i
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
ii
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015
© BAPPEDA Aceh - Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh
TINJAUAN PEREKONOMIAN
MENURUT LAPANGAN USAHA
KABUPATEN/KOTA PROVINSI ACEH
TAHUN 2015
Banda Aceh, 2016 xii + 123 halaman 18,2 x 25,7 cm
iii
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
KATA SAMBUTAN
Pembangunan daerah didanai oleh APBD dan APBN dengan jumlah yang terbatas. Karena keterbatasan inilah, maka perlu adanya prioritas dalam pembangunan daerah. Dalam rangka pemerataan daerah, maka daerah yang tertinggal baik secara umum maupun di sektor tertentu lebih layak dijadikan prioritas pembangunan.
Bertolak dari hal ini, kami menyambut baik kerjasama antara BAPPEDA Aceh dan BPS Provinsi Aceh dalam penerbitan publikasi Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015. Publikasi ini diharapkan dapat membantu perencanaan, pembuatan, dan evaluasi kebijakan pembangunan, terutama terkait dengan prioritas-prioritas pembangunan kabupaten/ kota.
Kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya publikasi ini, diucapkan terima kasih. Semoga publikasi ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh berbagai kalangan pelaku pembangunan di Aceh.
Banda Aceh, November 2016 Kepala BAPPEDA Aceh
iv
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015
KATA PENGANTAR
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/ Kota se-Provinsi Aceh Tahun 2015 merupakan hasil kerjasama antara BAPPEDA Aceh dan BPS Provinsi Aceh. Kajian ini mencakup tinjauan perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Aceh menurut lapangan usaha dan beberapa indikator agregat penting lain.
Publikasi ini merupakan gabungan dari publikasi PDRB Menurut Lapangan Usaha kabupaten/kota se-Provinsi Aceh yang secara rutin telah diterbitkan oleh BPS Kabupaten/Kota. Dalam publikasi ini dibahas mengenai capaian-capaian kabupaten/kota dalam pembangunan ekonomi menurut lapangan usaha, serta ketimpangan dan perbandingan antarwilayah.
Semoga publikasi bermanfaat bagi para pengambil kebijakan maupun kalangan akademisi dan masyarakat umum. Saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan publikasi ini pada periode mendatang.
Banda Aceh, November 2016 Kepala BPS Provinsi Aceh,
v
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL LAMPIRAN x
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto 4
1.3 Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 8
1.4 Penyajian Agregat PDRB 11
1.5 Diskrepansi 11
1.6 1.7
Analisis Tipologi Daerah Beberapa Istilah
12 14
II TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 17
2.1 Nilai PDRB 19
2.2 Kontribusi Migas 21
2.3 Pertumbuhan Ekonomi 23
2.4 Struktur Ekonomi 25
2.5 PDRB Per Kapita 27
2.6 Ketimpangan Ekonomi Antardaerah 30
2.7 Tipologi Daerah 31
III TINJAUAN MENURUT LAPANGAN USAHA 33
3.1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 35
3.2 Pertambangan dan Penggalian 37
3.3 Industri Pengolahan 39
3.4 Pengadaan Listrik dan Gas 41
3.5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, dan Daur Ulang 43
3.6 Konstruksi 45
3.7 Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi Mobil & Sepeda Motor 47
3.8 Transportasi dan Pergudangan 49
3.9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 51
3.10 Informasi dan Komunikasi 52
3.11 Jasa Keuangan dan Asuransi 54
3.12 Real Estat 56
3.13 Jasa Perusahaan 58
3.14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 59
vi
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015
3.16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 63
3.17 Jasa Lainnya 64
IV PENUTUP 67
LAMPIRAN 71
vii
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota (triliun rupiah), 2015 19
2.2 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Migas Provinsi Aceh (persen), 2015 22
2.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Kabupaten/Kota (persen), 2015 24
2.4 Kontribusi Beberapa Lapangan Usaha Unggulan dalam Perekonomian Menurut Kabupaten/Kota (persen), 2015 26
2.5 PDRB Per kapita Dengan Migas Menurut Kabupaten/Kota (triliun rupiah), 2015 27
2.6 PDRB Per kapita Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota (triliun rupiah), 2015 29
2.7 Indeks Williamson Provinsi Aceh, 2011-2015 31
2.8 Tipologi Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Dengan Migas, 2015 32
2.9 Tipologi Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tanpa Migas, 2015 33
3.1
Kontribusi Lapangan Usaha Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dalam PDRB Kabupaten/Kota
(persen), 2015 37
3.2
Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Provinsi Aceh
(persen), 2015 38
3.3 Kontribusi Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 39
3.4 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Subkategori Pertambangan dan Penggalian Nonmigas Provinsi Aceh (persen),
2015 40
3.5 Kontribusi Subkategori Industri Nonmigas dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 41
3.6 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Subkategori Industri Nonmigas Provinsi Aceh (persen), 2015 42
3.7 Kontribusi Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 44
viii
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015 3.9
Kontribusi Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, dan Daur Ulang dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen),
2015 46
3.10 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, dan Daur Ulang
Provinsi Aceh (persen), 2015 47
3.11 Kontribusi Lapangan Usaha Konstruksi dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 48
3.12 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Konstruksi Provinsi Aceh (persen), 2015 49
3.13 Kontribusi Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor dalam PDRB
Kabupaten/Kota (persen), 2015 51
3.14 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor Provinsi Aceh (persen), 2015
52
3.15 Kontribusi Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 53
3.16 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Provinsi Aceh (persen), 2015 54
3.17 Kontribusi Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 55
3.18 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Provinsi Aceh
(persen), 2015
56
3.19 Kontribusi Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 57
3.20 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi Provinsi Aceh (persen), 2015 58
3.21 Kontribusi Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 59
3.22 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi Provinsi Aceh (persen), 2015 60
3.23 Kontribusi Lapangan Usaha Real Estat dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 61
3.24 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Real Estat Provinsi Aceh (persen), 2015 62
3.25 Kontribusi Lapangan Usaha Jasa Perusahaan dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 63
ix
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
3.27
Kontribusi Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib dalam PDRB
Kabupaten/Kota (persen), 2015 65
3.28 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan
Sosial Wajib Provinsi Aceh (persen), 2015 66
3.29 Kontribusi Lapangan Usaha Jasa Pendidikan dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 67
3.30 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Jasa Pendidikan Provinsi Aceh (persen), 2015 67
3.31 Kontribusi Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 68
3.32
Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Provinsi Aceh (persen), 2015
69
3.33 Kontribusi Lapangan Usaha Jasa Lainnya dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 70
x
DAFTAR TABEL LAMPIRAN
Tabel Halaman
A.1 PDRB Kabupaten Simeulue Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 68
B.1 PDRB Kabupaten Simeulue Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 69
A.2 PDRB Kabupaten Singkil Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 70
B.2 PDRB Kabupaten Singkil Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 71
A.3 PDRB Kabupaten Aceh Selatan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 72
B.3 PDRB Kabupaten Aceh Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 73
A.4 PDRB Kabupaten Aceh Tenggara Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 74
B.4 PDRB Kabupaten Aceh Tenggara Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 75
A.5 PDRB Kabupaten Aceh Timur Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 76
B.5 PDRB Kabupaten Aceh Timur Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 77
A.6 PDRB Kabupaten Aceh Tengah Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 78
B.6 PDRB Kabupaten Aceh Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 79
A.7 PDRB Kabupaten Aceh Barat Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 80
B.7 PDRB Kabupaten Aceh Barat Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 81
A.8 PDRB Kabupaten Aceh Besar Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 82
B.8 PDRB Kabupaten Aceh Besar Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 83
xi
B.9 PDRB Kabupaten Pidie Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 85
A.10 PDRB Kabupaten Bireuen Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 86
B.10 PDRB Kabupaten Bireuen Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 87
A.11 PDRB Kabupaten Aceh Utara Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 88
B.11 PDRB Kabupaten Aceh Utara Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 89
A.12 PDRB Kabupaten Abdya Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 90
B.12 PDRB Kabupaten Abdya Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 91
A.13 PDRB Kabupaten Gayo Lues Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 92
B.13 PDRB Kabupaten Gayo Lues Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 93
A.14 PDRB Kabupaten Aceh Tamiang Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 94
B.14 PDRB Kabupaten Aceh Tamiang Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 95
A.15 PDRB Kabupaten Nagan Raya Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 96
B.15 PDRB Kabupaten Nagan Raya Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 97
A.16 PDRB Kabupaten Aceh Jaya Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 98
B.16 PDRB Kabupaten Aceh Jaya Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 99
A.17 PDRB Kabupaten Bener Meriah Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 100
B.17 PDRB Kabupaten Bener Meriah Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 101
A.18 PDRB Kabupaten Pidie Jaya Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 102
B.18 PDRB Kabupaten Pidie Jaya Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 103
xii
B.19 PDRB Kota Banda Aceh Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 105
A.20 PDRB Kota Sabang Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 106
B.20 PDRB Kota Sabang Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 107
A.21 PDRB Kota Langsa Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 108
B.21 PDRB Kota Langsa Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 109
A.22 PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 110
B.22 PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 111
A.23 PDRB Kota Subulussalam Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 112
B.23 PDRB Kota Subulussalam Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 113
BAB I
1
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
PENDAHULUAN
2
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
BAB I
3
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
erencanaan pembangunan ekonomi, memerlukan bermacam data statistik sebagai dasar dalam menentukan strategi kebijakan, agar sasaran pembangunan dapat dicapai dengan tepat. Strategi dan kebijakan yang telah diambil pada masa-masa lalu perlu dimonitor dan dievaluasi hasil-hasilnya. Berbagai data statistik yang bersifat kuantitatif diper-lukan untuk memberikan gambaran tentang keadaan pada masa yang lalu dan masa kini, serta sasaran-sasaran yang akan dicapai pada masa yang akan datang.
Pada hakikatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan melalui pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan perkataan lain arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik, disertai dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.
Untuk mengetahui tingkat dan pertumbuhan pendapatan masyarakat, perlu disajikan statistik Pendapatan Nasional/Regional secara berkala untuk digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan nasional atau regional khususnya di bidang ekono mi. Angka-angka pendapatan nasional/regional dapat dipakai juga sebagai bahan evaluasi
PENDAHULUAN
4
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015 dari hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai
pihak, baik pemerintah pusat/daerah, maupun swasta. 1.2 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto
roduk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu tanpa memperhatikan apakah faktor produksi yang dimiliki residen atau nonresiden. Penyusunan PDRB dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan pendapatan yang disajikan atas dasar harga berlaku dan harga konstan (riil).
PDRB atas dasar harga berlaku atau dikenal dengan PDRB nominal disusun berdasarkan harga yang berlaku pada periode penghitungan, dan bertujuan untuk melihat struktur perekonomian. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (riil), banyak perubahan yang terjadi pada tatanan global dan lokal yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008, penerapan perdagangan bebas antara China-ASEAN (CAFTA), perubahan sistem pencatatan perdagangan internasional dan meluasnya jasa layanan pasar modal merupakan contoh perubahan yang perlu diadaptasi dalam mekanisme pencatatan statistik nasional.
Salah satu bentuk adaptasi pencatatan statistik nasional adalah melakukan perubahan tahun dasar PDB Indonesia dari tahun 2000 ke 2010. Perubahan tahun dasar PDB dilakukan seiring dengan mengadopsi rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tertuang dalam 2008
BAB I
5
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
System of National Accounts (SNA 2008) melalui penyusunan kerangka Supply and Use Tables (SUT). Perubahan tahun dasar PDB dilakukan secara bersamaan dengan penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi untuk menjaga konsistensi hasil penghitungan.
SNA 2008 merupakan standar rekomendasi internasional tentang cara mengukur aktivitas ekonomi yang sesuai dengan penghitungan konvensional berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi. Rekomendasi yang dimaksud dinyata-kan dalam sekumpulan konsep, definisi, klasifikasi, dan aturan neraca yang disepakati secara internasional dalam mengukur item tertentu seperti PDRB.
SNA dirancang untuk menyediakan informasi tentang aktivitas pelaku ekonomi dalam hal produksi, konsumsi dan akumulasi harta dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan analisis, pengambilan keputusan, dan pembuatan kebijakan. Dengan menggunakan Kerangka SNA, fenomena ekonomi dapat dengan lebih baik dijelaskan dan dipahami.
Adapun manfaat perubahan tahun dasar PDRB antara lain:
Menginformasikan perekonomian regional yang terkini seperti
pergeseran struktur dan pertumbuhan ekonomi;
Meningkatkan kualitas data PDRB;
Menjadikan data PDRB dapat diperbandingkan secara internasional.
Pergeseran harga tahun dasar akan memberikan beberapa dampak antara lain:
Meningkatkan nominal PDRB, yang pada gilirannya akan berdampak
pada pergeseran kelompok pendapatan suatu daerah dari pendapatan rendah, menjadi menengah, atau tinggi dan pergeseran struktur perekonomian;
PENDAHULUAN
6
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
Akan merubah besaran indikator makro seperti rasio pajak, rasio hutang,
rasio investasi dan saving, nilai neraca berjalan, struktur dan pertumbuhan ekonomi;
Akan menyebabkan perubahan pada input data untuk modeling dan
forecasting.
Terdapat 118 revisi di SNA 2008 dari SNA sebelumnya dan 44 diantaranya merupakan revisi utama. Beberapa revisi yang diadopsi dalam penghitungan PDRB tahun dasar 2010 diantaranya:
Konsep dan Cakupan: Perlakuan Work-in Progress (WIP) pada Cultivated
Biological Resources (CBR):
Merupakan penyertaan pertumbuhan aset alam hasil budidaya manusia yang belum di panen sebagai bagian dari output lapangan usaha yang bersangkutan seperti: nilai tegakan padi yang belum di panen, nilai sapi perah yang belum menghasilkan, nilai pohon kelapa sawit atau karet yang belum berbuah/dipanen.
Metodologi: Perbaikan metode penghitungan output bank dari Imputed
Bank Services Charge (IBSC) menjadi Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM)
Valuasi: Nilai tambah lapangan usaha dinilai dengan Harga Dasar (Basic
Price).
Merupakan harga keekonomian barang dan jasa ditingkat produsen sebelum adanya intervensi pemerintah seperti pajak dan subsidi atas produk. Valuasi ini hanya untuk penghitungan PDB, sedangkan PDRB menggunakan harga produsen.
BAB I
7
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
Klasifikasi:
Klasifikasi yang digunakan berdasarkan Internasional Standard Classification (ISIC rev.4) dan Central Product Classification (CPC rev.2). BPS mengadopsi kedua klasifikasi tersebut sebagai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2009 (KBLI 2009) dan Klasifikasi Baku Komoditi Indonesia 2010 (KBKI 2010).
Perbandingan Perubahan Konsep dan Metode dari SNA sebelumnya dan SNA 2008 antara lain dijelaskan pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Perbandingan Perubahan Konsep dan Metode Perhitungan PDRB
Variabel Konsep Lama Konsep Baru
1. Output pertanian Hanya mencakup
output pada saat panen
Output saat panen
ditambah nilai hewan dan tumbuhan yang belum
menghasilkan 2. Metode penghitungan output bank komersial. Menggunakan metode Imputed Bank Services Charge (IBSC) . Menggunakan metode Financial Intermediary Services Indirectly Measured (FISIM) 3. Biaya eksplorasi mineral dan pembuatan produk original Dicatat sebagai
konsumsi antara Dicatat sebagai output dan dikapitalisasi sebagai
PMTB
Perubahan Klasifikasi dari PDRB Tahun Dasar 2000 ke PDRB Tahun Dasar 2010 Klasifikasi PDRB menurut lapangan usaha tahun dasar 2000 (2000=100) menggunakan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia 1990 (KLUI 1990) sedangkan pada PDRB tahun dasar 2010 (2010=100) menggunakan KBLI 2009. Perbandingan keduanya pada tingkat paling agregat dapat dilihat pada tabel berikut:
PENDAHULUAN
8
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015 Tabel 1.2 Perbandingan Perubahan Klasifikasi PDRB Menurut Lapangan Usaha
Tahun Dasar 2000 dan 2010
1.3. Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan
enghitungan PDRB atas dasar harga konstan secara berkelanjutan dan berkala sangat berguna untuk mengetahui perkembangan sektor ekonomi secara riil. Karena pada penghitungan ini tidak terkandung perubahan harga barang, melainkan hanya perubahan indikator produksinya saja. Oleh karena itu, diperlukan penetapan tahun dasar secara nasional sebagai acuan perbandingannya. BPS telah menetapkan tahun
BAB I
9
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
2000 sebagai tahun dasarnya, sedangkan tahun dasar yang digunakan sebelumnya adalah tahun 1993. Untuk menghitung nilai tambah sektoral atas dasar harga konstan, dikenal empat penghitungan yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut:
1.3.1. Revaluasi
Metode revaluasi dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga tahun dasar 2000 dan hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan 2000. Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil penghitungan di atas.
Metode ini sulit dilakukan terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang terlalu banyak dan juga data harga kurang tersedia. Karena itu biaya antara atas dasar harga konstan diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan masing-masing tahun dengan rasio tetap biaya antara terhadap output pada tahun dasar.
1.3.2. Ekstrapolasi
Dengan metode ekstrapolasi, nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan tahun 2000 diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000 dengan indeks produksi sebagai ekstrapolator. Indeks ini merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari indikator produksi, seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan indikator lainnya yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang dihitung.
PENDAHULUAN
10
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015 Ekstrapolasi dapat juga dilakukan terhadap perhitungan output atas
dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.
1.3.3. Deflasi
Untuk memperoleh nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 dapat dilakukan dengan metode deflasi, yaitu dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), dan sebagainya.
Indeks harga di atas dapat pula dipakai sebagai inflator dalam keadaan dimana nilai tambah atas dasar harga yang berlaku justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut.
1.3.4. Deflasi Berganda
Yang dideflasi dalam deflasi berganda ini adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk penghitungan output atas dasar harga konstan biasanya merupakan Indeks Harga Produsen (IHP) atau Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) sesuai dengan cakupan komoditasnya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.
Metode ini tidak banyak digunakan dalam perhitungan karena kenyataannya sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara,
BAB I
11
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
disamping karena komponennya terlalu banyak, indeks harganya juga belum tersedia secara baik. Penghitungan komponen penggunaan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan juga dilakukan dengan menggunakan cara-cara di atas, tetapi karena data yang tersedia kurang lengkap, maka cara deflasi dan ekstrapolasi lebih banyak dipakai.
1.4. Penyajian Agregat PDRB
ada publikasi ini penyajian angka agregat pendapatan selalu dilakukan dalam dua bentuk yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan
suatu tahun dasar, masing-masing dapat dibedakan sebagai berikut: a. Untuk penyajian atas dasar harga berlaku, semua agregat pendapatan
dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara, maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen penggunaan Produk Domestik Regional Bruto.
b. Penyajian atas dasar harga konstan suatu tahun dasar, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang tetap yang terjadi pada tahun dasar. Karena menggunakan harga konstan, maka perkembangan agregat pandapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan satuan output (riil) dan bukan karena harga. Saat ini tahun dasar yang dipakai adalah tahun 2010.
1.5. Diskrepansi
DRB di level kabupaten/kota dihitung secara independen oleh masing-masing BPS kabupaten/kota dengan metode yang beragam sesuai dengan ketersediaan data di masing-masing
PENDAHULUAN
12
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015 daerah. PDRB merupakan angka hasil perhitungan dari berbagai sumber
data yang sangat beragam. Untuk subsektor tanaman makanan, misalnya, menggunakan data produksi dari dinas yang berupa data populasi, sedangkan untuk sektor industri pengolahan menggunakan data hasil survei, sehingga penghitungan nilai tambah untuk dua sektor ini tentunya aka n menggunakan metode yang berbeda.
Demikian juga dengan penghitungan antardaerah dengan sumber data yang berbeda, maka metode dan data yang digunakan akan berbeda. Misalnya data harga, untuk daerah perkotaan yang memiliki survei harga konsumen dapat menggunakan IHK (Indeks Harga Konsumen) sebagai indikator harga, sedangkan kabupaten/kota lain yang tidak memiliki survei tersebut dapat menggunakan indikator harga dari survei harga produsen atau survei harga konsumen pedesaan.
Berdasarkan perbedaan-perbedaan ini, maka dapat terjadi perbedaan hasil perhitungan PDRB antara kumulatif kabupaten/kota dengan PDRB Provinsi Aceh, demikian juga dengan kumulatif 34 provinsi dengan PDB nasional. Perbedaan ini dinamakan dengan diskrepansi. Diskrepansi ini masih dibenarkan secara statistik, dengan catatan rasionya tidak lebih dari 5 persen.
1.6. Analisis Tipologi Daerah
alam rangka membangun daerah, pemerintah daerah perlu membuat prioritas kebijakan. Penentuan prioritas kebijakan diperlukan agar pembangunan daerah dapat lebih terarah serta berjalan secara efektif dan efisien, di bawah kendala keterbatasan anggaran dan sumber daya yang dapat digunakan. Untuk menentukan
BAB I
13
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
prioritas kebijakan ini, khususnya kebijakan pembangunan ekonomi, diperlukan analisis ekonomi (struktur ekonomi) daerah secara menyeluruh. Analisis tipologi daerah dapat dipakai untuk menentukan priroritas pembangunan regional. Dengan mengaitkan antara PDRB per kapita dengan pertumbuhan ekonomi, maka akan diperoleh empat tipologi daerah dari 4 kuadran yang terbentuk, yaitu:
- Kuadran I: daerah maju dan berkembang pesat, merupakan daerah
dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata;
- Kuadran II: daerah berkembang, merupakan daerah dengan PDRB per
kapita rendah (di bawah rata-rata), namun memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga berpotensi untuk berkembang dan mampu mengejar ketertinggalannya;
- Kuadran III: daerah tertinggal, merupakan daerah dengan PDRB per
kapita dan tingkat pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, sehingga daerah-daerah dalam kuadran ini akan mengalami kesulitan dalam mengejar ketertinggalannya.
- Kuadran IV: daerah maju tertekan, merupakan daerah dengan PDRB per
kapita tinggi (di atas rata-rata) namun memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah, atau dengan kata lain sulit meningkatkan potensinya atau bahkan mungkin sudah mencapai kondisi mapan.
Di antara keempat kuadran tersebut, yang paling mendesak dijadikan prioritas dalam pembangunan adalah daerah-daerah di kuadran III yang baik PDRB per kapita meupun pertumbuhan ekonminya rendah, sehingga perlu adanya campur tangan baik dari pemerintah provinsi, maupun pemerintah pusat.
PENDAHULUAN
14
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015 1.7. Beberapa Istilah
Dengan adanya perubahan tahun dasar dari tahun dasar 2000 berdasarkan SNA (System of National Account) 1993 menjadi tahun dasar 2010 berdasarkan SNA 2008, istilah sektor tidak lagi dipakai dalam PDRB menurut lapangan usaha, namun istilah yang dipakai adalah kategori. Selain itu untuk mengefektifkan dan menyederhanakan analisis, dalam pembahasan di publikasi ini ada beberapa penyingkatan nama kategori, misalnya:
- Kategori A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan disingkat Kategori
Pertanian;
- Kategori E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, dan Daur Ulang
disingkat kategori Pengadaan Air;
- Kategori G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan
Mobil dan Sepeda Motor disingkat kategori Perdagangan;
- Kategori O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial
BAB II
15
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
16
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
BAB II
17
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
BAB II TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
2.1. NILAI PDRB
ebagai provinsi terluar yang terletak di bagian paling barat Indonesia, Aceh semestinya memegang peranan penting dalam jalur perdagangan internasional, terlebih dengan ditetapkannya Sabang sebagai kota dengan pelabuhan bebas. Dari sisi demografis, Aceh unik karena pernah mengalami bencana gempa dan tsunami, sehingga jumlah penduduknya pada tahun 2005 pernah berkurang secara drastis. Jumlah penduduk Aceh pada tahun 2015 adalah sebesar 5.001.953 jiwa dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,94 persen. Kabupaten Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi Aceh.
Grafik 2.1 Distribusi Penduduk dan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (persen) 1 1 ,6 7 8 ,7 0 8 ,3 7 8 ,0 6 7 ,8 5 5 ,5 6 5 ,0 0 4 ,5 0 4 ,0 0 3 ,9 2 3 ,8 7 3 ,8 3 3 ,3 2 3 ,1 0 2 ,9 7 2 ,8 1 2 ,7 4 2 ,2 9 1 ,7 8 1 ,7 6 1 ,7 3 1 ,5 0 0 ,6 6 1 2 ,6 3 7 ,7 4 6 ,1 6 6 ,3 4 7 ,9 7 4 ,4 3 1 1 ,3 6 3 ,2 8 2 ,7 6 4 ,5 4 4 ,4 9 6 ,1 2 3 ,0 1 4 ,4 7 2 ,0 1 2 ,2 9 2 ,7 5 1 ,4 0 1 ,2 9 1 ,6 0 1 ,5 4 1 ,0 0 0 ,8 1 A . U ta ra B ireu en Pi di e A. Ti m ur A . B es ar A . T am ia n g B an da Ac eh A. Sel ata n A . Te n gg ar a A . T en ga h A . B ar at Lh o ks eu m aw e La ng sa N ag an R ay a P id ie Ja ya A b d ya B . M er ia h A. Si ng ki l S im e u lu e G ay o L u es A . J ay a S u b u lu ss a la m Sa b an g D is tr ib us i P D R B Pe nd ud uk
TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
18
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015 PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan kinerja
perekonomian masing-masing kabupaten/kota. Jumlah penduduk yang tinggi tentunya diharapkan menghasilkan kinerja perekonomian yang tinggi pula. Kabupaten Aceh Utara, dengan jumah penduduk terbesar, ternyata juga menghasilkan nilai PDRB terbesar dengan peranan sebesar 12,63 persen dari total PDRB Provinsi Aceh. Sedangkan peringkat kedua dicapai oleh Kota Banda Aceh dengan peranan sebesar 11,36 persen. Peringkat ketiga dicapai oleh KabupatenAceh Besar dengan peranan sebesar 7,97 persen.
Kabupaten Bireuen dan Pidie, yang jumlah penduduknya masuk dalam tiga terbesar kabupaten/kota di Provinsi Aceh, masing-masing berada di peringkat 4 dan 7 dengan peranan sebesar 9,45 persen dan 7,37 persen pada tahun 2015. Sedangkan tiga kabupaten/kota dengan nilai PDRB terkecil adalah Simeulue, Subulussalam, dan Sabang dengan konstribusi PDRB masing-masing sebesar 1,29 persen, 1,00 persen, dan 0,81 persen. Baik Kota Subulussalam maupun Sabang juga merupakan daerah dengan jumlah penduduk terendah, sedangkan Kabupaten Simeulue merupakan daerah yang paling luar dan terjauh dari ibukota provinsi Aceh.
Sementara itu, dengan mengeluarkan peranan sektor migas, maka Kota Banda Aceh menempati peringkat pertama dengan peranan PDRB sebesar 11,80 persen. Sedangkan Kabupaten Aceh Utara menempati peringkat kedua dengan kontribusi sebesar 11,06 persen diikuti oleh Kabupaten Aceh Besar dengan peranan sebesar 8,27 persen. Kabupaten/kota tanpa migas lainnya meskipun secara peranan mengalami peningkatan, namun secara peringkat masih tetap sama.
BAB II
19
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
Grafik 2.2 Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (persen)
Struktur ekonomi Provinsi Aceh secara geografis masih didominasi oleh kabupaten/kota di sepanjang pantai timur-utara Aceh (11 kabupaten/kota) yang memberikan kontribusi sebesar 68,9 persen (67,39 persen tanpa migas) pada PDRB dengan kontribusi penduduk sebesar 66,00 persen. Sementara itu, kabupaten/kota di sepanjang pantai barat-selatan (8 kabupaten/kota) memberikan kontribusi sebesar 19,75 persen (20,51 persen tanpa migas) pada PDRB dengan kontribusi penduduk sebesar 21,58 persen. Sedangkan daerah tengah (4 kabupaten/kota) merupakan kawasan dengan kontribusi terkecil, yaitu sebesar 11,65 persen (12,10 persen tanpa migas)dari PDRB dengan kontribusi penduduk sebesar 12,41 persen dari total jumlah penduduk Aceh. 2.2. KONTRIBUSI MIGAS
eranan minyak dan gas bumi terhadap perekonomian Aceh masih cukup tinggi, meskipun peranannya berfluktuasi dan cenderung mengecil sejak tahun 2004. Kontribusi sektor migas selama lima
1 1 ,8 0 1 1 ,0 6 8 ,2 7 8 ,0 4 6 ,3 9 6 ,2 2 5 ,2 6 4 ,7 1 4 ,6 6 4 ,6 4 4 ,2 8 3 ,4 1 3 ,1 3 2 ,8 7 2 ,8 6 2 ,3 8 2 ,0 9 1 ,6 7 1 ,6 0 1 ,4 5 1 ,3 4 1 ,0 3 0 ,8 5
TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
20
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015 tahun terakhir juga menunjukkan tren yang semakin menurun. Kontribusi
migas pada tahun 2011 adalah sebesar 14,31 persen dan terus mengalami penurunan hingga menjadi sebesar 3,70 persen pada tahun 2015. Penurunan ini selain disebabkan telah semakin menipisnya cadangan dan produksi migas di Aceh juga karena menurunnya harga migas sejak akhir 2014.
Kontribusi sektor migas ini ditopang oleh dua subsektor, yaitu subsektor pertambangan minyak dan gas bumi dan subsektor industri gas alam cair. Ada tiga kabupaten yang merupakan penghasil tambang migas, yaitu: Aceh Timur, Aceh Utara, dan Aceh Tamiang. Sedangkan subsektor industri gas alam cair hanya terdapat di Kota Lhokseumawe yang kontrak ekspornya sudah berakhir sejak tahun 2014 lalu. Pada tahun 2015, lokasi pengilangan migas PT Arun telah dialihfungsikan menjadi regasifikasi yang dikelola oleh PT Pertagas sebagai pendukung PLTMG dan penyalur gas kota.
Grafik 2.3 Distribusi PDRB Sektor Migas Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (persen)
Kabupaten Aceh Utara memberikan kontribusi terbesar pada nilai tambah migas di Aceh, yaitu sebesar 53,50 persen dari kategori
Kab. Aceh Timur; 9,47% Kab. Aceh Utara; 53,50% Kab. Aceh Tamiang; 8,50% Kota Lhokseuma we; 28,53 %
BAB II
21
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
pertambangannya. Sedangkan Kota Lhokseumawe menduduki urutan kedua sebesar 28,53 persen dari kategori Industri migas, diikuti oleh Kabupaten Aceh Timur sebesar 9,47 persen dan Kabupaten Aceh Tamiang sebesar 8,50 persen dari kategori pertambangan migas.
Penurunan produksi dan kontribusi sektor migas mau tidak mau terus menghambat pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh, namun di sisi lain kontribusi sektor-sektor nonmigas semakin meningkat. Hal ini menunjukkan terjadinya transformasi struktural ekonomi dari sektor migas ke nonmigas, sehingga ketergantungan Aceh pada sektor migas akan semakin menurun. Terutama jika mengingat bahwa selisih PDRB per kapita dengan dan tanpa migas yang besar, sehingga daerah-daerah penghasil migas sekilas terlihat lebih maju, sedangkan jika nilai tambah migas dikeluarkan dari perhitungan, daerah-daerah tersebut tidak jauh berbeda dari daerah lainnya.
2.3. PERTUMBUHAN EKONOMI
inerja perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Aceh menunjukkan angka yang variatif. Secara umum pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh turun sebesar 0,72 persen dengan migas dan naik sebesar 4,35 persen tanpa migas. Dengan kata lain, ada penurunan dari tahun 2014 yang tumbuh sebesar 1,55 persen dengan migas, namun terjadi perbaikan pertumbuhan tanpa migas dari tahun 2014 yang sebesar 4,02 persen.
Beberapa kabupaten/kota dengan kontribusi migas seperti Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, dan Kota Lhokseumawe mengalami pertumbuhan negatif masing-masing sebesar 5,98 persen, 11,48 persen, dan
TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
22
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015 17,82 persen. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa pertumbuhan
ekonomi Provinsi Aceh pada tahun 2015 dengan migas juga menurun. Grafik 2.4 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (persen)
Sementara itu dengan mengeluarkan peranan migas, maka Kota Lhokseumawe, Subulussalam, dan Banda Aceh merupakan 3 kota yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi, di atas 5 persen, yaitu masing-masing sebesar 8,73 persen, 5,03 persen, dan 5,01 persen. Kota Lho kseumawe tumbuh tinggi karena adanya proyek konstruksi pengalihfungsian dari industri gas alam ke regasifikasi di bekas situs PT Arun.
Kabupaten Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Singkil, Nagan Raya, dan Kota Sabang merupakan 5 kabupaten/kota yang pertumbuhan ek onomi tanpa migasnya paling rendah di bawah 4 persen pada tahun 2015. Pertumbuhannya masing-masing sebesar 3,34 persen, 3,85 persen, 3,88 persen, 3,89 persen, dan 3,92 persen. Adanya perlambatan ini disebabkan
4,7 2 3,8 8 4,2 5 4 ,0 8 -3 ,9 8 4,2 0 4,2 6 4 ,0 2 4,8 9 3,7 0 -4 ,4 8 3,3 4 3,85 2,8 7 3,8 9 4,1 0 4,9 5 4,9 8 5,0 1 3,9 2 4,55 -7 ,8 2 5,0 3 -0,72
BAB II
23
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
beberapa lapangan usaha, yaitu penurunan drast is pertambangan bijih logam di Aceh Barat Daya, Gayo Lues, dan Nagan Raya, perlambatan pertumbuhan pertanian tanaman pangan dan penurunan kehutanan di Kabupaten Aceh Singkil, dan perlambatan pertumbuhan lapangan usaha perdagangan dan administrasi pemerintahan di Kota Sabang.
Grafik 2.5 Pertumbuhan Ekonomi Nonmigas Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (persen)
2.4. STRUKTUR EKONOMI
truktur PDRB ADHB Aceh pada tahun 2015 masih menunjukkan bahwa dua lapangan usaha yang merupakan leading sector bagi perekonomian ialah lapangan usaha pertanian, lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Keduanya menyumbang sebesar masing-masing 29,08 persen dan 15,72 persen. Demikian juga dengan struktur ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Aceh. 4 ,7 2 3 ,8 8 4,2 5 4 ,08 4 ,8 1 4,2 0 4 ,2 6 4 ,0 2 4,8 9 3,7 0 4 ,6 9 3,3 4 3,8 5 4,2 6 3 ,8 9 4,1 0 4 ,9 5 4 ,9 8 5,0 1 3 ,9 2 4,5 5 8,7 3 5,0 3 4,34
TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
24
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015 Grafik 2.6 Distribusi PDRB Lapangan Usaha Terbesar Menurut Kabupaten/Kota,
2015 (persen)
Lapangan usaha pertanian dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada umumnya masih menjadi dua lapangan usaha unggulan yang memiliki kontribusi terbesar bagi perekonomian kabupaten/kota, kecuali di Aceh Utara dan
36,25 29,62 25,76 42,95 44,89 44,84 32,35 22,78 41,18 34,06 31,10 29,86 39,94 39,52 41,37 30,82 48,12 49,07 22,96 16,90345 12,95464 16,47472 15,78 11,06 14,73 15,82 7,49 29,02 9,11 19,38 12,42 12,83 13,17 8,98 12,98 17,01 17,37 15,33 22,16 17,47 10,53 21,86 14,79 29,84 21,74 16,46 Simeulue A. Singkil A. Selatan A. Tenggara A. Timur A. Tengah A. Barat A. Besar Pidie Bireuen A. Utara Abdya Gayo Lues A. Tamiang Nagan Raya A. Jaya B. Meriah Pidie Jaya Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam
BAB II
25
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
Lhokseumawe yang ketergantungan migasnya masih besar, baik di pertambangan maupun industri. Sementara itu, ada tiga kabupaten/kota yang leading sector-nya adalah lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi, mobil dan sepeda motor, yaitu Kota Banda Aceh, Langsa, dan Lhokseumawe.
2.5. PDRB PER KAPITA
DRB per kapita sering digunakan sebagai indikator kemakmuran penduduk di suatu daerah. Jika PDRB menunjukkan kinerja perekonomian daerah secara umum, maka PDRB per kapita menunjukkan rata-rata kinerja perekonomian penduduknya. PDRB per kapita Provinsi Aceh pada tahun 2015 adalah sebesar 25,83 juta rupiah dengan migas dan 24,87 juta rupiah tanpa migas.
Grafik 2.7 PDRB Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (Juta Rupiah)
Pendapatan per kapita yang mencerminkan pendapatan rata-rata setiap individu di suatu wilayah adalah salah satu indikator yang dapat
1 8 ,7 2 1 5 ,8 1 1 8 ,9 2 1 7 ,9 0 2 0 ,4 2 3 0 ,0 2 3 0 ,0 8 2 6 ,3 2 1 9 ,0 7 2 3 ,0 7 2 8 ,0 6 2 1 ,1 0 2 3 ,6 9 2 0 ,6 6 3 7 ,4 2 2 3 ,1 9 2 6 ,0 9 1 7 ,5 7 5 8 ,9 0 3 1 ,8 2 2 3 ,5 8 4 1 ,4 9 1 7 ,1 8 25,83
TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
26
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015 digunakan untuk menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk secara
makro. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah, maka dalam kaca mata ekonomi, tingkat kesejahteraan penduduk di wilayah tersebut dikatakan semakin baik. Meskipun PDRB per kapita sedikit berbeda dengan pendapatan per kapita, namun kedua indikator ini tidak jauh berbeda, apalagi untuk daerah-daerah dengan struktur ekonomi yang tidak kompleks dan sektor pertanian masih menjadi sektor dominan.
Berdasarkan Gambar 2.5, maka terlihat bahwa PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Aceh dengan migas memiliki selisih yang cukup besar, PDRB per kapita tertinggi lebih dari 3 kali lipat dari PDRB per kapita terendah. Hanya 9 kabupaten/kota yang memiliki PDRB per kapita di atas rata-rata Provinsi Aceh, yaitu: Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar, Aceh Utara, Nagan Raya, Bener Meriah, Banda Aceh, Sabang, dan Lhokseumawe. Di sisi lain, ada 15 kabupaten/kota dengan PDRB per kapita di bawah rata-rata provinsi Aceh.
PDRB per kapita dengan migas jika digunakan untuk mengukur kesejahteraan tentunya agak kurang tepat, karena besarnya jarak baik dalam hal pendapatan maupun produktivitas tenaga kerjanya dari lapangan usaha-lapangan usaha lainnya. Kabupaten/kota yang memiliki migas tentunya akan memiliki PDRB per kapita jauh di atas rata-rata seperti yang terlihat pada gambar 2.5. Akan lebih tepat, jika kita membandingkan PDRB per kapita dengan mengeluarkan peranan sektor migas.
Secara rata-rata, PDRB per kapita Provinsi Aceh pada tahun 2015 dengan mengeluarkan migas adalah sebesar 24,87 juta rupiah per orang per tahun. Kota Banda Aceh merupakan daerah dengan PDRB per kapita
BAB II
27
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
tertinggi baik dengan maupun tanpa migas, yaitu sebesar 58,90 juta rupiah diikuti oleh Kota Lhokseumawe sebesar 41,49 juta rupiah dengan migas dan Kabupaten Nagan Raya jika tanpa migas, sebesar 37,42 juta rupiah per tahun. PDRB per kapita tanpa migas Kota Lhokseumawe berada di urutan ketiga sebesar 34,36 juta rupiah per tahun.
Grafik 2.8 PDRB Per Kapita Nonmigas Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (Juta Rupiah)
Kabupaten Singkil, Kota Subulussalam, dan Kabupaten Pidie Jaya merupakan 3 daerah dengan PDRB per kapita terendah, masing-masing sebesar 15,81 juta rupiah, 17,18 juta rupiah, dan 17,57 juta rupiah per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata tingkat kesejahteraan penduduk secara umum di ketiga daerah ini merupakan yang terburuk di Provinsi Aceh.
1 8 ,7 2 1 5 ,8 1 1 8 ,9 2 1 7 ,9 0 1 9 ,3 0 3 0 ,0 2 3 0 ,0 8 2 6 ,3 2 1 9 ,0 7 2 3 ,0 7 2 3 ,6 8 2 1 ,1 0 2 3 ,6 9 1 9 ,2 0 3 7 ,4 2 2 3 ,1 9 2 6 ,0 9 1 7 ,5 7 5 8 ,9 0 3 1 ,8 2 2 3 ,5 8 3 4 ,3 6 1 7 ,1 8 24,87
TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
28
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015 2.6. KETIMPANGAN EKONOMI ANTARDAERAH
ertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita Kota Banda Aceh
sebagai ibukota provinsi ternyata jauh meninggalkan
kabupaten/kota lainnya. Dalam hal pembangunan ekonomi harus diakui bahwa Subulussalam, Simeulue, dan Aceh Singkil masih tertinggal dari daerah lain. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan yang nyata antarkabupaten/kota di Aceh.
Untuk mengukur sejauh mana ketimpangan yang terjadi ada indikator sederhana yang dapat dipakai, yaitu Indeks Williamson. Indeks williamson digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan PDRB per kapita di suatu wilayah atau negara. Semakin tinggi indeksnya berarti semakin timpang PDRB per kapitanya, demikian sebaliknya.
Berdasarkan hasil penghitungan indeks Williamson, didapatk an nilai indeks pada tahun 2015 dari PDRB per kapita dengan migas adalah sebesar 0,370 sedangkan tanpa migas sebesar 0,367. Artinya ketimpangan PDRB per kapita antarkabupaten/kota di Aceh masih cukup parah, meskipun masih lebih baik dari ketimpangan antarprovinsi di Indonesia yang sekitar 0,8.
Grafik 2.9 Indeks Williamson Provinsi Aceh, 2010-2015
0,450 0,434 0,424 0,409 0,388 0,367 0,386 0,379 0,372 0,370 0,365 0,370 2010 2011 2012 2013 2014 2015
BAB II
29
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
Dalam perkembangannnya selama lima tahun terakhir, terlihat bahwa ketimpangan antardaerah dengan memasukkan migas semakin mengecil, sejalan dengan semakin mengecilnya peranan migas dalam perekonomian Aceh. Mengecilnya peranan migas membuat daerah-daerah penghasil migas mengalami penurunan dalam kinerja perekonomiannya sehingga menurunkan ketimpangan.
Demikian juga ketimpangan PDRB per kapita tanpa migas semakin membaik selama 5 tahun terakhir, kecuali di tahun 2015 yang sedikit melebar dari 0,365 di tahun 2014 menjadi 0,370 di tahun 2015. Hal ini dapat diartikan bahwa secara umum kabupaten/kota yang PDRB per kapitanya rendah mulai mengejar ketertinggalannya meskipun tidak secepat yang diharapkan. Supaya hal ini tidak semakin parah, maka perlu dilakukan prioritas ulang pembangunan, terutama daerah-daerah yang relatif rendah PDRB per kapitanya seperti Aceh Singkil, Pidie Jaya, dan Subulussalam.
2.7. TIPOLOGI DAERAH
eknik Tipologi Klassen (Analisis Tipologi) dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Teknik ini menggunakan dua jenis indikator utama dalam mengklasifikasikan daerah yaitu rata-rata pertumbuhan ekonomi dan rata-rata pendapatan per kapita daerah. Melalui analisis ini diperoleh empat karateristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu daerah maju dan berkembang, daerah berkembang, daerah maju tertekan, dan daerah relatif tertinggal. Analisis ini sangat bermanfaat untuk menentukan prioritas pembangunan kabupaten/kota.
TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
30
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015 Berdasarkan hasil analisis tipologi daerah terhadap rata-rata PDRB per
kapita dan pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa ada 7 kabupaten/kota yang dapat dikategorikan sebagai daerah yang relatif maju dan berkembang, yaitu Banda Aceh, Nagan Raya, Aceh Tengah, Sabang, Aceh Besar, Aceh Barat, dan Bener Meriah. Lhokseumawe dan Aceh Utara yang merupakan daerah penghasil migas dengan PDRB per kapita di atas rata-rata, ternyata pertumbuhan ekonominya rendah, atau merupakan daerah yang maju tertekan. Kabupaten Aceh Timur yang juga merupakan daerah penghasil migas ternyata masuk kategori daerah tertinggal karena PDRB per kapita dan pertumbuhanan ekonominya rendah. Grafik 2.10 Tipologi Kabupaten/Kota Menurut PDRB Per Kapita (Juta Rupiah)
BAB II
31
Tinjauan PerekonomianMenurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015
Sementara itu, 13 kabupaten lainnya termasuk ke dalam kategori daerah berkembang, atau daerah yang meskipun PDRB per kapitanya di bawah rata-rata, namun pertumbuhannya di atas rata-rata. Daerah yang berkembang diharapkan sedikit demi sedikit mampu mengejar ketertinggalan dari segi ekonomi dengan catatan daerah tersebut mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata.
Grafik 2.11 Tipologi Kabupaten/Kota Menurut PDRB Per Kapita Nonmigas (Juta Rupiah) dan Pertumbuhan Ekonomi Nonmigas (persen), 2015
Dengan mengeluarkan sektor migas, maka terdapat sedikit perbedaan dalam pengelompokan berdasarkan tipologi daerah. Ada 4 kabupaten/kota yang masuk kategori maju dan berkembang, yaitu: banda
TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
32
Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
Tahun 2015 Aceh, Lhokseumawe, Aceh Tengah, dan Bener Meriah. Empat
kabupaten/kota termasuk dalam daerah yang maju tertekan, yaitu: Sabang, Aceh Besar, Nagan Raya, dan Aceh Barat. Sebanyak 7 kabupaten/kota termasuk dalam daerah berkembang (PDRB per kapita relatif rendah namun pertumbuhan ekonomi relatif tinggi), yaitu: Aceh Utara, Langsa, Aceh Selatan, Simeulue, Aceh Timur, Subulussalam, dan Aceh Tenggara. Sedangkan 7 kabupaten selebihnya termasuk daerah yang relatif tertinggal. Suatu daerah tidak cukup hanya memiliki PDRB per kapita yang tinggi, namun juga perlu menjaga laju pertumbuhan ekonominya agar di masa mendatang tidak akan menjadi daerah yang tertinggal. Kabupaten/kota yang memiliki PDRB per kapita rendah tentunya harus lebih diprioritaskan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi agar mampu mengejar kabupaten/kota yang PDRB per kapitanya telah tinggi.