TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA ANTARA PEGAWAI IKATAN DINAS GENERAL BANKING STAFF DENGAN PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK SKRIPSI
Teks penuh
(2) Universitas Sumatera Utara.
(3) Universitas Sumatera Utara.
(4) ABSTRAK Siti Adhannajah Lubis* Zulkifli Sembiring** Marianne Magda*** Pasal 1 Nomor 15 Undang-Undang Ketenagakerjaan Tahun 2003 disebutkan bahwa Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Pelaksanaan hubungan kerja ini dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis dalam bentuk perjanjian baku atau standart contract. Dalam skripsi ini permasalahan yang akan penulis angkat adalah apakah perjanjian kerja telah sesuai dengan ketentuan hukum tentang ketenagakerjaan. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dan bagaimana upaya penyelesaian sengketa terhadap wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kerja tersebut. Metode yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif bersifat deskriptif yang didukung penelitian empiris yang sifatnya untuk melengkapi data saja. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier serta ditambah dengan melakukan penelitian ke lapangan guna mendukung data sekunder dengan melakukan wawancara terhadap narasumber. Dari hasil penelitian, substansi dari perjanjian kerja dan pelaksanaanya lebih kurang telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerja ini telah dituangkan dalam klausulklausul perjanjian kerja. Apabila terjadi sengketa terhadap pelaksanaan perjanjian kerja maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Namun, apabila tidak berhasil akan dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial untuk di proses agar mencapai keadilan bagi kedua belah pihak. Kata Kunci : Perjanjian, Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja. * Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU ***Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU. i Universitas Sumatera Utara.
(5) KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir dalam rangka untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara. Shalawat beriring salam Penulis haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju alam berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini. Menjadi suatu kewajiban bagi setiap mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi, dan untuk itu penulis menyusun suatu skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis terhadap Perjanjian Kerja antara Pegawai Ikatan Dinas General Banking Staff dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk”. Penulis sadar bahwa skripsi ini tidaklah sempurna. Untuk itu Penulis berharap kepada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi.. ii Universitas Sumatera Utara.
(6) iii. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara; 2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 3. Prof. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 7. Bapak Zulkifli, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu Penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan di dalam pelaksanaan Penulisan skripsi ini; 8. Ibu Dr. Marianne Magda, S.H., M.Kn. selaku Dosen Pembimbing II Penulis, yang telah sabar dan ikhlas memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini; 9. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;. Universitas Sumatera Utara.
(7) iv. 10. Bapak Amsali Putra Sembiring, S.H., M.Hum. selaku Penasehat Akademik yang telah banyak membantu Penulis selama ini menyelesaikan studi di Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara; 11. Seluruh Staf Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pembelajaran dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 12. Terimakasih kepada Bank BTN Kantor Cabang Pematang Siantar yang telah memberikan kesempatan dan waktunya untuk memberikan informasi maupun data yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 13. Teristimewa. penulis. sampaikan kepada. almarhum Papa. Porkas. Ibrahimsyah Lubis dan Mama tercinta Ratu Berlian Harahap yang telah mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran serta memberi semangat, motivasi, doa dan dukungan materi kepada penulis selama penulisan. 14. Kepada adik penulis M. Fata Azhadi penulis yang telah mendukung penulis selama penulisan. 15. Sahabat Penulis yaitu Haikal Zulkarnain, yang telah banyak membantu, membimbing serta memotivasi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; 16. Teman-teman seperjuangan Ola Fatimah Namora, Ibnu Khairansyah, Mirza Akbar, Ryan Hsb, Aulia Putri Rihan, Tengku Nahda, Elmas Catur,. Universitas Sumatera Utara.
(8) v. Rizka Amanda, Yaumil Chaerani serta teman-teman seangkatan yang telah membantu dan menemani penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 17. Seluruh rekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2015 yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama ini; Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan skripsi ini saya mohon maaf dan saya berharap skripsi ini juga dapat memberikan ilmu atau pengetahuan kepada orang yang membacanya. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih. Medan, Maret 2019 Penulis. Siti Adhannajah Lubis 150200541. Universitas Sumatera Utara.
(9) DAFTAR ISI ABSTRAK ........................................................................................................... i KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii. DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang ............................................................................. 1 B. Permasalahan ................................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4 D. Manfat Penelitian .......................................................................... 5 E. Metode Penulisan .......................................................................... 5 F. Keaslian Penulis ............................................................................ 9 G. Sistematika Penulisan .................................................................... 9 BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN .......................... 12 A. Pengertian dan Syarat-syarat sahnya perjanjian .......................... 12 B. Asas-asas perjanjian ................................................................... 18 C. Bentuk-Bentuk Perjanjian ........................................................... 21 D. Unsur-Unsur Perjanjian dan Hapusnya Perjanjian ....................... 24 BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN .................................................. 28 A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja ............................................. 28 B. Macam-Macam Perjanjian Kerja ............................................... 31 C. Tinjauan Umum Hukum Ketenagakerjaan ................................ 33 D. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja ............................................. 36 E. Pengertian dan Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja ............ 40 F. Upaya Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial .............. 45. vi Universitas Sumatera Utara.
(10) BAB IV : ANALISIS MENGENAI PERJANJIAN KERJA ANTARA PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) DENGAN PEGAWAI IKATAN DINAS GENERAL BANKING STAFF ............................ 50 A. Perjanjian Kerja antara PT Bank Tabungan Negara (PERSERO) dengan pegawai ikatan dinas General Banking Staff menurut Hukum Perdata ....................................................................................... 50 B. Pengaturan Hak dan Kewajiban Para Pihak Terhadap Perjanjian Kerja antara PT Bank Tabungan Negara (Persero) dengan Pegawai Ikatan Dinas General Banking Staff ............................................ 58 C. Berakhirnya Perjanjian Kerja dan Upaya Penyelesaian Perselisihan yang dapat ditempuh dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja antara PT Bank Tabungan Negara (PERSERO) dengan Pegawai Ikatan Dinas General Banking Staff ................................................................. 65 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 73 A. Kesimpulan ................................................................................ 73 B. Saran .......................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 75. LAMPIRAN. vii Universitas Sumatera Utara.
(11) BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perjanjian itu merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Kemudian dari perjanjian tertulis tersebut timbullah semua hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang lazim disebut dengan perikatan. Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. 1 Demikian juga dalam bidang pekerjaan, orang melakukan perjanjian kerja sehingga menimbulkan perikatan. Setiap hubungan kerja yang tercipta, baik formal maupun informal, pada dasarnya selalu didahului dengan adanya perjanjian kerja. Untuk pekerjaan informal, perjanjian kerja antara pemberi pekerjaan dengan penerima pekerjaan biasanya dilakukan secara lisan sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang formal, seperti di pabrik atau perusahaan, perjanjian kerja pada umumnya dibuat secara tertulis. Pada dasarnya baik tertulis maupun tidak, perjanjian kerja tersebut samasama mempunyai kekuatan yang mengikat kedua belah pihak. 2 Kedua belah pihak mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian kerja dengan maksud untuk memperoleh haknya masing-masing yaitu pihak pekerja melakukan tugasnya yang menjadi kewajibannya dan begitupun sebaliknya pihak pengusaha harus. 1 2. R. Subekti., Hukum Perjanjian., Intermasa, Jakarta. ,1987., hal 9 G. Kartas Poetra,dkk.,Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Armico, Bandung, 1985, hal. 73. 1 Universitas Sumatera Utara.
(12) 2. memberikan hak-hak dari pihak pekerja. Mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang mereka adakan. Guna mewujudkan suatu perjanjian yang telah disepakati bersama, para pihak yang terikat dalam perjanjian harus melaksanakan isi perjanjian sebagaimana mestinya. Dengan dilaksanakannya prestasi dalam perjanjian maka apa yang diharapkan sebagai maksud dan tujuan diadakannya perjanjian akan tercipta dengan baik tanpa ada pihak yang dirugikan yang dapat menuntut atas kerugian yang dideritanya. Para pihak membuat suatu perjanjian kerja untuk memperoleh suatu kepastian hukum atau berupa penegasan mengenai hak dan kewajiban karyawan/tenaga kerja maupun pengusaha/majikan dalam hubungan kerja. Perjanjian kerja juga dibutuhkan untuk menghindari fenomena-fenomena ketidakseimbangan. antara. perusahaan. dan. karyawan.. Bahkan. masalah. ketenagakerjaan di Indonesia memang diawali dengan ketidakseimbangan yang menimbulkan perlakuan yang diluar batas perikemanusiaan. Hubungan kerja antara buruh dan majikan diatur dalam Buku III Bab 7 a KUH Perdata, akan tetapi ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya beberapa tidak dapat mengikuti perkembangan di dunia ketenagakerjaan. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU 13/2003), maka terciptalah salah satu solusi dalam perlindungan pekerja maupun majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. UU 13/2003 mengatur tentang Perjanjian Kerja sebagai dasar Hubungan Kerja. Perjanjian kerja dibuat berdasarkan ketentuan Buku III KUH Perdata yang mempunyai sifat terbuka dan adanya asas kebebasan berkontrak, dimana perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji. Universitas Sumatera Utara.
(13) 3. atau dianggap untuk melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.3 Sedangkan dalam Pasal 1 Angka 14 UU 13/2003 disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Kemudian dalam Pasal 1 Nomor 15 UU 13/2003 disebutkan bahwa Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah disebut diatas, hubungan kerja mengandung 3 ciri khas, yaitu adanya pekerjaan, adanya perintah, dan adanya upah. Perjanjian kerja dibuat atas dasar : 1. 2. 3. 4.. Kesepakatan kedua belah pihak Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum Adanya pekerjaan yang diperjanjkan Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan : a. Ketertiban b. Kesusilaan c. Peraturan Perundang-undangan yang berlaku 4 PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. sebagai salah satu perusahaan. BUMN juga tidak dapat terlepas dari perikatan antara karyawan-karyawannya. Perjanjian kerja yang dibuat merupakan kontrak baku (standart contract) sebab banyaknya karyawan yang bekerja di perusahaan ini. Belum lama ini pula PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengadakan perekrutan besar-besaran untuk beberapa posisi. Salah satu posisi yang direkrut adalah posisi General Banking Staff. Sehubungan dengan uraian-uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji dan mengetahui secara nyata dan mendalam bagaimana isi perjanjian kerja dan. 3 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1985, hal. 11. 4 Soerdajadi, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2008, hal 60. Universitas Sumatera Utara.
(14) 4. pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang telah disepakati para pihak dalam bentuk tulisan ilmiah yang berjudul : ”Tinjauan Yuridis terhadap Perjanjian Kerja antara Pegawai Ikatan Dinas General Banking Staff dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk”.. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka berikut ini adalah permasalahan yang akan di teliti : 1. Bagaimana pengaturan yang harus dipenuhi agar perjanjian menjadi perjanjian yang sah berdasarkan KUH Perdata? 2. Bagaimana Pengaturan Perjanjian Kerja dan Penyelesaian Perselisihan berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan? 3. Bagaimana pengaturan Perjanjian Kerja antara PT Bank Tabungan Negara dengan Pegawai Ikatan Dinas General Banking Staff?. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah Penulis kemukakan di atas, maka tujuan dari Penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui tinjauan umum mengenai perjanjian berdasarkan Hukum Perdata. 2. Untuk mengetahui bagaimana Perjanjian Kerja dan Penyelesaian Perselisihan berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan. 3. Untuk mengetahui Pengaturan Perjanjian Kerja antara PT Bank Tabungan Negara dengan Pegawai Ikatan Dinas General Banking Staff.. Universitas Sumatera Utara.
(15) 5. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu: 1. Manfaat Secara Teoritis Pembahasan terhadap skripsi ini diharapkan akan memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca mengenai pelaksanaan perjanjian kerja antara PT Bank Tabungan Negara (Persero) dengan Pegawai Ikatan Dinas General Banking Staff. Jadi, secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu pengetahuan hukum secara umum dan ilmu hukum perdata pada khususnya. Selain itu juga diharapkan dapat menambah dan melengkapi koleksi karya ilmiah dibidang keperdataan terkait dengan perjanjian kerja. 2. Manfaat Secara Praktis Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi bagi pembaca sehingga menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan untuk membuat penyusunan perjanjian kerja agar dapat menghindari timbulnya permasalahan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan perjanjian khususnya bagi para pihak yang berkepentingan.. E. Metode Penelitian Metode adalah prosedur untuk mengetahui sesuatu. Sementara itu metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Dengan demikian metodologi penelitian adalah sebuah materi. Universitas Sumatera Utara.
(16) 6. pengetahuan untuk mendapatkan pengertian yang lebih dalam mengenai sistematisasi atau langkah-langkah penelitian.5 Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu research yang memiliki arti mencari kembali, dimana yang dicari adalah pengetahuan atau pengetahuan yang benar. 6 Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten karena melalui proses penelitian tersebut dilakukan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.7 Penulisan skripsi ini didasari oleh suatu metodologi penelitian tertentu untuk menemukan, menganalisa dan memecahkan permasalahan dengan benar. Dalam penelitian ini penulis menggunakan cara-cara atau metode-metode tertentu sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsepkonsep,. asas-asas. hukum. serta. peraturan. perundang-undangan. yang. berhubungan dengan penelitian ini. 8 Metode yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini guna melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku serta untuk. 5. Syahrum dan Salim, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Citapustaka Media, Bandung, 2012, hal 37 6 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 1. 7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pres, Jakarta, 2013, hal 1. 8 Ibid., hal 17. Universitas Sumatera Utara.
(17) 7. memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, situs internet, koran, dan sebagainya. 9 2. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian dalam skripsi ini yaitu deskriptif analitis, yakni penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis peraturan hukum. 10 Sehingga peraturan hukum dalam penelitian ini dapat dianalisis dengan tepat sesuai dengan tujuan penelitian ini. 3. Sumber Data Penelitian ini menitik beratkan pada penggunaan data sekunder sebagai penyalur kelengkapan data. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka dan peraturan perundang-undangan.Sedangkan data primer diperlukan sebagai pendukung data sekunder sebab data primer diperoleh langsung dari informan dalam bentuk wawancara. Data sekunder yang diperoleh tadi, disusun secara sistematis dan kemudian dianalisis secara yuridis untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan. Adapun data sekunder adalah data yang terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan segala peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pejabat yang memiliki otoritas sehingga bersifat mengikat, yang terdiri dari : KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang. 9. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994, hal. 139 10 Ibid, hal. 10.. Universitas Sumatera Utara.
(18) 8. Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang meliputi, buku, jurnal-jurnal, karya ilmiah, hasil-hasil penelitian dan bahan lainnya yang dapat dan berfungsi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut atas bahan hukum primer.11 c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan informasi hukum yang dijadikan sebagai penunjang dalam penelusuran Bahan Hukum Sekunder seperti kamus hukum, bibliografi, internet dan ensiklopedia. 12 4. Teknik Pengumpulan Data Karena penelitian yang penulis angkat merupakan penelitian doktrinal, maka dalam pengumpulan sumber hukumnya dilakukan dengan studi lapangan, kepustakaan/studi dokumen. Teknik ini merupakan cara pengumpulan sumber hukum dengan membaca, mempelajari, mengkaji, dan menganalisis serta membuat catatan dari buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen dan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 5. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan metode konten analisis yaitu melakukan analisis terhadap dokumen kontrak mengenai hubungan hukum antara para pihak yang berkontrak. Meliputi kesepakatan para pihak, hak dan kewajiban dan penyelesaian sengketa. 11 12. Ibid., hal. 13 Ibid. Universitas Sumatera Utara.
(19) 9. F. Keaslian Penulis Dari hasil penelusuran yang dilakukan penulis, diketahui bahwa skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis terhadap Perjanjian Kerja antara Pegawai Ikatan Dinas General Banking Staff dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk” belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Sumatera Utara. Penulis menyusun melalui pemikiran, ide dan gagasan penulis dengan mengambil panduan dari buku-buku, literatur-literatur dari perpustakaan, dan media elektronik yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Serta melakukan studi kasus pada data sekunder dengan menelaah pada dokumen surat perjanjian kerja antara Pegawai Ikatan Dinas General Banking Staff dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.. G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain agar permasalahan yang diangkat dan pembahasan skripsi ini sesuai. Adapun sistematika penulisan skripsi ini secara singkat sebagai berikut : BAB I :. PENDAHULUAN Pada bab ini dikemukakan tentang Latar Belakang yaitu apa yang melatarbelakangi Penulis mengangkat judul, Perumusan Masalah yaitu hal yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, Tujuan Penelitian yaitu memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada dalam skripsi ini dan Manfaat Penulisan yaitu maksud dari Penulis dalam menulis skripsi ini, Metode Penelitian yang memaparkan metode yang. Universitas Sumatera Utara.
(20) 10. digunakan Penulis dalam mengkaji permasalahan, Keaslian Penulisan yaitu pemaparan yang membuktikan bahwa skripsi ini asli berasal dari pemikiran Penulis dan belum pernah dibahas sebelumnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan Sistematika Penulisan yang semuanya berkaitan dengan Perjanjian Kerja. BAB II :. TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitianpada umumnya yaitu: Pengertian dan Syarat-syarat sahnya perjanjian, Asasasas perjanjian, Bentuk-Bentuk Perjanjian, Unsur- unsur Perjanjian, dan Hapusnya Perjanjian.. BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA Pada Bab ini yang menjadi pembahasan adalah Pengertian Perjanjian Kerja, Macam-Macam Perjanjian Kerja, Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja, serta Pengertian dan Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja. BAB IV : ANALISIS MENGENAI PERJANJIAN KERJA ANTARA PT BANK. TABUNGAN. NEGARA. (PERSERO). DENGAN. PEGAWAI IKATAN DINAS GENERAL BANKING STAFF Bab ini terbagi dalam 3 sub bab yaitu : Perjanjian Kerja antara PT Bank Tabungan Negara (PERSERO) dengan pegawai ikatan dinas General Banking Staff menurut Hukum Perdata , Pengaturan Hak dan Kewajiban Para Pihak Terhadap Perjanjian Kerja antara PT Bank Tabungan Negara (Persero) dengan Pegawai Ikatan Dinas General Banking Staff, dan Upaya Penyelesaian Perselisihan yang dapat ditempuh dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja antara PT. Universitas Sumatera Utara.
(21) 11. Bank Tabungan Negara (PERSERO) dengan Pegawai Ikatan Dinas General Banking Staff . BAB V :. KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan akhir dari Penulisan skripsi. Pada bab ini akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir Penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi Penulisan skripsi ini dan poin-poin yang berisi saran-saran konstruktif yang Penulis ciptakan dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas.. Universitas Sumatera Utara.
(22) BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian Perjanjian akan menimbulkan hubungan hukum kepada para pihak yang membuatnya. Dari hubungan hukum tadi akan menimbulkan suatu akibat hukum yang membuat para pihak akan terikat satu sama lain sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara mereka. Hubungan hukum itu tercipta karena adanya perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian. Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber-sumber lain. Sumber-sumber lain ialah undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undangundang. Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.”13 Dengan demikian, perjanjian adalah suatu hubungan timbal balik, maksudnya suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan konsekuensi dari menerima hak-hak yang diperolehnya. 14 Perjanjian akan menimbulkan hubungan hukum kepada para pihak yang membuatnya. Dari hubungan hukum tadi akan menimbulkan suatu akibat hukum yang membuat para pihak akan terikat satu sama. 13. Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal 65 14 Noni Fransiska, Akibat Hukum Perjanjian Kerja yang Dibuat Perusahaan Dengan Pekerja Ditinjau Dari Hukum Perdata dan Undang-Undang Ketenagakerjaan (Studi Terhadap Perjanjian Kerja yang Didaftarkan Pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan), Tesis, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2011), hal 31. 12 Universitas Sumatera Utara.
(23) 13. lain sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara mereka. Hubungan hukum itu tercipta karena adanya perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 15 Perikatan masih bersifat abstrak sehingga diperlukan suatu perjanjian yang isinya memuat perikatan diantara beberapa pihak. Setiap perjanjian memuat perikatan, tetapi tidak semua perikatan senantiasa dibuat perjanjiannya. Perjanjian bersifat konkrit dan merupakan sebuah peristiwa. Dengan demikian, perikatan bersifat umum melingkupi berbagai bentuk perjanjian. Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum yang menerbitkan perikatan itu bersumber pada perjanjian atau sumber lainnya, yaitu undang-undang. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1233 KUH Perdata (selanjutnya disebut dengan KUH Perdata) bahwa perikatan dapat bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Perjanjian dapat dikatakan sah jika telah memenuhi semua ketentuan yang telah diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut. Pernyataan persetujuan kehendak mereka yang mengikat diri dan kecakapan untuk membuat suatu perjanjian digolongkan ke dalam syarat subjektif atau syarat mengenai orang yang melakukan perjanjian. Sedangkan tentang suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal digolongkan ke dalam syarat objektif atau benda yang dijadikan objek perjanjian. Hal-hal tersebut merupakan suatu kebulatan yang harus dipenuhi secara. 15. R. Subekti, Op. cit., hal 1.. Universitas Sumatera Utara.
(24) 14. keseluruhan. Artinya, tidak dipenuhinya secara keseluruhan keempat syarat tersebut akan mengakibatkan suatu perjanjian batal atau dapat dibatalkan. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, syarat-syarat sah perjanjian: 1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus), 2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity), 3. Ada suatu hal tertentu (object), 4. Ada suatu sebab yang halal (causa). Penjelasan lebih lanjut mengenai keempat syarat ini adalah sebagai berikut : a. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus) Agar suatu kontrak sah maka diperlukan adanya kata sepakat dari para pihak, kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak para pihak di dalam perjanjian.16 Kata sepakat disini berarti bahwa yang membuat kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Kesepakatan dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan cara tertulis, maupun tidak tertulis yang dapat berupa lisan, dengan simbol-simbol tertentu, bahkan dengan berdiam diri. 17 Akan tetapi, walaupun terjadi kesepakatan antara para pihak sehingga melahirkan perjanjian, tetap ada kemungkinan bahwa kesepakatan. yang. telah. dicapai. itu. mengalami. kecatatan. sehingga. memungkinkan perjanjian dapat dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa. 16 Salim H. S., Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hal 33. 17 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta, 2014 hal 14.. Universitas Sumatera Utara.
(25) 15. dirugikan. Ada empat hal yang menyebabkan terjadinya cacat pada kesepakatan tersebut, yaitu adanya kekhilafan, paksaan, penipuan atau penyalahgunaan keadaan, yang secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Kekhilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan keliru. 2) Paksaan terjadi jika salah satu pihak memberikan kesepakatannya karena ditekan (dipaksa secara psikologis), jadi yang dimaksud dengan paksaan bukan paksaan fisik karena jika paksaan fisik, pada dasarnya tidak ada kesepakatan. 3) Penipuan terjadi jika salah satu pihak secara aktif memengaruhi pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau melepaskan sesuatu. 4) Penyalahgunaan keadaan terjadi jika pihak yang memiliki posisi yang kuat (posisi tawarnya) dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan keadaan sehingga pihak yang lemah menyepakati hal-hal yang memberatkan baginya. Penyalahgunaan keadaan ini tidak diatur dalam KUH Perdata, sedangkan tiga lainnya, yaitu penipuan, kekhilafan, dan paksaan yang diatur dalam Pasal 1321 KUH Perdata. 18 b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity) Subjek dari perjanjian harus cakap bertindak menurut hukum. Dalam hal ini akan terikat dengan segala ketentuan yang telah disepakati bersama, maka ia harus mampu bertanggung jawab terhadap perbuatannya.. 18. Ibid., hal 18. Universitas Sumatera Utara.
(26) 16. Berdasarkan Pasal 1329 KUH Perdata, dimana kecakapan itu dapat dibedakan menjadi,yaitu : 1) Secara umum dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian secara sah. 2) Secara khusus dinyatakan bahwa seseorang dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian tertentu. Perihal ketidak cakapan pada umumnya itu disebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap sebagaimana yang diuraikan oleh Pasal 1330 KUH Perdata ada tiga, yaitu : a) Anak-anak atau orang yang belum dewasa b) Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampunan c) Wanita yang bersuami Akan tetapi seiring perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No.. 3. Tahun. 1963.. Bagi. mereka. yang. dianggap. belum. dewasa. (minderjarig/underage) diwakili oleh walinya, sedangkan untuk orang yang tidak sehat pikirannya (mental incompetent/intoxicated person) diwakili oleh pengampunya karena dianggap tidak mampu (onbevoegd) untuk bertindak sendiri. 19 Ketidakcakapan ini disebut tidak cakap untuk mengadakan hubungan hukum, hal ini dikarenakan ia tidak dapat menentukan mana yang baik dan mana yang tidak baik. 20 Orang yang belum dewasa, umumnya belum dapat. 19 20. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,2002, hal 92. M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 6. Universitas Sumatera Utara.
(27) 17. menentukan dengan sempurna dan tidak mampu mengendalikan ke arah yang baik, sehingga ia dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian. Sedangkan orang yang berada di bawah pengampuan adalah orang yang berdasarkan keputusan hakim dinyatakan bahwa ia tidak mampu/pemboros di dalam mengendalikan keinginannya sehingga bagi mereka harus ada wakil dari orang tertentu untuk menyelenggarakan kepentingannya. 21 c. Ada suatu hal tertentu (object) KUH Perdata menjelaskan maksud hal tertentu, dengan memberikan rumusan dalam Pasal 1333 KUH Perdata, dinyatakan bahwa “suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya.” Dalam berbagai literatur yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi ialah apa yang menjadi kewajiban debitur dan menjadi hak kreditur. Prestasi dapat berupa barang, keahlihan atau tenaga dan tidak berbuat sesuatu. Pokok perjanjian ini menjadi sangat penting sebab apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, dapat dengan jelas dilihat hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang membuat perjanjian tersebut. Selain itu, apabila pokok perjanjian itu kabur, dapat menyebabkan perjanjian cacat dan dianggap perjanjian batal demi hukum (voidneiting). d. Ada suatu sebab yang halal (causa) Kata sebab atau causa (bahasa latin) adalah suatu alasan yang mendorong seseorang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan “causa” yang. 21. Ibid, hal. 9.. Universitas Sumatera Utara.
(28) 18. halal dalam Pasal 1320 KUH Perdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan orang membuat perjanjian, melainkan causa atau alasan yang diperbolehkan itu mempunyai tujuan bersama dari kedua belah pihak atas dasar mana kemudian diadakan perjanjian dan bukan mengenai akibat pada waktu pelaksanaan perjanjian. Dalam Pasal 1337 KUH Perdata sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian yang berisi suatu sebab yang tidak halal, maka perjanjian itu batal demi hukum. Dengan demikian, tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Demikian juga apabila perjanjian yang dibuat itu tanpa sebab, ia dianggap tidak pernah ada. 22. B. Asas - Asas Perjanjian Asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif. Perjanjian dikenal beberapa asas penting, yaitu: 1. Asas Kebebasan Berkontrak Asas ini mempunyai arti bahwa setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam undang-undang. Asas ini sering juga disebut “freedom of making contract”.Walaupun berlaku asas ini,. 22. Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 96.. Universitas Sumatera Utara.
(29) 19. kebebasan berkontrak tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : a. Membuat atau tidak membuat perjanjian b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan,dan persyaratannya d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 23 2. Asas Konsensualisme Asas konsensualisme dinyatakan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme berhubungan dengan saat lahirnya suatu perjanjian yang mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, mengenai saat terjadinya kesepakatan dalam suatu perjanjian. 3. Asas Pacta Sunt Servanda Menurut ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Maksudnya bahwa setiap perjanjian akan mengikat para pihak yang membuatnya layaknya sebuah undang-undang karena undang-undang itu mengikat orang terhadap siapa undang-undang itu berlaku. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338. 23. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2003,. hal 65. Universitas Sumatera Utara.
(30) 20. ayat (2) KUH Perdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu. Asas pacta sunt servanda ini dalam suatu perjanjian bermaksud untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu.24 4. Asas Itikad Baik (Goede Trouw) Di dalam hukum perjanjian itikad baik itu mempunyai dua pengertian yaitu: a.. Itikad baik dalam arti subyektif, yaitu Kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Itikad baik dalam arti subyektif ini diatur dalam Pasal 531 Buku II KUH Perdata.. b.. Itikad baik dalam arti obyektif, yaitu Pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat.. 5. Asas Kepribadian (Personalitas) Asas ini berhubungan dengan subyek yang terikat dalam suatu perjanjian. Asas kepribadian dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Pernyataan ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan mengenai hal ini ada pengecualiannya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata yaitu, dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga,. 24. A Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal 20. Hukum. Perjanjian. Beserta. Universitas Sumatera Utara.
(31) 21. bila suatu perjanjian dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini memberi pengertian bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang telah ditentukan. Sedangkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. 6. Asas Kepatutan Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya. 25 C. Bentuk- Bentuk Perjanjian Hukum perjanjian merupakan peristiwa hukum yang selalu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga apabila ditinjau dari segi yuridisnya, hukum perjanjian itu tentunya mempunyai perbedaan satu sama lain berdasarkan hal-hal yang berkembang di masyarakat. Perbedaan-perbedaan tersebutlah yang merupakan bentuk atau jenis dari perjanjian. Perbedaan tersebut dapat penulis kelompokkan sebagai berikut : 1. Perjanjian Timbal Balik Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Misalnya : jual beli, sewa-menyewa. Dari sebutan. 25. Salim H.S, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 9.. Universitas Sumatera Utara.
(32) 22. jual-beli ini tercermin kepada kita memperlihatkan dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan di pihak lain dinamakan pembeli. Dua perkataan bertimbal balik itu, adalah sesuai dengan istilah Belanda Koop en verkoop yang mengandung pengertian bahwa, pihak yang satu Verkoop (menjual), sedangkan koop adalah membeli. 26 2. Perjanjian Sepihak Perjanjian sepihak merupakan kebalikan dari pada perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Contohnya : Perjanjian hibah. Pasal 1666 KUH Perdata memberikan suatu pengertian bahwa penghibahan adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya dengan cuma-cuma, dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan suatu barang, guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Perjanjian ini juga selalu disebut dengan perjanjian cuma-cuma. Yang menjadi kriteria perjanjian ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah . 3. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani. Perjanjian cuma-cuma atau percuma adalah perjanjian yang hanya memberi keuntungan pada satu pihak, misalnya : Perjanjian pinjam pakai. Perjanjian atas beban atau alas hak yang membebani, adalah suatu perjanjian dalam mana terhadap prestasi ini dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari. 26. R. Subekti, Aneka Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1982, hal. 14.. Universitas Sumatera Utara.
(33) 23. pihak lainnya, dan antara kedua prestasi ini ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat imbalan (potestatif). 4. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya bahwa perjanjian itu memang ada diatur dan diberi nama oleh undang-undang. Misalnya jual-beli; sewa-menyewa; perjanjian pertanggungan; pinjam pakai dan lain-lain. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah merupakan suatu perjanjian yang munculnya berdasarkan praktek sehari-hari. Contohnya : Perjanjian sewa-beli. Lahirnya perjanjian ini dalam praktek adalah berdasarkan adanya suatu azas kebebasan berkontrak, untuk mengadakan suatu perjanjian atau yang lebih dikenal Party Otonomie, yang berlaku di dalam hukum perikatan. 5. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, Artinya sejak terjadinya perjanjian timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Untuk berpindahnya hak milik atas sesuatu yang diperjual belikan masih dibutuhkan suatu lembaga, yaitu lembaga penyerahan. Pentingnya perbedaan antara perjanjian kebendaan dengan perjanjian obligatoir adalah untuk mengetahui sejauh mana dalam suatu perjanjian itu telah adanya suatu penyerahan sebagai realisasi perjanjian, dan apakah perjanjian itu sah menurut. Universitas Sumatera Utara.
(34) 24. hukum atau tidak. Objek dari perjanjian obligatoir adalah : Dapat benda bergerak dan dapat pula benda tidak bergerak, karena perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang akan menimbulkan hak dan kewajiban antara pihakpihak yang membuat perjanjian tersebut. Maksudnya bahwa sejak adanya perjanjian, timbullah hak dan kewajiban mengadakan sesuatu. 6. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena adanya perjanjian kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian disamping adanya perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan, pinjam pakai. Salah satu contoh uraian diatas yaitu : Perjanjian penitipan barang, yang tercantum dalam Pasal 1694 KUH Perdata, yang memberikan seseorang menerima suatu barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. 27 Menurut uraian diatas tergambar bahwa perjanjian penitipan merupakan suatu perjanjian real, jadi bukan suatu perjanjian yang baru tercipta dengan adanya suatu penyerahan yang nyata yaitu memberikan barang yang dititipkan. 28. D. Unsur-Unsur Perjanjian dan Hapusnya perjanjian Dalam perjanjian terdapat dua unsur pokok, yaitu : 1. Bagian inti atau pokok perjanjian. 27 28. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan. Op.Cit, hal. 88. R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hal. 14.. Universitas Sumatera Utara.
(35) 25. 2. Bagian yang bukan pokok 29 Bagian pokok disebut essensialia dan bagian yang tidak pokok dinamakan naturalia, serta aksidentalia. Essensialia merupakan bagian pokok dalam suatu perjanjian. Oleh karena itu, harus mutlak adanya, sebab apabila perjanjian tidak memiliki bagian pokok, perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat. Misalnya, dalam perjanjian jual beli bagian pokoknya harus ada harga yang diperjualbeilkan. Aksidentalia merupakan bagian tambahan dalam perjanjian. Tambahan tersebut dinyatakan atau ditetapkan sebagai peraturan yang mengikat para pihak atau sebagai undang-undang yang harus dilaksanakan. Penambahan tersebut dilakukan karena tidak diatur dalam undang-undang. Maka dari itu, bagian-bagian pokok dari perjanjian harus memenuhi unsur- unsur perjanjian, yaitu : a. Pihak-pihak yang melakukan perjanjian, pihak-pihak yang dimaksud adalah subjek perjanjian b. Konsensus antara para pihak c. Objek Perjanjian d. Tujuan dilakukannya perjanjian yang bersifat kebendaan atau harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang e. Bentuk perjanjian yang dapat berupa lisan ataupun tulisan. 30 Menurut Suharnoko, berakhirnya perjanjian harus dibedakan dengan perikatan karena suatu perjanjian dikatakan berakhir apabila segala sesuatu yang menjadi isi perjanjian telah dilaksanakan. Semua kesepakatan diantara para pihak menjadi berakhir setelah apa yang menjadi tujuan diadakannya perjanjian telah tercapai oleh para pihak. 31 Menurut R. Abdoel Djamali dan Lenawati Tedjapermana mengatakan bahwa perjanjian dapat berakhir karena :. 29 Firman Fioranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 2014, hal. 112 30 Ibid 31 Suharnoko,Hukum Perjanjian (Teori dan Analisa Kasus), Kencana, Jakarta,2004,hal 30. Universitas Sumatera Utara.
(36) 26. 1) Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya perjanjian akan berlaku untuk waktu tertentu. 2) Undang-Undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian. 3) Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian akan berakhir. Misalnya : Salah satu pihak meninggal dan perjanjian persekutuan berakhir (Pasal 1646 Ayat (4) KUH Perdata), jika : Dengan lewatnya waktu, musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan, atas kehendak beberapa atau seorang sekutu, jika salah seorang sekutu meninggal atau ditaruh di bawah pengampuan, atau dinyatakan pailit. 32 Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak akan ada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian yang disepakati oleh masing-masing pihak. Sehingga perikatan merupakan konsekuensi logis dari pada perjanjian. Dan secara garis besar hukum perjanjian akan sah di depan hukum jika memenuhi syarat sahnya yaitu sebagai berikut: a) Terdapat kesepakatan antara dua belah pihak yang dibuat berdasarkan kesadaran dan tanpa ada tekanan dari pihak manapun. b) Kedua belah pihak mampu membuat perjanjian dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bias membatalkan perjanjian.,. 32. R. Abdoel Djamali, Tanggung Jawab Hukum Seorang Dokter Dalam Menangani Pasien, Cetakan Pertama, Putra A. Bardin, Bandung, 1988, hal. 73-74. Universitas Sumatera Utara.
(37) 27. c) Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian sebagai objek yang jelas yang dapat dipertanggungjawabkan, d) Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar sebagai niat baik dari kedua belah pihak. KUH Perdata Pasal 1331(1) juga menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum. Sehingga masing masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim. Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memenuhi unsur subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pengawasan dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan di hadapan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masingmasing pihak menyepakati isi perjanjian. Hapusnya perjanjian juga dapat terjadi apabila ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak, ataupun ditentukan oleh Undang-Undang.. Universitas Sumatera Utara.
(38) BAB III. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN. A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms diatur dalam Bab IX UU 13/2003. Dalam Pasal 1 angka 14 UU 13/2003 disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dalam Pasal 1601a KUH Perdata memberikan pengertian sebagai berikut: “Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.” Menyimak pengertian perjanjian kerja menurut KUH Perdata seperti tersebut diatas tampak bahwa ciri khas perjanjian kerja adalah “di bawah perintah pihak lain”, dibawah perintah ini menunjukkan bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan bawahan dan atasan (subordinasi).33 Perjanjian Kerja sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH. 33. Lalu Husni.,Pengantar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal 36. 28 Universitas Sumatera Utara.
(39) 29. Perdata, Ketentuan ini juga tertuang dalam Pasal 52 ayat 1 UU 13/2003 yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar: 1. 2. 3. 4.. Kesepakatan kedua belah pihak; Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; Adanya pekerjaan yang dijanjkan; Pekerjaan yang dijanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.. Pasal 50 UU 13/2003 menegaskan bahwa : “Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.”Pasal 1 Nomor 15 UU 13/2003 disebutkan bahwa “Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian kerja yang menimbulkan hubungan kerja mempunyai beberapa unsur, antara lain : a. Adanya unsur work atau Pekerjaan Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek perjanjian), perkerjaan tersebut juga harus dilakukan oleh pekerja sendiri. Walaupun demikian, dalam praktiknya pekerjaan dapat diwakilkan ketika pekerja berhalangan sepanjang pengusaha diberitahukan dahulu atau atas izinnya. Hal ini dijelaskan dalam KUH Perdata Pasal 1603a yang berbunyi: “Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya, hanyalah dengan izin majikan ia dapat menyuruh seorang ketiga menggantikannya.” Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan. Universitas Sumatera Utara.
(40) 30. keterampilan/keahliannya, karena itu menurut hukum jika pekerja meninggal dunia, maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum. 34 b. Adanya Unsur Perintah Disinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainnya, adaanya perintah membuat pengusaha dan pekerja/buruh di dalam posisi tidak sejajar yang merupakan hubungan subordinasi. c. Adanya Waktu Adanya waktu yang dimaksudkan adalah dalam melakukan pekerjaan harus disepakati jangka waktunya. Unsur jangka waktu dalam perjanjian kerja dapat dibuat secara tegas dalam perjanjian kerja yang dibuat misalnya untuk pekerja kontrak, sedangkan untuk pekerja tetap tidak diperlukan. d. Adanya Upah Upah menurut Pasal 1 Angka 30 UU 13/2003 adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah akan dilakukan. Jadi, upah adalah imbalan termasuk tunjangan. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan perjanjian kerja dapat berbentuk tertulis dan dapat berbentuk lisan. Pembuatan Perjanjian Kerja tertulis harus sesuai dengan aturan Undang-Undang. Timbulnya perjanjian kerja. 34. Suharnoko, Op cit, hal 38. Universitas Sumatera Utara.
(41) 31. berbentuk lisan terjadi berdasarkan kuasa wali/orang tua dan menurut UndangUndang. 35. B. Macam-Macam Perjanjian Kerja Dalam suatu perjanjian kerja terdapat macam-macam perjanjian kerja, antara lain : 1. Menurut bentuknya Menurut bentuknya perjanjian kerja terbagi menjadi 2 macam yaitu perjanjian kerja tertulis dan perjanjian kerja tidak tertulis. Perjanjian kerja tertulis berguna agar terdapat bukti-bukti apabila terjadi wanprestasi di kemudian hari. Perjanjian kerja tertulis menurut Pasal 54 ayat (1) UU 13/2003 mensyaratkan hal-hal minimal yang harus dicantumkan yaitu : a. Nama, Alamat Perusahaan, dan Jenis Usaha b. Nama, Jenis Kelamin, Umur, dan Alamat Pekerja c. Jabatan atau Jenis Pekerjaan d. Tempat Pekerjaan e. Besarnya Upah dan Cara Pembayarannya f. Syarat-syarat kerja yang memuat Hak dan Kewajiban Pengusaha dan Pekerja g. Mulai dan Jangka Waktu Berlakunya Perjanjian Kerja h. Tempat dan Tanggal Perjanjian Kerja dibuat i. Tanda Tangan Para Pihak dalam Perjanjian Kerja. 35. Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, USU press, Jakarta, 2010. hal 43. Universitas Sumatera Utara.
(42) 32. Sedangkan, KUH Perdata tidak mensyaratkan bentuk tertulis untuk perjanjian kerja. Hal ini ditegaskan di dalam Pasal 1601d yaitu : “Apabila perjanjian kerja dibuat tertulis maka biaya akte dan biaya lain-lain ditanggung oleh pengusaha.”36 2.. Menurut waktu berakhirnya Perjanjian kerja menurut waktu berakhirnya terdiri atas : a. Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu (PKWT) PKWT yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Pasal 59 ayat (1) menyebutkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya selesai dalam waktu tertentu. Berikut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan yang selesai dalam waktu tertentu, yaitu : 1) Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya 2) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun. 3) Pekerjaan yang bersifat musiman. 36. Abdul R. Budiono.,Hukum Perburuhan, Indeks, Jakarta.,2011., hal 36. Universitas Sumatera Utara.
(43) 33. 4) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.37 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan tetap, yaitu pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus, tidak terputus, dan tidak dibatasi oleh waktu. b. Pekerjaan Kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT) yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap. Secara hukum perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) terjadi karena beberapa hal, yaitu : 1) Kesepakatan para pihak, yaitu antara pekerja buruh dan pengusaha. 2) Tidak terpenuhinya dan atau akibat adanya pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan. 38. C. Tinjauan Umum Hukum Ketenagakerjaan Secara umum dapat dirumuskan, bahwa hukum ketenagakerjaan adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan hukum antara pekerja atau organisasi pekerja dengan majikan atau pengusaha atau organisasi majikan dan pemerintah, termasuk didalamnya adalah proses-proses dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan untuk merealisasikan hubungan tersebut menjadi kenyataan. Dari rumusan tersebut, dapat diketahui bahwa, hukum ketenagakerjaan itu adalah suatu. 37. Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia Indonesia., Medan, 2000, hal. 50 38. Ibid., hal 52. Universitas Sumatera Utara.
(44) 34. himpunan peraturan yang mengatur hubungan hukum antara pekerja, majikan atau pengusaha, organisasi pekerja, organisasi pengusaha, dan pemerintah. 39 Sedjun H. Manulang mengutip beberapa pendapat. para sarjana mengenai hukum. Ketenagakerjaan, yaitu : 1. Menurut Moleenar, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah sebagian dari hukum yang berlaku pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha. 2. Menurut Mr. G Lavenbach, bahwa hukum Ketenagakerjaan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu, dilakukan dibawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja itu. 3. Menurut Mr. N.E.H Van Esveld, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah tidak hanya meliputi hubungan kerja dimana pekerjaan itu dibawah pimpinan tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab resiko sendiri. 4. Menurut Mr. Mok, bahwa hukum Ketenagakerjaan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain dan dengan penghidupan yang layak langsung bergantung pada pekerjaan itu.40 Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa tenaga kerja merupakan unsur yang sangat penting dalam hukum Ketenagakerjaan. Maka dari itu, tenaga kerja perlu untuk dibina, diarahkan, dan dilindungi agar tenaga kerja dapat lebih. 39 Darwin Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan pekerja untuk Mempertahankan Hak-Haknya), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hal 1 40 Sedjun H Manulang. Pokok-Pokok Ketenagakerjaan Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.1987. hal 2. Universitas Sumatera Utara.
(45) 35. dimanusiakan. Para Tenaga Kerja dapat mengembangkan potensi dirinya dan hingga pada saatnya telah memperoleh pencapaian para tenaga kerja dapat meningkatkan kualitas hidupnya sebagai manusia. Tujuan Hukum Ketenagakerjaan adalah untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan dan untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha, misalnya yang membuat atau menciptakan peraturanperaturan yang sifatnya memaksa agar pengusaha tidak bertindak sewenangwenang terhadap para tenaga kerja sebagai pihak yang lemah. 41 Sifat hukum ketenagakerjaan dapat bersifat privat (perdata) dan bersifat publik (pidana). Dikatakan bersifat privat adalah karena manusia, kita ketahui bahwa hukum perdata mengatur kepentingan perorangan dalam hal ini antara tenaga kerja dan pengusaha, yaitu dimana mereka mengadakan suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian kerja, sedangkan mengenai hukum perjanjian sendiri terdapat atau diatur dalam KUH Perdata Buku ke III.42 Disamping bersifat privat (perdata), hukum ketenagakerjaan juga bersifat publik (pidana), Hukum perburuhan juga bersifat publik karena dalam hal tertentu pemerintah ikut campur tangan dalam menangani masalah-masalah perburuhan,. misalnya dalam. penyelesaian perselisihan perburuhan dan atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yakni dengan dibentuknya P4D dan P4P, dan adanya sanksi pidana dalam setiap peraturan perundang-undangan perburuhan.. 41. Dian Octaviani Saraswati. Perlindungan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Tenaga Kerja di Perusahaan Tenun PT. Musitex Kabupaten Pekalongan, Tesis, Undip, Semarang, 2007, hal 18 42. Sedjun H Manulang.,Op Cit, hal 18. Universitas Sumatera Utara.
(46) 36. D. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja UU 13/2003 di dalam Pasal 1 Angka 2 menyebutkan bahwa Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Hak Tenaga Kerja merupakan Kewajiban Pengusaha untuk memenuhinya. Setiap pekerja dan pemberi kerja memiliki hubungan yang saling membutuhkan. Maka dari itu, untuk menjamin keberlangsungan hubungan ini diperlukan adanya hak dan kewajiban bagi setiap tenaga kerja yang diharapkan dapat meminimalisasi ketimpangan antara hak dan kewajiban pekerja yang berpotensi menimbulkan masalah. Berikut ini akan dibahas mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja, antara lain : 1. Hak Tenaga Kerja Hak-hak Dasar Pekerja harus dilindungi karena telah diatur di dalam UU 13/2003. Bagi yang melanggar tentu akan diberi sanksi. Macam-macam hak-hak dasar Pekerja/ Buruh yang harus dilindungi adalah: a. Hak Untuk Mendapatkan Upah. Hak ini telah diatur di dalam Pasal 88 sampai Pasal 98 UU 13/2003 juga diatur di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja yakni KEPMEN No.49/MEN/IV/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah. Pengaturan upah ini bersifat hukum publik karena melibatkan pemerintah. Hal ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 95 ayat (3) UU 13/2003 yang berbunyi : “Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh dalam pembayarab upah.”. Universitas Sumatera Utara.
(47) 37. b. Perlindungan Jam Kerja Jam kerja bagi pekerja/buruh juga sudah diatur di dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 85 UU 13/2003. Untuk jam kerja normal adalah 40 jam seminggu. Apabila setelah jam normal masih bekerja, dapat dihitung sebagai jam lembur. Jam lembur diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) Keputusan. Menteri. Tenaga. Kerja. dan. Transmigrasi. No.. KEP.102/MEN/VI/2004 tentang kerja lembur dan upah kerja lembur. c. Perlindungan Tunjangan Hari Raya Tunjangan Hari Raya adalah sesuatu yang wajib diberikan oleh pengusaha kepada setiap pekerja/ buruhnya. Dasarnya adalah karena sebagian. masyarakat. Indonesia. adalah. masyarakat. beragama.. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya, pengusaha wajib memberikan THR keagamaan kepada pekerja/ buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih. d. Perlindungan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Tentang Jamsostek ini diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jaminan sosial ini wajib bagi pekerja/ buruh, guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur. Berdasarkan Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, program jaminan sosial nasional meliputi 5 program yaitu: 1) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Universitas Sumatera Utara.
(48) 38. 2) Jaminan Kematian (JK) 3) Jaminan Hari Tua (JHT) 4) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) 5) Jaminan Pensiun. e. Kompensasi PHK Kompensasi PHK telah diatur di dalam UU 13/2003. Ada 4 macam kompensasi PHK: 1) Uang pesangon yang diatur dalam Pasal 156 ayat (1) UU 13/2003. 2) Uang penghargaan masa kerja yang diatur dalam Pasal 156 ayat (3) UU 13/2003. 3) Uang ganti kerugian yang diatur dalam Pasal 156 ayat (4) UU 13/2003. 4) Uang pisah yang diatur dalam Pasal 162 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003. f. Hak cuti Cuti adalah istirahat tahunan yang harus diambil oleh pekerja setelah bekerja selama 12 bulan berturut-turut. Kebijakan pemberian cuti kepada pekerja dituangkan dalam Pasal 79 UU 13/2003 yaitu pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/ buruh.43 2. Kewajiban Tenaga Kerja Berikut ini akan dibahas mengenai kewajiban dari tenaga kerja yang merupakan hak pengusaha untuk memperolehnya, antara lain :. 43. Editus Adisu dan Libertus Jehani, Hak-Hak Pekerja Perempuan, Visi Media Tangerang, 2006 hal 22. Universitas Sumatera Utara.
(49) 39. a. Melakukan Pekerjaan Kewajiban untuk melakukan pekerjaan karena adanya perjanjian kerja. Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh adalah pekerjaan yang dijanjikan dalam perjanjian kerja. Mengenai ruang lingkup pekerjaan dapat diketahui oleh pekerja/buruh sehingga pengusaha tidak memperluas ruang lingkup pekerjaan. Selain itu, pekerjaan harus dikerjakan sendiri karena melakukan pekerjaan itu melekat pada diri pribadi, sehingga apabila pekerja/buruh meninggal dunia, hubungan kerja berakhir demi hukum. b. Menaati Tertib Perusahaan Tata tertib ini merupakan pekerjaan di perusahaan. Peraturan tata tertib ini ditetapkan oleh pengusaha sebagai akibat kepemimpinan dari Pengusaha. Mengenai hal ini dapat disimpulkan dari apa yang dinamakan Perjanjian Kerja. Menurut Pasal 1 Angka 20 UU 13/2003, peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara terttulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Dengan demikian, kewajiban pekerja/buruh adalah menati Peraturan Perusahaan. c. Bertindak sebagai Pekerja/Buruh yang Baik Kewajiban ini merupakan kewajiban timbal balik dari pengusaha yang wajib bertindak sebagai pengusaha yang baik. Dengan demikian, pekerja/buruh wajib melaksanakan kewajibannya dengan baik seperti apa yang tercantum dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, maupun dalam Perjanjian Kerja Bersama. Disamping itu, pekerja/buruh juga wajib. Universitas Sumatera Utara.
(50) 40. melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan menurut peraturan perundang-undangan, kepatutan maupun kebiasaan. 44. E. Pengertian dan Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja pada dasarnya merupakan masalah yang kompleks, karena menyangkut masalah kehidupan manusia. Pemutusan Hubungan Kerja memberi pengaruh secara psikologis, ekonomi, dan finansial. Karena dengan adanya pemutusan hubungan kerja, pekerja/buruh telah kehilangan mata pencahariannya dan untuk mencari pekerjaan yang baru harus mengeluarkan biaya, waktu dan tenaga. Dan kehilangan pekerjaan bagi pekerja/buruh berdampak juga bagi kehidupan keluarganya. Oleh karena itu, diupayakan agar pemutusan hubungan kerja tidak terjadi karena sangat merugikan para pihak terutama pihak yang berkedudukan lebih lemah yaitu pihak pekerja/buruh. Pemutusan hubungan kerja yang bisa saja dilakukan oleh tenaga kerja sebenarnya juga merupakan suatu kerugian bagi perusahaan karena harus melepas tenaga kerjanya yang selama ini disadari maupun tidak disadari sudah dilatih dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dan sudah mengetahui cara-cara kerja yang dibutuhkan perusahaan. Namun hal ini terjadi untuk mencegah korban yang lebih besar serta menyelamatkan perusahaan. Terjadinya pemutusan hubungan kerja bukan hanya menimbulkan kesulitan dan keresahan bagi tenaga kerja, namun juga bagi perusahaan. Maka dari itu, masing-masing pihak harus. 44. FX Djumialdji. Perjanjian Kerja, Sinar Grafika, Jakarta, 2005., hal 43. Universitas Sumatera Utara.
(51) 41. berusaha agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja dan perusahaan dapat berjalan dengan baik. Pemerintah dalam hal ini telah mengeluarkan peraturan-peraturan yang berkaitan. dengan. pemutusan. hubungan. kerja. dimana. pengaturan. dan. pelaksanaannya selalu disempurnakan mengikuti perkembangan. Adapun yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.45 Sesuai dengan pembahasan di atas, bahwa Pemutusan Hubungan Kerja sebenarnya sangat merugikan para pihak. Oleh sebab itu, Pemutusan Hubungan Kerja harus melalui prosedur yang benar. Adapun prosedur pemutusan hubungan kerja adalah sebagai berikut: 1. Sebelumnya. semua. pihak,. yaitu. pengusaha,. pekerja/buruh,. serikat. pekerja/serikat buruh harus melakukan upaya untuk menghindari terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK); 2. Bila tidak dapat dihindari, pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh mengadakan perundingan bersama; 3. Jika perundingan berhasil, dibuat persetujuan bersama; 4. Bila tidak berhasil, pengusha mengajukan permohonan penetapan disertai dasar dan alasan-alasannya kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial; 5. Selama belum ada penetapan/putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, kedua pihak tetap melaksanakan segala kewajiban masing-. 45. Ibid., hal 45. Universitas Sumatera Utara.
(52) 42. masing, dimana pekerja/buruh tetap menjalankan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah. 46 Berdasarkan Peraturan Pemutusan Hubungan Kerja yang berlaku, hanya ada 3 macam terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja yaitu : a. Pemutusan Hubungan Kerja demi hukum b. Pemutusan Hubungan Kerja oleh pekerja atau buruh c. Pemutusan Hubungan Kerja oleh pengusaha 47 1) Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum Hubungan kerja dapat putus/demi hukum, hubungan kerja tersebut harus putus secara otomatis, dan kepada pekerja/buruh dan pengusaha/majikan tidak perlu mendapatkan penetapan pemutusan hubungan kerja dari lembaga yang berwenang. Di sini, baik pihak pengusaha maupun pekerja/buruh hanya bersifat pasif. Artinya, hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh berakhir dengan sendirinya. Hal ini dapat terjadi dalam: a) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Hal ini terjadi apabila jangka waktu berlakunya perjanjian kerja untuk waktu tertentu telah berakhir atau telah berakhir setelah diperpanjang atau telah berakhir setelah diadakan pembaharuan terhadap perjanjian kerja waktu tertentu tersebut b) Pekerja/buruh meninggal dunia Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, perjanjian kerja telah berakhir. 48. 46 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 115 47 FX Djulmiadji., Loc Cit 48 Ibid., hal 45. Universitas Sumatera Utara.
(53) 43. UU 13/2003 menyebutkan mengenai pemutusan hubungan kerja yang putus/demi hukum dalam beberapa pasal sebagai berikut: (1) Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya. (2) Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali. (3) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan. (4) Pekerja/buruh meninggal dunia. (5) Perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. (6) Perusahaan tutup, karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama dua tahun sehingga perusahaan harus tutup, atau keadaan memaksa (force majeur). (7) Perusahaan tutup untuk tujuan melakukan efisiensi. 2) Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pekerja/buruh Hal ini dapat terjadi pada : a) Masa Percobaan Pada masa percobaan pekerja/buruh dapat memutuskan hubungan kerja dengan pengusaha. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri. Universitas Sumatera Utara.
(54) 44. secara tertulis atau kemauan sendiri tanpa indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri mendapat uang penggantian hak. Pemutusan hubungan kerja disini tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pekerja/buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu. Jika pekerja/buruh memutuskan hubungan kerja sebelum jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu atau berakhirnya hubungan kerja karena hal tertentu, pekerja/buruh wajib membayar ganti rugi kepada pengusaha sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. b) Pekerja/buruh yang sakit Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaan setelah melampui 12 bulan, dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan memperoleh uang pesangon 2 kali, uang penghargaan masa kerja 2 kali dan uang penggantian hak 1 kali. 49. 3) Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha Berdasarkan UU 13/2003, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja karena: a) Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat.. 49. Ibid., hal 45. Universitas Sumatera Utara.
(55) 45. b) Pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib. c) Pekerja/buruh melakukan tindakan Indisipliner yaitu dengan melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalm perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. d) Perubahan status, penggabungan dan peleburan perusahaan. e) Perusahaan tutup karena mengalami kerugian, yang telat diaudit dan dinyatakan mengalami kerugian oleh akuntan publik. f) Pekerja/buruh meninggal dunia. g) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau peraturan perundang-undangan. h) Pekerja/buruh mangkir. i) Pekerja/buruh telah mengadukan dan melaporkan bahwa pengusaha telah melakukan kesalahan namun tidak terbukti.. F. Upaya Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Secara normatif, pemutusan hubungan kerja dikuatkan dengan adanya suatu ketetapan dari lembaga yang dikenal dengan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Perselisihan Hubungan Industrial (Selanjutnya disebut dengan UU 2/2004) adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan. Universitas Sumatera Utara.
Dokumen terkait
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap pelaksanaan, tahap analisis data, dan tahap pelaporan. Hasil penelitian: 1) Jenis kesulitan belajar pada mata
Pasuruan yang memiliki pasar export untuk mempromosikan dan menjual mebel ukir, sehingga para pembeli tidak kesulitan dalam mendapatkan mebel ukir dengan mengumpulkan tiap
Berikut ini akan dipaparkan analisis variasi jawaban siswa pada indikator memeriksa ide- ide:(a)Jawaban kode MFH kategori sedang: Dari hasil pengerjaannya dapat dilihat
Sedangkan penelitian yang dilakukan Indrianawati, et, al, 2015 yang berjudul Manajemen Risiko Pembiayaan Mudharabah pada Perbankan Syari’ah Dengan Sample pada BNI Syari’ah,
Proses pemasukan data berhasil, kliksimpan, data yang tersimpandalam database Pengamat an Data berhasiltersimpandalam database Kesimpul an Sukses Ubah Data Data
Dari tabel tersebut dapat diartikan bahwa cluster 1 dicirikan dengan pH, salinitas, dan tebal lumpur yang rendah serta suhu yang sedang dan oksigen terlarut yang
Prinsip kerja dari arus searah adalah membalik phasa tegangan dari gelombang yang mempunyai nilai pos itif dengan menggunakan komutator, dengan demikian arus yang