• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN RUTE OPTIMAL PADA KEGIATAN PENJEMPUTAN PENUMPANG TRAVEL MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN RUTE OPTIMAL PADA KEGIATAN PENJEMPUTAN PENUMPANG TRAVEL MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Penentuan rute optimal merupakan suatu masalah yang sangat penting untuk dipecahkan karena berpengaruh terhadap waktu dan biaya operasional kendaraan. Penentuan rute optimal diperlukan untuk mendapatkan rute yang efisien. Pada Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengimplementasikan algoritma Ant Colony System (ACS) dalam menyelesaikan salah satu Traveling Salesman Problem (TSP). Salah satu permasalahan dalam TSP adalah penentuan rute optimal pada kegiatan penjemputan penumpang travel di wilayah Kota Surabaya. Dengan objek yang dinamis menjadikan penelitian Tugas Tkhir ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang memiliki objek tetap. Perancangan ACS diintegrasikan dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk memperoleh gambaran geografis sesungguhnya. Hasil ujicoba menunjukkan bahwa algoritma ACS dapat digunakan dalam permasalahan penjemputan penumpang travel di wilayah kota Surabaya. Sistem ini menghasilkan rute optimal, rincian perjalanan, dan jarak antar lokasi.

Kata Kunci--- Ant Colony System, Penjemputan Penumpang Travel, Sistem Informasi Geografis, Traveling Salesman Problem.

I. PENDAHULUAN

NGKUTAN antar-jemput penumpang atau travel seka-rang semakin berkembang dengan pesat. Antusias para penumpang antarkota menggunakan jasa travel dapat dilihat dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan travel yang mudah dijumpai, khususnya di Kota Surabaya. Kelebihan angkutan antar-jemput penumpang atau travel ini memiliki sistem layanan penjemputan dan pengantaran penumpang sampai ke tempat tujuan sesuai dengan trayek / jurusan yang dilayani (Door to Door Service). Dengan kelebihan yang dimiliki travel ini menjadikan jenis alat transportasi ini menjadi pilihan penumpang yang hendak melakukan perjalanan antarkota dibandingkan dengan jenis alat transportasi lainnya. Untuk menjaga kualitas layanan yang diberikan kepada penumpang, pengelola travel sebisa mungkin meminimalkan hambatan-hambatan yang ada, salah satunya adalah bagaimana menentukan rute penjemputan penumpang yang dimulai dari pangkalan travel dan menjemput satu-persatu penumpang yang telah siap untuk dijemput. Untuk Kota Surabaya yang merupakan salah satu kota metropolitan banyak rute menuju tempat-tempat penumpang yang akan

dijemput. Dalam pelaksanaan kegiatan penjemputan penumpang, penentuan rute bergantung sepenuhnya pada pengetahuan supir terhadap lokasi-lokasi penumpang yang akan dijemput sehingga hal ini dirasa kurang optimal. Penentuan rute yang kurang optimal berdampak pada biaya operasional travel serta para penumpang yang akan dijemput menunggu terlalu lama dan sampai di tujuan tidak tepat waktu. Hal tersebut dapat menyebabkan kurangnya kualitas pelayanan yang diterima oleh penumpang. Untuk itu dibutuhkan metode yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.

Ant Colony System (ACS) merupakan salah satu metode untuk menentukan rute optimal. ACS pernah diteliti oleh Harmerita, 2010[1]. Dengan objek yang dinamis menjadikan penelitian tugas akhir ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang memiliki objek tetap. Pada tugas akhir ini penulis akan menggunakan algoritma Ant Colony System (ACS) untuk menyelesaikan masalah penentuan rute optimal pada kegiatan penjemputan penumpang yang dipandang sebagai salah satu permasalahan Travelling Salesman Problem (TSP). Mengingat prinsip algoritma yang didasarkan pada perilaku koloni semut dalam menemukan jarak perjalanan paling pendek tersebut, ACS sangat tepat digunakan untuk diterapkan dalam penyelesaian masalah optimasi, salah satunya adalah untuk menentukan rute optimal pada permasalahan TSP[8]. Sehingga jarak tempuh yang dibutuhkan untuk kegiatan penjemputan penumpang menjadi optimal. Hal tersebut sangat penting untuk diselesaikan agar dapat menjaga kualitas pelayanan angkutan antar-jemput (travel).

Permasalahan yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah bagaimana mendapatkan rute penjemputan penumpang yang optimal di wilayah Kota Surabaya menggunakan Ant Colony System (ACS) serta tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah membuat aplikasi untuk mendapatkan rute optimal pada kegiatan penjemputan penumpang di wilayah Kota Surabaya menggunakan Ant Colony System (ACS). Adapun permasalahan dalam penelitian tugas akhir ini dibatasi oleh beberapa hal, yaitu Aplikasi ini menggunakan peta digital Kota Surabaya yang pernah di teliti oleh Sunarendro, 2006[2], lokasi penumpang hanya terbatas pada nama jalan, tidak dengan nomor, blok, RT /RW, nama perumahan maupun gang-gang kecil, dengan pertimbangan data koordinat lokasi yang disediakan pada peta terbatas pada nama

PENENTUAN RUTE OPTIMAL PADA

KEGIATAN PENJEMPUTAN PENUMPANG

TRAVEL MENGGUNAKAN

ANT COLONY SYSTEM

Laksana Samudra dan Imam Mukhlash

Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: imamm@matematika.its.ac.id

(2)

jalan utama atau protocol, kendaraan maksimal menampung 8 penumpang.

II. DASARTEORI A. Sistem Informasi Geografis

Dalam Sistem informasi geografis merupakan sebuah sistem berbasis komputer yang dapat digunakan untuk memetakan dan menganalisa berbagai hal dan kejadian alam yang terjadi di muka bumi. Yang membedakan sistem ini dengan sistem informasi lainnya adalah visualisasi dari peta digital. Dari peta tersebut dapat dilakukan operasi pada basis data yang telah terhubung dengan peta tersebut sehingga dapat dilakukan manajemen data dan menampilkan informasi geografis tertentu.

Sistem informasi geografis dapat didefinisikan sebagai sebuah pengorganisasian antara hardware, software, data geografis, sumber daya manusia, serta metode yang didesain untuk secara efisien menyimpan, mengedit, memanipulasi serta menganlisa dan menampilkan segala bentuk informasi yang berhubungan dengan geografis.[3] B. Peta

Peta adalah gabungan dari beberapa bentuk seperti

titik, garis, dan polygon/wilayah yang didefinisikan dari

lokasinya dengan memakai acuan sistem koordinat

maupun

pada

atribut

non-spatialnya.

Atribut non-spatial didefinisikan melalui warna-warna

dan simbol-simbol yang disimpan dalam suatu tabel

yang disebut Legenda Peta (Map Legend). Untuk

menyusun bentuk dasar peta digunakan beberapa elemen

data gambar, antara lain t

itik (point), garis (line), wilayah (area), simbol, pixel, sel grid.

C. Graf Berarah

Sampai sekarang baru banyak dibicarakan tentang graf dan dapat dilihat bagaimana graf itu dapat menggambarkan bermacam-macam situasi dengan berbagai objek (disajikan sebagai titik) yang berelasi satu sama lain dengan cara tertentu (interrelasi ini ditunjukkan sebagai sisinya). Secara khusus terlihat bagaimana graf dapat menyajikan peta jalan. Situasi ini memiliki satu hal penting, yaitu grafnya memberi tahu pada kita tentang titik mana yang dihubungkan. Tetapi graf itu tidak mengimplikasikan adanya titik yang lebih dominan dari titik lainnya.

Objek semacam itu disebut graf berarah, yang biasanya dipendekkan sebutannya menjadi digraf (directed graf). Noktah-noktahnya disebut titik, dan ‘garis-garis berarahnya’ atau ‘panah-panahnya’ disebut busur. Seperti halnya dengan graf, terminologi (istilah) yang digunakan tidak sepenuhnya baku. Misal beberapa penulis mengartikan digraf sebagai graf dengan memberikan arah[5].

D. Travelling Salesman Problem (TSP)

Masalah Travelling Salesman Problem (TSP) adalah salah satu contoh yang paling banyak dipelajari dalam combinatorial optimization. Masalah ini mudah untuk dinyatakan tetapi sangat sulit untuk diselesaikan. TSP termasuk kelas NP-Hard problem dan tidak dapat diselesaikan

secara optimal dalam polynomial computation time dengan algoritma eksak. Bila diselesaikan secara eksak waktu komputasi yang diperlukan akan meningkat secara eksponensial seiring bertambah besarnya masalah. TSP dapat dinyatakan sebagai permasalahan dalam mencari jarak minimal sebuah tour tertutup terhadap sejumlah n kota dimana kota-kota yang ada hanya dikunjungi sekali. TSP direpresentasikan dengan menggunakan sebuah graph lengkap dan berbobot G = (V, E) dengan V himpunan vertek yang merepresentasikan himpunan titik - titik, dan E adalah himpunan dari edge. Setiap edge (r,s) ∈ E adalah nilai (jarak) drs yang merupakan jarak dari kota r ke kota s, dengan

(r,s) ∈ V. Dalam TSP simetrik (jarak dari kota r ke titik s sama dengan jarak dari titik s ke titik r), drs = dsr untuk semua

edge (r,s) ∈ E. Misalkan terdapat n buah titik maka graph tersebut memiliki !

( )! ! buah edge, sesuai dengan

rumus kombinasi, dan juga memiliki ( )! buah tour yang mungkin[6].

E. Ant colony system (ACS)

Ant colony system (ACS) merupakan salah satu algoritma ant colony yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini. ACS merupakan pengembangan dari ACO dengan memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Ada aspek mendasar yang membedakan ACS dengan ACO, yaitu[4]:

1. Aturan Transisi Status

Aturan transisi status pada ACS diberikan untuk

menyeimbangkan antara penjelajahan (eksplorasi)

ruas-ruas yang baru dengan eksploitasi dari sebuah priori dan

pengetahuan yang dihimpun mengenai masalah yang

ada.

Kemungkinan simpul s akan dipilih oleh semut k yang sedang berada pada simpul r dinyatakan dalam perhitungan matematika secara heuristik sebagai berikut:

= arg max∈ . ( ) < ( )

≥ ( ) dimana S didapat dari

= [ ].[ ] ∑ ∈ [ ].[ ] ∈ 0 ∉

merupakan probabilitas dari semut k pada simpul r yang memilih untuk menuku ke simpul s. q adalah bilangan random dan adalah parameter perbandingan eksploitasi terhadap eksplorasi. adalah jumlah pheromone pada sisi dari simpul r ke simpul s. adalah invers panjang sisi dari simpul r ke simpul s. adalah himpunan yang berisi simpul-simpul yang telah dikunjungi oleh semut dan u adalah simpul yang berada dalam . adalah parameter perbandingan jumlah pheromone relatif terhadap jarak.

(3)

2. Aturan Pembaruan Pheromone Lokal

Aturan pembaruan pheromone lokal digunakan saat

semut membangun sebuah solusi. Jumlah pheromone

akan berubah sesuai dengan aturan di bawah ini:

= (1 − ). + . ∆

∆ =

.

dimana adalah parameter pheromone lokal yang hilang dan adalah jumlah total pheromone pada sisi dari simpul r ke s. adalah panjang tour yang diperoleh dari inisialisasi awal menggunakan Nearest Neighbor dan c adalah jumlah lokasi.

3. Aturan Pembaruan Pheromone Global

Aturan pembaruan pheromone global hanya dilakukan

pada lintasan dengan tour terbaik. Jumlah pheromone

akan berubah sesuai dengan aturan di bawah ini:

= (1 − ). + . ∆

∆ = ( , ) ∈

0 Dimana adalah parameter pheromone global yang hilang dan adalah panjang jalur terpendek pada akhir siklus.

III. PERANCANGANSISTEM A. Perancangan Data

1. Data Masukan

Data masukan yang digunakan dalam perangkat lunak ini adalah berupa data spatial, data spatial berupa peta digital yang mempunyai tabel atribut. Berikut ini di jelaskan data masukan yang digunakan :

a. Tabel Jalan

Data ini berupa tabel atribut dari peta jalan. Tiap-tiap record dari atribut ini menyimpan informasi dari unit peta jalan tertentu yang bersesuaian pada peta. Pada proses pencarian rute terpendek suatu lokasi data field jalan digunakan untuk proses penterjemahan ke dalam bentuk graf sehingga dapat memberikan hasil.

b. Tabel Lokasi

Data ini berupa tabel atribut dari peta bangunan. Tiap-tiap record dari atribut ini menyimpan informasi dari unit peta bangunan tertentu yang bersesuaian pada peta. Pada proses pencarian rute terpendek suatu lokasi data field lokasi digunakan untuk acuan pencarian rute terpendek suatu lokasi dengan lokasi yang bersangkutan

2. Data Proses

Berikut adalah data-data proses inisialisasi dan proses ACS Tabel 1 Data Proses

Nama Data Tipe Data

Keterangan Matriks Jarak double Data ini berupa matriks hasil

pencarian panjang path semua node menggunakan algoritma dijkstra

Matriks Visibility double Data ini berupa matriks hasil invers dari masing-masing path pada Matriks Jarak Data Jalur array Data ini berupa data jalur yang di peroleh dari proses pencarian antar node menggunakan algoritma dijkstra

Nearest Neighbor array Data ini berupa nilai pencarian solusi rute terpendek dengan menghubungkan titik-titik terdekat

Matriks

Pheromone Awal

double Data ini berupa nilai invers dari Nearest Neighbor dikalikan dengan banyak lokasi yang dipilih 3. Data Luaran

Data luaran yang dihasilkan dari proses pencarian rute terpendek beberapa lokasi berupa data jalan dengan cara pewarnaan yang digambarkan di peta, serta tampilan data urutan lokasi dan jalan yang dicari.

.

B. Gambaran Sistem Secara Umum

Gambaran sistem secara umum proses pencarian rute optimal dalam bahasan ini adalah sebagai berikut.

1. Langkah pertama adalah pengambilan data beberapa lokasi dari peta digital untuk diterjemahkan ke dalam suatu graf.

2. Langkah kedua adalah apabila telah tercipta suatu graf maka dapat dilakukan proses pencarian rute terpendek semua lokasi yang dimaksud dengan menggunakan algoritma Dijkstra sebagai algoritma dasar yang telah diimplemantasikan oleh Sunarendro, 2006[2]. Setelah proses tersebut akan menghasilakan matriks jarak yang selanjutnya akan di proses dengan menggunakan algoritma Ant Colony System, sehingga nantinya dapat memecahkan permasalahan yang dalam penjemputan penumpang travel.

3. Langkah ketiga adalah dari hasil yang didapatkan dalam langkah kedua akan diterjemahkan kembali kedalam bentuk digital.

Gambaran penentuan rute optimal pada kegiatan penjemputan penumpang travel menggunakan Ant Colony System ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:

(4)

IV. HASIL DAN PENGUJIAN

Perangkat yang digunakan dalam pengujian sistem terdiri dari beberapa perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras yang digunakan yaitu komputer dengan Prosesor Intel Core i3 / 2.4 GHz ( Dual-Core ), Memory 4 GB DDR3, dan Hard Disk 500 GB. Sedangkan perangkat lunak yang digunakan adalah Sistem Operasi Windows 7 Ultimate 32-bit SP1 dan perangkat lunak Visual Basic 6.0.

A. Pengambilan data lokasi

Data yang digunakan adalah data geografis yang telah dikerjakan oleh Sunarendro, 2006[2]. Pengujian pengambilan data lokasi bertujuan untuk menunjukkan bahwa sistem mampu membaca input yang dimasukkan oleh pengguna. Dapat dilihat pada gambar di bawah untuk contoh pengujian terdapat pangkalan yang terletak di Terminal T.O Wilangun dan empat lokasi penumpang yang akan diproses pada tahap inisialisasi.

Gambar 2 Data Lokasi Penumpang

Setelah mendapatkan lokasi yang akan dip roses yang dilakukan berikutnya adalah menentukan parameter ACS yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3 Parameter ACS

Nilai-nilai parameter ACS antara lain, Alpha ( ) adalah parameter penguapan pheromon global (0< <1), Beta( ) adalah parameter perbandingan jumlah pheromon relatif terhadap jarak ( > 0), adalah parameter perbandingan antara eksplorasi dan eksploitasi (0 ≤ q ≤ 1), Ro ( ) adalah parameter pheromone lokal yang menguap ( 0 < < 1). B. Proses Inisialisasi

Proses inisialisasi berisi penentuan nilai-nilai yang nantinya akan dip roses pada tahap ACS antara lain, penentuan nilai matriks jarak, matriks visibility, nearest neighbor,matriks pheromone awal.

1. Penentuan Matriks Jarak

Dari data lokasi yang sudah ada akan di dapatkan matriks jarak dengan menghubungkan semua titik lokasi satu dengan yang lain menggunakan algoritma dijkstra dari penelitian sebelumnya. Matriks jarak yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4 Matriks Jarak 2. Penentuan Matriks Visibility

Matriks Visibility merupakan hasil invers dari matriks jarak yang telah didapat sebelumnya. Matriks Visibility yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5 Matriks Visibility 3. Penentuan Nearest Neighbor

Nearest Neighbor di dapat dari menghubungkan lokasi-lokasi terdekat pada matriks jarak yang nantinya akan menjadi solusi awal untuk membangun matriks pheromone awal. Penentuan Nearest Neighbor yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 6 di bawah ini.

(5)

Gambar 6 Nearest Neighbor 4. Penentuan Matriks Pheromone Awal

Matriks pheromone awal di dapat dari invers hasil kali total jarak yang diperoleh Nearest Neighbor dikalikan dengan jumlah lokasi penumpang. Penentuan matriks pheromone awal yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 7 dibawah ini.

Gambar 7 Matriks Pheromone Awal

C. Proses ACS

Setelah proses inisialisasi selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah proses ACS. Proses ACS dapat di lihat pada gambar 1. Hasil dari proses ACS sebagai berikut:

1. Data Tabulist

Data tabulist merupakan data yang berisi urutan lokasi yang dikunjungi oleh semua semut di semua iterasi, data tabulist dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 8 Data Tabulist 2. Pheromone Update Global

Pheromone Update Global adalah pheromone yang telah di update secara global sebanyak iterasi yang telah di tentukan di awal. Hasil dari pheromone update global dapat di lihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 9 Pheromone Update Global

Dapat dilihat pada gambar, Pheromone yang bernilai lebih besar dari yang lain merupakan solusi optimal dari proses ACS.

3. Data Hasil

Data Hasil dapat dilihat pada gambar di bawah

Gambar 10 Data Hasil

Dimulai dari pangkalan, pheromone yang bernilai besar dimiliki oleh penumpang 1, dari penumpang 1 yang memiliki pheromone yang bernilai besar adalah penumpang 3, dari penumpang 3 yang memiliki pheromone yang bernilai besar adalah penumpang 4, dan yang terakhir setelah penumpang 4 adalah penumpang 2. Jadi urutan optimal yang dihasilkan oleh algoritma ACS adalah Pangkalan-Penumpang1-Penumpang3-Penumpang4-Penumpang2 dengan total jarak 28656,8 m. Hasil pewarnaan rute pada peta digital dapat dilihat pada gambar 11 dibawah ini.

(6)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis terhadap hasil pengujian sistem penentuan rute optimal pada kegiatan penjemputan penumpang menggunakan algoritma Ant Colony System , maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Sistem ini telah berhasil menampilkan rute, rincian

perjalanan, dan jarak dari beberapa lokasi penumpang yang telah di optimalkan menggunakan algoritma Ant Colony System.

2. Algoritma ACS mampu memperbaiki solusi awal yang didapat dari penentuan Nearest Neighbor dengan panjang rute 30418,59 m setelah proses ACS menjadi 28656,8 m dengan peningkatan efisiensi sebesar 5,79 %

3. Pada penentuan Nearest Neighbor menghasilkan rute atau jalur yang dapat digunakan sebagai jalur alternatif.

DAFTARPUSTAKA

[1] Harmerita. 2010. “Penyelesaian Vehicle Routing Problem With Time Windows (VRPTW) Menggunakan Algoritma Ant Colony System” . Tugas Akhir S1 Jurusan Matematika ITS. Surabaya.

[2] Widodo, Sunarendro. 2006. “Pencarian Rute Terpendek Antar Lokasi Pada Peta Digital (SIG)”. Tugas Akhir S1 Jurusan Matematika ITS. Surabaya.

[3] Prahasta, Eddy. 2007. “Sistem Informasi Geografi ”. Bandung:informatika. Bandung.

[4] Dorigo, M., Gambardella, L. M. 1997. “Ant Colony System: A Cooperative Learning Approach to the Travelling Salesman Problem”, IEEE Transactions on Evolutionary Computation, Vol.1, No.1.

[5] Susilo, B., Efendi, R., Maulinda, S. 2011. “Implementasi Analisa Kinerja Algoritma Ant System (AS) dalam penyelesaian Multiple Travelling Salesman Problem (MTSP)”. Program Studi Teknik Informatika Universitas Bengkulu. Bengkulu. [6] Leksono, Agus. 2009. “Algoritma Ant Colony

Optimization (ACO) Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP)”. Tugas Akhir S1 Jurusan Matematika UNDIP. Semarang.

Gambar

Gambar 2 Data Lokasi Penumpang
Gambar 6 Nearest Neighbor  4.  Penentuan Matriks Pheromone Awal

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar hasil perhitungan Z-score pada tabel perhitungan Z-score bank umum swasta nasional devisa tahun 2010 (lampiran), terdapat 6 bank atau 29% bank yang berada dalam kondisi

Fitrah Hamdani. Fakta keragaman Indonesia dari sisi agama, etnis, suku dan budaya tidak bisa kita bantah dan merupakan kekayaan bangsa. Indonesia diikat dengan semangat

Program komputer dapat melakukan penalaan nada alat musik dengan menghitung frekuensi dasar gelombang bunyi alat musik tersebut dari hasil alihragam Fourier dan mencocokkan

Kerangka pikir dalam penelitian ini didasarkan atas penyususnan dan pembangunan model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris (EPBI) di jenjang SMA. Model ini bertitik

Hasil uji laboratorium dan perhitungan analitis menunjukkan bahwa tinggi bukaan pintu air pada saat pasang dan surut dapat ditentukan berdasarkan sudut kemiringan awal dan berat

Jenis data ada dua yaitu data primer yang diperoleh langsung dari responden meliputi: data sisa makanan, keadaan psikis, penampilan makanan dan rasa makanan yang

Sedangkan gambar 4.c, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan warna yang terdapat pada berbagai perlakuan pada temperatur pemanasan 115°C, dari kiri kekanan adalah