• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi 8. PEREKONOMIAN INDONESIA: INFLASI dan Uang Beredar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Materi 8. PEREKONOMIAN INDONESIA: INFLASI dan Uang Beredar"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Esa Unggul 2017

Materi 8

PEREKONOMIAN INDONESIA:

INFLASI dan Uang Beredar

Dosen : Elistia, SE, MM

Tujuan pembelajaran:

Mahasiswa dapat memahami :

Uang Beredar, Uang Kuasi dan Likuiditas Perekonomian, Pengertian Inflasi, Determinan/Penyebab Inflasi,

Perhitungan Inflasi, Dampak Inflasi, Pentingnya Kestabilan

Harga, dan Cara Mengatasi Inflasi

(2)

1 A. Uang Beredar, Uang Kuasi dan Likuiditas Perekonomian

Definisi uang di Indonesia terdiri dari dua bagian, yaitu semua uang kartal (uang kertas dan uang logam seperti yang dikenal masyarakat sehari-hari) dan uang giral (saldo-saldo rekening bank yang sewaktu-waktu bisa di pakai untuk pembayaran melalui cek, giro, atau surat perintah lainnya). Uang kartal dan uang Giral ini dalam istilah Moneter disebut M1 yang memiliki sifat dapat dipakai sewaktu- waktu atau pada saat diinginkan, tidak terikat oleh waktu dalam pemakainnya.

M1 inilah yang disebut sebagai uang beredar. Di samping uang beredar yang setiap saat bisa dipakai sebagai alat pembayaran, dikenal pula jenis uang yang tidak dapat dipakai setiap saat dalam pembayaran karena keterikatan waktu yaitu deposito berjangka.

Sebagai bukti menyimpan deposito maka penyimpan menerima surat deposito berjangka (atas nama) dan sertifikat deposito (atas nama) atau sertifikat bank. Uang yang tidak beredar ini disebut Uang Kuasi (QM) dan menurut laporan tahunan bank Indonesia mengenai perkembangan moneter uang kuasi terdiri atas deposito berjangka, tabungan dan rekening valuta asing milik swasta domestik.

Jumlah dari uang beredar dan uang kuasi disebut likuiditas perekonomian.

Penjelasan di atas dapat dirangkum melalui persamaan berikut:

A.1. Faktor yang Memepengaruhi Uang Beredar

Setiap minggu, bulan atau tahun jumlah uang beredar selalu mengalami perubahan. Sebab-sebab yang mempengaruhi perubahan jumlah uang beredar adalah aktiva luar negri bersih. Tagihan bersih pada Pemerintah Pusat, tagihan pada Badan atau Lembaga dan perusahaan pemerintah, Rekening khusus, Tagihan pada Perusahaan dan Perseorangan, simpanan berjangka dan Tabungan dan faktor lainnya bersih.

Dengan demikian perubahan M1 dapat dihitung dengan cara:

(3)

2 B. Pengertian Inflasi

Inflasi adalah kenaikan dalam tingkat harga keseluruhan (general price level). Inflasi dipandang sebagai penyakit dalam perekonomian jika inflasi yang terjadi berlangsung terus menerus dan nilainya tinggi—atau semakin meninggi atau tidak terkendali—hiperinflasi.

Secara umum, inflasi menyebabkan kemampuan daya beli (purchasing power) masyarakat menjadi berkurang. Oleh karena itu, inflasi juga dapat dipandang sebagai proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Tingkat harga merupakan opportunity cost bagi masyarakat dalam memegang aset finansial. Semakin tinggi perubahan harga, maka semakin tinggi pula opportunity cost dalam memegang aset finansial. Artinya masyarakat akan lebih beruntung jika memegang aset dalam bentuk riil dibandingkan dalam bentuk finansial, jika harga tetap tinggi.

Inflasi tidak selamanya berarti buruk, inflasi yang rendah dipandang baik bagi perekonomian karena dapat mendorong aktivitas perekonomian yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan nasional. Kondisi perekonomian dalam masa recovery dan boom ditandai dengan pertumbuhan uang beredar dan tingkat inflasi yang meninggi.

Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Pengertian inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus-menerus juga perlu diingat, karena kenaikan harga karena musiman, menjelang hari-hari besar atau yang terjadi sekali saja, dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi. Jika seandainya harga-harga dari sebagian barang diatur pemerintah, maka harga-harga yang dicatat oleh Biro Statistik mungkin tidak menunjukkan kenaikan apa pun karena yang dicatat adalah harga-harga "resmi" pemerintah. Tetapi kenyataan yang terjadi ada kecenderungan bagi harga-harga untuk terus menaik. Dalam hal ini inflasi sebetulnya ada, tetapi tidak diperlihatkan. Keadaan ini disebut "suppressed inflation" atau inflasi yang ditutupi, yang pada suatu waktu akan terlihat karena harga-harga resmi makin tidak relevan dalam kenyataan.

Para ahli ekonomi dan moneter banyak yang memberikan definisi tentang inflasi, yang sering berbeda hanya secara redaksional. Akan tetapi jika dikaji makna yang terkandung maka tidak ada perbedaan yang prinsip, seperti

1. Venieris dan Sebold dalam Anton Hermanto Gunawan (1991), mendefinisikan inflasi sebagai kecenderungan yang terus-menerus dari tingkat harga umum untuk meningkat setiap waktu.

Kenaikan harga umum yang terjadi sekali waktu saja, menurut definisi ini, tidak dapat dikatakan sebagai inflasi. Menurut definisi ini kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi. Sehingga menurut Venieris dan Sebold dalam Anton Hermanto Gunawan (1991) di dalam definisi inflasi tersebut tercakup tiga aspek, yaitu:

a. Adanya kecenderungan (tendency) harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi aktual pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat,

b. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus-menerus (sustained) yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, yakni akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak pada awal tahun saja misalnya mencakup pengertian tingkat harga umum (general level of prices), yang berarti tingkat harga yang meningkat bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.

2. Gardner Ackley dalam Iswardono (1993), inflasi adalah suatu kenaikan harga yang terus- menerus dari barang-barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat).

(4)

3 3. A.P. Lerner mengatakan Inflasi adalah keadaan di mana terjadi kelebihan permintaan

terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan.

4. G. Cowt Hrey berpendapat Inflasi adalah suatu keadaan dari nilai uang turun terus-menerus dan harga naik terus.

5. Hawtry berpendapat Inflasi adalah suatu keadaan karena terlalu banyak uang beredar.

Meskipun definisi di atas berbeda-beda, tetapi ada satu yang sama, yaitu inflasi adalah kecenderungan dari tingkat harga-harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus.

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:

1) Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]

2) Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

B.1. Pengelompokan Inflasi

Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :

1) Kelompok Bahan Makanan

2) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau 3) Kelompok Perumahan

4) Kelompok Sandang 5) Kelompok Kesehatan

6) Kelompok Pendidikan dan Olah Raga 7) Kelompok Transportasi dan Komunikasi.

(5)

4 C. Determinan/Penyebab Inflasi

1. Demand Pull Inflation

Inflasi yang disebabkan oleh kondisi di mana Aggregate Demand (permintaan total) lebih besar dari pada Aggregate Supply (penawaran tota).

Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalahtingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makro-ekonomi kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar daripada kapasitas perekonomian.

2. Cost Push Inflation

Inflasi timbul karena adanya tekanan dari Sisi supply.

a) Inflasi yang disebabkan oleh kondisi di mana terjadi kenaikan harga faktor produksi seperti upah, biaya produksi dan bahan baku.

b) Cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

Contoh: Kenaikan harga minyak dunia akan mendorong inflasi dalam negeri 3. Ekspektasi Inflasi

Faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR).

Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.

4. Milton Friedman, seorang monetarist, mengatakan bahwa inflasi selalu merupakan fenomena moneter; pertumbuhan uanglah yang merupakan penyebab utama inflasi di dunia.

Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:

1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:

a. Interaksi permintaan-penawaran

(6)

5 b. Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang c. Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen

2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari :

a. Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.

b. Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) :

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.

(7)

6 Gambar 8.1: Determinasi Inflasi Inti dan Non Inti

Sumber : Bank Indonesia

D. Inflasi Sebagai Konsep Teori

Secara garis besar tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi, yaitu:

1. Teori Kuantitas

Inti dari teori kuantitas adalah, pertama, bahwa inflasi itu hanya bias terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun uang giral. Bila terjadi kegagalan panen misalnya, yang menyebabkan harga beras naik, tetapi apabila jumlah uang beredar tidak ditambah, maka kenaikan harga beras akan berhenti dengan sendirinya.

Inti yang kedua adalah laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan psikologi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan hargaharga di masa yang akan datang.

Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari:

a. Jumlah uang yang beredar; dan

b. Psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectation) inti dari teori ini adalah

(8)

7 i. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (berupa

penambahan uang kartal atau penambahan uang giral);

ii. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang.

iii. Ada tiga kemungkinan yang dapat dilihat yaitu:

1) Keadaan pertama, apabila masyarakat tidak (atau belum) mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan bulan mendatang. Dalam hai ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima masyarakat vntuk menambah likuiditasnya (yaitu, memperbesar pos kas dalam buku neraca para anggota masyarakat). Ini berarti sebagian besar dari kenaikan jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. Sehingga tidak akan ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang, jadi tidak ada kenaikan harga barang-barang. Dalam keadaan seperti ini kenaikan jumlah uang beredar sebesar 10% diikuti oleh kenaikan harga-harga sebesar, misalnya 1%. Keadaan ini biasa dijumpai pada waktu inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi sedang berlangsung.

2) Keadaan Kedua adalah di mana masyarakat atas dasar pengalaman di bulan bulan sebelumnya mulai sadar adanya inflasi. Penambahan jumlah uang yang beredar digunakan oieh masyarakat untuk membeli barang-barang (memperbesar pos aktiva barang-barang di dalam neraca). Kenaikan harga (inflasi) adalah suatu pajak atas saldo kas masyarakat, karena uang semakin tidak berharga. Dan orang-orang berusaha menghindari pajak ini dengan mengubah saldo kasnya menjadi barang. Sehingga permintaan akan barang-barang melonjak, akibatnya harga barang-barang tersebut juga mengalami kenaikkan. Pada keadaan ini kenaikan jumlah uang sebesar, misalnya 10% akan diikuti dengan kenaikan harga barang mungkin sebesar 10% pula.

3) Keadaan Ketiga adalah tahap Hiperinflasi, yakni orang-orang sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Keadaan ini ditandai oleh makin cepatnya peredaraan uang (velocity of circulation yang menaik). Uang yang beredar sebesar misalnya 20% akan mengakibatkan kenaikan harga lebih besar dari 20%.

2. Teori Keynes

Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok- kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat. Proses perebutan ini diterjemahkan menjadi keadaan di mana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (timbulnya inflationary gap).

3. Teori Strukturalis

Adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara Amerika Latin. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (rigidities) dari struktur perekonomian yang sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian (faktor- faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang) maka teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang. Menurut teori ini ketegaran utama ada dua macam:

a. Ketegaran pertama berupa ketidak-elastisan dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Kelambanan ini disebabkan oleh:

(9)

8 1) Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan dibanding dengan barang-barang impor yang harus dibayar (term oftrade makin memburuk), dan

2) Supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap kenaikan harga (supply barang-barang ekspor yang tidak elastis). Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini, berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan (untuk konsumsi maupun investasi). Akibatnya negara tersebut mengambil kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada penggalakan produksi dalam negeri dari barang-barang yang sebelumnya diimpor (import substitution strategy), meskipun biaya produksi dalam negeri lebih tinggi dan berkualitas rendah daripada barang-barang sejenis yang diimpor. Biaya yang lebih tinggi ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi pula. Bila proses substitusi impor ini makin meluas, biaya produksi juga meluas ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga barang yang naik, dan inflasi pun terjadi.

b. Ketegaran Kedua berkaitan dengan ketidak-elastisan dari supplay atau produksi bahan makanan di dalam negeri. Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan penghasilan per kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung untuk menaik melebihi kenaikan harga barang- barang lain. Akibat selanjutnya adalah timbulnya tuntutan karyawan untuk memperoleh kenaikan upah. Kenaikan upah berarti kenaikan ongkos produksi, yang berarti kenaikan harga barang-barang tersebut. Kenaikan harga tersebut menyebabkan tuntutan kenaikan upah lagi. Dan kenaikan upah ini diikuti kenaikan harga-harga. Demikian seterusnya.

Dengan demikian yang dapat disimpulkan dari teori strukturalis yaitu:

1) Teori ini menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara-negara yang sedang berkembang;

2) Jumlah uang yang beredar bertambah secara pasif mengikuti dan menampung kenaikan harga barang-barang tersebut. Proses inflasi tersebut dapat berlangsung terus hanya bila jumlah uang yang beredar juga bertambah terus Tanpa kenaikan jumlah uang, proses tersebut akan berhenti dengan sendirinya. (juga dalam teori Keynes & dan teori kuantitas), dan

3) Tidak jarang faktor-faktor struktural yang dikatakan sebagai sebab-musabab yang paling dasar dari proses inflasi tersebut bukan 100% struktural. Sering dijumpai bahwa ketegaran-ketegaran tersebut disebabkan oleh kebijaksanaan harga/moneter pemerintah sendiri.

E. Pengelompokan Inflasi

1. Inflasi Ringan (di bawah 10% setahun) ditandai dengan kenaikan harga berjalan secara lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif.

2. Inflasi Sedang (antara 10-30% setahun) ditandai dengan kenaikan harga yang relatif cepat atau perlu diwaspadai dampaknya terhadap perekonomian.

3. Inflasi Berat (antara 30-100% setahun) ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan daiam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang artinya harga-harga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari minggu atau bulan sebelumnya.

(10)

9 4. Hiperinflasi (di atas 100% setahun) di mana inflasi ini paling parah akibatnya. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang, nilai uang merosot dengan tajam, sehingga ditukar dengan barang. Harga-harga naik lima sampai enam kali. Biasanya keadaan ini timbul oleh adanya perang yang dibelanjai atau ditutupi dengan mencetak uang.

F. Perhitungan Inflasi

Inflasi biasanya dihitung sebagai persentase perubahan tingkat harga sekelompok barang atau jasa (indeks harga) pada suatu periode tertentu (t0) dibandingkan tingkat harga periode sebelumnya (t-1). Indeks harga yang biasanya digunakan sebagai dasar perhitungan inflasi adalah:

1. Indeks Harga Konsumen (IHK)—Consumer Price Index (CPI), adalah indeks tingkat harga rata- rata dari sekelompok barang/jasa yang dibeli sehari-hari oleh konsumen (barang/jasa tersebut mewakili pengeluaran belanja rutin rumah tangga dan diukur pada tingkat harga yang dibeli konsumen atau harga retail);

IHK merupakan dasar perhitungan yang paling sering dijadikan acuan oleh karena IHK merupakan indeks yang berhubungan langsung dengan konsumen. Perhitungan inflasi dapat dilakukan dengan cara menghitung perubahan harga pada satu periode (harian, bulanan, tahunan) dibandingkan dengan periode sebelumnya, seperti rumus berikut:

%∆𝐶𝑃𝐼 =𝐶𝑃𝐼𝑡− 𝐶𝑃𝐼𝑡−1 𝐶𝑃𝐼𝑡 ×100

Jika nilai yang dihasilkan adalah positif maka terjadi inflasi sedangkan jika negatif maka disebut deflasi yaitu suatu kondisi di mana perubahan tingkat harga (% CPI) adalah negatif.

2. Indeks Harga Produsen (IHP)—Producer Price Index (PPI), adalah indeks tingkat harga rata- rata dari sekelompok barang/jasa yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. Karena IHP diukur pada tingkat hulu (tingkat harga bahan baku), IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK dimasa depan (perubahan harga bahan baku akan mempengaruhi biaya produksi yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga jual produk/jasa yang dibeli konsumen);

3. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)—Wholesale Price Index, adalah indeks harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas

4. Deflator PDB—GDP Deflator, adalah indeks tingkat harga keseluruhan. Deflator PDB merupakan rasio antara PDB riil dengan PDB nominal pada satu tahun dikali dengan 100.

Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

G. Dampak Inflasi

Berikut ini adalah akibat-akibat yang ditimbulkan Inflasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat.

1) Dampak Inflasi Terhadap Pendapatan

Inflasi dapat mengubah pendapatan masyarakat. Perubahan dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Pada beberapa kondisi (kondisi infasi lunak), inflasi dapat mendorong parkembangan ekonomi. Inflasi dapat mendorong para pengusaha memperluas produksinya.

(11)

10 Dengan demikian, akan tumbuh kesempatan kerja baru sekaligus bertambahnya pendapatan seseorang. Namun, bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap Inflasi akan menyebabkm mereka rugi karena penghasilan yang tetap itu jika ditukarkan dengan barang dan jasa akan semakin sedikit. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut!

Sebelum inflasi, orang yang menerima penghasilan Rp 100.000 dapat membeli 100 kg beras seharga Rp 1000,00 per kg. Karena inflasi, maka harga beras yang semula naik, menjadi Rp 1.250,00 per 4 kg. Oleh karena nilai beli uang Rp 100.000,00 jika ditukarkan dengan beras kini hanya menjadi 80 kg.

Dari ilustrasi tersebut, diketahui ada penurunan nilai tukar sebesar 20 kg (100 kg — 80 kg).

Sebaliknya, orang yang berutang akan beruntung. Anggaplah seorang petani mempunyai utang Rp 100.000,00. Sebelum Inflasi, petani itu harus menjual beras 100 kg untuk membayar utangnya.

Tetapi setelah inflasi harga beras menjadi Rp 1.250,00 per kg, sehingga petani tersebut cukup menjual 80 kg untuk membayar utangnnya sebesar Rp 100.000,00.

2) Dampak Inflasi Terhadap Ekspor

Pada keadaan Inflasi, daya saing untuk barang ekspor berkurang. Berkurangnya daya saing terjadi karena harga barang ekspor makin mahal. Inflasi dapat menyulitkan para eksportir dan negara. Negara mengalami kerugian karena daya saing barang ekspor berkurang, yang mengakibatkan jumlah penjualan berkurang. Devisa yang diperoleh juga semakin kecil.

3) Dampak Inflasi terhadap Minat Masyarakat untuk Menabung

Pada masa inflasi, pendapatan rill para penabung berkurang karena jumlah bunga yang diterima pada kenyataannya berkurang karena laju Inflasi. Misalnya, bulan Januari tahun 2006 seseorang menyetor uangnya ke bank dalam bentuk deposit dalam satu tahun. Deposito tersebut menghasilkan bunga sebesar, misalnya, 15% per tahun. Apabila tingkat Inflasi sepanjang Januari 2009-Januari 2010 cukup tinggi, katakanlah 11%, maka pendapatan dari uang yang didepositokan tinggal 4%. Minat orang untuk menabung akan berkurang.

4) Dampak Inflasi Terhadap Sektor Riil

Sama halnya dalam hal menjelaskan penyebab inflasi, ketika menganalisis dampak dari inflasi para ekonom ekonomi konvensional juga tampak memiliki pengamatan yang cukup mendalam.

Menurut mereka dampak inflasi sangatlah merugikan bagi setiap kalangan, terutama adalah bagi masyarakat yang berpendapatan tetap seperti halnya para pensiunan, pegawai kecil, dan guru.

Para ekonom ekonomi konvensional secara umum membagi inflasi berdasarkan tingkat besarnya keparahan (daya rusak) menjadi empat jenis yaitu, inflasi ringan (creeping inflation/di bawah 10%), inflasi sedang atau menengah (galloping inflation/antara 10-30%), inflasi tinggi atau berat (high inflation/30-100%), dan inflasi sangat tinggi (hyper inflation/di atas 100%).

Labih lanjut, para ekonom ekonomi konvensional percaya bahwa, efek atau dampak inflasi tergantung pada apakah inflasi tersebut diantisipasi atau tidak. Makna dari inflasi terantisipasi (anticipated inflation) adalah ketika harga mengalami kenaikan secara relatif (misalkan 10%) setiap tahun, dan pada saat bersamaan juga terjadi kenaikan pada tingkat upah dan suku bunga riil sebesar 10%. Dengan demikian, perubahan harga yang terjadi hanyalah merupakan perubahan ukuran di mana masyarakat atau pemerintah telah menyesuaikan (mengantisipasi tingkat inflasi yang terjadi).

(12)

11 Sebaliknya, inflasi yang tidak terantisipasi atau tidak terduga (unanticipated inflation) adalah inflasi di mana kenaikan harga barang yang terjadi tidak diikuti dengan kenaikan upah dan suku bunga riil. Berdasarkan klasifikasi di atas (inflasi terduga dan tak terduga), inflasi yang sering terjadi secara faktual adalah inflasi yang tidak terduga. Hal ini dapat diketahui dari sejarah perjalanan ekonomi dunia. Dampak inflasi itu sendiri dapat dildasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: dampak dari segi ekonomi dan dampak dari segi sosial.

Berikut di bawah ini adalah dampak inflasi menurut para ekonom.

a. Dari sudut ekonomi, inflasi mengakibatkan terjadinya redistribusi pendapatan dan distorsi harga, distorsi penggunaan uang, serta distorsi pajak.

b. Dari sudut sosial, akibat lanjut dari redistribusi pendapatan adalah kecemburuan sosial yang semakin tinggi dan bahkan dapat memicu kerusuhan atau krisis sosial (penjarahan dan perampasan).

Pembahasan dampak inflasi di atas adalah pembahasan secara umum. Adapun dampak inflasi terhadap sektor riil secara khusus adalah akan menghambat atau mengganggu proses pertumbuhan di sektor riil. Hal ini dikarenakan, dengan terjadinya inflasi maka tingkat pembelian masyarakat (permintaan agregat) akan mengalami penurunan dan selanjutnya penurunan ini akan menyebabkan pihak produsen harus mengurangi tingkat produksi (output) yang berujung kepada pemutusan hubungan kerja dan bertambahnya pengangguran (unemployment).

Selain itu, di saat terjadi inflasi yang tinggi maka suku bunga yang ditetapkan otoritas moneter juga meningkat. Oleh karena itu, sektor riil pada saat suku bunga tinggi mengalami kesulitan dana baik untuk meningkatkan produksi atau mengembangkan usahanya karena semakin tingginya dalam biaya modal.

Di sisi lain, unit surplus lebih tertarik menyimpan dananya di bank dengan tingkat pengembalian (rate of return) yang lebih besar dan pasti dan pada saat yang sama, bank umum yang sudah memiliki banyak dana dari pihak unit surplus enggan untuk menyalurkan dananya ke sektor riil karena adanya permasalahan (aturan perburuhan, pajak, pungutan-pungutan, dan sebagainya) pada sektor riil dan Iebih tertarik untuk menyimpan dananya di bank sentral. Akibatnya adalah tidak berfungsinya tugas intermediasi oleh bank umum dan terjadi penumpukan dana di bank sentral. Fakta inilah yang terjadi pada tahun 2007 di mana dana yang terkumpul di bank Indonesia (BI) berjumlah sebesar ratusan triliunan rupiah.

Lebih lanjut, para ekonom ekonomi konvensional juga percaya bahwa, dari ke empat jenis inflasi tersebut (tingkat besarnya keparahan atau daya rusak), yakni inflasi ringan akan memberikan pengaruh kepada kondisi ekonomi secara positif. Bahkan dikatakan ketiadaan inflasi menandakan tidak adanya pergerakan positif dalam perekonomian karena relatif harga-harga tidak berubah sehingga melemahkan sektor industri. Pendapat ini didasarkan pada beberapa alasan, yaitu:

1) pertama, ketika terjadi kenaikan harga relatif barang, para produsen Iebih bergairah dalam menjalankan dan meningkatkan produksinya.

2) Kedua, dengan meningkatnya produksi maka dapat menciptakan lapangan kerja baru.

Benarkah anggapan demikian?

Anggapan di atas dapat kita telaah dari dua sisi, yaitu sisi konsumen dan produsen.

i. Dilihat dari sisi konsumen, meskipun tingkat inflasi yang terjadi adalah ringan akan tetap memberatkan. Terutama bagi orang-orang yang miskin dan sekaligus tidak memiliki skill atau kemampuan yang Iebih untuk bekerja. Apa yang dikatakan bahwa,

(13)

12 tingkat inflasi ringan dapat menstimulus penyerapan tenaga kerja sesungguhnya hanya berlaku bagi mereka yang memang memiliki kemampuan atau skill.

Sementara bagi mereka yang sedari awalnya sudah dalam kemiskinan, di mana dengan kemiskinan tersebut menyebabkan mereka tidak mampu meraih atau menempa keahliaannya, maka hal ini tidak berlaku. Dengan kata Iain, inflasi ringan yang terjadi tetap akan sangat membebani bagi mereka yang tergolong miskin dan tidak memiliki keahlian. Terlebih lagi ketika harga barang yang naik tersebut adalah harga barang kebutuhan pokok masyakarat, meskipun kenaikan harga yang terjadi adalah rendah tetap saja akan menambah beban masyarakat miskin.

Sebagai contoh, katakan saja misalnya seorang kepala keluarga (dengan tanggungan 1 anak dan 1 istri) di mana penghasilan perbulan yang dapat diraih Rp. 1,5 juta per bulan. Dengan tingkat inflasi ringan sebasar 5%, maka ia harus menanggung beban inflasi sebesar Rp. 75.000 per bulan. Tentu ini adalah jumlah yang cukup besar bagi kepala keluarga tersebut. Dengan demikian, anggapan bahwa inflasi ringan dapat memberikan efek positif bagi perekonomian sesungguhnya tidaklah tepat. Karena hanya menguntungkan pihak tertentu saja.

ii. Dilihat dari sisi produsen, seolah-olah menganggap produsen dalam berproduksi hanyalah bermotifkan pada orientasi keuntungan (profit oriented) semata. Padahal, seorang produsen (khususnya bagi seorang muslim) tidaklah semata-mata menjalankan aktivitas produksinya berdasarkan motif dan orientasi keuntungan.

Melainkan juga dapat bermotif rasa kemanusiaan (insaniyyah) dan atau ruhiyah (ketuhanan). Lebih dari itu, para ekonom sebenarnya juga berpendapat bahwa, kenaikan harga barang baik itu dalam kisaran besar maupun kecil tetap saja menimbulkan biaya. Biaya-biaya tersebut adalah

1) Shoe leather cost (penetapan suku bunga bank lebih besar dari tingkat inflasi), 2) Menu cost (misal, biaya perubahan katalog),

3) Complaint and opportunity loss cost (biaya kompalin dan hilangnya kesempatan);

4) Biaya perubahan peraturan dan perundang-undangan pajak, 5) Biaya ketidaknyamanan hidup.

H. Pentingnya Kestabilan Harga

Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.

• Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.

• Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

(14)

13

• Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

I. Cara Mengatasi Inflasi 1. Kebijakan Moneter

Ketika laju inflasi dianggap tinggi, bank sentral dapat menggunakan kebijakan moneter untuk mengendalikan (pengetatan) jumlah uang beredar di masyarakat melalui:

a. Penetapan cadangan minimum b. Operasi pasar terbuka

c. Fasilitas diskonto 2. Kebijakan Fiskal

a. Efisiensi pengeluaran pemerintah yaitu dengan cara menunda pengeluaran yang bersifat temporer dan tidak mendesak

b. Menaikkan pajak baik dengan peningkatan tarif pajak (intensifikasi) ataupun dengan melakukan diversifikasi jenis pajak (ekstensifikasi)

3. Kebijakan Riil

a. Meningkatkan jumlah produksi

b. Mengendalikan harga (contoh operasi pasar oleh bulog)

Tugas Individu Mahasiswa:

Buatlah ringkasan dari materi Inflasi dan Uang Beredar, dengan cara tulis di kertas folio atau diketik di Microsoft Word, kemudian di print dan diserahkan kepada Dosen selambatnya tgl 01 Juni 2017.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil olah data uji regresi berganda pada tujuan ketiga maka didapatkan hasil yaitu pengukuran kinerja dan kompensasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

Kako se zove otočje u Tihom oceanu, na ekvatoru, koje pripada Ekvadoru te ima puno endema zbog udaljenosti od svakog?.

resminya dalam menyikapi konflik LTS, yakni Indonesia menegaskan akan tetap pada posisi sebagai penengah negara-negara yang berkonflik atau bersengketa atas kawasan itu.Indonesia

Hasil pemeringkatan faktor pe- nentu daya saing komoditas pangan Jawa Tengah di atas memberikan ara- han baik kepada pelaku usaha perda- gangan komoditas pangan maupun

Praktikan yang terkena sanksi gugur modul wajib mengganti praktikum pada hari lain dengan nilai modul tetap 0. Waktu pengganti

Kemenarikan dalam penelitian ini adalah penerapan metode pembelajaran yang digunakan dengan menggunakan LKS berbasis scientific approach dalam pembelajaran IPA kelas

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang

diuraikan di atas, waktu cerita Sang Pencerah bisa dilihat sebagai surat dari masa lalu yang mengingatkan bahwa telah terjadi penyimpangan luar biasa dari rasionalitas