• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN CURAH HUJAN TRMM DASARIAN UNTUK PENGELOMPOKKAN DAN PENENTUAN KALENDER TANAM POTENSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN CURAH HUJAN TRMM DASARIAN UNTUK PENGELOMPOKKAN DAN PENENTUAN KALENDER TANAM POTENSIAL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

50

PEMANFAATAN CURAH HUJAN TRMM DASARIAN UNTUK

PENGELOMPOKKAN DAN PENENTUAN KALENDER TANAM

POTENSIAL

Ina Juaeni, Nurzaman Adikusumah, Teguh Harjana

Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN, Jl.dr.Djundjunan 133, Bandung, 40173

E-mail : inajuaeni@yahoo.com, ina_j@bdg.lapan.go.id

Abstrak

Curah hujan TRMM tipe 3B42 adalah curah hujan/presipitasi Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) yang digabung dengan presipitasi infrared/high quality (HQ) dalam grid yang mempunyai resolusi waktu 3-jam dan resolusi spasial 0,25o X 0,25o dalam cakupan global 50o lintang selatan sampai 50o lintang utara. Data curah hujan dapat digunakan sejak tahun 1998 sampai saat ini, namun dalam penelitian ini digunakan periode pengamatan tahun 1998 sampai dengan 2009. Curah hujan 3 jam-an diakumulasi setiap 10 hari (dasarian). Pengelompokkan curah hujan dengan metode klaster Ward menghasilkan 10 klaster untuk pulau Sumatera, pulau Jawa dan Papua serta 12 klaster untuk Kalimantan dan Sulawesi. Jumlah klaster tersebut meliputi klaster yang ada di lautan. Kalender tanam untuk setiap klaster ditentukan berdasarkan kebutuhan padi terhadap air (50 mm/dasarian), sehingga diperoleh 3 jenis kalender tanam yaitu satu kali tanam dalam setahun, dua kali tanam dalam setahun dan tiga kali tanam (sepanjang tahun). Dua kali menanam padi dalam setahun terjadi di pulau Jawa dan Bali. Daerah dengan satu kali tanam sepanjang tahun adalah Nusa Tenggara. Di Sumatera Barat, menanam padi bisa dilakukan hampir sepanjang tahun.

Kata kunci : Curah hujan Sepuluh harian, klaster, kalender tanam

Abstract

TRMM 3B42 rainfall is a precipitation of the Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) merged high quality (HQ)/infrared (IR) in the grids estimates are on a 3-hour temporal resolution and 0,25 ° X 0,25 ° spatial resolution in the global belt extending from 50o South to 50o North latitude. Rainfall data available from 1998 until today, this research used observation period from 1998 to 2009. Three hourly’s rainfall are accumulated every 10 days. Clustering TRMM rainfall using Ward method produced 10 clusters in Sumatra, Java and Papua islands, and 12 clusters for Kalimantan and Sulawesi islands. The number of clusters included the ocean clusters. Crop calendar for each cluster is determined based on water need (50 mm / 10 days), then obtained 3 types of cropping calendar that are once planting a year, twice planting a year and three times planting a year. Twice plantings a year are in Java and Bali islands. Region with once time planting a year is Nusa Tenggara. In West Sumatra, planting rice can be done almost along year.

Keywords: Ten days rainfall, clustering, crop calendar

1. Pendahuluan

Sejak dipublikasi tahun 1998, data TRMM semakin sering digunakan dalam berbagai kajian masalah cuaca dan iklim di Indonesia. Hal ini disebabkan beberapa keunggulan yang dimiliki data curah hujan TRMM, seperti keunggulan dalam cakupan wilayah yang luas, kemampuannya dalam memetakan variasi curah hujan spasial dan temporal yang besar serta kemampuannya dalam memberikan data curah hujan dengan resolusi spasial sampai 5 km. Wilayah Indonesia merupakan bagian wilayah tropis dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Sumber energi panas radiasi matahari yang selalu tersedia sepanjang tahun ditambah kelembapan dalam jumlah

(2)

51

yang cukup tinggi, mendorong tingginya frekuensi dan intensitas curah hujan. Curah hujan di wilayah Indonesia juga memiliki variasi spasial dan temporal yang tinggi, hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat perbedaan kondisi permukaan, yaitu perbedaan relief dan perbedaan tata guna lahan. Variasi curah hujan yang tinggi ini belum ditunjang oleh sarana observasi yang memadai. Masih banyak lokasi terutama yang terpencil yang miskin informasi cuaca dan iklimnya, padahal informasi ini cukup penting.

Dalam rangka melengkapi kesenjangan informasi bagi wilayah-wilayah yang belum lengkap sarana pengamatannya, dalam penelitian ini dilakukan pengembangan pemanfaatan data curah hujan TRMM dengan mengelompokkan wilayah berdasarkan kesamaan sifat curah hujan untuk seluruh wilayah Indonesia termasuk yang tidak mempunyai sarana pengamatan atmosfer permukaan. Tidak berhenti sampai disitu, dalam penelitian ini juga ditunjukkan bahwa data TRMM dapat digunakan untuk menentukan dasarian potensial dan kalender tanam padi potensial sebagai langkah penerapan hasil penelitian. Dengan kata lain, pengelompokkan atau klastering curah hujan TRMM dengan menggunakan metode statistik menghasilkan dua informasi penting. Pertama, penentuan wilayah yang mempunyai karakter curah hujan yang sama. Sehingga lokasi yang tidak memiliki sarana pengamatan permukaan dapat melakukan inisialisasi. Kedua, pola curah hujan masing-masing kelompok/klaster dapat digunakan untuk membuat berbagai kajian variabilitas curah hujan baik untuk riset murni maupun pengembangan dan pemanfaatan hasil riset, misalnya menentukan kalender tanam padi potensial seperti yang ditunjukkan dalam penelitian ini.

2. Metode

Penelitian

Penelitian dengan menggunakan data TRMM dan penerapan metode klastering ini merupakan kajian yang menggabungkan data lapangan dengan data observasi. Data lapangan adalah data jadwal tanam dan kondisi daerah sentra pangan yang diperoleh dengan kunjungan dan diskusi ke beberapa lokasi sentra pangan, sebagai sampel. Data observasi adalah data curah hujan TRMM dan data observasi curah hujan dibeberapa lokasi sampel (di Kalimantan Barat) untuk mengkonfirmasi data curah hujan TRMM terhadap data observasi. Data TRMM yang digunakan adalah TRMM 3B42 versi 6 dalam periode 1998 sampai dengan 2009.

Curah hujan TRMM tipe 3B42 adalah curah hujan/presipitasi Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) yang digabung dengan presipitasi infrared/high quality (HQ) dalam grid yang mempunyai resolusi waktu 3-jam dan resolusi spasial 0,25o X 0,25o dalam cakupan global 50o lintang selatan sampai 50o lintang utara. Algoritma 3B42 terdiri dari 4 tahap; (1) estimasi presipitasi berbasis mikrowave, (2) estimasi presipitasi infrared (IR), (3) estimasi gabungan mikrowave dan IR, dan (4) penskalaan ulang (rescaling) untuk data bulanan/10 harian. Agar mendapatkan jumlah kluster yang optimum untuk setiap pulau, maka analisis curah hujan TRMM dibagi perwilayah/pulau. Pembagian wilayah diperlihatkan pada Gambar 2.1. Wilayah klastering tidak hanya meliputi daratan tetapi juga mencakup lautan dengan tujuan agar dapat melihat indikasi interaksi antara curah hujan di daratan dan di lautan melalui klaster.

I : 6

o

LU – 6

o

LS, 95

o

BT – 107.5

o

BT

II: 6

o

LS - 12

o

LS 95

o

BT – 130

o

BT

III: 6

o

LU – 6

o

LS, 107.5

o

BT – 120

o

BT

IV: 6

o

LU – 6

o

LS, 120

o

BT – 130

o

BT

V: 6

o

LU – 12

o

LS, 130

o

BT – 142.5

o

BT

Gambar 2.1 Pembagian wilayah dan batas lintang bujurnya

(3)

52 Beberapa asumsi diterapkan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Fenomena El Niño, La Niña dan Dipole mode yang terjadi dalam rentang data yang digunakan dalam penelitian ini, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pola dan intensitas curah hujan di Indonesia 2. Dasarian potensial adalah dasarian dengan curah hujan minimal 50 mm

3. Waktu tanam padi rata-rata adalah 120 hari

4. Kalender tanam ditentukan hanya berdasar ketersediaan air hujan tidak memperhitungkan faktor teknis pertanian seperti irigasi/subak dan lain-lain

Langkah-langkah dalam analisis klaster dimulai dengan pendeteksian outlier, uji multi kolinearitas, analisis komponen utama, penerapan analisis klasternya itu sendiri dan terakhir validasi dan interpretasi. Analisis klaster sensitif terhadap outlier (objek yang sangat berbeda dari objek-objek lainnya). Adanya outlier dapat menjadikan klaster yang diperoleh tidak merepresentasikan struktur populasi yang sebenarnya. Untuk alasan ini, pendeteksian terhadap outlier selalu diperlukan. Pendeteksian outlier menggunakan jarak Mahalanobis (D2) kemudian membaginya dengan derajat bebas (df) yang bernilai sama dengan jumlah variabel. Sehingga nilai (D2/df) mengikuti nilai distribusi t. Kemudian dihitung nilai peluang (signifikansi) dari nilai (D2/df) tersebut. Data yang signifikansinya lebih kecil dan sama dengan 0,001 dianggap sebagai outlier (Hair et al., 1998 dalam [1] dan [2]). Multikolinearitas antar variabel adalah salah satu pelanggaran asumsi dalam analisis klaster (Hair, et al.,1998 dalam [1] dan [2]). Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana terdapat hubungan linier sempurna atau hampir sempurna antara beberapa atau semua variabel. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah dengan menggunakan bilangan kondisi. Bilangan kondisi ditentukan dengan rumus :

min

max

λ

λ

=

k

λ adalah nilai eigen dari matriks kovarian variabel

Batas-batas bilangan kondisi untuk mendiagnosa multikolinearitas adalah sebagai berikut: • bilangan kondisi < 100 ; terjadi multikolinearitas lemah

• 100 ≤bilangan kondisi ≤1000; terjadi multikolinearitas sedang sampai kuat • bilangan kondisi > 1000 ; terjadi multikolinearitas sangat kuat

Gambar 2.2 Bagan alur penentuan klaster dengan metode Ward

Deteksi multikolinearitas

Convert data ke format excell

Analisis komponen utama

K > 1000 ;

terjadi multikolinearitas sangat kuat

Tahap awal

Tahap lanjut

Tahap utama Penentuan jumlah klaster

Data curah hujan 10 harian TRMM 3B42 Versi 6 dengan resolusi 0,25 x 0,25o periode 1998 sampai 2009

Uji outlier

Klastering:

Ward Validasi klaster

Dendogram Signifikansi ≤ 0,001

(4)

53

Jika setelah dideteksi ternyata diketahui bahwa terdapat multikolinearitas antar variabel, maka untuk mengatasinya adalah dengan menerapkan analisis komponen utama terlebih dahulu pada data curah hujan bulanan TRMM yang nantinya akan terbentuk sejumlah komponen utama yang saling orthogonal. Komponen utama ini yang dijadikan sebagai variabel baru untuk input dalam analisis klaster. Johnson dan Wichern (1992, dalam [1] dan [2]) mendefinisikan komponen utama sebagai salah satu bentuk transformasi variabel yang merupakan kombinasi linier dari variabel.

Jumlah klaster awal diperlukan pada metode Ward. Jumlah klaster ditentukan dengan dendogram. Dendogram berupa gambaran grafik (diagram pohon), yang mana setiap objek disusun pada satu sumbu, dan sumbu lainnya menggambarkan langkah-langkah pada prosedur hierarkhi. Pada tahap awal, setiap objek digambarkan sebagai klaster yang masih terpisah. Validasi pada metode Ward dilakukan dengan membagi data secara acak menjadi dua bagian. Kemudian dilakukan analisis klaster dengan masing-masing metode pada setiap bagian data. Hasil pengklasteran dikatakan valid apabila hasil pengklasteran pada 2 bagian tadi mirip dengan hasil pengklasteran pada data asli [3] dengan cara menghitung selisih antara objek anggota klaster bagian kesatu dengan bagian kedua, yang memiliki selisih nol paling banyak maka itu adalah jumlah klaster terbaik. Metode Ward adalah teknik untuk memperoleh klaster yang memiliki varian internal sekecil mungkin. Ukuran yang digunakan adalah Sum Square Error (SSE) variabel.

Tahapan pengolahan data sampai mendapatkan klaster dirangkum dengan bagan pada Gambar 2.2. Setelah diperoleh klaster-klaster, kemudian ditentukan curah hujan rata-rata perklaster untuk mendapat dasarian potensial (dasarian dengan curah hujan ≥ 50 mm) dan kalender tanam potensial (12 dasarian potensial) seperti diperlihatkan dengan bagan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Bagan alur penentuan dasarian dan kalender tanam potensial

3 Hasil

3.1 Hasil klastering

Data curah hujan TRMM lulus uji deteksi outlier karena nilai signifikansi > 0,001. Ini menunjukkan bahwa dalam data (periode 1998 sampai 2009) tidak ada data yang sangat berbeda dengan data lainnya. Dalam kurun waktu tersebut sebenarnya terjadi fenomena atmosfer El Niño (pada tahun 1997/1998, 2002/2003, 2005/2006), La Niña (pada tahun 1999/2000) dan dipole mode negatif pada tahun 1996. Uji outlier menunjukkan bahwa tidak ada perubahan curah hujan yang signifikan pada saat fenomena-fenomena tersebut di atas terjadi, berarti asumsi yang digunakan sudah tepat.

Deteksi multikolinearitas terhadap curah hujan 10 harian menunjukkan bilangan kondisi (k) >1000 maka harus dilakukan analisis komponen utama sebelum analisis klastering. Hasil analisis komponen utama inilah yang kemudian menjadi input untuk analisis klaster. Berdasarkan dendogram yang terbentuk, data curah hujan TRMM akumulasi 10 harian menghasilkan 10 jumlah klaster untuk 3 wilayah dan 12 klaster untuk 2 wilayah. Klaster terbanyak yaitu 12 terdapat di Kalimantan dan Sulawesi atau wilayah tengah utara Indonesia. Peta klaster untuk setiap wilayah diperlihatkan mulai Gambar 3.1.

Klaster yang telah divalidasi

Penentuan curah hujan rata-rata per klaster

Dasarian potensial

Kalender tanam potensial

≥ 50 mm/dasarian

(5)

54

Gambar 3.1 Klaster-klaster di wilayah I (pulau Sumatera), wilayah II (pulau Jawa), wilayah III (pulau Kalimantan), wilayah IV (Sulawesi) dan wilayah V (Papua)

3.2

Dasarian potensial dan kalender tanam potensial

Berdasarkan referensi [4], [5] dan [6] padi memerlukan air 5 sampai 10 mm/hari/ha pada masa awal pertumbuhan. Berdasarkan hal in kemudian ditentukan dasarian potensial yaitu dasarian dengan curah hujan ≥ 50 mm/10 hari untuk seluruh klaster di daratan. Dasarian potensial secara lengkap untuk seluruh klaster diperlihatkan pada Lampiran D. Kalender tanam ditentukan jika dasarian potensial berjumlah 12 berturut-turut (120 hari). Jumlah dasarian ini ditentukan berdasarkan rata-rata umur tanaman padi (Ciherang , IR 64 110-120 hari, Ciherang 115-125 hari, Cisokan 110-120 hari). Selanjutnya, dalam bab ini akan diuraikan dasarian potensial dan kalender tanam di lokasi sampel sentra pangan yaitu Denpasar dan Tabanan, Magelang, Probolinggo, Tomohon di Manado dan Medan.

(6)

55

Di Medan padi bisa mulai ditanam pada dasarian ke 5 sampai dengan dasarian ke 36. Jika dibantu irigasi pada dasarian ke 3, maka padi bisa ditanam sepanjang tahun atau dalam setahun bisa 3 x tanam. Ini berdasarkan curah hujan rata-rata klaster 8 di pulau Sumatera (Gambar 3.2, Tabel 3.1). Di Probolinggo dan Denpasar, padi bisa mulai ditanam pada dasarian ke 1, dengan dibantu irigasi mulai dasarian ke dasarian 12. Padi dapat ditanam lagi di akhir tahun dengan bantuan irigasi pada dasarian ke 25 sampai dasarian 29. Ini waktu yang tepat sesuai curah hujan rata-rata klaster 6 di pulau Jawa (Gambar 3.2, Tabel 3.1). Di Magelang, pada dasarian 1 sampai 12 tersedia air hujan yang cukup untuk mengairi sawah (Gambar 3.2). Padi dapat ditanam lagi di akhir tahun dengan bantuan irigasi pada dasarian 25 sampai dasarian 28. Di Manado, agak sukar menentukan kalender tanam karena diperlukan 12 dasarian berturut-turut, jika hanya berdasarkan dasarian potensial maka padi dapat ditanam akhir tahun mulai dasarian ke 30 sampai dasarian ke 5 tahun berikutnya. Jika ingin dua kali menanam maka harus dibantu irigasi (Tabel 3.1).

Berdasarkan data di lapangan, Denpasar/Tabanan, Probolinggo dapat menanam padi dua kali setahun. Jika dikonfirmasi dengan jumlah dasarian potensial (Gambar 3.2) maka di lokasi-lokasi tersebut hanya bisa menanam satu kali dalam setahun, ini berarti ada tambahan suplai air dari irigasi. Di Magelang air hujan tidak digunakan untuk mengairi sawah, karena pengairan sawah utama dari irigasi yang diambil dari sungai Bengawan Solo. Medan belum divalidasi karena tidak ada data lapangan. Data lapangan Manado menunjukkan bahwa padi ditanam 3 x kali dalam setahun, sementara jumlah dasarian potensial berdasarkan TRMM (Gambar 3.2, Tabel 3.1) maksimal hanya bisa dua kali tanam. Ini berarti ada tambahan suplai air dari irigasi pada dasarian-dasarian yang tidak potensial.

Dari seluruh hasil di atas, maka kalender tanam berdasarkan TRMM menunjukkan terdapat tiga macam kalender tanam yaitu dua kali waktu tanam dalam setahun, satu kali tanam setahun dan tiga kali tanam atau sepanjang tahun menanam. Dua kali menanam padi dalam setahun terjadi di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Daerah dengan satu kali tanam sepanjang tahun adalah Bali dan Nusa Tenggara, karena hujan dengan intensitas yang cukup hanya terjadi di awal tahun. Sedangkan di Sumatera Barat dan Papua waktu tanam hampir bisa dilakukan sepanjang tahun.

Pembahasan kalender tanam terkait ketahanan pangan dalam makalah ini sengaja dibatasi pada pembahasan umum saja, tidak terlalu detil mengingat kalender tanam sangat erat kaitannya dengan aktivitas pertanian dengan segala aspeknya yang memang tidak dicakup dalam penelitian ini karena penelitian ini bersifat sebagai informasi untuk mengembangkan pemanfaatan data curah hujan TRMM. Untuk menghasilkan klaster seperti diatas diperlukan data minimum satu tahun, namun klasternya hanya berlaku pada waktu tertentu.

a. b.

c. d.

Gambar 3.2 Curah hujan rata-rata di Medan (a), Magelang (b), Probolinggo dan Denpasar/Tabanan (c), Manado/Tomohon (d)

(7)

56

4. Pembahasan

Penerapan metode kluster Ward pada wilayah Sumatera menghasilkan jumlah klaster yang sama, baik di bagian utara maupun di bagian selatan khatulistiwa. Klaster-klaster kecil di daratan Sumatera adalah klaster-klaster lautan yang mencakup daratan. Ini diidentifikasi sebagai hasil interaksi darat dan laut. Area klaster-klaster yang terbagi dua menunjukkan faktor geografis/posisi lintang sangat kuat pengaruhnya dalam membentuk kelompok/klaster curah hujan di Sumatera.

Pulau Jawa secara geografis berada di sebelah selatan garis khatulistiwa yang dalam kajian meteorologis memiliki pola hujan monsunal, yang berarti bahwa dalam satu tahun terdapat satu puncak intensitas curah hujan (umumnya terjadi pada perioda bulan Desember, Januari dan Februari) dan satu puncak intensitas curah hujan minimum (rata-rata terjadi pada perioda bulan Juni, Juli dan Agustus). Wilayah Jawa berbatasan dengan laut baik di sebelah utara maupun di selatannya dengan karakteristik oseanografis yang berbeda. Hal ini berdampak pada karakteristik curah hujan di daerah-daerah dekat pantai utara maupun selatan. Jumlah klaster di atas lautan lebih banyak daripada di atas daratan, ini menandakan bahwa curah hujan di lautan variasi spasialnya lebih kecil dibandingkan di daratan. Klaster daratan terbesar terletak di sebelah selatan yang bersatu dengan klaster di lautan sekitarnya. Di pulau Jawa hanya ada dua klaster, Bali dan Nusa Tenggara masing-masing mempunyai satu klaster. Agar mendapat klaster yang lebih detil di masing-masing pulau, wilayah pengamatan harus diperkecil.

Penerapan metoda klaster Ward pada wilayah sampel Kalimantan (Gambar 3.1) memperlihatkan variasi yang cukup banyak di bagian utara dibanding bagian selatannya. Secara visual daratan pulau Kalimantan terbagi dalam 8 (delapan) wilayah klaster dengan dua wilayah (yaitu timur dan barat) terbagi secara dominan (area biru muda dan area hijau). Lautan disekitar pulau Kalimantan ter klaster dalam 8 area. Wilayah selatan yang terbagi dalam 3 klaster dengan dominan area biru tua. Wilayah utara bervariasi dalam 6 area. Pada metoda ini terlihat pulau Kalimantan dipengaruhi kondisi lokal secara dominan dibanding pengaruh regional.

Hasil klastering di Sulawesi dan sekitarnya menghasilkan 12 klaster (Gambar 3.1). Daratan Sulawesi terbagi menjadi 5 klaster sedangkan lautan sekitarnya terbagi menjadi 12 klaster. Tidak tampak adanya klaster daratan mutlak atau yang tidak tergabung dengan lautan. Hal ini disebabkan luas daratan lebih sempit dibandingkan lautan sekitarnya, sehingga pola curah hujan lautan mempengaruhi pola hujan daratan. Kondisi lokal daratan dalam hal ini kalah dominan dibandingkan pengaruh lautan sekitarnya.

Papua terletak di BBS (belahan bumi selatan) dan merupakan wilayah Indonesia paling timur, dimana letaknya sangat berdekatan dengan lautan Pasifik. Hasil klasternya menunjukkan klaster yang berjajar terhadap lintang yang menunjukkan faktor lintang sangat besar pengaruhnya dalam membentuk pola curah hujan di Papua (Gambar 3.1). Kondisi permukaan yang didominasi pegunungan dapat berdampak pada pola hujan disamping pengaruh dari kondisi regional. Metoda Ward pada wilayah sampel Papua dan sekitarnya memperlihatkan adanya 10 klaster. Daratan terbagi menjadi 4 klaster, sedangkan lautan dan pulau-pulau kecil disekitarnya terbagi menjadi 10 klaster. Jumlah klaster lautan yang sama dengan jumlah klaster total menunjukkan bahwa ada beberapa klaster yang tidak hanya mencakup daratan tetapi juga meliputi lautan. Hal ini menunjukkan bahwa pola curah hujan di Papua sangat dipengaruhi oleh lautan sekitarnya.

5. Kesimpulan

Curah hujan TRMM sangat berguna dalam mengkaji lebih mendalam perilaku curah hujan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya karena kemiripan polanya dengan curah hujan observasi. Dalam penelitian ini, ada beberapa hal penting yang diperoleh: Pertama, ada keterkaitan antara pola curah hujan atau klaster curah hujan dengan geografi dan topografi. Kedua, aspek interaksi atmosfer dan laut sangat menonjol di wilayah Indonesia terlebih di pulau-pulau berukuran kecil. Ketiga, karakter curah hujan di lautan lepas berbeda dengan di daratan. Keempat, pengembangan pemanfaatan data TRMM dapat ditunjukkan dengan ditentukannya dasarian-dasarian potensial per wilayah untuk menetapkan kalender tanam potensial. Teknik klastering Ward cukup baik dalam mengklaster curah hujan di wilayah Indonesia, tetapi perlu juga dilakukan uji terhadap metode klastering lainnya sebagai bahan perbandingan. Perbandingan dengan klastering yang menggunakan data penakar curah hujan perlu dilakukan agar hasil yang diperoleh memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Dari aspek manfaat, selain berisi konfirmasi terhadap hasil sebelumnya, penelitian ini juga sangat bermanfaat untuk mendukung terciptanya sistem ketahanan pangan baik skala lokal maupun nasional.

(8)

57 Manado/Tomohon) ditunjukkan dengan shading warna hijau

Medan (klaster 8 wilayah I)

Bulan ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Dasarian ke 2 3 5 6 8 9 1 0 1 1 12 1 3 1 4 15 1 6 1 7 18 1 9 2 0 21 2 2 2 3 24 2 5 2 6 27 2 8 2 9 30 3 1 3 2 33 3 5 3 6 Waktu tanam

Magelang (klaster 8 wilayah II)

Bulan ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Dasaria n ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Waktu tanam

Probolinggo dan Denpasar/Tabanan (klaster 6 wilayah II)

Bulan ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Dasaria n ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 Waktu tanam

Manado (klaster 9 wilayah IV )

Bulan ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Dasaria n ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Waktu tanam

Daftar Pustaka

[1] Ayahbi, R., 2009, Pengelompokkan karakteristik curah hujan di wilayah Sumatera Barat menggunakan metode Ward, Skripsi, Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran-Jatinangor.

[2] Yuliani, D., 2009, Pengelompokkan karakteristik curah hujan di wilayah Kalimantan Barat menggunakan Fuzzy Clustering, Skripsi, Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran-Jatinangor.

(9)

58

requirement, Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Petra Christian Uiversity.

[5] Juliardi dan Ruskandar., 2006, Teknik mengairi padi kalau macak-macak cukup, mengapa harus digenang? Balai Besar Penelitian Padi. [6] Sudjarwadi., 2010, Irigasi-1, Diktat kuliah Jurusan Teknik Sipil, UGM, Yogyakarta.

Gambar

Gambar 2.1  Pembagian wilayah dan batas lintang bujurnya
Gambar 2.2  Bagan alur penentuan klaster dengan metode Ward Deteksi multikolinearitas
Gambar 2.3  Bagan alur penentuan dasarian dan kalender tanam potensial
Gambar 3.1  Klaster-klaster  di wilayah I (pulau Sumatera),  wilayah II  (pulau Jawa), wilayah  III (pulau                              Kalimantan), wilayah  IV (Sulawesi) dan wilayah V (Papua)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti yang menggunakan metode soft computing baik fuzzy maupun neuro-fuzzy telah berhasil dalam memecahkan masalah unit commitment, seperti metode ANFIS dapat digunakan

Faktor-faktor pertumbuhan ini juga berkaitan dengan faktor-faktor kependudukan, Beberapa penelitian dari Wiiliamson (1997), Mason (1997), dan Bloom dan Canning

Penanaman  bibit  tanaman  karet  harus  tepat  waktu  untuk  menghindari  tingginya  angka  kematian  di  lapang.  Waktu  tanam yang  sesuai  adalah  pada 

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara faktor pupuk mutiara dengan faktor pupuk kandang sapi berbeda sangat nyata sampai beda nyata

Laporan Nilai Sub Kriteria Harga Rumah yang terlihat pada gambar 4.40 di atas, merupakan laporan yang berisikan tentang nilai yang dimiliki tiap property berdasarkan pada

Penelitian dilatarbelakangi oleh kurangnya disiplin belajar pada pembelajaran mata kuliah praktik Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Keahlian Tata Busana

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil guna daripada suatu

Nilai koefisien dapat memberikan perubahan nilai utilitas pemilihan moda yang diakibatkan oleh pertambahan atau pengurangan nilai variabel yang bersangkutan sebesar satu