ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN
PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN ACEH UTARA
DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB
T E S I S
Oleh
FACHRURRAZY
077003016/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
S E K
O L A H
P A
S C
A S A R JA
N
ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN
PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN ACEH UTARA
DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
FACHRURRAZY
077003016/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN ACEH
UTARA DENGAN PENDEKATAN SEKTOR
PEMBENTUK PDRB Nama Mahasiswa : Fachrurrazy
Nomor Pokok : 077003016
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE) Ketua
(Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE) Anggota
(Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B,M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal : 19 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE Anggota : 1. Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE
ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk terus bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan
output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
setiap tahun.
Untuk melaksanakan pembangunan dengan sumber daya yang terbatas sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang besar terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara keseluruhan.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 1993-2007. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis Klassen Tipology, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share.
Hasil analisis Klassen Tipology menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Hasil analisis Location Quotient menunjukkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor basis di Kabupaten Aceh Utara. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor kompetitif, yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan konstruksi, sektor sektor bank dan lembaga keuangan lainnya.
Hasil analisis per sektor berdasarkan ketiga alat analisis menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Aceh Utara dengan kriteria sektor maju dan tumbuh pesat, sektor basis, dan kompetitif adalah sektor pertanian.
ABSTRACT
Economic growth and its process are the main condition for the sustainability of the regional economic development. Because of the continuing population growth means economic needs also increase so that additional revenue required each year. This can be obtained with the increase in aggregate output (goods and services) or the Gross Regional Domestic Product (GRDP) each year.
To carry out development with limited resources as a consequence should be focused to develop the sectors that provide great multiplier effect on other sectors or the whole economy.
This research is focused to determine the regional leading sector of North Aceh Regency as the information and considerations in planning economic development. Secondary data such as time series of the Gross Regional Domestic
Product (GRDP) of North Aceh Regency and Aceh province in the period 1993–2007
are applied. Klassen Typology, Location Quotient (LQ) and Shift Share are tools of analysis.
Klassen Typology indicates that the developed sectors are agriculture and transportation and communication. Location Quotient analysis indicates agricultural, mining and quarrying, manufacturing industry, and transportation and communication are base sectors in the North Aceh Regency. Shift Share analysis indicates that the competitive sectors are agricultural, construction, and bank and other financial institutions.
The results of the analysis based on three analysis tools indicate that the leading sector with the criteria’s developed, base, and competitive is agricultural sector.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis
Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara dengan
Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB. Tesis ini disusun untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Pembahasan utama dalam tesis ini adalah menentukan sektor unggulan
perekonomian wilayah dan diharapkan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Aceh
Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak, baik langsung
maupun tidak langsung kepada:
1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing.
3. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan petunjuk dan
bimbingan kepada penulis dalam penulisan tesis ini.
4. Kasyful Mahalli, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara sekaligus sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan arahan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan
5. Dr. Ir. Rahmanta, MS, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Drs. Rujiman, MA, selaku
Dosen Pembanding yang telah memberikan saran bagi kesempurnaan tesis ini.
6. Seluruh Dosen dan Karyawan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah
dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Bupati Aceh Utara, atas bantuan dan dukungannya yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
8. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan
materil kepada penulis.
9. Isteri dan putri-putri tercinta, yang selalu memberikan dorongan semangat kepada
penulis dalam mengikuti studi selama ini.
10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Akhirnya dengan berserah diri kepada Allah SWT, semoga tesis ini dengan
segala kelemahan dan kekurangannya dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Medan, Agustus 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Fachrurrazy lahir di Banda Aceh pada tanggal 10 Juli 1970. Anak ketujuh dari
tujuh bersaudara. Ayah Teuku Raden dan Ibu Hj. Rohani. Isteri Erni Widya, telah
dikaruniai dua putri Cut Meurah Meuthia dan Cut Intan Danisha.
Tamat Sekolah Dasar Persit II pada tahun 1983 di Banda Aceh. Melanjutkan
ke SMP Negeri I di Banda Aceh dan tamat pada tahun 1986. Menyelesaikan
pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I Banda Aceh pada tahun 1989.
Melanjutkan pendidikan pada tahun 1990 di Fakultas Teknik Industri Universitas
Sumatera Utara dan memperoleh gelar sarjana.
Pada tahun 2002 sampai dengan sekarang bekerja sebagai Pegawai Negeri
Sipil pada Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun
2007 memperoleh kesempatan mengikuti Program Studi Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
DAFTAR ISI
2.6. Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Pembangunan Daerah ... 19
3.4. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39
4.1.2. Wilayah Administrasi ... 39
4.1.3. Topografis ... 40
4.1.4. Demografi ... 40
4.2. Klasifikasi Pertumbuhan Sektor Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara ... 40
4.3. Analisis Location Quotient (LQ) ... 46
4.4. Analisis Shift Share... 50
4.5. Pembahasan Per Sektor... 60
4.5.1. Analisis Sektor Pertanian ... 60
4.5.2. Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian... 63
4.5.3. Analisis Sektor Industri Pengolahan ... 64
4.5.4. Analisis Sektor Listrik dan Air Minum ... 66
4.5.5. Analisis Sektor Bangunan dan Konstruksi... 68
4.5.6. Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 70
4.5.7. Analisis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 72
4.5.8. Analisis Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya ... 74
4.5.9. Analisis Sektor Jasa-jasa... 76
4.6. Sektor Unggulan Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84
5.1. Kesimpulan ... 84
5.2. Saran ... 85
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Utara Tahun 2003-2007 menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2000 (Milyar Rupiah) ... 4
3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen... 32
4.1. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi NAD dan
Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 dengan Migas ... 41
4.2. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993- 2007 dengan Migas berdasarkan Tipologi Klassen ... 42
4.3. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi NAD dan
Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 tanpa Migas... 43
4.4. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007
tanpa Migas berdasarkan Tipologi Klassen ... 44
4.5. Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) dengan Migas
Kabupaten Aceh Utara Tahun 2000-2007 ... 47
4.6. Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) tanpa Migas
Kabupaten Aceh Utara Tahun 2000-2007 ... 48
4.7. Hasil Perhitungan Nilai Shift Share Kabupaten Aceh Utara Tahun 2000-2007 dengan Migas ... 52
4.8. Hasil Perhitungan Nilai Shift Share Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2000-2007 tanpa Migas ... 55
4.9. Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan Migas
Tahun 2000-2007 (dalam persen) ... 56
4.10. Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas
Tahun 2000-2007 (dalam persen) ... 58
4.12. Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian... 63
4.13. Analisis Sektor Industri Pengolahan ... 65
4.14. Analisis Sektor Listrik dan Air Minum ... 67
4.15. Analisis Sektor Bangunan dan Konstruksi... 69
4.16. Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 71
4.17. Analisis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 72
4.18. Analisis Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya... 74
4.19. Analisis Sektor Jasa-jasa... 76
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Skema Kerangka Pemikiran... 28
4.1. Grafik Perkembangan Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan Migas Tahun 2000-2007... 57
4.2. Grafik Perkembangan Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas Tahun 2000-2007... 59
4.3. Grafik Perkembangan LQ Sektor Pertanian... 62
4.4. Grafik Perkembangan LQ Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 64
4.5. Grafik Perkembangan LQ Sektor Industri Pengolahan... 66
4.6. Grafik Perkembangan LQ Sektor Listrik dan Air Minum ... 68
4.7. Grafik Perkembangan LQ Sektor Bangunan dan Konstruksi ... 70
4.8. Grafik Perkembangan LQ Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 71
4.9. Grafik Perkembangan LQ Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 74
4.10. Grafik Perkembangan LQ Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya ... 75
4.11. Grafik Perkembangan LQ Sektor Jasa-jasa ... 77
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman 1. Peta Kabupaten Aceh Utara ... 88
2. Perkembangan PDRB Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 1993-2007 menurut Lapangan Usaha atas
dasar Harga Konstan Tahun 1993 dan 2000 ... 89
3. Perhitungan Analisis Tipology Klassen PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan Migas Tahun 1993-2007... 91
4. Perhitungan Analisis Tipology Klassen PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas 1993-2007... 95
5. Perhitungan Location Quotient PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan Migas Tahun 2000-2007 ... 99
6. Perhitungan Location Quotient PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas Tahun 2000-2007 ... 107
7. Perhitungan Analisis Shift Share PDRB Kabupaten Aceh Utara
dengan Migas Tahun 2000-2007... 115
8. Perhitungan Analisis Shift Share PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas Tahun 2000-2007 ... 119
9. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Tanaman Bahan Makanan
di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007... 123
10. Luas Tanaman dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten
Aceh Utara Tahun 2007 ... 123
11. Populasi Ternak di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007... 124
12. Produksi Ikan menurut Asal Tangkapan di Kabupaten Aceh Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada
pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan
ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi dapat mendukung pencapaian tujuan atau
mendorong perubahan-perubahan atau pembaharuan bidang kehidupan lainnya.
Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Siagian (1984:128) bahwa
keterbelakangan utama yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang
adalah di bidang ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan, bahkan dapat
dikatakan merupakan tuntutan sejarah apabila pembangunan ekonomi mendapat
perhatian utama.
Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi
memerlukan berbagai usaha yang konsisten dari berbagai pihak untuk memberikan
kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi umat manusia.
Tujuan pokok pembangunan ekonomi menurut Jhingan (1992:420) ialah
untuk membangun peralatan modal dalam skala yang cukup untuk meningkatkan
produktivitas di bidang pertanian, pertambangan, perkebunan dan industri. Modal
juga diperlukan untuk mendirikan sekolah, rumah sakit, jalan raya, jalan kereta api,
modal overhead sosial dan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam
wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108).
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menuntut pemerintah daerah
untuk melaksanakan desentralisasi dan memacu pertumbuhan ekonomi guna
peningkatan kesejahteraan masyarakat di mana tujuan penyelenggaraan otonomi
daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian
daerah. Kedua Undang-Undang tersebut memiliki makna yang sangat penting bagi
daerah, karena terjadinya pelimpahan kewenangan dan pembiayaan yang selama ini
merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat.
Kewenangan dimaksud mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
agama, serta moneter dan fiskal. Kewenangan pembiayaannya, yaitu daerah dapat
menggali sekaligus menikmati sumber-sumber potensi ekonomi, serta sumber daya
alamnya tanpa ada intervensi terlalu jauh dari Pemerintah Pusat. Hal ini akan
berdampak terhadap perekonomian daerah yang pada akhirnya tercipta peningkatan
Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, memperoleh 70 % pendapatan
dari migas, hidrokarbon dan sumber-sumber daya alam lainnya, serta tambahan
pendapatan dari 2 % alokasi DAU nasional selama 15 tahun dan 1 % untuk 5 tahun
berikutnya. Hal ini berarti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki sumber
pendapatan yang lebih potensial dibandingkan Provinsi-provinsi lain untuk
membiayai pembangunan.
Melalui otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut kreatif dalam
mengembangkan perekonomian, peranan investasi swasta dan perusahaan milik
daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi. Investasi akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan dapat
menimbulkan multiplier effect terhadap sektor-sektor lainnya.
Pembangunan ekonomi daerah pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan
yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, bersama-sama dengan masyarakatnya
dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk
merangsang perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat di daerah.
Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi
utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk
terus bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan
penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan
setiap tahun (Tambunan, 2001:2).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Indonesia pada dasarnya terdiri
atas 9 (sembilan) sektor, yaitu (1) sektor pertanian; (2) pertambangan dan penggalian;
(3) industri pengolahan; (4) listrik dan air minum; (5) bangunan dan konsturksi;
6) perdagangan, hotel dan restoran; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) jasa-jasa.
Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Utara Tahun 2003-2007 menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rupiah)
Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006*) 2007**)
1. Pertanian 975,53 1.065,45 1.095,43 1.114,65 1.114,74
2. Pertambangan dan Penggalian
14.207,34 12.046,85 5.664,47 5.255,16 3.782,95
a. Pertambangan Migas
14.180,96 12.019,93 5.636,57 5.225,34 3.751,90
b. Penggalian dan Penggaraman
26,38 26,93 27,90 29,82 31,05
3. Industri Pengolahan 416,50 387,98 199,36 202,88 209,20
Lanjutan Tabel 1.1.
PDRB Migas 16.381,43 14.295,31 7.788,45 7.445,47 6.036,79 PDRB Non Migas 2.200,46 2.275,39 2.151,87 2.220,13 2.284,89 Sumber : BPS Kabupaten Aceh Utara
Keterangan:
*) = Angka Diperbaiki **) = Angka Sementara
Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten dari 23
Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sebagai salah satu daerah
otonom yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, memiliki
kewenangan yang luas untuk mengelola, merencanakan dan memanfaatkan potensi
ekonomi secara optimal, yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kabupaten
Aceh Utara.
Berdasarkan Tabel 1.1. terlihat bahwa Kabupaten Aceh Utara memiliki
Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2000 secara rata-rata dari tahun 2003-2007 dengan minyak dan gas
sebesar Rp. 10.389,49 milyar, sedangkan tanpa minyak dan gas sebesar Rp. 2.226,55
milyar.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Utara sangat dipengaruhi oleh sektor
pertambangan dan penggalian, terutama sub sektor pertambangan minyak dan gas.
Selama kurun waktu tahun 2004 hingga 2007, pertumbuhan ekonomi menunjukkan
pertambangan minyak dan gas. Bahkan sejak tahun 2004 hingga tahun 2007 kondisi
ekonomi perekonomian Kabupaten Aceh Utara mengalami pertumbuhan negatif
rata-rata -18,82 %.
Sementara itu, bila melihat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Utara
tanpa migas, maka perekonomian menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Pada
tahun 2003 mampu tumbuh sebesar 1,57 %, kemudian naik menjadi 3,54 %
di tahun 2004. Namun pada tahun 2005, pertumbuhan perekonomian Kabupaten
Aceh Utara mengalami perlambatan yang cukup tinggi hingga -5,86 %, tetapi pada
tahun 2007 kembali mengalami peningkatan hingga mencapai sebesar 3,63 %.
Dengan seluruh kondisi di atas, maka timbul pertanyaan apakah perubahan
kontribusi sektoral yang terjadi telah di dasarkan kepada strategi kebijakan
pembangunan yang tepat, yaitu strategi yang memberikan dampak yang optimal bagi
pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan
kesejahteraan penduduk. Karena untuk melaksanakan pembangunan dengan sumber
daya yang terbatas sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan
sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang besar
terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara keseluruhan.
Penelitian ini mencoba menggambarkan pola perubahan dan pertumbuhan
sektoral dalam perekonomian, serta menentukan sektor-sektor unggulan sehingga
dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan dan perencanaan
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah Kabupaten
Aceh Utara?
2. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor basis dan non basis dalam
perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara?
3. Bagaimanakah perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah
Kabupaten Aceh Utara?
4. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor unggulan perekonomian wilayah
Kabupaten Aceh Utara?
1.3. Tujuan Penelitian
Dari permasalahan di atas, maka ditetapkan tujuan penelitian, yaitu:
1. Untuk mengetahui klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah
Kabupaten Aceh Utara.
2. Untuk mengetahui sektor basis dan non basis dalam perekonomian wilayah
Kabupaten Aceh Utara.
3. Untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah
Kabupaten Aceh Utara.
Aceh Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:
1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk perencanaan pembangunan
ekonomi Kabupaten Aceh Utara.
2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang terkait dengan pembangunan dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan Ekonomi Regional
Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan
wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan
di samping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi adalah proses di mana terjadi
kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian
dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi
pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada
kenaikan output per kapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf
hidup diukur dengan output riil per orang.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan
jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika
jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah
besar pada tahun-tahun berikutnya. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi
suatu daerah dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
adalah pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan sebagai cerminan
Todaro dalam Sirojuzilam (2008:16), mendefinisikan pembangunan ekonomi
adalah suatu proses yang bersifat multidimensional, yang melibatkan kepada
perubahan besar, baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial,
mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan
pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi.
Menurut Adisasmita (2008:13), pembangunan wilayah (regional) merupakan
fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia,
investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,
komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah,
kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan
(kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.
2.2. Pertumbuhan Ekonomi Regional
Teori pertumbuhan ekonomi wilayah menganalisis suatu wilayah sebagai
suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan wilayah-wilayah lain
melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas.
Pembangunan dalam suatu wilayah akan mempengaruhi pertumbuhan wilayah lain
dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan mendorong
pembangunan wilayah tersebut atau suatu pembangunan ekonomi dari wilayah lain
akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu wilayah serta interrelasi.
Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan
laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara
tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai
indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan
(Sirojuzilam, 2008:18).
Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel ekonomi
dari suatu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara dan juga dapat diartikan
sebagai peningkatan kemakmuran suatu wilayah. Pertumbuhan yang terjadi dapat
ditinjau dari peningkatan produksi sejumlah komoditas yang diperoleh suatu wilayah.
Menurut Glasson (1977:86) pertumbuhan regional dapat terjadi sebagai akibat
dari penentu-penentu endogen ataupun eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat
di dalam daerah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor di luar daerah, atau
kombinasi dari keduanya. Penentu endogen, meliputi distribusi faktor-faktor produksi
seperti tanah, tenaga kerja, dan modal sedangkan penentu eksogen adalah tingkat
permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut.
Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dalam
era otonomi daerah. Hal ini cukup logis, karena dalam era otonomi daerah
masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerahnya, guna meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Oleh karena itu,
pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan daerah akan sangat
penting artinya bagi pemerintah daerah dalam menentukan upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya (Sjafrizal, 2008:86).
signifikan dalam pengelolaan pembangunan daerah. Pola pembangunan daerah dan
sistem perencanaan yang selama ini cenderung seragam telah berubah menjadi lebih
bervariasi tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang dihadapi di daerah.
Penetapan kebijaksanaan yang sebelumnya hanya sebagai pendukung kebijaksanaan
nasional telah mengalami perubahan sesuai dengan aspirasi yang berkembang
di daerah. Kondisi ini juga memicu persaingan antara daerah untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.
Menurut Richardson (2001:35) perbedaan pokok antara analisis pertumbuhan
perekonomian nasional dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang
dititikberatkan dalam analisis tersebut belakangan adalah perpindahan faktor (factors
movement). Kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan tenaga kerja dan
modal menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi regional.
Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih cepat apabila memiliki
keuntungan absolute kaya akan sumber daya alam dan memiliki keuntungan
komparatif apabila daerah tersebut lebih efisien dari daerah lain dalam melakukan
kegiatan produksi dan perdagangan (Sirojuzilam, 2008:26).
Pembangunan dengan pendekatan sektoral mengkaji pembangunan
berdasarkan kegiatan usaha yang dikelompokkan menurut jenisnya ke dalam sektor
dan sub sektor. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian, pertambangan,
konstruksi (bangunan), perindustrian, perdagangan, perhubungan, keuangan dan
perbankan, dan jasa.
pertumbuhan dan stabilitas dari perekonomian wilayahnya. Identifikasi sektor dan
sub sektor yang dapat menunjukkan keunggulan komparatif daerah merupakan tugas
utama pemerintah daerah.
2.3. Pendapatan Regional
Informasi hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai dapat dimanfaatkan
sebagai bahan perencanaan maupun evaluasi pembangunan. Untuk dapat mengukur
seberapa jauh keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang ekonomi salah satu
alat yang dapat dipakai sebagai indikator pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah
adalah melalui penyajian angka-angka pendapatan regional.
Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan
jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama
satu tahun (Sukirno, 1985:17). Sedangkan menurut Tarigan (2007:13), pendapatan
regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah analisis. Tingkat
pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun pendapatan
rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut.
Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan
regional, diantaranya adalah:
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari
Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya
antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup
komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan
keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung
nilai tambah bruto dari dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya
akan menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang tercakup dalam
PDRB, yaitu:
a. Pertanian.
b. Pertambangan dan Penggalian.
c. Industri Pengolahan.
d. Listrik, Gas dan Air Bersih.
e. Bangunan/Konstruksi.
f. Perdagangan, Hotel dan Restoran.
g. Pengangkutan dan Komunikasi.
h. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.
i. Jasa-jasa.
2. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar.
PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan penyusutan.
Penyusutan yang dimaksud di sini adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai
barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi. Jika nilai susut barang-barang
modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan
keseluruhan.
3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor.
Jika pajak tidak langsung netto dikeluarkan dari PDRN atas Dasar Harga Pasar,
maka didapatkan Produk Regional Netto atas Dasar Biaya Faktor Produksi. Pajak
tidak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai, dan pajak lain-lain,
kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan.
Perhitungan pendapatan regional metode langsung dapat dilakukan melalui
tiga pendekatan (Tarigan, 2007:24), yaitu:
1. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach).
Pendekatan pengeluaran adalah penentuan pendapatan regional dengan
menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi
di dalam suatu wilayah. Total penyediaan barang dan jasa dipergunakan untuk
konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung,
konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (investasi), perubahan stok
dan eskpor netto (ekspor-impor).
2. Pendekatan Produksi (Production Approach).
Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi dilakukan
dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor
regional berdasarkan pendekatan produksi, maka pertama-tama yang harus dilakukan
ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor di atas.
Pendapatan regional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang
tercipta dari tiap-tiap sektor.
3. Pendekatan Penerimaan (Income Approach).
Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan menjumlahkan pendapatan
faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan
pajak tidak langsung netto.
2.4. Perencanaan Pembangunan Wilayah
Menurut Arsyad (1999:23), fungsi-fungsi perencanaan pembangunan secara
umum adalah:
1. Dengan perencanaan, diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya
pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan.
2. Dengan perencanaan, dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi,
prospek-prospek pengembangan, hambatan, serta resiko yang mungkin dihadapi pada
masa yang akan datang.
3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik.
tujuan.
5. Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan
evaluasi.
Perencanaan pembangunan regional merupakan suatu entitas ekonomi dengan
unsur-unsur interaksi yang beragam. Aktivitas ekonomi wilayah diidentifikasi
berdasarkan analisa ekonomi regional, yaitu dievaluasi secara komparatif dan kolektif
terhadap kondisi dan kesempatan ekonomi skala wilayah.
Nugroho dalam Sirojuzilam (2008:60) menyatakan bahwa pendekatan
perencanaan regional dititikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan.
Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dengan
instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah. Artinya bahwa dengan
adanya perbedaan pertumbuhan dan disparitas antar wilayah, maka pendekatan
perencanaan parsial adalah sangat penting untuk diperhatikan. Dalam perencanaan
pembangunan daerah perlu diupayakan pilihan-pilihan alternatif pendekatan
perencanaan, sehingga potensi sumber daya yang ada akan dapat dioptimalkan
pemanfaatannya.
Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh
pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan
suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan tersebut
adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
berkembang dalam masyarakat.
2.5. Teori Basis Ekspor (Export Base Theory)
Aktivitas perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan,
yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang
berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang
bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan berorientasi lokal
yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam batas wilayah
perekonomian yang bersangkutan.
Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover)
dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah
lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya.
Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda
(multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005:28).
Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian
daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang
cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang
potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries
(Sjafrizal, 2008:89).
Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location
Quotient (LQ), untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau
menggunakan variabel tenaga kerja atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
suatu wilayah sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Location Quotient merupakan
rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu atau PDRB terhadap total jumlah
tenaga kerja sektor tertentu atau total nilai PDRB suatu daerah dibandingkan dengan
rasio tenaga kerja dan sektor yang sama dengan daerah yang lebih tinggi (referensi).
2.6. Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Pembangunan Daerah Menurut Arsyad (1999:108) permasalahan pokok dalam pembangunan daerah
adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang di dasarkan
pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan
menggunakan potensi sumber daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada
pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses
pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang
peningkatan ekonomi.
Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regional
di Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan mengendalikan
hampir sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan
negara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam dari sektor pertambangan,
perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Akibatnya daerah-daerah yang kaya
Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi di daerah
yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur
dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Hingga tingkat tertentu,
anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam artian sumber daya alam harus dilihat
sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan terus.
Dan untuk ini diperlukan faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah
teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001:198).
Perbedaan tingkat pembangunan yang di dasarkan atas potensi suatu daerah,
berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar
peranan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap pembentukan
atau pertumbuhan PDRB di suatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan
PDRB daerah tersebut.
Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam
sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa
sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball
effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder.
Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain
berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada
perubahan mendasar dalam struktur ekonomi.
Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk
nasional. Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor
tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan
pada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan
apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang
dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik.
Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar
perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah
memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan
potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan
kemakmuran masyarakat.
Menurut Rachbini (2001) ada empat syarat agar suatu sektor tertentu menjadi
sektor prioritas, yakni (1) sektor tersebut harus menghasilkan produk yang
mempunyai permintaan yang cukup besar, sehingga laju pertumbuhan berkembang
cepat akibat dari efek permintaan tersebut; (2) karena ada perubahan teknologi yang
teradopsi secara kreatif, maka fungsi produksi baru bergeser dengan pengembangan
kapasitas yang lebih luas; (3) harus terjadi peningkatan investasi kembali dari
hasil-hasil produksi sektor yang menjadi prioritas tersebut, baik swasta maupun
pemerintah; (4) sektor tersebut harus berkembang, sehingga mampu memberi
pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.
Data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui
output pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu
sektor unggulan (leading sector) di suatu daerah/wilayah. Sektor unggulan adalah
satu grup sektor/subsektor yang mampu mendorong kegiatan ekonomi dan
menciptakan kesejahteraan di suatu daerah terutama melalui produksi, ekspor dan
penciptaan lapangan pekerjaan, sehingga identifikasi sektor unggulan sangat penting
terutama dalam rangka menentukan prioritas dan perencanaan pembangunan ekonomi
di daerah.
Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi
perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki
potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam
suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut
yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan
teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat
dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah
yang bersangkutan.
2.7. Penelitian Terdahulu
Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti
terdahulu dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian
ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Marhayanie tahun 2003, dengan judul
Medan. Hasil penelitian dengan menganalisis kontribusi per sektor, analisis linkage,
analisis angka pengganda diperoleh bahwa sektor ekonomi yang potensial dalam
perencanaan pembangunan Kota Medan adalah sektor industri pengolahan.
Penelitian yang dilakukan oleh Supangkat tahun 2002, dengan judul penelitian
Analisis Penentuan Sektor Prioritas dalam Peningkatan Pembangunan Daerah
Kabupaten Asahan dengan menggunakan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan
berpeluang untuk dijadikan sebagai sektor prioritas bagi peningkatan pembangunan
di daerah Kabupaten Asahan, terutama sub sektor perkebunan, perikanan dan industri
besar, serta sedang.
Penelitian Tampubolon (2001), dengan judul Pembangunan dan Ketimpangan
Wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa
karakteristik wilayah mempengaruhi ketimpangan pendapatan antar wilayah. Potensi
sektor-sektor wilayah mempengaruhi perubahan struktur ekonomi. Struktur ekonomi
wilayah pantai barat menuju industri pengolahan hasil pertanian dan struktur ekonomi
wilayah pantai timur menuju industri pengolahan barang jadi.
Penelitian Amir dan Riphat tahun 2005, dengan judul Analisis Sektor
Unggulan untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan Tabel
Input-Output 1994 dan 2000. Berdasarkan analisis sektor unggulan menggunakan
angka pengganda (output, pendapatan dan lapangan kerja) dan keterkaitan sektoral
direkomendasikan untuk menjadikan Jawa Timur sebagai pusat industri, pusat
2.8. Kerangka Pemikiran
Ketimpangan pembangunan ekonomi antara wilayah merupakan fenomena
umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi daerah. Perbedaan geografi
dan potensi ekonomi wilayah merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya
ketimpangan ini. Di samping itu, kurang lancarnya arus barang dan faktor produksi
antar wilayah turut pula memicu terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi
daerah. Karena itu, upaya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi
wilayah merupakan kebijaksanaan ekonomi daerah yang sangat penting dan strategis
dalam mendorong proses pembangunan daerah.
Analisis tentang faktor penentu pertumbuhan ekonomi daerah dibutuhkan
sebagai dasar utama untuk perumusan kebijakan pembangunan ekonomi daerah
di masa mendatang. Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut, maka pembangunan
daerah dapat diarahkan ke sektor-sektor yang secara potensial dapat mendorong
percepatan pembangunan daerah.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro
kegiatan ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan struktur
ekonomi daerah, peranan sektor-sektor ekonomi dan pergeserannya, serta
menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi, baik secara total maupun per sektor.
Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan merupakan salah satu
indikator penting untuk melihat seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu
untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan. Oleh karena itu strategi pembangunan
diupayakan untuk menggali potensi yang ada, agar dapat memacu pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan di daerah.
Berdasarkan data dan informasi yang terkandung dalam PDRB, maka dapat
dilakukan beberapa analisis untuk memperoleh informasi tentang:
1. Klasifikasi Pertumbuhan Sektor
Analisis ini diperlukan untuk mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah
dengan mengacu pada perekonomian daerah yang lebih tinggi. Hasil analisis akan
menunjukkan posisi sektor dalam PDRB yang diklasifikasikan atas sektor maju
dan tumbuh pesat, sektor potensial atau masih dapat berkembang, sektor relatif
tertinggal, dan sektor maju tapi tertekan. Berdasarkan klasifikasi ini dapat
dijadikan dasar bagi penentuan kebijakan pembangunan atas posisi perekonomian
yang dimiliki terhadap perekonomian daerah yang menjadi referensi.
2. Sektor Basis dan Non basis
Kegiatan ekonomi wilayah berdasarkan teori ekonomi basis diklasifikasikan
ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis dan non basis. Analisis ini diperlukan
untuk mengidentifikasi kegiatan ekonomi daerah yang bersifat ekspor dan non
ekspor dan mengetahui laju pertumbuhan sektor basis dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan beberapa sektor basis akan menentukan pembangunan daerah secara
keseluruhan, sementara sektor non basis hanya merupakan
di ekspor akan menghasilkan pendapatan bagi daerah, serta meningkatkan
konsumsi dan investasi. Peningkatan pendapatan tidak hanya menyebabkan
kenaikan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga akan meningkatkan
permintaan terhadap sektor non basis yang berarti juga mendorong kenaikan
investasi sektor non basis.
3. Perubahan dan Pergeseran Sektor
Analisis ini dibutuhkan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor pada
perekonomian suatu daerah. Hasil analisis akan menggambarkan kinerja
sektor-sektor dalam PDRB suatu daerah dibandingkan wilayah referensi. Apabila
penyimpangan positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB memiliki
keunggulan kompetitif atau sebaliknya.
Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan berimplikasi pada pertumbuhan
ekonomi. Pembangunan yang berorientasi pada pencapaian target sektoral,
keberhasilannya dapat dilihat dari kontribusi sektor terhadap pembentukan PDRB
dari tahun ke tahun. Pertumbuhan positif menunjukkan adanya peningkatan
perekonomian dan apabila negatif berarti terjadinya penurunan dalam kegiatan
perekonomian. Pertumbuhan perekonomian mengakibatkan terjadinya perubahan
perkembangan pembangunan suatu daerah.
Perencanaan pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, salah satunya dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi itu sendiri dapat meningkat, bila ada satu atau beberapa sektor
demikian, sektor yang mempunyai perkembangan lebih cepat dari sektor lain akan
menjadi suatu sektor unggulan.
Sektor unggulan yang dimiliki suatu daerah akan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena akan memberikan
keuntungan kompetitif atau komparatif yang selanjutnya akan mendorong
pengembangan ekspor barang maupun jasa.
Kebijakan strategi pembangunan harus diarahkan kepada kebijakan yang
memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan
pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan. Sektor unggulan yang
diperoleh melalui analisis dapat menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaan
pembangunan di masa mendatang.
Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan dalam
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran
Perekonomian Wilayah
Klasifikasi Pertumbuhan Sektor
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sektor Basis dan Non Basis
Perubahan dan Pergeseran Sektor
Penentuan Sektor Unggulan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kabupaten Aceh Utara, yang
merupakan salah satu Kabupaten dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Pertimbangan penelitian dilakukan di Kapubaten Aceh Utara, agar hasil penelitian ini
berupa sektor-sektor unggulan perekonomian dapat digunakan sebagai informasi dan
dapat diprioritaskan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Aceh Utara.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, antara
lain:
1. PDRB Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam periode
1993-2007, data ini digunakan untuk analisis klasifikasi pertumbuhan sektor,
analisis sektor basis dan non basis, dan analisis perubahan dan pergeseran sektor
ekonomi. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Aceh
Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
2. Data sekunder lainnya yang masih ada kaitannya dengan tujuan penelitian ini.
3.3. Metode Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan, maka digunakan
1. Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk memperoleh klasifikasi pertumbuhan
sektor perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.
2. Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan sektor basis dan
non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.
3. Analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran
sektor perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.
3.3.1. Analisis Tipologi Klassen
Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang
dapat digunakan untuk mengetahui klasifikasi sektor perekonomian wilayah
Kabupaten Aceh Utara. Analisis Tipologi Klassen digunakan dengan tujuan
mengidentifikasi posisi sektor perekonomian Kabupaten Aceh Utara dengan
memperhatikan sektor perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai
daerah referensi.
Analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan
karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008:180):
1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (Kuadran I).
Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam
PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam
PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memilki nilai kontribusi sektor
terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan
dengan si > s dan ski > sk.
2. Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector) (Kuadran II). Kuadran ini merupakan
kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil
dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang
menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski)
yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah
yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan
ski > sk.
3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran III).
Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam
PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam
PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor
terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut
terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan
dengan si > s dan ski < sk.
4. Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV). Kuadran ini
merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang
lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah
yang menjadi referensi (s) dan sekaligus memilki nilai kontribusi sektor terhadap
PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si
< s dan ski < sk.
Klasifikasi sektor PDRB menurut Tipologi Klassen sebagaimana tercantum
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen Kuadran I
Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector)
3.3.2. Analisis Location Quotient (LQ)
Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Kabupaten Aceh Utara
digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu
pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal
untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kabupaten Aceh Utara yang menjadi
pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian,
mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ
yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor
pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode
yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro
(2004:183) sebagai berikut:
PDRBAU,i ∑PDRBAU
PDRBNAD,i LQ =
∑PDRBNAD
Di mana:
PDRBAU,i = PDRB sektor i di Kabupaten Aceh Utara pada tahun tertentu.
∑PDRBAU = Total PDRB di Kabupaten Aceh Utara pada tahun tertentu.
PDRBNAD,i = PDRB sektor i di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun
tertentu.
∑PDRBNAD = Total PDRB di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun
tertentu.
Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada
tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val dalam Kuncoro,
2004:183), yaitu:
1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten
Aceh Utara adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi
2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten
Aceh Utara lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam
perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten
Aceh Utara lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam
perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut
merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak
perekonomian Kabupaten Aceh Utara. Sebaliknya apabila nilai LQ<1, maka sektor
tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan
sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Aceh Utara.
Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB
Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2000-2007
menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.
3.3.3. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis)
Analisis shift share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran
sektor pada perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara. Hasil analisis shift share
akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB Kabupaten Aceh Utara
dibandingkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian dilakukan analisis
penyimpangan tersebut positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB Kabupaten
Aceh Utara memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya.
Data yang digunakan dalam analisis shift share ini adalah PDRB Kabupaten
Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2000-2007 menurut
lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. Penggunaan data harga konstan
dengan tahun dasar yang sama agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan
perbandingan menjadi valid (Tarigan, 2007:86).
Melalui analisis shift share, maka pertumbuhan ekonomi dan pergeseran
struktural perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara ditentukan oleh tiga
komponen, yaitu:
1. Provincial Share (PS), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau
pergeseran struktur perekonomian Kabupaten Aceh Utara dengan melihat nilai
PDRB Kabupaten Aceh Utara sebagai daerah pengamatan pada periode awal
yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam. Hasil perhitungan Provincial Share akan menggambarkan
peranan wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang mempengaruhi
pertumbuhan perekonomian Kabupaten Aceh Utara. Jika pertumbuhan Kabupaten
Aceh Utara sama dengan pertumbuhan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
maka peranannya terhadap provinsi tetap.
2. Proportional Shift (P) adalah pertumbuhan nilai tambah bruto suatu sektor i pada
Kabupaten Aceh Utara dibandingkan total sektor di tingkat Provinsi Nanggroe
3. Differential Shift (D) adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Aceh Utara dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.
Secara matematis, Provincial Share (PS), Proportional Shift (P), dan
Differential Shift (D) dapat diformulasikan sebagai berikut (Tarigan, 2007:88;
Sjafrizal, 2008:91):
1. Provincial Share (PS)
2. Proportional Shift (P)
3. Differential Shift (D)
Di mana:
NAD = Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai wilayah referensi yang
lebih tinggi jenjangnya.
AU = Kabupaten Aceh Utara sebagai wilayah analisis.
Y = Nilai tambah bruto
i = Sektor dalam PDRB
t-1 = tahun awal (tahun 2000)
Perubahan (pertumbuhan) nilai tambah bruto sektor tertentu (i) dalam PDRB
Kabupaten Aceh Utara merupakan penjumlahan Provincial Share (PS), Proportional
Shift (P), dan Differential Shift (D) sebagai berikut:
Kedua komponen shift, yaitu Proportional Shift (P) dan Differential
Shift (D) memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan
internal. Proportional Shift (P) merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal
yang bekerja secara nasional (Provinsi), sedangkan Differential Shift (D) adalah
akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan
(Glasson, 1977:95).
Sektor-sektor di Kabupaten Aceh Utara yang memiliki Differential Shift (D)
positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama pada
Kabupaten/Kota lain dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Selain itu,
sektor-sektor yang memiliki nilai D positif berarti bahwa sektor-sektor tersebut terkonsentrasi
di Kabupaten Aceh Utara dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila nilai D negatif, maka tingkat
pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.
Untuk menyamakan persepsi tentang variabel-variabel yang digunakan dan
menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, maka penulis memberi batasan definisi
operasional sebagai berikut:
1. Sektor Unggulan (leading sector) adalah sektor yang memiliki peranan (share)
relatif besar dibanding sektor-sektor lainnya terhadap ekonomi wilayah (PDRB).
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah bruto (gross value
added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam
jangka waktu tertentu berdasarkan harga konstan.
3. Sektor Ekonomi adalah lapangan usaha yang terdapat pada PDRB, yang
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis
Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten dalam Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak pada posisi 960 52’-970 31’BT dan 040 46’
-050 00’LU dengan luas wilayah 3.296,86 km2 serta terletak di antara:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan: Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan: Kabupaten Bener Meriah.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan: Kabupaten Aceh Timur.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan: Kabupaten Bireuen.
Peta Kabupaten Aceh Utara tercantum pada Lampiran 1.
4.1.2. Wilayah Administrasi
Secara administrasi Kabupaten Aceh Utara terbagi atas 27 Kecamatan,
70 pemukiman, 2 Kelurahan dan 850 Desa. 27 Kecamatan tersebut adalah:
Kecamatan Sawang, Nisam, Nisam Antara, Banda Baro, Kuta Makmur, Simpang
Kramat, Syamtalira Bayu, Meurah Mulia, Geureudong Pase, Matang Kuli, Paya
Bakong, Tanah Luas, Pirak Timu, Nibong, Samudera, Syamtalira Aron, Tanah Pasir,
Lapang, Lhoksukon, Baktiya, Baktiya Barat, Tanah Jambo Aye, Langkahan,