• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Definisi Kualitas

Berikut adalah definisi kualitas menurt para ahli yaitu sebagai berikut : 1. Definisi kualitas menurut Garvin dan Davis dalam Nasution (2005) adalah

suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/ tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi dan melebihi harapan pelanggan atau konsumen.

2. Definisi kualitas menurut Feigenbaum dalam Nasution (2005) adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction).Suatu produk berkualitas apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.

3 Definisi kualitas menurut Wijaya dalam Fauzi et al (2016) adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan. Artinya, kualitas didasarkan pada

(2)

pengalaman aktual pelanggan atau konsumen terhadap produk atau jasa yang diukur berdasarkan persyaratan-persyaratan tersebut.

.4 Definisi kualitas menurut Evans dan Dean dalam bukunya tahun 2003 menyatakan menurut The American Sociaty of Quality Control dalam Kartika et al (2016), kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristk dari suatu produk atau layanan menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan yang telah ditentukan atau yang bersifat laten.

5. Definisi kualitas menurut ISO 8402 (Quality Vocabulary) dalam Kartika et al (2016), kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang di spesifikasikan atau ditetapkan.

6. Definisi kualitas menurut Gasperz dalam Kartika et al (2016), kualitas seringkali diartikan sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfication) atau konformasi terhadap kebutuhan atau persyaratan (conformance to the requirements).

7. Definisi kualitas menurut Davis dalam Risqa et al (2016), bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Beberapa pengertian diatas akan dapat disimpulkan bahwa kualitas merupakan gambaran dari bentuk karakteristik sebuah produk yang atributnya mampu menunjukan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu,

(3)

perlu adanya kesesuaian diantara perusahaan dengan keinginan konsumen di dalam menciptakan sebuah produk agar dapat memberikan kesan tersendiri bagi konsumen.

2.2 Pengendalian Kualitas

Salah satu aktivitas bisnis yang terdapat diperusahaan yaitu menjamin kualitas produk hasil proses produksi, guna mencapai tingkat kualitas yang baik pada produk yang dihasilkan. Perusahaan memiliki suatu cara dengan adanya penerapan sistem pengendalian kualitas baik kualitas bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi.

Menurut Gasperz (2003) pengendalian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktivitas dan memastikan kinerja sebenarnya yang dilakukan telah sesaui dengan yang direncanakan. Oleh karena itu, pengertian pengendalian kualitas adalah suatu teknik operasi dan aktivitas yang dilalukan untuk mengawasi proses produksi agar tetap sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

Dalam memenuhi kepuasan konsumen, setiap perusahaan memiliki sistem pengendalian kualitas yang berbeda tergantung pada manajemen perusahaan.

Namun tujuan dari pengendalian kualitas menurut Assauri (dalam Kaban, 2014) adalah :

1. Agar hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang ditetapkan, 2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin,

(4)

3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan kualitas produksi tertentu menjadi sekecil mungkin,

4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.

Jadi, secara umum tujuan utama dari pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan kualitas produk yang sudah terjamin dan juga mengeluarkan biaya yang seminimal mungkin tanpa mengurangi standard produk yang telah ditetapkan.

Faktor yang mempengaruhi dalam aktivitas pengendalian kualitas menurut Montgomery (dalam Kaban, 2014) diantaranya adalah :

1. Kemampuan proses

Faktor ini merupakan faktor yang harus disesuaikan oleh perusahaan dalam melakukan suatu proses bisnis yang ada dalam perusahaan.

2. Spesifikasi yang berlaku

Produk yang diproduksi oleh perusahaan harus memilki spesifikasi yang sesuai dengan standard umum dan juga sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.

3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima

Tujuannya yaitu pengendalian kualitas suatu proses dapat mengurangi produk yang berada di bawah standard yang dapat diterima

4. Biaya kualitas

Biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam menghasilkan produk, biaya kualitas mempunyai hubungan yang positif dengan terciptanya produk yang berkualitas.

(5)

2.3 Alat Bantu dan Teknik Perbaikkan

Manajemen kualitas seringkali disebut sebagai the problem solving, sehingga manajemen kualitas dapat menggunakan metodologi dalam problem solving tersebut untuk mengadakan perbaikan (Ridman dan Zachary, dalam Ariani 2005).

Metode statistik diperlukan untuk mengidentifikasi penyimpangan dan menunjukkan penyebab berbagai penyimpangan baik untuk proses produksi maupun bisnis, sehingga menyebabkan peningkatan produktivitas (Ryan dalam Rustendi, 2012). Pengendalian proses secara statistik berarti proses itu dikendalikan berdasarkan catatan data yang secara terus menerus dikumpulkan dan dianalisis agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam mengendalikan dan meningkatkan proses sehingga proses memiliki kemampuan untuk memenuhi spesifikasi output yang diinginkan (Gaspersz dalam Rustendi, 2012). Tujuan pengendalian proses statistik adalah sebagai berikut (Hubeis dalam Rustendi, 2012):

1. Mengendalikan dan memantau terjadinya penyimpangan mutu produk, 2. Memberikan peringatan dini untuk mencegah terjadinya penyimpangan

mutu produk lebih lanjut,

3. Memberikan petunjuk waktu yang tepat untuk segera melakukan tindakan koreksi dari proses yang menyimpang,

4. Mengenali penyebab keragaman atau penyimpangan produk.

(6)

Tujuan utama pengendalian proses secara statistik adalah pengurangan variasi yang sistematik dalam karakteristik mutu kunci produk. Pengendalian proses secara statistik akan menstabilkan proses dan mengurangi variasi, sehingga menghasilkan biaya mutu yang lebih rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat (Montgomery dalam Rustendi, 2012).

2.3.1 Statistical Process Control (SPC)

Statistical Process Control (SPC) mempunyai 7 alat statistik utama yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas yaitu Check Sheet, Diagram Pareto, Diagram Sebab Akibat, Histogram, Scatter Diagram, Diagram Proses, dan Control Chart.

1. Check Sheet (Lembar Pengecekan)

Check Sheet merupakan alat yang mutlak diperlukan bagi mereka yang melaksanakan penelitian dan pengendalian kualitas atau kuantitas barang ataupun jasa. Karena dari data yang didapat / dikumpulkan dapat mengambil suatu gambaran, kesimpulan ataupun keputusan yang akurat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Check Sheet, antara lain :

1. Sasarannya harus jelas

2. Keterangan yang diperlukan memenuhi sasaran 3. Dapat diisi dengan mudah dan cepat

4. Dapat disimpulkan dengan cepat

(7)

2. Diagram Pareto

Diagram Pareto merupakan kombinasi dua macam bentuk grafik yaitu grafik kolom dan grafik garis, berguna untuk :

1. Menunjukkan masalah utama/pokok masalah

2. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan 3. Menunjukkan perbadingan masalah sebelum dan sesudah perbaikan 3. Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)

Disebut juga “Grafik Tulang Ikan”, yaitu diagram yang menunjukkan sebab akibat yang berguna untuk mencari atau menganalisa sebab-sebab timbulnya masalah sehingga memudahkan cara mengatasinya. Penggunaan Analisis Sebab Akibat :

1. Untuk mengetahui penyebab yang penting.

2. Untuk memahami semua akibat dan penyebab.

3. Untuk menemukan pemecahan masalah yang tepat.

4. Untuk mengembangakan proses.

4. Histogram

Merupakan bentuk dari grafik kolom yang memperlihatkan distribusi yang diperoleh dalam bentuk angka yang telah terkumpul. Meskipun suatu histogram dibuat berdasarkan contoh data, namun tujuannya adalah untuk memberikan saran mengenai kemungkinan distribusi keseluruhan data (populasi) yang contoh datanya diambil. Manfaat histogram adalah sebagai berikut :

1. Memberikan gambaran populasi.

2. Memperlihatkan variabel dalam susunan data.

(8)

3. Mengembangkan pengelompokkan yang logis.

4. Pola-pola variasi mengungkapkan fakta-fakta produk tentang proses.

5. Diagram Tebar (Scatter Diagram)

Menggambarkan hubungan antara dua data yang dipetakan dalam suatu diagram. Diagram tebar digunakan sebagai alat penguji hubungan antara sebab dan akibat.

6. Diagram Alir (Process Flow Chart)

Diagram alir atau diagram proses (process flow chart) menyajikan sebuah proses atau sistem dengan menggunakan kotak dan garis yang saling berhubungan. Diagram ini cukup sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk mencoba memahami sebuah proses atau menjelaskan langkah-langkah sebuah proses. Kegunaan diagram alir sebagai alat analisis, diantaranya adalah :

1. Mengumpulkan data dan mengimplementasikan data juga merupakan ringkasan visual dari data itu sehingga memudahkan dalam pemahaman.

2. Menunjukkan output dari suatu proses.

3. Menunjukkan apa yang sedang terjadi dalam situasi tertentu sepanjang waktu.

4. Menunjukkan kecenderungan dari data sepanjang waktu.

5. Membandingkan dari data periode yang satu dengan periode lain, juga memeriksa perubahan-perubahan yang terjadi.

(9)

7. Control Chart (Peta Kendali)

Peta kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat (1924) dengan tujuan untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special-causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common-causes variation).

Peta kontrol merupakan alat ampuh dalam mengendalikan proses, asalkan penggunaannya dipahami secara benar. Pada dasarnya peta kontrol dapat digunakan untuk beberapa hal, yaitu :

1. Menentukan proses berada dalam pengendalian.

2. Mementau proses secara terus-menerus agar proses tetap stabil.

3. Menentukan kemampuan proses (process capability) Pada dasarnya setiap peta kendali memiliki :

1. Garis tengah (Central Line).

2. Sepasang batas kontrol di mana satu batas kontrol ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol atas (Upper Control Limit / UCL), dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol bawah (Lower Control Limit / LCL).

3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai yang ditebarkan berada di dalam batas kontrol maka proses dianggap berada dalam kendali. Namun, jika nilai yang ditebarkan berada di luar batas control maka proses dianggap tidak

(10)

terkontrol, sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada.

2.4 Pengukuran Performansi Kualitas

Menurut Gasperz dalam Nasution (2005), pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat yaitu pada tingkat proses, tingkat output, tingkat hasil (outcome).

1. Pengukuran pada tingkat proses, mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuan pengukuran pada tingkat ini adalah mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses dan menggunakan ukuran-ukuran untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum output diproduksi dan diserahkan kepada pelanggan Beberapa contoh ukuran tingkat proses yang menggambarkan performansi kualitas adalah lama waktu menjawab panggilan telepon, banyaknya panggilan telepon yang tidak dikembalikan ke pelanggan konfirmasi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan, persentase material cacat yang diterima dari pemasok, sikluas waktu produk, banyaknya persediaan barang setengah jadi, dan lain-lain.

2. Pengukuran pada tingkat output, mengukur karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan dengan spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan. Beberapa contoh pengukuran pada tingkat output adalah

(11)

banyaknya unit produksi yang tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang diterapkan, yaitu banyaknya produk cacat, tingkat efektivitas dan efisiensi produksi, kualitas dari produk yang dihasilkan, dan lain-lain.

3. Pengukuran pada tingkat outcome, yaitu mengukur bagaimana baiknya suatu produk memenuhi kebutuhan harapan pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Pelanggan pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran performansi kualitas. Beberapa contoh ukuran tingkat outcome adalah banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu penyerahan sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dan lain – lain.

2.5 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure Modes and Effect Analysi pertama kali muncul tahun 1960an sebagai metodologi formal pada industri aerospace dan pertahanan. Sejak itu FMEA digunakan dan distandarisasi oleh berbagai industri di seluruh dunia (Nurkertamanda, 2009). Para ahli memiliki beberapa definisi mengenai FMEA, yang memiliki arti cukup luas dan apabila dievaluasi lebih dalam memiliki arti yang serupa. Definisi Failure Mode and Effect Analysis tersebut disampaikan oleh :

(12)

1. Menurut Roger D. Leitch, Failure Mode and Effect Analysis adalah analisa teknik yang apabila dilakukan dengan tempat dan waktu yang tepat akan memberikan nilai yang besar dalam membantu proses pembuatan keputusan dari engineer selama perancangan dan pengembangan.

2. Menurut John Moubray, Failure Mode and Effect Analysis adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan yang mungkin menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan memastikan pengaruh kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan.

Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk mencari, mengidentifikasi, dan menghilangkan kegagalan potensial, error, dan masalah yang diketahui dari sistem, desain, proses, atau jasa sebelum hal tersebut sampai ke konsumen. FMEA disini adalah Process untuk mendeteksi risiko yang teridentifikasi pada saat proses. Process FMEA merupakan salah satu tipe dari FMEA yang mengutamakan analisis moda kegagalan melalui proses produksi, dan tidak bergantung pada perubahan desain produk yang dapat menyebabkan kegagalan pada suatu proses. Biasanya diselesaikan menurut pertimbangan tenaga kerja, mesin, metode, material, pengukuran, dan lingkungan. Setiap komponen – komponen tersebut memiliki komponen masing – masing, yang bekerja secara individu, bersama, atau bahkan merupakan sebuah interaksi untuk menghasilkan sebuah kegagalan.

Tujuan yang dapat dicapai oleh perusahaan dengan penerapan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) :

1. Untuk mengidentifikasi mode kegagalan dan tingkat keparahan efeknya.

(13)

2. Untuk mengidentifikasi karakteristik kritis dan karakteristik signifikan.

3. Untuk mengurutkan pesanan desain potensial dan defisiensi proses.

4. Untuk membantu fokus engineer dalam mengurangi perhatian terhadap produk dan proses, dan membentu mencegah timbulnya permasalahan.

Element FMEA dibangun berdasarkan informasi yang mendukung analisa.

Beberapa elemen-elemen FMEA adalah sebagai berikut : 1. Fungsi proses

Merupakan deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana sistem akan dianalisa.

2. Mode kegagalan

Merupakan suatu kemungkinan kecacatan terhadap setiap proses.

3. Efek potensial dari kegagalan

Merupakan suatu efek dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan.

4. Tingkat Keparahan (Severity (S))

Adalah penilaian terhadap keseriusan dari efek yang ditimbulkan. Dalam arti setiap kegagalan yang timbul akan dinilai seberapa besarkah tingkat keseriusannya. Terdapat hubungan secara langsung antara efek dan severity. Sebagai contoh, apabila efek yang terjadi adalah efek yang kritis, maka nilai severity pun akan tinggi. Dengan demikian, apabila efek yang terjadi bukan merupakan efek yang kritis, maka nilai severity pun akan sangat rendah.

(14)

5. Penyebab Potensial (Potential Cause(s))

Adalah bagaimana kegagalan tersebut bisa terjadi dan sesuatu yang dapat diperbaiki.

6. Keterjadian (Occurrence (O))

Adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk.

7. Deteksi (Detection (D))

Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi penyebab potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan.

8. Nomor Prioritas Resiko (Risk Priority Number (RPN))

Nilai ini merupakan produk dari hasil perkalian tingkat keparahan, tingkat kejadian, dan tingkat deteksi yang menentukan prioritas dari kegagalan.

RPN tidak memiliki nilai atau arti tetapi hanya digunakan untuk meranking kegagalan proses yang potensial. Nilai RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut : RPN = severity (S) x occurrence (O) x detection (D) (Gasperz dalam Puspitasari, 2014)

9. Tindakan yang direkomendasikan (Recommended Action)

Setelah bentuk kegagalan diatur sesuai peringkat RPNnya, maka tindakan perbaikan harus segera dilakukan terhadap bentuk kegagalan dengan nilai RPN tertinggi.

(15)

Langkah Dasar Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 1. Mengidentifikasi fungsi pada proses produksi,

2. Mengidentifikasi potensi failure mode proses produksi, 3. Mengidentifikasi potensi efek kegagalan produksi,

4. Mengidentifikasi penyebab-penyebab kegagalan proses produksi, 5. Mengidentifikasi mode-mode deteksi proses produksi,

6. Menentukan rating terhadap severity, occurance, detection dan RPN proses produksi,

7. Usulan perbaikan.

A. Severity (S)

Severity (fatal) adalah penilaian tentang keseriusan efek dari potensi kegagalan terhadap komponen selanjutnya, subsistem, sistem atau konsumen jika ini sering.

Severity hanya diaplikasikan terhadap efek saja. Penurunan indeks ranking hanya efektif melalui perubahan desain. Perkiraan severity berada pada skala 1 sampai 10.

Tabel 2. 1 Severity / Kegawatan

Rating Keterangan

1 Negligible Severity. Kita tidak perlu memikirkanbahwa akibat ini akan berdampak pada kinerjaproduk. Pengguna akhir mungkin tidak akanmemperhatikan kecacatan ini.

(16)

2 – 3 Mild Severity. Akibat yang di timbulkan hanya bersifat ringan.

Pengguna akhir tidak akanmerasakan perubahan kinerja.

Perbaikan dapatdilakukan pada saat pemeliharaan reguler.

4 – 6 Moderate severity. Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja, namun masih dalambatas toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidakmahal dan dapat selesai dalam waktu singkat.

7 – 8 High Severity. Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak akan diterima, berada diluar batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan sangat mahal.

9 – 10 Potential Safety problems. Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya dan berpengaruh terhadap keselamatan pengguna.

Bertentangan dengan hokum

B. Penyebab Potensial atau Mekanisme Kegagalan

Penyebab potensial / kegagalan mekanisme digambarkan sebagai suatuindikasi kelemahan desain. Penyebab mekanisme harus didaftarkan dengansingkat dan sepenuhnya atau sedemikian mungkin sehingga usaha mengenaiperbaikan dapat diarahkan pada penyebab bersangkutan.

Tipikal penyebab potensial contohnya : - Salah dalam menentukan material - Asumsi hidup desain tidak cukup

(17)

- Over-stressing

- Kemampuan pemberian minyak pelumas tidak cukup - Salah meletakkan posisi material

- Instruksi pemeliharaan tidak cukup - Kurangnya perlindungan lingkungan - Algoritma salah

Tipikal kegagalan mekanisme contohnya : - Meleleh

- Kaku

- Material tidak stabil - Berkarat

- Matrerial tidak seimbang C. Occurrence (O)

Occurence(Probabilitas terjadinya kegagalan) adalah rating yang mengacu pada seberapa banyak frekuensi potential failure terjadi. Estimasi occurance dari penyebab potensial dari kegagalan / mekanisme dibatasi antara nilai 1 sampai 10.

Tabel 2. 2 Occurence

Rating Keterangan

1 Sangat jarang terjadi (remote failure isunlikely)

2 , 3 Kemungkinan terjadi rendah

(18)

4 ,5, 6 Biasa terjadi (moderate, occasional failure)

7 , 8 Sering terjadi dan berulang-ulang.

9 , 10 Sangat sering terjadi

D. Detection (D)

Deteksi adalah penilaian tehadap kemampuan mengetahui tingkat kegagalan terhadap potential failure sebelum komponen, subsistem atau sistem di rilis ke produksi. Tim harus setuju terhadap kriteria evaluasi dan sistem penilaian, dengan konsisten, walaupun dibuat untuk analisa produk individu.

Tabel 2. 3 Detection

Rating Keterangan

1 Kemungkinan cacat terdeteksi lebih awal sangat tinggi

2 , 3 Kemungkinan cacat terdeteksi lebih awal tinggi

4 ,5, 6 Kemungkinan cacat terdeteksi lebih awal rendah

7 , 8 Kemungkinan cacat terdeteksi lebih awal sangat rendah

9 , 10 Cacat tidak dapat terdeteksi lebih awal

(19)

E. Risk Priority Number ( RPN )

Risk Priority Number (Nilai Prioritas Resiko) adalah hasil dari perkalian ranking Severity (S), Occurance (O) dan Detection (D).

Tujuan dari FMEA adalah untuk mengidentifikasi dan mencegah kegagalan yang diketahui dan yang berpotensi.Untuk itu asumsi dibuat bahwa setiap kegagalan mempunyai prioritas yang berbeda. Untuk setiap kegagalan yang diidentifikasi, estimasi dibuat untuk menilai:

•Severity : Nilai keseriusan dari efek kegagalan Contoh : Proses pembuatan rem mobil, efek dari kegagalan dapat berpengaruh terhadap keselamatan, maka nilai severitytinggi

• Occurrence : Frekuensi kegagalan/ seberapa sering kegagalan tersebut terjadi Contoh : Rata-rata, dari 10 produksi ditemukan satu defect, hal ini berarti frekuensi kegagalan tinggi (10 %) oleh karena itu nilai occurence-nya juga tinggi

•Detection : Kemampuan dalam mendeteksi kegagalan Contoh : Porosity (keropos) pada benda tuangan dikontrol secara visual, cara kontrol seperti ini tidak dapat mendeteksi kegagalan yang terjadi, oleh karena itu nilai detection menjadi tinggi.

• Prioritas dari problem dinilai melalui nilai RPN; (perkalian dari severity x occurrence x detection). Skala rating occurrence, detection, danseverity bisa dari 1-10 (lihat tabel 2.3, 2.4 dan 2.5)

FMEA juga harus mempertimbangkan kemungkinan gagal yang terjadi di awal seperti instalasi yang tidak sesuai, pemanasan awal yang kurang, setting

(20)

awal yang tidak sesuai, human error dll. Juga kemungkinan terjadinya kegagalan di akhir (wear-out) seperti: korosi, keausan pahat / tooling, Umur desain yang pendek dan lain-lain.

F. Dari hasil analisa resiko Recommended Action

Pada prinsipnya tidak ada standar yang baku kapan recommended action harus dilakukan, tetapi sebagai petunjuk umum recommended action dilakukan berdasarkan:

• Prioritas berdasarkan nilai RPN yang tertinggi. Apabila ada 2 nilai RPN yang sama, prioritas utama diberikan kepada item yang mempunyai nilai severity yang lebih tinggi.

• Perhatian lebih harus dilakukan apabila nilai keseriusan dari efek kegagalan tinggi (severity)

• Apabila nilai frekuensi kegagalan (occurrence) tinggi, maka biaya produksi meningkat dikarenakan banyak terjadi defect

• Ketidakmampuan dalam mendeteksi kegagalan (detection) dapat berakibat pada ketidakpuasan pelanggan. Customer kemungkinan menerima barang defect akibat lolos dalam pengecekan.

kegagalan menggunakan FMEA (failure mode and effect analysis) dapat diidentifikasi beberapa modus kegagalan yang memiliki nilai resiko (Risk Priority Number / RPN) tinggi dan dari hasil analisa yang dibuat berdasarkan berdasarkan resiko FMEA dapat diidentifikasi beberapa solusi potensial.

Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) merupakan metode evaluasi yang digunakan untuk menemukan efek dari kegagalan suatu sistem dan

(21)

melakukan antisipasi berdasarkan prioritas kegagalannya. Kegagalan tersebut yang pada awalnya berbentuk kasus, ditransformasikan kedalam bentuk angka / nilai, yang mana nilai-nila tersebut adalah sebuah standar yang telah ditetapkan di dalam referensi Potensial FMEA

Salah satu tujuan dari FMEA adalah mengarahkan ketersediannya sumber kearah kesempatan yang paling menjanjikan. Langkah-langkah dalam pembuatan FMEA adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi proses atau produk.

2. Membuat daftar masalah-masalah potensial yang akan muncul.

3. Memberikan tingkatan pada masalah untuk severity, occurrence dan detectability.

2.6 Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu No

. Penulis Judul Metode Hasil

1. Carlson, C. S.

Quality Progress;

Sep 2014; 47, 9;

ProQuest pg. 36

Which FMEA Mistakes Are You Making?

FMEA FMEA memiliki potensi untuk menjadi alat keandalan berwenang untuk mengurangi

desain produk dan risiko pembuatan dengan cara hemat

biaya. Namun dalam ptactice, FMEA tidak selalu hidup

sampai potensinya.

Menggunakan proses audit berdasarkan tujuan kualitas FMEA akan meningkatkan nilai FMEA dalam organisasi.

(22)

2. Parkash, V., et al.

International Journal of Research in Engineering and Technology Vol:

02 Issue: 08; Aug- 2013; eISSN:

2319-1163;

pISSN: 2321- 7308

Statistical Process Control

Statistical Process Control

Penerapan SPC melibatkan tiga kegiatan utama : 1) Yang

pertama adalah memahami proses. Hal ini dicapai oleh pemetaan proses bisnis. 2) Yang kedua adalah mengukur sumber variasi dibantu dengan menggunakan diagram kontrol.

3) Yang ketiga adalah menghilangkan dialihkan sumber (khusus) variasi. Hal

ini dapat digunakan dalam berbagai industri untuk meningkatkan kualitas produk

dan membantu dalam menurunkan biaya produk karena menyediakan produk dan / atau layanan yang lebih

baik.

3. Shah, S., et al.

Asian Journal of Pharmaceutions –

July-September 2010

Control Chart : A Statistical

Process Control Tool in

Pharmacy

Statistical Process Control

Beberapa kelemahan dalam pendekatan konvensional pengembangan formulasi obat

dapat diselesaikan menggunakan diagram kontrol

sebagai alat pengendalian proses statistik untuk menentukan apakah suatu pembuatan sediaan dari dalam industri farmasi dalam keadaan

kontrol statistik atau tidak.

Grafik kontrol berfungsi untuk menggambarkan kondisi operasional saat ini, proses dengan memberikan tampilan visual yang jelas menunjukkan

apakah suatu proses berada dalam batas-batas kendali atau tidak, menawarkan manajemen

waktu untuk mengambil

(23)

tindakan korektif dan menghindari pemborosan.

Dengan menggunakan grafik ini sistem dapat dibawa

kembali ke control dan memberikan informasi mengenai kemampuan proses

dan efektivitas dalam pencegahan cacat. Saat ini, peta kendali terbukti untuk

teknik meningkatkan produktivitas, tetapi bagaimanapun proses harus

terus dipantau.

4. Teng, S. G., et al.

The International Journal of Quality

& Reliability Managemen;

2006; 2/3;

ABI/INFORM Research pg. 179

Implementing FMEA in a Collaborative Supply Chain Environment

FMEA &

SCM Proses FMEA memainkan peran kunci dalam operasi manajemen rantai pasokan untuk desain, manufaktur, dan peningkatan keandalan. Output

dari FMEA dapat menghasilkan hasil yang sangat berguna dalam proses perbaikan yang mempengaruhi

seluruh rantai pasokan.

Perusahaan perlu membangun lingkungan rantai pasokan

kolaboratif untuk meningkatkan produksi dan

kinerja bisnis mereka.

Menggunakan proses FMEA sebagai platform akan menawarkan perusahaan-

perusahaan ini sangat membantu dalam mencapai tujuan keuntungan yang besar.

5. Bij, H. V. D &

Ekert, J. H. W. V.

International Journal of

Interaction Between Production Control and

Quality Control

Dalam penelitian empiris terlihat bahwa perusahaan yang

berpartisipasi memiliki kekurangan informasi tentang

(24)

Operation &

Production Management, Vol.

19, No. 7, 1999, pp, 674-690.

MCB University Press, 0144-3577

Quality Control

pengendalian mutu dan pengendalian produksi.

Pengujian dilakukan dengan bantuan dua studi kasus, satu dalam industri pengolahan dan satu dalam perakitan massa serta

wawancara semi-terstruktur dengan konsultan.

Dengan penelitian ini kami telah meletakkan dasar untuk lebih

sistematis investigasi subjek interaksi dalam teknik industri.

Selain itu, kami telah menunjukkan bahwa desain sistematis sistem kontrol kualitas diperlukan untuk kinerja kualitas

serta kinerja pengendalian produksi. Pengendalian produksi

dapat memaksa ini dengan memotong kembali jumlah slack dalam kontrol produksi. Masalah

sehubungan dengan kontrol kualitas kemudian terungkap.

2.7 Kerangka Pemikiran

Berikut ini adalah kerangka pemikiran dari penelitian yang dilakukan untuk upaya penurunan produk cacat pada Wings Box dengan menggunakan metode FMEA (Failure Modes and Effect Analysi) studi kasus di PT. Mitra Toyotaka Indonesia.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

(25)

Dengan teori FMEA (Failure Modes and Effect Analysi) sebagai landasan pemecahan masalah diharapkan masalah ini dapat terselesaikan secara terdata dan dapat mempelajari kembali sebagai sumber referensi. Pada bagian yang telah digambarkan seperti pada gambar 2.1 bahwa didalamnya terdapat Input, Process, dan Output dimana akan diuraikan lebih spesifik.Input disini menjelaskan tentang kondisi perusahaan dimana kondisi perusahaan sedang dihadapi kendala pada proses Painting Pada produksi wing box yang tidak sesuai dengan standar yang diharapkan. Langsung pada kasus diantaranya : terjadinya kemiringan pada produk dan banyaknya jumlah cacat setiap bulannya. Kendala ini dapat berdampak buruk pada perusahaan sehingga akan menyebabkan Cost meningkat, profit menurun, dan loyalitas pelanggan pun ikut menurun apabila kualitas produk tidak diperhatikan oleh perusahaan.

Maka dengan adanya penelitian ini dilakukanlah proses upaya penurunan produk cacat dengan menggunakan metode FMEA (Failure Modes and Effect Analysi), Selain menggunakan metode FMEA (Failure Modes and Effect Analysi) penelitian ini didukung dengan tools lain seperti diagram pareto dan Fishbone untuk memperkuat hasil penelitian yang akan dilakukan.

Setelah dilakukan proses upaya penurunan produk cacat dengan menggunakan metode FMEA (Failure Modes and Effect Analysi) diharapkan yang dihasilkan (Output) adalah berkurangnya produk cacat. Sehingga akan berdampak baik bagi perusahaan seperti cost menurun, profit meningkat, loyalitas konsumen meningkat, dan menjaga brand image perusahaan

Gambar

Diagram Pareto merupakan kombinasi dua macam bentuk grafik yaitu grafik  kolom dan grafik garis, berguna untuk :
Tabel 2. 1 Severity / Kegawatan
Tabel 2. 2 Occurence
Tabel 2. 3 Detection
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya prinsip Metode Pengapungan Batang pada pengukuran distribusi ukuran gelembung (DSD) sama dengan pada pengukuran distribusi ukuran partikel padatan (particle

Siallagan dan Machfoedz (2010:143) beragumen Good Corporate Governance merupakan suatu sistem yang dapat mengatur dan mengendalikan perusahaan sehingga dapat

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) membutuhkan manajemen yang baik, karena dapat mengatur suatu proses pekerjaan untuk mencapai tujuan yang di tentukan.. Sehingga hasil

Signal to Noise Ratio atau biasanya disingkat dengan SNR atau S/N Ratio adalah ukuran yang digunakan untuk membandingkan tingkat Sinyal yang diinginkan dengan tingkat

Perilaku pembelian yang rumit terdiri dari proses tiga langkah. Pertama pembeli mengembangkan keyakinan tentang produk tersebut. Kedua, membangun tentang produk

27 Dani Yani (2018) likuiditas, profitabilita s, intensitas persediaan , dan ukuran perusahaan terhadap tingkat agresivitas wajib pajak badan pada perusahaan

Pada dasarnya prinsip Metode Pengapungan Batang pada pengukuran distribusi ukuran gelembung sama dengan pada pengukuran distribusi ukuran partikel padatan (particle size), dimana

Luftman menyebutkan proses pengukuran tingkat kematangan keselarasan dapat memberikan informasi kepada organisasi mengenai kondisi terkini dari keselarasan strategi mereka