PENETAPAN KADAR KEHILANGAN ( LOSSES) MINYAK PADA AMPAS PRESSAN DENGAN METODE SOKHLETASI DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA ADOLINA
TUGAS AKHIR
OLEH:
FUTRI RIZKIYAH W. LUBIS NIM 092410037
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
PENETAPAN KADAR KEHILANGAN (LOSSES) MINYAK PADA AMPAS PRESSAN DENGAN METODE SOKHLETASI DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA ADOLINA
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh:
FUTRI RIZKIYAH W. LUBIS NIM 092410037
Medan, Mei 2012 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,
Drs. Wiryanto, M. S., Apt. NIP 195110251980021001
Disahkan Oleh: Dekan,
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas
Akhir ini.
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi
persyaratan dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan
Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari
Tugas Akhir ini adalah: Penetapan Kadar Kehilangan (Losses) Minyak pada Ampas Pressan dengan Metode Sokhletasi di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina.
Didalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak menghadapi kendala
dan masalah. Akan tetapi atas bantuan dan dorongan dari banyak pihak, akhirnya
Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis berterima kasih
kepada:
1. Ayahanda Sahbudin Lubis dan Ibunda Dra. Hj. Seri Hawa Nasution
beserta keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan dorongan
baik moril maupun material dalam penulisan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas
4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Jurusan
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
5. Bapak Drs. Rasmadin, M.S., Apt., selaku Wakil Ketua Jurusan yang telah
memberi pengarahan mengenai penulisan Tugas Akhir
6. Bapak Agus Saud Sipayung dan Bapak Syahrial Siregar, selaku
Pembimbing PKL di PTPN IV (Persero) Unit Usaha Adolina
7. Ibu Nuraida Pohan beserta seluruh staf dan karyawan di PTPN IV
(Persero) Unit Usaha Adolina yang telah bersedia berbagi ilmu kepada
kami sewaktu PKL.
8. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staff program studi Diploma III
Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara.
9. Sahabat penulis sewaktu PKL, Rizki Muliana, Diniyah Safitri, dan Edi
Suheri yang senantiasa selalu bekerja sama dalam pelaksanaan PKL.
Luthfan Darus, Fitria Kalsum yang senantiasa membantu mencari bahan
Tugas Akhir ini.
10. Seluruh teman-teman Mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan
2009 yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir
ini, baik kekurangan dalam materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, penulis
mengharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan Tugas Akhir
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu. Semoga hasil Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2012
Penulis
Penetapan Kadar Kehilangan (losses) Minyak pada Ampas Pressan dengan Metode Sokhletasi di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina
Abstrak
Pengutipan atau ekstraksi minyak dari Tandan Buah Segar (TBS) tidak akan pernah mencapai 100%. Kehilangan (losses) minyak pasti akan terjadi, tetapi harus diusahakan sekecil mungkin atau pada batas-batas yang dapat ditolerir. Minyak yang masih terkandung dalam ampas pressan sebagai sisa pengepresan adalah salah satu kehilangan (losses) selama proses pengolahan. Tujuan dari judul tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kadar kehilangan (losses) minyak pada ampas pressan dan kesesuaiannya dengan norma yang ditetapkan pada Standar Mutu Pabrik Kelapa Sawit Adolina. Penetapan kadar kehilangan (losses) minyak pada ampas pressan dilakukan dengan metode sokhletasi. Sampel berupa ampas diekstraksi dengan pelarut organik n-heksan yang dipanaskan selama lebih kurang 6 jam menggunakan alat sokhlet . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar rata-rata kehilangan (losses) minyak pada ampas pressan adalah sebesar 4,23% melebihi norma yang ditetapkan di Parik Kelapa Sawit Adolina yaitu 3,90%.
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Judul ... i
Lembar Pengesahan... ii
Kata Pengantar... iii
Abstrak ... vi
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... ix
Daftar Lampiran ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 3
1.3. Manfaat ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Tanaman Kelapa Sawit ... 4
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit ... 4
2.1.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit ... 5
2.2 Panen dan Pengolahan Hasil ... 6
2.2.1 Panen ... 6
2.2.2 Cara Panen ... 8
2.2.3 Pengolahan Hasil ... 8
2.2.4 Hasil Olahan Tanaman Kelapa Sawit ... 14
2.3.1 Faktor yang mempengaruhi efisiensi ekstraksi pada
ampas pressan ... 19
2.4 Standar Mutu ... 22
2.4.1 Faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit ... 24
2.5 Kandungan Minyak Sawit ... 27
2.6 Pemanfaatan Minyak sawit... 28
2.7 Penetapan Kadar Minyak dengan Metode Sokhletasi ... 29
BAB III. METODOLOGI PERCOBAAN ... 32
3.1 Waktu dan Tempat Pengujian ... 32
3.2 Alat dan Bahan ... 32
3.3 Pengambilan Sampel ... 32
3.4 Prosedur ... 32
3.5 Norma Hasil... 33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
4.1 Hasil ... 34
4.2 Pembahasan ... 34
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
5.1 Kesimpulan ... 35
5.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Tingkatan Fraksi Kematangan Buah ... 7
Tabel 2. Losses Minyak Terhadap Contoh di Pabrik Kelapa Sawit
Adolina ... 19
Tabel 3. Standar Mutu Minyak Sawit, Inti Sawit pada Pabrik
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Data hasil pengujian... 37
Lampiran 2. Rangkaian alat sokhlet ... 39
Penetapan Kadar Kehilangan (losses) Minyak pada Ampas Pressan dengan Metode Sokhletasi di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina
Abstrak
Pengutipan atau ekstraksi minyak dari Tandan Buah Segar (TBS) tidak akan pernah mencapai 100%. Kehilangan (losses) minyak pasti akan terjadi, tetapi harus diusahakan sekecil mungkin atau pada batas-batas yang dapat ditolerir. Minyak yang masih terkandung dalam ampas pressan sebagai sisa pengepresan adalah salah satu kehilangan (losses) selama proses pengolahan. Tujuan dari judul tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kadar kehilangan (losses) minyak pada ampas pressan dan kesesuaiannya dengan norma yang ditetapkan pada Standar Mutu Pabrik Kelapa Sawit Adolina. Penetapan kadar kehilangan (losses) minyak pada ampas pressan dilakukan dengan metode sokhletasi. Sampel berupa ampas diekstraksi dengan pelarut organik n-heksan yang dipanaskan selama lebih kurang 6 jam menggunakan alat sokhlet . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar rata-rata kehilangan (losses) minyak pada ampas pressan adalah sebesar 4,23% melebihi norma yang ditetapkan di Parik Kelapa Sawit Adolina yaitu 3,90%.
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu pondasi tumbuh dan
berkembangnya sistem agribisnis kelapa sawit. Perkembangan sistem agribisnis
kelapa sawit di Indonesia tersebut harus dilakukan secara terpadu dan selaras
dengan semua subsistem pendukung yang ada di dalamnya. Subsistem pendukung
tersebut meliputi, subsistem produksi, subsistem pengolahan dan subsistem
pemasaran (Pahan, 2011).
Pengolahan kelapa sawit adalah salah satu subsistem pendukung yang
menentukan keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit termasuk di PT
Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina. Tujuan dari pengolahan tersebut
adalah mengutip minyak dan inti sawit dari Tandan Buah Segar (TBS) seoptimal
mungkin dengan mutu yang baik sesuai dengan permintaan pasar. Kegiatan
pengolahan tersebut biasanya berlangsung di Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
Pengutipan atau ekstraksi minyak dari TBS ini tidak akan pernah mencapai
100%. Kehilangan (losses) minyak pasti akan terjadi, tetapi harus diusahakan
sekecil mungkin atau pada batas-batas yang dapat ditolerir. Kehilangan (Losses)
minyak adalah jumlah minyak yang seharusnya diperoleh dari hasil suatu proses
namun minyak tersebut tidak dapat diperoleh atau hilang.
Kehilangan (losses) minyak bisa terdapat pada tandan kosong, ampas
presan, biji, air kondensat rebusan, Drab Akhir dan lain-lain. Tetapi kehilangan
(Losses) minyak yang paling besar terdapat pada ampas presan selama proses
Proses pengepresan adalah proses penekanan terhadap massa buah. Tekanan
dari massa buah diperoleh dari alat screw press yang berputar berlawanan arah
dengan kecepatan yang sama. Tujuan dari pengepresan ini adalah memeras
minyak sebanyak mungkin dari massa remasan, sehingga kehilangan minyak
sekecil-kecilnya. Dalam hal ini minyak tersebut masih terkandung dalam ampas
press sebagai sisa pengepresan. Hal ini disebabkan karena ampas / serabut dapat
menyerap minyak juga karena pengaturan tekanan pada alat pressan (screw press)
tidak disesuaikan dengan kapasitas alat sehingga efisiensi ekstraksi minyak tidak
optimal (Hariyanto, 2007).
Menyadari akan hal ini, maka penulis tertarik untuk mengambil judul tugas
akhir “Penetapan Kadar Kehilangan (Losses) Minyak pada Ampas Pressan dengan Metode Sokhletasi“. Adapun pengujiannya dilakukan selama penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha
Adolina.
Penetapan kadar kehilangan (losses) minyak pada ampas pressan dapat
dilakukan dengan metode Sokhletasi. Sokhletasi merupakan metode pemisahan
suatu bahan alam dengan pelarut organik yang menggunakan alat sokhlet. Pada
umumnya metode sokhlet digunakan untuk memisahkan lemak dan minyak
nabati.
Keuntungan dari metode ini adalah pelarut yang digunakan sedikit dan
keefisienan dari pelarut tersebut tinggi sedangkan kekurangannya adalah
ekstraksi sampel tidak merata, karena ada bagian sampel yang kontak lebih lama
1.2Tujuan
Adapun tujuan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kadar kehilangan
(losses) minyak pada ampas pressan dan kesesuaiannya dengan norma yang
ditetapkan pada Standar Mutu Pabrik Kelapa Sawit Adolina.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar kehilangan (losses)
minyak pada ampas pressan adalah untuk mengetahui kadar kehilangan (losses)
minyak pada ampas pressan dan membandingkannya dengan norma yang telah
ditetapkan. Sehingga jika kadar melebihi norma yang ditetapkan dapat dicari cara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit
Upaya klasifikasi kelapa sawit sudah dimulai sejak empat abad yang lalu
(abad ke 16) dan dilanjutkan pada abad-abad selanjutnya. Seperti halnya dengan
upaya pengklasifikasian jenis-jenis tumbuhan lainnya ataupun hewan, para ahli
berbeda pendapat mengenai klasifikasi kelapa sawit. Hal ini dapat dimengerti,
karena dimasa lampau Ilmu Taksonomi maupun ilmu-ilmu yang berkaitan
dengannya belum berkembang seperti sekarang, dan peralatan yang tersedia pun
masih sederhana. Dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
diperoleh data dan informasi baru yang memungkinkan para ahli untuk
mengadakan perubahan, penyesuaian dan pembetulan.
Taksonomi kelapa sawit yang umum diterima sekarang adalah sebagai
berikut:
Divisi : Tracheophyta
Anak divisi : Pteropsida
Kelas : Angiospermae
Anak kelas ( Subdivisi ) : Monocotyledoneae
Bangsa ( Ordo ) : Spadiciflorae ( Arecales )
Suku ( Familia ) : Palmae ( Arecaceae )
Marga ( Genus ) : Elaeis
Jenis ( Spesies ) : Elaeis guineensis Jacq.
Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763
berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique,
kawasan Hindia Barat, Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani ) berarti minyak,
sedangkan kata guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa
sawit berasal dari Guinea ( Afrika ). Jenis-jenis lain dari marga Elaeis antara lain
adalah E.madagascariensis Becc. dan E. melanococca sekarang lebih banyak
dipakai nama Corozo oleifera (Bailey, 1940).
2.1.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit
Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal.
Varietas-varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau
berdasarkan warna kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut, ternyata
dikenal juga beberapa varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan,
antara lain mampu menghasilkan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan
varietas lain.
Pembagian varietas kelapa sawit berdasarkan tebal tempurung dan daging
buah, yaitu:
1. Dura
Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut
pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging
Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah.
Dalam persilangan, varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina.
2. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging
buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan
daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa
menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina
yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini. Oleh sebab itu, dalam
persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara
Pisifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.
3. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu
Dura dan Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di
perkebunan-perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara
0,5-4 mm, dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah
terhadap buah tinggi, antara 60-96% (Satyawibawa, dkk, 1992).
2.2Panen dan Pengolahan Hasil 2.2.1 Panen
Panen kelapa sawit terutama didasarkan pada saat kadar minyak mesokarp
mencapai maksimum dan kandungan asam lemak bebas minimum, yaitu pada saat
buah mencapai tingkat kematangan tertentu (ripe). Kriteria kematangan yang tepat
ini dapat dilihat dari warna kulit buah dan jumlah buah yang rontok pada tiap
Penyelidikan yang dilakukan terhadap 400 tandan kelapa sawit
menunjukkan adanya hubungan linier antara jumlah yang rontok pada tiap tandan
dan persentasi minyak yang terdapat pada mesokarp kelapa sawit yang
bersangkutan. Kenaikan jumlah yang rontok dari 5 sampai 74% buah
menunjukkan kenaikan kandungan minyak pada mesokarp sebesar 5% dan kadar
asam lemak bebas meningkat dari 0,5% menjadi 2,9% (Ketaren, 1986).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memanen kelapa sawit adalah
penentuan tingkat kematangan yang tepat, biaya panen, cara panen, frekuensi
panen dan sistem pengangkutan yang digunakan. Tingkatan fraksi kematangan
buah dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Tingkatan Fraksi Kematangan Buah
NO. Keterangan Fraksi Jumlah Berondolan Keterangan
1 Mentah 00 Tidak ada Sangat mentah
0 1-10 buah luar
memberondol
Mentah
2 Matang 1 12,5-25% buah luar
memberondol
Kurang matang
2 25-50% buah luar
memberondol
Matang I
3 50-75% buah luar
memberondol
Matang II
3 Lewat
matang
4 75-100% buah luar
memberondol
Lewat matang I
5 Buah dalam juga
memberondol, ada buah
yang busuk
2.2Cara Panen
Cara pemanenan buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang
dihasilkan. Sebaiknya pemanenan dilakukan terhadap semua tandan buah yang
telah matang. Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umum
dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman yang
tingginya 2-5 m digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos. Sedangkan
tanaman dengan ketinggian 5-10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan
alat kampak siam. Cara egrek digunakan untuk pemanenan tanaman dengan tinggi
diatas 10 m,dengan alat arit bergagang panjang (egrek) (Suyatno, 1994).
Tandan buah yang telah dipanen sebaiknya tidak mengalami masa
penyimpanan, dengan kata lain, bahwa tandan buah setelah dipanen sebaiknya
segera diolah. Lama masa penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari dua hari. Sebab
penyimpanan yang lama akan merusak minyak. Penyimpanan dilakukan di lokasi
penumpukan buah, dan pada penyimpanan harus diperhatikan letak penumpukan
tandan, sehingga tandan yang pertama disimpan harus yang pertama kali diolah
(first in first out).
2.2.1 Pengolahan Hasil
Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk
memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung
cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat. Dimulai dari pengangkutan
TBS atau brondolan dari Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) ke pabrik sampai
Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan
minyak akan diuraikan lebih lanjut berikut ini.
1. Stasiun Timbangan
Langkah pertama adalah melakukan penimbangan hasil panen yang diterima
di pabrik. Penimbangan penting dilakukan sebab akan diperoleh angka-angka
yang terutama berkaitan dengan produksi perkebunan, pembayaran upah para
pekerja, penghitungan rendemen minyak sawit. Penimbangan dilakukan di atas
jembatan timbang dengan sistem komputerisasi. Jika diangkut dengan kendaraan
truk atau traktor gandengan, penimbangan dilakukan sebelum pembongkaran dan
pemuatannya kedalam keranjang rebusan. Sesudah itu ditimbang lagi dalam
keadaan kosong. Jika pengangkutan dilakukan langsung dalam keranjang rebusan
diatas lori, hasil dapat langsung ditimbang, sedangkan berat kosong ditentukan
secara berkala saja sekali setahun (Mangoensoekarjo, dkk, 2008).
2. Stasiun Penerimaan Buah
Tandan Buah Segar (TBS) yang telah ditimbang kemudian dibawa ke
Stasiun Penerimaan Buah. Di pintu Loading Ramp, buah disortir berdasarkan
fraksi kematangannya. Loading Ramp terdiri dari 15 pintu dengan sistem hidrolik.
Buah yang telah matang kemudian dimasukkan ke dalam lori melalui Loading
3. Stasiun Rebusan
Perebusan merupakan awal proses pengolahan buah yang hasilnya sangat
menentukan terhadap keberhasilan proses pengutipan atau kehilangan (losses)
minyak atau inti pada proses selanjutnya. Proses perebusan yang sempurna akan
memaksimalkan efektifitas pengutipan minyak, sedangkan perebusan yang kurang
sempurna akan menyebabkan peningkatan losses. Oleh karena itu proses
perebusan yang sempurna mutlak harus dilakukan sehingga capaian rendemen
dapat meningkat dan losis dapat ditekan.
Selain itu, TBS mengandung sejumlah zat yang harus dimusnahkan terlebih
dahulu untuk mencapai pengolahan yang efisien. Suasana lembab dengan suhu
tinggi dalam rebusan akan menginaktifkan enzim-enzim lipase dan lipoksidase
yang terdapat dalam buah sehingga proses hidolisis minyak menjadi asam lemak
bebas dan proses oksidasi minyak dapat dihentikan. Oleh karena itu tandan yang
dipanen harus diusahakan dapat direbus (sterilisasi) secepatnya.
Dalam tahap ini menggunakan sistem tiga puncak (triple peak). Sistem tiga
puncak artinya tiga kali menaikkan tekanan dan dua kali membuang air kondensat
selama proses perebusan berlangsung. Keuntungan menggunakan sistem tiga
puncak ini diantaranya: persentase buah tidak membrondol lebih kecil, kehilangan
minyak dalam ampas lebih kecil dan proses klarifikasi minyak lebih baik.
Perebusan dengan sistem tiga puncak (triple peak). Puncak pertama tekanan
sampai 2,3 kg/cm2, puncak kedua tekanan sampai 2,5 kg/cm2. Dan di puncak
ketiga tekanan sampai 3,0 kg/cm2. Lama perebusan dilakukkan selama 90 menit
4. Stasiun Penebah
Setelah perebusan yang sempurna, buah sudah dalam keadaan mudah
dilepaskan dari tandannya. Daging buah sudah lunak dan lemah, dan zat-zat yang
mengganggu pada pengolahan selanjutnya sudah dimusnahkan atau dibuat
nonaktif. Inti juga sudah mulai lekang dari tempurungnya (cangkangnya). Tandan
buah telah siap untuk pekerjaan pemisahan.
Pemisahan yang dilakukan terdiri atas pemisahan buah dari Tandan Buah
Kosong (TBK) dengan penebahan, pemisahan minyak dari daging buah dengan
pengempaan, pemisahan biji dari ampas kempa dengan penghembusan serabut,
pemisahan minyak dari air dengan pengendapan, dan pemisahan inti dari biji
dengan pemecahan biji dan pemisahan cangkang. Penebahan adalah untuk
melepaskan buah dan kelopak (calyx) dari tandan yang sudah direbus. Penebah
adalah suatu alat berbentuk teromol mendatar yang sedikit miring dengan kisi-kisi
yang bercelah sedikit lebih besar daripada ukuran berondolan (Hariyanto, 2007).
Keranjang rebusan (lori) yang berisi tandan rebus diangkat dengan keran
pengangkat (hoisting crane) dan dituangkan isinya ke atas talang pengumpan
(auto feeder). Yang penting penebah (thresher) menerimanya dengan jumlah yang
konstan dan teratur sesuai dengan kapasitas olah. Auto feeder berfungsi mengatur
masuknya buah yang sudah direbus ke bantingan (thresher) secara kontinu dan
merata sehingga proses perontokan brondolan dapat berlangsung maksimal.
Kecepatan auto feeder diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kapasitas
Di dalam bantingan/penebah/thresher, berlangsung proses perontokan
brondolan dari janjangan. Akibat adanya bantingan tandan buah di dalam thresher
yang berputar dengan kecepatan ±23 rpm. Semakin besar berat rata-rata tandan,
semakin besar rpm nya.
Untuk menyempurnakan proses perontokan, disamping siku pengarah yang
telah terpasang, masih perlu ditambah cakar yang dipasang sejajar dengan kisi
thresher. Cakar ini berfungsi untuk mancabik-cabik tandan akar brondolan yang
berada di dalam ikut membrondol. Cakar dibuat dari besi dan berjumlah 12 buah.
Brondolan hasil dari thresher, diangkut dengan elevator ke digester.
5. Stasiun Kempa
Brondolan yang telah terlepas dari tandannya kemudian diangkut ke bagian
pengadukan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan adalah sebuah
tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lengan pengaduk di bagian
dalamnya. Lengan-lengan pengaduk ini diputar oleh motor listrik yang dipasang
di bagian atas dari alat. Putaran lengan-lengan pengaduk berkisar 25-26 rpm.
Tujuan utama dari proses pengadukan ini yaitu mempersiapkan daging buah untuk
pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari
daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya.
Selanjutnya, buah hasil pengadukan langsung masuk ke alat pengempaan
yang persis berada dibawah digester. Pada PKS, umumnya digunakan screw press
sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Tekanan
dari daging buah diperoleh dari alat tersebut yang berputar berlawanan arah
Pengaturan tekanan pada alat screw press sangat menentukan efisiensi
ekstraksi minyak, dimana tekanan yang dipakai adalah 35-40 ampere. Selama
proses pengempaan berlangsung, air panas ditambahkan ke dalam screw press.
Hal ini bertujuan untuk pengenceran (dillution) sehingga massa buah tidak terlalu
rapat. Hasil akhir dari proses pengempaan ini adalah minyak kasar yang akan
diolah lebih lanjut di stasiun klarifikasi serta ampas dan biji yang akan diolah di
stasiun biji (Pahan, 2011).
6. Stasiun Klarifikasi
Stasiun klarifikasi yaitu stasiun pengolahan di PKS yang bertujuan untuk
melakukan pemurnian minyak dari kotoran-kotoran, seperti padatan lumpur dan
air. Minyak kasar yang diperoleh dari proses pengempaan perlu dibersihkan dari
kotoran, baik yang berupa padatan (solid), lumpur (sludge), maupun air. Tujuan
dari pembersihan ini adalah untuk memperoleh minyak dengan kualitas sebaik
mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak.
Minyak sawit kasar yang melalui proses pemurnian atau klarifikasi bertahap
akan menjadi minyak sawit mentah yang kemudian disimpan di tangki
penimbunan sebelum pengiriman. Sedangkan sisa olahan yang berupa lumpur,
masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang untuk diambil minyak
7. Stasiun Biji
Proses pemisahan biji-serabut dari ampas pengempaan bertujuan terutama
untuk memperoleh biji sebersih mungkin. Kemudian, dari biji tersebut harus
menghasilkan inti sawit secara rasional, yakni kerugian yang sekecil-kecilnya
dengan hasil inti sawit yang setinggi-tingginya.
Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan, diolah lebih lanjut
untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji sawit dikeringkan dalam silo
minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 500 C, sehingga inti
sawit mengerut dan memudahkan inti sawit terpisah dari cangkangnya. Pemisahan
inti sawit dan cangkang didasarkan pada berat jenis keduanya. Alat yang
digunakan adalah hydrocyclone separator. Inti dan tempurung dipisahkan oleh
aliran alir yang berputar dalam sebuah tabung. Dalam keadaan tersebut inti sawit
akan mengapung dan cangkang tenggelam. Proses selanjutnya adalah pencucian
inti sawit dan cangkang sampai bersih. Untuk menghindari kerusakan akibat
mikroorganisme, maka inti sawit harus dikeringkan pada suhu 800C dah diolah
lebih lanjut menjadi minyak inti sawit (PKO) (Fauzi, dkk, 2002).
2.2.2 Hasil Olahan Tanaman Kelapa Sawit
Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama pengolahan tanaman
kelapa sawit, yaitu:
1. Minyak Sawit
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang
dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Secara
1. Perikarpium, terdiri dari:
a. Eksokarp yaitu kulit buah yang keras dan licin
b. Mesokarp yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak
dengan rendemen paling tinggi.
2. Biji, mempunyai bagian:
a. Endokarp yaitu kulit biji = tempurung berwarna hitam dan keras.
b. Endosperm (kernel= inti = daging buah), berwarna putih dan dari bagian
ini akan menghasilkan minyak inti sawit setelah melalui ekstraksi.
c. Lembaga atau Embrio.
Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi
yang tetap. Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida,
yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai
asam lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linoleat.
Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan pigmen karotenoida
(terutama β-karotena). Karotenoid sangat larut dalam minyak dan merupakan
hidrokarbon dengan banyak ikatan tidak jenuh. Bila minyak dihidrogenasi maka
akan terjadi hidrogenasi karotenoid sehingga warna merah berkurang. Selain itu,
perlakuan pemanasan akan mengurangi warna pigmen (Winarno, 1984).
Kandungan karotene dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam
minyak dari jenis Tenera kurang lebih 500-700 ppm; kandungan tokoferol
Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa minggu
sebelum matang. Oleh karena itu, penentuan saat panen adalah sangat menentukan
(kritis). Kandungan minyak tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan
memberondol. Karena itu kematangan tandan biasanya dinyatakan dengan jumlah
buahnya yang memberondol. Seminggu sebelum matang, yaitu 19 minggu setelah
penyerbukan, minyak yang terbentuk baru 6 – 7%. Pada hari-hari terakhir
menjelang pematangannya pembentukan minyak berlangsung dengan cepat
sehingga mencapai maksimumnya, yaitu sekitar 50% berat terhadap daging buah
segar pada minggu ke-20 setelah penyerbukan (Mangoensoekarjo, dkk, 2008).
2. Inti Sawit
Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna cokelat hitam. Inti
sawit mengandung lemak, protein, serat dan air. Pada pemakaiannya, lemak yang
terkandung di dalamnya (disebut minyak inti sawit) diekstraksi dan sisanya atau
bungkilnya yang kaya protein dipakai sebagai bahan makanan ternak.
Minyak inti sawit juga dapat mengalami hidrolisis. Hal ini lebih mudah
terjadi pada inti pecah dan inti berjamur. Faktor yang menentukan pada
peningkatan kadar Asam Lemak Bebas minyak inti sawit adalah kadar asam
permulaan, proses pengeringan yang tidak baik, kadar air akhir dalam inti sawit
kering dan kadar inti pecah. Inti sawit pecah yang basah akan menjadi tempat
Dalam keadaan normal kadar Asam Lemak Bebas permulaan minyak inti
sawit tidak lebih dari 0,5%, sedangkan pada akhir pengolahan tidak lebih dari 1%.
Dengan demikian kenaikan kadar Asam Lemak Bebas akibat pengolahan hanya
0,5%. Jadi pembentukan Asam Lemak Bebas lebih banyak terjadi pada
penimbunan, yaitu jika tempat penimbunannya lembap dan atau kadar air inti
sawit terlalu tinggi melebihi kadar air .
Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya
akan lebih berwarna lebih gelap dan lebih sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada
pengolahan minyak sawit adalah pada perebusan yaitu sekitar 130oC. Suhu kerja
maksimum dibatasi setinggi itu untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang
berubah warna. Brondolan dan buah yang lebih tipis daging buahnya atau lebih
tipis cangkangnya adalah lebih peka terhadap suhu tinggi tersebut
(Mangoensoekarjo, dkk, 2008).
2.3 Kehilangan ( Losses) Minyak Sawit Selama Pengolahan Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya losses, antara lain:
1. Pada proses perebusan, yaitu air kondensat
Dalam proses perebusan, minyak yang terbuang ± 0,7%. Air kondensat
dengan kandungan minyak ini akan dikeluarkan oleh operator setiap kali kondisi
perebusan mencapai peak-peak yang ditetapkan. Umumnya, hal ini disebabkan
2. Pada proses penebahan
Kerugian yang terjadi pada proses penebahan ada dua macam yaitu,
kehilangan minyak yang terserap oleh oleh tangkai tandan kosong dan kehilangan
minyak dalam buah yang masih tertinggal pada tandan (USF/Unstripped Fruit).
Tingkat kematangan buah dan metode perebusan buah sangat menentukan.
Semakin tinggi tingkat kematangan dan semakin lama waktu perebusan, semakin
besar kemungkinan minyak keluar dari daging buah karena daging buah semakin
lunak. Pada proses penebahan, minyak tersebut terserap oleh tandan (Pahan,
2011).
3. Pada proses pengempaan, yaitu ampas pressan dan biji
Pengaturan tekanan alat kempa (screw press) sangat mempengaruhi efisiensi
ektraksi minyak. Tekanan yang tinggi akan mengakibatkan kehilangan minyak
dalam jumlah kecil dan biji pecah dalam jumlah besar. Dan tekanan yang kecil
akan mengakibatkan kehilangan minyak dalam jumlah besar dan biji pecah dalam
jumlah kecil. Pada saat proses pengepresan berlangsung, sebagian minyak yang
keluar akan diserap oleh permukaan biji secara alamiah.
4. Pada proses pemurnian minyak, yaitu pada lumpur (sludge)
Sludge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak. Di
PKS, sludge diolah kembali pada minyak yang masih terkandung didalamnya.
Pengolahan tersebut umumnya menggunakan decanter yang menghasilkan 3 fase,
yaitu light phase, heavy phase dan solid. Light phase merupakan fase cairan
dengan kandungan minyak yang cukup tinggi. Oleh karena itu, fase ini harus
Heavy phase merupakan fase cairan dengan sedikit kandungan minyak
sehingga fase ini dikirim ke bak fat pit dan diteruskan ke limbah. Solid merupakan
padatan dengan kadar minyak maksimum 3,5% dari berat sampel yang akan
[image:30.595.117.427.248.523.2]diaplikasikan sebagai pupuk di kebun (Pahan, 2011).
Tabel 2. Losses Minyak Terhadap Contoh di PKS Adolina
NO URAIAN NORMA
1. Air Kondensat 0,50%
2. Janjangan Kosong 1,85%
3. Ampas pressan 3,90%
4. Biji 0,80%
5. Sludge Separator 0,60%
6. Drab Akhir 0,50%
2.3.1 Faktor yang mempengaruhi efisiensi ekstraksi pada ampas pressan Pokok permasalahan dalam hal kehilangan minyak yang terikut pada ampas
dalam pengempaan adalah faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor
penyebabnya adalah tekanan kempa yang pergunakan pada pengempaan yang
sesuai agar kehilangan minyak dapat ditekan sedikit mungkin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan minyak yang terikut dalam
1. Pemanenan buah yang terlalu dini (buah masih mentah)
Semakin tua umur dari tanaman kelapa sawit, maka ukuran buah dari kelapa
sawit akan semakin besar. Kadar minyak yang dihasilkan pun akan semakin
tinggi. Umur tanaman kelapa sawit yang baik untuk dipanen adalah pada saat
tanaman tersebut mencapai umur 2,5-3 tahun dengan melihat jumlah brondolan
yang jatuh atau rontok. Oleh karena itu, jika pemanenan buah terlalu dini
dilakukan, maka minyak diperoleh dari pengolahan kelapa sawit akan
menghasilkan jumlah yang sangat sedikit, sebab buah masih mentah dan lumpur
yang dihasilkannya dari pengolahan tersebut akan bertambah banyak.
2. Waktu dan kondisi operasi perebusan buah
Perebusan dengan waktu yang cepat dan tekanan uapnya yang rendah akan
mengakibatkan kurangnya kematangan pada buah sehingga sulit memperoleh
minyak pada proses pengepresan. Jika waktu perebusan terlalu lama akan
menyebabkan peresapan minyak pada celah-celah serabut meningkat. Akibatnya
kurangnya kadar air pada serat serabut sehingga minyak akan sulit dikeluarkan
pada proses pengepresan.
3. Proses pengadukan
Prinsip dari proses pengadukan adalah untuk mengaduk massa buah
sehomogen mungkin untuk memperoleh daging buah yang benar-benar terlepas
dari bijinya. Tujuannya adalah agar serabut pada biji tidak banyak tertinggal, yang
4. Tekanan pengempaan
a. Bila tekanan kempa telalu rendah akan mengakibatkan :
- Bahan bakar ampas masih basah, sehingga pembakaran oleh boiler tidak
sempurna
- Kehilangan minyak pada ampas bertambah
- Pemisahan ampas pada biji tidak sempurna sehingga proses pengolahan
biji akan mengalami kesulitan
b. Bila tekanan kempa terlalu tinggi akan mengakibatkan :
- Kadar biji pecah bertambah sehingga kehilangan minyak dalam biji naik
- Hasil produksi akan meningkat
- Daya kerja screw press menjadi lambat
5. Alat pengukur tekanan yang tidak standar lagi
Pemakaian alat pengukur tekanan yang tidak standar lagi pada stasiun
pengempaan akan menyebabkan pemerasan minyak menjadi tidak optimal karena
tekanan dapat berubah-ubah setiap waktu dan bila tidak dikontrol secara nyata,
maka kehilangan minyak dalam ampas pressan akan meningkat.
6. Kelalaian pekerja
Kelalaian pekerja dalam mengoptimalkan dan menjalankan alat pada stasiun
pengempaan dapat menimbulkan kehilangan minyak pada ampas pressan. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan tentang pemakaian alat yang dimiliki
kurang kondusif serta alat-alat yang diinginkan juga sudah dalam jangka waktu
yang lama (Naibaho, 1996).
7. Kekurangan bahan bakar pada ketel uap (boiler)
Ketel uap merupakan alat untuk memproduksi atau menghasilkan uap dari
bahan baku air dengan menggunakan bahan bakar fiber (ampas) dan cangkang.
Kekurangan bahan bakar pada boiler akan mengakibatkan kurangnya pasokan
energi listrik untuk menggerakkan atau memanaskan alat-alat pabrik. Karena
energi listrik yang didapat berkurang, maka secara otomatis tenaga untuk
menggerakkan mesin kempa akan berjalan lambat sehingga proses pengolahan
tidak berjalan sempurna akibatnya pengutipan minyak dan inti menjadi rendah.
2.4 Standar Mutu
Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh
karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya.
Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar-benar
murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Kedua, pengertian mutu
minyak sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan
spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar Asam Lemak Bebas,
air, kotoran, logam dan ukuran pemucatan (Fauzi, dkk, 2002).
Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri
pangan dan nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian,
kesegaran, kemurnian dan aspek higienisnya harus diperhatikan. Rendahnya mutu
faktor yang secara langsung berkaitan dengan standar mutu minyak sawit terhadap
[image:34.595.108.514.222.757.2]Tandan Buah Segar seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Standar Mutu Minyak Sawit, Inti Sawit pada PKS Adolina
URAIAN NORMA
BULAN / TAHUN
DESEMBER
2009
DESEMBER
2010
DESEMBER
2011
1.Mutu Minyak Sawit
Kadar ALB 3,00 4,01 4,14 4,24
Kadar Air 0,150 0,162 0,150 0,150
Kadar Kotoran 0,020 0,020 0,019 0,020
2.Losis Minyak Terhadap TBS
dalam tankos 0,39 0,50 0,49 0,49
dalam Drab Akhir 0,30 0,29 0,29 0,31
dalam Ampas
Kempa
0,55 0,58 0,58 0,60
buah dalam tankos 0,16 0,07 0,00 0,00
dalam biji 0,10 0,09 0,09 0,09
Total Losis 1,50 1,53 1,45 1,49
Q.P.M 93,91 93,79 94,14 93,97
Drier
3.Mutu Inti Sawit
Kadar ALB 2,00 1,20 1,25 1,12
Kadar Air 7,00 7,91 7,13 7,43
Kadar Kotoran 6,00 6,96 5,87 5,57
4.Losis Inti Terhadap TBS
dalam cangkang 0,22 0,21 0,17 0,19
Dalam tankos 0,05 0,02 0,00 0,00
Dalam ampas
cyclone
0,28 0,23 0,24 0,24
Total losis 0,55 0,46 0,41 0,43
Q.P.I 89,70 91,07 92,20 90,40
2.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit 1. Asam Lemak Bebas ( free fatty acid )
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang ikut dalam minyak sawit
sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen
minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam
lemak bebas dalam minyak sawit. Kenaikan kadar asam lemak bebas ditentukan
Kenaikan ALB ini disebabkan dengan adanya reaksi hidrolisa pada minyak
sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya
faktor-faktor panas, air, keasaman dan katalis (enzim).
Jika dinding sel pecah atau rusak karena proses pembusukan atau karena
pelukaan mekanik, tergores atau memar karena benturan. Enzim akan
bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan berlangsung dengan
cepat. Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar Asam
Lemak Bebas yang terbentuk.
Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme (jamur dan bakteri
tertentu) juga dapat terjadi bila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah
dibawah 50oC, dan dalam keadaan lembap dan kotor. Oleh karena itu, minyak
sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai suhu
90oC akan menginaktifkan enzimya dan menghancurkan mikroorganismenya.
Peningkatan kadar Asam Lemak Bebas juga dapat terjadi pada proses
hidolisa di pabrik. Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu
oleh air dan berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada
suhu tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan. Untuk itu,
setelah akhir proses pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan
bejana hampa pada suhu 90oC. Sebagai ukuran standar mutu dalam perdagangan
internasional untuk ALB ditetapkan sebesar 5% (Satyawibawa, dkk, 1992).
Jumlah kandungan air pada hasil pertanian akan mempengaruhi daya tahan
bahan tersebut terhadap serangan mikroba. Untuk memperpanjang daya tahan
suatu bahan, maka sebagian air dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu.
Proses pengeringan minyak sawit dilakukan dengan sistem pengeringan
hampa udara untuk mengurangi kadar air dalam minyak hingga di bawah 0.8%
dengan syarat kondisi minyak yang akan diproses suhunya harus stabil 90º C dan
kadar air tidak melebihi 0.8%. Karena pada kadar air kurang dari 0,8%
mikroorganisme juga tidak dapat berkembang (Winarno, 1984).
3. Kadar Kotoran
kadar pengotor dan zat terlarut adalah keseluruhan bahan-bahan asing yang
tidak larut dalam minyak. Pengotor yang tidak terlarut dinyatakan sebagai % zat
pengotor terhadap lemak dan minyak. Pada umunya, penyaringan hasil minyak
sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi. Dengan proses tersebut
kotoran-kotoran yang berukuran besar memang dapat disaring, tetapi kotoran-kotoran yang
berukuran kecil hanya melayang-layang di dalam minyak sawit sebab berat jenis
nya sama dengan minyak sawit. Padahal alat sentrifugasi tersebut dapat berfungsi
dengan prinsip kerja yang didasarkan pada perbedaan berat jenis (Marunduri,
2009).
kotoran yang terdapat dalam minyak sawit dibagi 3, yaitu kotoran yang
tidak larut dalam minyak, misalnya lendir, biji, partikel jaringan, serat-serat yang
berasal dari kulit, abu atau mineral-mineral Fe, Cu, Mg dan Ca. Kotoran tersebut
sentrifugasi. Kotoran yang kedua adalah kotoran yang berbentuk suspense koloid
dalam minyak, misalnya karbohidrat, fosfolipid, senyawa yang mengandung
Nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. kotoran tersebut dapat dihilangkan
dengan cara uap panas, elektrolisa dan dilanjutkan dengan cara mekanis.
Kotoran yang ketiga adalah kotoran yang terlarut dalam minyak, misalnya
Asam Lemak Bebas, sterol dan hidrokarbon yang dihasilkan dari hidrolisis
trigliserida dan zat warna karotenoid dan klorofil.
2.5 Kandungan Nutrisi Minyak Sawit 1. Kandungan Kalori dan Vitamin
Minyak kelapa sawit seperti jenis lemak dan minyak nabati lainnya
memiliki nilai kalori sebesar 9 kkal/g, dimana nilai kalori untuk nilai protein dan
karbohidrat masing-masing 4 kkal/g. Minyak dan lemak nabati merupakan sumber
vitamin A, D dan E serta berfungsi sebagai pembawa vitamin K. Minyak kelapa
sawit merupakan sumber minyak yang kaya vitamin A, dimana kandungan
betakaroten mencapai 1.000 mg/kg. Serta Vitamin E yang merupakan salah satu
antioksidan alami yang paling efektif yang terdapat dalam minyak nabati.
2. Kandungan Asam Lemak Esensial dan Asam Lemak Tidak Jenuh Minyak kelapa sawit terdiri dari 50% asam lemak tidak jenuh. Asam lemak
tidak jenuh dalam minyak kelapa sawit berupa asam linoleat yang dibutuhkan
secara esensial untuk nutrisi manusia dan hewan. Kekurangan asam lemak
esensial akan menimbulkan gangguan metabolisme yang menyebabkan
pertumbuhan terhambat, dermatitis dan gangguan reproduksi (Seto, 2001).
Kadar kolestrol dalam minyak sawit relatif rendah, hanya sekitar 10 ppm
saja atau sebesar 0,001% dalam CPO. Bahkan dari hasil penelitian dinyatakan
bahwa kandungan kolestrol dalam satu butir telur setara dengan kandungan
kolestrol dalam 29 liter minyak sawit (Fauzi, dkk, 2002).
2.6 Pemanfaatan Minyak Sawit
1. Minyak Kelapa Sawit Sebagai Obat
Kandungan minor dalam minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan baku
dalam industri farmasi. Diantara kandungan minor yang sangat berguna tersebut
antara lain karoten dan tokoferol. Karoten merupakan sumber provitamin A yang
dapat mencegah kebutaan (defisiensi Vitamin A) dan pemusnahan radikal bebas
yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah kanker, arterosklerosis serta
memperlambat proses penuaan. Sedangkan unsur tokoferol dikenal sebagai
antioksidan alam dan juga sebagai sumber vitamin E.
2. Minyak Kelapa Sawit sebagai Bahan Pangan
Minyak kelapa sawit telah digunakan sebagai minyak goreng sejak lama
sekali, bahkan sebelum orang mengenal proses rafinasi. Setelah mengalami
rafinasi, pemucatan dan penghilangan bau atau disingkat RBD (Refined,
Bleached, Deodorized), minyak sawit digunakan untuk membuat berbagai produk
yang lebih tinggi nilainya. Produk-produk pangan yang menggunakan minyak
sawit sebagai bahan baku ataupun bahan suplemennya antara lain minyak goreng,
margarine, shortening berbagai macam dressing, produk-produk mie termasuk
mie instant, produk-produk snack-extruded dan sebagainya (Seto, 2001).
Selain sebagai bahan baku untuk industri pangan, minyak sawit mempunyai
potensi yang cukup besar untuk digunakan di industry nonpangan, dari industri
farmasi sampai industri oleokemikal. Produk nonpangan tersebut dihasilkan
melalui proses hidrolisa (splitting).
Oleokemikal adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati,
termasuk di antaranya adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Produksi utama
minyak yang digolongkan dalam oleokemikal adalah asam lemak, metal ester,
lemak alkohol, asam amino dan gliserin.
4. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit
Pemanfaatan limbah padat termasuk Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
yang tersedia dalam jumlah besar dan berkesinambungan sepanjang tahun.
Sampai saat ini, TKKS belum dimanfaatkan seluruhnya, sebagian besar TKKS
masih dibakar pada Incenerator dan abunya dipergunakan sebagai pupuk Kalium
di perkebunan kelapa sawit. Pembakaran ini telah dilarang karena pencemaran
udara yang ditimbulkan, juga dibutuhkan biaya operasi dan pemeliharaan yang
tinggi. TKKS dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti bahan energi
alternatif, mulsa, kompos, bahan pengisi kertas atau pulp, bahan partikel arang
briket, polipot, dsb (Nainggolan, dkk, 2011).
2.7 Penetapan Kadar Minyak dengan Metode Sokhletasi
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam
pelarut minyak dan lemak. Pelarut minyak dan lemak yang biasa dipergunakan
dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline
harus dapat mengekstraksi substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material
lainnya. Tetapi cara ini kurang efektif, karena pelarut mahal dan lemak yang
diperoleh harus dipisahkan dari pelarutnya dengan cara diuapkan.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida,
sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen lainnya. Karena itu hasil
analisanya disebut lemak kasar (crude fat). Pada garis besarnya, analisa “lemak
kasar” ada dua macam yaitu cara kering dan cara basah.
Pada cara kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimble,
kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya. Pemanasan harus
secepatnya dan dihindari suhu yang terlalu tinggi. Untuk itu, dianjurkan dengan
vakum oven (suhu 700C) dengan tekanan vakum. Karena sampel kering maka
pelarut yang dipilih harus bersifat tidak menyerap air. Apabila bahan masih
mengandung air yang tinggi maka bahan pelarut akan sulit masuk ke dalam
jaringan/sel dan pelarut menjadi penuh dengan air selanjutnya ekstraksi lemak
kurang efisien. Selain itu, adanya air akan menyebabkan zat-zat yang larut dalam
air akan ikut pula terekstraksi bersama lemak sehingga hasil analisa kurang
mencerminkan yang sebenarnya (Sudarmadji, dkk, 1989).
Penentuan kadar lemak dan minyak dengan cara ekstraksi kering dapat
menggunakan alat yang dikenal dengan nama soxhlet. Ekstraksi dengan soxhlet
ini dilakukan secara terputus-putus. Pada ekstraktor soxhlet, pelarut dipanaskan
dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke
kondensor melalui pipa kecil dan kemudian keluar dengan fase cair. Kemudian,
Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai
tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong.
Kemudian, pelarut seluruhnya akan mengalir masuk kembali ke labu didih dan
begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon.
Kekurangan dari metode ini diantaranya yaitu cairan akan mengallir ke
dalam labu setelah tinggi pelarut dalam selongsong sama dengan pipa sifon. Hal
ini menyebabkan ada bagian sampel yang berkontak lebih lama dengan cairan
daripada bagian lainnya, sehingga sampel yang berada di bawah akan terekstraksi
lebih banyak daripada bagian atas, akibatnya ekstraksi menjadi tidak merata.
Selain itu, pada ekstraktor soxhlet terdapat pipa sifon yang berkontak langsung
dengan udara ruangan, maka akan terjadi perpindahan panas dari pelarut panas di
dalam pipa ke ruangan, sehingga suhu di dalam soxhlet tidak merata (Bintang,
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1Waktu dan Tempat Pengujian
Penetapan kadar kehilangan (losses) minyak pada ampas pressan dengan
metode sokhletasi dilakukan sewaktu Praktek Kerja Lapangan pada 01 Maret
2012 s/d 31 Maret 2012 di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina,
Perbaungan.
3.2Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan yaitu neraca analitis 4 desimal, alat sokhlet yang
terdiri dari (kondensor, pipa sifon, labu alat bulat), heating mantel (pemanas
listrik), desikator, oven pemanas, penjepit dan thimble. Sampel yang digunakan
adalah ampas pressan dan menggunakan pelarut n-heksan.
3.3Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel langsung dari alat pengepresan yaitu screw press
seperti terlihat pada Lampiran III.
3.4Prosedur
Prosedur yang digunakan adalah prosedur yang diterapkan di PT
Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina.
a. Masing-masing contoh diambil beratnya 10-15 gram setiap jam, contoh
cair dikumpulkan dalam cawan dan contoh padat dalam thimble
b. Contoh padat berupa ampas dikeringkan dalam oven pemanas dengan
temperatur 105oC dalam waktu 3 jam
d. Timbang kembali masing-masing contoh dan masukkan ke thimble,
kemudian bagian atas thimble ditutup dengan kapas
e. Sebelum ekstraksi dimulai, timbang berat labu kosong. Sampel dalam
thimble dimasukkan ke dalam alat sokhlet
f. Kemudian rangkai alat sokhlet seperti pada gambar (lampiran II) dan diisi
pelarut n-heksan sekitar ¾ isi labu.
g. Air dialirkan pada kondensor di alat sokhlet
h. Sampel dipanaskan selama ± 6 jam sampai seluruh minyak terekstrak
i. Uapkan pelarut n-heksan, keringkan labu yang berisi minyak dalam oven
selama 15 menit, keluarkan dan keringkan dalam desikator
j. Timbang labu yang berisi minyak
k. Kadar kehilangan (losses) minyak pada ampas pressan dapat dihitung
dengan rumus:
% kadar minyak = berat minyak (gram) x 100% berat contoh (gram)
3.5 Norma Hasil
Norma kadar minyak pada ampas pressan terhadap contoh yang ditetapkan pada
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan penetapan kadar kehilangan (losses) minyak pada ampas
pressan dengan metode sokhletasi yang dilakukan pada dua sampel, diperoleh
kadar rata-rata minyak pada ampas pressan adalah sebesar 4,23%. Contoh
perhitungan hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran I.
Kadar kehilangan (losses) minyak pada ampas pressan yang diuji tidak
memenuhi norma yang ditetapkan di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha
Adolina, dimana norma atau batas kadar minyak pada ampas pressan yang
ditetapkan adalah 3,90%.
Besarnya kehilangan (losses) minyak yang terjadi pada ampas pressan
tersebut menyebabkan penurunan capaian rendemen. Banyak hal yang dapat
menjadi faktor penyebab terjadinya losses minyak, baik yang berhubungan
dengan kondisi buah, kondisi stasiun pengolahan dan operasional pabrik. Karena
pada proses pengolahan, hasil dari tiap stasiun saling berkaitan.
Penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu harus diberi perlakuan yang
benar pada setiap tahap proses sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
Dengan terpenuhinya hal tersebut, diharapkan produk minyak dan inti sawit
mempunyai kualitas yang baik dengan kehilangan minyak dan inti sawit rendah
sehingga mencapai efektivitas pengutipan minyak dan inti sawit yang tinggi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan
Dari hasil percobaan penetapan kadar kehilangan (losses) minyak pada
ampas pressan dengan metode sokhletasi, diketahui bahwa pada dua sampel yang
diuji diperoleh kadar rata-rata kehilangan (losses) minyak pada ampas pressan
adalah sebesar 4,23%. Kadar minyak tersebut tidak memenuhi norma yang
ditetapkan di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina, dimana norma
atau batas kadar minyak pada ampas pressan adalah 3,90%.
5.2Saran
Sebaiknya dilakukan pengecekan sekaligus perawatan mesin/alat pabrik
secara rutin sebelum dan sesudah dilakukan pengolahan demi efisiensi kerja dari
alat/mesin tersebut. Termasuk pada alat/mesin yang diduga dapat menyebabkan
terjadinya kehilangan (losses) minyak seperti pada alat pengepresan (screw press)
yang dapat menyebabkan penurunan capaian rendemen. Dan juga bandingkan
losses minyak di setiap instalasi dengan norma agar cepat dicari cara
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, L. H. (1940). The Generic Nama Corozo. Gentes Herbarum. Hal. 52-62.
Bintang, M. (2010). Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 126-127.
Fauzi, Y., dan Hartono, R. (2002). Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 127-128, 134-135.
Hariyanto. (2007). Manajemen Operasional Bahan Baku TBS dan Pabrik. Pabatu: PTPN IV PKS Adolina. Hal. 2, 19-27.
Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hal. 252.
Mangoensoekarjo, S., dan Semangun, H. (2008). Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Jakarta : Gadjah Mada University Press. Hal. 66-121.
Marunduri, F. J. (2009). Pengaruh Waktu Inap CPO Pada Storage Tank Terhadap Kadar ALB, Kadar Air dan Kadar Kotoran di PTPN III Tebing Tinggi PKS Kebun Rambutan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hal. 25.
Naibaho, P. M. (1996). Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Nainggolan, H., dan Susilawati. (2011). Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. Medan: USU- Press. Hal. 3-4.
Pahan, I. (2011). Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 227-229.
Satyawibawa, I., dan Widyastuti, Y. E. (1992). Kelapa Sawit ;Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 41-42, 59, 135, 147-149.
Seto, S. (2001). Pangan dan Gizi; Ilmu, Teknologi, Industri dan Perdagangan Internasional.Bogor: IPB- Press. Hal. 44-47.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Lyberti Yogyakarta. Hal. 103.
Lampiran I
Data hasil pengujian Data I
1. Thimble
Berat thimble = 4,7176 gram
Berat thimble + contoh = 18,2699 gram
Berat contoh = 13,5523 gram
2. Labu
Berat labu kosong = 102,2634 gram
Berat labu + contoh = 101,6928 gram
(setelah ekstraksi)
Berat minyak = 0,5706 gram
% kadar minyak I = berat minyak (gram) x 100%
berat contoh (gram)
= 0,5706 gram x 100%
13,5523 gram
Data II 1. Thimble
Berat thimble = 4,7249 gram
Berat thimble + contoh = 16,4177 gram
Berat contoh = 11,6928 gram
2. Labu
Berat labu kosong = 102,1894 gram
Berat labu + contoh = 101,6925 gram
(setelah ekstraksi)
Berat minyak = 0,4969 gram
% kadar minyak II = berat minyak (gram) x 100%
berat contoh (gram)
= 0,4969 gram x 100%
11,6928 gram
= 4,25%
Kadar Rata-rata = % Kadar minyak I + % Kadar minyak II 2
= 4,21% + 4,25% 2
Lampiran II
Rangkaian alat sokhlet
kondensor
Labu alas bulat
Heating mantel
Lampiran III