• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

Bab

4

4

PERHITUNGAN DAN ANALISIS

4.1 PENENTUAN PARAMETER TANAH

4.1.1 Parameter Kekuatan Tanah c dan

Langkah awal dari perencanaan pembangunan terowongan adalah dengan melakukan kegiatan penyelidikan tanah. Penyelidikan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data-data yang diperlukan bagi analisis penggalian dan desain lining terowongan. Penyelidikan tanah yang dilakukan terdiri dari penyelidikan lapangan dan uji laboratorium. Data-data yang diperoleh dari penyelidikan tanah berupa parameter-parameter tanah dan batuan, jenis dan karakteristik tanah dan batuan, serta kondisi muka air tanah. Informasi ini akan digunakan sebagai input dalam perencanaan terowongan.

Dari rencana lintasan yang akan kami bahas, terowongan Irigasi Panti Rao akan melewati dua segmen, yaitu lapisan tanah dan batuan. Berikut ini data tanah hasil uji laboratorium dan lapangan yang ditampilkan dalam bentuk tabel.

Tabel 4. 1 Data Tanah untuk Segmen Tanah

Kedalaman Jenis Tanah/Batuan N

(kN/m3) sat (kN/m3)PI CCDCD (º) 0.00 - 5.00 Gravely Tuff 47 18 18.5 14 10 34 5.00 - 12.27 Gravely Clay 34 17 17.5 25 7 30 12.27 - 16.36 Gravelly Tuff 51 18 18.5 14 15 34 16.36 - 25.45 Gravelly Clay 40 17 17.5 35 10 28

Tabel 4. 2 Data Tanah untuk Segmen Batuan

Kedalaman Jenis Tanah/Batuan N

(kN/m3) sat (kN/m3)PI CCD (kPa) CD (º) 0.00 - 2.68 Gravely Clay 32 17 17.5 40 6 28 2.68 - 5.86 Gravely Tuff 50 18 18.5 15 15 32 5.86 - 13.22 Gravelly Sand 46 18 18.5 20 10 31 13.22 - 23.62 Andesit Lava 100 20 20 (RQD = 60%)

(2)

Karena keterbatasan data yang diperoleh ada beberapa parameter tanah yang belum diketahui sebagai input parameter tanah dalam program PLAXIS 3D seperti modulus elastisitas (E50), Poisson Ratio (), dan K0. Oleh karena itu, untuk menentukan

parameter-parameter tersebut perlu dilakukan korelasi dari parameter-parameter-parameter-parameter yang ada.

4.1.2 Koefisien tekanan At-Rest (K0)

Dengan mengasumsikan jenis tanah normally consolidated, K0 dapat ditentukan

menggunakan rumus berikut:

K0 = 1 - sin  (Jacky, 1946) 4.1.3 Poisson Ratio

Adapun hubungan antara nilai K0 dengan angka poisson yang digambarkan dalam

persamaan sebagai berikut: K0 =    1 atau  = 0 0 1 K K4.1.4 Modulus Elastisitas

Dalam menentukan nilai modulus elastisitas suatu tanah undrained dapat dilakukan dengan mengkorelasikan dengan nilai N-SPT. Karena jenis tanah dalam studi kasus ini umumnya tanah gravel dengan nilai N-SPT > 15, maka:

E = 600 (N + 6) + 2000 (Mitchel and Gardner, 1975)

Sedangkan untuk tipe material drained diambil nilai 2/3 dari modulus elastisitas undrained.

Berikut ini hasil dari korelasi yang didapatkan dan disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 4. 3 Hasil Korelasi Parameter Tanah Pada Tanah

Kedalaman Jenis Tanah/Batuan Es (kPa) Ko  EsCD (kPa) Ko  0.00 - 5.00 Gravely Tuff 33800 0.66 0.40 22533 0.44 0.31 5.00 - 12.27 Gravely Clay 26000 0.67 0.40 17333 0.50 0.33 12.27 - 16.36 Gravelly Tuff 36200 0.64 0.39 24133 0.44 0.31 16.36 - 25.45 Gravelly Clay 29600 0.58 0.37 19733 0.53 0.35

Tabel 4. 4 Hasil Korelasi Parameter Tanah Pada Segmen Batuan

Kedalaman Jenis Tanah/Batuan EsUU (kPa) Ko  EsCD (kPa) Ko  0.00 - 2.68 Gravely Clay 24800 0.74 0.43 16533 0.53 0.35 2.68 - 5.86 Gravely Tuff 35600 0.66 0.40 23733 0.47 0.32 5.86 - 13.22 Gravelly Sand 33200 0.43 0.30 22133 0.48 0.33 13.22 - 23.62 Andesit Lava - - - -

(3)

4.2 PENENTUAN PARAMETER BATUAN

Trase Terowongan Irigasi Panti Rao yang direncanakan akan melewati segmen Batuan Andesit dengan nilai RQD 60% dan nilai intact rock (ci) 50 Mpa. Maka dapat ditentukan:

Kualitas batuan adalah Fair mi = 19 GSI = 40 mb =         28 100 exp GSI mi =         28 100 40 exp 19 = 2.23 Dengan

mi : konstanta karakteristik batuan, didapat dari Tabel 2.7

GSI : Geological Strength Index, didapat dari Tabel 2.6 mb : konstanta Hoek-Brown untuk massa batuan

Untuk input pada PLAXIS 3D parameter yang diperlukan adalah nilai kohesi batuan (c), sudut geser dalam (),modulus elastisitas (E50), Poisson Ratio (), dan K0, maka dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut:

4.2.1 Parameter Kekuatan Batuan c dan

Untuk mendapatkan nilai parameter c dan  perlu dilakukan langkah-langkah berikut: 1. Menentukan nilai-nilai tegangan vertikal dan tegangan sel dalam triaxial menurut

kriteria Hoek-Brown (1980) 1 = 5 . 0 3 3 1        ci b ci m    

Dengan memasukan 3 berturut-turut dari nol hingga setengah nilai ci didapat:

3 = 0 1 = 50

3 = 3 1 = 56.24

3 = 9 1 = 68.19

3 = 12 1 = 73.95

(4)

y = 1.9735x + 50.199 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 5 10 15 20 3 1 Gambar 4. 1 Grafik 3 vs 1

2. Menentukan parameter kekuatan batuan dengan korelasi

Dari grafik diatas didapat persamaan garis y = 1.9735x + 50.199, atau 1 = k3 + m

maka didapat nilai: k = 1.97 m = 50.199 Mpa sin  = 1 1   k k = 1 97 . 1 1 97 . 1   = 0.33  = 19 c =

   cos 2 sin 1 cm =

19 cos 2 33 . 0 1 199 . 50  = 23.16 Mpa 4.2.2 Poisson Ratio

Menurut Hoek-Brown, kisaran nilai poisson’s ratio untuk Fair Rock adalah 0,25. Sedangkan perhitungan koefisien tekanan at rest dilakukan dengan cara yang sama dengan tanah.

4.2.3 Modulus Elastisitas

Menurut persamaan yang telah dimodifikasi oleh Serafim dan Pereira (1983) nilai modulus elastisitas untuk ci < 100 dapat diperhitungkan dengan menggunakan persamaan:

(5)

Em =        40 10 10 100 GSI ci  =       40 10 40 10 100 50 = 3.68 Gpa = 3680 Mpa

4.3 PERHITUNGAN KEKUATAN TEROWONGAN TUNGGAL DENGAN

METODE ANALITIS

S

S

e

1

e

1

e

0

e

0

G

0 0

Gambar 4. 2 Gaya-gaya pada terowongan

Beban:

g0 = hsampai di puncak terowongan

= 318.44 G0 = 13d0,5d

= 45.74 Q = 12dtc

= 59.72

S = Tahanan friksi antara dinding terowongan dengan tanah g1 = 'h sampai di tengah terowongan

(6)

Untuk f/l sebesar 0,5 nilai parameter  yang didapat dari tabel adalah sebagai berikut.

M spring = 0.02688

H spring = 0.01161

Gaya pada Spring

M

spring

H

spring

V

spring

e

P

v Gaya vertikal Pv = d Q G g0  0  = 345.07 Mv = MPvl2 = 144.37 kNm/m Hv = HPvl = 15.86 kN/m Vv = 12lPv = 683.24 kN/m Nv = -683.24 kN/m

Gaya lateral akibat tanah e0 = 'hKa 2c Ka

= 87.64 kN/m e1 = g1Ka 2c Ka

= 93.13 kN/m Gaya lateral akibat air w0 = w

18.0212

= 59.06 kN/m w1 = w

2012

= 78.48 kN/m Gaya merata lateral

e = 2 2 1 0 1 0 e w w e    = 159.15 kN/m/m Ph = e12d = 315.13 kN/m Mh = MPhl2 = 131.84 kNm/m Hh = MPhl = -14.49 kN/m Maka gaya total pada spring

Mspring = Mv + Mh

= 276.22 kNm/m Nspring = Nv + Nh

(7)

Gaya pada Invert

P'

v

M

invert

H

invert

V

invert S = 2NSPT 1.9082 = 358.32 kN/m Pv‘ = l S G g 0 2 0   = 149.02 kN/m Mv = 112Pv'l2 = 194.74 kNm/m

Gaya pada Wall

M

wall

V

wall

e

Gaya lateral akibat tanah e0 = 'hKa 2c Ka

= 93.13 kN/m e1 = g1Ka 2c Ka

= 98.43 kN/m Gaya lateral akibat air w0 = w

18.0212

= 78.48 kN/m w1 = w

2012

= 97.20 kN/m Gaya merata lateral

e = 2 2 1 0 1 0 e w w e    = 183.62 kN/m/m Mwall = MVspringMHspringMMspringMVinvertMMinvertMlateralMgwall

= 1,908

1,908 0,4

0,2 2 1 4 , 0 ' 908 , 1 2 , 0        2   

spring Mspring v invert c

spring H M P e M

V

= 330.84 kNm/m

Nwall = NVspring

(8)

a. Terowongan 1 (segmen tanah) SPRING

Depth Tebalsatdry''hh

5 5 18.5 18 8.69 90.00 90 12 7 17.5 17 7.69 119.00 119 12.27 0.27 17.5 17 7.69 2.08 4.725 16.36 4.09 18.5 18 8.69 35.54 75.665 18.02 1.66 17.5 17 7.69 12.77 29.05 259.38 318.44 tebal lining 0.4 d luar 3.96 Ka 0.361 f/l 0.5 M spring 0.02668 H spring 0.01161

Gaya total pada Spring go 318.44 g1 274.61 M spring 276.22 Go 45.74 e0 oke 87.64 H spring 1.38 Q 59.72 e1 oke 93.13 V spring 683.24 e 159.15 N spring -683.24 Pv 345.07 Ph 315.13 Mv spring 144.37 Mh spring 131.84 Hv spring 15.86 Hh spring -14.49 Vv spring 683.24 Vh spring 0.00 Nv -683.24 Nh 0.00 e0 87.64 h0 59.06 INVERT e1 93.13 h1 78.48 S 358.32 Pv' 149.02 M invert 194.74 WALL

Gaya lateral akibat tanah Gaya lateral akibat air MVspring 136.65

e0 93.13 h0 78.48 MHspring -2.63 e1 98.43 h1 97.20 MMspring -276.22 e 183.62 MVinvert -59.61 MMinvert 194.74 Mlateral 334.23 Mgwall 3.66 M wall 330.84 N wall -683.24

(9)

b. Terowongan 2 (segmen batuan) SPRING

Depth Tebalsatdry'hh

2.68 2.68 17.5 17 17 45.56 45.56 5.86 3.18 18.5 18 18 57.24 57.24 12 6.14 18.5 18 18 110.52 110.52 13.22 1.22 18.5 18 8.69 10.6018 22.57 18.02 4.8 20 20 10.19 48.912 96 272.83 331.89 tebal lining 0.4 d luar 3.96 331.89 Ka 0.507 52.272 f/l 0.5 M spring 0.02668 H spring 0.01161

Gaya Total pada Spring go 0.00 g1 293.01 M spring 6.31 Go 0.00 e0 oke 0 H spring 0.69 Q 59.72 e1 oke 0 V spring 29.86 e 0 N spring -29.87 Pv 15.08 Ph 0.00 Mv spring 6.31 Mh spring 0 Hv spring 0.69 Hh spring 0 Vv spring 29.86 Vh spring 0 Nv -29.87 Nh 0 e0 -16476.58 h0 59.06 INVERT e1 -16328.05 h1 78.48 S 13246.48 Pv 0.00 M invert 0.00 WALL Va 5.97 Ha -1.32 Ma -6.31 Vb 0.00 Mb 0.00 W 3.66 M wall 2.00 N wall -29.87

Akibat gaya horizontal Akibat gaya vertikal

(10)

4.4 PERMODELAN TEROWONGAN TUNGGAL DENGAN PLAXIS 3D 4.4.1 Hasil Permodelan PLAXIS 3D untuk Terowongan 1 (Segmen Tanah) 4.4.1.1 Jangka Pendek (Tipe Material Undrained)

Beberapa hasil perhitungan PLAXIS 3D pada tahap pertengahan dan tahap akhir adalah

Gambar 4. 3 Penggalian Terowongan di Kedalaman 10 meter pada Segmen Tanah

(11)

Gambar 4. 5 Gaya Normal pada Lining untuk Penggalian 20 meter pada Segmen Tanah

(12)

Hasil output PLAXIS 3D untuk tiap meter kedalaman galian disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4. 5 Nilai Nmax dan Mmax untuk Tiap Kedalaman Galian pada Segmen Tanah

Kedalaman Nmax Mmax

2 -48.98 -7.79 4 -1170 -308.13 6 -1100 -317.23 8 -1100 -323.25 10 -1100 -325.76 12 -1100 -328.91 14 -1100 -332.33 16 -1120 -336.38 18 -1140 -340.69 20 -1160 -343.84

Dari tabel di atas terlihat bahwa terjadi perubahan tegangan pada terowongan. Makin dalam galian, makin besar gaya normal dan momen yang terjadi. Pada saat pemasangan lining awal nilai gaya normal dan momen kecil. Hal ini diakibatkan karena pada saat penggalian pertama selesai, struktur tanah cukup kuat untuk menyangga dirinya sendiri. Sehingga momen yang bekerja cukup kecil. Namun ketika dilakukan penggalian kedua, stabilitas tanah pada bagian yang telah terpasang lining sebelumnya terganggu. Sehingga gaya-gaya yang bekerja lebih besar dari gaya yang dialami sebelumnya. Demikian juga dengan proses penggalian berikutnya.

4.4.1.2 Jangka Panjang (Tipe Material Drained)

(13)

Gambar 4. 8 Gaya Normal pada Lining untuk Kondisi Long Term pada Segmen Tanah

Gambar 4. 9 Momen pada Lining untuk Kondisi Long Term pada Segmen Tanah

Untuk kondisi long term gaya normal maksimum adalah 766,20 kN/m, yang terjadi pada dinding terowongan. Sedangkan momen maksimum yang diterima lining terowongan sebesar 381,66 kNm/m, terjadi pada bagian tengah invert.

(14)

4.4.1.3 Deformasi di Permukaan

Dari PLAXIS 3D juga didapatkan besarnya penurunan di permukaan pada segmen tanah. Program menghitung penurunan pada tiap titik elemen. Penomoran pada bidang y-z (potongan memanjang terowongan) ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. 10 Penomoran Model pada Segmen Tanah (Potongan Memanjang)

Besar penurunan pada tiap titik tersebut ditampilkan dalam tabel dan grafik berikut:

Tabel 4. 6 Deformasi Permukaan Segmen Batuan pada Potongan Memanjang Titik (m) Penggalian 2m Penggalian 10m Penggalian 20m

U (10-6m) U (10-6m) U (10-6m) 1 6636 11963 16981 2 6547 11871 17026 3 6298 11599 17159 4 5928 11165 17377 5 5494 10605 17669 6 5051 9951 18012 7 4643 9277 18387 8 4302 8655 18752 9 4050 8149 19060 10 3895 7823 19274 11 3843 7710 19350

(15)

0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Titik D e fo rm a s i (m m ) penggalian 2m penggalian 10m penggalian 20m

Gambar 4. 11 Profil Permukaan pada Segmen Tanah (Potongan Memanjang)

Kurva diatas menggambarkan deformasi vertikal yang terjadi pada permukaan tanah yang berada tepat diatas center line terowongan. Dapat dilihat bahwa semakin dalam galian terowongan maka semakin besar deformasi yang terjadi di permukaan tanah. Deformasi terbesar terjadi pada titik yang berada tepat di atas muka terowongan.

Sedangkan untuk bidang x-y (potongan melintang terowongan) ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

(16)

Besar penurunan pada tiap titik tersebut ditampilkan dalam tabel dan grafik berikut:

Tabel 4. 7 Deformasi Permukaan Segmen Tanah pada Potongan Melintang Titik U (10-6m) 1 16981 2 16603 3 15405 4 13784 5 11988 6 10311 7 9009 8 8144 9 7890

Gambar 4. 13 Profil Permukaan pada Segmen Tanah (Potongan Melintang)

Kurva diatas menggambarkan deformasi vertikal yang terjadi pada permukaan tanah yang berada tepat diatas muka galian terowongan pada bidang x-y (potongan melintang terowongan). Dapat dilihat bahwa semakin jauh jarak horizontal suatu titik terhadap terowongan maka semakin kecil deformasi yang terjadi. Deformasi terbesar terjadi pada permukaan tanah yang berada tepat di atas center line terowongan.

(17)

4.4.2 Hasil Permodelan PLAXIS 3D untuk Terowongan 2 (Segmen Batuan)

Dari program PLAXIS 2D didapatkan hasil untuk masing-masing model sebagai berikut:

4.4.2.1 Jangka Pendek (Tipe Material Undrained)

Beberapa hasil perhitungan PLAXIS 3D pada tahap pertengahan dan tahap akhir adalah

Gambar 4. 14 Penggalian Trowongan di Kedalaman 10 meter pada Segmen Batuan

(18)

Gambar 4. 16 Gaya Normal pada Lining untuk Penggalian 20 meter pada Segmen Batuan

(19)

Hasil output PLAXIS 3D untuk tiap meter kedalaman galian disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4. 8 Nilai Nmax dan Mmax untuk Tiap Galian pada Segmen Tanah

Kedalaman Nmax Mmax

2 -3.78 -0.077 4 -88.30 -4.77 6 -91.06 -5.24 8 -99.45 -5.69 10 -101.43 -5.85 12 -103.18 -5.95 14 -104.64 -6.00 16 -105.34 -6.03 18 -105.74 -6.04 20 -105.95 -6.05

Tegangan pada terowongan juga berbanding lurus dengan kedalaman galian. Gaya normal terbesar terjadi di bagian dinding, dan momen terbesar terjadi pada sudut bagian bawah terowongan.

4.4.2.2 Jangka Panjang (Tipe Material Drained)

(20)

Gambar 4. 19 Gaya Normal pada Lining untuk Kondisi Long Term pada Segmen Batuan

Gambar 4. 20 Momen pada Lining untuk Kondisi Long Term pada Segmen Batuan

Untuk kondisi long term gaya normal maksimum adalah 179,72 kN/m, yang terjadi pada dinding terowongan. Sedangkan momen maksimum yang diterima lining terowongan sebesar 12,23 kNm/m, terjadi pada sudut terowongan bagian bawah.

(21)

4.4.2.3 Deformasi di Permukaan

Dari PLAXIS 3D juga didapatkan besarnya penurunan di permukaan pada segmen tanah. Program menghitung penurunan pada tiap titik elemen. Penomoran pada bidang y-z (potongan memanjang terowongan) ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. 21 Penomoran Model pada Segmen Batuan (Potongan Memanjang)

Besar penurunan pada tiap titik tersebut ditampilkan dalam tabel dan grafik berikut:

Tabel 4. 9 Deformasi Permukaan Segmen Batuan pada Potongan Memanjang Titik Penggalian 2m Penggalian 10m Penggalian 20m

U (10-9m) U (10-9m) U (10-9m) 1 1512 7205 10874 2 1485 7104 10872 3 1421 6816 10868 4 1333 6364 10863 5 1228 5808 10857 6 1128 5200 10853 7 1040 4611 10851 8 968 4104 10851 9 917 3710 10852 10 886 3467 10855 11 876 3384 10855

(22)

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Titik D e fo rm a s i (m m ) penggalian 2m penggalian 10m penggalian 20m

Gambar 4. 22 Profil Permukaan pada Segmen Batuan (Potongan Memanjang)

Kurva diatas menggambarkan deformasi vertikal yang terjadi pada permukaan tanah yang berada tepat diatas center line terowongan. Dapat dilihat bahwa semakin dalam galian terowongan maka semakin besar deformasi yang terjadi di permukaan tanah. Deformasi terbesar terjadi pada titik yang tepat berada di atas muka terowongan.

Sedangkan untuk bidang x-y (potongan melintang terowongan) ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

(23)

Besar penurunan pada tiap titik tersebut ditampilkan dalam tabel dan grafik berikut:

Tabel 4. 10 Deformasi Permukaan Segmen Batuan pada Potongan Melintang Titik U (10-9m) 1 10874 2 10202 3 8792 4 7190 5 6068 6 5790 7 5829 8 5985 9 6052

Gambar 4. 24 Profil Permukaan pada Segmen Batuan (Potongan Melintang)

Kurva diatas menggambarkan deformasi vertikal yang terjadi pada permukaan tanah yang berada tepat diatas muka galian terowongan pada bidang x-y (potongan melintang terowongan). Dapat dilihat bahwa semakin jauh jarak horizontal suatu titik terhadap terowongan maka semakin kecil deformasi yang terjadi. Deformasi terbesar terjadi pada permukaan tanah yang berada tepat di atas muka terowongan.

(24)

4.4.3 Analisis Hasil Permodelan PLAXIS 3D

Telah dilakukan permodelan terhadap terowongan yang melalui segmen tanah dan batuan, pada kondisi undrained dan kondisi drained, menggunakan PLAXIS 3D. Dari perhitungan program tersebut didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Gaya-gaya yang terjadi pada terowongan segmen tanah lebih besar daripada terowongan segmen batuan. Hal ini disebabkan batuan memiliki nilai kohesi yang jauh lebih tinggi daripada tanah. Dengan demikian batuan memiliki kekuatan yang cukup untuk untuk menahan stabilitas dirinya sendiri apabila dilakukan penggalian.

2. Pada umumnya besar momen yang bekarja pada lining pada kondisi drained memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan momen yang bekerja pada kondisi undrained. Ini menunjukkan bahwa terowongan berada pada kondisi paling kritis pada kondisi jangka panjang (longterm).

3. Terowongan pada segmen batuan memiliki deformasi di permukaan lebih kecil dibandingkan terowongan pada segmen tanah.

Tabel 4. 11 Perbandingan Kondisi Undrained dan Draned

Segmen Undrained Kondisi Drained

Nmax Mmax Nmax Mmax

Tanah -1160.00 -343.84 -766.20 -381.66

Batuan -105.95 -6.05 -179.72 -12.23

* Gaya aksial yang bekerja pada dinding terowongan, bernilai negatif untuk tekan. ** Momen yang bekerja pada sudut bawah lining,bernilai negatif jika serat luar tertarik

4.5 PERMODELAN TEROWONGAN TUNGGAL DENGAN PLAXIS 2D

Parameter yang telah didapatkan digunakan sebagai input untuk PLAXIS 2D. PLAXIS 2D ini tidak dapat merepresentasikan tahap-tahap penggalian. Hal ini disebabkan karena program ini hanya memperhitungkan tegangan-tegangan pada sumbu x dan y saja, sedangkan penggalian sendiri bergerak pada sumbu z. Sehingga tahapan konstruksi penggalian terowongan yang dimodelkan adalah penggalian dan pemasangan lining secara plane strain.

4.5.1 Hasil Permodelan PLAXIS 2D untuk Terowongan 1 (Segmen Tanah)

(25)

Gambar 4. 25 Gaya Normal dan Momen pada Lining Segmen Tanah dengan PLAXIS 2D

Gaya normal maksimum adalah 20,97 kN/m, yang terjadi pada dinding terowongan. Sedangkan momen maksimum yang diterima lining terowongan sebesar 6,21 kNm/m, terjadi pada tengah invert.

4.5.2 Hasil Permodelan PLAXIS 2D untuk Terowongan 2 (Segmen Batuan)

Dari program PLAXIS 2D didapatkan hasil sebagai berikut:

(26)

Gaya normal maksimum adalah 4,70 kN/m, yang terjadi pada dinding terowongan. Sedangkan momen maksimum yang diterima lining terowongan sebesar 0,266 kNm/m, terjadi pada sudut terowongan bagian bawah.

4.6 PERBANDINGAN PLAXIS 3D DENGAN PLAXIS 2D

Telah dilakukan analisis terhadap dua segmen terowongan yaitu segmen tanah dan batuan. Dengan tiga metode yaitu, menggunakan PLAXIS 2D, PLAXIS 3D, dan perhitungan manual. Dari analisis yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar 4. 27 Diagram Gaya Normal dari Output PLAXIS 3D dan 2D Segmen Tanah

(27)

Gambar 4. 29Diagram Momen dari Output PLAXIS 3D dan 2D pada Segmen Tanah

Gambar 4. 30Diagram Momen dari Output PLAXIS 3D dan 2D pada Segmen Batuan

Tabel 4. 12 Perbandingan Metode Perhitungan

Segmen Metode Analisis N* M**

Tanah PLAXIS 2D -20.97 -6.21

PLAXIS 3D -23.51 -5.51

Batuan PLAXIS 2D -4.70 -0.266

PLAXIS 3D -4.99 -0.163

* Gaya aksial yang bekerja pada dinding terowongan, bernilai negatif untuk tekan. ** Momen yang bekerja pada sudut bawah lining,bernilai negatif jika serat luar tertarik

(28)

PLAXIS 2D menganggap tahap penggalian tanah dilakukan secara plane strain (menerus), artinya penggalian dilakukan bersamaan seluruhnya dengan panjang galian tak hingga. Untuk memodelkan tahap penggalian yang serupa dengan permodelan pada PLAXIS 2D tersebut, maka dilakukan penggalian secara bersamaan dengan kedalaman galian 20 meter pada PLAXIS 3D. Dari gambar dan tabel di atas dapat dilihat bahwa perhitungan gaya-gaya yang bekerja pada lining di tengah bentang terowongan dengan menggunakan PLAXIS 2D dan PLAXIS 3D memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dimana kedua-duanya dimodelkan secara plane strain. Namun proses penggalian secara plane strain tidak bisa diterapkan untuk menganalisis tahapan konstruksi sebenarnya. Karena besarnya gaya-gaya yang bekarja pada lining lebih kecil jika di bandingkan dengan hasil yang didapat pada penggalian setiap 2 meter dengan menggunakan PLAXIS 3D. Dapat dilihat pada Tabel 4.5 besarnya momen pada akhir penggalian sebesar -343,84 kNm yang nilainya lebih besar dari hasil permodelan penggalian secara plane strain dengan momen yang bekerja sebesar -6,21. sehingga dapat disimpulkan PLAXIS 2D tidak dapat menganalisis dan memodelkan penggalian secara bertahap.

4.7 ANALISIS TEROWONGAN KEMBAR BERSEBELAHAN

Dalam tugas akhir ini akan dimodelkan terowongan kembar dengan menggunakan parameter material yang sama dengan permodelan terowongan tunggal pada segmen tanah. Terowongan dimodelkan pada dua jarak yang berbeda, yaitu pada jarak 15 meter dan 23 meter, yang dihitung dari masing-masing pusat terowongan. Setiap model akan dianalisis dengan menggunakan dua metode konstruksi. Konstruksi bertahap dan bersamaan.

4.7.1 Terowongan Kembar Berjarak 15 meter 4.7.1.1 Pembangunan Terowongan Secara Bertahap

Untuk mengetahui pengaruh pembangunan terowongan kiri terhadap terowongan kanan, dilakukan perbandingan besar momen maksimum yang terjadi pada titik yang sama, yaitu pada potongan melintang terowongan kiri di kedalaman galian 2 meter (bagian muka terowongan). Besar momen di titik tersebut berubah sesuai dengan tahapan konstruksi yang dilakukan, ditunjukkan pada tabel 4.13 . Nilai momen-momen tersebut kemudian diplot ke dalam grafik. Momen pada terowongan kiri akibat pada saat pembangunan terowongan kanan ditunjukkan oleh garis biru pada grafik, dan momen pada terowongan kiri pada saat pembangunan terowongan kanan (yang dilakukan setelah terowongan kanan selesai dibangun) ditunjukkan oleh garis merah pada grafik.

(29)

Tabel 4. 13 Momen Akibat Pembangunan Terowongan Secara Bertahap

No Tahapan Momen (kNm)

Tunnel Kiri Tunnel Kanan

1 Lining 2 m Terowongan Kiri -5.07 -

2 Lining 4 m Terowongan Kiri -250.73 -

3 Lining 6 m Terowongan Kiri -258.70 -

4 Lining 8 m Terowongan Kiri -262.86 -

5 Lining 10m Terowongan Kiri -264.81 -

6 Lining 12 m Terowongan Kiri -266.65 -

7 Lining 14 m Terowongan Kiri -267.94 -

8 Lining1 6 m Terowongan Kiri -269.18 -

9 Lining 18 m Terowongan Kiri -270.40 -

10 Lining 20m Terowongan Kiri -271.28 -

11 Lining 2 m Terowongan Kanan -278.60 -4.33

12 Lining 4 m Terowongan Kanan -282.29 -260.74

13 Lining 6 m Terowongan Kanan -285.68 -272.26

14 Lining 8 m Terowongan Kanan -288.70 -278.07

15 Lining 10m Terowongan Kanan -291.37 -279.94

16 Lining 12 m Terowongan Kanan -293.71 -280.99

17 Lining 14 m Terowongan Kanan -295.79 -281.61

18 Lining 16 m Terowongan Kanan -297.84 -282.26

19 Lining 18 m Terowongan Kanan -299.91 -283.02

20 Lining 20m Terowongan Kanan -301.18 -283.80

-350.00 -300.00 -250.00 -200.00 -150.00 -100.00 -50.00 0.00 0 5 10 15 20 25

Kedalam an Galian Arah Z (m )

M o m e n t u n n e l k ir i (k N m

) sebelum tunnel kanan digali

sesudah tunnel kanan digali

(30)

Dari grafik di atas terlihat bahwa besar momen pada terowongan kiri mengalami kenaikan akibat penggalian terowongan kanan. Hal ini disebabkan karena pada saat penggalian terowongan kanan, tanah mengalami deformasi dan menyebabkan stabilitas tanah di sekitar terowongan kanan terganggu dan mendorong lining yang telah dipasang

Sedangkan untuk perbandingan besar momen pada terowongan kanan dan kiri, dari tabel terlihat bahwa momen pada terowongan kiri akan lebih besar daripada terowongan kanan. Hal ini disebabkan karena momen di sebelah kiri membesar saat penggalian terowongan kanan berlangsung. Artinya penggalian terowongan kanan mempengaruhi besarnya momen pada lining yang telah dipasang pada terowongan kiri. Sedangkan pada saat penggalian dan pemasangan lining pada terowongan kanan, terowongan kiri sudah berdiri terlebih dahulu dan tidak ada tahapan konstruksi pada terowongan kiri yang mempengaruhi besarnya momen yang terjadi pada terowongan kanan.

4.7.1.2 Pembangunan Terowongan Secara Bersamaan

Besarnya momen setiap tahapan konstruksi ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4. 14 Momen Akibat Pembangunan Terowongan Secara Bersamaan

No Tahapan Momen (kNm)

Tunnel kiri Tunnel Kanan

1 Lining 2 meter -5.69 -5.00 2 Lining 4 meter -260.48 -292.6 3 Lining 6 meter -272.64 -277.45 4 Lining 8 meter -280.01 -285.53 5 Lining 10 meter -284.56 -289.59 6 Lining 12 meter -288.46 -263.58 7 Lining 14 meter -291.79 -295.08 8 Lining 16 meter -294.98 -297.60 9 Lining 18 meter -298.19 -300.27 10 Lining 20 meter -300.29 -302.17

Besar momen tersebut berbeda untuk konstruksi yang dilakukan secara bertahap (ditunjukkan oleh garis cokelat pada grafik), dengan konstruksi yang dilakukan secara bersamaan (ditunjukkan oleh garis hijau pada grafik).

(31)

-350.00 -300.00 -250.00 -200.00 -150.00 -100.00 -50.00 0.00 0 2 4 6 8 10 12

Kedalam an Penggalian Arah Z (m )

M o m e n t u n n e l k ir i (k N m )

akibat penggalian bertahap

akibat penggalian bersamaan

Gambar 4. 32 Perbandingan Momen Tunnel Kiri untuk Dua Kondisi Konstruksi

Dari grafik di atas terlihat bahwa momen yang terjadi akan lebih besar apabila konstruksi terowongan dilakukan secara bertahap. Namun pada akhir konstriksi kedua-duanya memiliki besar momen yang hampir sama. Sehingga tahapan penggalian terowongan kembar bersebelahan yang berjarak 15 meter sebaiknya dilakukan secara bersamaan sehingga perkuatan sementara yang digunakan akan lebih ekonomis jika di bandingkan dengan penggalian yang dilakukan secara bertahap.

4.7.2 Terowongan Kembar Berjarak 23 meter 4.7.2.1 Pembangunan Terowongan Secara Bertahap

Dilakukan juga perbandingan besar momen maksimum yang terjadi pada titik yang sama, yaitu pada potongan melintang terowongan kanan di kedalaman galian 2 meter (bagian muka terowongan). Besar momen di titik tersebut berubah sesuai dengan tahapan konstruksi yang dilakukan, ditunjukkan pada tabel 4.13. Nilai momen-momen tersebut kemudian diplot ke dalam grafik. Momen pada terowongan kiri akibat pada saat pembangunan terowongan kanan ditunjukkan oleh garis biru pada grafik, dan momen pada terowongan kiri pada saat pembangunan terowongan kanan (yang dilakukan setelah terowongan kanan selesai dibangun) ditunjukkan oleh garis merah pada grafik.

(32)

Tabel 4. 15 Momen Akibat Pembangunan Terowongan Secara Bertahap

No Tahapan Momen (kNm)

Tunnel Kiri Tunnel Kanan

1 Lining 2 m Terowongan Kiri -3.90 -

2 Lining 4 m Terowongan Kiri -243.50 -

3 Lining 6 m Terowongan Kiri -247.95 -

4 Lining 8 m Terowongan Kiri -253.56 -

5 Lining 10m Terowongan Kiri -255.74 -

6 Lining 12 m Terowongan Kiri -257.04 -

7 Lining 14 m Terowongan Kiri -259.00 -

8 Lining1 6 m Terowongan Kiri -260.28 -

9 Lining 18 m Terowongan Kiri -261.44 -

10 Lining 20m Terowongan Kiri -262.31 -

11 Lining 2 m Terowongan Kanan -264.67 -4.70

12 Lining 4 m Terowongan Kanan -265.92 -251.14

13 Lining 6 m Terowongan Kanan -267.26 -256.51

14 Lining 8 m Terowongan Kanan -268.54 -259.43

15 Lining 10m Terowongan Kanan -269.81 -260.09

16 Lining 12 m Terowongan Kanan -271.62 -260.72

17 Lining 14 m Terowongan Kanan -272.18 -261.06

18 Lining 16 m Terowongan Kanan -273.44 -261.64

19 Lining 18 m Terowongan Kanan -275.47 -262.95

20 Lining 20m Terowongan Kanan -275.69 -262.34

-350.00 -300.00 -250.00 -200.00 -150.00 -100.00 -50.00 0.00 0 5 10 15 20 25

Kedalam an Galian Arah Z (m )

M o m e n t u n n e l k ir i (k N m )

sebelum tunnel kanan digali sesudah tunnel kanan digali

(33)

Dari grafik di atas terlihat bahwa besar momen pada terowongan kanan mengalami sedikit kenaikan akibat penggalian terowongan kiri. Sedangkan untuk perbandingan besar momen pada terowongan kanan dan kiri, seperti terlihat di tabel, momen pada terowongan kanan juga hanya sedikit lebih besar daripada terowongan kiri. Hal ini disebabkan karena jarak antar terowongan cukup jauh sehingga deformasi akibat penggalian terowongan kiri tidak banyak mempengaruhi stabilitas terowongan sebelah kanan.

4.7.2.2 Pembangunan Terowongan Secara Bersamaan

Besarnya momen setiap tahapan konstruksi ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4. 16 Momen Akibat Pembangunan Terowongan Secara Bersamaan

No Tahapan

Momen (kNm) Tunnel kiri Tunnel Kanan

1 Linning 2 meter -2.45 -4.64 2 Linning 4 meter -244.94 -251.62 3 Linning 6 meter -252.57 -257.48 4 Linning 8 meter -258.19 -261.83 5 Linning 10 meter -261.61 -263.57 6 Linning 12 meter -264.56 -265.12 7 Linning 14 meter -266.53 -260.83 8 Linning 16 meter -269.50 -268.23 9 Linning 18 meter -271.87 -270.06 10 Linning 20 meter -273.53 -271.37

Besar momen tersebut berbeda untuk konstruksi yang dilakukan secara bertahap (ditunjukkan oleh garis cokelat pada grafik), dengan konstruksi yang dilakukan secara bersamaan (ditunjukkan oleh garis hijau pada grafik).

(34)

-350.00 -300.00 -250.00 -200.00 -150.00 -100.00 -50.00 0.00 0 2 4 6 8 10 12

Kedalam an Penggalian Arah Z (m )

M o m e n t u n n e l k ir i (k N m

) akibat penggalian bersamaan

akibat penggalian bertahap

Gambar 4. 34 Perbandingan Momen Tunnel Kiri untuk Dua Kondisi Konstruksi

Dari grafik di atas terlihat bahwa momen yang terjadi akan lebih besar apabila konstruksi terowongan dilakukan secara bertahap. Namun pada akhir konstruksi kedua-duanya memiliki besar momen yang hampir sama.

4.7.3 Perbandingan Terowongan Kembar Berjarak 15 meter dengan 23 meter

1. Penggalian bertahap

Pada terowongan kembar yang berjarak 15 meter besarnya momen pada terowongan kiri meningkat sebesar 11,02% akibat penggalian pada terowongan kanan, sedangkan pada terowongan kembar yang berjarak 23 meter besarnya momen pada terowongan kiri meningkat sebesar 5,10% akibat penggalian pada terowongan kanan.

2. penggalian bersamaan

Pada terowongan kembar yang berjarak 15 meter besarnya momen pada terowongan kiri dan kanan meningkat sekitar 10,69%, sedangkan pada terowongan kembar yang berjarak 23 meter besarnya momen pada terowongan kiri dan kanan meningkat sebesar 4,28%.

(35)

Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa untuk terowongan kembar yang berjarak 15 meter, besarnya momen yang terjadi pada masing-masing lining terowongan menglami kenaikan yang cukup besar. Sedangkan pada terowongan yang berjarak 23 meter, besarnya kenakan momen pada masing-masing terowongan mengalami kenaikan sangat kecil dan hampir tidak saling mempengaruhi.

Dan dengan membandingkan penggalian bertahap dan bersamaan pada terowongan kembar dengan jarak 15 meter dan 23 meter, dapat disimpukan bahwa penggalian terowongan secara bersamaan lebih disarankan karena kenaikan momen yang dialami lebih kecil dibandingkan dengan penggalian terowongan secara bertahap. Sehingga perkuatan sementara yang digunakan akan lebih ekonomis jika di bandingkan dengan penggalian yang dilakukan secara bertahap.

4.8 PERENCANAAN KEKUATAN STRUKTUR LINING

Dari perhitungan gaya dalam sebelumnya, didapatkan momen maksimum dan gaya normal maksimum. Gaya dalam tersebut selanjutnya akan digunakan untuk mendesain lining. Dengan menggunakan program PCACOL, lining dimodelkan sebagai kolom. Desain dilakukan dengan menentukan dimensi, kekuatan material, dan konfigurasi tulangan yang paling efisien untuk menahan gaya normal dan momen.

Asumsi digunakan tulangan D25 (Ab = 491 mm2)

Ast =Ag

SNI 12.9.1 mensyaratkan besarnya ρ adalah 0.01  ρ  0.08

Untuk ρ = 0.01

Ast =0.01

4001000

= 4000 mm2

Maka jumlah minimum tulangan = 8.1 9 491 4000    b st A A buah  Untuk ρ = 0.08 Ast =0.08

4001000

= 32000 mm2

Maka jumlah maximum tulangan = 65.2 66 491 32000    b st A A buah

(36)

1. Segmen Tanah

Mmax = 360 kNm

Nmax = 766.23 kN

Dengan menggunakan program PCACOL dan metode coba-coba memasukan jumlah tulangan antara 9 - 66 buah maka didapat jumlah dan kombinasi yang paling efisien dan optimum, yaitu tulangan 12D25 (12 buah tulangan yang berdiameter 25 mm) dengan posisi tulangan 6 buah di sisi luar lining terowongan dan 6 buah di sisi dalam lining terowongan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.23.

2. Segmen Batuan

Mmax = 116 kNm

Nmax = 465.04 kN

Dengan menggunakan program PCACOL dan metode coba-coba memasukan jumlah tulangan antara 9 - 66 buah maka didapat jumlah dan kombinasi yang paling efisien dan optimum, yaitu tulangan 9D25 (9 buah tulangan yang berdiameter 25 mm) dengan posisi tulangan 4 buah di sisi luar lining terowongan dan 9 buah di sisi dalam lining terowongan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.24.

(37)
(38)
(39)

Gambar

Gambar 4. 4     Penggalian Terowongan di Kedalaman 20 meter pada Segmen Tanah
Gambar 4. 5    Gaya Normal pada Lining untuk Penggalian 20 meter pada Segmen Tanah
Tabel 4. 5 Nilai  N max   dan  M max   untuk Tiap Kedalaman Galian pada Segmen Tanah
Gambar 4. 8     Gaya Normal pada Lining untuk Kondisi Long Term pada Segmen Tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil Penelitian tentang Strategi Pengembangan dan Analisis Kelayakan Usaha Pertanian Padi Organik Bersertifikat SNI Pangan organik diperoleh hasil Matriks SWOT

Pada proses permohonan kredit dapat berjalan dengan baik karena PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Malang Soekarno Hatta mempunyai pegawai yang

Analisis ekonomi menunjukkan bahwa proyek Bank Sampah Induk Cimahi juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah Kota Cimahi: Pemkot Cimahi dapat menghemat biaya

Seperti di jelaskan pada Bab-bab sebelumnya, diketahui bahwa perjudian sepakbola melalui internet dapat menimbulkan dampak negatif yang begitu besar pengaruhnya

Setiap fragmen yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul yang berbeda dan ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z (m/e, massa/muatan) pada

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dimana penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi pada perikanan pancing ulur dan

Susunan silinder motor bakar torak jenis ini terdiri dari dua baris silinder yang bertolak belakang dengan satu poros engkol seperti pada gambar 5.. Motor Bakar

Tujuan karya tulis ini adalah untuk mengkritik pandangan kon- temporer khususnya teologi proses dalam menanggapi masalah kejahatan, dan juga membela pandangan greater good