103
KANDUNGAN NILAI RELEVANSI DAN KEANDALAN YANG TERDAPAT DALAM INFORMASI ASET TIDAK
BERWUJUD
Andry Willy Ponda dan Riesanti Edie Wijaya
Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya e-mail: [email protected]
Abstract: Content of Value Relevance and Reliability All There In Information Intangible Assets. The study of the relevance and reliability in the reporting of intangible assets are still de- batable in the academic. Many analysts believe about the role of intangible assets in the compa- ny, and even many companies have a greater proportion of intangible assets than intangible as- sets.This Their paper examines the value relevance and reliability of intangible assets, represented by the influence of equity market value to intangible assets in companies that enrolled in PT BEI period 2004-2007. However, the results of this study was not in line with pre- vious studies outside Indonesia that may be caused by differences between countries economic stability.
Abstrak: Kandungan Nilai Relevansi Dan Keandalan Yang Terdapat Dalam Informasi Aset Tidak Berwujud. Studi tentang relevansi dan keandalan dalam pelaporan aset tak berwujud masih diperdebatkan di bidang akademik. Banyak analis percaya tentang peran aset tidak berwu- jud dalam perusahaan, dan bahkan banyak perusahaan memiliki proporsi yang lebih besar dari aset tidak berwujud dari assets.This berwujud kertas mereka menguji relevansi nilai dan keanda- lan aset tidak berwujud, yang diwakili oleh pengaruh nilai pasar ekuitas aset tidak berwujud pada perusahaan yang terdaftar di PT BEI periode 2004-2007. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya di luar Indonesia yang mungkin disebabkan oleh perbedaan antara stabilitas ekonomi negara.
Kata Kunci: relevansi, keandalan, Aset tidak berwujud
Semua investasi (baik berwujud atau tidak ber- wujud) yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan manfaat ekonomi masa depan (Wyatt dan Abernethy, 2003). Investasi memi- liki manfaat ekonomi biasa disebut dengan isti- lah aset. Dengan demikian, aset adalah penge- luaran dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat masa depan melalui keuntungan di- tingkatkan dan arus kas dan ditayangkan dalam neraca (Austin, 2007). Pada dasarnya ada dua jenis aset dalam golongan besar, yaitu: aset be- rujut dan tidak berujut. Keberadaan aset tak berujut bagi perudahan dan ekonomi secara ke- seluruhan telah dikenal luas ( Nakamura (2003) dalam Morricone, Oriani, dan Sobrero (2009) termasuk dalam dunia bisnis. Hal tersebut Nampak pada dinobatkannya Apple oleh For- tune mulai dari tahun 2008 hingga sekarang
sebagai world most admired companies, men-
galahkan perusahaan besar seperti General
Electric, BMW, dan Microsoft. Di mana indika-
tor penentuan ranking tersebut tidak didasarkan
pada suatu hal yang berwujud atau dapat dinilai
dengan uang secara langsung, melainkan berda-
sarkan hal yang tak berwujud yaitu kualitas dari
perusahaan itu. Oleh Fortune di sebutkan bahwa
indikator dari penentuan ranking tersebut ada-
lah Brand. CEO BMW Norbert Reithofer juga
mengungkapkan ”The whole world held its
breath before the iPad was announced. That's
brand management at its very best” yang juga
mengindikasikan bahwa brand yang dimiliki
Apple sangatlah dominan hingga membuat pe-
langgan menjadi loyal. (Fortune, 2010). Hal
serupa juga didukung dengan perkembangan
earning per share yang dimiliki Apple diban-
dingkan dengan kompetitornya dibidang kom- puter yang dapat dilihat pada bagan 1 untuk tahun 2007 bagan 2 untuk tahun 2008 serta ba- gan 3 untuk tahun 2009 yang juga membukti- kan bahwa apple tetap lebih tinggi dibanding- kan dengan kompetitornya.
Lebih lanjut, nilai relevansi intangible juga ditebarkan oleh para akademisi, karena relevansi nilai adalah tergantung pada keanda- lan informasi (Afaanz, 2010). Ada beberapa alasan yang menjadikan keberadaan aset tak berujut sangat bermanfaat bagi perusahaan, di- antaranya: keberadaan bukti statistik yang me- nunjukkan the predictive value serta the repre- sentational faithfulness dari earning berdasar basis aset yang mencakup aset takberujut (Gelb dan Siegel (2000) dalam Siegel, dan Borgia (2007). Ada beberapa penelitian yang memba- has tentang nilai relevansi dan keandalan aset tak berujut, namun hasilnya masih terdapat ke- tidakkonsistenan. Untuk itu, peneliti tertarik untuk melihat apakah nilai – nilai relevance dan reliability memang terkandung didalam infor- masi intangible asset yang diberikan oleh peru- sahaan dengan menggunakan data perusahaan di Indonesia, karena peneliti merasa keterkaitan antara kedua hal ini sangat mempengaruhi pengguna laporan keuangan.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan menggu- nakan data informasi keuangan yang memuat tentang intangible asset yang terdapat pada la- poran keuangan namun keuangan tersebut harus yang berada pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia, yang juga telah mener- bitkan laporan keuangannya yang berakhir pada 31 desember 2004, 2005, 2006, 2007. Selanjut- nya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan menggunakan data informasi keuangan dalam laporan keuangan pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2004 sampai dengan 2007 dan juga berupa jurnal acuan dan informasi tamba- han yang mendukung penelitian yang didapat secara elektronik melalui internet, buku, mau- pun artikel
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini berfokus pada relevance dan reliability yang terdapat pada akun intangible asset yang ada pada laporan keuangan. Nilai – nilai relevance dan reliability dari suatu laporan keuangan da- pat ditentukan dengan mengamati hubungan
antara nilai pasar dari perusahaan tersebut den- gan nilai – nilai akuntansinya (Krohn and Knivsfla, 2000; Barth et al, 2001).
Untuk menilai tingkatan relevansi dan keandalan yang terkandung dalam laporan keu- angan suatu perusahaan bisa ditentukan dengan cara memeriksa hubungan antara nilai pasar dari perusahaan itu dengan nilai akuntansinya (nilai bukunya) (Barth et al, 2001). Jika pernya- taan bahwa hubungan antara nilai pasar dengan nilai buku dapat mengindikasikan adanya aset tidak berwujud dalam sebuah laporan keuangan, maka setidaknya kita membutuhkan rumus yang dapat mengukur hubungan tersebut yang minimal memiliki tiga fitur. Yang pertama ru- mus tersebut harus dapat memberikan analisis metodologis yang cukup dalam tentang nilai perusahaan. Kedua, rumus tersebut harus menggunakan informasi akuntansi ( yang me- mang menjadi fokus pada penelitian ini). Dan yang ketiga, rumus tersebut harus memungkin- kan penilaian baik untuk relevansi dan keanda- lan dari informasi yang dilaporkan.
Menurut Dahmash et al (2009) yang menjadi acuan peneliti, model atau rumus yang cocok dan memenuhi tiga kriteria tersebut ada- lah model yang dikemukakan oleh Feltham and Ohlson (1995), yaitu :
MVEt = BVEt + δ1 NOAt + δ2 AOEt
Dimana,
o MVEt :nilai pasar dari kekayaan yang dimi- liki perusahaan, periode t
o BVEt :nilai buku dari kekayaan perusahaan sekarang, periode t
o NOAt :vaset operasi bersih, periode t o AOEt : pendapatan operasi abnormal, peri-
ode t. (Juga didefinisikan sebagai pendapa- tan operasi aktual dikurangi dengan penda- patan operasi yang diharapkan sama dengan biaya rata-rata tertimbang modal perusahaan (WACC) dikali dengan aset perusahaan ber- sih yang masih tertinggal.
Namun item akuntansi yang menjadi hal utama dalam analisis ini (goodwill dan aset ti- dak berwujud yang dapat diidentifikasi) adalah merupakan komponen baik untuk aset operasi bersih maupun nilai buku perusahaan, yang di- tunjukan dalam persamaan dibawah ini:
BVEt = (NOA – INT)t + GWt + IDt +
NFAt
Dimana,
o (NOA – INT)t : adalah aset operasi bersih dikurangi dengan total aset tidak berwujud (GW + ID), periode t.
o GWt : goodwill, periode t
o IDt : aset tidak berwujud yang dapat diiden- tifikasi, periode t
o NFAt :aset keuangan bersih, periode t.
Persamaan kedua diatas menyoroti fakta bahwa BVE adalah fungsi linear dari komponen - komponen yang ingin diperiksa dan juga mengingatkan kita untuk mengecualikan keua- ngan perusahaan, kita juga mengharapkan NFA hanya menjadi komponen kecil dari BVE untuk perusahaan yang menjadi sampel. Amir et al.
(1997) mengadopsi variasi yang terpisah dari Persamaan pertama yang juga konsisten dengan Feltham dan Ohlson (1995), sementara juga menghindari multikolinearitas dengan menga- baikan NOA dan BVE dari Persamaan pertama untuk mendukung penggunaan konstituen BVE (yang juga termasuk NOA). Dalam penelitian ini, seperti yang ditunjukkan dalam Persamaan ketiga dibawah ini, peneliti mengikuti Amir et al. (1997) dan memperkirakan variasi model penilaian Feltham dan Ohlson (1995) yang memisahkan dua komponen aset tidak berwujud yang menjadi bahasan dalam penelitian ini (goodwill dan aset tidak berwujud yang dapat diidentifikasi) dari aset operasi bersih.
MVEt = α1 + α2 (NOA – INT)t + α3 GWt + α4 IDt + α5 NFAt + α6 AOEt + εt
Perhitungan nilai r (tingkat diskon) atau biaya modal rata – rata tertimbang untuk men- cari AOE tidaklah gampang. Penelitian terdahu- lu yang dilakukan oleh Dahmash et al (2009) beranggapan bahwa jika mengakui ekuitas dan hutang adalah sumber untuk mendanai aset ma- ka kita dapat menggunakan rata – rata tingkat diskon untuk memperkirakan biaya modal rata – rata tertimbang untuk perusahaan dan juga periode sampel yang telah ditetapkan. Penen- tuan tingkat diskonto (atau biasa disebut WACC) rata-rata selama periode penelitian menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Gitman (2009) yaitu menggunakan proporsi utang dikali dengan ratenya ditambah proporsi modal dikali dengan ratenya, yaitu:
r = (wd * kd ) + (we * ke ) dimana.
o Wd : proporsi utang jangka panjang yang memiliki interest bearing
o Kd : interest bearing dari hutang jangka panjang tersebut setelah pajak ( dikali 1-tax) o we : proporsi modal perusahaan yang dini- lai dari pasar (saham beredar * harga saham di pasar)
o ke : risk free rate ditambah beta dikali risk free rate – market return yaitu [rf + (beta *(rf – rm))]
HASIL DAN PEMBAHASAN
Canibano et al (2000) mengungkapkan bahwa Intangible merupakan sesuatu yang ma- sih diperdebatkan oleh para komunitas akade- mis yang ada diseluruh dunia dikarenakan defi- nisi, klasifikasi dan juga pengukuran akan in- tangible ini yang masih rancu. Canibano et al (2000) mengemukakan bahwa definisi intangi- ble asset yang dikemukakan oleh badan regulasi di seluruh dunia tidak jauh berbeda satu sama lainnya, mereka mendefinisikannya sebagai sumber keuntungan dimasa depan berbentuk non-fisik dan non-moneter yang diberikan ke- pada perusahaan sebagai akibat dari transaksi atau kejadian dimasa lampau. Contoh yang pal- ing terbaru tentang hal ini dapat ditemukan da- lam IAS 38 (2009) yang mendefinisikan seba- gai aset non moneter yang dapat diidentifikasi tanpa substansi fisik. Sebuah aset yang sumber dayanya dikontrol oleh entitas sebagai akibat peristiwa masa lalu (misalnya, pembelian atau penciptaan diri) dan dari manfaat ekonomi masa depan (arus masuk dari kas atau aktiva lain) yang diharapkan.
Beberapa peneliti memberikan definisi yang beragam terkait dengan aset tak berujut.
Belkaoui (2000) mendefinisikan intangible as-
set sebagai sesuatu yang kurang memiliki subs-
tansi fisik, namun sebagai hasil dari legal atau-
pun contractual right. Belkaoui (2000) membe-
dakan aset tidak berwujud dalam dua jenis yaitu
aset tidak berwujud yang tidak dapat diidentifi-
kasi seperti goodwill dan aset tidak berwujud
yang dapat diidentifikasi seperti paten, warala-
ba, merek dagang dsb. Sedangkan Hendriksen
(2001) mengilustrasikan goodwill sebagaimana
jika suatu perusahaan mengakusisi perusahaan
lain, pembelian tersebut mungkin dibayarkan
dengan nilai yang melebihi nilai wajar dari aset
yang dimiliki oleh perusahaan lain. Jumlah dari
kelebihan pembayaran dicatat sebagai aset dan
dicatat sebagai Selisih atas lebihnya biaya pero-
lehan atas aset bersih yang diakuisisi yang juga disebut sebagai goodwill.
Lebih lanjut Hendriksen (2001) juga me- nyebutkan bahwa goodwill hanya muncul aki- bat transaksi pembelian atau akusisi. Perusa- haan yang membeli akan rela untuk membayar lebih banyak dari pada nilai aset yang seharus- nya selain karena goodwill juga karena perusa- haan mungkin memiliki tim managemen yang kuat, memiliki reputasi yang bagus di pasar, metode produksi yang superior, ataupun aset tidak berwujud yang tidak dapat diidentifikasi lainnya. Biaya akusisi yang terjadi diakui sebe- sar nilai wajar pada saat terjadi akusisi dan bi- asanya ditentukan juga oleh pihak appraisal.
Johnson (2005) mengatakan bahwa tu- juan FASB dalam menetapkan standar tidak lain adalah untuk menyajikan informasi yang berguna bagi para investor dan kreditur. Dalam hal ini unsur paling penting adalah karakter ku- alitatif dari laporan tersebut. FASB concept statement no 2, yang berisi tentang Qualitative characteristics of accounting memaparkan bahwa kualitas utama dari informasi akuntasi adalah relevansi (Relevance) dan keandalan (Reliability). Namun kadang kala kedua hal ini tidak bisa berjalan bersamaan,yang mengha- ruskan FASB untuk menetapkan sebuah trade off antara relevansi dan keandalan dalam men- capai keputusan tentang masalah penetapan standar.
Dalam framework yang terdapat dalam IFRS paragraf 24 yang berisi tentang qualitative characteristic of financial reports mengung- kapkan bahwa karakteristik kualitatif adalah sebuah atribut yang membuat informasi yang diberikan dalam bentuk laporan keuangan ber- guna bagi penggunanya. Empat karakteristik kualitatif yang utama adalah dapat dimengerti (understandability), relevan (relevance), kean- dalan (reliability), dan komparatif (comparabili- ty).
Merrill (2007) menambahkan bahwa da- lam pengambilan keputusan didunia bisnis san- gat diperlukan karakteristik kualitatif dari in- formasi akuntansi keuangan yaitu relevansi, keandalan, saling pengertian, komparatif, dan konsistensi, dan yang menjadi kualitas utama adalah relevansi dan keandalan. Juga berdasar- kan Kieso, Weygandt (2010) menyebutkan bahwa informasi yang relevan harus dapat me- mainkan peran yang sangat penting dalam membuat keputusan, sedangkan informasi yang tidak memiliki kekuatan dalam suatu keputusan
dianggap tidak relevan. Suatu informasi yang relevan akan sangat membantu para pengguna untuk meramalkan hasil akhir atas suatu peris- tiwa yang terjadi pada masa lalu, sekarang, maupun masa depan (predictive value). Infor- masi yang relevan juga membantu para peng- guna untuk mengkonfirmasi ataupun mengo- reksi ekspektasi sebelumnya (feedback value).
Dan terakhir, informasi yang relevan harus ter- sedia untuk pengambilan keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kemampuan un- tuk mempengaruhi keputusan yang diambil (timeliness).
Lebih lanjut Kieso, Weygandt (2010) juga memberikan ilustrasi dengan mengguna- kan UPS (united Parcel Service) salah satu pe- rusahaan yang menerbitkan laporan interim, yang informasinya relevan karena menyediakan dasar untuk meramalkan pendapatan tahunan dan juga memberikan sebuah umpan balik un- tuk kinerja sebelumnya, dan UPS pun tidak bo- leh menunda pelaporannya karena informasi tersebut akan semakin kurang bermanfaat da- lam pengambilan keputusan. Kesimpulannya adalah sesuatu disebut relevan jika memiliki nilai prediksi, nilai umpan balik, dan memberi- kan informasi yang tepat waktu.
Sedangkan keandalan informasi harus ditandai oleh apakah itu dapat diverifikasi atau dapat diperiksa (verifiable), representasi yang sebenarnya, dan juga bebas dari kesalahan dan bias (neutrality). Keandalan adalah sebuah ke- perluan karena kebanyakan pengguna informasi tidak memiliki cukup waktu ataupun keahlian untuk menilai kebenaran atas isi dari informasi tersebut.
Abrahams dan Sidhu (1998) menemukan bahwa pengeluaran R & D yang dikapitalisasi- kan memiliki nilai relevan (memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai pasar) dan me- ningkatkan akuntansi berbasis ukuran kinerja perusahaan. Lebih lanjut, Godfrey dan Koh (2001) menunjukkan bahwa, secara keseluruhan aset tak berwujud memiliki nilai yang relevan terkandung dalam laporan keuangan. Apabila aset tidak berwujud yang dirinci menjadi goodwill, dikapitalisasi R & D dan Aset tidak berwujud yang dapat diidentifikasi, Godfrey dan Koh (2001) menemukan bahwa baik good- will dan aset tidak berwujud yang dapat diiden- tifikasi memiliki nilai yang relevan, tetapi tidak untuk R & D yang dikapitalisasi.
Hasil termuan Dahmash et al (2009) me-
nunjukkan bahwa untuk rata-rata perusahaan di
Standardized Coefficients
B Std. Error Beta Tolerance VIF
(Constant) 12.649 0.174 72.77 0
NOAnoINT 1.77E-07 0 0.416 2.201 0.03 0.136 7.379
NFA -1.79E-07 0 -0.154 -1.253 0.21 0.32 3.127
AOE 4.94E-07 0 0.344 2.577 0.01 0.272 3.683
GW -5.83E-07 0 -0.182 -0.922 0.36 0.124 8.064
ID -4.90E-07 0 -0.099 -0.863 0.39 0.369 2.708
1
a. Dependent Variable: MVEln
Tabel 2: Hasil Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
Australia informasi disajikan baik berkenaan dengan goodwill dan aset tidak berwujud yang dapat diidentifikasi adalah nilai yang relevan tetapi tidak dapat diandalkan. Lebih lanjut, me- reka membuktikan secara khusus, goodwill di- laporkan cenderung konservatif sementara Aset tidak berwujud yang dapat diidentifikasi dila- porkan secara agresif atau terbuka. Namun, Shukor et al (2009) menunjukkan bahwa untuk kondisi ekonomi yang tidak stabil dalam suatu negara akan berbeda tingkat nilai relevansi jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi untuk negara – negara yang stabil. Pada penelitian Shukor et al (2009) ini ia mendapat bahwa un- tuk negara yang tidak stabil memiliki kandun- gan nilai yang kurang relevan dalam penyajian aset tidak berwujudnya.
Berdasarkan data dari Indonesian Capital Market Directory 2005, 2006, 2007, dan 2008, nampak bahwa total perusahaan pada tahun 2004 adalah 330 perusahaan, tahun 2005 seba- nyak 339 perusahaan, tahun 2006 sebanyak 343 dan tahun 2007 sebanyak 393. Kemudian dila- kukan pemilihan sampel dengan mengambil perusahaan yang terdaftar di BEJ selama tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007 secara berturut dan juga menyajikan aset tidak berwujud dalam la- porannya.
Pada penelitian ini, peneliti melakukan Uji Simultan (F-test) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan serta untuk melihat apakah model regresi dapat digunakan untuk mempre- diksi variabel dependen atau tidak. Dari tabel 1 terlihat bahwa semua nilai signifikansinya lebih kecil dari 0.05, yaitu sebesar 0.000, hal ini be- rarti bahwa variabel independen (NOA-INT, AOE, GW, dan NFA) yang ada dalam model regresi secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen (LnMVE) yang ada, sehing- ga model regresi tersebut dapat digunakan un- tuk memprediksi variabel dependen.
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Regressio
n 279.883 5 55.977 16.125 .000a
Residual 437.387 126 3.471
Total 717.27 131
Tabel 1: Hasil Output Uji F
ANOVAb
Model 1
a. Predictors: (Constant), ID, GW, NFA, AOE, NOAnoINT b. Dependent Variable: MVEln
Setelah peneliti melakukan uji F, peneliti melakukan uji parsial dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari
variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen, atau seberapa sig- nifikankah satu variabel independen dapat mempengaruhi variabel dependen yang ada da- lam model regresi. Tabel 2 menunjukkan hasil dari uji t. Dengan ini, berikut ini persamaan yang terbentuk berdasarkan tabel 2 tersebut:
dihasilkan nilai konstanta dan koefisien dari variabel independen, sehingga model regresi menjadi:
LnMVEt = 12.649 + 1.767E-7(NOA – INT)t - 5.832E-7GWt - 4.904E-7 IDt - 1.786E-7NFAt + 4.937E-7AOEt + εt
Hasil penelitian menunjukkan bahwa signifikansi t (Sig.) yaitu sebesar 0.358 dan 0,390 yang ternyata lebih besar dari nilai α (0.05). Oleh karena itu, H0 diterima, dan juga memiliki nilai t yang lebih kecil dari 0, yaitu sebesar -0,922 dan -0,863 sehingga dapat dis- impulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel GW dan ID dengan Ln MVE. Dalam pengujian nilai relevansi dan keandalan, hasil nilai signifikan dari uji t yang tidak lebih besar dari nol menunjukan bahwa GW dan ID tidak memiliki kandungan nilai re- levansi serta nilai yang tidak sama dengan 1 menunjukan bahwa GW dan ID pun tidak me- miliki kandungan nilai keandalan.
Hasil uji hipotesis tidak sejalan dengan
kebanyakan penelitian – penelitian sebelumnya
yang dilakukan di luar, dimana Dahmash et al
(2009) menyatakan bahwa walaupun tidak ter-
dapat kandungan nilai keandalan dalam perusa-
haan yang diteliti, namun ada nilai relevansi
yang terkandung dalam Goodwill dan aset tidak
berwujud lainnya. Hal ini juga sejalan dengan
penelitian – penelitian sebelum Dahmash et al
(2009), di antaranya: Abrahams dan Sidhu
(1998) serta Godfrey dan Koh (2001) yang
menguji relevansi nilai goodwill yang dilapor-
kan, dan hasil penelitian mereka pun menyim-
pulkan bahwa ada nilai relevansi yang terkan- dung dalam goodwill tersebut.
Namun, ada berbagai penyebab yang mungkin membuat perbedaan hasil penelitian diantaranya, adanya perbedaan jumlah sampel penelitian ataupun karena adanya perbedaan periode tahun penelitian, dimana pada peneli- tian Dahmash et al (2009) menggunakan peri- ode 1994 sampai dengan 2003. Dengan melihat pada sampel yang lebih luas maka kesimpulan juga dimungkinkan akan berbeda. Namun ada- pun penelitian yang sejalan dengan penelitian ini yaitu penelitian Shukor et al (2009), di mana hasilnya juga tidak ada kandungan nilai rele- vansi dalam aset tidak berwujud baik goodwill maupun lainnya. Dalam penelitiannya Shukor et al (2009) menyebutkan bahwa kondisi eko- nomi suatu negara dapat mempengaruhi nilai relevansi atas aset tidak berwujud yang di saji- kan tersebut. Walaupun dalam penelitan Sriram (2008) menyebutkan bahwa relevansi merupa- kan alat untuk mengukur kesehatan dari keua- ngan perusahaan, namun dalam hal ini menjadi pengecualian karena adanya faktor eksternal yang dialami sebuah negara. Dengan melihat kondisi di Indonesia dan menyesuaikannya dengan tahun penelitian, dapat diketahui bahwa kondisi ekonomi pada tahun penelitian tidaklah stabil.
Jika melihat tahun penelitian (2004 hing- ga 2007) adalah saat dimana masa transisi dari Orde Baru ke Orde Reformasi yang ditandai dengan silih bergantinya Presiden RI dalam waktu relatif singkat. Pembangunan ekonomi akhirnya berjalan tak jelas arahnya. Praktis, dana pembangunan banyak teralokasikan untuk pembiayaan pesta demokrasi yang merupakan perayaan karena telah keluar dari masa – masa terkekang dari era sebelumnya. Kondisi eko- nomi Indonesia mulai membaik dan terkendali setelah dua tahun masa pemerintahan SBY (mulai tahun 2006). Sedikit demi sedikit dana subsidi MIGAS ditarik oleh pemerintah, namun dikarenakan faktor internal dan eksternal seperti adanya korupsi (Indonesia menduduki pering- kat 5 berdasarkan Tempo oktober 2004), pen- gangguran dsb, maka kondisi ekonomi masih dinilai sangat tidak stabil. Dari sinilah Shukor et al (2009) berpendapat bahwa dengan melihat kondisi ekonomi suatu negara, sangatlah mung- kin terjadi perbedaan dalam hasil penelitian jika kita bandingkan dengan penelitian pada negara – negara yang telah stabil.
Kembali kita lihat bahwa penanaman modal yang dilakukan oleh investor pada da- sarnya karena investor tersebut termotivasi dengan adanya trade-off antara risk dan return yang tentu saja tingkat return tersebut sesuai dengan keinginnya. Investasi yang dilakukan akan lebih baik jika memanfaatkan informasi sebanyak mungkin sebagai bahan pertimban- gan. Karena hal ini dapat dijadikan untuk mem- prediksi harga saham dan menjadi pertimban- gan untuk berinvestasi ataupun sebagai alat un- tuk mengetahui kinerja perusahaan. Mengingat bahwa informasi itu penting maka dalam penya- jiannya harus juga memperhatikan relevance dan realibility sehingga kualitas dari informasi yang diberikan dapat membuat informasi terse- but berguna bagi pengambilan keputusan.
Seperti yang kita tahu bahwa kepentingan masing – masing orang berbeda – beda, hal in- ilah yang disebut konflik kepentingan yang ka- dang kala terjadi antara pihak managemen dan pihak investor dimana managemen tidak me- nyajikan informasi tertentu untuk menghindari pandangan buruk yang berakibat pada pengam- bilan keputusan oleh investor nantinya akan menjadi bias. Untuk itu informasi keuangan yang dihasilkan haruslah memenuhi syarat kua- litas tertentu yaitu relevant dan reliable, sehing- ga informasi yang digunakan tidak menye- satkan dalam pengambilan keputusan.
KESIMPULAN