• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Sistem struktur bangunan di Indonesia pada umumnya dirancang dengan sistem rangka (Open Frame) yang terdiri dari kolom, balok dan pelat lantai. Secara hirarki beban yang diterima sistem struktur diterima langsung oleh pelat lantai kemudian di transfer ke balok dan dari balok beban ditransfer ke kolom hingga kemudian pada akhirnya ditransfer ke pondasi.

Pelat lantai merupakan panel–panel beton bertulang yang memungkinkan bertulangan satu atau dua arah, tergantung sistem strukturnya. Jika nilai perbandingan antara panjang dan lebar pelat lebih dari 2, digunakan penulangan 1 arah/One Way Slab. Dan apabila nilai perbandingan antara panjang dan lebar pelat tidak lebih dari 2 digunakan penulangan 2 arah/Two Way Slab. (Winter dan Nilson 1993).

Sistem struktur pelat lantai terdiri dari beberapa macam, adapun berbagai macam sistem struktur pelat lantai dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.1 – Struktur Pelat Lantai 2 Arah dengan Balok

(2)

Gambar 2.2 – Waffle Slab

(James G.Macgregor,1997)

Gambar 2.3 – Flat Slab

(James G.Macgregor,1997)

Gambar 2.4 – Flat Plate

(3)

As As

Flat Slab Drop Panel

Kolom 2.2 Definisi dan Sejarah Flat Slab

Flat Slab merupakan salah satu sistem pelat dua arah yang merupakan pelat

beton pejal dengan tebal merata yang mentransfer beban secara langsung ke kolom pendukung dimana untuk memperkuat pelat terhadap gaya geser, ponds dan lentur,

bagian-bagian kritis pelat yaitu di sekitar kolom penumpu, perlu dipertebal, bagian penebalan pada sistem Flat Slab disebut Drop Panel, sedangkan untuk penebalan yang berbentuk kepala kolom disebut Column Capital. (Jack C. McCormac, 2001)

Gambar 2.5 – Struktur Pelat Lantai Sistem Flat Slab dengan Drop Panel

(Sumber : Olahan Sendiri) Potongan Flat Slab dengan Drop Panel

Denah Flat Slab dengan Drop Panel Flat Slab

Drop Panel Kolom

(4)

Drop Panel

Flat Slab

Flat Slab dan Flat Plate dicirikan tidak adanya balok-balok sepanjang garis

kolom dalam,namun balok-balok tepi luar lantai boleh jadi ada atau tidak ada (Wang dan Salmon, 1985). Perbedaan Flat Slab dengan Flat Plate adalah terdapatnya Drop

Panel (pertambahan tebal pelat di dalam daerah kolom) dan atau kepala kolom (Column Capital, yaitu pelebaran yang mengecil dari ujung atas kolom. Sedangkan pada flat plate tebal pelat yang digunakan merata dan kekuatan geser dengan penanaman

sengkang berbentuk U biasa dikenal dengan penguat dengan kepala geser (Sheared

Reinforcement) di dalam pelat dengan tebal yang merata. Dengan demikian, Flat Slab

lebih cocok digunakan untuk panel yang lebih besar dan memikul beban yang lebih berat dibanding Flat Plate. Flat Slab digunakan untuk kisaran bentang 20-30 ft atau sekitar 6-9 m (James G. MacGregor, 1997).

Gambar 2.6 – Struktur Pelat Lantai Sistem Flat Slab dengan Drop Panel (Visualisasi Lapangan)

(Sumber : Dokumentasi Lapangan)

Flat Slab berbeda dari Flat Plate dalam hal bahwa lantai Flat Slab mempunyai

kekuatan yang cukup dengan adanya salah satu atau kedua hal berikut : a. Drop Panel yaitu pertambahan tebal pelat didalam daerah kolom.

(5)

c. Secara historis, Flat Slab mendahului kedua pelat dua arah dengan balok-balok dan pelat lantai dasar. Flat Slab pada awalnya dipatenkan oleh O. W. Norcross di Amerika Serikat pada tanggal 29 April 1902. Beberapa macam sistem tulangan telah dipatenkan sesudahnya yaitu : sistem empat arah, dua arah, tiga arah dan sistem melingkar. C. A. P Turner merupakan salah satu penganjur pertama dari sistem yang dikenal dengan sistem lantai cendawan. Sekitar tahun 1908 Flat Slab diakui sebagai suatu sistem lantai yang dapat digunakan (Wang dan Salmon 1990).

2.3 Kelebihan & Kekurangan Flat Slab

Kelebihan dan kekurangan dari Flat Slab menurut Darsono (2002) : 1. Kelebihan Flat Slab

a Fleksibilitas terhadap tata ruang b Waktu pengerjaan relatif lebih pendek

c Kemudahan dalam pemasangan instalasi Mekanikal dan Elektrikal d Menghemat tinggi bangunan

Gambar 2.7 – Kelebihan Flat Slab : Menghemat Tinggi Bangunan

(6)

e Pemakaian tulangan pelat bisa dengan sistem fabrikasi (Wire Mesh) f Menambah nilai dari bangunan

2. Kekurangan Flat Slab

a Batasan kemampuan bentang yang relatif pendek (25 ft – 35 ft) yang dapat digunakan pada jenis bangunan dengan susunan partisi yang sering (padat). Contohnya : Apartemen

b Rasio kedalaman bentang yang besar dapat menyebabkan munculnya defleksi

2.4 Analisa Pembebanan

2.4.1 Jenis Beban

Pada perancangan gedung parkir, beban yang bekerja pada sistem struktur dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu beban vertikal/gravitasi dan beban horizontal. Beban vertikal/gravitasi meliputi beban mati dan beban hidup, sedangkan beban horizontal merupakan beban gempa. Berdasarkan peraturan pembebanan SNI 1727 : 2013 tentang “Beban Minimun Untuk Perancangan Bangunan Gedung Dan Struktur Lain” yang dimaksud beban mati, beban hidup dan beban gempa adalah :

a. Beban Mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap,

finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta

peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran.

b. Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir atau beban mati.

(7)

c. Beban gempa adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa.

2.4.2 Kombinasi Pembebanan

Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 8.3.1 faktor-faktor beban untuk beban mati nominal, beban hidup nominal, dan beban gempa nominal sama seperti pada SNI 03-1726-2002. Akan tetapi pada kombinasi yang terdapat beban gempa didalam persamaannya harus didesain berdasarkan pengaruh beban seismik yang ditentukan seperti berikut ini:

a Untuk penggunaan dalam kombinasi beban (3) dan (4), E harus didefinisikan sebagai :

E = Eh + Ev (2.1)

b Untuk penggunaan dalam kombinasi beban (5) dan (6), E harus didefinisikan sebagai :

E = Eh - Ev (2.2)

dimana:

E = Pengaruh beban seismik.

Eh = Pengaruh beban seismik horizontal.

Ev = Pengaruh beban seismik vertikal.

Eh adalah pegaruh beban seismik horizontal. pegaruh beban seismik Eh harus

ditentukan dengan rumus berikut ini.

Eh = ρQE (2.3)

dimana:

Q = Pengaruh gaya seismik horizontal dari V atau Fp.

(8)

Ev adalah pegaruh beban seismik vertikal. pegaruh beban seismik Eh harus

ditentukan dengan rumus berikut ini.

Ev= 0,2SDS DL (2.4)

dimana:

SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain pada periode pendek.

DL = Pengaruh beban mati.

Dengan demikian kombinasi pembebanan berdasarkan SNI 1726:2012 adalah sebagai berikut : 1. 1,4 DL 2. 1,2 DL + 1,6 LL 3. 1,2 DL + 1 LL ± 0,3(ρQE + 0,2SDS DL) ± 1(ρQE + 0,2SDS DL) 4. 1,2 DL + 1 LL ± 1(ρQE + 0,2SDS DL) ± 0,3(ρQE + 0,2SDS DL) 5. 0,9 DL ± 0,3(ρQE - 0,2SDS DL) ± 1(ρQE - 0,2SDS DL) 6. 0,9 DL ± 1(ρQE - 0,2SDS DL) ± 0,3(ρQE - 0,2SDS DL) dimana:

DL = Beban mati, termasuk SIDL LL = Beban Hidup

2.5 Analisa Struktur Flat Slab

Analisa suatu konstuksi Flat Slab dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode desain langsung (Direct Design Method) dan metode portal ekivalen

(Equivalent Frame Method). Dalam studi ini perancangan dilakukan dengan metode

desain langsung (Direct Design Method) yang mengacu pada SNI SNI 2847 : 2013 tentang “Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung”.

(9)

2.5.1 Metode Desain Langsung (Direct Design Method)

Pada metode desain langsung, yang diperoleh adalah pendekatan momen dan geser dengan menggunakan koefisien-koefisien yang disederhanakan. Metode desain langsung merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menganalisis pelat dua arah (dalam hal ini adalah pelat datar). Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 13.6, dalam metode desain langsung terdapat batasan-batasan dalam penggunaaanya, adapun batasan-batasan yang dimaksud antara lain sebagai berikut:

a. Harus terdapat minimum tiga bentang menerus dalam masing-masing arah.

Gambar 2.8 – Portal 4 Bentang (Cara DDM dapat digunakan pada Portal)

(Olahan Sendiri)

b. Panel harus berbentuk persegi, dengan rasio antara bentang yang lebih panjang terhadap yang lebih pendek pusat ke pusat tumpuan dalam panel tidak lebih besar dari 2.

Gambar 2.9 – Panel Pelat 2 Arah

(Olahan Sendiri)

Note : S = Slab (Notasi Pelat Lantai)

(10)

c. Panjang bentang yang berturutan pusat ke pusat tumpuan dalam masing-masing arah tidak boleh berbeda dengan lebih dari 1/3 bentang yang lebih panjang. d. Pergeseran (offset) kolom dengan maksimum sebesar 10 persen dari bentangnya

(dalam arah pergeseran) dari baik sumbu antara garis-garis pusat kolom yang berturutan diizinkan.

Gambar 2.10 – Syarat Pergeseran (Offset) Kolom

(Olahan Sendiri)

e. Semua beban harus akibat gravitasi saja dan didistribusikan merata pada panel keseluruhan. Beban hidup tak terfaktor tidak boleh melebihi dua kali beban mati tak terfaktor.

f. Untuk panel dengan balok di antara tumpuan pada semua sisinya, Pers. (2.5) harus dipenuhi untuk balok dalam dua arah tegak lurus

0,2 ≤ αf1l22

αf2l12 ≤ 5,0 (2.5)

dimana αf1 dan αf2 dihitung sesuai dengan pers (2.6) berikut:

αf = EEcbIb

csIs (2.6)

dimana :

α = Kekakuan relatif balok

Ecb = Modulus elastisitas beton untuk balok

Ecs = Modulus elastisitas beton untuk pelat

(11)

Adapun langkah-langkah perhitungan dengan metode desain langsung (Direct

Design Method) berdasarkan SNI 2847:2013 dalah sebagai berikut : 1. Menentukan momen statis terfaktor total untuk suatu bentang

Momen statis terfaktor total, Mo, untuk suatu bentang harus ditentukan pada suatu lajur yang dibatasi secara lateral oleh garis pusat panel pada setiap sisi garis pusat tumpuan. Jumlah mutlak momen terfaktor positif dan negatif rata-rata dalam setiap arah tidak boleh kurang dari

Mo = qu . l2 . l 2

n

8 (2.7)

dimana:

ln = Bentang bersih dalam arah momen-momen tersebut ditentukan.

l2 = Panjang bentang dalam arah tegak lurus terhadap panjang bentang arah

momen ditentukan , yang diukur pusat ke pusat tumpuan

2. Pembagian lajur kolom (Column Strip) dan lajur tengah (Middle Strip)

Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 13.2, yang dimaksud dengan lajur kolom dan lajur tengah adalah sebagai berikut:

a. Lajur Kolom adalah suatu lajur desain dengan lebar pada masing-masing sisi garis pusat kolom sama dengan 0,25l2 atau 0,25l1, yang mana yang lebih kecil. Lajur kolom mencakup balok, bila ada.

b. Lajur Tengah adalah suatu lajur desain yang dibatasi oleh dua lajur kolom. Suatu penel dibatasi oleh garis-garis pusat kolom, balok, atau dinding pada semua sisinya.

Gambar 2.8 menunjukkan lajur kolom (Column Strip) dan lajur tengah (Middle Strip) pada suatu sistem struktur.

(12)

Gambar 2.11 – Lajur Kolom dan Lajur Tengah (Sumber : Olahan Sendiri) 3. Pembagian momen terfaktor negatif dan positif

Momen statis terfaktor total, Mo, dibagikan ke area lapangan dan area tumpuan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Momen terfaktor negatif harus terletak pada muka tumpuan persegi. Pendukung bulat atau berbentuk poligon harus diperlakukan sebagai tumpuan bujursangkar dengan luas yang sama.

b. Penampang momen negatif harus didesain untuk menahan yang lebih besar dari dua momen terfaktor negatif interior yang ditentukan untuk bentang-bentang yang merangka ke dalam suatu tumpuan bersama-sama kecuali bila analisis dilakukan untuk mendistribusikan momen tak seimbang sesuai dengan kekakuan elemen yang menyatu.

c. Pada bentang interior, momen stastis total, Mo, harus didistribusikan sebagai berikut:

Momen terfaktor negatif ... 0,65 Momen terfaktor positif... 0,35

(13)

d. Pada bentang ujung, momen stastis total, Mo, harus didistribusikan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Distribusi Momen Stastis Terfaktor Total

(Sumber : SNI 2847 : 2013 – Pasal 13.6.3.3)

e. Balok tepi atau tepi slab harus diproporsikan untuk menahan puntir bagiannya dari momen terfaktor negatif eksterior.

f. Momen beban gravitasi yang disalurkan antara slab dan kolom tepi harus sebesar

0,3Mo.

4. Distribusikan momen statis terfaktor total, Mo menurut lajur kolom dan lajur tengah

Distribusikan momen statis terfaktor total, Mo, dibagikan ke lajur kolom

(Column Strip) dan lajur tengah (Middle Strip) dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Momen terfaktor pada lajur kolom

1) Lajur kolom harus diproporsikan untuk menahan bagian berikut dalam persen momen terfaktor negatif interior:

Tabel 2.2.Momen Terfaktor Negatif Dalam Pada Lajur Kolom

(Sumber : SNI 2847 : 2013 – Pasal 13.6.4.1)

(14)

3) Lajur kolom harus diproporsikan untuk menahan bagian berikut dalam persen momen terfaktor negatif eksterior:

Tabel 2.3.Momen Terfaktor Negatif Luar Pada Lajur Kolom

(Sumber : SNI 2847 : 2013 – Pasal 13.6.4.2)

Interpolasi linier harus dilakukan antara nilai-nilai yang ditunjukkan, dimana βt

dihitung dalam Pers. (2.8) dan C dihitung dalam Pers. (2.9). βt = 2EEcbC

csIs (2.8)

C = Σ(1 - 0,63xy )x33y (2.9) dimana :

C = Konstanta penampang untuk menentukan properti torsi slab dan balok x = Dimensi keseluruhan bagian persegi penampang yang lebih pendek y = Dimensi keseluruhan bagian persegi penampang yang lebih panjang 4) Bila pendukung yang terdiri dari kolom atau dinding menerus untuk suatu jarak

yang sama atau lebih besar dari (0,75) l2 digunakan untuk menghitung Mo, momen negatif harus dianggap terdistribusi merata selebar l2.

5) Lajur kolom harus diproporsikan untuk menahan bagian berikut dalam persen momen terfaktor positif:

Tabel 2.4.Momen Terfaktor Positif Pada Lajur Kolom

(15)

b. Momen terfaktor pada lajur tengah

1) Bagian momen terfaktor negatif dan positif yang tidak ditahan oleh lajur kolom harus secara proporsional diberikan pada setengah lajur tengah yang berhubungan. Setiap lajur tengah harus direncanakan mampu memikul jumlah momen yang diberikan pada kedua setengah lajur yang bersebelahan.

2) Setiap lajur tengah harus diproporsikan untuk menahan jumlah momen yang diberikan pada kedua setengah lajur tengahnya.

3) Lajur tengah yang berdekatan dengan dan sejajar dengan tepi tertumpu dinding harus diproporsikan untuk menahan dua kali momen yang diberikan pada setengah lajur tengah yang berhubungan dengan baris pertama tumpuan interior.

2.6 Penyaluran Momen Dalam Sambungan Slab-Kolom

Gaya geser yang merupakan faktor kritis, yang terjadi pada pelat datar adalah geser pons, dengan kemungkinan terjadi retak diagonal mengikuti permukaan dari sebuah kerucut yang terpancung atau piramid yang mengelilingi kolom, kepala kolom, atau panel yang direndahkan.

Analisa geser pons menganggap gaya geser Vu ditahan oleh tegangan-tegangan geser yang terdistribusi secara seragam di sekeliling penampang kritis bo. menurut SNI 2847:2013, penampang kritis bo terletak pada jarak tidak kurang dari d/2 dari perimeter beban terpusat atau daerah reaksi.

Menurut SNI 2847:2013 Pasal 11.11.7.1, dalam perencanaan pelat tanpa balok penumpu diperlukan peninjauan terhadap momen tak berimbang pada muka kolom penumpu, sehingga apabila beban gravitasi, angin, gempa atau beban lateral lainnya menyebabkan terjadinya perpindahan momen antara pelat dan kolom, maka dari

(16)

(a) Kolom Interior (b) Kolom Eksterior

sebagian momen yang tak berimbang Mu antara slab dan kolom, γf Mu harus

dilimpahkan sebagai lentur pada keliling kolom dan sisa momen tak berimbang γv Mu

harus dianggap disalurkan oleh eksentrisitas geser terhadap pusat penampang kritis

dimana : γv = (1- γf) (2.10)

Tegangan geser akibat dari penyaluran momen melalui eksentrisitas geser harus dianggap bervariasi linier terhadap pusat penampang kritis. Tegangan geser maksimum akibat Vu dan Mu tidak boleh melebihi ϕVn

a. Untuk komponen struktur tanpa tulangan geser,

ϕVn = ϕVc / (bo d) (2.11)

dengan Vc adalah kekuatan geser nominal yang disediakan oleh beton

b. Untuk komponen struktur dengan tulangan geser selain dari kepala geser

(shearheads):

ϕVn = ϕ(Vc+ Vs)/ (bo d) (2.12)

dengan Vc adalah kekuatan geser nominal yang disediakan oleh beton ; dan

Vs adalah kekuatan geser nominal yang disediakan oleh tulangan geser Tegangan geser akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh melebihi :

ϕ(0.17λ)√fc'

Distribusi tegangan geser di sekitar kolom eksterior dan interior dapat dilihat dalam Gambar 2.12

(17)

Dengan memperhatikan Gambar 2.12 tampak bahwa momen yang dilimpahkan oleh geser bekerja bersama dengan gaya geser Vu di titik pusat permukaan geser keliling yang berada sejarak ½d dari sisi kolom, sehingga didapat nilai-nilai VCD dan

VAB sebagai berikut: VCD = ϕAVu c - γvMuCcd ϕAc (2.13) VAB = ϕAVu c - γvMuCab ϕAc (2.14)

dimana : Jc = Penampang Kritis

a. Untuk Kolom Interior

- Luas permukaan bidang geser Ac = 2(a+b)d - Penampang Kritis JC = d(c1+d) 3 6 + d3(c1+d) 6 + d(c2+d)(c1+d)2 2 (2.15) dimana : a = c1+ d dan b = c2+ d

Berikut gambar mengenai letak bidang kritis kolom akibat penyaluran momen dan geser dalam sambungan slab-kolom.

(18)

b. Untuk Kolom Eksterior

- Luas permukaan bidang geser Ac = 2(a+b)d - Penampang Kritis JC = (c1+d2) d3 6 + 2d 3 (cAB3+cCD3)+(c2+d)d cAB2 (2.16) dimana : a = c1+ (d/2) dan b = c2+ d

Berikut gambar mengenai letak bidang kritis kolom akibat penyaluran momen dan geser dalam sambungan slab-kolom.

Gambar 2.14 – Letak Bidang Kritis Kolom Eksterior (Nawy, 1998) 2.7 Perancangan Portal

Berdasarkan SNI 2847:2013 terdapat 3 macam sistem struktur yang ditetapkan sebagai sistem penahan gaya gempa, adapun sistem tersebut yaitu:

1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB). 2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM). 3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).

Adapun dalam studi ini, perancangan sistem struktur penahan gaya gempa yang digunakan adalah Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah.

(19)

Berdasarkan SNI 1726:2012 yang dimaksud sistem rangka pemikul momen adalah sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan beban lateral yang diakibatkan oleh gempa dipikul oleh rangka pemikul momen melalui mekanisme lentur.

2.8 Perancangan Komponen Struktur

Perancangan komponen struktur merupakan perancangan dan analisa elemen dari masing-masing komponen meliputi perancangan flat slab, drop panel dan balok. Perancangan ini mengacu pada peraturan-peraturan terbaru yaitu SNI 2847 : 2013 tentang “Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung” untuk acuan beton bertulang, SNI 1727 : 2013 tentang “Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan

Gedung dan Struktur Lain” untuk acuan perhitungan pembebnanan yang bekerja pada

struktur, dan SNI 1726 : 2012 tentang “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa

Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung” untuk acuan perhitungan beban

gempa.

2.8.1 Perancangan Flat Slab

Proses perancangan elemen flat slab berdasarkan SNI 2847 : 2013 adalah sebagai berikut :

1. Perancangan Dimensi Flat Slab

Tebal pelat tanpa balok interior yang membentang di antara tumpuan dan mempunyai rasio bentang panjang terhadap bentang pendek yang tidak lebih dari 2, tebal minimumnya harus memenuhi ketentuan Tabel 2.1 dan tidak boleh kurang dari

nilai berikut :

(20)

b Dengan panel drop (drop panels) : 100 mm

Tabel 2.5. Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior

(Sumber : SNI 2847 : 2013 - Pasal 9.5.3.2) 2. Pembebanan pada Flat Slab

Beban Mati dan Beban Hidup diambil berdasarkan SNI 1727 : 2013 tentang

“Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain”.

Pembebanan flat slab sama seperti pembebanan pada pelat lantai.

3. Perhitungan penulangan Flat Slab

Sesuai dengan SNI 2847:2013 Pasal 13.3 memuat tentang persyaratan penulangan pada pelat yaitu:

a Luas tulangan slab dalam masing-masing arah untuk sistem slab dua arah harus ditentukan dari momen-momen pada penampang kritis, tetapi tidak boleh kurang dari yang disyaratkan oleh 7.12.2.1.

b Spasi tulangan pada penampang kritis tidak boleh melebihi dua kali tebal slab, kecuali untuk bagian luas slab konstruksi sel atau berusuk. Pada slab yang melintasi ruang sel, tulangan harus disediakan seperti disyaratkan oleh 7.12.

(21)

c Tulangan momen positif yang tegak lurus terhadap tepi tak menerus harus menerus ke tepi slab dan mempunyai penanaman, lurus atau kait, paling sedikit 150 mm dalam balok tepi (spandrel), kolom, atau dinding.

d Tulangan momen negatif yang tegak lurus terhadap tepi tak menerus harus dibengkokkan, dikait, atau jikalau tidak diangkur dalam balok tepi (spandrel), kolom, atau dinding, dan harus disalurkan pada muka tumpuan menurut ketentuan Pasal 12.

e Bila slab tidak ditumpu oleh balok tepi (spandrel) atau dinding pada tepi tak menerus, atau bila kantilever slab melewati tumpuan, pengangkuran tulangan harus diizinkan di dalam slab tersebut.

f Pada sudut eksterior slab yang ditumpu oleh dinding tepi atau bila satu atau lebih balok tepi mempunyai nilai αf > 1,0 tulangan slab atas dan bawah harus

disediakan pada sudut eksterior, sebagai berikut :

1) Tulangan sudut pada kedua sisi atas dan bawah pelat harus cukup untuk menahan momen per satuan lebar sama dengan momen positif maksimum per satuan lebar pada panel slab.

2) Momen tersebut harus diasumsikan berporos terhadap sumbu tegak lurus terhadap diagonal dari sudut pada sisi atas pelat dan berporos terhadap sumbu yang paralel terhadap diagonal dari sudut pada sisi bawah slab. 3) Tulangan pojok harus disediakan untuk suatu jarak dalam masing-masing

arah dari sudut sama dengan seperlima bentang yang lebih panjang.

4) Tulangan sudut harus ditempatkan paralel terhadap diagonal pada sisi atas slab dan tegak lurus terhadap diagonal pada sisi bawah slab. Sebagai

(22)

alternatif, tulangan harus ditempatkan dalam dua lapis paralel terhadap sisi-sisi slab pada kedua sisi-sisi atas dan bawah slab.

g Detail penulangan pelat tanpa balok

1) Sebagai tambahan terhadap persyaratan 13.3 pada SNI 2847:2013, tulangan pada pelat tanpa balok harus diteruskan dengan panjang minimum seperti yang ditunjukkan Gambar 2.15.

Gambar 2.15 – Perpanjangan Minimum untuk Tulangan pada Pelat Tanpa Balok (SNI 2847 : 2013)

2) Bila panjang bentang yang bersebelahan tidak sama maka perpanjangan tulangan momen negatif di luar bidang muka tumpuan seperti yang disyaratkan pada Gambar 2.9 harus didasarkan pada bentang yang lebih panjang.

3) Tulangan yang dibengkokan diizinkan hanya bila rasio tinggi-bentang mengizinkan pemakaian bengkokan ≤ 45°.

(23)

4) Pada rangka dimana slab dua arah bekerja sebagai komponen struktur utama yang menahan beban lateral, panjang tulangan harus ditentukan oleh analisis tetapi tidak boleh kurang dari yang ditentukan dalam Gambar 2.9.

5) Semua tulangan atau kawat di sisi bawah dalam lajur kolom dalam setiap arah harus menerus atau disambung dengan sambungan lewatan tarik kelas B atau dengan sambungan mekanis atau las yang memenuhi pasal 12.14.3 SNI 2847:2013. Sambungan harus ditempatkan seperti ditunjukkan dalam

Gambar 2.9. Paling sedikit dua batang tulangan atau kawat bawah lajur

kolom dalam masing-masing arah harus melewati dalam daerah yang dibatasi oleh tulangan memanjang kolom dan harus diangkur pada tumpuan eksterior.

2.8.2 Perancangan Drop Panel

Perancangan flat slab juga direncanakan menggunakan drop panel dengan memberi penebalan pelat disekeliling kolom. Drop panel maupun kepala kolom dapat secara simultan digunakan. Flat slab umum digunakan untuk memikul beban yang sangat besar. Proses Perencanaan elemen drop panel pada flat slab sebagai berikut :

1. Penentuan Dimensi Drop Panel

Dimensi drop panel ditentukan berdasarkan SNI 2847 : 2013 pasal 13.2.5 sebagai berikut :

a Menjorok di bawah slab paling sedikit seperempat tebal slab di sebelahnya; b Menerus dalam setiap arah dari garis pusat tumpuan dengan jarak tidak

kurang dari seperenam panjang bentang yang diukur dari pusat ke pusat tumpuan dalam arah tersebut.

(24)

Gambar 2.16 – Tebal Minimum Drop Panel

(Sumber : Olahan Pribadi) 2. Perhitungan Geser Ponds Drop Panel

Dalam perancangan pelat tanpa balok, pemeriksaan tebal pelat berdasarkan syarat geser perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin tersedianya kekuatan geser yang cukup.

a. Kolom Interior

(25)

 Beban Ultimit

Wu = 1.2 WD + 1.6 WL (2.17)

 Keliling bidang kritis

b0 = 2 (c1 + d + c2 + d) (2.18)

 Luas permukaan bidang geser

Ac = b0 x d (2.19)  Nilai terkecil Vc Vc = 0.17 (1+2β)λ√fc'bod (2.20) Vc = 0.083 (αSd bo +2) λ√fc'bod (2.21) Vc = 0.33λ√fc'bod (2.22) b. Kolom Eksterior

Gambar 2.18 – Letak Bidang Kritis Kolom Eksterior (Nawy, 1998)

 Beban Ultimit

Wu = 1.2 WD + 1.6 WL (2.23)

Keliling bidang kritis

(26)

 Luas permukaan bidang geser Ac = b0 x d (2.25)  Nilai terkecil Vc Vc = 0.17 (1+2β)λ√fc'bod (2.20) Vc = 0.083 (αbSd o +2) λ√fc'bod (2.21) Vc = 0.33λ√fc'bod (2.22) Dimana :

β = Rasio sisi panjang terhadap sisi pendek kolom, beban terpusat atau daerah reaksi

d = Tinggi efektif pelat bo = Keliling bidang kritis

Vu = Gaya geser keliling sisi kolom.

αs = Faktor letak kolom yang mempengaruhi jumlah bidang kritis

 αs = 40 untuk kolom interior

 αs = 30 untuk kolom tepi

 αs = 20 untuk kolom sudut

Nilai terkecil dari Vc digunakan dalam perhitungan awal.

Jika nilai terkecil, Vc > Vn maka tidak diperlukan tulangan geser. 2.8.3 Perancangan Balok

Balok merupakan komponen struktur selain pelat yang menerima lentur. Karena balok sebagai komponen struktur lentur direncanakan memikul gaya-gaya yang diakibatkan oleh gempa, maka diperlukan ketentuan khusus untuk perencanaan gempa.

(27)

Gambar 2.19 Distribusi Tegangan Dan Regangan Balok Bertulang Ganda

(a) Potongan Penampang Balok, (b) Regangan, (c) Tegangan (Olahan Sendiri)

Untuk daerah dengan resiko gempa tinggi digunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).

Syarat – syarat umum yang harus dipenuhi untuk komponen struktur lentur pada SRPMK SNI 2847:2013 adalah sebagai berikut :

 Pu ≤ 0,1 Agf'c

 ln ≥ 4d

 b/h ≥ 0,3  b ≥ 250 mm  f'c ≥ 20 MPa

1. Tulangan Utama Balok

Sesuai dengan asumsi dalam perencanaan maka dapat digambarkan distribusi tegangan dan regangan untuk penampang balok untuk perhitungan tulangan komponen struktur seperti terlihat dalam Gambar 2.19.

(28)

xd E f 003 , 0 0,003 = c s y b  b 1 b = c a  u n = M M        2 a d f M = A y n s A A = n Rencana Diameter s s u y s n A f d-2a M M          bd 4f ' f A y c min s  bd f 4 , 1 y bd A = s 

Dengan mengacu pada Gambar 2.19 didapat: ΣH = 0 → T

Dari persamaan tersebut didapat nilai garis netral pada kondisi seimbang (cb)

Didapat pula nilai a pada kondisi seimbang (ab)

Kemudian dilakukan perhitungan momen nominal (Mn)

Kemudian dilakukan perhitungan luas tulangan perlu (As)

Kemudian dilakukan perhitungan jumlah tulangan perlu (n)

Kemudian dilakukan pemeriksaan momen nominal aktual

Kemudian dilakukan pemeriksaan luas tulangan minimum (As min)

Tetapi luas tulangan minimum (As min) tidak boleh kurang dari

Kemudian dilakukan pemeriksaan rasio tulangan (min < max)

(2.26) (2.27) (2.28) (2.29) (2.30) (2.31) (2.32) (2.33) (2.34)

(29)

         y y c 1 b = 0.85ff ' 600600f  b 75 , 0 

Adapun nilai-nilai yang tersebut diatas adalah sebagai berikut : b = Lebar penampang balok (mm)

d = Tinggi efektif serat tekan beton (mm)

Faktorbentuk distribusi tegangan beton (SNI 2847:2013) fc’= Mutu beton (MPa)

fy = Mutu baja tulangan (MPa)

Es = Modulus elastisitas baja tulangan (MPa)

cb = Nilai garis netral pada kondisi seimbang (mm)

= 0.85 (SNI 2847:2013) As = Luas tulangan perlu (mm2)

Mn = Kekuatan lentur nominal penampang (Nmm)

Mu = Momen terfaktor hasil analisis sturktur yang merupakan nilai maksimum

dari seluruh kombinasi beban (Nmm)

= Rasio luas tulangan terhadap beton

b= Rasio luas tulangan terhadap beton pada kondisi seimbang 2. Tulangan Sengkang Balok

Dalam SNI 2847 : 2013 pasal 21.5.3.1 diperlukan sengkang tertutup sepanjang jarak 2h dari sisi kolom terdekat. Spasi sengkang tertutup tidak boleh melebihi yang terkecil dari nilai berikut ini:

(a) 50 mm dari muka kolom terdekat

(2.35) (2.36)

(30)

(b) d/4

(c) 6 kali diameter terkecil (d) 150 mm

Sengkang pada balok dapat dilihat pada Gambar 2.20 berikut.

(31)

2.9 Bangunan Tahan Gempa

Bangunan tahan gempa adalah bangunan yang didesain dapat menyerap energi gempa dengan baik ketika bangunan tersebut menerima beban gempa. Bangunan tahan gempa diartikan sebagai bangunan yang jika terjadi gempa memberikan resiko kecelakaan yang rendah terhadap penghuni. Oleh karena itu, kekuatan, kekakuan dan stabilitas struktur bangunan tahan gempa haruslah cukup untuk mencegah terjadinya keruntuhan. Adapun filosofi dan konsep dasar perencanaan bangunan tahan gempa adalah sebagai berikut :

a Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun pada komponen strukturalnya.

b Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya (plafond runtuh, dinding retak) akan tetapi komponen struktural (kolom, balok, sloof) tidak boleh rusak.

c Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar. (Budiono dan Supriatna, 2011 : 17). Desain struktur gedung tahan gempa harus mengacu pada peraturan dan persyaratan bangunan tahan gempa. Perencanaan struktur gedung tahan gempa perlu mempertimbangkan aspek – aspek sebagai berikut:

a Bentuk Struktur yang simetris; b Denah bangunan yang sederhana; c Material kuat, kaku, ductile;

(32)

e Detailing sambungan yang baik; f Kolom kuat – balok lemah.

2.9.1 Beban Gempa Nominal Statik Ekivalen

Untuk struktur bangunan gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa statik ekuivalen sehingga analisis didasarkan pada analisis statik ekuivalen. Berikut tahapan menghitung beban gempa yang diterima oleh struktur bang unan berdasarkan SNI gempa SNI 1726:2012 :

a Spektrum respons desain

Spektrum respons merupakan konsep pendekatan yang digunakan untuk keperluan perencanaan bangunan. Berdasarkan SNI 1726:2012 spektrum respons gempa rencana desain harus dibuat terlebih dahulu, dengan data percepatan batuan dasar SS dan S1. Dalam studi ini, pembuatan spektrum respons gempa rencana desain

menggunakan bantuan software Spektra Indo dengan memasukan data jenis tanah dan nama kota.

b Geser dasar seismik

Berdasarkan SNI 1726:2012, geser dasar seismik (V) dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut:

𝑉 = 𝐶𝑠𝑊 (2.37)

dimana :

Cs = Koefisien respons seismik yang ditentukan pada persamaan (2.38-2.41)

(33)

Koefisien respons seismik dapat ditentukann berdasarkan persamaan berikut:  Cs maksimum 𝐶𝑠 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 =𝑆𝐷𝑆 (𝑅 𝐼) (2.38) dimana :

SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang

periode pendek.

R = Faktor modifikasi respons.

I = Faktor keutamaan hunian.

 Cs hasil hitungan

𝐶𝑠 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑆𝐷1

𝑇(𝑅𝐼) (2.39)

dimana :

SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang

periode 1 detik.

R = Faktor modifikasi respons.

I = Faktor keutamaan hunian

T = Periode struktur dasar (detik).  Cs minimum

𝐶𝑠 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 = 0,004𝑆𝐷𝑆𝐼 ≥ 0,01 (2.40)

dimana :

SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang

periode pendek.

(34)

 Cs minimum tambahan berdasarkan S1 jika lebiih besar dari 0,6g 𝐶𝑠 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = 0,5𝑆1 (𝑅 𝐼) (2.41) dimana :

S1 = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang

periode 1 detik.

R = Faktor modifikasi respons.

I = Faktor keutamaan hunian.

c Periode alami fundamental struktur

Berdasarkan SNI 1726:2012, periode struktur fundamental (T) dalam arah yang ditinjau harus diperoleh denga menggunakan properti struktur dan karakteristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Periode struktur fundamental memiliki nilai batas minimum dan batas maksimum. Nilai-nilai tersebut adalah sebagi berikut:

 Periode fundamental pendekatan minimum (Ta minimum)

𝑇𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 = 𝐶𝑟𝑛𝑥 (2.42)

dimana :

Ta minimum = Nilai batas bawah periode bangunan.

hn = Ketinggian struktur diatas dasar sampai tingkat tertinggi

struktur (m).

Cr = Nilai parameter periode pendekatan.

x = Nilai parameter periode pendekatan.

 Periode fundamental pendekatan maksimum (Ta maksimum)

𝑇𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 = 𝐶𝑢𝑇𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 (2.43)

dimana :

Ta maksimum = Nilai batas atas periode bangunan.

(35)

d Distribusi vetikal gaya gempa

Berdasarkan SNI 1726:2012 gaya gempa lateral (Fi) yang timbul di semua tingkat

harus ditentukan dari persamaan:

𝐹𝑖 = 𝐶𝑣𝑥𝑉 (2.44)

𝐶𝑣𝑥 = 𝑤𝑖ℎ𝑖𝑘

∑𝑛𝑖=1𝑤𝑖𝑖𝑘 (2.45)

dimana :

Cvx = Faktor distribusi vertikal.

V = Gaya geser atau lateral desain total

wi = Bagian berat seismik efektif total struktur (W) pada tingkat-i.

hi = Tinggi bangunan dari dasar sampai tingkat ke-i.

k = Eksponen yang terkait dengan periode struktur sebagai berikut.  Untuk struktur yang memiliki T<0,5 detik ; k = 1,

 Untuk struktur yang memiliki T>2,5 detik ; k = 2,

 Untuk struktur yang memiliki 0,5<T<2,5 ; k = hasil interpolasi, e Distribusi horizontal gaya gempa

Berdasarkan SNI 1726:2012 geser tingkat desain gempa disemua tingkat (Vx) harus

ditentukan dari persamaan:

𝑉𝑥= ∑𝑛 𝐹𝑖

𝑖=1 (2.46)

dimana :

Gambar

Gambar  2.1 – Struktur Pelat Lantai 2 Arah dengan Balok   ( James  G.Macgregor,1997 )
Gambar  2.2 – Waffle  Slab   ( James  G.Macgregor,1997 )
Gambar  2.5 – Struktur Pelat Lantai Sistem  Flat Slab dengan Drop Panel  (Sumber  : Olahan Sendiri)
Gambar  2.6 – Struktur Pelat Lantai Sistem  Flat Slab dengan Drop Panel (Visualisasi Lapangan)   (Sumber  : Dokumentasi Lapangan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan Myoma uteri adalah unsur suatu tumor yang sebagian besar menutupi saluran genital pada wanita, terutama tumor yang mempunyai

Koordinasi kelembagaan-program pada termin 1: telah diupayakan koordinasi dengan Dirjen Aptika dan Diskominfo Provinsi Jawa Barat yang kedepannya hasil penelitian dapat memberikan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karuniaNYa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Sistem Pemasaran Kelapa

Hasilnya menunjukkan partisipan cenderung memiliki preferensi terhadap makanan berserat dibandingkan dengan makanan cepat saji, baik pada sikap eksplisit maupun

Pada Tabel 4.6 variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) juga memiliki nilai regresi yang positif yaitu sebesar 0,348%, hal ini menunjukkan bahwa CAR juga memberikan pengaruh yang

Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memilki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di

Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan judul Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Industri Tenun ATBM

Hasil uji statistik menunjukkan nilai signifikasi lebih rendah dari taraf signifikasi α =0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar