• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN KOMPETITIF DOSEN PENELITIAN TINGKAT MADYA HADIS TENTANG KISAH (ANALISIS TERHADAP HADIS TENTANG KISAH SEBAGAI METODE DALAM PENDIDIKAN ISLAM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENELITIAN KOMPETITIF DOSEN PENELITIAN TINGKAT MADYA HADIS TENTANG KISAH (ANALISIS TERHADAP HADIS TENTANG KISAH SEBAGAI METODE DALAM PENDIDIKAN ISLAM)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN KOMPETITIF DOSEN PENELITIAN TINGKAT MADYA

HADIS TENTANG KISAH

(ANALISIS TERHADAP HADIS TENTANG KISAH SEBAGAI METODE DALAM PENDIDIKAN ISLAM)

JURUSAN SYARI’AH DAN HUKUM EKONOMI ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BATUSANGKAR

2016

(2)

HALAMAN KULIT HALAMAN JUDUL HALAMAN IDENTITAS

DAFTAR ISI………....i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah ... 6

C. Sasaran dan Tujuan Penelitian ... 6

D. Definisi Operasional ... 7

E. Kajian Riset Sebelumnya ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Hadis ... 9

1. Pengertian Hadis ... 9

2. Pembagian Hadis ... 10

3. Fungsi Hadis……….………..14

B. Metode Kisah………..15

1. Pengertian Metode Kisah………15

2. Pelaksanaan Metode Kisah dalam Pendidikan Islam………..16

3. Urgensi Kisah dalam Pendidikan Islam………..18

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 20

B. Sumber Data... 20

C. Langkah-Langkah Penelitian ... 20

D. Tekhnik dan Alat Pengumpul Data ... 21 DAFTAR PUSTAKA

CURICULUM VITAE

(3)

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

Nabi Muhammad Saw., sebagai Nabi penutup dan suri tauladan bagi umat Islam telah mewariskan dua pedoman hidup, yaitu al-Qur’an dan Hadis nabi. Kedua pedoman hidup tersebut dijadikan pegangan dan acuan bagi umat Islam dalam berbagai aktifitasnya untuk mencapai keselamatan hidup di dunia dan akhirat.

Hadis dalam kapasitasnya sebagai pedoman hidup bagi umat Islam, tidaklah hanya membahas hal-hal yang berkenaan dengan masalah ibadah semata. Akan tetapi hadis juga membahas segala hal yang menyangkut aktifitas umatnya. Dengan demikian umat Islam hendaknya dapat menjadikan hadis sebagai rujukan dalam memecah berbagai macam persoalan yang ada.

Diantara persoalan yang dibahas dalam hadis adalah persoalan pendidikan yang terkait dengan kisah. Kisah atau metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan Islam yang diharapkan dapat mempengaruhi anak terutama dalam penyucian, pengukuhan dan pembersihan jiwa yang merupakan tujuan utama dari pendidikan Islam. Dengan demikian diharapkan dapat mendidik akhlah dan jiwa mereka dengan kesopanan yang tinggi, bersifat ikhlas dan jujur dalam kehidupan.

Secara bahasa, kata kisah berasal dari bahasa Arab yang berarti kisah, cerita atau hikayat. (Mahmud Yunus :343). Bisa juga dimaknai sebagai cerita tentang sebuah kejadian, riwayat, dalam kehidupan seseorang. Menurut Armei Arif, metode kisah mengandung arti sebuah cara dalam menyampaikan suatu materi pelajaran dengan menceritakan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu, yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang lain baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Metode kisah dianggap mampu menyentuh jiwa, jika didasarka atas ketulusan hati yang mendalam. (Armai Arief, 2002:160).

(4)

Metode kisah sebagai salah satu metode pilihan yang digunakan dalam proses pendidikan anak dalam Islam, diharapkan dapat untuk menyampaikan materi sesuai dengan kemampuan dan perkembangan jiwa anak. Sehingga dapat dicapai tujuan yang dikendaki tersebut. Dalam pendidikan islam bagi anak, pelaksanaan metode kisah tidak akan terlepas dari pertimbangan tingkat perkembangan anak, tujuan yang hendak dicapai, materi yang disampaikan, keterampilan guru dan sarana yang dipakai.

Terkait dengan materi yang disampaikan, hal ini harus menjadi pertimbangan khusus oleh pendidik. Pada dasarnya bagi kita di Indonesia materi kisah sudah banyak beredar dimasyarakat sejak zaman dahulu. Mulai dari kisah yang bernuansa daerah seperti kisah Malin Kundang, kisah gunung Tangkuban Perahu dan lain sebagainya. Ada juga kisah tentang binatang seperti kisah kancil, harimau, maupun burung gagak. Pada dasarnya kisah- kisah ini membawa pesan positif untuk anak.

Namun dewasa ini, materi dari kisah sudah mulai membentuk tokoh- tokoh tertentu yang nilai positifnya seperti diabaikan, anak cenderung dibawa kehayalan yang terkadang membuat mereka malas untuk belajar. Bahkan dibeberapa kisah ditampilkan tentang anak-anak yang nakal, melawan orang tua dan hal-hal negatif lainnya.

Lebih jauh dibeberapa kisah yang ditayangkan lewat media elektronik, kurang pantas dilihat oleh anak-anak karena banyak memperlihatkan hal-hal yang bersifat dewasa, bahkan mencoba untuk mempengaruhi anak untuk berbuat sesuatu yang bertentangan dengan keyakinan Islam, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan.

Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi orang tua muslim maupun pendidik muslim. Hendaknya kisah yang diterima oleh anak-anak adalah kisah yang dapat meninggkatkan rasa ketakwaaan kepada Allah. Hendaknya orang tua dan pendidik menyeleksi materi yang digunakan dalam metode kisah ini.

Untuk materi yang digunakan dalam metode kisah, hendaknya kita umat Islam tidak perlu mengambil dari luar Islam,karena umat Islam telah mempunyai materi itu dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi.

(5)

Untuk hadis sendiri, penulis telah menemukan beberapa potongan hadis yang terkait dengan metode kisah ini, diantaranya adalah hadis di bawah ini,

َ بمخَأ ٍبمهَو ُنمبا َنََرَ بمخَأ َلَاَق َيَمَيَ ُنمب ُةَلَممرَحَو ٍحمرَس ينمب ويرممَع ُنمب ُدَمحَْأ يريهاَّطلا وُبَأ ينَِثَّدَح يَِر

ينمبا منَع ُُُُوُُ

ُقَ ُ َةَرم َُرُه َبََأ اَعيَسَ اَمُهَّ َُأ ينَمحَّْرلا يدمبَع ُنمب َةَمَلَس وُبَأَو يبَّيَسُمملا ُنمب ُدييعَس ينَِثَّدَح ٍباَهيش يَّلّا َُوُسََ ََاَق ُلَو

ََحْ مدَق ُهَل ًةَرَقَ ب ُقوُسَُ ٌلُجََ اَمَنم يَ ب َمَّلَسَو يهميَلَع َُّلّا ىَّلَص اَذَيلِ مقَلمخُأ مَلَ يِِيإ متَلاَقَ ف ُةَرَقَ بملا يهميَليإ متَتَفَ تملا اَهم يَلَع َل

ََاَقَ ف ُمَّلَكَت ٌةَرَقَ بَأ اًعَزَ فَو اًبُّجَعَ ت يَّلّا َناَحمبُس ُساَّنلا ََاَقَ ف يثمرَحمليل ُتمقيلُخ اََّنَّيإ يِنِيكَلَو يهميَلَع َُّلّا ىَّلَص يَّلّا َُوُسََ

َّلَسَو َّلَسَو يهميَلَع َُّلّا ىَّلَص يَّلّا َُوُسََ ََاَق َةَرم َُرُه وُبَأ ََاَق ُرَمُعَو ٍرمكَب وُبَأَو يهيب ُنيموُأ يِِيإَف َم يهيمَنَغ يفِ ٍعاََ اَنم يَ ب َم

َف ُهمنيم اَهَذَقم نَ تمسا َّتََّح ييعاَّرلا ُهَبَلَطَف ًةاَش اَهم نيم َذَخَأَف ُبمئيِذلا يهميَلَع اَدَع َمموَ ُ اََلِ منَم ُهَل ََاَقَ ف ُبمئيِذلا يهميَليإ َتَفَ تملا

يهميَلَع َُّلّا ىَّلَص يَّلّا َُوُسََ ََاَقَ ف يَّلّا َناَحمبُس ُساَّنلا ََاَقَ ف ييميَْغ ٍعاََ اََلِ َُميَل َمموَ ُ يعُبَّسلا ُنيموُأ يِِيإَف َمَّلَسَو

َح و ُرَمُعَو ٍرمكَب وُبَأَو َنََأ َكيلَذيب ُلميَقُع ينَِثَّدَح ييِدَج منَع يبَِأ ينَِثَّدَح يثميَّللا ينمب يبميَعُش ُنمب يكيلَمملا ُدمبَع ينَِثَّد

َّدَح و يةَرَقَ بملا َةَّصيق مرُكمذَُ مَلََو يبمئيِذلاَو يةاَّشلا َةَّصيق يداَنمسيملْا اَذَيبِ ٍباَهيش ينمبا منَع ٍديلاَخ ُنمب َّبَع ُنمب ُدَّمَُمُ اَنَ ث

ٍدا

اَيمفُس منَع ُّييرَفَملْا َدُواَد وُبَأ اَنَ ثَّدَح ٍعيفاََ ُنمب ُدَّمَُمُ ينَِثَّدَح و ح َةَنم يَ يُع ُنمب ُناَيمفُس اَنَ ثَّدَح يبَِأ منَع اَُهُ َلَيك َن

َع َُّلّا ىَّلَص يِيبَّنلا منَع َةَرم َُرُه يبَِأ منَع َةَمَلَس يبَِأ منَع يجَرمعَملْا منَع يدَنَيِزلا منَع َُُُوُُ يثُيدَح َنَمعَيبِ َمَّلَسَو يهميَل

َأَو َنََأ يهيب ُنيموُأ يِِيإَف اَميهيثُيدَح يفِ َلَاَقَو اًعَم يةاَّشلاَو يةَرَقَ بملا ُرمكيذ اَميهيثُيدَح يفَِو يِييرمهُّزلا َََّ اَُهُ اَمَو ُرَمُعَو ٍرمكَب وُب

َو َّنََ ثُمملا ُنمب ُدَّمَُمُ هاَنَ ثَّدَح و ٍداَّبَع ُنمب ُدَّمَُمُ اَنَ ثَّدَح و ح ُةَبمعُش اَنَ ثَّدَح ٍرَفمعَج ُنمب ُدَّمَُمُ اَنَ ثَّدَح َلَاَق ٍَاَّشَب ُنمبا

ُه يبَِأ منَع َةَمَلَس يبَِأ منَع َمييهاَرم بيإ ينمب يدمعَس منَع اَُهُ َلَيك ٍرَعمسيم منَع َةَنم يَ يُع ُنمب ُناَيمفُس اَنَ ثَّدَح ا منَع َةَرم َُر

يِيبَّنل

َمَّلَسَو يهميَلَع َُّلّا ىَّلَص

Artinya : Telah menceritakan kepadaku Abu Ath Thahir Ahmad bin 'Amru bin Sarh dan Harmalah bin Yahya keduanya berkata; Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab; Telah menceritakan kepadaku Sa'id bin Al Musayyab dan Abu Salamah bin 'Abdur Rahman bahwa keduanya mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Ketika seorang laki-laki sedang menggiring sapinya dengan muatan, tiba-tiba sapi itu menoleh dan berkata;

'Sesungguhnya aku tidak diciptakan untuk melakukan pekerjaan seperti ini, tetapi aku diciptakan hanya untuk membajak sawah.' Para sahabat bertanya-

(6)

tanya, "Subhanallah, sungguh aneh dan luar biasa! Apakah mungkin seekor sapi dapat berbicara?" Maka Rasulullah pun bersabda: "Sesungguhnya aku, Bakar, dan Umar mempercayai hal itu." Abu Hurairah berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda: 'Ketika seorang laki-laki sedang menggembalakan kambingnya, tiba-tiba seekor serigala menyerang kambing itu dan membawanya pergi. Lalu penggembala itu mencari dan membebaskannya dari cengkraman srigala tersebut. Tetapi, uniknya, serigala itu menoleh kepadanya seraya berkata, Siapakah yang dapat menguasai hari yang sangat menakutkan, di hari ketika tidak ada penguasa selain aku?" Para sahabat terheran-heran dan berkata; "Subhaanallah, sungguh aneh dan luar biasa." Lalu Rasulullah pun berkata: "Sungguh aku, Abu Bakar, dan Umar mempercayai hal itu." Dan telah menceritakan kepadaku 'Abdul Malik bin Syu'aib bin Al Laits; Telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Kakekku;

Telah menceritakan kepadaku 'Uqail bin Khalid dari Ibnu Syihab melalui jalur ini -mengenai kisah seekor kambing dan srigala, dia tidak menyebutkan kisah seekor sapi.- Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abbad;

Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi'; Telah menceritakan kepada kami Abu Dawud Al Hafari dari Sufyan keduanya dari Abu Az Zanad dari Al A'raj dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang semakna dengan Hadits Yunus dari Az Zuhri, di dalam Hadits keduanya di sebutkan kisah seekor sapi dan kambing secara bersamaan. Keduanya juga menyebutkan sabda Rasulullah; 'Sesungguhnya aku, Abu Bakr dan Umar mempercayai hal itu.' Telah menceritakannya kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basysyar keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abbad; Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari Mis'ar keduanya dari Sa'd bin Ibrahim dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. (H.R.Muslim. 1401)

Hadis di atas pada dasarnya menjelaskan tentang keutamaan Abu Bakar dan Umar bin Khattab, dalam mempercayai hari kiamat. Dalam hadis di atas Rasulullah mengatakan bahwa orang lain selain dirinya yang mempercayai akan adanya hari kiamat adalah abu Bakar dan Umar bin Khattab. Rasulullah menjelaskan persoalan ini kepada sahabat dengan berkisah tentang seekor kambing yang dicengkeram oleh seekor seigala, kemudian si kambing diselamatkan oleh pengembala. Ketika pengembala melepaskan kambing dari bahaya serigala, si kambing justru bertanya kepada si pengembala tentang siapakah yang dapat menguasai atau mempercayai hari yang sangat

(7)

menakutkan yaitu hari kiamat, ketika tidak ada penguasa selain dari pada aku.

Mendengar kisah dari Rasulullah, sahabat menjadi heran dan takjub.

An-Nawawy menjelaskaan bahwa binatang yang berbicara kepada manusia dengan bahasanya merupakan suatu hal yang harus dipercayai bahwa apa yang mereka sampaikan itu adalah benar dan jujur, serta menunjukkan tentang kuatnya keimanan dan pengetahuan mereka terhadap kekuasaan Allah dan kesempurnaan kodrat Allah. Penggunaan kisah kambing dengan serigala, atau ada pendapat lain serigala dengan sapi serta pengembala adalah bentuk lain cara Rasulullah dalam menyampaikan sebuah informasi penting kepada sahabat yang berkenaan dengan keimanan Abu Bakar danUmar Bin Khattab akan terjadinya hari kiamat, serta tidak adanya orang yang dapat menolong diri sendiri kecuali amal ibadah yang dimiliki. (An-Nawawy, Beirut, 1392:131)

Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa dalam kisah tentang Rasulullah yang menjelaskan tentang keimanan Abu Bakar dan Umar bin Khattab, Rasulullah juga telah menggunakan kisah tentang kambing dan serigala. Kambing dikisahkan dapat berbicara kepada manusia sehingga sahabat menjadi terheran-heran akan kemampuan kambing. Seekor kambing, ataupun binatang yang lainnya, tidak akan dapat bicara seperti bahasa manusia, namun inilah daya tarik dari hadis ini.

Pada hadis di atas tergambar betapa takjubnya sahabat dengan kisah yang disampaikan Rasulullah kepada mereka, namun penulis yakin ketika hadis ini disampaikan kepada anak sebagai kisah tentang Rasulullah dengan sahabat, pastilah akan membuat anak tertarik. Anak pastilah heran kenapa binatang bisa berinteraksi dengan manusia, padahal mereka mempunyai bahasa yang berbeda. Ketika anak merasa tertarik dengan cara penyampaian, atau metode yang digunakan, maka secara langsung isi atau materi dari kisah ini akan masuk kedalam pengetahuan anak.

Ada banyak hadis lain yang menjelaskan tentang kisah Rasulullah, yang isi dari kisah menjelaskan tentang masalah keimanan dan ibadah serta hal-hal lainnya yang terkait dengan materi keagamaan. Semua kisah ini harusnya di dapatkan oleh anak dalam menambah nuansa atau pengetahuan

(8)

keagamaannyam sehingga anak memilih tokoh agama sebagai tokoh idolanya, bukan sebaliknya justru menokohkan tokoh lain.

Berdasarkan penjelasan di atas dipahami bahwa sangatlah penting pesoalan kisah dalam hadis tersebut. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik meneliti lebih lanjut permasalahan ini dalam penelitian dengan judul “Hadis tentang Kisah (Analisis terhadap Hadis tentang Kisah sebagai Metode dalam Pendidikan Islam)”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana informasi hadis tentang kisah sebagai metode dalam pendidikan Islam?”

Adapun yang menjadi batasan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Redaksi hadis tentang kisah dalam berbagai kitab hadis.

2. Syarahan hadis tentang kisah dan kaitannya dengan pendidikan Islam C. Sasaran dan tujuan Penelitian

Adapun sasaran dari penelitian ini adalah :

1. Dapat memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana informasi tentang kisah menurut hadis.

2. Dapat dijadikan bahan acuan bagi dunia pendidikan khususnya mahasiswa perguruan tinggi yang tengah/akan membahas tentang materi ini pada tugas akhir/skripsi, maupun mahasiswa yang akan dan sedang membahas materi perkuliahan hadis tarbawi.

3. Dapat menjadi acuan bagi mahasiswa umumnya, dan mahasiswa jurusan Tarbiyah khususnya agar mau mengembangkan potensi diri melalui penelitian dengan menjadikan hadis sebagai sumber datanya.

Untuk itu tujuan khusus dari pembahasan penelitian ini adalah hadis tentang kisah, yang meliputi :

1. Redaksi hadis tentang kisah dalam berbagai kitab sumber.

2. Syarahan hadis tentang kisah dan kaitannya dengan pendidikan.

(9)

D. Defenisi Operasional

Untuk mempermudah memahami penelitian ini, perlu adanya penjelasan judul penelitian yang meliputi:

1. Hadis secara etimologi berarti yang baru dari segala sesuatu. Secara terminology, hadis adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah Saw, baik itu perkataan, perbuatan maupun ketetapannya. Hadis secara terminology ada yang membedakannya dengan sunnah, dimana sunnah dipahami dengan segala sesuatu yang bersal dari nabi baik perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat maupun perjalan hidup Rasulullah sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul. Adapun hadis hanya berkisar pada apa- apa yang berasal dari beliau setelah diangkat menjadi Rasulullah. Namun dalam hal ini muhaddisin berpendapat bahwa antara hadis dan sunnah adalah sinonom.(Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, t.th:7-8). Dalam hal ini penulis sependapat dengan pendapat Muhaddisin bahwa hadis sama dengan sunnah. Hadis yang penulis maksud di sini adalah hadis-hadis tentang kisah yang ada diberbagai kitab hadis.

2. Kisah. Secara bahasa, kata kisah berasal dari bahasa Arab yang berarti kisah, cerita atau hikayat. (Mahmud Yunus :343). Bisa juga dimaknai sebagai cerita tentang sebuah kejadian, riwayat, dalam kehidupan seseorang. Menurut Armei Arif, metode kisah mengandung arti sebuah cara dalam menyampaikan suatu materi pelajaran dengan menceritakan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu, yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang lain baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Metode kisah dianggap mampu menyentuh jiwa, jika didasarka atas ketulusan hati yang mendalam.

(Armai Arief, 2002:160). Jadi yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah kisah dalam hadis sebagai metode dalam pendidikan Islam.

E. Kajian Riset Sebelumnya.

Sepanjang penelusuran penulis, belum ditemukan adanya penelitian yang senada dengan penelitian yang penulis lakukan ini.Kajian tentang

(10)

kisah secara umum memang ditemukan dibeberapa buku pendidikan, namun kisah yang dikaji lewat hadist-hadist belum pernah dilakukan.

(11)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hadist

1. Pengertian Hadist

Kata hadis secara etimologi berarti yang baru dari segala sesuatu.Kata hadis mengandung pengertian sedikit dan banyak, bentuk jamaknya adalah Ahaadis. Ada juga yang mengatakan bahwa kata hadis secara bahasa mempunyai beberapa arti yaitu :

a. Baru (jadid), lawan dari terdahulu (qadim).

b. Dekat (qarib), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh.

c. Warta berita (khabar), yaitu sesuatu yang dipindahkan dari seseorang kepada orang lainnya. Hadis yang bermakna khabarini dihubungkan dengan kata tahdis yang berarti riwayat, ikhbar atau mengkhabarkan.

(Muhammad Ahmad dan M.Muzakir, 2000:11)

Sedangkan, secara terminologis, para ulama baik muhaddisin, fuqaha’

ataupun ulama ushul merumuskan pengertian hadis secara berbeda-beda.

Perbedaan tersebut disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-masing. Sehingga, pengertian hadis tersebut berbeda pula berdasarkan kepada tinjauan tersebut.

a. Hadis menurut ulama hadis, yaitu segala sesuatu yang diberitakan kepada nabi saw berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal nabi.

b. Hadis menurut ulamaushul fiqh, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi saw selain al-quran al-karim, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir nabiyang bersangkut paut dengan hokum syara’.

c. Hadis menurut ulama fuqaha’, yaitu segala sesuatu yang ditetapkan nabi saw yang tidak bersangkut paut dengan masalah-masalah fardhu dan wajib. (M.Agus Solohudin, 2009:15-17)

(12)

Hadis memiliki sinonim dengan sunnah (menurut muhaddisin), keduanya diartikan sebagai segala sesuatu yang diambil dari Rasulullah saw, sebelum dan sesudah beliau diangkat menjadi Rasul.Akan tetapi, ada juga yang membedakan antara hadis dengan sunnah, sebagian ulama berpendapat, kalau segala sesuatunya itu diriwayatkan dari Rasululllah setelah beliau diangkat menjadi Rasulullah, baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan maka inidisebut dengan hadis. Namun, apabila menyangkut segalasesuatu dari Rasulullah, baik itu sebelum maupun setelah diangkat menjadi Rasulullah, maka inilah yang disebut sunnah. (M. ‘Ajjaj al-Khatib, 2001:8)Dengan demikian sunnah lebih umum dari hadis.

Selain itu, kata hadis juga mempunyai sinonim dengankhabar dan atsar.

Perbedaanya terletak kepadasiapa sampainya sebuah hadis. Apabila perkataan, perbuataan dan ketetapan itu diriwayatkan dari nabi saw dan sahabat maka disebut dengan khabar. Tetapi, apabila perkataan, perbuatan dan ketetapan itu diriwayatkan dari nabi saw, sahabat dan tabi’in maka disebut dengan atsar. Dari keempat pengertian tentang hadis, sunnah, khabar dan atsar dpaat ditarik suatu pengertian bahwa keempat istilah tersbeut pada dasarnya memiliki kesamaan maksud yaitu segala sesuatu yang bersumber dari nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketatapannya (taqrir).

2. Pembagian Hadist

a. Dari Segi Jumlah Periwayatnya (Kuantitas Hadis)

Pembagian hadis dari segi jumlah periwayatnya ada yang membaginya menjadi tiga bahagian danada yang menjadi dua bahagian, di sini penulis membaginya menjadi dua bahagian.

1) Hadis Mutawatir

Kata mutawatir, menurut lugat ialah “mutatabi” yang berarti beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain. Secara istilah hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang secara tradisi tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta

(13)

dari sejumlah perawi yang sepadan mulai dari awal sanad sampai akhir sanad, dengan syarat tidak kurang jumlahnya pada setiap tingkatan sanadnya.

Suatu hadist dapat ditetapkan sebagai Hadis Mutawatirbila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi.

Hadis Mutawatir harus diriwayatkan oleh beberapa orang perawi yang membawa kepada keyakinan bahwa mereka tidak mungkin bersepakan untuk berdusta.Dalam menetapkan beberapa orang perawi tersebut ulama berbeda pendapat, ada yang menentukan jumlah bilangan mereka dan ada yang tidak menentukan berapa jumlah perawi itu.

Mengenai jumlah perawi yang menjadi syarat dikatakan hadis mutawatir ada perbedaan ulama yaitu :

(1) Abu Thayib, menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan kepada jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.

(2) Ashabus Syafi’i, menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan kepada jumlah para nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.

(3) Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah 200 orang(Q.S al- Anfal/8 : 65)

(4) Ulama lainmenetapkanjumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan firman Allah dalam Q.S al- Anfal/8 : 14. (M.Muzakir, 2000:67)

b) Adanya keseimbangan antar perawi pada thabaqat (tingkatan) pertama dengan thabaqat berikutnya.

c) Berdasarkan tanggapan pancaindra.

(14)

Para ulama membagi hadis mutawatir menjadi tiga macam, yaitu Hadis Mutawatir Lafdzi, Hadis Mutawatir Maknawi dan hadis Mutawatir Amali.Hadis mutawatir lafzi adalahhadis yang mutawatir lafas dan maknanya. Artinya, hadis yang memiliki kesamaan antara apa yang diriwayatkan dengan lafas hadis itu sendiri. Sedangkan, hadis mutawatir maknawi ialah hadis yang maknanya mutawatir tetapi, lafasnya tidak.Artinya, hadis yang dinukilkan dalam berbagai bentuk tetapi, mempunyai titik persamaan. Sementara,hadis mutawatir amali merupakan sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir dikalangan umat Islam bahwa nabi saw mengajarkannya atau menyuruhnya atau selain dari itu. Dari hal itu dapat dikatakan soal yang telah disepakati.

2) Hadis Ahad

Hadis Ahad yaitu suatu hadis (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberitaan hadis mutawatir, baik pemberitaan itu seorang, dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi, jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadis tersebut masuk ke dalam hadis mutawatir.

Berdasarkan kepada jumlah thabaqah masing-masing rawi tersebut, hadis ahad ini terbagi kepada tiga macam yaitu :

a) Hadis masyhur

Menurut etimologi masyhur adalah muntasyir yang berarti sesuatu yang sudah tersebar, sudah popular. Sedangkan, menurut terminology ialah hadis yang diirwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap thabaqah,tidak mencapai derajat mutawatir.

b) Hadis aziz

Secara etimologi aziz ialah Asy-Safief (yang mulia), An-Nadir (yang sedikit wujudnya), Ash-Shab’bul ladzi yakadu la yuqwa ‘alaih(yang sukar diperoleh) dan al-Qawiyu (yang kuat). Sedangkan, secara terminologi ialahhadis yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun

(15)

dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thabah saja kemudian, orang-orang meriwayatkannya.

c) Hadis gharib

Menurut bahasa gharib adalah ba’idun ‘anil wathani (yang jauh dari tanah – kalimat yang sukar difahami). Sedangkan, secara istilah hadis gharib adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi.

b. Dari Segi Kualitas Sanad dan Matan Hadis (Kualitas Hadis) 1) Hadis Sahih

Menurut Ibnu ash-Shalah, Hadis Sahih adalah hadis yang sanadnya muttashil melaluiperiwayatan yang ‘adil lagi dhabith sampai akhir sanadnya, tidak terdapat syadz dan tidak ada ‘illat.dari devenisi ini dapat diketahui bhwa syarat dari hadis shahih adalahsanadnya bersambung, perawinya “adil dan dhabith, tidak terdapat ‘illat dan tidak terdapat syazd. (M. ‘Ajjaj al-Khatib, 2001:

276)

2) Hadis Hasan

Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik.Menurut istilah, hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya, tidak rancu dan tidak bercacat.

Perbedaan hadis hasan dnegan hadis shahih adalah terletak pada ke- dhabit-an perawinya. Hadis shahih perawinya harus tergolong dhabit, tetapi, pada hadis hasan perawinya tidak dhabit. Selain dari kriteria yang menjadi perbedaan antara hadis shahih dan hadis hasan ini, keduanya memiliki kriteria yang sama.

3) Hadis Da’if

Hadis da’if menurut bahasa berarti hadis yang lemah.

Sedangkan, menurut istilah adalah hadis yang tidak memenuhi salah satu atau lebih syarat-syarat hadis shahih maupun hadis hasan.

(Nuruddin Itr, 1997:27)

(16)

Jelas sekali perbedaan antara hadis da’if ini dengan dua hadis sebelumnya (hadis shahih dan hasan). Perbedaan tersebut terlihat dari ketidakcukupan syarat-syarat yang dapat menjadikan hadis shahih atau hadis hasan. Apabila salah satu saja syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka hadis tersebut dinamakan dengan hadis da’if.

Sehingga, hadis itu tidak dapat diterima (hadis maqbul) sebagai hujjah atau penguatdalam suatu masalah agama karena keda’ifannya.

3. Fungsi Hadist a. Bayyan Taqrir

Bayan al-taqrir disebut juga bayan ta’kid dan bayan al-isbat.Yang dimaksud bayan jenis ini adalah, fungsi hadis memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al- Qur’an.Contohnya hadis tentang perintah puasa bulan ramadhan dengan melihat bulan, men-taqriri ayat al-Qur’an dalam Surat Al-Baqarah ayat 185.

Menurut sebagian ulama, bayan taqriri atau bayan ta’kid ini disebut juga dengan bayan al-muwafiq li nash al-kitab al-karim. Hal ini karena hadis- hadis ini sesuai dan untuk memperkokoh nash yang ada di dalam al- quran.

b. Bayyan Tafsir

Maksudnya adalah memberikan memberikan perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih bersifat mujmal dan bersifat mutlak serta mentaksis ayat-ayat yang bersifat umum. Contoh ayat yang bersifat mujmal adalah perintah mengerjakan shalat yang terdapat pada surat al-Baqarah ayat 43, kemudian dijelaskan oleh hadis Rasululllah bahwa tata cara shalat itu seperti apa sahabat melihat Rasulullah shalat.

c. Bayyan Tasyri’

Maksudnya menetapkan hukum aturan-aturan yang tidak didapati (diterangkan di dalam Al-Qur’an). Hadis Rasulullah dalam segala

(17)

bentuknya berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang tidak terapat alam al-Quran. Beliau berusaha menjawab semua persoalan yang datang kepadanya dengan memberikan bimbingan dan menjelaskan pesoalannya. Misalnya, hadis pengharaman mengumpulkan dua wanita bersaudara dalam masalah perkawinan (nikah).

d. Bayyan Nasakh

Maksudnya adalah hadis sebagai ketentuan hukum yang datangnya kemudian, menghapus hukumyang terdapat dalam al-Qur’an sebagai hukum yang datang terdahulu. Contohnya hadis tentang tidak adanya wasiat bagi ahli waris, telah menasakh isi kandungan dari surat al- Baqarah ayat 180. Jadi, intinya ketentuan yang datang kemudian tersebut menghapuskan ketentuan yang terdahulu karena yang terakhir dipandang lebih luas dan lebih cocok dengan nuansanya.

B. Metode Kisah

1. Pengertian metode kisah

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang metode kisah, ada baiknya dijelaskan tentang metode kisah, seperti berikut ini;

a. Metode, menurut Armai Arief adalah urutan kerja yang terencana, sistematis dan merupakan hasil eksperimen ilmiah guna mencapai tujuan yang terencana.(Armai Arief, Jakarta;87). Adapun Chalidjah hasan memberi definisi bahwa metode adalah cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.(Khalidjah Hasan, Surabaya:12)

b. Kisah, menurut Abdul Aziz Abdul Majid, adalah salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri serta merupakan sebuah bentuk sastra yang bisa dibaca atau hanya di dengar oleh orang yang tidak bisa membaca. (Abdul Aziz Abdul Majid, Bandung :8).

(18)

Sa’id Mursy menjelaskan bahwa kisah adalah pemaparan pengetahuan kepada anak dengan gaya bahasa yang sederhana dn mudah difahami. (Muhammad Sa’id Mursy, Jakarta, 2001:117).

Adapun Armai Arief memberikan definisi bahwa cerita adalah penuturan secara kronologis tentang sesuatu hal, baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.(Armai Arief, Jakarta, 1994:160).

Dari beberapa pengertian di atas secara umum dapat diambil suatu pengertian bahwa metode kisah adalah suatu kerja yang terencana dan sistematis dalam bentuk lisan, yang memaparkan pengetetahuan kepada anak dengan gaya bahasa sederhana dan mudah dipahami untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.

2. Pelaksanaan metode kisah dalam pendidikan Islam

Metode kisah sebagai salah satu metode pilihan yang dapat digunakan dalam proses pendidikan anak dalam Islam, dengan harapan dapat untuk menyampaikan materi sesuai dengan kemampuan dan perkembangan jiwa anak. Bila hal ini sudah bisa dilakukan, maka dapat membuat tercapainya suatu tujuan yang dikehendaki dalam pembelajaran tersebut.

Ada beberapa pertimbangan yangperlu diperhatikan terkait dengan pelaksanaan metode kisah untuk anak dalam pendidikanIslam, yaitu:

a. Tingkat perkembangan anak. Pelajaran kepada anak hendaknya disesuaikan dengan kemampuan anak, berdasarkan umur anak. Hal ini menjadi pertimbangan nantinya apakah anak mampu atau tidak menangkap materi yang disampaikan. Karena itu perlu ada pertimbangan umur anak ketika memilih materi yang akan disampaikan. (Wasti Soemanto, Jakarta:1998)

b. Tujuan yang hendak dicapai. Metode kisah sangat efektif dalam mencapai tujuan pendidikan Islam, hal ini disebabkan dalam materi kisah dapat memberi pelajaran kepada anak untuk senantiasa berfikir, mengekspresikan sikap, serta terampil berperilaku sesuai dengan kandungan yang diharapkan oleh isi kisah. Pada umumnya materi

(19)

kisah berisi tentang pesan-pesan yang berkaitan dengan akidah, ibadah dan masalah akhlak, yang menyentuh aspek/ranah kognitif, afektif dan psikomotor anak.(Ali Syawakh Ishaq, Jakarta, 1995:89)

c. Materi yang disampaikan. Diantara materi yang disampaikan dalam metode kisah adalah materi akidah, misalnya tentang larangan menyekutukan Allah, materi ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, materi muamalah seperti larangan riba. Materi tentang metode kisah juga menyangkut tentang kisah para Nabi dan Rasul seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Musa yang kisah tersebut dapat memberikan tauladan dan pelajaran hidup dalam rangka pengamalan ajaran agama. Untuk masing-masing materi di atas hendaknya diperhatikan bahasa yang dipakai agar bisa dipahami dengan baik oleh anak, serta disesuaikan dengan kebutuhan si anak. (Zakiah Daradjat, Jakarta, 1982:25)

d. Keterampilan Guru. Dalam metode kisah, keterampilan guru sangat berpengaruh terhadap kemauan anak dalam mendengarkan isi kisah.

Guru harus bisa memanfaatkan segala sesuatu yang ada, misalnya anggota badan yang dimiliki, ekspresi yang sesuai, sehingga pesan dari kisah dapat dipahami oleh nalar anak dan dapat menyentuh perasaan.

e. Sarana yang dipakai. Dalam kisah, maka sarana yang dipakai disesuaikan dengan bentuk atau kisah yang disampaikan. Pada dasarnya ada tiga sarana yang bisa digunakan dalam metode kisah ini yaitu dengan menggunakan ilustrasi gambar, dengan membaca buku atau majalah dan menggunakan papan planel. Hal yang harus diingat dalam memilih sarana adalah harus ada kesesuaian antara sarana yang digunakan dengan materi kisah yang disampaikan.(Moeslichatoen, jakarta, 1999:26-27)

3. Urgensi kisah dalam pendidikan Islam

(20)

Diantara kelebihan metode kisah jika dibandingkan dengan metode yang lainnya adalah bahwa metode kisah selain kemampuannya menyentuh aspek koqnitif, juga afektif, hal tersebut berpotensi membentuk aspek psikomotorik anak. Yaitu mengajak anak untuk berperilaku sesuai dengan apa yang dikisahkan, meniru perilaku baik sipelaku yang dikisahkan setelah memahami dan menghayati isis kisah yang dipaparkan, kemudian dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan Islam yang diharapkan dapat mempengaruhi anak, terutama dalam pembentukan jiwa anak yang bersih dari segala kejahatan dan mampu berperilaku yang baik, menjalankan perintah Allah. Secara khusus metode kisah dalam upaya mencapai tujuan pendidikan Islam, bertujuan atau berfungsi :

1). Supaya anak tidak menyekutukan Allah.

Penanaman rasa keimanan sejak dini akan menjadikan anak mempunyai ajaran tauhid yang menjadi landasan atau pondasi bagi kepribadisn mereka. Pendidikan utama dan pertama untuk dilakuakn oleh orang tua dan pendidik adalah pembentukan keyakinan kepada Allah Swt., yang diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dann kepribadian anak. (Zuhairini, Jakarta, 1997:156)

2). Supaya anak bersyukur kepada Allah

Tujuan dari ajaran bersyukur adalah agar anak mengerti siapa yang berjasa pada dirinya. Bila anak telah mengenal bahwa yang berjasa pada dirinya adalah Allah, maka anak akan bersyukur kepada Allah dengan meng-Esa-kan dan beribadah sesuai ajaran agama Allah.

3). Supaya anak mempunyai keteguhan iman atau kuat imannya.

Pendidikan Islam yang disampaikan dengan metode kisah yang ditanamkan sejak kescil, maka mendorong anak mempunyai rasa keyakinan yang kuat dan kokoh. Dengan landasan pondasi yang kuat dan kokok, anak akan mempunyai rasa optimis dalam menjalankan

(21)

kehidupannya, karena jiwanya telah menyatu dengan tujuan hidupnya yaitu melakukan sesuatu hanya karena Allah.

4). Supaya anak mempunyai jiwa sosial yang tinggi.

Dengan kisah yang disampaikan dengan benar kepada anak, maka anak akan terbias menjalankan adab sosial yang baik, mempunyai dasar-dasar psikis yang mulia yang bersumber pada akidah Islamiyyah yang abadi dan perasaan keimanan yang mendalam. Dan di masyarakat nantinya anak akan dapat bergaul dan beradab dengan baik, memiliki keseimbangan yang matang, dan bertindak bijaksana.(Muhammad Ali Qutb, Bandung, 1993:81)

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bercorak kepustakaan (library research) yakni suatu penelitian yang membahas buku-buku berkenaan dengan kajian yang penulis lakukan.

Adapun pendekatan atau metode yang dipakaia dalah metode takhrij al-hadis, yaitu metode untuk menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumber asli, yakni berbagai kitab hadis yang didalamnya dikemukakan hadis secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan penelitian dijelaskan kualitas hadis yang bersangkuan. (M. Suhudi Ismail, 1992:41-42)

B. Sumber Data

Sumber utama data dalam penelitian ini adalah hadis-hadis yang berkenaan dengan kisah. Sebagai sumber pendukung digunakan kitab-kitab tentang rawi seperti Tahzib al-Tahzib karya Ibnu Hajar al-Asgalaniy, kitabTahzib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal karangan Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Miziy. Dan juga digunakan kitab-kitab syarahan hadis serta ayat-ayat al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir. Untuk menyempurnakan makna dari hadis penulis juga menggunakan buku-buku yang buku-buku hadis yang berkenaan dengan penelitian serta buku-buku pendidikan yang terkaitdengan penelitian ini.

C. Langkah-Langkah Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Takhrij al-Hadis, dengan langkah-langkah:

1. Memilih atau menetapkan masalah yang akan diteliti, kemudian mencari hadis yang akan diteliti dari berbagai kitab hadis berdasarkan informasi kitab Mu’jam al-Mufahrasy li Alfazh al-Hadis Nabawi.

(23)

2. Menelusuri hadis-hadis dalam kitab sumber aslinya, kemudian membuat ranji sanad secara keseluruhan. Serta memperhatikan sanadnya mana sampai kepada rasulullah, mana yang hanya sampai kesahabat saja atau tabi’in saja.

3. Mengemukakan pendapat ulama tentang masing-masing perawi dengan melihat informasi dalam kitab Tahzib al-tahzib dan Tahzib al-kamal fi Asma’ al-Rijal dan kitab-kitab lain yang menerangkan penilaian terhadap perawi hadis. Berkaitan dengan hal ini, juga ditetapkan standar untuk penilaian perawi, dan bila dalam penilaian ditemukan adanya pertentangan pendapat, maka perlu ditetapkan pendapat mana yang akan dipilih.

4. Menilai kebersambungan sanad, yaitu dengan melihat lafadh-lafadh yang dipakai.

5. Setelah dilakukan penilaian terhadap sanad, maka kemudian dilakukan penilaian terhadap matan hadis. Hal ini dilakukan dengan cara :meneliti matan dengan melihat kualitas sanad, meneliti matan dengan melihat lafadzh yang semakna dan meneliti kandungan matanya.

6. Terakhir mengambil kesimpulan dari penelitian tersebut apakah hadis yang diteliti berkualitas shahih, hasan atau dhaif. (M. Syuhudi Ismail, 1992: 51-57)

7. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan ayat yang berkaitan bila dipandang perlu serta melengkapi penjelasan dari ayat dalam kitab tafsir.

8. Menambahkan penjelasan dari buku-buku hadis, dan buku-buku pendidikan guna lebih sempurnanya penjelasan hadis.

D. Tekhnik dan Alat Pengumpul Data

Tekhnik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi dokumentasi (naskah). Naskah yang diteliti adalah kitab-kitab hadis sebagai sumber utama, dan buku-buku lain sebagai sumber pendukung yang berkaitan dengan penelitian yang diteliti.

Sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini, digunakan buku kamus al-Mu’jam al-Mufahrasy li al-fazh al-Hadis Nabawi karya A.J.

Wensink dan W.Y Fansink baik yang orisinil, maupun yang terdapat dalam program maktabah samilah.

(24)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abu Al-Husayn Muslim Ibn Al-Hajjaj Ibn Muslim Al-Quisyayriy An- Nisbabury, Sahih Bukhari. Beirut, Da’ar al-Fikr, t.th

Abuddin Nata, Filsafat pendidikan Islam, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997

Ahmad, Muhammad Dan M. Mudzakir, 2000. Ulumul Hadis, Bandung : CV. Pustaka Setia

Ahyadi, Abdul Aziz. 1988. Psikologi Agama, Bandung: Sinar Baru

Al- Asqalaniy, Ibn Hajar, Fath al-Barr Syarah Syahih Bukhari, Beirut: Da’r al-Fikr, t.th

Al-Alusi, Abu al-Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al-Quran al-Adzimwa al-Sab’i al-Matsani, Beirut: Da’r al-Fikr, 1993 Al-Bukhari, Imam Abu Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn al- Mughirah Ibn Barbazah, Shahih Bukhari, Beirut: Da’r al-Fikr, 1981 Al-Hadi, Abu Muhammad Abd. al-Hadi Ibn al-Qadir Ibn Abd., Thuruq al-

Takhrij Hadis Rasulullah Saw, t.t, t.tp, t.th

Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1992

Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjaj, Ushul al-Hadis Ulumuhu wa Musthalahuhu, Beirut: Da’r al-Fikr, 1989

Ali Syawakh Ishaq, Metodologi Pendidikan Al-Qur’an dan Sunnah, penterj.

Asmu’i Saliha Zakhsyari, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1995

Allen, Eillin dan Lynn R. Marotz. 2010. Profil Perkembangan Anak Prakelahiran Hingga Usia 12 Tahun. Jakarta : PT. Indeks

Al-Mizy, Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf, Tahzib al-Kamal fi Asma’ al- Rijal, Beirut: Da’r al-Fikr, 1990

Al-Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, t.t, t.tp, t.th Media Indonesia, Jakarta 29 Juni 1997

Al-Nawawi, Abu Zakariya Yahya Ibn Syaraf, Shahih Muslim, t.tt, t.tp, t.th

(25)

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta, Ciputat Pers, 2002

Al-Qardhawi, Yusuf, Bagaimana Memahami HadisNabi Saw, alih bahasa Muhammad al-Baqir, judul asli “Kaifa Nata’amalu Ma’na al-Sunnah al-Nabawiyah”, Bandung: Mizan, 1993

Al-Qastalaniy Abu ’Abas Shihabuddin Ahmad Ibn Muhammad, Irsadu al- Syariy li Syarh Shahih Bukhari, Mesir: Da’r al-Fikr, t.th

Al-Shalih, Subhi, ‘Ulum al-Hadis wa Musthalahuhu, Beirut: Da’r al-Ilmi, 1980

Al-Shalih, Subhi, Ilmu Hadis, alih bahasa Tim Pustaka Firdaus, judul asli

‘Ulum al-Hadis wa Musthalahuhu, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995 Al-Thahan, Mahmud, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Riyadh:

Ma’tabah al-Ma’arif, 1997

Baihaqi. Mendidik Anak dalam Kandungan. Jakarta : Darul Ulum Press, 2003

Cooper, Carol Dkk. 2008. Ensiklopedia Perkembangan Anak.

Diterjemahkan Oleh Nadia Lastiani. Jakarta : Erlangga.

Desmita, 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya

Diane E. Papalia dkk, Human Development, Perkembangan Manusia, Jakarta: Salemba Humanika, 2009. Edisi 10 buku 2

Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN-Malang Press, 2008

Hasan, A. Qadir, Ilmu Musthalah Hadis, Bandung: Diponegoro, 1987 Hurlock, B, Elizabeth, 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga Ismail, M. Syuhudi, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis, Tela’ah Kritis dan

Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 1995

(26)

Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta:Bulan Bintang, 1992

Ismail, M. Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadis, Bandung: Angkasa, 1987

Itr, Nuruddin, Ulum al-Hadis, alih bahasa, Drs. Mujiyo, judul asli “Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadis”, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994 Jahja, Yudrik. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Kencana Prenada

Media Group

Ma’luf, Luis, Munjid fi lughah wa ‘I’lam, Beirut: Da’r al-Misryriq, 1994 Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak, Jakarta,

Rineka Cipta, 1999

al-Mubarakfury, Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim, Muqaddimah Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami’ al-Tirmidzi, tahqiq: Shidqy Muhammad Jamil al-‘Atthar, Beirut, Darul Fikr, 1995

Muhammad Ali Qutbh, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam, Bandung, Diponegoro, 1993

Nuruddin. 1997. Ulum Al-Hadis. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam I (IPI), Bandung, CV. PUSTAKA SETIA, 1997

Rahman, Fatchur, Al-Haditsun Nabawi, Yogyakarta: Menara Kudus, t.th Rahman, Fatchur, Ikhtisar Musthalah Hadis, Bandung: al-Ma’arif, 1987 Rahmat Syukur. Konsep Islam Tentang Pendidikan Pranatal. Jakarta :

Diadit Media, 2006

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia, 2006

Said Muhammad Malawy. Mendidik Generasi Islam. Jogjakarta : Izzan Pustaka, 2002

Sama’un Bakry, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2005

Shihab, Quraish, Wawasan Islam, Bandung: Mizan, 1996

Soesilowindradini. [T.Th]. Psikologi Perkembangan Masa Remaja.

Surabaya : Usaha Nasional

Solahudin, M. Agus. 2009. Ulumul Hadis. Bandung : Pustaka Setia

(27)

Umar, Bukhari. Ilmu Pendidikan Islam. Batusangkar : STAIN Batusangkar, 2000

Wensik, A.J, Fahsink W.Y, Mu’jam al-Mufahrasy li Alfazh al-Hadis Nabawi, Leiden: Brill, 1965

Yusuf, Syamsu Dan Nani M. Sugandhi. 2011. Perkembangan Peserta Didik.

Jakarta : Rajawali Press

Zuhri, Muhammad, Hadis Nabi Tela’ah Historis dan Metodologis, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997

Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, Jakarta, Bulan Bintang, 1982

Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam –cetakan ke dua, Jakarta: Bumi Aksara, 1995

(28)

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaian siswa juga beranggapan bahwa mereka menyukai guru yang mengirim makalah dengan email (54%), namun ada beberapa siswa manyatakan ketidaksukaan mereka

Pengaruh Penggunaan Jenis Umpan terhadap Hasil Tangkapan Ikan Karang pada Alat Tangkap Bubu (Trap) di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.. [Skripsi] (Tidak

Ada sebagian wilayah Indonesia yang belum terlistriki karena tidak terjangkau oleh jaringan listrik PLN, sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan sistemnya

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menentukan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam kecambah kayu kapur dengan uji fitokimia dan uji

Lingkungan kelas yang kondusif sangat mendukung bagi kenyamanan dan kelangsungan proses pembelajaran. Siswa yang nyaman akan memiliki motivasi yang tinggi untuk

Dalam hal KPU dapat dimulai dengan mengusulkan uji materil ke MK terkait UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang memberikan kewenangan kepada DPR memilihkomisioner

Andalas Fiddina Agrotama x Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh penulis di lapangan, diketahui proses pemindahan buah dari tempat pencucian buah menuju

Untuk kepentingan pwngujian hipotesis pertama bahwa terdapat penurunan harga saham dividen pada saat ex- deviden date tersebut maka dilakukan uji perbedaan proporsi antara