• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI

Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase, dikode oleh gen NA, merupakan antigen yang berperan dalam infeksi virus. Data sekuen isolat yang digunakan untuk merancang primer adalah data isolat yang diperoleh dari GenBank. Primer telah dirancang oleh peneliti di Laboratorium IHVCB menggunakan strain virus influenza A/Indonesia/5/2005 (H5N1) sebagai pola cetakan. Gen NA yang digunakan dalam penelitian memiliki ukuran sebesar 1.330 pb.

Keempat pasangan primer NA yang telah dirancang ialah pasangan primer NIF64 + NIR320, NIF306 + NIR537, NIF600 + NIR774, dan NIF757 + NIR975. Keempat pasangan primer dirancang berdasarkan conserve region gen NA subtipe H5N1 pada beberapa posisi berbeda. Conserve region adalah daerah yang memiliki susunan sekuen nukleotida yang sama dan stabil untuk masing-masing strain AI sehingga dapat digunakan untuk

membedakan virus AI subtipe H5N1 dengan subtipe lainnya (Lisa dkk. 2006: 2). Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya hasil negatif palsu yang disebabkan gen NA mudah mengalami mutasi. Keberhasilan PCR diperlihatkan dengan adanya produk PCR berupa pita DNA diharapkan untuk

(2)

masing-masing pasangan primer adalah 256 pb, 231 pb, 174 pb, dan 218 pb. Kondisi rancangan primer untuk masing-masing pasangan primer dapat

dilihat pada Tabel 1.

Optimasi PCR telah dilakukan untuk reaksi amplifikasi menggunakan keempat pasangan primer pada penelitian pendahuluan dengan variasi suhu annealing, konsentrasi MgCl2, dan konsentrasi primer. Optimasi PCR

dilakukan untuk mendapatkan kondisi PCR yang optimal sehingga dihasilkan produk PCR spesifik, yaitu terbentuk pita DNA tebal dengan ukuran sesuai yang diharapkan dan tidak terbentuk dimer primer, smear, atau multiband (Ahmed 2006: 118).

Kisaran gradien suhu yang digunakan dalam optimasi suhu annealing keempat pasangan primer adalah 55--61° C. Optimasi PCR menggunakan dua konsentrasi MgCl2, yaitu 1,5 mM MgCl2 dan 2 mM MgCl2. Campuran

reaksi dengan konsentrasi akhir MgCl2 sebesar 1,5 mM tidak perlu

ditambahkan larutan 25 mM MgCl2 karena larutan 10× PCR buffer [Qiagen]

telah mengandung 1,5 mM MgCl2 (Lampiran 4). Konsentrasi MgCl2 yang

dianjurkan ada dalam campuran reaksi dengan konsentrasi dNTP sebesar 200 µM adalah 1,5 mM. Namun, konsentrasi MgCl2 antara 1,8--3,6 mM

masih memberikan hasil yang spesifik (Henegariu 1997: 1).

Optimasi konsentrasi primer yang dilakukan menggunakan dua variasi konsentrasi primer, yaitu 0,5 µM dan 1 µM (Lampiran 5). Menurut Qiagen (1997: 2) konsentrasi primer yang memiliki kisaran antara 0,1--0,5 µM dalam

(3)

reaksi amplifikasi dapat memberikan hasil yang optimal, yaitu terbentuk produk PCR yang spesifik. Namun demikian, Yuwono (2006: 17--19) menyatakan bahwa konsentrasi primer sampai 1 µM masih dapat

menghasilkan produk yang spesifik, tetapi konsentrasi primer lebih tinggi dari 1 µM dapat menyebabkan terakumulasinya hasil polimerisasi non spesifik.

Penelitian menggunakan teknik two-step RT-PCR dengan gen target NA. Teknik two-step RT-PCR memiliki kelebihan, yaitu penggunaan cDNA sebagai cetakan dalam PCR bersifat lebih stabil daripada RNA. Gula deoxyribose bersifat kurang reaktif karena adanya ikatan CH sehingga lebih stabil pada kondisi basa. Deoxyribonucleic acid (DNA) juga memiliki small grooves yang dapat merusak enzim pendegradasi DNA (Qiagen 2004: 14).

Cetakan DNA yang digunakan berupa cDNA. Complementer

deoxyribonucleic acid (cDNA) dihasilkan oleh reaksi RT-PCR menggunakan enzim omniscript reverse transcriptase. Enzim omniscript reverse

transcriptase memiliki afinitas yang tinggi terhadap RNA sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan sensitivitas reaksi reverse transcription pada berbagai cetakan DNA serta meningkatkan jumlah produk cDNA yang dihasilkan (Qiagen 2004: 3). Reaksi amplifikasi menggunakan enzim Hot-Star Taq DNA polymerase, yang dapat meningkatkan spesifisitas PCR dengan cara mereduksi terbentuknya produk non-spesifik dan dimer primer (Qiagen 2005: 7). Siklus yang digunakan pada reaksi amplifikasi dengan Hot-Star PCR sebanyak 35 siklus dengan tujuan memperoleh jumlah

(4)

amplikon lebih banyak sehingga pita DNA yang dihasilkan lebih tebal (Innis & Gelfand 1990: 6).

Berdasarkan hasil optimasi PCR, reaksi uji spesifisitas PCR dilakukan pada konsentrasi MgCl2 2 mM dan konsentrasi primer 1 µM karena pita DNA

yang dihasilkan spesifik, yaitu menghasilkan pita DNA tebal dan tidak terbentuk smear (Gambar 8, Lajur 1, 2, 3, dan 6). Suhu annealing yang digunakan berbeda untuk masing-masing pasangan primer. Reaksi PCR menggunakan primer NIF64 + NIR320 dilakukan pada kondisi suhu annealing 55,2° C, primer NIF306 + NIR537 pada kondisi suhu annealing 57,6° C, primer NIF600 + NIR774 pada kondisi suhu annealing 58,6° C, dan primer NIF757 + NIR975 pada kondisi suhu annealing 56° C. Setiap pasangan primer memerlukan suhu annealing berbeda untuk menempel pada cetakan DNA. Faktor yang memengaruhi suhu annealing primer adalah persentase kandungan G dan C masing-masing pasangan primer (Brinkmann 2007: 1).

Reaksi uji sensitivitas PCR dilakukan pada konsentrasi MgCl2 4 mM

dan konsentrasi primer 1 µM, kondisi suhu annealing untuk masing-masing pasangan primer sama dengan yang digunakan pada uji spesifisitas. Penggunaan buffer 1/3 TE untuk pengenceran konsentrasi cDNA pada uji sensitivitas memengaruhi ketebalan pita DNA yang dihasilkan, yaitu menjadi lebih tipis (Gambar 9, Lajur 1, 4, 7,dan 10). Hal tersebut karena buffer 1/3 TE mengandung EDTA, yaitu suatu molekul yang dapat mengikat ion Mg2+. Pengikatan ion Mg2+ dapat memengaruhi reaksi PCR karena ion tersebut

(5)

berfungsi sebagai kofaktor untuk mengkatalisis reaksi enzim Taq DNA

polymerase sehingga menyebabkan perlekatan primer dengan cetakan DNA (Ramesha & Khosravinia 2007: 184). Reaksi PCR menggunakan konsentrasi MgCl2 4 mM menghasilkan produk PCR lebih spesifik (Gambar 9, Lajur 3, 6,

9, dan 12). Hal tersebut terlihat dengan terbentuknya pita DNA lebih tebal pada produk PCR.

B. ANALISIS HASIL UJI SENSITIVITAS PCR

Strain virus influenza A/chicken/Indonesia/2006 (H5N1) digunakan sebagai cetakan pembuatan cDNA untuk uji sensitivitas PCR. Konsentrasi cDNA yang digunakan ialah 10 ng/µl. Hasil pengukuran konsentrasi cDNA dapat dilihat pada Tabel 2. Uji sensitivitas PCR dalam penelitian

menggunakan beberapa konsentrasi cDNA, yaitu 0,1 pg/µl, 1 pg/µl, 0,01 ng/µl, 0,1 ng/µl, 1 ng/µl, dan 10 ng/µl (Pan dkk. 2001: 134). Pengenceran dilakukan menggunakan buffer 1/3 TE dengan tujuan agar cDNA tidak mengalami degradasi saat penyimpanan (Harley 2005: 410). Cetakan DNA merupakan faktor yang memengaruhi keberhasilan amplifikasi, jika cetakan DNA mengalami degradasi maka primer tidak dapat menempel pada tahap annealing sehingga reaksi amplifikasi tidak berlangsung dan menyebabkan hasil negatif palsu (false negative results) berupa tidak terbentuknya pita DNA (Sambrook & Russell 2001: 8.5).

Validitas hasil PCR untuk uji diagnostik penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri ditentukan oleh reproduktivitas hasil PCR yang

(6)

diperoleh. Reproduktivitas ditentukan dengan melakukan pengulangan reaksi beberapa kali menggunakan protokol, reagen, serta kontrol yang sama tetapi dilakukan pada waktu atau oleh orang berbeda, jika hasil yang

diperoleh sama, maka hasil yang diperoleh memiliki tingkat validitas tinggi (McNerney 1997: 1). Berdasarkan hal tersebut, pengulangan reaksi amplifikasi sebanyak lima kali dilakukan dalam uji sensitivitas PCR dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh diharapkan memiliki validitas tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, masing-masing primer memiliki sensitivitas berbeda. Reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF306 + NIR537 memiliki sensitivitas paling tinggi karena mampu

mendeteksi gen NA dengan konsentrasi cDNA terendah sebesar 1 pg/µl. Reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF64 + NIR320 memiliki sensitivitas paling rendah karena hanya mampu mendeteksi gen NA dengan konsentrasi cDNA terendah sebesar 0,1 ng/µl. Ringkasan hasil yang

diperoleh pada uji sensitivitas PCR menggunakan keempat pasangan primer dapat dilihat pada Tabel 3.

1. Analisis hasil uji sensitivitas PCR pasangan primer NIF64 + NIR320

Reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF64 + NIR320 menghasilkan produk PCR berupa pita DNA dengan ukuran 256 pb pada konsentrasi cDNA terendah sebesar 0,1 ng/µl (Gambar 10a, Lajur 3). Pengulangan lima kali reaksi amplifikasi yang dilakukan menunjukkan hasil sama. Pita DNA dihasilkan memiliki ketebalan berbeda untuk setiap

(7)

konsentrasi cDNA yang digunakan. Kontrol negatif reaksi memperlihatkan tidak terbentuk pita DNA. Hal tersebut menunjukkan bahwa reaksi tidak mengalami kontaminasi.

Reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF64 + NIR320 hanya mampu mendeteksi gen NA dengan konsentrasi cDNA terendah sebesar 0,1 ng/µl. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kondisi primer yang dirancang atau kondisi reaksi amplifikasi belum optimal. Salah satu faktor dari kondisi rancangan primer yang memengaruhi sensitivitas PCR adalah persentase kandungan G dan C. Persentase kandungan G dan C yang baik untuk primer adalah sekitar 40--60% (PREMIER Biosoft 2007: 1), sedangkan persentase kandungan G dan C untuk pasangan primer NIF64 +NIR320 adalah di bawah 40%, yaitu 37%. Persentase kandungan G dan C

menentukan Tm dari suatu primer, yaitu suhu pada saat sebagian DNA untai ganda memisah menjadi untai tunggal. Nilai Tm tersebut akan menentukan suhu annealing yang dibutuhkan primer untuk menempel pada cetakan DNA dan melakukan proses amplifikasi. Nilai Tm terlalu rendah dapat

menyebabkan primer tidak dapat bekerja pada suhu tinggi, sedangkan nilai Tm terlalu tinggi dapat menyebabkan penempelan primer bukan pada daerah target (mispriming) sehingga produk yang dihasilkan menjadi tidak spesifik (Prezioso 2007: 1).

Konsentrasi primer yang tinggi kemungkinan juga menjadi penyebab tidak terbentuknya produk PCR yang diharapkan. Pasangan-pasangan primer yang berkomplemen pada daerah ujung 3’ dapat saling menempel dan

(8)

memengaruhi sensitivitas PCR. Primer-primer dapat menempel pada ujung 3’ berkomplemen karena konsentrasi primer terlalu tinggi dalam reaksi (Muladno 2002: 66). Menurut Qiagen (2005: 15), konsentrasi cetakan DNA yang dianjurkan ada dalam campuran reaksi dengan konsentrasi primer antara 0,1--0,5 µM adalah ≤ 0,01 µg/µl. Pengenceran cetakan DNA

menyebabkan konsentrasi cDNA menjadi lebih rendah sehingga

perbandingan antara konsentrasi primer dan cetakan DNA menjadi berubah dalam reaksi.

Faktor lain yang diduga memengaruhi sensitivitas PCR pasangan primer NIF64 + NIR320 adalah ukuran fragmen spesifik amplifikasi lebih panjang dibandingkan ukuran fragmen spesifik pasangan primer lainnya. Ukuran fragmen spesifik untuk pasangan primer NIF64 + NIR320 adalah 256 pb, sedangkan ukuran fragmen spesifik untuk ketiga pasangan primer lainnya yaitu, 174 pb, 218 pb, dan 231 pb. Menurut Davis dkk. (1994: 119), proses amplifikasi akan lebih efisien untuk fragmen pendek yang diapit oleh beberapa primer oligonukleotida. Fragmen cetakan DNA yang panjang kurang efisien karena fragmen tersebut dapat berasosiasi kembali dengan untai komplemen dengan cepat dan membentuk untai ganda sehingga memengaruhi proses penempelan primer pada cetakan DNA. Hal tersebut dapat menghambat reaksi amplifikasi sehingga tidak terbentuk produk PCR yang diharapkan.

(9)

2. Analisis hasil uji sensitivitas PCR pasangan primer NIF306 + NIR537

Pengulangan tiga kali reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF306 + NIR537 dari pengulangan lima kali yang dilakukan

menunjukkan hasil sama, yaitu menghasilkan produk PCR berupa pita DNA dengan ukuran 231 pb pada konsentrasi cDNA terendah sebesar 1 pg/µl (Gambar 10b, Lajur 5). Pita DNA dihasilkan memiliki ketebalan berbeda untuk setiap konsentrasi cDNA yang digunakan. Kontrol negatif reaksi yang digunakan menunjukkan hasil negatif, yaitu tidak terbentuk pita DNA.

Deteksi gen NA dengan PCR memiliki keterbatasan, yaitu dapat memberikan hasil negatif palsu (false negative result) dan hasil positif palsu (false positive result). Hasil negatif palsu diperoleh jika pada reaksi PCR sebelumnya terbentuk pita DNA yang diharapkan, tetapi hasil PCR yang baru menunjukkan tidak terbentuknya pita DNA. Hasil positif palsu diperoleh jika pada reaksi PCR sebelumnya tidak terbentuk pita DNA yang diharapkan, tetapi hasil PCR yang baru menunjukkan terbentuknya pita DNA (OIE 2008: 5).

Hasil negatif palsu terjadi pada pengulangan ke-4 dan ke-5 reaksi PCR menggunakan pasangan primer NIF306 + NIR537. Reaksi amplifikasi pada pengulangan ke-4 menggunakan pasangan primer NIF306 + NIR537 hanya dapat menghasilkan pita DNA dengan konsentrasi cDNA minimal sebesar 0,1 ng/µl (Gambar 11a, Lajur 3). Reaksi amplifikasi pada

(10)

menghasilkan pita DNA dengan konsentrasi cDNA minimal sebesar 0,1 pg/µl, tetapi pita DNA tidak muncul pada hasil amplifikasi menggunakan konsentrasi cDNA 1 ng/µl (Gambar 11b, Lajur 2). Hasil negatif palsu dapat terjadi karena homogenitas cDNA. Cetakan DNA yang digunakan kemungkinan tidak homogen karena tidak dilakukan vorteks pada tabung cetakan DNA sebelum ditambahkan ke dalam campuran reaksi sehingga jumlah sampel DNA dalam campuran reaksi menjadi terlalu kecil. Hasil negatif palsu juga dapat

disebabkan proses reaksi amplifikasi tidak berjalan dengan baik akibat adanya inhibitor dalam campuran reaksi (Karuniawati 2008: 3).

3. Analisis hasil uji sensitivitas PCR pasangan primer NIF600 + NIR774

Berdasarkan hasil penelitian, pengulangan tiga kali reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774 dari pengulangan lima kali yang dilakukan menunjukkan hasil sama, yaitu menghasilkan produk PCR berupa pita DNA dengan ukuran 174 pb pada konsentrasi cDNA terendah sebesar 0,01 ng/µl (Gambar 12, Lajur 4). Pita DNA dihasilkan memiliki ketebalan berbeda untuk setiap konsentrasi cDNA. Kontrol negatif reaksi tidak membentuk pita DNA.

Hasil negatif palsu terjadi pada pengulangan ke-2 reaksi PCR

menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774. Reaksi amplifikasi pada pengulangan ke-2 menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774

menghasilkan pita DNA sampai konsentrasi cDNA minimal sebesar 1 pg/µl, tetapi pita DNA tidak muncul pada konsentrasi 0,01 ng/µl dan ditemukan

(11)

produk dimer (Gambar 13a, Lajur 4). Faktor yang menyebabkan kekeliruan pada hasil yang diperoleh kemungkinan karena kesalahan pada saat

pengambilan volume reagen (pipetting errors). Hal tersebut ditunjukkan dengan terbentuknya dimer primer. Produk dimer dapat terjadi karena konsentrasi primer terlalu tinggi. Konsentrasi primer tinggi dapat

meningkatkan mispriming, akumulasi produk amplifikasi tidak spesifik, dan meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi amplifikasi antar primer yang akan menghasilkan produk dimer (Innis & Gelfand 1990: 7).

Hasil positif palsu terjadi pada pengulangan ke-3 reaksi PCR

menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774. Reaksi amplifikasi pada pengulangan ke-3 menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774

menghasilkan pita DNA dengan konsentrasi cDNA terendah sebesar 1 pg/µl, tetapi pita DNA dihasilkan lebih tebal dibandingkan pita DNA dengan

konsentrasi cDNA 0,01 ng/µl (Gambar 13b, Lajur 4 dan 5). Hasil positif palsu yang diperoleh pada hasil PCR dapat disebabkan kontaminasi DNA pada saat memasukkan sampel ke dalam sumur gel elektroforesis. Kontaminasi DNA terutama terjadi akibat carry over, yaitu amplikon atau DNA dari reaksi PCR sebelumnya mengkontaminasi reagen atau pipet yang digunakan (OIE 2008: 4).

Berdasarkan ukuran fragmen spesifik yang diamplifikasi, seharusnya reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774 memiliki sensitivitas lebih tinggi daripada pasangan primer lainnya. Hal tersebut karena ukuran fragmen spesifik yang diamplifikasi menggunakan pasangan

(12)

primer NIF600 + NIR774 memiliki ukuran paling pendek (174 pb)

dibandingkan ukuran fragmen spesifik pasangan primer lainnya. Fragmen cetakan DNA yang pendek lebih efisien digunakan dalam reaksi amplifikasi dibandingkan fragmen cetakan DNA yang panjang (Davis dkk. 1994: 119).

4. Analisis hasil uji sensitivitas PCR pasangan primer NIF757 + NIR975

Reaksi amplifikasi untuk uji sensitivitas menggunakan pasangan

primer NIF757 + NIR975 menghasilkan produk PCR berupa pita DNA dengan ukuran 218 pb pada konsentrasi cDNA terendah sebesar 0,01 ng/µl (Gambar 14a, Lajur 4). Pengulangan empat kali reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF757 + NIR975 dari pengulangan lima kali yang dilakukan menunjukkan hasil sama. Pita DNA dihasilkan memiliki ketebalan berbeda untuk setiap konsentrasi cDNA dan kontrol negatif reaksi menunjukkan tidak terbentuknya pita DNA.

Hasil positif palsu terjadi pada pengulangan ke-4 reaksi PCR

menggunakan pasangan primer NIF757 + NIR975. Reaksi amplifikasi pada pengulangan ke-4 menggunakan pasangan primer NIF757 + NIR975 dapat menghasilkan pita DNA dengan konsentrasi cDNA terendah sebesar 0,1 pg/µl, tetapi pita DNA yang dihasilkan mempunyai ketebalan sama dengan pita DNA pada konsentrasi cDNA 10 ng/µl (Gambar 14b, Lajur 1 dan 6). Hasil positif palsu yang diperoleh pada hasil PCR dapat disebabkan kontaminasi DNA pada saat memasukkan sampel ke dalam sumur gel

(13)

elektroforesis atau homogenitas cDNA yang dimasukkan ke dalam campuran reaksi (Karuniawati 2008: 3).

C. ANALISIS HASIL UJI SPESIFISITAS PCR

Uji spesifisitas penting dilakukan untuk verifikasi PCR yang digunakan pada uji diagnostik penyakit infeksi sehingga dapat menghasilkan data

dengan kualitas baik dan mencegah terjadinya kesalahan dalam diagnosis. Uji spesifisitas PCR keempat pasangan primer dilakukan menggunakan sampel dari beberapa subtipe virus avian influenza, yaitu H5N1, H1N1, dan H3N2. Penggunaan sampel beberapa bakteri saluran pernapasan atas, yaitu S. pneumonia, N. meningitidis, dan H. influenzae dilakukan untuk melihat adanya reaksi silang antara keempat pasang primer yang digunakan terhadap gen bakteri. Ringkasan hasil yang diperoleh pada uji spesifisitas PCR menggunakan keempat pasangan primer dapat dilihat pada Tabel 4.

Reaksi silang penting dilakukan pada uji spesifisitas PCR untuk menghindari kesalahan diagnosis. Reaksi silang ditunjukkan oleh kemampuan primer untuk bereaksi dengan gen bakteri patogen saluran pernapasan (Payungporn dkk. 2006: 145). Reaksi silang PCR yang positif diperlihatkan dengan terbentuknya pita DNA sesuai ukuran yang diharapkan untuk masing-masing primer. Hasil reaksi silang positif menunjukkan bahwa primer yang dirancang tidak dapat membedakan gen virus AI dengan gen bakteri patogen saluran pernapasan (Payungporn dkk. 2006: 145).

(14)

1. Analisis hasil uji spesifisitas menggunakan strain H5N1, H1N1, dan H3N2

Uji spesifisitas menggunakan strain H5N1 dari berbagai tahun sampel (tahun 2005, 2006, dan 2007) perlu dilakukan karena gen NA virus AI mudah mengalami mutasi titik (antigenic drift) sehingga dapat menimbulkan hasil negatif palsu dalam pendeteksian. Mutasi titik pada protein neuraminidase (NA) virus influenza, dapat terjadi setiap beberapa tahun (Capua & Alexander 2002: 2--3). Hasil uji spesifisitas keempat pasang primer menggunakan sampel strain H5N1 dari tahun yang berbeda memperlihatkan terbentuknya pita DNA dari hasil reaksi amplifikasi (Gambar 15, 16, 17, 18, Lajur 1, 2, dan 3).

Hasil uji spesifisitas PCR keempat pasang primer menggunakan cetakan DNA strain AI subtipe H1N1 tidak menghasilkan pita DNA. Subtipe H1N1 dan H5N1 memiliki subtipe gen NA yang sama, yaitu N1, tetapi produk PCR tidak dihasilkan pada reaksi amplifikasi menggunakan subtipe H1N1 sebagai cetakan DNA (Gambar 15, 16, 17, dan 18, Lajur 4). Hal tersebut karena susunan nukleotida primer yang dirancang spesifik untuk gen NA subtipe N1 pada strain H5N1 dan memiliki perbedaan conserve region dengan strain H1N1. Primer NA yang dirancang hanya akan mengenali conserve region NA pada strain H5N1.

Uji spesifisitas menggunakan gen NA virus AI subtipe H3N2 perlu dilakukan karena subtipe H3N2 merupakan subtipe virus AI yang paling sering menginfeksi dan menimbulkan penyakit influenza pada manusia di

(15)

Indonesia. Uji spesifisitas menggunakan cetakan DNA subtipe H3N2 tidak menghasilkan pita DNA (Gambar 15, 16, 17, dan 18, Lajur 5). Hal tersebut menunjukkan posisi conserve region yang dijadikan acuan dalam

perancangan primer bersifat spesifik hanya dapat ditemukan pada subtipe H5N1. Hasil multiple alignment yang telah dilakukan oleh peneliti di IHVCB saat perancangan primer menggunakan beberapa isolat H5N2, H6N1, H5N1, H3N1, dan H1N1 menunjukkan bahwa primer bersifat spesifik terhadap subtipe H5N1 (Widyaningtyas, komunikasi pribadi, 15 April 2008).

2. Analisis hasil uji spesifisitas menggunakan gen bakteri

Uji spesifisitas menggunakan gen bakteri saluran pernapasan, yaitu S. pneumonia, N. meningitidis, dan H. influenzae dilakukan karena ketiga bakteri tersebut dapat ditemukan pada saluran pernapasan bagian atas manusia dan menimbulkan penyakit yang memiliki gejala mirip dengan infeksi virus AI. Ketiga bakteri tersebut merupakan flora normal yang terdapat pada nasofaring manusia. Infeksi bakteri S. pneumonia, N. meningitidis, H. influenzae, dan virus AI menimbulkan gejala demam tinggi, batuk, sakit kepala, dan sakit pada tenggorokan. Streptococcus pneumonia, H. influenzae, dan virus AI merupakan mikroorganisme yang dapat

menyebabkan penyakit pneumonia pada manusia (Chamberlain 2002: 1). Streptococcus pneumonia mengekspresikan glikoprotein permukaan, yaitu neuraminidase (NA) yang memiliki kemampuan untuk memecah sialic acid pada substrat yang mengandung reseptor N-acetylneuraminic acid α-2,3

(16)

galactose, N-acetylneuraminic acid α-2,6 galactose, dan N-acetylneuraminic

acid α-2,6 N-acetylgalactosamine. Neisseria meningitidis dan H. influenzae

tidak mengekspresikan neuraminidase, tetapi memiliki lipooligosakarida (LOS) yang mengekspresikan sialyltransferase. Sialyltransferase berfungsi untuk memperoleh N-acetylneuraminic acid (NANA) dari cytidine

monophospho-N-acetylneuraminic acid. N-acetylneuraminic acid (NANA) yang terdapat pada terminal LOS meningkatkan resistensi bakteri terhadap sistem antibodi manusia (Brooks dkk. 2006: 424).

Reaksi silang yang dilakukan menggunakan keempat pasangan primer terhadap gen bakteri juga menunjukkan hasil negatif. Pita DNA tidak

terbentuk pada hasil amplifikasi menggunakan gen bakteri sebagai cetakan DNA (Gambar 15, 16, 17, 18, Lajur 7, 8, dan 9). Berdasarkan hasil PCR, dapat diketahui bahwa tidak ada daerah yang bersifat komplementer dengan primer yang telah dirancang pada genom bakteri. Primer tidak dapat

menempel pada cetakan DNA saat tahap annealing tanpa adanya daerah DNA yang komplementer dengan primer sehingga tidak akan terbentuk produk PCR (Sambrook & Russell 2001: 8.5). Hal tersebut menunjukkan primer memiliki spesifisitas tinggi dan dapat membedakan AI subtipe H5N1 dari patogen saluran pernapasan yang lain.

Spesifisitas PCR yang tinggi dipengaruhi oleh kondisi primer yang dirancang terutama ukuran panjang primer, kondisi reaksi amplifikasi yang optimal, dan cetakan DNA. Keempat pasangan primer yang dirancang

(17)

memiliki ukuran panjang 18--24 pb akan menghasilkan produk PCR spesifik karena akan mempermudah proses penempelan primer dengan cetakan DNA pada suhu annealing.

Berdasarkan hasil penelitian, keempat pasangan primer, yaitu NIF64 + NIR320, NIF306 + NIR537, NIF600 + NIF747, dan NIF757 + NIR 975 dapat mendeteksi gen NA dengan spesifisitas yang tinggi terhadap virus AI subtipe H5N1, tetapi pasangan primer NIF306 + NIR537 dapat mendeteksi gen NA virus AI dengan sensitivitas PCR paling tinggi dibandingkan ketiga pasangan primer lainnya. Pasangan primer tersebut paling baik digunakan untuk uji diagnostik dini infeksi virus AI subtipe H5N1 dengan RT-PCR karena hanya membutuhkan konsentrasi DNA sampel yang rendah. Uji diagnostik dini bermanfaat untuk mencegah penularan dan membantu penanganan pasien sehingga dapat menurunkan angka kematian pasien akibat infeksi AI subtipe H5N1.

Referensi

Dokumen terkait

1) Suasana pembelajaran sudah lebih mengarah kepada metode drill. Siswa kelihatan lebih antusias mengikuti proses belajar mengajar yang disampaikan guru. 2) Hampir

Pada Stasiun 2 hanya ditemukan genus lamun Thalassia dengan helaian daun yang relatif kecil, dan jumlah tegakannya sedikit sehingga pada stasiun ini memiliki

PEMALANG 641 6399 NELI ISTIADZATUL KHASANAH 2752757659300072 MTS I'ANAH FUTUHIYAH KARANGBRAI BODEH PEMALANG MADRASAH Sejarah Kebudayaan Islam KAB. NU 01 WARUREJA MADRASAH

Hasil Wawancara dengan Ibu Nur Azizah Selaku pembeli atau pelangan hasil budidaya ikan tambak, wawancara dilakukan tgl.. Indramanyu, Subang, Sumedang, Bandung, Sukabumi, Bogor

Jadi dalam penelitian ini fenomena yang akan diteliti adalah mengenai keadaan penduduk yang ada di Kabupaten Lampung Barat berupa dekripsi, jumlah pasangan usia

Kalau guru sosiologi, geografi dan ekonomi akuntansi hanya menggunakan sumber bahan ajar secara intens karena ke tiga mata pelajaran tersebut masuk dalam ujian nasional sehingga

Sebelum mengikuti diskusi kelompok ES memperoleh skor 112 yang termasuk kategori rendah. Kemudian mengalami peningkatan.. Skor tersebut termasuk kategori sedang dan

Dari keseluruhan hasil kuesioner menunjukkan bahwa unimodal berupa gaya belajar kinesthetic memiliki persentase pengguna yang paling besar yaitu sekitar