• Tidak ada hasil yang ditemukan

T. Aria Auliandri, Mutiya Kurniastuti Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "T. Aria Auliandri, Mutiya Kurniastuti Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

334 EVALUASI ON-TIME PERFORMANCE PADA MASKAPAI TIGER AIRWAYS

RUTE SURABAYA-SINGAPURA DENGAN MENGGUNAKAN DIAGRAM KONTROL, DIAGRAM PARETO, DAN DIAGRAM SEBAB-AKIBAT

T. Aria Auliandri, Mutiya Kurniastuti

Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga Email: aria@feb.unair.ac.id

Abstract

Pengguna transportasi udara akan memilih penerbangan yang paling cepat, tepat, aman, dan nyaman dengan tidak mengabaikan unsur-unsur keselamatan. Salah satu maskapai yang menerapkan konsep Low Cost Carrier (LCC) dan tidak mengabaikan unsur-unsur keselamatan adalah Tiger Airways. Dengan semakin menjamurnya jumlah pesawat terbang menyebabkan overcapacity dan antrian pesawat baik di darat maupun di udara semakin lama dan semakin panjang. Hal ini menjadi salah satu penyebab jadwal penerbangan terkadang sering tertunda (delay). Alasan yang sering muncul ketika pesawat terlambat (delay) adalah alasan teknis, cuaca, komersial, dan gangguan operasional. Penelitian ini dilakukan dengan mengevaluasi data monthly report on time performance Tiger Airways selama periode yang ditentukan. Perhitungan dengan menggunakan diagram pareto untuk mengidentifikasi prioritas utama penyebab delay dan diagram sebab-akibat untuk mencari akar penyebab masalah utama terjadinya delay. Hasil evaluasi menggunakan metode diagram pareto menunjukkan bahwa 80% dari tingkat delay yang terjadi disebabkan oleh tiga macam delay yaitu: late arrival of aircraft, air traffic control (ATC), dan teknis. Kemudian menggunakan metode diagram sebab-akibat ditemukan akar penyebab dari tiga macam delay yang dihadapi maskapai Tiger Airways. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa delay yang terjadi di setiap kali penerbangan diakibatkan kurang optimalnya kinerja operasional baik dari faktor internal maupun eksternal.

Kata Kunci: ketepatan waktu, on-time performance, delay, kualitas jasa Pendahuluan

Pada saat ini pesawat udara merupakan salah satu moda transportasi yang sudah banyak digunakan oleh masyarakat. Kebutuhan manusia sekarangpun sudah merujuk pada penggunaan pesawat udara yang dapat beroperasi dalam jangka waktu yang singkat dan mampu mengantarkan mereka ke tempat tujuan dengan cepat dan efektif.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat, faktor kenyamanan dan keselamatan sebagai prioritas utama, serta menyediakan cara untuk melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain dengan waktu yang lebih singkat, yaitu perjalanan udara melalui maskapai penerbangan. Oleh karena itu maskapai penerbangan selalu menjadi pilihan masyarakat dalam melakukan perjalanan, baik dengan tujuan rekreasi maupun tujuan bisnis.

Industri jasa transportasi di Indonesia yang sedang berkembang selama beberapa tahun terakhir, terjadi akibat meningkatnya jumlah penumpang penerbangan baik domestik maupun internasional. Hal ini tidak terlepas dari munculnya kategori pelayanan maskapai penerbangan Low Cost Carrier (LCC) yang beroperasi secara efisien sehingga jasa penawaran penerbangan mencapai biaya yang rendah. Salah satu maskapai yang menerapkan

(2)

335 konsep Low Cost Carrier (LCC) ini adalah Tiger Airways yang merupakan sebuah maskapai penerbangan bertarif rendah Singapura.

Ketepatan waktu atau On-Time Performance sudah menjadi tolak ukur kepercayaan dari pemakai jasa yang menjadi pilihan untuk melakukan perjalanan. On-Time Performance adalah suatu keadaan ketika waktu keberangkatan dan waktu kedatangan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Suatu pesawat udara memiliki nilai guna saat pesawat udara tersebut berada di udara. Semakin lama pesawat udara mengudara, semakin banyak keuntungan yang dihasilkan. Oleh karena itu ketepatan waktu penerbangan atau on-time performance sangat diperhitungkan.

Keberhasilan kinerja sebuah bandar udara berdasarkan kualitas keselamatan, keamanan penerbangan, kualitas ketepatan waktu penerbangan, dan kualitas pelayanan secara umum. Ketepatan waktu penerbangan saat ini dinilai masih kurang. Pengguna transportasi udara akan memilih penerbangan yang paling cepat, tepat, aman, dan nyaman dengan tidak mengabaikan unsur-unsur keselamatan. Operator penerbangan di Indonesia saat ini dinilai semakin berkembang pesat, terlihat dari bertambahnya pesawat-pesawat baru setiap bulannya. Dengan semakin menjamurnya jumlah pesawat terbang menyebabkan overcapacity dan antrian pesawat baik di darat maupun di udara semakin lama dan semakin panjang. Hal ini menjadi salah satu penyebab jadwal penerbangan terkadang sering tertunda (delay). Alasan yang sering muncul ketika pesawat terlambat (delay) adalah alasan teknis, cuaca, komersial, dan gangguan operasional.

Landasan Teori Kualitas

Garvin dalam Foster (2007:4) mendefinisikan kualitas ke dalam lima dimensi atau lebih populernya dimensi kualitas, mencakup transcendent, product-based, user based, manufacturing based, atau value-based, diantaranya:

1. Transcendent, menunjukkan kualitas sebagai suatu hal yang hanya bisa dipahami dengan intuisi, tetapi hampir tidak mungkin untuk dikomunikasikan.

2. Product-based, dinyatakan dalam suatu komponen-komponen dan atribut-atribut yang melekat pada suatu produk.

3. User based, suatu produk dikatakan berkualitas bagus, jika konsumen mendapatkan kepuasan.

4. Manufacturing based, kualitas suatu produk dapat dicapai apabila produk tersebut sesuai dengan spesifikasi desain yang diinginkan.

5. Value-based, jika suatu produk memberikan nilai yang baik untuk harga yang telah dibayar oleh konsumen.

Jasa

Jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukanlah produk atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada saat bersamaan, dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan, hiburan, kecepatan, dan kesehatan) yang secara prinsip tidak berwujud pada pembeli pertamanya (Zeithaml, 2003:3).

(3)

336 Karakteristik Jasa

Philip Kotler (2003) menyebutkan bahwa pada umumnya jasa memiliki empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi desain program pemasaran di antaranya:

1. Tidak berwujud (intangibility), karena jasa tidak berwujud. Biasanya jasa dirasakan secara subjektif dan ketika jasa di deskripsikan oleh pelanggan, ekspresi seperti pengalaman, kepercayaan, perasaan, dan keamanan adalah tolak ukur yang di pakai. Inti dari suatu jasa adalah ketidak berwujudan dari fenomena itu sendiri. Oleh karena tingginya derajat ketidakberwujudannya maka jasa sulit di evaluasi oleh pelanggan. 2. Tidak terpisahkan (inseparability), biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara

bersamaan. Hal ini tidak berlaku bagi barang-barang fisik, yang diproduksi, disimpan sebagai persediaan, didistribusikan melalui banyak penjual, dan dikonsumsi kemudian.jika seseorang memberikan jasa tersebut, pemyediaan adalah bagian dari jasa itu.

3. Bervariasi (variability), karena bergantung pada siapa yang memberikannya, kapan dan dimana diberikannya, jasa sangat bervariasi. Selain itu karena proses produksi dan penyampaiannya dilakukan oleh manusia. Oleh karena manusia mempunyai sifat yang tidak konsisten sehingga penyampaian suatu jasa belum tentu sama terhadap tiap-tiap pelanggan.

4. Tidak tahan lama (perishabity), jasa tidak dapat disimpan. Sifat jasa sangat mudah rusak (perishability) teresebut tidak akan menjadi masalah apabila permintaan tetap berjalan lancar. Jika perusahaan berfluktuasi, perusahaan-perusahaan jasa menghadapi masalah yang rumit.

Kualitas Jasa

Kualitas jasa didefinisikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2011).

Faktor-faktor Buruknya Kualitas Jasa

Untuk menarik konsumen maka sebuah perusahaan baik perusahaan jasa atau produk wajib memberikan suatu kualitas jasa yang baik untuk konsumennya. Namun terkadang perusahaan belum bisa melakukan hal tersebut dikarenakan masih ada beberapa faktor yang menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk. Faktor – faktor tersebut meliputi:

1. Produksi dan Konsumsi yang terjadi secara simultan

Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah Inseparability, artinya jasa diproduksi dan di konsumsi pada saat yang bersamaan. Beberapa kekuranggan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa misalnya:

a. Tidak terampil dalam melayani pelanggan. b. Cara berpakaian tidak sesuai.

c. Tutur katanya tidak sopan dan kurang menyenangkan. 2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi.

3. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai. 4. Kesenjangan – kesenjangan komunikasi.

Kesenjangan komunikasi yang sering terjadi:

a. Perusahaan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat memenuhinya.

(4)

337 b. Perusahaan tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru kepada pelanggan,

misalnya yang berkaitan dengan perubahan prosedur/aturan.

5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama karena pelanggan adalah manusia yang bersifat unik, karena memiliki perasaan dan emosi.

6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan. 7. Visi bisnis jangka pendek.

Lima Dimensi dari Kualitas Jasa

Barry dan Parasuraman (1994) mengidentifikasi lima dimensi yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa, yaitu seperti berikut:

1. Bukti Langsung (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Keandalan (Reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.

3. Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan (Assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki staf; bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.

5. Empati (Empathy), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Kelima dimensi diatas dapat disebut juga SERVQUAL yang berfungsi sebagai alat analisis untuk mengukur kualitas pelayanan (Parasuraman, et al., 1985).

Statistical Quality Control

Statistical Quality Control (SQC) adalah alat statistik yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas organisasi. Alat pengendalian kualitas secara statistik merupakan metode statistik yang menerapkan teori probabilitas dalam pengujian atau pemeriksaan sampel pada kegiatan pengendalian kualitas suatu produk atau pelayanan (Nasution, 2005).

Statistical quality control bisa dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut: 1. Statistik Deskriptif (Descriptive Statistics) – digunakan untuk menggambarkan

karakteristik kualitas dan hubungan.

2. Statistical process control (SPC) – melibatkan pemeriksaan sampel secara acak dari output sebuah proses dan memutuskan apakah proses ini menghasilkan produk dengan karakteristik yang berada dalam kisaran standar yang telah ditentukan.

3. Acceptance sampling – proses pemeriksaan sampel barang secara acak dan memutuskan apakah akan menerima seluruh barang berdasarkan hasil. Sampling penerimaan menentukan apakah batch barang harus diterima atau ditolak.

Ketiga kategori statistical quality control sangat membantu dalam mengukur dan mengevaluasi kualitas produk atau pelayanan. Namun, alat pengawasan kualitas statistical process control yang paling sering digunakan karena mereka mengidentifikasi masalah kualitas selama proses produksi (Reid, 2010). Tujuan pengawasan kualitas secara statistik adalah untuk menunjukkan tingkat reliabilitas sampel dan bagaimana cara mengawasi risiko. Teknik pengawasan kualitas secara statistik juga membantu pengawasan pemrosesan melalui pemberian peringatan apabila terjadi penyimpangan (Nasution, 2005).

(5)

338 Diagram Kontrol (Control Chart)

Diagram kontrol merupakan salah satu metode pengawasan kualitas, dikembangkan oleh Walter Shewhart (1924), yang dapat mengukur kinerja kualitas. Diagram kontrol dipergunakan untuk mengukur rata-rata, variabel dan atribut. Variabel berhubungan dengan rata-rata dan besarnya deviasi serta untuk mengetahui sumbu terjadinya variasi proses (Nasution, 2005). Besarnya deviasi (sigma) yang dapat digunakan dalam diagram kontrol yaitu dari 1-3 sigma untuk menentukan batas kontrol. Kegunaan alat analisis diagram kontrol untuk melihat penyimpangan yang terjadi pada pelaksaan kegiatan operasional. Terdapat lima macam metode diagram kontrol yaitu sebagai berikut:

1. Diagram kontrol p atau Np (sampel size konstan) 2. Diagram kontrol rata-rata (x bar)

3. Diagram kontrol Range (R) 4. Diagram kontrol cacat C

5. Diagram kontrol cacat 100% inspeksi (p-chart) (size tidak konstan) Pareto Chart

Pareto chart digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama dalam prosesnya (Nasution, 2005). Pareto chart dapat menunjukkan prioritas penyimpangan dan memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan.

Kegunaan Pareto Chart

Pareto Chart bertujuan untuk menemukan atau mengetahui prioritas utama dari masalah yang dihadapi dan merupakan kunci dalam penyelesaian masalah yang dihadapi dan perbandingan terhadap keseluruhan. Kegunaan pareto chart antara lain:

1. Menunjukkan masalah utama dengan menunjukkan urutan prioritas dari beberapa masalah.

2. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan. 3. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan perbaikan pada daerah terbatas. 4. Menunjukkan perbandingan masing-masing masalah sebelum dan sesudah perbaikan. Diagram Sebab-Akibat

Diagram sebab-akibat atau sering disebut juga sebagai fishbone diagram atau ishikawa diagram, sesuai dengan nama Prof. Kaoru Ishikawa dari Jepang yang memperkenalkan diagram ini. Diagram sebab-akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang terjadi (Nasution, 2005). Kegunaan dari diagram sebab-akibat adalah untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab dari permasalahan kualitas agar dapat diperbaiki.

Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut (Gaspersz, 1998):

1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab suatu masalah 2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah

(6)

339 3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut

Metodelogi Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus eksploratif karena studi ini harus dilaksanakan dengan melakukan wawancara pada partisipan (perwakilan manager Tiger Air station Juanda Airport Surabaya), dalam periode waktu tertentu, di sebuah tempat tertentu yaitu kantor operasional Tiger Airways di Terminal 2 Bandara Internasional Juanda Surabaya.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara (in-depth-interview) langsung (face-to-face) pada informan terpilih selanjutnya melakukan penelaahan dokumen terpilih. Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis (Yin, 2011:133-140). Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan di mana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik (Yin, 2011:133-140). Wawancara dapat dilakukan dengan (1) tanpa daftar pertanyaan; (2) menggunakan kerangka yang dipakai pedoman tentang apa yang akan ditanyakan; dan (3) menggunakan daftar pertanyaan.

Pembatasan permasalahan ini bertujuan agar penelitian lebih terfokus pada pokok permasalahan. Batasan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada PT. Gapura Angkasa sebagai perusahaan penyedia jasa ground handling sekaligus ground staff yang memberikan pelayanan sejak penumpang lapor ke check in counter sampai di baggage claim/terminal kedatangan penumpang pesawat. Dan maskapai Tiger Airways sebagai salah satu maskapai yang dipilih untuk mengetahui bagaimana penanganan pelayanan yang diberikan selama proses pre-flight hingga post flight.

2. Penelitian hanya dilakukan di Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya dan dibantu oleh PT. Gapura Angkasa sebagai perusahaan yang membantu kegiatan operasional maskapai Tiger Airways sejak penumpang lapor ke check in counter sampai di baggage claim/terminal kedatangan penumpang pesawat.

3. Penelitian juga berfokus pada proses pelayanan penumpang jika terjadi delay yang dilakukan oleh PT. Gapura Angkasa terhadap maskapai Tiger Airways di Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya.

4. Evaluasi yang dilakukan menggunakan data berupa data jumlah penerbangan setiap bulan, jumlah delay per bulan, total nilai on-time performance per bulan, serta data penyebab delay yang terdapat pada OTP report and summary maskapai Tiger Airways.

5. Evaluasi dilakukan dengan alat kualitas diagram kontrol, diagram pareto, dan diagram sebab-akibat.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis pada penelitian ini mencakup jawaban mengenai bagaimana evaluasi dari on-time performance sebagai upaya untuk mengawasi dan meningkatkan kualitas jasa pada maskapai Tiger Airways sebagai maskapai dengan konsep LCC, Sehingga dapat diketahui apa penyebab menurunnya nilai on-time performance dan terjadinya delay.

(7)

340 Diagram Kontrol

Diagram kontrol akan digunakan untuk melihat adakah penyimpangan yang terjadi pada pelaksanaan kegiatan operasional maskapai, sehingga peneliti akan menggunakan diagram kontrol cacat 100% inspeksi sebagai bahan evaluasi. Besarnya sigma yang digunakan dalam metode ini adalah 3 sigma untuk menentukan batas kontrol. Untuk menyusun diagram kontrol ini menurut A.V. Feigeumbaum (1996) yaitu sebagai berikut:

1. Menentukan data yang dibutuhkan

Tabel 4.2

Data Penerbangan Bulanan Tiger Airways Rute Surabaya - Singapura Tahun 2015-2016

Sumber: Data Sekunder Diolah

Setelah ditentukan data maka dengan itu dapat menentukan Garis Sentral (CL), Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) yaitu sebagai berikut:

2. Menghitung rata-rata penerbangan per periode (ā) (ā) = jumlah penerbangan per periode / period (ā) = 281/12 = 23.42

3. Kemudian, menghitung rata-rata delay per periode (ĉ) (ĉ) = jumlah delay per periode / period

(ĉ) = 74/12 = 6.12

4. Setelah diketahui (ĉ), lalu hitung delay maksimum dan delay minimum Delay maksimum = ĉ + 3√ĉ = 6.12 + 3√6.12 = 13.54

Delay minimum = ĉ - 3√ĉ = 6.12 - 3√6.12 = -1.30 = 0

5. Setelah diketahui ā, ĉ, delay maksimum, dan delay minimum, tentukan garis sentral (CL), batas kontrol atas (BKA), dan batas kontrol bawah (BKB).

CL = ĉ/ā x 100%

CL = 6.12/23.42 x 100% = 26.13% BKA = delay maksimum / ā x 100% BKA = 13.54 / 23.42 x 100% = 57.81% BKB = delay minimum / ā x 100% BKB = -1.30 / 23.42 x 100% = -5.55% = 0 Bulan Jumlah Penerbangan Jumlah Delay Persentase Delay Mei 2015 22 2 9.09% Juni 2015 23 4 17.39% Juli 2015 26 0 0.00% Agustus 2015 26 1 3.85% September 2015 22 2 9.09% Oktober 2015 23 2 8.70% November 2015 20 6 30.00% Desember 2015 26 14 53.85% Januari 2016 23 14 60.87% Februari 2016 25 7 28.00% Maret 2016 27 13 48.15% April 2016 18 9 50.00% Jumlah 281 74

(8)

341 Setelah ditentukan garis sentral, batas kontrol atas, dan batas kontrol bawah, maka dapat dibuat diagram kontrol sebagai berikut:

Sumber: Data Sekunder Diolah Gambar 4.5

Diagram Kontrol Tahun 2015-2016

Berdasarkan gambar 4.5 diketahui bahwa ada satu titik yang terjadi delay melewati batas kontrol atas ( BKA) yaitu pada bulan Januari 2016. Pada bulan Januari 2016 tingkat delay sebesar 60.87% lebih besar daripada BKA sebesar 57.81%, hal ini disebabkan akibat pada bulan Januari ini sudah memasuki musim penghujan, dimana keadaan di sekitar bandara akan mempengaruhi keberangkatan maupun kedatangan penerbangan. Pada bulan Juli 2015 persentase delay sebesar 0.00% sama dengan nilai BKB sebesar 0.00% yang menandakan bahwa tidak terjadi delay di waktu tersebut meskipun pada bulan Juli biasanya merupakan peak season karena musim liburan.

Pareto Chart

Pareto Chart dalam penelitian ini menunjukkan prioritas penyimpangan dan memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan. Untuk dapat menyusun Pareto Chart dibutuhkan data mengenai permasalahan yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.3

Data Penyebab Delay Tahun 2015-2016 Penyebab Delay Frekuensi Jumlah

Kumulatif Persentase Jumlah Kumulatif Persentase Kumulatif Late Arrival of Aircraft 57 57 79.17% 79.17%

ATC (Air Traffic Control) 11 68 15.27% 94.44% Teknis 2 70 2.80% 97.24% Fuel Uplift 1 71 1.38% 98.62% Equipment Shortage 1 72 1.38% 100.00% Jumlah 72 100.00%

(9)

342 Berdasarkan data penyebab delay pada tabel 4.3, maka dapat dibuat Pareto Chart yaitu sebagai berikut:

Sumber: Data Sekunder Diolah Gambar 4.6

Penyebab Delay Tahun 2015-2016

Berdasarkan gambar 4.6 diatas, terlihat bahwa delay yang terjadi disebabkan dari tiga macam delay yaitu: Late Arrival of Aircraft, ATC (Air Traffic Control), dan Teknis. Tingkat delay yang disebabkan oleh late arrival of aircraft selama 12 bulan sebesar 79,17%. Tingkat delay yang disebabkan oleh ATC sebesar 15,27%. Tingkat delay yang disebabkan oleh Teknis sebesar 2,80%. Hasil ini membantu memusatkan penyelesaian masalah dari ketiga masalah utama yang ada. Ketiga masalah tersebut merupakan masalah yang berasal dari faktor internal, sehingga dapat dilakukan tindakan korektif secara langsung. Selanjutnya, perlu dicari akar penyebab dari ketiga masalah utama menggunakan diagram sebab-akibat. Diagram Sebab-Akibat

Untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab dari permasalahan kualitas agar dapat diperbaiki, maka perlu di analisis menggunakan diagram sebab-akibat. Berdasarkan hasil dari Pareto Chart dapat dicari akar penyebab masalah dari ketiga masalah utama dengan menggunakan diagram sebab-akibat. Data mentah didapatkan dari hasil wawancara dengan manager supervisor maskapai Tiger Air (Lampiran 2). Gambar diagram sebab-akibat tersebut merupakan gambaran penyebab terjadinya delay yang sebagaimana telah diidentifikasi menggunakan Pareto Chart. Penyebabnya adalah:

1. Late Arrival of Aircraft

a. Delay dari stasiun/bandara sebelumnya.

Keterlambatan kedatangan pesawat biasanya disebabkan karena delay yang terjadi sebelumnya di bandara asal atau bandara sebelumnya. Namun, penyebab delay dari bandara sebelumnya ini sangat erat kaitannya dengan masalah yang terjadi yaitu:

a. Listrik padam, kejadian tersebut mempengaruhi kegiatan operasional bandara sebab banyak kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan tenaga listrik. Apabila listrik padam maka tidak bisa dihindari masalah akan timbul salah satunya delay, sebab jika saat proses check in hingga penumpang akan melakukan boarding mengalami gangguan akan mempengaruhi proses keberangkatan karena petugas akan kesulitan mengecek manifest

(10)

343 penumpangnya. Dan petugas ATC pun akan mengalami gangguan dalam pengaturan penerbangan pesawat.

b. Tidak mendapat aviobridge, jika pesawat landing/take off lalu tidak mendapat aviobridge (garbarata) maka akan memperlambat kegiatan operasional baik dari sisi petugas maskapai maupun ground handling dan penumpang. Sehingga hal tersebut dapat memperlambat waktu yang digunakan dan akan mempersulit penumpang jika ada penumpang yang harus menggunakan kursi roda.

2. ATC (Air Traffic Control) a. VVIP

ATC akan memastikan tidak ada pesawat yang landing/take off saat ada VVIP, sehingga semua penerbangan akan di tahan dan hal ini akan menyebabkan terjadinya delay pada penerbangan yang akan terbang dari bandara Juanda maupun menuju bandara Juanda. Yang termasuk VVIP disini biasanya Presiden dan Wakil Presiden serta Tamu Kenegaraan.

b. Cuaca

Pengaruh cuaca sangat mempengaruhi penerbangan karena apabila cuaca buruk maka ATC berhak untuk tidak mengizinkan adanya penerbangan menuju dan dari bandara Juanda. Dan bila hal tersebut sudah terlanjur terjadi biasanya akan ada pengalihan pendaratan di bandara sebelumnya bandara yang dituju.

c. Antrian take off/landing

Antrian akan terjadi saat ada VVIP dan cuaca buruk sehingga akan berimbas pada terlambatnya beberapa penerbangan. Dan antrian dapat terjadi pula bila keadaan parkir pesawat saat itu penuh sehingga mau tidak mau pesawat yang akan landing harus menunggu.

3. Teknis

Dalam kegiatan operasional penerbangan masalah teknis sering terjadi dan biasanya masalah kerusakan mesin, hal ini akan sangat mengganggu penerbangan bila masalah teknis tersebut terjadi saat penerbangan berlangsung. Meskipun demikian bila masalah kerusakan mesin sebelum penerbangan terjadi juga akan menimbulkan keterlambatan dari jadwal penerbangan yang seharusnya.

Gambar 4.7 Diagram Sebab-Akibat

(11)

344 Mengevaluasi on-time performance sebagai upaya mengawasi dan meningkatkan kualitas jasa, membutuhkan sebuah metode yang dapat menelusuri dan mengkaji penyebab-penyebab di dalamnya. Penggunaan the basic seven tools of quality dapat mengetahui dan membuka penyebab masalah yang sering mengganggu maskapai Tiger Air dalam menjaga kualitas jasa yang diberikan kepada penumpang. The basic seven tools of quality yang digunakan hanya tiga tools saja, yaitu control chart, pareto chart, dan cause and effect diagrams. Alasan pemakaian tiga alat metode dikarenakan minimnya data yang akan digunakan untuk mengevaluasi data bila harus menggunakan ketujuh alat metode yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan, pada gambar 4.5, bahwa pada bulan Januari 2016 terdapat tingkat delay yang melewati batas kontrol atas (BKA) dan tidak terdapat tingkat delay yang melewati batas kontrol bawah (BKB). Delay dalam hal ini sudah menjadi ancaman bagi pihak maskapai sebab mereka mentargetkan OTP diatas 95% sehingga sekecil apapun tingkat delay yang terjadi akan menjadi masalah yang mengakibatkan penyimpangan. Berdasarkan gambar 4.6, ditemukan tiga masalah yang mengakibatkan penyimpangan yaitu: late arrival of aircraft, air traffic control (ATC), dan teknis. Selanjutnya, pada gambar 4.7, ditemukan akar penyebab dari ketiga masalah yang dapat dilakukan tindakan korektif secara efektif sebagai alternarif bagi Tiger Air agar tetap dapat mempertahankan nilai on-time performance diatas 95%.

Permasalahan on-time performance berkaitan dengan lima dimensi kualitas jasa yaitu bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati. Dimensi bukti langsung dalam maskapai penerbangan merupakan cara menunjukkan tangibles ke pelanggan, seperti kebersihan di dalam pesawat mengingat Tiger Air merupakan maskapai penerbangan Internasional sehingga hal tersebut penting diperhatikan. Dimensi keandalan dalam maskapai penerbangan merupakan ketepatan penyampaian pelayanan pada kegiatan operasional kepada pelanggan. Dimensi daya tanggap merupakan tingkat kecepatan layanan dengan permintaan pelanggan. Dimensi jaminan merupakan cara maskapai penerbangan untuk membuat nyaman dan tenang saat terbang serta percaya dengan pelayanan yang diberikan pihak maskapai. Dimensi empati dalam maskapai penerbangan merupakan cara kru bersikap baik kepada pelanggan.

Permasalahan on-time performance sangat berhubungan dengan dimensi keandalan, dimana dalam hal ini ketepatan penyampaian pelayanan pada kegiatan operasional mempengaruhi kepercayaan pelanggan yang mempunyai harapan terhadap pelayanan yang diberikan pihak maskapai penerbangan. Pelanggan mengharapkan agar maskapai penerbangan dapat diandalkan dalam menyediakan jasa yang diberikan. Ketika pelanggan memutuskan untuk melakukan sebuah penerbangan, maka pelanggan berharap bahwa penerbangan itu tepat waktu baik keberangkatan maupun kedatangan. Pelanggan memilih melakukan perjalanan udara karena saat ini penerbangan dianggap cara yang tepat untuk dapat sampai ke tempat tujuan dengan cepat dan pelanggan memutuskan untuk mendapat pelayanan tepat waktu. Apabila maskapai penerbangan tidak mampu menyediakan pelayanan tepat waktu, maka hal itu akan ditandai oleh pelanggan sebagai ketidakandalan pelayanan yang diberikan.

Simpulan

1. Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, wawancara, dan arsip data yang dilakukan pada maskapai Tiger Airways, diketahui bahwa on time performance merupakan indikator utama bagi maskapai penerbangan dan faktor krusial sebab berhubungan dengan groundtime dan kepuasan pelanggan. Dimana waktu pelayanan telah tertuang dalam sebuah perjanjian atau SLA (Service Level Agreement) dan bisa

(12)

345 saja jika OTP tidak tercapai maka akan timbul kerugian baik berupa materiil maupun non materiil.

2. OTP atau on time performance adalah salah satu penilaian kualitas pelayanan ground handling bagi PT. Gapura Angkasa untuk dapat mengukur kinerja dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Termasuk pada maskapai Tiger Airways sebagai salah satu maskapai yang pelayanan pelanggannya dilakukan oleh PT. Gapura Angkasa. Jika OTP satu penerbangan tidak tercapai artinya terjadi delay. Dan jika delay terjadi tentunya akan berdampak pada dimensi keandalan sebagai ukuran kualitas jasa yang diharapkan pelanggan mengalami penurunan, karena pelanggan akan merasa tidak nyaman dengan penerbangan yang akan dilakukannya.

3. Kasus delay yang terjadi diakibatkan oleh tiga masalah yaitu: Late Arrival of Aircraft, ATC (Air Traffic Control), dan Teknis.

4. Dalam hasil evaluasi menggunakan metode diagram kontrol menunjukkan bahwa tingkat delay yang melewati BKA terjadi pada bulan Januari 2016 dengan persentase sebesar 60,87% dimana pada bulan itu jumlah delay yang terjadi sebanyak 14 kali dengan jumlah penerbangan sebanyak 23 kali. Hal ini merupakan ancaman bagi maskapai karena standar nilai OTP yang ditargetkan 95% sehingga hal seperti itu tidak seharusnya terjadi dan hal ini menjadi bahan pengawasan untuk tidak menurunkan harapan pelanggan terhadap maskapai Tiger Airways.

5. Hasil evaluasi menggunakan metode diagram pareto menunjukkan bahwa 80% dari tingkat delay yang terjadi disebabkan oleh tiga macam delay yaitu: late arrival of aircraft, air traffic control (ATC), dan teknis. Kemudian menggunakan metode diagram sebab-akibat ditemukan akar penyebab dari tiga macam delay yang dihadapi maskapai Tiger Airways, sehingga pihak maskapai dapat memberikan pengawasan lebih mendalam dan melakukan koordinasi dengan pihak bandara serta pihak ground handling. Tiger Airways dapat melakukan kontrol bagi pelayanan yang diberikan dan mengontrol kegiatan operasional lainnya guna menjaga kualitas jasanya.

Saran

1. Bagi pihak penyedia jasa ground handling yaitu PT. Gapura Angkasa Cabang Surabaya agar dapat menempatkan sumber daya manusia (karyawan) sesuai dengan kualifikasi tugas yang dibebankan agar dapat melayani pelanggan dalam hal ini penumpang maskapai Tiger Airways dengan sebaik mungkin. Berusaha memenuhi tanggung jawab yang tertuang dalam SLA (Servive Level Agreement).

2. Bagi pihak maskapai Tiger Airways dapat menyusun struktur organisasi yang sesuai dengan tugas masing-masing agar tidak terjadi ketimpangan dalam memenuhi tanggung jawabnya, kemudian melakukan pengawasan dan peningkatan agar pelayanan yang diberikan kepada penumpang dapat sesuai dengan harapan penumpang. Mempertahankan kualitas jasa pelayanan yang sesuai standar penerbangan internasional. Dan mengupayakan koordinasi dengan pihak ground handling dan bandara agar dapat meminimalisir terjadinya delay pada setiap penerbangan.

(13)

346 Daftar Pustaka

Berry, Leonard, A. Parasuraman, dan Valerie A. Zeithaml. 1994. Improving service quality in America: Lesson learned dalam Academy of Management Executive, Vol. 8, No.2, h. 32-52

Boone, Captain Pat. 2009. IATA Delay Codes. (Online), (www.b737mrg.net, diakses tanggal 22 Oktober 2016).

Chowdary, Nimit dan Monika Prakash. 2007. Prioritizing service quality dimensions dalam Managing Service Quality, Vol. 17, No.5, h. 493-509

Foster, S. Thomas. 2007. Managing Quality: Integrating the Supply Chain. Third Edition. United States: Pearson Education, Inc.

Kotler, Philip. 2005. Dasar-dasar Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

Nasution, M. 2005. MANAJEMEN MUTU TERPADU (Total Quality Management). Edisi kedua, Bogor: Ghalia Indonesia.

Niehues, Alexander et al. 2001. Punctuality: How Airlines Can Improve On-Time Performance. Booz-Allen & Hamilton., (Online), h. 1-16, (http://www.aviation.go.th/rbm/Punctuality.pdf , diakses tanggal 16 Oktober 2016).

Parasuraman, A., Valarie A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry. 1985. A Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for Future Research dalam Journal of Marketing, Vol. 49, h. 41-50

Gambar

Diagram  kontrol  akan  digunakan  untuk  melihat  adakah  penyimpangan  yang  terjadi  pada  pelaksanaan  kegiatan  operasional  maskapai,  sehingga  peneliti  akan  menggunakan  diagram  kontrol  cacat  100%  inspeksi  sebagai  bahan  evaluasi
Diagram Kontrol Tahun 2015-2016
Diagram Sebab-Akibat
Gambar 4.7  Diagram Sebab-Akibat

Referensi

Dokumen terkait

Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan melalui observasi pembelajaran dikelas X SMAN 1 Kabandungan menggambarkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dalam

Berdasarkan dari semua pengujian yang telah dilakukan, diketahui bahwa semua perangkat dapat berjalan dengan baik dan alat instrumen ini dapat dioperasikan pada

Kemudian bagi manusia yang memiliki lebih dari satu kebajikan tertentu dalam dirinya akan disebut sebagai divergent.. Para divergent akan diasingkan dan

Kondisi ini menyebabkan satu kelompok merasa lebih berkuasa dari kelompok yang lain, sehingga mempunyai kekuasaan ( power ) untuk menekan kelompok yang lain

a. Melaksanakan penyerahan mahasiswa PPL dari pihak jurusan kepada pihak dinas. Dalam kegiatan penyerahan ini mahasiswa PPL diserahkan secara langsung oleh Dosen

Pihak yang terkait dengan penelitian ini, mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya Fakultas Psikologi, Fakultas Ekonomi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan

Dengan diagram sebab-akibat ditemukan akar penyebab dari ketiga masalah utama dan hasil tersebut menunjukkan bahwa permalahan berada di dalam prosedur kegiatan

Berdasarkan simulasi hasil uji coba yang telah dilakukan, perangkat lunak yang dibuat dapat digunakan untuk mensimulasikan medan gelombang ultrasonik dengan model