• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Butir Psikometri Purdue Spatial Visual Test (PSVT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Butir Psikometri Purdue Spatial Visual Test (PSVT)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Butir Psikometri Purdue Spatial Visual Test

(PSVT)

Technical Report UPAP No. 1/I/2018

Siti Nur’aini Wahyu Widhiarso

Unit Pengembangan Alat Psikodiagnostika Fakultas Psikologi UGM

2018

(2)

Analisis Butir Psikometri Purdue Spatial Visual Test (PSVT)

Siti Nur’aini Wahyu Widhiarso

Universitas Gadjah Mada; Jalan Humaniora Bulaksumur Yogyakarta 55281, +62 (274) 550435

e-mail: siti.nur.aini@mail.ugm.ac.id

Abstract. Purdue Spatial Visual Test (PSVT) is a test that serves to measure visual-spatial abilities. Visual-spatial abilities are indispensable in various fields of work as well as in everyday life. Some areas of work that require visual-spatial skills are not only specific in the realm of science, technology, engineering and mathematics (STEM). Visual-spatial abilities include all mental processes. The purpose of this study was to adapt PSVT and analyze the item difficulty level, item discrimination and effectiveness of the distractor using classical test theory. PSVT reliability is tested using Cronbach's Alpha. The study conducted a reliability score with Cronbach's Alpha of 0.838. Item difficulty level showed an average of 0.5422 while the mean item discrimination of 0.418 grains indicated that PSVT was able to distinguish subjects with high and low visual-spatial ability. Based on the results of the analysis, PSVT is a good measuring tool to test the visual-spatial ability.

Keywords: PSVT, Psychometric Property, Reliability, Visual-spatial

Abstrak. Purdue Spatial Visual Test (PSVT) merupakan tes yang berfungsi untuk mengukur kemampuan visual-spasial. Kemampuan visual-spasial sangat diperlukan dalam berbagai bidang pekerjaan maupun di kehidupan sehari-hari. Beberapa bidang pekerjaan yang membutuhkan kemampuan visual-spasial tidak hanya spesifik di ranah sains, teknologi, teknik dan matematika tetapi juga dibutuhkan dalam pekerjaan lain seperti detektif, seniman, pelaut, hingga fotografer. Kemampuan visual-spasial meliputi semua proses mental seperti, mengingat, mengevaluasi, dan merotasi. Tujuan penelitian ini adalah mengadaptasi PSVT dan menganalisis tingkat kesulitan, daya beda butir dan efektivitas pengecoh menggunakan teori skor murni klasik. Penelitian yang dilakukan medapat skor reliabilitas dengan Cronbach’s Alpha sebesar 0,838. Tingkat kesulitan butir menunjukkan rerata sebesar 0,5422 sedangkan rerata daya diskriminasi butir sebesar 0,418 yang mengindikasikan bahwa PSVT mampu membedakan subjek dengan kemampuan visual- spasial tinggi dan rendah. Berdasarkan hasil analisis, PSVT merupakan alat ukur yang baik untuk menguji kemampuan visual-spasial seseorang.

Kata kunci: Properti Psikometri, PSVT, Reliabilitas, Visual-spasial

Kemampuan visual-spasial merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung kesuksesan individu (baik pelajar maupun pekerja) dalam menyelesaikan tugas di kehidupan yang mereka hadapi. Séra, Kárpáti dan Gulyás (dalam Nagy-Kondor, 2017) menyatakan bahwa kemampuan spasial adalah kemampuan yang memegang peran penting dalam kemunculan berbagai profesi dan pekerjaan. Sebagai contoh, seorang mahasiswa teknik

(3)

geodesi akan merancang sebuah peta untuk memberikan petunjuk mengenai daerah yang asing. Arsitek membutuhkan kemampuan menggambar dan imajinasi dalam bentuk tiga dimensi sebuah bangunan yang akan didesain. Pelaut dan astronom menggunakan kemampuan visual-spasial dalam pemetaan bintang dan membaca navigasi. Kemampuan tersebut juga dibutuhkan dalam bidang lain seperti bidang seni, bidang kesehatan, bidang olahraga maupun bidang pekerjaan sebagai detektif kepolisian hingga konsultan manajemen.

Kemampuan visual-spasial menurut Cary (2004) adalah kemampuan yang sedikit sekali dikaji jika dibandingkan dengan keenam kemampuan inteligensi yang lain.

Kemampuan visual-spasial merupakan salah satu kemampuan inteligensi dalam teori kecerdasan multipel oleh Gardner. Linn dan Petersen (1985) membagi kemampuan spasial menjadi tiga kategori; persepsi spasial, rotasi spasial (mental) dan visualisasi spasial. McGee dan Maier (dalam Nagy-Kondor, 2017) mengklasifikasikan lima komponen kemampuan spasial dengan menambahkan hubungan dan orientasi spasial. Persepsi spasial menggambarkan pemahaman seseorang terhadap suatu hal di ranah spasial dan mengabaikan informasi yang mengganggu. Rotasi mental dijelaskan oleh French, dkk.

(dalam Linn & Petersen, 1985) berkaitan dengan seberapa lama seseorang mampu menyelesaikan masalah, selanjutnya visual-spasial merupakan bagian kemampuan spasial yang menggunakan banyak langkah rumit dalam menyajikan infomasi spasial. Hubungan spasial menitikberatkan pada kemampuan untuk mengenali bagian-bagian yang menjadi satu kesatuan pada sebuah benda sedangkan orientasi merupakan kemampuan untuk menelaah bentuk-bentuk spasial yang lain. Linn dan Petersen (dalam Bogue & Marra , 2005) melakukan sebuah penelitian di tahun 1974 dan 1982, dari hasil analisis faktor diperoleh pengertian kemampuan spasial sebagai suatu konsep komprehensif yang berkaitan dengan kemampuan merepresentasikan, mengubah, menghasilkan, dan mengingat informasi simbolis dan non-linguistik.

Yuksel (2017) mengatakan, adanya perbedaan definisi terhadap kemampuan visual- spasial dikalangan peneliti menyebabkan kemampuan tersebut diukur dengan berbagai jenis tes. Terdapat beberapa tes yang telah digunakan oleh peneliti maupun praktisi untuk mengukur kemampuan spasial seseorang, diantaranya adalah Lohman (1994) menggunakan Mental Cutting Test (MCT), Mental Rotation Test (MRT), Nagy-Kondor (2017) dengan Heinrich Spatial Visualization Test (HSVT), Perdue Spatial Visualization Test (PSVT), Perdue Spatial Visualization Test-Visualization of Rotation (PSVT-R), Bogue dan Marra (2005) menggunakan Hidden Figures and Paper Folding, Paper Form Board, Surface Development, Differential Aptitude Test, Block Design, dan Guilford Zimmerman visualisasi spasial. Setiap tes mengukur masing-masing ranah sehingga hubungan antar tes cenderung baik. Di sisi lain J. Branoff (2000) mengatakan bahwa PSVT dan MRT adalah alat ukur yang terbaik untuk mengukur perkembangan kemampuan visual-spasial seseorang.

PSVT merupakan tes yang dikembangangkan oleh Guay pada tahun 1976. PSVT terdiri dari tiga bagian yaitu identifikasi figur, rotasi objek dan view (Nagy-Kondor, 2017).

PSVT berisikan 36 butir soal dengan masing-masing subtes 12 butir. Waktu pengerjaan PSVT adalah 20 menit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari PSVT yang dianalisis dengan teori skor murni klasik. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat kesulitan butir menggunakan klasifikasi dari Cronbach’s Alpha, daya diskriminasi butir,

(4)

keefektivitasan pengecoh pada butir soal. Melihat pentingnya kemampuan visual-spasial dalam berbagai bidang pekerjaan maupun kehidupan sehari-hari, penelitian ini diharapkan mampu menambah keragaman alat ukur psikologis yang berkualitas. PSVT dapat digunakan pada rekruitmen pegawai, selekasi masuk perguruan tinggi, dan assessment penempatan pegawai yang membutuhkan kemampuan visual spasial tinggi.

Roca-Gonzales, dkk (2017) berdasarkan hasil penelitiannya dengan mahasiswa teknik menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan visual-spasial seseorang diantaranya jenis kelamin, etnis, status sosial, dan lingkungan sosial. Lingkungan tempat tinggal serta dimana mereka memenuhi pendidikan tambahan juga memberi pengaruh bagi perbedaan kemampuan visual-spasial. Faktor usia dikatakan Salthouse (1995) memberikan pengaruh dalam hal kapasitas memori seseorang dan kecepatan dalam memproses informasi.

Efek dari usia tersebut tidak menunjukkan ada perbedaan pengaruh yang lebih besar bagi informasi spasial dibandingkan dengan informasi lisan. Penelitian mengenai perbedaan kemampuan visual-spasial antara perempuan dan laki-laki yang dilakukan oleh Gorska, Sorby dan Leopold (1998) pada mahasiswa teknik di tiga negara, Amerika, Jerman dan Polandia menunjukkan hasil yang siginifikan. Selama beberapa tahun terakhir telah dibuktikan melalui beberapa penelitian yang mengatakan bahwa meski perbedaan itu masih ada namun besaran perbedaan jenis kelamin mengalami penurunan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Bogue dan Marra (2005) yang menemukan rentang perbedaan yang kecil antara perempuan dan laki-laki. Perbedaan tersebut hanya muncul pada tes kemampuan visual-spasial tertentu. Di sisi lain, studi singkat yang dilakukan oleh Maccoby dan Jacklin (dalam Linn & Peterson, 1985) menyimpulkan hasil tidak ada perbedaan tetap yang muncul pada kemampuan visual-spasial antara perempuan dan laki-laki bahkan selama masa perkembangan hidup berlangsung.

Properti psikometri tes diestimasikan sebagai pengukuran terhadap atribut psikologis seseorang (Furr & Bacharach, 2008). Reliabilitas pengukuran merupakan properti psikometris yang cukup penting karena dapat menunjukkan derajat keterpercayaan skor yang dihasilkan dari pengukuran. Tes yang reliabel dapat mengukur berbagai kelompok subjek dan digunakan berulang-ulang dengan perubahan skor yang tetap atau tidak berbeda jauh dari satu kelompok ke kelompok lain. Namun, sekalipun tes memiliki reliabel yang tinggi tidak dipungkiri tes tersebut mengandung eror. Hal ini seperti dikatakan oleh Coaley (2009) bahwa tidak ada pengukuran yang benar-benar tepat.

Pada level butir, analisis dilakukan dengan melihat daya diskriminasi dan tingkat kesulitan. Analisis butir merupakan teknik dan prosedur untuk mengidentifikasi sebuah butir baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang dapat dilakukan sebelum dan sesudah pengembangan tes. Butir-butir yang telah dianalisis akan dipilah dan memiliki kemungkinan untuk dihilangkan dari tes tersebut. Tingkat kesulitan butir merupakan persentase subjek yang menjawab benar dengan rentang nilai dari 0 hingga 100 (Widhiarso, 2010). Tingkat kesukaran butir dilambangkan dengan p. Nilai p yang besar menunjukkan subjek banyak menjawab benar dan tingkat kesulitan butir soal tersebut adalah rendah. Sedangkan nilai p yang kecil menunjukkan tingkat kesulitan butir soal tinggi. Daya diskriminasi pada sebuah tes berfungsi untuk membedakan kelompok subjek dengan kemampuan tinggi dan rendah.

Pada penelitian ini analisis daya beda butir menggunakan korelasi point biserial yang

(5)

menerangkan hubungan antara dua skor, skor butir soal dan skor keseluruhan dari subjek tes yang sama. Widhiarso (2010) mengatakan, nilai yang disarankan dari para pakar di atas 0,3. Apabila besaran daya diskriminasi tersebut lebih kecil, butir soal tersebut dianggap kurang mampu membedakan subjek yang melakukan persiapan dengan subjek yang tidak melakukan persiapan tes. Tetapi butir-butir soal yang memiliki nilai lebih kecil dari 0.3 masih dapat digunakan dengan berbagai pertimbangan. Butir soal yang baik adalah butir soal yang mempunyai daya diskriminasi tinggi dan butir soal yang kurang baik memiliki daya diskriminasi rendah dari butir soal yang lain.

Metode

Variabel penelitian ini adalah kemampuan visual-spasial. Kemampuan visual-spasial adalah kemampuan manusia untuk mengolah hal-hal simbolis seperti mengingat, memutar, mengubah sebuah objek melalui proses mental. Dalam penelitian ini kemampuan tersebut ditunjukkan oleh PSVT. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang didapatkan dari Unit Pengembangan Alat Psikodiagnostika (UPAP).

Partisipan penelitian ini adalah siswa SMP, SMA dan Mahasiswa di D.I.

Yogyakarta. Lokasi penelitian berada di SMAN 1 Banguntapan, SMAN 1 Depok, SMKN 3 YK berjumlah 232 orang. Data hasil tes PSVT ini diperoleh dari Unit Pengembangan Alat Psikodiagnostika (UPAP) fakultas Psikologi UGM.

Instrumen penelitian menggunakan PSVT:R yang dibuat oleh Guay pada tahun 1976. Jumlah soal yang diujikan adalah 30 butir dengan proses penyekoran mendapat nilai 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah. Tes ini berbentuk pilihan ganda (multiple choice) yang berisikan gambar-gambar pada tiap soal. Uji validitas konten pada PSVT:R dilakukan dengan menggunakan reviu para pakar yang menunjukkan bahwa PSVT:R secara teoritik mengukur kemampuan visual spasial.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teori tes skor murni klasik. Metode ini sesuai untuk digunakan pada penelitian ini karena sampel yang diambil tidak terlalu besar. Analisis dengan metode klasik meliputi uji kualitas tes yang diestimasi dengan menggunakan reliabilitas konsistensi internal yaitu koefisien alpha. Pada uji kualitas butir diestimasi dengan menggunakan daya beda butir. Daya beda butir pada penelitian ini menggunakan korelasi point-biserial (r-pbis). Korelasi point-biserial (r-pbis) dipilih karena memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: (1) memberikan refleksi kontribusi soal secara sesungguhnya terhadap fungsi tes, (2) sederhana dan langsung berhubungan dengan statistik tes, (3) tidak pernah mempunyai harga 1,00 karena hanya variabel-variabel dengan distribusi bentuk yang sama yang dapat berkorelasi secara sempurna dan variabel kontinu (kriteria) dan skor dikotomi tidak mempunyai bentuk yang sama (Anonym, Panduan Analisis Butir Soal). Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS v. 23.

Hasil

Subjek penelitian terdiri dari siswa SMP dan SMA yang berada di D.I. Yogyakarta.

Total subjek yang mengikuti PSVT adalah 232 orang dengan jumlah subjek pria 98 orang, wanita 91 orang dan yang tidak teridentifikasi 43 orang. Usia subjek berkisar dari 11 tahun hingga 19 tahun.

(6)

Tes PSVT terdiri dari 30 butir soal dengan waktu pengerjaan selama 20 menit. Total subjek yang mengikuti tes ini berjumlah 232 orang. Rerata tes menunjukkan skor 16,263 yang berarti jumlah subjek yang menjawab benar dan salah berimbang. Deviasi standar skor adalah 5,959 dengan skor minimum 0 dan maksimum 30. Penilaian pada tes ini dilakukan dengan memberikan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah.

Puncak kurva distribusi skor memiliki kecondongan ke arah kanan (condong positif) dikarenakan rerata lebih besar daripada median. Hal ini menunjukkan distribusi data mendekati kurva normal dimana rerata sama dengan median. Harga kurtosis yang kurang dari tiga menandakan puncak kurva datar atau distribusi skor menyebar. Deskripsi data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Statistik Deskriptif Skor PSVT

Statistik Skor Tes Harga

Jumlah Butir 30

Jumlah Subjek 232

Rerata 16,26

Variansi 35,50

Deviasi Standar 5,959

Skewness -0,069

Kurtosis -0,336

Minimum 0

Maksimum 30

Median 16

Informasi yang dapat disimpulkan dari Tabel 1 adalah distribusi data yang dipakai dalam penelitian ini dapat dikatakan cukup ideal. Alasan dari penyimpulan ini adalah skor yang didapatkan oleh subjek bervariasi, ada yang mendapatkan skor 0 (menjawab salah pada semua butir) dan 30 (menjawab benar pada semua butir). Tingkat kecuraman (kurtosis) dan kemiringan (skewness) data cenderung rendah karena harganya mendekati 0.

Rerata skor (M = 16,26) mendekati rerata teoritik (M = 15) yang menunjukkan bahwa distribusi skor empirik data mendekati distribusi teoritik. Di sisi lain, harga rerata skor empirik mendekati harga median, yaitu sama-sama 16 yang menunjukkan bahwa karakteristik distribusi data dalam penelitian ini mendekati karakteristik distribusi normal.

Tingkat kesulitan butir berguna untuk mengetahui proporsi subjek dalam menjawab soal serta seberapa sulit soal yang akan diujikan. Kesulitan butir bergantung pula pada

(7)

tujuan penggunaan tes sehingga, kadar kesulitan soal dapat berbeda-beda dari satu tes dengan tes yang lain. Tingkat kesulitan butir dapat diestimasi dengan rumus berikut:

=

(1)

Analisis tingkat kesulitan butir pada penelitian ini menggunakan ITEMAN for 32-bit windows version 3.6. Indeks kesulitan butir yang didapatkan dari hasil analisis berkisar dari 0,00 – 1,00. Ditambahkan bahwa semakin tinggi harga tingkat kesulitan (mendekati angka 1) soal yang bersangkutan memiliki tingkat kesulitan butir rendah.

Tabel 2.

Klasifikasi Tingkat Kesulitan Butir

Tingkat Kesulitan Butir Nilai P

Sulit 0,00 – 0,25

Sedang 0,26 – 0,75

Mudah 0,76 – 1,00

Rerata dari hasil analisis kesulitan butir adalah 0,5422. Rerata P mendekati 0,5 yang berarti persentase jawaban benar dan salah berimbang 50% menghasilkan tingkat kesulitan butir yang tinggi. Nilai P bervariasi dari 0,181 hingga 0,797 yang memuat butir dengan tingkat sulit, sedang dan tinggi. Klasifikasi tingkat kesulitan butir menurut (Zainul & Nasoetion dalam staff.uny.ac.id) dibagi menjadi tiga bagian seperti pada Tabel 2.

Tabel 3.

Hasil Penglasifikasian Tingkat Kesulitan Butir No. P Klasifikasi

1 0,772 Mudah 2 0,728 Sedang 3 0,793 Mudah 4 0,797 Mudah 5 0,737 Sedang 6 0,569 Sedang 7 0,573 Sedang 8 0,621 Sedang

9 0,664 Sedang 10 0,586 Sedang 11 0,509 Sedang 12 0,384 Sedang 13 0,405 Sedang 14 0,522 Sedang 15 0,603 Sedang 16 0,582 Sedang 17 0,578 Sedang

(8)

18 0,647 Sedang 19 0,569 Sedang 20 0,517 Sedang 21 0,595 Sedang 22 0,349 Sedang 23 0,358 Sedang 24 0,677 Sedang

25 0,466 Sedang 26 0,397 Sedang 27 0,384 Sedang 28 0,388 Sedang 29 0,315 Sedang 30 0,181 Sulit

Soal nomor 4 (termudah) Soal nomor 30 (tersulit)

(9)

Gambar 1. Contoh Soal Termudah dan Tersulit PSVT

Dari hasil klasifikasi pada Tabel 3, didapatkan 3 soal mudah yaitu soal nomor 1 (P

= 0,772), 3 (P = 0,793) dan 4 (P = 0,797); 1 soal sulit terdapat pada soal nomor 30 (P = 0,181); dan 26 soal kategori sedang. Meskipun tes yang dibuat harus menyesuaikan dengan tujuan tes tersebut akan digunakan namun, beberapa pendapat mengatakan bahwa tes yang terlalu sulit atau mudah harus dihindari karena menunjukkan alat tes yang kurang baik.

Rentang daya diskriminasi butir pada penelitian ini adalah -1 hingga +1.Naga (1992) mengklasifikasikan skor daya diskriminasi butir menjadi empat bagian. Baik (0,40 – 1,00), sedang atau tidak perlu revisi (0,30 – 0,39), perlu direvisi (0,20 – 0,29), tidak baik (-1,00 – 0,19). Hasil analisis penelitian ini mendapatkan skor daya diskriminasi butir tertinggi 0,564 dan terendah 0,184 dengan rerata 0,418. Pada tes PSVT tersebut ditemukan dua butir soal yang memiliki skor daya diskriminasi butir paling rendah yaitu soal nomor 22 (d = 0,184) dan nomor 24 (d = 0,196). Pada butir soal no. 8, butir soal hanya perlu melakukan sedikit revisi.

Butir soal dengan klasifikasi sedang berjumlah 8 butir, dan 19 butir soal lain diklasifikasikan baik. Kedua butir terendah pada soal nomor 22 dan 24 tetap dipertahankan untuk menjaga validitas tes dan tetap dalam versi utuh PSVT. Berdasarkan hasil analisis, tes PSVT memiliki butir-butir soal yang dapat membedakan subjek berkemampuan tinggi dan rendah dengan baik.

Dalam pengklasifikasian pengecoh tidak dapat terlepas dari daya diskriminasi butir yang berarti subjek yang berkemampuan spasial tinggi diharapkan lebih sedikit memilih pengecoh dibandingkan subjek berkemampuan spasial rendah. Terdapat 7 butir soal memiliki pengecoh yang performansinya belum maksimal, selebihnya 23 butir soal lain memiliki pengecoh yang berfungsi dengan baik. Bila dianalisis lebih jauh 7 butir soal tersebut perlu mendapat revisi disebabkan oleh korelasi point-biserial salah satu pengecoh bernilai positif.

Apabila melihat jumlah persentase subjek yang memilih pengecoh berada di atas 0,025, semua pengecoh berfungsi dengan baik. Hanya terdapat satu pengecoh yang persentasenya kurang dari 0,025. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum pengecoh memiliki efektivitas yang baik. Pada tes ini hasil reliabilitas Cronbach’s alpha menunjukkan nilai 0,838. Berdasarkan kalsifikasi reliabilitas tes, tes PSVT ini memiliki reliabiltas yang sangat baik.

Penelitian ini juga melakukan penormaan terhadap skor PSVT berdasarkan sampel yang dipakai dalam penelitian ini. Penormaan dibuat berdasarkan tingkat pendidikan subjek yaitu SMP dan SMA. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 10 dan 11. Kedua tabel tersebut menunjukkan persentil setiap skor yang dihasilkan oleh subjek. Misalnya pada jenjang pendidikan SMP, subjek yang memiliki skor 20 dia berada pada persentil ke 92, artinya dalam populasi dia merupakan siswa yang berada di atas rata-rata. Hal ini disebabkan lokasi persentil 92 menunjukkan dia termasuk 10 persen orang yang memiliki kemampuan paling tinggi. Akan tetapi pada sampel SMA, skor 20 terletak pada persentil ke 65. Hal ini dikarenakan sepuluh besar (persentil 90) pada jenjang pendidikan SMA terletak pada skor 25.

Diskusi

Uji reliabilitas Cronbach’s alpha pada PSVT menghasilkan skor rerata 0,838. Harga reliabilitas tersebut mendekati nilai 1 yang menunjukkan bahwa PSVT mempunyai reliabilitas

(10)

yang tinggi. Tes dengan reliabilitas yang tinggi mengindikasikan tingkat kepercayaan yang tinggi untuk mengukur kelompok subjek yang sama selama belum terdapat perubahan pada apa yang diukur dalam diri subjek. Penelitian-penelitian lain yang serupa juga melakukan uji reliabilitas dan properti psikometri pada PSVT dan mendapatkan hasil serupa. Uji reliabilitas yang dilakukan oleh beberapa peneliti menggunakan beragam metode, namun menghasilkan skor reliabilitas yang tinggi pula. Uji reliabilitas PSVT:R yang dilakukan oleh Alkhateeb (2004) pada 180 mahasiswa S1 jurusan pendidikan menunjukkan reliabilitas tes dengan Cronbach’s alpha sebesar 0,81. Nevin, Behan, Duffy, Farrell, dan Harding (2015) melakukan uji reliabilitas kepada 236 mahasiswa teknik tahun pertama di Dublin Institute of Technology dengan menggunakan Cronbach’s Alpha dan mendapatkan hasil yang serupa dengan penelitian ini yaitu sebesar 0,87. Maeda dan Yoon (2013) menghimpun bebrapa hasil penelitian seperti, Battista dkk. (1982) menggunakan KR-20 mendapatkan reliabilitas tes sebesar 0,80, Guay dan McDaniel (1978) dengan Split Half juga mendapatkan hasil 0,90, Sorby (1982), Maeda dan Yoon (2011), Sorby dan Baartmans (1996) menunjukkan hasil yang serupa melalui KR-20 dengan skor di atas 0,70. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa PSVT memiliki reliabilitas yang baik untuk digunakan pada populasi yang berbeda maupun pada tes-tes selanjutnya.

Hasil uji reliabilitas tes yang tinggi di sisi lain tidak terlepas dari eror pengukuran. Eror standar pada PSVT ialah 2,401. Skor eror tersebut menunjukkan ukuran variabilitas eror yang terjadi pada pengukuran. Eror standar tersebut jika dilihat dari kategorinya adalah tergolong kecil.

Pada analisis validitas di level butir yang terdiri dari analisis tingkat kesulitan butir, daya diskriminasi dan efektivitas pengecoh, hasil analisis memperlihatkan butir-butir PSVT mempunyai tingkat kesulitan yang sedang. Berdasarkan analisis, butir dengan tingkat kesulitan mudah memiliki soal dengan gerak perputaran gambar satu sisi, baik vertikal maupun horizontal. Di sisi lain, butir-butir yang gerak perputarannya sulit menggunakan kombinasi antara perputaran horizontal dan vertikal. Apabila diperhatikan lebih lanjut, bentuk bangun ruang pada butir sulit pun lebih rumit dibandingkan pada butir mudah.

Penelitian ini mendapatkan butir dengan tingkat kesulitan terendah dan tertinggi yang berada pada butir nomor 4 (P = 0,797) dan nomor 30 (P = 0,181). Yoon (2011) dalam penelitiannya memperoleh hasil yang sama dimana tingkat kesulitan butir dari 30 butir berkisar antara 0,879 sebagai yang termudah (no.4) dan tersulit 0.207 (no.30).

Branoff (2000) pun mengakui adanya kesulitan disebabkan penggunaan gambar isometrik sebagai peraga objek tiga dimensi. Pada beberapa gambar, objek tiga dimensi digambarkan sebagai bentuk dua dimensi. Namun, secara keseluruhan butir-butir PSVT memiliki tingkat kesulitan yang tergolong sedang, sehingga mampu dikerjakan oleh subjek dengan kemampuan rendah maupun tinggi.

Pada daya diskriminasi butir, didapatkan hasil dua butir terendah memiliki arah positif (tidak minus) dengan masing-masing harga adalah 0,184 dan 0,196. Harga tersebut berada diatas 0,1 dan mendekati skor 0,2 yang dalam klasifikasi daya diskriminasi butir hanya memerlukan revisi dan tidak perlu dihilangkan. Dari segi efektivitas pengecoh, butir PSVT dikatakan berfungsi dengan baik. Berdasarkan klasifikasi dari Azwar (2016) hanya 7 butir soal yang perlu mendapatkan revisi dan tidak ditolak. Butir-butir tersebut tidak tertolak disebabkan korelasi point biserial pengecoh lebih kecil dibandingkan korelasi point biserial kunci jawaban.

(11)

Melihat hasil penelitian ini, secara umum PSVT memiliki kualitas yang baik namun, peneliti menyadari masih terdapat kekurangan baik dalam metode, sampel maupun pengolahan data. Diantara keterbatasan penelitian ini subjek yang mengikuti tes bersifat homogen karena hanya melibatkan siswa sekolah menengah pertama dan atas. Selain itu, unit analisis menggunakan teori skor murni klasik tidak lepas dari kekurangan karena masih sangat bergantung pada karakteristik subjek.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, tes PSVT merupakan tes yang baik dalam mengukur kemampuan visual-spasial. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan uji reliabilitas yang mendapatkan skor tinggi. Tingkat kesulitan butir bervariasi dan butir- butir tes memiliki daya beda yang tinggi meskipun di sisi lain terdapat pilihan jawaban yang tidak bekerja dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah (a) bagi praktisi, tes PSVT dapat digunakan untuk menyeleksi mahasiswa, karyawan yang bidang pekerjaan atau jurusan yang dipilih membutuhkan kemampuan visual-spasial, (b) bagi peneliti selanjutnya yaitu dapat melakukan penelitian dengan kriteria subjek yang lain seperti tingkat pendidikan dan usia. Selain itu penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode berbeda untuk mengukur properti psikometri tes PSVT.

Kepustakaan

References

Alkhateeb, H. M. (2004). Spatial Visu alization of Undergraduate Education Majors Classified by Thinking Styles. Perceptual and Motor Skills Vol. 98, 865-868.

Anaya, E. M., Pisoni, D. B., & Kroneberger, W. G. (2017). Visual-spatial Sequence Learning and Memory in Trained Musicians. Psychology of Music, 45(1), 5-21.

doi:10/1177/0305735616638942

Andersen, L. (2014). Visual-Spatial Ability: Important in STEM, Ignored in Gifted Education. Roeper Review, 36:2, 114-121. doi:10.1080/02783193.2014.884198

Anonym. (t.thn.). Howard Gardner's Theory of Multiple Intelligences. Northern Illinois Univesrity, Faculty Development and Instructional Design Center. Diambil kembali dari http://www.niu.edu/facdev

Anonym. (t.thn.). Panduan Analisis Butir Soal. Diambil kembali dari gurupembaharu.com

Azwar, S. (2000). Tes Prestasi Fungsi Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2011). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(12)

Azwar, S. (2016). Konstruksi Tes Kemampuan Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S., Rusta, A., & Harjito, P. (1995). Analisis Kualitas Aitem dan Kualitas Tes pada Subtes Informasi dan Subtes Hitungan Skala WAIS Adaptasi UGM. Jurnal Psikologi, No.1, 9-20.

Basley. (2011). Diambil kembali dari http://cty.jhu.edu/talent/docs/SpatialMore.pdf Bodner, G. M., & Guay, R. B. (1997). The Purdue Visualization of Rotations Test.

The Chemical Educator Vol. 2, No.4.

Bogue, B., & Marra, R. (Penyunt.). (2005). Visual Spatial Skills, 1-8. Assessing Women in Engineering. Diambil kembali dari http://www.aweonline.org

Cary, R. (2004). Howard Gardner's Theory of Visual-Spatial Intelligence: A Critical Retheorizing. Counterpoints , Vol. 278, 84-118. Dipetik August 23, 2017, dari http://www.jstor.org/stable/42979283

Coaley, K. (2009). an Introduction to Psychological Assessment and Psychometrics.

London: Sage Publication Ltd.

Ekawatiningsih, P. (t.thn.). Analisis Butir Soal. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Diambil kembali dari staff.uny.ac.id

Fadilah, E. N., & Afifah, D. S. (2014, September). Kecerdasan Visual-Spasial Siswa SMP dalam Memahami Bangun Ruang Ditinjau dari Perbedaan Kemampuan Matematika.

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo, 2 No.2, 151-158.

Furr, R. M., & Bacharach, V. R. (2008). Psychometrics an Introduction. California, USA: Sage Publicatipon Inc.

Gorska, R., Sorby, S. A., & Leopold, C. (1998). Gender Differences in Visualization Skills - an International Perspective. Engineering Design Graphics Journal, 62 No. 3, 9-18.

Gunzelmann, G., & Lyon, D. R. (2007). Mechanism for Human Spatial Competence.

Dalam M. K. Barkowsky, G. Ligozat, & D. Montello (Penyunt.), Spatial Cognition V:

Reasoning, Action, Interaction (Vol. 4387, hal. 288-307). Berlin, Germany: Springer-Verlag.

Hart, W. J. (2003). Effect of Computer Animation Instruction on Spatial Visualization Performance.

Hegarty, M., & Waller, D. (2004). A Dissociation between Mental Rotation and Perspective-Taking Spatial Abilities. Intelligence, 32, 175-191. doi:10.1016/j.intell.2003.12.001 Helweg, O. J. (2001). Using the Purdue Spatial Visualization Test to Predict Success in Statics. American Society for Engineering Education Annual Conference & Exposition.

Hoffler, T. N. (2010). Spatial Ability: Its Influence on Learning with Visualizations - a Meta-Analytic Review. Educ. Psychol. Rev, 22, 245-269. doi:10.1007/s10648-010-9126-7

(13)

J. Branoff, T. (2000). Spatial Visualization Measurement: A Modification of the Purdue Spatial Visualization Test-Visualization of Rotations. Engineering Design Graphics Journal Vol. 64 No.2, 14-22.

Linn, M. C., & Petersen, A. C. (1985). Emergence and Characterization of Sex Differences in Spatial Ability: A Metal-Analysis. Child Development, Vol.56 No.6, 1479-1498.

Dipetik August 23, 2017, dari http://www.jstor.org.stable/1130467

Lohman, D. F. (1994). Spatially Gifted, Verbally Inconvenienced. Dalam N. Colangelo, S. G. Assouline, & D. L. Ambroson (Penyunt.), the 1993 Henry B. and Jocelyn Wallace National Research Symposium on Talent Development. II, hal. 251-264. Ohio: Ohio Psychology Press.

Lowe, D. G. (1987, Maret 3). Three-Dimensional Object Recognition from Single Two- Dimentional Images. Artificial Intelligence, 31, 355-395.

Maeda, Y., & Yoon, S. Y. (2011). Measuring Spatial Ability of First-Year Engineering Students With the Revised PSVT:R. American Society for Engineering Education.

Maeda, Y., & Yoon, S. Y. (2013). A Meta-Analysis on Gender Differences in Mental Rotation Ability Measured by the Purdue Spatial Visualization Tests: Visualization of Rotations (PSVT:R). Educ Psychol Rev, 25:69-94.

Mumaw, R. J., Pellegrino, J. W., Kail, R. V., & Carter, P. (1984). Different Slopes for Different Folks: Process Analysis of Spatial Aptitude. Memory & Cognition 12 (5), 515-521.

Naga, D. S. (1992). Pengantar Teori Sekor pada Pengukuran Pendidikan. Jakarta:

Gunadarma.

Nagy-Kondor, R. (2017). Spatial Ability: Measurement and Development. Dalam M.

S. Khine (Penyunt.), Visual-spatial Ability in STEM Education (hal. 35-58). Switzerland:

Springer International Publishing. doi:10.1007/978-3-319-44385-0

Nevin, E., Behan, A., Duffy, G., Farrell, S., & Harding, R. (2015). Assessing the Validity and Reliability of Dichotomous Test Results Using Item Response Theory on a Group of First Year Engineering Students. The 6th Research in Engineering Education Symposium.

Dublin: School of Civil and Structural Engineering at ARROW@DIT.

Nunnally, J. C. (1975). Introduction to Statistic for Psychology and Education. United States of America: McGraw-Hill, Inc.

Risucci, D. A. (2002). Visual Spatial and Surgical Competence. The American Journal of Surgery, 184, 291-295.

Roca-Gonzales, C., Martin-Guiterrez, J., Garcia-Dominiquez, M., & Carrodequas, M.

C. (2017). Virtual Technologies to Develop Visual-Spatial Ability in Engineering Students.

EURASIA Journal of Mathematics Science and Technology Education, 13(2), 441-468.

doi:10.12973/eurasia.2017.00625a

(14)

Salthouse, T. A. (1995). Differential Age-Related Influences on Memory for Verbal- Symbolic Information and Visual-Spatial Information? Journal of Gerontology: Psychological Sciences, 50B No.4, 193-201.

Tseng, Y. (2011). the Role of Spatial-Visual Skills in a Project-Based Engineering Design Course.

Voyer, D., Voyer, S., & Bryden, M. P. (1995). Magnitude of Sex Differences in Spatial Abilities: A Meta-An Consideration of Critical Variables. Psychological Bulletin, 117, 250-270.

Widhiarso, W. (2010). Analisis Butir dalam Pengembangan Pengukuran Psikologi.

Universitas Gadjah Mada, Fakultas Psikologi , Yogyakarta. Diambil kembali dari http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/wp/analisis-butir-dalam-pengembangan-pengukuran-

psikologi/

Yoon, S. Y. (2011). Psychometric Properties of the Revised Purdue Spatial Visualization Tests: Visualization of Rotations (The Revised PSVT:R). Purdue University.

Indiana: Proquest.

Yuksel, N. S. (2017). Measuring Spatial Visualization: Test Development Study. Dalam M. S. Khine (Penyunt.), Visual-Spatial Ability in STEM Education (hal. 59-84). Switzerland:

Springer International Publishing. doi:10.1007/978-3-319-44385-0

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas isi, reliabilitas, tingkat kesulitan, daya pembeda, dan efektivitas pengecoh butir soal pilihan ganda UAS genap

Analisis butir soal ulangan harian pada mata pelajaran Bahasa Indonesia semester genap Tahun ajaran 2018/2019 dilakukan untuk mengetahui seberapa tingkat kesulitan, daya pembeda, dan