it possible anywhere in this whole wide world to have perfect happiness or not? Is there a way to keep yourself alive or not? Now, what can be done and what is to be trusted? What should be avoided and what adhered to? What should be pursued and what abandoned? Where is happiness and where is evil? Artinya: (Apakah mungkin di mana saja di seluruh dunia yang luas ini

untuk memiliki kebahagiaan yang sempurna atau tidak? Apakah ada cara untuk tetap hidup atau tidak? Sekarang, apa yang bisa dilakukan dan apa yang bisa untuk dipercaya? Apa yang harus dihindari dan apa yang harus dipatuhi untuk? Apa yang harus dikejar dan apa yang ditinggalkan? Dimana kebahagiaan dan di mana ketidakbahagiaan?.8

Untuk menjawab tentang esensi dari kebahagiaan yang sejati diatas, Chuang Tzu mengandaikan pengenalan dan pemahaman kognitif dalam menjalani hidup dan mengikuti jalan Tao. Dimana alih-alih bertentangan satu sama lain, justru pengenalan dan pemahaman di satu sisi, akan berkorelasi dengan pengalaman di sisi lain. Dan kedua kemampuan alamiah manusia inilah yang saling melengkapi ketika kita berusaha hidup selaras dengan jalan Tao, atau mengusahakan wawasan yang menguatkan dalam hidup. Kemudian apa relevansi aktivasi kemampuan kognitif dan mengalami hidup mengikuti jalan Tao bagi upaya menjadi bahagia? Chuang Tzu berargumen bahwa saat kita menggunakan kedua kemampuan tersebut dalam mengusahakan hidup di

8 Chuang Tzu, The Book of Chuang Tzu, Terj. Martin Palmer (USA: Penguin Group,

(47)

jalan Tao, disaat itu pula kita akan mengalami kebahagiaan. Lalu dalam bukunya Chuang Tzu juga mengatakan: “Following the common nature of the whole, they are happy” yang artinya: ikuti sifat umum dari keseluruhan alam, maka mereka (yang mengikutinya) akan bahagia.9

Pada bab pertama dalam kitab Chuang Tzu yang diberi judul “Tamasya Bahagia”, itu merupakan sebuah naskah yang sangat sederhana, dan berisi tentang berita-berita yang sangat menyenangkan manusia. Ide-ide yang melandasi cerita-cerita ini adalah bahwa ada beberapa tingkatan dalam mencapai kebahagiaan didunia ini. Perkembangan kodrat kita secara bebas memungkinkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan yang nisbi. Kebahagiaan mutlak dapat dicapai melalui pemahaman tentang kodrat segala barang yang ada di dunia ini. Dalam rangka perkembangan kodrat kita secara bebas, sebaiknya manusia menggunakan secara bebas kemampuan kodratnya. Kemampuan itu sendiri adalah Te manusia, yang bersumber dari Tao. Mengenai konsep Tao dan Te, sebagaimana yang dikatakan Chuang Tzu: “ Pada awal mulanya yang ada ialah bukan yang ada. Bukan yang ada ini tidak mempunyai sifat yang ada maupun nama dan dari dialah muncul Yang Maha Esa. Ketika Yang Maha Esa terjadi, terdapat Yang Esa, akan tetapi masih belum berbentuk. Ketika barang sesuatu itu memperoleh bentuk yang menyebabkan barang itu terjadi, maka bentuk ini disebut Te. Oleh karena itu,

Te manusialah yang menyebabkan manusia berbentuk seperti manusia atau

yang dimiliki oleh masing-masing manusia. Manusia akan memperoleh

9

(48)

kebahagiaan yang sesungguhnya jika Te (kemampuan kodratnya) nya sendiri dipergunakan secara penuh dan bebas, tanpa ada halangan dari pihak manapun yang dapat membuat Te nya tidak bisa berkembang. Chuang Tzu sendiri memberikan perbedaan antara yang kodrati dan apa yang manusiawi, dimana ia mengatakan pada Bab XVII: Yang kodrati bersifat batiniah. Yang manusiawi bersifat lahiriah … bahwasanya lembu dan kuda seharusnya memiliki empat buah kaki merupakan hal yang kodrati. Bahwasanya kalung leher seharusnya dikenakan dikepala kuda, atau seutas tali seharusnya dicocokkan melalui hidung lembu merupakan hal yang manusiawi. Berdasarkan pandangan Chuang Tzu diatas, mengikuti hal kodrati merupakan sumber segala kebahagiaan dan kebaikan. Sedangkan mengikuti yang manusiawi merupakan sumber terhadap semua kepedihan dan keburukan. Karena sifat dari manusiawi cenderung untuk melakukan kesalahan dan melanggar hukum alamiahnya.10

Ketika kita menempuh jalan Tao, kita perlu memahami dan mengalami kondisi alamiah bawaannya. Chuang Tzu lalu menyatakan bahwa ada dua macam kebahagiaan. Pertama, kebahagiaan yang tersirat dalam upaya mengaktivasi kemampuan alamiah bawaan yang inheren dalam setiap pribadi atau Te. Ketika kemampuan itu menucul dalam pikiran dan pengalaman bertindak, orang mengalami „rasa‟ bahagia itu. Kedua, kebahagiaan yang tersirat dalam mengalami hidup selaras dengan Tao, setelah orang hidup

10

(49)

menuruti kemampuan alamiah bawaan untuk mengenal dan mengalami realitas.11

Pada Bab 18, Chuang Tzu bertutur tentang seekor camar yang ditangkap di Ibu Kota Kerajaan Lu. Penguasa setempat memelihara camar tersebut. Ia memberi minum anggur dan makan berbagai macam daging kepada sang camar. Bahkan ia menyuruh pemusik memainkan musik Jiushao untuk menghibur sang Camar. Tentu saja sang camar tidak mau makan, dan terganggu dengan musik tersebut. Tiga hari kemudian, sang camar tersebut mati. Chuang Tzu kemudian melanjutkan: Kemampuan alamiah bawaan sang camar adalah hidup sebagai layaknya burung, terbang dan berenang sebagaimananya seekor camar. Chuang Tzu juga menyatakan bahwa ikan memang hidupnya di air, manusia akan mati jika ia tinggal di dalam air. Burung, binatang dan ikan akan lari menjauh jika mereka mendengarkan musik yang dimainkan oleh manusia. Sementara manusia akan berkumpul mendekat jika sebuah lagu dimainkan. Itulah hidup menurut kemampuan alamiah bawaan bagi setiap mahluk baik sebagai individu maupun sebagai spesies. Ketika mahluk hidup mengaktivasi kemampuan alamiah bawaannya, ia mengalami kebahagiaan yang tersirat dari pengalaman tersebut. Bagi Chuang Tzu, kebahagiaan yang dialami seseorang ini menunjukkan bahwa bahagia yang ia alami itu „bergantung‟ kepada sesuatu yang melekat pada dirinya dan lingkungan. Aktivasi kemampuan alamiah bawaan ini masih bergantung pada lingkungan di sekitarnya. Pengenalan kognitif dan

11

(50)

pengalaman manusia „bergantung‟ pada persepsi dan „masih bersentuhan‟ dengan hal-hal atau benda-benda di sekitarnya. Hidup manusia secara alamiah tidak lepas dari interaktivitas dalam jejaring relasi dengan „yang lain‟. Karena itu, manusia masih membutuhkan „nama‟ atau „konsep‟, termasuk perspektif untuk mengenali sesuatu, yang masih membutuhkan „pencapaian untuk sesuatu yang diinginkan‟, dan masih mengandalkan „kepemilikan‟ yang menjadi ciri keberhasilan dan pencapaian dan sarana untuk menikmati hidup.12

Bagi Chuang Tzu, hidup yang sempurna berarti ajakan untuk menempuh jalan yang tak terbatas. Pada jalan tersebut, orang tidak lagi memusingkan diri dengan pembatasan dan keterbatasan berupa pembedaan dan perbedaan hal-hal yang ada di sekitarnya. Chuang Tzu menggunakan terminologi paradoks lain untuk menjelaskan proses menempuh jalan Tao, „wu wei‟, atau „the refrainment from action‟. Proses penyadaran „berhenti dari bertindak apapun‟. Saat ia menempuh dan sudah menyatu di jalan Tao dengan „berhenti dari bertindak apapun‟ itulah tersirat kebahagiaan sejati. Berdasarkan ajaran Chuang Tzu dalam kitabnya bahwa sesuatu yang pendek sudah merupakan kodratnya dan jangan pernah kita mencoba untuk merubahnya. Bila hal itu dikerjakan maka akan menimbulkan persoalan yang tidak kita inginkan. Melawan kodrat sama artinya melanggar hukum alam, dan sama dengan melanggar aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh Tao itu sendiri. Chuang Tzu mengatakan: Itik memiliki kaki yang pendek, dan apabila kita mencoba memperpanjang kaki tersebut, maka itik itu akan merasa kesakitan,

12 Zhuangzi, Zhuangzi, Terj. Wang Rongpei (Beijing: Foreign Language Press, 1999), h.

(51)

oleh sebab itu janganlah merubah sesuatu yang secara kodrati panjang, maupun memperpanjang sesuatu yang pendek.13

Pada bab 19, Chuang Tzu mengatakan: “Jika Anda telah memahami tujuan hidup anda, tidak ada gunanya mencoba membuat hidup menjadi sesuatu yang bukan atau tidak bisa. Jika Anda telah memahami tujuan takdir, tidak ada titik dalam mencoba mengubahnya melalui pengetahuan”. Sejak anda memiliki kehidupan, pertama-tama Anda harus menjaganya dengan tidak

mengabaikan tubuh anda.

13

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul “Analisis

1) Meningkatkan potensi SDA dengan memanfaatkan dukungan pemerintah dan perkembangan teknologi potensi Sumber Daya Alam (SDA) terutama pada sektor yang menjadi basis utama

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penyebaran gunung api yang sangat banyak dan tersebar pada jalur ring of fire dansalah satunya adalah gunung Sinabung. Banyak gunung api

cheat, phone lock, dan informasi laennya, mas,bagaimana cara flash hp nokia n 73 yang terkena virus dengan bagaimana cara membuka kode. tapi saya lupa gi mana caranya klo hp

Seorang pasien wanita, usia 20 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan bercak- bercak putih bersisik pada kulit di seluruh tubuh.. Pada pemeriksaan KOH

Pemenuhan kebutuhan minyak nasional dipasok dari produksi minyak mentah nasional, impor minyak mentah, dan impor produk kilang dimana dalam konteks neraca minyak

Memilih warna yang cocok untuk busana sendiri harus lebih berhati-hati. Warna yang cocok untuk orang lain atau sedang mode, belum tentu cocok untuk semua orang. Dalam memilih

Pinus yang mendapat kombinasi perlakuan pemotongan akar lateral, pemberian HSC, dan pemupukan dengan Terabuster pada berbagai konsentrasi (P1H1T1, P1H1T2, P1H2T1,