• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN

PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN ACEH UTARA

DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB

T E S I S

Oleh

FACHRURRAZY

077003016/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA

N

(2)

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN

PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN ACEH UTARA

DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FACHRURRAZY

077003016/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN ACEH

UTARA DENGAN PENDEKATAN SEKTOR

PEMBENTUK PDRB Nama Mahasiswa : Fachrurrazy

Nomor Pokok : 077003016

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE) Ketua

(Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE) Anggota

(Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B,M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE Anggota : 1. Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE

(5)

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk terus bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan

output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

setiap tahun.

Untuk melaksanakan pembangunan dengan sumber daya yang terbatas sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang besar terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara keseluruhan.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 1993-2007. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis Klassen Tipology, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share.

Hasil analisis Klassen Tipology menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Hasil analisis Location Quotient menunjukkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor basis di Kabupaten Aceh Utara. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor kompetitif, yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan konstruksi, sektor sektor bank dan lembaga keuangan lainnya.

Hasil analisis per sektor berdasarkan ketiga alat analisis menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Aceh Utara dengan kriteria sektor maju dan tumbuh pesat, sektor basis, dan kompetitif adalah sektor pertanian.

(6)

ABSTRACT

Economic growth and its process are the main condition for the sustainability of the regional economic development. Because of the continuing population growth means economic needs also increase so that additional revenue required each year. This can be obtained with the increase in aggregate output (goods and services) or the Gross Regional Domestic Product (GRDP) each year.

To carry out development with limited resources as a consequence should be focused to develop the sectors that provide great multiplier effect on other sectors or the whole economy.

This research is focused to determine the regional leading sector of North Aceh Regency as the information and considerations in planning economic development. Secondary data such as time series of the Gross Regional Domestic

Product (GRDP) of North Aceh Regency and Aceh province in the period 1993–2007

are applied. Klassen Typology, Location Quotient (LQ) and Shift Share are tools of analysis.

Klassen Typology indicates that the developed sectors are agriculture and transportation and communication. Location Quotient analysis indicates agricultural, mining and quarrying, manufacturing industry, and transportation and communication are base sectors in the North Aceh Regency. Shift Share analysis indicates that the competitive sectors are agricultural, construction, and bank and other financial institutions.

The results of the analysis based on three analysis tools indicate that the leading sector with the criteria’s developed, base, and competitive is agricultural sector.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis

Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara dengan

Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB. Tesis ini disusun untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pembahasan utama dalam tesis ini adalah menentukan sektor unggulan

perekonomian wilayah dan diharapkan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan

informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Aceh

Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak, baik langsung

maupun tidak langsung kepada:

1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing.

3. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan petunjuk dan

bimbingan kepada penulis dalam penulisan tesis ini.

4. Kasyful Mahalli, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara sekaligus sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah

memberikan arahan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan

(8)

5. Dr. Ir. Rahmanta, MS, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Drs. Rujiman, MA, selaku

Dosen Pembanding yang telah memberikan saran bagi kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Dosen dan Karyawan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Bupati Aceh Utara, atas bantuan dan dukungannya yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan

materil kepada penulis.

9. Isteri dan putri-putri tercinta, yang selalu memberikan dorongan semangat kepada

penulis dalam mengikuti studi selama ini.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya dengan berserah diri kepada Allah SWT, semoga tesis ini dengan

segala kelemahan dan kekurangannya dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Medan, Agustus 2009

Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Fachrurrazy lahir di Banda Aceh pada tanggal 10 Juli 1970. Anak ketujuh dari

tujuh bersaudara. Ayah Teuku Raden dan Ibu Hj. Rohani. Isteri Erni Widya, telah

dikaruniai dua putri Cut Meurah Meuthia dan Cut Intan Danisha.

Tamat Sekolah Dasar Persit II pada tahun 1983 di Banda Aceh. Melanjutkan

ke SMP Negeri I di Banda Aceh dan tamat pada tahun 1986. Menyelesaikan

pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I Banda Aceh pada tahun 1989.

Melanjutkan pendidikan pada tahun 1990 di Fakultas Teknik Industri Universitas

Sumatera Utara dan memperoleh gelar sarjana.

Pada tahun 2002 sampai dengan sekarang bekerja sebagai Pegawai Negeri

Sipil pada Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun

2007 memperoleh kesempatan mengikuti Program Studi Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

(10)

DAFTAR ISI

2.6. Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Pembangunan Daerah ... 19

3.4. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39

(11)

4.1.2. Wilayah Administrasi ... 39

4.1.3. Topografis ... 40

4.1.4. Demografi ... 40

4.2. Klasifikasi Pertumbuhan Sektor Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara ... 40

4.3. Analisis Location Quotient (LQ) ... 46

4.4. Analisis Shift Share... 50

4.5. Pembahasan Per Sektor... 60

4.5.1. Analisis Sektor Pertanian ... 60

4.5.2. Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian... 63

4.5.3. Analisis Sektor Industri Pengolahan ... 64

4.5.4. Analisis Sektor Listrik dan Air Minum ... 66

4.5.5. Analisis Sektor Bangunan dan Konstruksi... 68

4.5.6. Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 70

4.5.7. Analisis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 72

4.5.8. Analisis Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya ... 74

4.5.9. Analisis Sektor Jasa-jasa... 76

4.6. Sektor Unggulan Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1. Kesimpulan ... 84

5.2. Saran ... 85

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Utara Tahun 2003-2007 menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga

Konstan Tahun 2000 (Milyar Rupiah) ... 4

3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen... 32

4.1. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi NAD dan

Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 dengan Migas ... 41

4.2. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993- 2007 dengan Migas berdasarkan Tipologi Klassen ... 42

4.3. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi NAD dan

Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 tanpa Migas... 43

4.4. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007

tanpa Migas berdasarkan Tipologi Klassen ... 44

4.5. Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) dengan Migas

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2000-2007 ... 47

4.6. Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) tanpa Migas

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2000-2007 ... 48

4.7. Hasil Perhitungan Nilai Shift Share Kabupaten Aceh Utara Tahun 2000-2007 dengan Migas ... 52

4.8. Hasil Perhitungan Nilai Shift Share Kabupaten Aceh Utara

Tahun 2000-2007 tanpa Migas ... 55

4.9. Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan Migas

Tahun 2000-2007 (dalam persen) ... 56

4.10. Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas

Tahun 2000-2007 (dalam persen) ... 58

(13)

4.12. Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian... 63

4.13. Analisis Sektor Industri Pengolahan ... 65

4.14. Analisis Sektor Listrik dan Air Minum ... 67

4.15. Analisis Sektor Bangunan dan Konstruksi... 69

4.16. Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 71

4.17. Analisis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 72

4.18. Analisis Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya... 74

4.19. Analisis Sektor Jasa-jasa... 76

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Skema Kerangka Pemikiran... 28

4.1. Grafik Perkembangan Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan Migas Tahun 2000-2007... 57

4.2. Grafik Perkembangan Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas Tahun 2000-2007... 59

4.3. Grafik Perkembangan LQ Sektor Pertanian... 62

4.4. Grafik Perkembangan LQ Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 64

4.5. Grafik Perkembangan LQ Sektor Industri Pengolahan... 66

4.6. Grafik Perkembangan LQ Sektor Listrik dan Air Minum ... 68

4.7. Grafik Perkembangan LQ Sektor Bangunan dan Konstruksi ... 70

4.8. Grafik Perkembangan LQ Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 71

4.9. Grafik Perkembangan LQ Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 74

4.10. Grafik Perkembangan LQ Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya ... 75

4.11. Grafik Perkembangan LQ Sektor Jasa-jasa ... 77

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Peta Kabupaten Aceh Utara ... 88

2. Perkembangan PDRB Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 1993-2007 menurut Lapangan Usaha atas

dasar Harga Konstan Tahun 1993 dan 2000 ... 89

3. Perhitungan Analisis Tipology Klassen PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan Migas Tahun 1993-2007... 91

4. Perhitungan Analisis Tipology Klassen PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas 1993-2007... 95

5. Perhitungan Location Quotient PDRB Kabupaten Aceh Utara dengan Migas Tahun 2000-2007 ... 99

6. Perhitungan Location Quotient PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas Tahun 2000-2007 ... 107

7. Perhitungan Analisis Shift Share PDRB Kabupaten Aceh Utara

dengan Migas Tahun 2000-2007... 115

8. Perhitungan Analisis Shift Share PDRB Kabupaten Aceh Utara tanpa Migas Tahun 2000-2007 ... 119

9. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Tanaman Bahan Makanan

di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007... 123

10. Luas Tanaman dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2007 ... 123

11. Populasi Ternak di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007... 124

12. Produksi Ikan menurut Asal Tangkapan di Kabupaten Aceh Utara

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada

pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan

ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi dapat mendukung pencapaian tujuan atau

mendorong perubahan-perubahan atau pembaharuan bidang kehidupan lainnya.

Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Siagian (1984:128) bahwa

keterbelakangan utama yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang

adalah di bidang ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan, bahkan dapat

dikatakan merupakan tuntutan sejarah apabila pembangunan ekonomi mendapat

perhatian utama.

Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi

memerlukan berbagai usaha yang konsisten dari berbagai pihak untuk memberikan

kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi umat manusia.

Tujuan pokok pembangunan ekonomi menurut Jhingan (1992:420) ialah

untuk membangun peralatan modal dalam skala yang cukup untuk meningkatkan

produktivitas di bidang pertanian, pertambangan, perkebunan dan industri. Modal

juga diperlukan untuk mendirikan sekolah, rumah sakit, jalan raya, jalan kereta api,

(17)

modal overhead sosial dan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu

pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu

lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam

wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108).

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menuntut pemerintah daerah

untuk melaksanakan desentralisasi dan memacu pertumbuhan ekonomi guna

peningkatan kesejahteraan masyarakat di mana tujuan penyelenggaraan otonomi

daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian

daerah. Kedua Undang-Undang tersebut memiliki makna yang sangat penting bagi

daerah, karena terjadinya pelimpahan kewenangan dan pembiayaan yang selama ini

merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Kewenangan dimaksud mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali

kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,

agama, serta moneter dan fiskal. Kewenangan pembiayaannya, yaitu daerah dapat

menggali sekaligus menikmati sumber-sumber potensi ekonomi, serta sumber daya

alamnya tanpa ada intervensi terlalu jauh dari Pemerintah Pusat. Hal ini akan

berdampak terhadap perekonomian daerah yang pada akhirnya tercipta peningkatan

(18)

Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui Undang-Undang

Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, memperoleh 70 % pendapatan

dari migas, hidrokarbon dan sumber-sumber daya alam lainnya, serta tambahan

pendapatan dari 2 % alokasi DAU nasional selama 15 tahun dan 1 % untuk 5 tahun

berikutnya. Hal ini berarti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki sumber

pendapatan yang lebih potensial dibandingkan Provinsi-provinsi lain untuk

membiayai pembangunan.

Melalui otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut kreatif dalam

mengembangkan perekonomian, peranan investasi swasta dan perusahaan milik

daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi. Investasi akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan dapat

menimbulkan multiplier effect terhadap sektor-sektor lainnya.

Pembangunan ekonomi daerah pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan

yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, bersama-sama dengan masyarakatnya

dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk

merangsang perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup

masyarakat di daerah.

Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi

utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk

terus bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan

penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan

(19)

setiap tahun (Tambunan, 2001:2).

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Indonesia pada dasarnya terdiri

atas 9 (sembilan) sektor, yaitu (1) sektor pertanian; (2) pertambangan dan penggalian;

(3) industri pengolahan; (4) listrik dan air minum; (5) bangunan dan konsturksi;

6) perdagangan, hotel dan restoran; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) jasa-jasa.

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Utara Tahun 2003-2007 menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rupiah)

Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006*) 2007**)

1. Pertanian 975,53 1.065,45 1.095,43 1.114,65 1.114,74

2. Pertambangan dan Penggalian

14.207,34 12.046,85 5.664,47 5.255,16 3.782,95

a. Pertambangan Migas

14.180,96 12.019,93 5.636,57 5.225,34 3.751,90

b. Penggalian dan Penggaraman

26,38 26,93 27,90 29,82 31,05

3. Industri Pengolahan 416,50 387,98 199,36 202,88 209,20

(20)

Lanjutan Tabel 1.1.

PDRB Migas 16.381,43 14.295,31 7.788,45 7.445,47 6.036,79 PDRB Non Migas 2.200,46 2.275,39 2.151,87 2.220,13 2.284,89 Sumber : BPS Kabupaten Aceh Utara

Keterangan:

*) = Angka Diperbaiki **) = Angka Sementara

Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten dari 23

Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sebagai salah satu daerah

otonom yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan

pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, memiliki

kewenangan yang luas untuk mengelola, merencanakan dan memanfaatkan potensi

ekonomi secara optimal, yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kabupaten

Aceh Utara.

Berdasarkan Tabel 1.1. terlihat bahwa Kabupaten Aceh Utara memiliki

Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga

Konstan Tahun 2000 secara rata-rata dari tahun 2003-2007 dengan minyak dan gas

sebesar Rp. 10.389,49 milyar, sedangkan tanpa minyak dan gas sebesar Rp. 2.226,55

milyar.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Utara sangat dipengaruhi oleh sektor

pertambangan dan penggalian, terutama sub sektor pertambangan minyak dan gas.

Selama kurun waktu tahun 2004 hingga 2007, pertumbuhan ekonomi menunjukkan

(21)

pertambangan minyak dan gas. Bahkan sejak tahun 2004 hingga tahun 2007 kondisi

ekonomi perekonomian Kabupaten Aceh Utara mengalami pertumbuhan negatif

rata-rata -18,82 %.

Sementara itu, bila melihat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Utara

tanpa migas, maka perekonomian menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Pada

tahun 2003 mampu tumbuh sebesar 1,57 %, kemudian naik menjadi 3,54 %

di tahun 2004. Namun pada tahun 2005, pertumbuhan perekonomian Kabupaten

Aceh Utara mengalami perlambatan yang cukup tinggi hingga -5,86 %, tetapi pada

tahun 2007 kembali mengalami peningkatan hingga mencapai sebesar 3,63 %.

Dengan seluruh kondisi di atas, maka timbul pertanyaan apakah perubahan

kontribusi sektoral yang terjadi telah di dasarkan kepada strategi kebijakan

pembangunan yang tepat, yaitu strategi yang memberikan dampak yang optimal bagi

pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan

kesejahteraan penduduk. Karena untuk melaksanakan pembangunan dengan sumber

daya yang terbatas sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan

sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang besar

terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara keseluruhan.

Penelitian ini mencoba menggambarkan pola perubahan dan pertumbuhan

sektoral dalam perekonomian, serta menentukan sektor-sektor unggulan sehingga

dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan dan perencanaan

(22)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah Kabupaten

Aceh Utara?

2. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor basis dan non basis dalam

perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara?

3. Bagaimanakah perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah

Kabupaten Aceh Utara?

4. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor unggulan perekonomian wilayah

Kabupaten Aceh Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan di atas, maka ditetapkan tujuan penelitian, yaitu:

1. Untuk mengetahui klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah

Kabupaten Aceh Utara.

2. Untuk mengetahui sektor basis dan non basis dalam perekonomian wilayah

Kabupaten Aceh Utara.

3. Untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah

Kabupaten Aceh Utara.

(23)

Aceh Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk perencanaan pembangunan

ekonomi Kabupaten Aceh Utara.

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang terkait dengan pembangunan dan

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Ekonomi Regional

Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan

wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan

di samping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi adalah proses di mana terjadi

kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian

dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi

pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada

kenaikan output per kapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf

hidup diukur dengan output riil per orang.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan

jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika

jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah

besar pada tahun-tahun berikutnya. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi

suatu daerah dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi

adalah pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan sebagai cerminan

(25)

Todaro dalam Sirojuzilam (2008:16), mendefinisikan pembangunan ekonomi

adalah suatu proses yang bersifat multidimensional, yang melibatkan kepada

perubahan besar, baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial,

mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan

pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi.

Menurut Adisasmita (2008:13), pembangunan wilayah (regional) merupakan

fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia,

investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah,

kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan

(kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.

2.2. Pertumbuhan Ekonomi Regional

Teori pertumbuhan ekonomi wilayah menganalisis suatu wilayah sebagai

suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan wilayah-wilayah lain

melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas.

Pembangunan dalam suatu wilayah akan mempengaruhi pertumbuhan wilayah lain

dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan mendorong

pembangunan wilayah tersebut atau suatu pembangunan ekonomi dari wilayah lain

akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu wilayah serta interrelasi.

Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan

(26)

laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara

tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai

indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan

(Sirojuzilam, 2008:18).

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel ekonomi

dari suatu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara dan juga dapat diartikan

sebagai peningkatan kemakmuran suatu wilayah. Pertumbuhan yang terjadi dapat

ditinjau dari peningkatan produksi sejumlah komoditas yang diperoleh suatu wilayah.

Menurut Glasson (1977:86) pertumbuhan regional dapat terjadi sebagai akibat

dari penentu-penentu endogen ataupun eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat

di dalam daerah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor di luar daerah, atau

kombinasi dari keduanya. Penentu endogen, meliputi distribusi faktor-faktor produksi

seperti tanah, tenaga kerja, dan modal sedangkan penentu eksogen adalah tingkat

permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut.

Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dalam

era otonomi daerah. Hal ini cukup logis, karena dalam era otonomi daerah

masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi

daerahnya, guna meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Oleh karena itu,

pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan daerah akan sangat

penting artinya bagi pemerintah daerah dalam menentukan upaya-upaya yang dapat

dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya (Sjafrizal, 2008:86).

(27)

signifikan dalam pengelolaan pembangunan daerah. Pola pembangunan daerah dan

sistem perencanaan yang selama ini cenderung seragam telah berubah menjadi lebih

bervariasi tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang dihadapi di daerah.

Penetapan kebijaksanaan yang sebelumnya hanya sebagai pendukung kebijaksanaan

nasional telah mengalami perubahan sesuai dengan aspirasi yang berkembang

di daerah. Kondisi ini juga memicu persaingan antara daerah untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.

Menurut Richardson (2001:35) perbedaan pokok antara analisis pertumbuhan

perekonomian nasional dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang

dititikberatkan dalam analisis tersebut belakangan adalah perpindahan faktor (factors

movement). Kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan tenaga kerja dan

modal menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi regional.

Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih cepat apabila memiliki

keuntungan absolute kaya akan sumber daya alam dan memiliki keuntungan

komparatif apabila daerah tersebut lebih efisien dari daerah lain dalam melakukan

kegiatan produksi dan perdagangan (Sirojuzilam, 2008:26).

Pembangunan dengan pendekatan sektoral mengkaji pembangunan

berdasarkan kegiatan usaha yang dikelompokkan menurut jenisnya ke dalam sektor

dan sub sektor. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian, pertambangan,

konstruksi (bangunan), perindustrian, perdagangan, perhubungan, keuangan dan

perbankan, dan jasa.

(28)

pertumbuhan dan stabilitas dari perekonomian wilayahnya. Identifikasi sektor dan

sub sektor yang dapat menunjukkan keunggulan komparatif daerah merupakan tugas

utama pemerintah daerah.

2.3. Pendapatan Regional

Informasi hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai dapat dimanfaatkan

sebagai bahan perencanaan maupun evaluasi pembangunan. Untuk dapat mengukur

seberapa jauh keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang ekonomi salah satu

alat yang dapat dipakai sebagai indikator pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah

adalah melalui penyajian angka-angka pendapatan regional.

Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan

jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama

satu tahun (Sukirno, 1985:17). Sedangkan menurut Tarigan (2007:13), pendapatan

regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah analisis. Tingkat

pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun pendapatan

rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut.

Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan

regional, diantaranya adalah:

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari

(29)

Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya

antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup

komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan

keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung

nilai tambah bruto dari dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya

akan menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang tercakup dalam

PDRB, yaitu:

a. Pertanian.

b. Pertambangan dan Penggalian.

c. Industri Pengolahan.

d. Listrik, Gas dan Air Bersih.

e. Bangunan/Konstruksi.

f. Perdagangan, Hotel dan Restoran.

g. Pengangkutan dan Komunikasi.

h. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.

i. Jasa-jasa.

2. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar.

PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan penyusutan.

Penyusutan yang dimaksud di sini adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai

(30)

barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi. Jika nilai susut barang-barang

modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan

keseluruhan.

3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor.

Jika pajak tidak langsung netto dikeluarkan dari PDRN atas Dasar Harga Pasar,

maka didapatkan Produk Regional Netto atas Dasar Biaya Faktor Produksi. Pajak

tidak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai, dan pajak lain-lain,

kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan.

Perhitungan pendapatan regional metode langsung dapat dilakukan melalui

tiga pendekatan (Tarigan, 2007:24), yaitu:

1. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach).

Pendekatan pengeluaran adalah penentuan pendapatan regional dengan

menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi

di dalam suatu wilayah. Total penyediaan barang dan jasa dipergunakan untuk

konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung,

konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (investasi), perubahan stok

dan eskpor netto (ekspor-impor).

2. Pendekatan Produksi (Production Approach).

Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi dilakukan

dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor

(31)

regional berdasarkan pendekatan produksi, maka pertama-tama yang harus dilakukan

ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor di atas.

Pendapatan regional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang

tercipta dari tiap-tiap sektor.

3. Pendekatan Penerimaan (Income Approach).

Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan menjumlahkan pendapatan

faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan

jasa-jasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan

pajak tidak langsung netto.

2.4. Perencanaan Pembangunan Wilayah

Menurut Arsyad (1999:23), fungsi-fungsi perencanaan pembangunan secara

umum adalah:

1. Dengan perencanaan, diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya

pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan.

2. Dengan perencanaan, dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi,

prospek-prospek pengembangan, hambatan, serta resiko yang mungkin dihadapi pada

masa yang akan datang.

3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik.

(32)

tujuan.

5. Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan

evaluasi.

Perencanaan pembangunan regional merupakan suatu entitas ekonomi dengan

unsur-unsur interaksi yang beragam. Aktivitas ekonomi wilayah diidentifikasi

berdasarkan analisa ekonomi regional, yaitu dievaluasi secara komparatif dan kolektif

terhadap kondisi dan kesempatan ekonomi skala wilayah.

Nugroho dalam Sirojuzilam (2008:60) menyatakan bahwa pendekatan

perencanaan regional dititikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan.

Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dengan

instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah. Artinya bahwa dengan

adanya perbedaan pertumbuhan dan disparitas antar wilayah, maka pendekatan

perencanaan parsial adalah sangat penting untuk diperhatikan. Dalam perencanaan

pembangunan daerah perlu diupayakan pilihan-pilihan alternatif pendekatan

perencanaan, sehingga potensi sumber daya yang ada akan dapat dioptimalkan

pemanfaatannya.

Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh

pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan

suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan tersebut

adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

(33)

berkembang dalam masyarakat.

2.5. Teori Basis Ekspor (Export Base Theory)

Aktivitas perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan,

yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang

berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang

bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan berorientasi lokal

yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam batas wilayah

perekonomian yang bersangkutan.

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover)

dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah

lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya.

Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda

(multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005:28).

Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian

daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang

cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang

potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries

(Sjafrizal, 2008:89).

Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location

Quotient (LQ), untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau

(34)

menggunakan variabel tenaga kerja atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

suatu wilayah sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Location Quotient merupakan

rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu atau PDRB terhadap total jumlah

tenaga kerja sektor tertentu atau total nilai PDRB suatu daerah dibandingkan dengan

rasio tenaga kerja dan sektor yang sama dengan daerah yang lebih tinggi (referensi).

2.6. Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Pembangunan Daerah Menurut Arsyad (1999:108) permasalahan pokok dalam pembangunan daerah

adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang di dasarkan

pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan

menggunakan potensi sumber daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada

pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses

pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang

peningkatan ekonomi.

Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regional

di Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan mengendalikan

hampir sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan

negara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam dari sektor pertambangan,

perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Akibatnya daerah-daerah yang kaya

(35)

Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi di daerah

yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur

dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Hingga tingkat tertentu,

anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam artian sumber daya alam harus dilihat

sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan terus.

Dan untuk ini diperlukan faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah

teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001:198).

Perbedaan tingkat pembangunan yang di dasarkan atas potensi suatu daerah,

berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar

peranan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap pembentukan

atau pertumbuhan PDRB di suatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan

PDRB daerah tersebut.

Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam

sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa

sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball

effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder.

Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain

berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada

perubahan mendasar dalam struktur ekonomi.

Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk

(36)

nasional. Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor

tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan

pada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan

apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang

dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik.

Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar

perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah

memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan

potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan

kemakmuran masyarakat.

Menurut Rachbini (2001) ada empat syarat agar suatu sektor tertentu menjadi

sektor prioritas, yakni (1) sektor tersebut harus menghasilkan produk yang

mempunyai permintaan yang cukup besar, sehingga laju pertumbuhan berkembang

cepat akibat dari efek permintaan tersebut; (2) karena ada perubahan teknologi yang

teradopsi secara kreatif, maka fungsi produksi baru bergeser dengan pengembangan

kapasitas yang lebih luas; (3) harus terjadi peningkatan investasi kembali dari

hasil-hasil produksi sektor yang menjadi prioritas tersebut, baik swasta maupun

pemerintah; (4) sektor tersebut harus berkembang, sehingga mampu memberi

pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.

Data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui

output pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu

(37)

sektor unggulan (leading sector) di suatu daerah/wilayah. Sektor unggulan adalah

satu grup sektor/subsektor yang mampu mendorong kegiatan ekonomi dan

menciptakan kesejahteraan di suatu daerah terutama melalui produksi, ekspor dan

penciptaan lapangan pekerjaan, sehingga identifikasi sektor unggulan sangat penting

terutama dalam rangka menentukan prioritas dan perencanaan pembangunan ekonomi

di daerah.

Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi

perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki

potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam

suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut

yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan

teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat

dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah

yang bersangkutan.

2.7. Penelitian Terdahulu

Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti

terdahulu dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian

ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Marhayanie tahun 2003, dengan judul

(38)

Medan. Hasil penelitian dengan menganalisis kontribusi per sektor, analisis linkage,

analisis angka pengganda diperoleh bahwa sektor ekonomi yang potensial dalam

perencanaan pembangunan Kota Medan adalah sektor industri pengolahan.

Penelitian yang dilakukan oleh Supangkat tahun 2002, dengan judul penelitian

Analisis Penentuan Sektor Prioritas dalam Peningkatan Pembangunan Daerah

Kabupaten Asahan dengan menggunakan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan

berpeluang untuk dijadikan sebagai sektor prioritas bagi peningkatan pembangunan

di daerah Kabupaten Asahan, terutama sub sektor perkebunan, perikanan dan industri

besar, serta sedang.

Penelitian Tampubolon (2001), dengan judul Pembangunan dan Ketimpangan

Wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa

karakteristik wilayah mempengaruhi ketimpangan pendapatan antar wilayah. Potensi

sektor-sektor wilayah mempengaruhi perubahan struktur ekonomi. Struktur ekonomi

wilayah pantai barat menuju industri pengolahan hasil pertanian dan struktur ekonomi

wilayah pantai timur menuju industri pengolahan barang jadi.

Penelitian Amir dan Riphat tahun 2005, dengan judul Analisis Sektor

Unggulan untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan Tabel

Input-Output 1994 dan 2000. Berdasarkan analisis sektor unggulan menggunakan

angka pengganda (output, pendapatan dan lapangan kerja) dan keterkaitan sektoral

direkomendasikan untuk menjadikan Jawa Timur sebagai pusat industri, pusat

(39)

2.8. Kerangka Pemikiran

Ketimpangan pembangunan ekonomi antara wilayah merupakan fenomena

umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi daerah. Perbedaan geografi

dan potensi ekonomi wilayah merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya

ketimpangan ini. Di samping itu, kurang lancarnya arus barang dan faktor produksi

antar wilayah turut pula memicu terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi

daerah. Karena itu, upaya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi

wilayah merupakan kebijaksanaan ekonomi daerah yang sangat penting dan strategis

dalam mendorong proses pembangunan daerah.

Analisis tentang faktor penentu pertumbuhan ekonomi daerah dibutuhkan

sebagai dasar utama untuk perumusan kebijakan pembangunan ekonomi daerah

di masa mendatang. Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut, maka pembangunan

daerah dapat diarahkan ke sektor-sektor yang secara potensial dapat mendorong

percepatan pembangunan daerah.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro

kegiatan ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan struktur

ekonomi daerah, peranan sektor-sektor ekonomi dan pergeserannya, serta

menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi, baik secara total maupun per sektor.

Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan merupakan salah satu

indikator penting untuk melihat seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu

(40)

untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan. Oleh karena itu strategi pembangunan

diupayakan untuk menggali potensi yang ada, agar dapat memacu pertumbuhan

ekonomi dan pembangunan di daerah.

Berdasarkan data dan informasi yang terkandung dalam PDRB, maka dapat

dilakukan beberapa analisis untuk memperoleh informasi tentang:

1. Klasifikasi Pertumbuhan Sektor

Analisis ini diperlukan untuk mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah

dengan mengacu pada perekonomian daerah yang lebih tinggi. Hasil analisis akan

menunjukkan posisi sektor dalam PDRB yang diklasifikasikan atas sektor maju

dan tumbuh pesat, sektor potensial atau masih dapat berkembang, sektor relatif

tertinggal, dan sektor maju tapi tertekan. Berdasarkan klasifikasi ini dapat

dijadikan dasar bagi penentuan kebijakan pembangunan atas posisi perekonomian

yang dimiliki terhadap perekonomian daerah yang menjadi referensi.

2. Sektor Basis dan Non basis

Kegiatan ekonomi wilayah berdasarkan teori ekonomi basis diklasifikasikan

ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis dan non basis. Analisis ini diperlukan

untuk mengidentifikasi kegiatan ekonomi daerah yang bersifat ekspor dan non

ekspor dan mengetahui laju pertumbuhan sektor basis dari tahun ke tahun.

Pertumbuhan beberapa sektor basis akan menentukan pembangunan daerah secara

keseluruhan, sementara sektor non basis hanya merupakan

(41)

di ekspor akan menghasilkan pendapatan bagi daerah, serta meningkatkan

konsumsi dan investasi. Peningkatan pendapatan tidak hanya menyebabkan

kenaikan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga akan meningkatkan

permintaan terhadap sektor non basis yang berarti juga mendorong kenaikan

investasi sektor non basis.

3. Perubahan dan Pergeseran Sektor

Analisis ini dibutuhkan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor pada

perekonomian suatu daerah. Hasil analisis akan menggambarkan kinerja

sektor-sektor dalam PDRB suatu daerah dibandingkan wilayah referensi. Apabila

penyimpangan positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB memiliki

keunggulan kompetitif atau sebaliknya.

Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan berimplikasi pada pertumbuhan

ekonomi. Pembangunan yang berorientasi pada pencapaian target sektoral,

keberhasilannya dapat dilihat dari kontribusi sektor terhadap pembentukan PDRB

dari tahun ke tahun. Pertumbuhan positif menunjukkan adanya peningkatan

perekonomian dan apabila negatif berarti terjadinya penurunan dalam kegiatan

perekonomian. Pertumbuhan perekonomian mengakibatkan terjadinya perubahan

perkembangan pembangunan suatu daerah.

Perencanaan pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, salah satunya dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi itu sendiri dapat meningkat, bila ada satu atau beberapa sektor

(42)

demikian, sektor yang mempunyai perkembangan lebih cepat dari sektor lain akan

menjadi suatu sektor unggulan.

Sektor unggulan yang dimiliki suatu daerah akan memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena akan memberikan

keuntungan kompetitif atau komparatif yang selanjutnya akan mendorong

pengembangan ekspor barang maupun jasa.

Kebijakan strategi pembangunan harus diarahkan kepada kebijakan yang

memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan

pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan. Sektor unggulan yang

diperoleh melalui analisis dapat menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaan

pembangunan di masa mendatang.

Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan dalam

(43)

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran

Perekonomian Wilayah

Klasifikasi Pertumbuhan Sektor

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Sektor Basis dan Non Basis

Perubahan dan Pergeseran Sektor

Penentuan Sektor Unggulan

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kabupaten Aceh Utara, yang

merupakan salah satu Kabupaten dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Pertimbangan penelitian dilakukan di Kapubaten Aceh Utara, agar hasil penelitian ini

berupa sektor-sektor unggulan perekonomian dapat digunakan sebagai informasi dan

dapat diprioritaskan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Aceh Utara.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, antara

lain:

1. PDRB Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam periode

1993-2007, data ini digunakan untuk analisis klasifikasi pertumbuhan sektor,

analisis sektor basis dan non basis, dan analisis perubahan dan pergeseran sektor

ekonomi. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Aceh

Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Data sekunder lainnya yang masih ada kaitannya dengan tujuan penelitian ini.

3.3. Metode Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan, maka digunakan

(45)

1. Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk memperoleh klasifikasi pertumbuhan

sektor perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.

2. Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan sektor basis dan

non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.

3. Analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran

sektor perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara.

3.3.1. Analisis Tipologi Klassen

Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang

dapat digunakan untuk mengetahui klasifikasi sektor perekonomian wilayah

Kabupaten Aceh Utara. Analisis Tipologi Klassen digunakan dengan tujuan

mengidentifikasi posisi sektor perekonomian Kabupaten Aceh Utara dengan

memperhatikan sektor perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai

daerah referensi.

Analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan

karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008:180):

1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (Kuadran I).

Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam

PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam

PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memilki nilai kontribusi sektor

(46)

terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan

dengan si > s dan ski > sk.

2. Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector) (Kuadran II). Kuadran ini merupakan

kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil

dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang

menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski)

yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah

yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan

ski > sk.

3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran III).

Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam

PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam

PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor

terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut

terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan

dengan si > s dan ski < sk.

4. Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV). Kuadran ini

merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang

lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah

yang menjadi referensi (s) dan sekaligus memilki nilai kontribusi sektor terhadap

(47)

PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si

< s dan ski < sk.

Klasifikasi sektor PDRB menurut Tipologi Klassen sebagaimana tercantum

pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen Kuadran I

Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector)

3.3.2. Analisis Location Quotient (LQ)

Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Kabupaten Aceh Utara

digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu

pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal

untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kabupaten Aceh Utara yang menjadi

pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian,

mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ

yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor

(48)

pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode

yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro

(2004:183) sebagai berikut:

PDRBAU,i ∑PDRBAU

PDRBNAD,i LQ =

∑PDRBNAD

Di mana:

PDRBAU,i = PDRB sektor i di Kabupaten Aceh Utara pada tahun tertentu.

∑PDRBAU = Total PDRB di Kabupaten Aceh Utara pada tahun tertentu.

PDRBNAD,i = PDRB sektor i di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun

tertentu.

∑PDRBNAD = Total PDRB di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun

tertentu.

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada

tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val dalam Kuncoro,

2004:183), yaitu:

1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten

Aceh Utara adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi

(49)

2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten

Aceh Utara lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam

perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten

Aceh Utara lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam

perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut

merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak

perekonomian Kabupaten Aceh Utara. Sebaliknya apabila nilai LQ<1, maka sektor

tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan

sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Aceh Utara.

Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB

Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2000-2007

menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.

3.3.3. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis)

Analisis shift share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran

sektor pada perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara. Hasil analisis shift share

akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB Kabupaten Aceh Utara

dibandingkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian dilakukan analisis

(50)

penyimpangan tersebut positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB Kabupaten

Aceh Utara memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya.

Data yang digunakan dalam analisis shift share ini adalah PDRB Kabupaten

Aceh Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2000-2007 menurut

lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. Penggunaan data harga konstan

dengan tahun dasar yang sama agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan

perbandingan menjadi valid (Tarigan, 2007:86).

Melalui analisis shift share, maka pertumbuhan ekonomi dan pergeseran

struktural perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara ditentukan oleh tiga

komponen, yaitu:

1. Provincial Share (PS), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau

pergeseran struktur perekonomian Kabupaten Aceh Utara dengan melihat nilai

PDRB Kabupaten Aceh Utara sebagai daerah pengamatan pada periode awal

yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam. Hasil perhitungan Provincial Share akan menggambarkan

peranan wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang mempengaruhi

pertumbuhan perekonomian Kabupaten Aceh Utara. Jika pertumbuhan Kabupaten

Aceh Utara sama dengan pertumbuhan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

maka peranannya terhadap provinsi tetap.

2. Proportional Shift (P) adalah pertumbuhan nilai tambah bruto suatu sektor i pada

Kabupaten Aceh Utara dibandingkan total sektor di tingkat Provinsi Nanggroe

(51)

3. Differential Shift (D) adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Aceh Utara dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam.

Secara matematis, Provincial Share (PS), Proportional Shift (P), dan

Differential Shift (D) dapat diformulasikan sebagai berikut (Tarigan, 2007:88;

Sjafrizal, 2008:91):

1. Provincial Share (PS)

2. Proportional Shift (P)

3. Differential Shift (D)

Di mana:

NAD = Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai wilayah referensi yang

lebih tinggi jenjangnya.

AU = Kabupaten Aceh Utara sebagai wilayah analisis.

Y = Nilai tambah bruto

i = Sektor dalam PDRB

(52)

t-1 = tahun awal (tahun 2000)

Perubahan (pertumbuhan) nilai tambah bruto sektor tertentu (i) dalam PDRB

Kabupaten Aceh Utara merupakan penjumlahan Provincial Share (PS), Proportional

Shift (P), dan Differential Shift (D) sebagai berikut:

Kedua komponen shift, yaitu Proportional Shift (P) dan Differential

Shift (D) memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan

internal. Proportional Shift (P) merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal

yang bekerja secara nasional (Provinsi), sedangkan Differential Shift (D) adalah

akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan

(Glasson, 1977:95).

Sektor-sektor di Kabupaten Aceh Utara yang memiliki Differential Shift (D)

positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama pada

Kabupaten/Kota lain dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Selain itu,

sektor-sektor yang memiliki nilai D positif berarti bahwa sektor-sektor tersebut terkonsentrasi

di Kabupaten Aceh Utara dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat

dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila nilai D negatif, maka tingkat

pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.

(53)

Untuk menyamakan persepsi tentang variabel-variabel yang digunakan dan

menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, maka penulis memberi batasan definisi

operasional sebagai berikut:

1. Sektor Unggulan (leading sector) adalah sektor yang memiliki peranan (share)

relatif besar dibanding sektor-sektor lainnya terhadap ekonomi wilayah (PDRB).

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah bruto (gross value

added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam

jangka waktu tertentu berdasarkan harga konstan.

3. Sektor Ekonomi adalah lapangan usaha yang terdapat pada PDRB, yang

(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis

Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten dalam Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak pada posisi 960 52’-970 31’BT dan 040 46’

-050 00’LU dengan luas wilayah 3.296,86 km2 serta terletak di antara:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan: Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka.

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan: Kabupaten Bener Meriah.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan: Kabupaten Aceh Timur.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan: Kabupaten Bireuen.

Peta Kabupaten Aceh Utara tercantum pada Lampiran 1.

4.1.2. Wilayah Administrasi

Secara administrasi Kabupaten Aceh Utara terbagi atas 27 Kecamatan,

70 pemukiman, 2 Kelurahan dan 850 Desa. 27 Kecamatan tersebut adalah:

Kecamatan Sawang, Nisam, Nisam Antara, Banda Baro, Kuta Makmur, Simpang

Kramat, Syamtalira Bayu, Meurah Mulia, Geureudong Pase, Matang Kuli, Paya

Bakong, Tanah Luas, Pirak Timu, Nibong, Samudera, Syamtalira Aron, Tanah Pasir,

Lapang, Lhoksukon, Baktiya, Baktiya Barat, Tanah Jambo Aye, Langkahan,

Gambar

Tabel 3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen
Tabel 4.1. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi NAD dan Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007 dengan Migas
Tabel 4.2.  Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Aceh Utara Tahun 1993-2007     dengan Migas berdasarkan Tipologi Klassen
Tabel 4.3.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Qardh, Istishna, dan Ijarah pada dua.. bank umum syariah

Masa kerja dimulai baik sejak menjadi guru honorer atau guru bantu maupun ketika diangkat langsung menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, dan (3) variabel terikat

Hasil observasi menunjukkan bahwa tindakan pada remaja awal di Dusun Perigi Parit Desa Sebagu dilakukan oleh orang tua dan masyarakat informan yaitu dengan memberikan nasihat

Hal ini mengindikasikan bahwa citra rumah sakit yang positif tidak hanya meningkatkan loyalitas pasien secara langsung, tetapi juga meningkatkan kepuasan pasien

Efek yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik dari.. telepon seluler dibagi menjadi dua

Proses belajar mengajar di sekolah tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi oleh siswa itu sendiri, permasalahan tersebut dapat mendidik siswa untuk mencapai

universitas) dimana kita mengabdi semakin dikenal di masyarakat sebab individu yang sering menulis itu sering dijadikan sumber berita oleh media massa dengan cara dimintai

a) Apakah dengan merek Toyota yang dikenal sebagai produk mobil berkualitas memberikan penjualan signifikan yang tinggi terhadap angka penjualan New Avanza. b) Apakah karena