Bab 4
Data dan Analisis Hasil Pengujian
Pembahasan terhadap data hasil pengujian didasarkan pada hasil pengujian sifat bahan bakar yang dalam pelaksanaannya dilakukan di PetroLab Service, Rawamangun, oleh staf ahli dari pihak PetroLab Service. Hasil pengujian bahan bakar tersebut antara lain sebagai berikut :
Tabel 4.1 Spesifikasi Teknis Bahan Bakar
Sifat bahan bakar B00 B05 B20
Density (kg/m3) 832,5 822,3 828,6 Viskositas (cSt) 2,08 2,16 2,46 Bilangan Setana 43,6 48,8 50,8 LHV (MJ/kg) 42,61 40,80 38,36 Gliserin Total - 0.014 0.044
Penyampaian analisis dalam laporan ini disusun dengan membandingkan pencapaian dari tiap parameter prestasi dan emisi biodiesel terhadap solar, yang kemudian dilanjutkan dengan membandingkan pencapaian parameter-parameter tersebut antara biodiesel dengan penambahan MAZ 400 terhadap biodiesel tanpa aditif.
4.1 Prestasi Mesin
Prestasi mesin adalah indikator unjuk kerja mesin yang terdiri dari berbagai parameter. Dari berbagai parameter prestasi yang ada, penulis memfokuskan pembahasan hanya sebatas parameter yang dapat dipengaruhi oleh jenis bahan bakar yang dipakai, yaitu momen putar, daya, tekanan efektif rata-rata, pemakaian bahan bakar spesifik (SFC), dan efisiensi termal.
4.1.1 Perbandingan Pencapaian Prestasi Mesin pada Penggunaan Biodiesel terhadap Solar
Pada bagian ini ditampilkan data nominal pencapaian masing-masing parameter prestasi dari pemakaian solar dan biodiesel terlebih dahulu, lalu dalam bentuk grafik ditunjukkan prosentase selisih nilai yang diperoleh dari penggunaan biodiesel relatif terhadap pencapaian prestasi pada saat pemakaian sampel bahan bakar solar.
4.1.1.1 Momen putar dan Daya
Data pencapaian momen putar dan daya dalam pengujian diperoleh langsung dari sistem akuisisi data. Dalam prosedur pengujian prestasi ini, putaran mesin dijadikan sebagai parameter acuan yang dipertahankan, sementara throttle diatur sedemikian untuk mengejar nilai daya tertinggi yang mampu dicapai pada putaran tersebut dengan menyesuaikan beban momen putar yang diberikan. Berikut ini adalah data pencapaian momen putar dan daya terhadap putaran mesin.
Tabel 4.2 Data pencapaian momen putar dan daya B00, B05, dan B20 dalam satuan Nm
Momen putar Daya
rpm B00 B05 B20 B00 B05 B20 810 1,94 1,59 1,20 0,17 0,13 0,10 1404 172,96 169,09 170,39 25,43 24,79 25,00 1599 175,62 169,16 169,96 29,41 28,37 28,51 1800 174,60 164,33 165,15 32,91 30,97 31,09 1999 170,59 157,36 158,80 35,70 32,95 33,22 2203 164,88 153,86 155,32 38,04 35,48 35,88 2397 158,09 153,32 155,29 39,68 38,52 38,97 2600 152,06 150,49 152,18 41,40 40,96 41,43 2800 146,12 148,04 149,97 42,85 43,42 43,98 3000 143,46 147,70 149,48 45,07 46,37 46,92 3198 143,01 143,98 145,70 47,89 48,23 48,81 3396 141,35 142,05 142,63 50,28 50,63 50,69 3505 141,25 140,48 139,51 51,85 51,45 51,15 3602 140,21 136,60 135,87 52,90 51,43 51,21
Grafik Pencapaian Torsi 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 700 1200 1700 2200 2700 3200 3700 rpm Nm B00 B05 B20
Gambar 4.1 Grafik pencapaian momen putar solar dan biodiesel
Grafik Pencapaian Daya
0 10 20 30 40 50 60 700 1200 1700 2200 2700 3200 3700 rpm kW B00 B05 B20
Gambar 4.2 Grafik pencapaian daya solar dan biodiesel
Untuk memudahkan analisis, maka disusun grafik yang menunjukkan selisih pencapaian momen putar maupun daya yang dihasilkan dari pemakaian biodiesel terhadap pencapaian momen putar atau daya yang dihasilkan oleh bahan bakar solar.
Prosentase perubahan torsi yang dicapai dengan pemakaian biodiesel -40 -30 -20 -10 0 10 810 1599 1999 2397 2800 3198 3505 rpm % B20 B05 B00 sebagai referensi
Gambar 4.3 Prosentase perubahan momen putar yang dicapai dengan pemakaian biodiesel
Prosentase perubahan daya yang dicapai oleh pemakaian biodiesel
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 810 1999 2800 3505 rpm % B20 B05 B00
Gambar 4.4 Prosentase perubahan daya yang dicapai oleh pemakaian biodiesel
Dari data hasil pengujian prestasi mesin, terlihat bahwa pencapaian momen putar dan daya dari pemakaian biodiesel, dengan komposisi B05 dan B20, memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan pemakaian bahan bakar solar. Pada dasarnya, nilai daya dipengaruhi terutama oleh nilai kalori bahan bakar dan proses pembakaran yang terjadi. Nilai LHV solar memang paling tinggi, sehingga wajar jika nilai momen putar dan daya dengan pemakaian solar lebih tinggi dari B05 dan B20 pada hampir semua putaran. Namun jika melihat nilai momen putar dan daya
biodiesel pada putaran 2800 rpm sampai 3400 rpm yang mampu mengungguli solar, maka dapat dikatakan bahwa nilai LHV bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan. Bilangan cetana biodiesel yang lebih tinggi dibandingkan solar menjadikan delay period dalam proses pembakaran menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menggeser posisi tekanan puncak pada grafik proses pembakaran mendekati TMA. Hal ini dapat berpengaruh pada membesarnya momen putar yang dihasilkan per siklus pembakaran dari biodiesel.
4.1.1.2 Tekanan Efektif Rata-Rata
Dalam suatu siklus pembakaran dalam, seperti pada mesin diesel, tekanan dan temperatur akan selalu berubah-ubah terhadap waktu. Namun demikian, terdapat suatu parameter, yang dapat mewakili harga tekanan konstan yang apabila mendorong torak sepanjang langkahnya akan dapat menghasilkan kerja per siklus yang sama dengan kondisi siklus sebenarnya yang dianalisis. Parameter tersebut adalah tekanan efektif rata-rata (Pe). Makin besar nilai Pe dari suatu siklus, untuk volum silinder yang sama, maka makin besar kerja per siklus yang dihasilkan. Parameter ini bahkan dapat menjadi variabel yang komparatif antar hasil pengujian, bahkan dengan pengujian yang memiliki ukuran silinder berbeda. Berikut ini adalah tabel dan grafik data hasil perhitungan tekanan efektif rata-rata serta grafik selisih nilai yang dicapai oleh biodiesel terhadap solar.
Tabel 4.3 Nilai tekanan efektif rata-rata B00, B05, dan B20 dalam satuan bar
rpm B00 B05 B20 810 0,10 0,08 0,06 1404 8,69 8,48 8,55 1599 8,83 8,52 8,56 1800 8,78 8,26 8,29 1999 8,57 7,91 7,98 2203 8,29 7,73 7,82 2397 7,95 7,71 7,80 2600 7,64 7,56 7,65 2800 7,35 7,44 7,54 3000 7,21 7,42 7,51 3198 7,19 7,24 7,33 3396 7,11 7,16 7,16 3505 7,10 7,05 7,00 3602 7,05 6,85 6,82
Tekanan efektif rata-rata 0 2 4 6 8 10 700 1100 1500 1900 2300 2700 3100 3500 rpm ba r B00 B05 B20
Gambar 4.5 Tekanan efektif rata-rata solar dan biodiesel
Perubahan tekanan efektif rata-rata biodiesel terhadap solar
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 810 1999 2800 3505 rpm % B20 B05 B00
Gambar 4.6 Perubahan tekanan efektif rata-rata biodiesel terhadap solar
Berdasarkan nilai hasil perhitungan tekanan efektif rata-rata, kerja yang dihasilkan per siklus pada putaran di bawah 2800 rpm pada pemakaian biodiesel relatif lebih rendah sekitar 10% terhadap pemakaian solar. Pada putaran antara 2800 rpm sampai 3400 rpm pemakaian biodiesel menunjukkan performa yang lebih baik, dimana tekanan efektif rata-rata dari biodiesel dapat melampaui nilai yang didapat dari penggunaan solar meski tidak lebih dari 5%.
4.1.1.3 Pemakaian Bahan Bakar Spesifik
Dalam pengujian prestasi, data yang diperoleh adalah laju aliran bahan bakar dengan satuan liter/jam. Dengan nilai densitas dari bahan bakar, maka dapat diketahui laju massa bahan bakar, untuk kemudian digunakan dalam perhitungan pemakaian bahan bakar spesifik (SFC).
Tabel 4.4 Pemakaian bahan bakar spesifik B00, B05, dan B20 dalam satuan gram/kWh
rpm B00 B05 B20 810 688,20 887,65 1000 1404 211,47 211,70 219,02 1599 210,99 207,62 211,49 1800 212,28 209,41 214,33 1999 215,03 212,28 216,35 2203 220,42 217,42 220,54 2397 227,24 223,32 226,62 2600 234,56 228,52 233,40 2800 240,67 234,06 238,12 3000 244,79 235,32 239,10 3198 250,14 238,80 237,44 3396 255,86 244,82 245,05 3505 257,40 247,47 250,22 3602 259,99 252,69 255,86
Spesific Fuel Consumption
180 230 280 330 380 430 480 800 1300 1800 2300 2800 3300 rpm gr am /k W h B00 B05 B20
Prosentase perubahan SFC biodiesel terhadap solar
-10 0 10 20 30 40 50 810 1800 2397 3000 3505 rpm % B00 B05 B20
Gambar 4.8 Prosentase perubahan SFC biodiesel terhadap SFC solar
Dari grafik SFC dapat diketahui bahwa pada putaran rendah di bawah 1000 rpm, terutama dalam kondisi idle, pemakaian bahan bakar spesifik sangat tinggi dan kemudian menurun saat beban makin tinggi. Penurunan SFC ini terjadi hingga suatu titik optimum di sekitar putaran 1400 rpm dan kemudian meningkat lagi seiring kenaikan pembebanan. Pola ini berlaku pada semua jenis sampel bahan bakar.
Sementara itu, berdasarkan data pemakaian bahan bakar spesifik dimana dalam perhitungannya melibatkan faktor massa jenis bahan bakar, dapat dihitung bahwa pemakaian biodiesel lebih efisien dibanding dengan penggunaan solar, B05 menurunkan SFC sebanyak rata-rata 2,5% terhadap solar sedangkan B20 hanya menurunkan SFC rata-rata 1%. Namun, pada putaran 3200 -3400 rpm, SFC biodiesel mampu lebih rendah hingga kisaran 5%.
Karena SFC menunjukkan seberapa besar pemakaian satuan massa bahan bakar dalam menghasilkan daya, maka dapat disimpulkan secara umum bahwa dari perhitungan pemakaian spesifik bahan bakar penggunaan sampel biodiesel lebih efisien daripada solar.
4.1.1.4 Efisiensi Termal
Parameter prestasi yang secara umum menjadi acuan untuk menentukan seberapa baiknya kerja mesin adalah efisiensi termal. Perhitungan nilai efisiensi termal menggambarkan besarnya daya yang dapat dihasilkan oleh mesin uji untuk setiap laju energi yang disuplai, dalam hal ini adalah laju energi dari bahan bakar. Analisis komparatif terhadap efisiensi termal akan menunjukkan komposisi bahan bakar yang paling menguntungkan, secara termodinamika, untuk digunakan dalam operasi mesin uji.
Tabel 4.5 Nilai efisiensi termal B00, B05, dan B20 dalam satuan persen (%)
rpm B00 B05 B20 810 12,28 2,15 9,38 1404 39,95 41,68 42,85 1599 40,04 42,49 44,37 1800 39,80 42,13 43,78 1999 39,29 41,56 43,37 2203 38,33 40,58 42,55 2397 37,18 39,51 41,41 2600 36,02 38,61 40,21 2800 35,10 37,69 39,41 3000 34,51 37,49 39,25 3198 33,78 36,95 39,52 3396 33,02 36,04 38,30 3505 32,82 35,65 37,50 3602 32,50 34,92 36,68
Efisiensi termal solar dan biodiesel
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 700 1200 1700 2200 2700 3200 3700 rpm % B00 B05 B20
Perubahan efisiensi termal biodiesel terhadap nilai efisiensi termal solar
-30 -20 -10 0 10 20 700 1200 1700 2200 2700 3200 3700 rpm % B00 sebagai acuan B05 B20
Gambar 4.10 Perubahan efisiensi termal biodiesel terhadap nilai efisiensi solar
Grafik efisiensi termal pada gambar 4.9 dan 4.10 menunjukkan penggunaan biodiesel memiliki efisiensi termal yang lebih baik dari pemakaian bahan bakar solar. Peningkatan efisiensi termal sejak putaran 1000 rpm pada pemakaian biodiesel dipicu oleh pemakaian SFC yang lebih rendah sekitar 2% sampai 5% dibanding solar, dan dengan lebih rendahnya nilai LHV biodiesel dibanding solar mengakibatkan peningkatan efisiensi termal pada B05 mencapai kisaran 5%-10%. Sedangkan pada B20 peningkatan yang terjadi berkisar 10% hingga mencapai 17% pada putaran di atas 3000 rpm.
4.1.2. Perbandingan Pencapaian Prestasi Biodiesel dengan penambahan MAZ 400 terhadap Biodiesel Tanpa Penambahan Aditif
Pembahasan parameter-parameter prestasi mesin disusun dengan menampilkan data pencapaian masing-masing parameter dari pemakaian B05, B05 + MAZ 400, B20, dan B20 + MAZ 400. Kemudian efek penambahan MAZ 400 terhadap perubahan nilai dari parameter tersebut ditampilkan dalam grafik yang menunjukkan kenaikan atau penurunan relatif terhadap pencapaian dari masing-masing komposisi biodiesel tanpa aditif. B05 + MAZ 400 dibandingkan hanya terhadap B05, sementara B20 + MAZ 400 terhadap B20 saja.
4.1.2.1 Momen putar dan Daya
Hasil pengukuran momen putar dan daya tercantum pada tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6 Momen putar dan daya dari pemakaian
biodiesel dan biodiesel + aditif
Momen putar (Nm) Daya (kW)
rpm B05 B05 + MAZ 400 B20 B20 + MAZ 400 B05 B05 + MAZ 400 B20 B20 + MAZ 400 810 1,59 1,64 1,20 1,18 0,13 0,13 0,10 0,09 1404 169,09 173,73 170,39 167,42 24,79 25,48 25,00 24,58 1599 169,16 174,42 169,96 166,66 28,37 29,20 28,51 27,93 1800 164,33 169,52 165,15 162,74 30,97 31,95 31,09 30,62 1999 157,36 161,59 158,80 153,91 32,95 33,84 33,22 32,22 2203 153,86 157,20 155,32 152,66 35,48 36,31 35,88 35,19 2397 153,32 154,99 155,29 153,22 38,52 38,91 38,97 38,54 2600 150,49 152,44 152,18 150,75 40,96 41,55 41,43 41,07 2800 148,04 150,56 149,97 149,22 43,42 44,16 43,98 43,71 3000 147,70 150,47 149,48 148,72 46,37 47,27 46,92 46,68 3198 143,98 146,36 145,70 145,51 48,23 49,19 48,81 48,80 3396 142,05 144,40 142,63 142,79 50,63 51,46 50,69 50,85 3505 140,48 140,94 139,51 137,55 51,45 51,58 51,15 50,39 3602 136,60 137,70 135,87 134,49 51,43 51,86 51,21 50,69
Torsi biodiesel dan biodiesel + aditif 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 700 1200 1700 2200 2700 3200 3700 rpm Nm B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Grafik pencapaian daya biodiesel dan biodiesel + aditif
0 10 20 30 40 50 60 700 1200 1700 2200 2700 3200 3700 rpm kW B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.12 Grafik pencapaian daya biodiesel dan biodiesel + MAZ 400
Pengaruh penambahan 1200 ppm MAZ 400 pada B05 terhadap pencapaian torsi
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 810 1800 2397 3000 3505 rpm % B05+MAZ400 B05
Gambar 4.13 Pengaruh penambahan 1200 ppm MAZ 400 pada B05 terhadap pencapaian momen putar
Pengaruh penambahan 1200 ppm MAZ 400 pada B20 terhadap pencapaian torsi
-12 -10 -8 -6 -4 -2 0 2 810 1800 2397 3000 3505 rpm % B20+MAZ 400 B20
Gambar 4.14 Pengaruh penambahan 1200 ppm MAZ 400 pada B20 terhadap pencapaian momen putar
Prosentase perubahan daya akibat penambahan MAZ 400 pada B05 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 810 1800 2397 3000 3505 rpm % B05+MAZ400 B05
Gambar 4.15 Pengaruh penambahan 1200 ppm MAZ 400 pada B05 terhadap pencapaian daya
Prosentase perubahan daya akibat penambahan MAZ 400 pada B20
-12,0 -10,0 -8,0 -6,0 -4,0 -2,0 0,0 2,0 810 1800 2397 3000 3505 rpm % B20+MAZ400 B20
Gambar 4.16 Pengaruh penambahan 1200 ppm MAZ 400 pada B20 terhadap pencapaian daya
Penambahan aditif MAZ 400 mencapai nilai keluaran momen putar maupun daya yang lebih baik dengan rata-rata peningkatan 2% untuk pemakaian bahan bakar B05. Pada putaran di bawah 2400 rpm penambahan MAZ 400 mampu bekerja secara optimal dengan menaikkan pencapaian momen putar serta daya hingga kisaran 3%. Sementara pada putaran tinggi, diatas 2400 rpm, penambahan MAZ 400 hanya memberikan kenaikan momen putar serta daya sekitar 1%.
Sedangkan pada B20, penambahan MAZ 400 memberikan dampak yang sebaliknya, yaitu mengurangi pencapaian momen putar dan daya. Pada putaran di bawah 2400 rpm, nilai daya ataupun momen putar turun sekitar 2% sementara
pada putaran di atas 2400 rpm nilai momen putar dan daya yang dihasilkan hanya turun sekitar 1% dari nilai yang dicapai pada pemakaian B20 tanpa aditif.
4.1.2.2 Tekanan Efektif Rata-Rata
Tekanan efektif rata-rata dari pemakaian biodiesel dan biodiesel dengan penambahan 1200 ppm MAZ 400 ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel 4.7 Tekanan efektif rata-rata (bar) biodiesel dan biodiesel + MAZ 400
rpm B05 B05 + MAZ 400 B20 B20 + MAZ 400 810 0,08 0,08 0,06 0,05 1404 8,48 8,71 8,55 8,40 1599 8,52 8,77 8,56 8,38 1800 8,26 8,52 8,29 8,17 1999 7,91 8,13 7,98 7,74 2203 7,73 7,91 7,82 7,67 2397 7,71 7,79 7,80 7,72 2600 7,56 7,67 7,65 7,58 2800 7,44 7,57 7,54 7,49 3000 7,42 7,56 7,51 7,47 3198 7,24 7,38 7,33 7,32 3396 7,16 7,27 7,16 7,19 3505 7,05 7,06 7,00 6,90 3602 6,85 6,91 6,82 6,75
Tekanan efektif rata-rata biodiesel dan biodiesel + aditif 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 700 1100 1500 1900 2300 2700 3100 3500 rpm ba r B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Perubahan nilai tekanan efektif rata-rata setelah penambahan MAZ 400 pada B05 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 810 1800 2397 3000 3505 rpm % B05+MAZ400 B05
Gambar 4.18 Perubahan nilai tekanan efektif rata-rata B05 + MAZ 400 terhadap nilai pencapaian B05
Perubahan nilai tekanan efektif rata-rata setelah penambahan MAZ 400 pada B20 -12 -10 -8 -6 -4 -2 0 2 810 1800 2397 3000 3505 rpm % B20+MAZ400 B20
Gambar 4.19 Perubahan nilai tekanan efektif rata-rata B20 + MAZ 400 terhadap nilai pencapaian B20
Dari grafik pada gambar 4.18 dan 4.19, tampak bahwa penambahan MAZ 400 sebagai aditif memiliki efek yang berbeda pada B05 dan B20. Kenaikan tekanan efektif rata-rata pada B05 mencapai puncaknya pada putaran 1800 rpm yaitu hingga 3,16 %. Sementara efek penurunan tekanan efektif rata-rata yang terjadi pada B20 mencapai nilai terbesar pada putaran 2000 rpm yaitu sebesar 3% terhadap nilai tekanan rata-rata B20 tanpa aditif.
4.1.2.3 Pemakaian bahan bakar spesifik
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan SFC dari pemakaian biodiesel dengan dan tanpa penambahan aditif.
Tabel 4.8 SFC biodiesel dan biodiesel + aditif dalam satuan gram/kWh
rpm B05 B05 + MAZ 400 B20 B20 + MAZ 400 810 887,65 863,94 1000 1111,11 1404 211,70 209,25 219,02 210,79 1599 207,62 206,67 211,49 220,16 1800 209,41 207,03 214,33 227,53 1999 212,28 211,58 216,35 221,50 2203 217,42 214,76 220,54 228,83 2397 223,32 221,22 226,62 208,99 2600 228,52 225,60 233,40 226,79 2800 234,06 229,50 238,12 233,41 3000 235,32 232,55 239,10 238,19 3198 238,80 237,50 237,44 238,03 3396 244,82 242,73 245,05 244,84 3505 247,47 244,91 250,22 250,78 3602 252,69 248,82 255,86 258,37
Spesific Fuel Consumption biodiesel dan biodiesel + aditif
180 230 280 330 380 430 480 800 1300 1800 2300 2800 3300 rpm gr a m /k W h B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Prosentase perubahan SFC setelah penambahan MAZ 400 pada B05
-3,0 -2,5 -2,0 -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 810 1800 2397 3000 3505 rpm % B05+MAZ400 B05
Gambar 4.21 Prosentase perubahan SFC B05 + MAZ 400 terhadap SFC B05
Prosentase perubahan SFC setelah penambahan M AZ 400 pada B20
-8,0 -4,0 0,0 4,0 8,0 12,0 810 1800 2397 3000 3505 rpm % B20+MAZ400 B20
Gambar 4.22 Prosentase perubahan SFC B20 + MAZ 400 terhadap SFC B20
Dari grafik Perubahan SFC pada gambar 4.20 dapat diketahui bahwa penambahan MAZ 400 sebagai aditif untuk fuel economizer dalam pengunaan bahan bakar biodiesel B05 bekerja efektif pada semua putaran operasi mesin uji dengan penurunan terbesar pada kondisi idle sebesar 2,67% dibandingkan nilai SFC tanpa aditif. Sementara pada B20, penurunan SFC hanya terjadi pada putaran 1400 rpm dan diantara 2300 rpm hingga 3000 rpm. Selebihnya penambahan MAZ 400 pada B20 tidak memberikan hasil yang positif.
4.1.2.4 Efisiensi Termal
Parameter prestasi yang dihitung dengan pencapaian daya, besarnya aliran bahan bakar, dan nilai kalor bahan bakar akan memberikan penilaian yang lebih komprehensif terhadap efek penambahan MAZ 400 dalam pemakaian biodiesel. Berikut ini adalah data hasil perhitungan efisiensi termal dari pemakaian biodiesel dan biodiesel + aditif.
Tabel 4.9 Nilai efisiensi termal biodiesel dan biodiesel + MAZ 400
rpm B05 B05 + MAZ 400 B20 B20 + MAZ 400 810 2,15 2,15 9,38 8,45 1404 41,68 42,16 42,85 44,52 1599 42,49 42,69 44,37 42,62 1800 42,13 42,61 43,78 41,24 1999 41,56 41,70 43,37 42,37 2203 40,58 41,08 42,55 41,01 2397 39,51 39,88 41,41 44,90 2600 38,61 39,11 40,21 41,38 2800 37,69 38,44 39,41 40,20 3000 37,49 37,94 39,25 39,40 3198 36,95 37,15 39,52 39,42 3396 36,04 36,35 38,30 38,33 3505 35,65 36,02 37,50 37,42 3602 34,92 35,46 36,68 36,32
Efisiensi termal biodiesel dan biodiesel + aditif
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 700 1200 1700 2200 2700 3200 3700 rpm % B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Prosentase perubahan efisiensi termal akibat penambahan M AZ 400 pada B05 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 810 1800 2397 3000 3505 rpm % B05+MAZ400 B05
Gambar 4.24 Prosentase perubahan nilai efisiensi termal akibat penambahan 1200 ppm MAZ 400 pada B05
Prosentase perubahan efisiensi termal akibat penambahan MAZ 400 pada B20
-15 -10 -5 0 5 10 810 1800 2397 3000 3505 rpm % B20+MAZ400 B20
Gambar 4.25 Prosentase perubahan nilai efisiensi termal akibat penambahan 1200 ppm MAZ 400 pada B20
Dari kedua grafik di atas dapat disimpulkan bahwa penambahan MAZ 400 pada B05 memberikan peningkatan efisiensi termal pada seluruh kecepatan putar mesin uji. Dan pada kondisi idle, kenaikan efisiensi termal yang terjadi hingga 2,7% dari nilai efisiensi termal B05 tanpa aditif.
Sedangkan penambahan B20 dengan 1200 ppm MAZ 400 hanya memberikan kenaikan nilai efisiensi pada kisaran putaran mesin 2300 rpm hingga 3000 rpm dengan puncak kenaikan sebesar 8,5% terhadap nilai efisiensi termal B20 yaitu pada putaran 2400 rpm.
4.1.3 Resume Hasil Uji Prestasi Mesin
Berikut ini adalah tabel komparasi berbagai parameter prestasi yang diperoleh dari penggunaan sampel bahan bakar dalam pengujian ini :
Tabel 4.10 Resume Perubahan hasil uji prestasi biodiesel terhadap solar
Kenaikan atau penurunan (%) nilai pencapaian parameter prestasi dari biodiesel terhadap nilai yang dicapai oleh penggunaan bahan bakar solar
Momen putar Daya Pe SFC Efisiensi termal rpm B05 B20 B05 B20 B05 B20 B05 B20 B05 B20 810 -17,8 -37,9 -22,5 -40,4 -22,5 -40,4 29,0 45,3 -18,1 -23,6 1404 -2,2 -1,5 -2,5 -1,7 -2,5 -1,7 0,1 3,6 4,3 7,3 1599 -3,7 -3,2 -3,5 -3,1 -3,5 -3,1 -1,6 0,2 6,1 10,8 1800 -5,9 -5,4 -5,9 -5,5 -5,9 -5,5 -1,4 1,0 5,9 10,0 1999 -7,8 -6,9 -7,7 -7,0 -7,7 -7,0 -1,3 0,6 5,8 10,4 2203 -6,7 -5,8 -6,7 -5,7 -6,7 -5,7 -1,4 0,1 5,9 11,0 2397 -3,0 -1,8 -3,0 -1,8 -2,9 -1,8 -1,7 -0,3 6,3 11,4 2600 -1,0 0,1 -1,1 0,1 -1,1 0,1 -2,6 -0,5 7,2 11,6 2800 1,3 2,6 1,3 2,6 1,3 2,6 -2,8 -1,1 7,4 12,3 3000 3,0 4,2 2,9 4,1 2,9 4,1 -3,9 -2,3 8,6 13,7 3198 0,7 1,9 0,7 1,9 0,7 1,9 -4,5 -5,1 9,4 17,0 3396 0,5 0,9 0,7 0,8 0,7 0,8 -4,3 -4,2 9,1 16,0 3505 -0,6 -1,2 -0,8 -1,3 -0,8 -1,3 -3,9 -2,8 8,6 14,3 3602 -2,6 -3,1 -2,8 -3,2 -2,8 -3,1 -2,8 -1,6 7,4 12,9
Tabel 4.11 Resume perubahan hasil uji prestasi B05 + MAZ 400 terhadap pencapaian prestasi B05
Selisih (%) pencapaian prestasi dari B05 + MAZ 400 terhadap B05 rpm Momen putar Daya Pe SFC Efisiensi termal 810 2,74 2,74 2,74 -2,67 2,74 1404 2,74 2,78 2,78 -1,15 1,17 1599 3,11 2,93 2,93 -0,46 0,46 1800 3,16 3,16 3,16 -1,14 1,15 1999 2,69 2,70 2,70 -0,33 0,33 2203 2,17 2,34 2,34 -1,22 1,24 2397 1,09 1,01 1,01 -0,94 0,94 2600 1,30 1,44 1,44 -1,28 1,30 2800 1,70 1,70 1,70 -1,95 1,98 3000 1,88 1,94 1,94 -1,18 1,19 3198 1,65 1,99 1,99 -0,54 0,55 3396 1,65 1,64 1,64 -0,86 0,86 3505 0,33 0,25 0,25 -1,04 1,05 3602 0,81 0,84 0,84 -1,53 1,56
Tabel 4.12 Resume pengaruh rata-rata hasil uji prestasi akibat penambahan MAZ 400 pada B20
Selisih (%) pencapaian prestasi dari B20 + MAZ 400 terhadap B20 rpm Momen putar Daya Pe SFC Efisiensi termal 810 -10,00 -10,00 -10,00 11,11 -10,00 1404 -1,68 -1,68 -1,68 -3,76 3,90 1599 -2,03 -2,03 -2,03 4,10 -3,94 1800 -1,51 -1,51 -1,51 6,16 -5,80 1999 -3,01 -3,01 -3,01 2,38 -2,32 2203 -1,92 -1,92 -1,92 3,75 -3,62 2397 -1,10 -1,10 -1,10 -7,77 8,43 2600 -0,87 -0,87 -0,87 -2,83 2,91 2800 -0,61 -0,61 -0,61 -1,98 2,02 3000 -0,51 -0,51 -0,51 -0,38 0,38 3198 -0,02 -0,02 -0,02 0,25 -0,25 3396 0,32 0,32 0,32 -0,08 0,08 3505 -1,49 -1,49 -1,49 0,23 -0,23 3602 -1,02 -1,02 -1,02 0,98 -0,97
Dari tabel 4.10 disimpulkan bahwa pemakaian sampel bahan bakar biodiesel mengakibatkan penurunan momen putar, daya, dan tekanan efektif rata-rata disertai peningkatan pemakaian bahan bakar spesifik. Hal ini lebih banyak dikarenakan nilai LHV biodiesel yang lebih rendah dibandingkan nilai LHV solar. Dari tabel 4.11 dan 4.12 disimpulkan bahwa penambahan MAZ 400 pada B05 memberikan efek yang positif bagi pencapaian seluruh parameter prestasi. Namun hal yang sama tidak mampu dicapai pada penambahan MAZ 400 sebagai aditif bagi B20.
4.2 Emisi
Data emisi NOx, CO, dan O2 diperoleh secara otomatis dari sistem exhaust
gas analyser, sementara data partikulat (soot) diperoleh dari smoke meter. Semua data emisi hidrokarbon (HC) diperoleh dengan menguji sampel gas buang menggunakan metode Gas Chromatography. Pembahasan terhadap data emisi yang diperoleh dari masing-masing pengujian mengacu kepada hasil uji sifat bahan bakar.
4.2.1 Perbandingan Emisi Biodiesel terhadap Solar
Dalam bagian ini dibahas perbandingan emsisi yang dihasilkan dari pemakaian biodiesel terhadap emisi yang dihasilkan saat pemakaian solar. Emisi yang dibandingkan meliputi NOx, CO, partikulat, dan HC.
4.2.1.1 Emisi NOx
Periode kritis pembentukan NOx terjadi saat temperatur gas pembakaran
pada keadaan maksimum, contohnya pada periode antara mulainya pembakaran sampai sesaat setelah tekanan puncak pada silinder tercapai. Kondisi seperti ini dapat meningkatkan laju pembentukan NOx. Sehingga dapat dikatakan bahwa jika
temperatur pembakaran yang tercapai makin tinggi, maka laju pembentukan NOx
akan ikut meningkat. Korelasi antara temperatur yang tinggi dengan pembentukan NOx disebabkan oleh sifat N2 yang terkandung pada udara masuk sebagai gas
inert, dimana oksidasi sulit terjadi kecuali pada kondisi tertentu misalnya temperatur yang sangat tinggi. Gambar 4.26 menampilkan temperatur gas buang dan gambar 4.27 menampilkan besarnya emisi NOx dari masing-masing
pemakaian sampel bahan bakar.
Temperatur gas buang pada solar dan biodiesel
300 350 400 450 500 550 1404 1999 2600 3198 3602 rpm de g C B20 B05 B00
Emisi NOx pada solar dan biodiesel 400 600 800 1000 1200 1400 1300 1800 2300 2800 3300 3800 rpm pp m B00 B05 B20
Gambar 4.27 Grafik emisi NOx dari pemakaian biodiesel dan solar
Prosentase perubahan emisi NOx dari pemakaian biodiesel terhadap solar
-10 0 10 20 30 40 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B20 B05 B00
Gambar 4.28 Prosentase perubahan nilai emisi NOx B05
dan B20 terhadap emisi NOx B00
Pada gambar 4.28, emisi NOx dari biodiesel lebih besar dibandingkan
dengan pemakaian sampel bahan bakar solar, begitu pula dengan temperatur gas buang yang dihasilkan oleh pemakaian biodiesel memiliki nilai yang lebih tinggi. Emisi NOx pada pemakaian B05 naik hingga 30% pada putaran 1400 rpm dan
yang lebih tinggi. Sementara dari pemakaian B20 emisi NOx naik sekitar 20%
pada putaran mesin 1400 rpm dan makin meningkat hingga lebih besar 30% dari nilai emisi NOx solar pada putaran tinggi di atas 2500 rpm.
4.2.1.2 Emisi CO
Pembentukan emisi CO dapat dipengaruhi terutama oleh kualitas proses pembakaran bahan bakar yang terjadi. Pada proses pembakaran yang sempurna akan terbentuk CO2, namun apabila oksidasi yang terjadi tidak cukup sempurna
akibat kurangnya pasokan oksigen saat komposisi bahan campuran bahan bakar dengan udara yang terlalu kaya, atau komposisi kimiawi dari bahan bakar mengakibatkan sulitnya oksidasi, maka CO yang akan terbentuk.
Gambar 4.29 menampilkan grafik emisi CO dari penggunaan sampel bahan bakar solar dan biodiesel.
Emisi CO solar dan biodiesel
0 50 100 150 200 250 300 1300 1800 2300 2800 3300 rpm pp m B00 B05 B20
Prosentase perubahan emisi CO dari pemakaian biodiesel terhadap solar
-100 -50 0 50 100 150 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B20 B05 B00
Gambar 4.30 Prosentase perubahan emisi CO dari pemakaian biodiesel terhadap nilai emisi CO solar
Dari gambar 4.30 diketahui bahwa emisi CO dari biodiesel lebih tinggi dari penggunaan solar. Hal ini dapat terjadi oleh karena viskositas yang lebih tinggi dari biodiesel, sehingga ukuran droplet yang lebih besar akan memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk sempurnanya proses oksidasi. Oleh sebab itu, penggunaan B20 yang memiliki viskositas paling tinggi, menghasilkan emisi CO yang mencapai dua kali lipat dari emisi CO pada pemakaian solar. Dan pada pemakaian B05, emisi CO yang terjadi makin bertambah tinggi bila dibandingkan dengan emisi solar seiring pertambahan putaran mesin.
4.2.1.3 Emisi partikulat
Smoke terdiri dari partikulat yang terbentuk dari adsorbsi karbon (soot) saat fase pembakaran terkontrol. Proses pembentukan soot sendiri terjadi dari bahan bakar yang telah terurai dan kemudian saling berikatan kembali memnbentuk struktur ikatan yang lebih besar dan kemudian berkoagulasi menjadi partikulat. Kandungan partikulat dalam gas buang kemudian diukur dalam satuan Bosch Index yang berdasar pada kepekatan gas buang. Gambar 4.31 menunjukkan grafik emisi partikulat.
Emisi partikulat solar dan biodiesel 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 1300 1800 2300 2800 3300 rpm B o sch I n d ex B00 B05 B20
Gambar 4.31 Grafik emisi partikulat solar dan biodiesel
Prosentase perubahan emisi partikulat pemakaian biodiesel terhadap solar
0 50 100 150 200 250 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B20 B05 B00
Gambar 4.32 Prosentase perubahan emisi partikulat biodiesel relatif terhadap emisi partikulat solar
Dari grafik 4.31 dan 4.32, dapat diketahui bahwa emisi partikulat dari pemakaian biodiesel lebih tinggi dari pemakaian solar. Pada pemakaian B05, emisi partikulat mencapai selisih yang paling tinggi, dengan kenaikan 200% relatif terhadap emisi partikulat solar pada puataran 2600 rpm sampai 3000 rpm.
Sedangkan pada pemakaian B20 kenaikan emisi partikulat naik hingga tiga kali lipat lebih besar atau naik 200% pada putaran 2000 rpm kemudian berangsur-angsur turun pada putaran yang lebih tinggi.
4.2.1.4 Emisi HC
Emisi HC terjadi karena adanya bahan bakar yang tidak teroksidasi dengan sempurna. Kandungan hidrokarbon pada bahan bakar kemudian ikut terbuang bersama gas buang dan terdeteksi dalam berbagai komposisi ikatan kimia, seperti metana, etana, propana, dan butana. Perhitungan total emisi HC dilakukan dengan mengakumulasi jumlah karbon dari semua jenis ikatan tersebut. Gambar 4.33 menunjukkan tingkat emisi HC dari pemakaian solar dan biodiesel.
Emisi HC solar dan biodiesel
0 10 20 30 40 50 60 70 80 1400 1900 2400 2900 3400 rpm ppm B00 B05 B20
Prosentase perubahan emisi HC dari pemakaian biodiesel terhadap solar
-50 0 50 100 150 200 250 1404 1800 2397 3000 3396 3602 rpm % B20 B05 B00
Gambar 4.34 Prosentase perubahan emisi HC biodiesel relatif terhadap solar
Dari grafik emisi HC dapat disimpulkan bahwa viskositas B20 yang lebih tinggi dari B05 dan solar mengakibatkan ukuran droplet yang lebih besar, sehingga proses atomisasi yang terjadi selama proses pembakaran tidak cukup baik dan dampak akhirnya adalah kenaikan emisi HC hingga 200% lebih tinggi pada pemakaian B20 di putaran 1800 rpm. Sementara pada pemakaian B05 diperoleh kenaikan emisi HC sebesar rata-rata 35%.
4.2.1.5 Emisi CO2
Nilai emisi CO2 dapat digunakan sebagai gambaran baik buruknya proses
pembakaran. Emisi CO2 dapat bertambah apabila jumlah kandungan oksigen yang
masuk ke ruang bakar untuk proses oksidasi lebih banyak atau dapat juga sebagai indikasi oksidasi bahan bakar yang labih baik.
Gambar 4.35 menunjukkan kadar emisi CO2 dari masing-masing
Emisi CO2 pada solar dan biodiesel 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5 10 1400 1800 2200 2600 3000 3400 rpm % B00 B05 B20
Gambar 4.35 Grafik emisi CO2 solar dan biodiesel
Prosentase perubahan emisi CO2pemakaian
biodiesel terhadap solar
-20 -15 -10 -5 0 5 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B20 B05 B00
Gambar 4.36 Prosentase perubahan emisi CO2 biodiesel
relatif terhadap emisi CO2 solar
Dari grafik 4.35 dan 4.36 terlihat bahwa emisi CO2 yang dimiliki oleh
solar lebih tinggi dibandingkan emisi CO2 pada pemakaian biodiesel B05 dan
B20. Hal ini mendukung hasil emisi partikulat (smoke), CO, serta emisi HC pada pembahasan sebelumnya dimana viskositas yang lebih kecil dari suatu sampel bahan bakar menjadikan pembakaran yang terjadi lebih sempurna karena proses atomisasi yang lebih baik.
4.2.2 Perbandingan Emisi Biodiesel dengan penambahan MAZ 400 terhadap Biodiesel Tanpa Penambahan Aditif
Pada bagian ini dibandingkan emisi dari pemakaian biodiesel dengan aditif relatif terhadap emisi biodiesel tanpa aditif. Hal ini ditujukan untuk melihat efek penambahan MAZ 400 terhadap emisi gas buang dari biodiesel.
4.2.2.1 Emisi NOx
Gambar 4.38 menunjukkan grafik emisi NOx pada pemakaian biodiesel
dengan dan tanpa penambahan aditif MAZ 400.
Temperatur gas buang biodiesel dan biodiesel + MAZ 400
400 420 440 460 480 500 520 540 1400 1800 2200 2600 3000 3400 rpm de g C B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.37 Temperatur gas buang biodiesel dan biodiesel + MAZ 400
Emisi NOx biodiesel dan biodiesel + MAZ 400
400 600 800 1000 1200 1400 1300 1800 2300 2800 3300 3800 rpm pp m B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Prosentase perubahan emisi NOx akibat penambahan MAZ 400 pada B05 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B05+MAZ400 B05
Gambar 4.39 Prosentase perubahan emisi NOx akibat penambahan
MAZ 400 pada B05
Prosentase perubahan emisi NOx akibat penambahan MAZ 400 pada B20 -15 -10 -5 0 5 10 15 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B20+MAZ400 B20
Gambar 4.40 Prosentase perubahan emisi NOx akibat penambahan
MAZ 400 pada B20
Penambahan MAZ 400 pada B05 menghasilkan tingkat emisi NOx yang
lebih tinggi pada semua putaran. Kenaikan emisi NOx pada B05 dengan
penambahan aditif terbesar senilai 8,5% terjadi pada putaran 2600 rpm. Sedangkan pada B20 + MAZ 400, emisi NOx dapat dikurangi pada putaran
kurang dari 2400 rpm, dengan selisih penurunan terbesar senilai 12% pada 1400 rpm.
4.2.2.2 Emisi CO
Penambahan aditif pada bahan bakar memungkinkan terjadinya perubahan karaterisktik proses pembakaran yang terjadi. Berikut ini ditunjukkan kadar emisi CO pada gas buang dari penggunaan biodiesel dengan dan tanpa penambahan MAZ 400.
Emisi CO pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 400 50 100 150 200 250 300 1300 1800 2300 2800 3300 rpm ppm B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.41 Emisi CO pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 400
Prosentase perubahan emisi CO B05+MAZ 400 relatif terhadap emisi CO B05
-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B05+MAZ400 B05
Gambar 4.42 Prosentase perubahan emisi CO B05 + MAZ 400 relatif terhadap emisi CO B05
Prosentase perubahan emisi CO B20+MAZ 400 relatif terhadap emisi CO B20
-40 -30 -20 -10 0 10 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B20+MAZ400 B20
Gambar 4.43 Prosentase perubahan emisi CO B20 + MAZ 400 relatif terhadap emisi CO B20
Penambahan MAZ 400 pada B05 menghasilkan emisi CO yang lebih tinggi yang berangsur-angsur mendekati nilai emisi CO B05 tanpa aditif seiring naiknya putaran mesin. Selisih kenaikan emisi CO tertinggi sebesar 73% terjadi pada putaran 1400 rpm. Sedangkan pada penambahan B20 dengan MAZ 400, emisi CO yang terjadi dapat dikurangi setelah putaran mesin mencapai 2200 rpm. Pengurangan emisi CO ini relaitf stabil meski putaran mesin bertambah tinggi. Selisih tertinggi pengurangan emisi CO saat pemakaian B20 + MAZ 400 sebesar 37% terjadi pada putaran 3000 rpm.
4.2.2.3 Emisi Partikulat
Pengukuran emisi partikulat menggunakan smoke meter merupakan pengukuran yang berbasis pada tingkat kepekatan kertas sampel yang dilalui oleh gas buang. Emisi partikulat mengindikasikan seberapa besar dan banyak partikel karbon (soot) pada gas buang yang bisa jadi berasal dari komposisi organik bahan bakar atau pelumas. Data emisi pertikulat dari pemakaian biodiesel baik dengan atau tanpa penambahan MAZ 400 sebagai aditif ditampilkan pada gambar 4.44.
Emisi partikulat pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 400
0,5 1 1,5 2 2,5 3 1300 1800 2300 2800 3300 rpm B os c h I nde x B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.44 Emisi partikulat pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 400
Prosentase perubahan emisi partikulat pada B05 + MAZ 400 terhadap emisi B05
-10 -5 0 5 10 15 20 25 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B05+MAZ400 B05
Gambar 4.45 Prosentase perubahan emisi partikulat pada B05 + MAZ 400 terhadap emisi B05
Prosentase perubahan emisi partikulat pada B20 + MAZ 400 terhadap emisi B20
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B20+MAZ400 B20
Gambar 4.46 Prosentase perubahan emisi partikulat pada B20 + MAZ 400 terhadap emisi B20
Penambahan MAZ 400 pada B05 cenderung untuk menaikkan emisi partikulat meski tidak secara konsisten pada semua putaran mesin. Kenaikan emisi partikulat terbesar dari pemakaian B05 + MAZ 400 jika dibandingkan terhadap emisi B05 adalah sebesar 22% dan terjadi pada putaran 1800 rpm.
Sedangkan pada penambahan MAZ 400 pada B20, penurunan emisi partikulat dapat terjadi sejak putaran 2600 rpm hingga putaran tinggi. Penuruna terbesar yaitu sebanyak 18% yang terjadi pada putaran 3200 rpm. Sementara pada putaran di bawah 2600 rpm emisi partikulat pada B20 + MAZ 400 justru lebih tinggi dari B20 tanpa penambahan MAZ 400. Kenaikan emisi partikulat terbesar pada B20 + MAZ 400 yaitu sebesar 22% yang terjadi pada putaran 1600 rpm.
4.2.2.4 Emisi HC
Emisi HC menunjukkan adanya proses oksidasi dan penguraian bahan bakar yang tidak sempurna. Penghitungan total karbon dari berbagai ikatan HC yang ada pada gas buang, baik pada pemakaian biodiesel tanpa aditif maupun dengan penambahan aditif, ditampilkan dalam bentuk grafik pada gambar 4.47.
Emisi HC pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 400 10 20 30 40 50 60 70 1400 1900 2400 2900 3400 rpm ppm B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.47 Emisi HC pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 400
Prosentase perubahan emisi HC B05 + MAZ 400 terhadap emisi HC B05 -45 -30 -15 0 15 30 45 1404 1800 2397 3000 3396 3602 rpm % B05+MAZ400 B05
Gambar 4.48 Prosentase perubahan emisi HC B05 + MAZ 400 terhadap emisi HC B05
Prosentase perubahan emisi HC B20 + MAZ 400 terhadap emisi HC B20 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 1404 1800 2397 3000 3396 3602 rpm % B20+MAZ400 B20
Gambar 4.49 Prosentase perubahan emisi HC B20 + MAZ 400 terhadap emisi HC B20
Penambahan MAZ 400 pada biodiesel secara umum mengurangi emisi HC yang pada gas buang. Pada B05, penambahan aditif menurunkan emisi HC hingga 30% pada putaran 3600 rpm. Sementara pada B20, penambahan MAZ 400 menurunkan emisi HC hingga 66% pada putaran 1800 rpm dan berangsur-angsur mendekati nilai emisi HC B20 tanpa aditif seiring bertambahnya putaran mesin.
4.2.2.5 Emisi CO2
Nilai emisi CO2 dari pemakaian sampel bahan bakar biodiesel dengan dan
tanpa aditif ditunjukkan pada gambar 4.50.
Emisi karbon dioksida biodiesel dan biodiesel + MAZ 400 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5 1400 1800 2200 2600 3000 3400 rpm % B05 B05+additive B20 B20+additive
Prosentase perubahan emisi CO2 B05+MAZ 400 terhadap emisi CO2 B05 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B05+MAZ400 B05
Gambar 4.51 Prosentase perubahan emisi CO2 B05 + MAZ 400
terhadap emisi CO2 B05
Prosentase perubahan emisi CO2akibat
penambahan MAZ 400 pada B20
0 1 2 3 4 1404 1999 2600 3198 3602 rpm % B20+MAZ400 B20
Gambar 4.52 Prosentase perubahan emisi CO2 B20 + MAZ 400
terhadap emisi CO2 B20
Hasil emisi CO2 memberikan kesimpulan bahwa penambahan MAZ 400
pada B05 dan B20 memberikan hasil yang bertolak belakang. Emisi CO2 pada
B05 + MAZ 400 lebih rendah sekitar 4% dari emisi pada B05 tanpa aditif pada semua putaran, sementara emisi CO2 pada B20 + MAZ 400 lebih tinggi sekitar
4.2.6 Resume Emisi
Dari data dan perhitungan berbagai emisi yang dihasilkan pada pengujian dengan masing-masing sampel bahan bakar yang berbeda, berikut ini ditampilkan tabel yang berisi resume hasil perbandingan emisi antara pemakaian solar dengan biodiesel, dan perubahan emisi pada pemakaian biodiesel saat ditambahkan aditif.
Tabel 4.13 Resume perbandingan emisi biodiesel terhadap solar
Kenaikan atau penurunan (%) nilai emisi dari biodiesel terhadap nilai emisi dari penggunaan bahan bakar solar
NOx CO Partikulat HC CO2 rpm B05 B20 B05 B20 B05 B20 B05 B20 B05 B20 1404 30,8 24,1 -36,0 33,3 66,0 58,8 -22,4 121,8 -5,9 -9,9 1599 31,5 18,3 -52,7 9,6 52,5 80,6 -11,5 -17,3 1800 19,2 8,3 -5,5 132,7 30,5 78,0 22,1 203,4 -5,4 -11,4 1999 9,0 2,1 2,6 139,7 129,6 195,4 -3,5 -9,6 2203 3,8 -0,9 10,3 130,3 152,4 158,8 -0,9 -6,9 2397 1,6 11,3 23,2 120,1 176,7 171,7 39,1 170,4 -3,3 -8,8 2600 4,6 27,5 30,3 107,6 197,6 166,6 -3,7 -10,1 2800 5,8 34,8 41,9 102,3 168,4 120,1 -3,5 -10,6 3000 9,1 33,3 56,8 110,2 204,5 143,6 36,7 99,2 -2,1 -8,9 3198 9,6 35,6 64,5 120,5 152,6 91,2 -2,0 -8,5 3396 12,7 35,8 57,4 117,5 106,8 58,4 35,3 101,7 -1,4 -8,6 3505 10,9 24,3 69,4 121,9 127,6 72,6 -0,1 -6,6 3602 9,0 10,7 67,0 120,0 126,6 81,9 55,3 26,4 -1,1 -7,8
Tabel 4.14 Resume prosentase perubahan emisi akibat penambahan MAZ 400 pada B05
Selisih (%) emisi dari B05 + MAZ 400 terhadap nilai emisi B05
rpm NOx CO Partikulat HC CO2 1404 3,8 73,3 3,9 42,0 -3,2 1599 4,2 61,8 -6,7 -3,4 1800 5,0 53,8 22,1 -3,3 -3,7 1999 6,0 50,0 12,5 -3,9 2203 7,1 37,4 -2,5 -4,0 2397 8,1 34,0 -1,2 -15,6 -3,9 2600 8,4 26,5 0,0 -3,9 2800 8,1 24,6 14,0 -3,8 3000 7,1 11,6 0,6 -18,6 -3,7 3198 6,1 7,8 -3,5 -3,7 3396 5,5 8,3 11,3 -19,4 -3,7 3505 5,2 1,3 -6,9 -3,7 3602 5,0 -3,0 -7,9 -29,6 -3,6
Tabel 4.15 Resume prosentase perubahan emisi akibat penambahan MAZ 400 pada B20
Selisih (%) emisi dari B20 + MAZ 400 terhadap nilai emisi B20
rpm NOx CO Partikulat HC CO2 1404 -11,8 -0,7 15,9 -55,3 4,1 1599 -6,7 3,9 21,7 3,3 1800 -4,9 4,7 18,3 -65,4 2,9 1999 -8,3 4,8 19,4 3,7 2203 -3,3 -28,9 3,1 3,2 2397 1,9 -29,3 0,6 -35,0 3,6 2600 3,5 -35,0 -4,8 3,2 2800 2,9 -31,6 -6,5 2,5 3000 9,2 -37,3 -13,3 -40,9 2,7 3198 10,6 -34,4 -18,3 2,7 3396 7,4 -28,6 -5,6 -41,6 1,7 3505 -2,3 -30,0 2,7 2,7 3602 -0,4 -27,3 -1,6 -3,9 2,2
Dari data emisi dapat diketahui bahwa secara umum emisi HC, partikulat, dan CO saat pemakaian biodiesel lebih tinggi. Hal ini dapat diakibatkan oleh faktor viskositas yang menurunkan kualitas penguraian dan oksidasi bahan bakar selam prose pembakaran. Sementara penambahan MAZ 400 sebagai aditif untuk biodiesel memberikan peningkatan kualitas emisi dimana nilai CO, HC, dan partikulat relatif turun pada pemakaian B20. Namun tidak demikian dengan penambahan aditif pada B05, dimana secara umum dapat dikatakan bahwa emisi yang terjadi justru sedikit lebih buruk relatif terhadap nilai emisi B05 tanpa aditif.
4.3 Deposit
Analisis pembentukan deposit dilakukan dengan tujuan menemukan komposisi bahan bakar yang paling sedikit meninggalkan timbunan deposit di ruang bakar. Pengukuran deposit dilakukan pada beberapa komponen dengan beberapa prosedur. Untuk piston crown dan daerah cylinder head dilakukan pengangkatan deposit dan kemudian ditimbang, untuk deposit pada katup isap dan buang dilakukan rating terhadap kondisi katup sesuai standar CRC manual no.16.
4.3.1 Deposit pada puncak piston dan kepala silinder
Hasil dokumentasi kondisi awal dan setelah rangkaian pengujian berakhir ditampilkan per silinder pada saat sebelum dan sesudah uji ketahanan dari pemakaian masing-masing sampel bahan bakar.
B00 B05 B05+MAZ 400 B20 B20+MAZ 400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
Gambar 4.53 Puncak piston silinder 1
Meskipun dari gambar terlihat deposit lebih pekat, namun saat dibersihkan deposit pada pemakaian B20+MAZ400 lebih mudah dibandingkan deposit dari B20. Hal yang sama juga terjadi pada piston dari silinder yang lain.
B00 B05 B05+MAZ 400 B20 B20+MAZ 400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
B00 B05 B05+MAZ 400 B20 B20+MAZ 400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
Gambar 4.55 Puncak piston silinder 3
B00 B05 B05+MAZ 400 B20 B20+MAZ 400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
B00 B05 B05+MAZ 400 B20 B20+MAZ 400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
Gambar 4.57 Kepala silinder dari silinder 1
Seperti pada puncak piston, pada kepala silinder pun juga terjadi hal yang sama, dimana meskipun pada gambar tampak deposit yang lebih tebal, namun pada saat pengangkatan deposit, dari B05+MAZ400, lebih mudah.
B00 B05 B05+MAZ 400 B20 B20+MAZ 400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
B00 B05 B05+MAZ 400 B20 B20+MAZ 400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
Gambar 4.59 Kepala silinder dari silinder 3
Kemudahan pengangkatan deposit meski dari gambar tampak lebih tebal, juga terjadi pada kepala silinder yang lain. Oleh karena itu, penilaian visual dirasa tidak tepat sebagai parameter.
B00 B05 B05+MAZ 400 B20 B20+MAZ 400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
Gambar 4.60 Kepala silinder dari silinder 4
Untuk mengetahui dengan lebih tepat jumlah timbunan deposit dari masing-masing pemakaian sampel bahan bakar dan untuk melakukan analisis
berdasarkan sifat bahan bakar, maka penulis menampilkan grafik massa deposit yang diangkat dari kepala silinder dan daerah puncak piston pada gambar 4.61.
Combustion chamber deposite
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8
Fuel sample usage
gr a m B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.61 Massa deposit pada ruang bakar
Apabila kita perhatikan grafik yang terdapat pada gambar 4.61, maka jumlah deposit yang terjadi dengan pemakaian biodiesel lebih banyak dibandingkan dengan pemakaian solar. Sementara dari pemakaian B05 dan B20, terlihat jelas peningkatan jumlah deposit yang terjadi. Dan jika kita melihat hasil dokumentasi pada rangkaian gambar ruang bakar yang ditampilkan, jelas bahwa pada ruang bakar deposit yang terbentuk adalah sisa karbon dari bahan bakar yang masuk selama proses uji ketahanan berlangsung. Perlu diketahui bahwa panjang rantai karbon serta komposisi gliserin sangat mempengaruhi produksi deposit di ruang bakar. Dan apabila hasil pengambilan deposit ini dihubungkan dengan sifat bahan bakar B05 dan B20, maka terlihat bahwa nilai total glycerin B20 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang dimiliki oleh B05. Analisis ini juga didukung oleh data hasil uji bahan bakar dimana nilai CCR (Conradson Carbon Residu) terhadap 10% residu destilasi B20 lebih tinggi dibandingkan nilai CCR 10% residu destilasi B05.
Sedangkan dari data pengukuran massa deposit pada ruang bakar ini dapat diamati bahwa penambahan aditif MAZ 400 memberikan dampak positif dengan
mengurangi jumlah penumpukan deposit pada ruang bakar, baik bagi penggunaan B05 maupun penggunaan B20.
4.3.2 Deposit pada katup isap dan katup buang
Berikut ini adalah dokumentasi kondisi katup isap dan katup buang yang disusun berdasarkan nomor silinder. Dalam penyajian dokumentasi tersebut juga disertakan ukuran kebaikan (rating) yang mengacu pada standar CRC manual no.16 section 4. Rating hanya dilakukan pada kondisi katup setelah pengujian ketahanan. Hal ini disebabkan adanya rekondisi katup sebelum pengujian untuk masing-masing pemakaian sampel bahan bakar sehingga setiap katup pada awal sebelum pengujian ketahanan memiliki rating 10 yang berarti katup bebas dari timbunan deposit. B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur
ance Test 50 hour
s
Mer
it
ra
ting 8,5 8,3 8,3 8,5 8,5
Gambar 4.62 Katup isap silinder 1
Rating diberikan melalui pengamatan visual dan kemudian katup ditimbang untuk mengetahui besarnya kandungan deposit pada masing-masing katup.
B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s Mer it ra ting 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5
Gambar 4.63 Katup buang silinder 1
Secara visual tidak ada perbedaan dari katup buang pada silinder 1.
B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur
ance Test 50 hour
s
8,5 8,5 8,3 8,3 8,5
B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s Mer it ra ting 8,5 8,3 8,5 8,5 8,5
Gambar 4.65 Katup buang silinder 2
Secara visual, pada katup dari pemakaian B05 terdapat deposit yang paling tebal. B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur
ance Test 50 hour
s
8,5 8,5 8,5 8,5 8,3
B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s Mer it ra ting 8,5 8 8,5 8,5 8,5
Gambar 4.67 Katup buang silinder 3
Seperti pada katup buang silinder 2, pemakaian B05 memberikan timbunan deposit yang paling tebal di antara pemakaian bahan bakar yang lain.
B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5
B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s Mer it ra ting 8,3 8 8,5 8,5 8,5
Gambar 4.69 Katup buang silinder 4
Rating dilakukan hanya dengan melihat secara visual kondisi katup, namun untuk memastikan hasil rating, terkait dengan ketepatan pembahasan, maka berikut ini ditampilkan grafik deposit yang diukur dengan mencari selisih nilai massa katup sebelum dan sesudah pengujian ketahanan.
Intake valve deposite
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 1 2 3 4 Number of cylinder gr a m B00 B05 B05+add B20 B20+add
Exhaust valve deposite 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 1 2 3 4 Number of cylinder gr a m B00 B05 B05+additive B20 B20+additive
Gambar 4.71 Massa deposit pada katup buang
Dari massa deposit katup, baik pada katup isap maupun pada katup buang, terlihat bahwa rata-rata timbunan deposit yang terjadi pada pemakaian biodiesel lebih berat dibandingkan dengan pemakaian solar. Analisis penulis terhadap hal tersebut sama seperti analisis terhadap deposit pada ruang bakar, dimana penimbunan deposit diakibatkan oleh kandungan total free glycerin yang dikandung pada suatu bahan bakar akan mempersulit pemutusan rantai karbon dan menimbulkan timbunan deposit dengan massa yang lebih berat.
4.4 Uji injektor
Kualitas pembakaran bergantung pada beberapa hal, termasuk diantaranya adalah kinerja injektor dalam memasukkan bahan bakar ke ruang bakar. Dalam pengujian ini, parameter yang diukur untuk mengetahui perubahan kinerja injektor adalah volume penyemprotan yang dihasilkan dari jumlah stroke dan putaran yang ditentukan serta bentuk semprotan bahan bakar yang keuar dari injektor. Jumlah stroke sendiri telah ditentukan yaitu sebanyak 50 kali stroke pada 200 rpm pada kondisi full throttling. Berikut ini adalah dokumentasi bentuk semprotan yang diinjeksikan dan disertakan juga setelahnya grafik perubahan volume injeksi yang terukur.
B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
Gambar 4.72 Bentuk semprotan bahan bakar dari injektor pada silinder 1
B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
Gambar 4.73 Bentuk semprotan bahan bakar dari injektor pada silinder 2 Jika diperhatikan, pada pemakaian B20 tanpa MAZ 400, garis semprotan tampak paling tegas. Dan hal ini dapat menandakan ukuran droplet yang dihasilkan dari semprotan nosel paling besar.
B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
Gambar 4.74 Bentuk semprotan bahan bakar dari injektor pada silinder 3
B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400 Bef o re E ndur ance T est 50 hour s Af ter E ndur ance Test 50 hour s
Gambar 4.75 Bentuk semprotan bahan bakar dari injektor pada silinder 4 Dari semua silinder, tampak bahwa garis semprotan injektor pada pemakaian B20 selalu paling tegas dibandingkan dengan hasil semprotan pada pemakaian jenis bahan bakar yang lainnya.
Kerugian aliran semprotan -16 -12 -8 -4 0 4 8 1 2 3 4 Cylinder number % B00 B05 B05+additive B20 B20+additive
Gambar 4.76 Selisih volume injeksi sesudah uji ketahanan
Pada gambar 4.76 tampak bahwa terjadi peningkatan volume flow loss saat pemakaian bahan bakar B05 jika dibandingkan dengan pemakaian solar, hal ini dapat diakibatkan oleh lebih tingginya viskositas dari B05. Namun demikian, dengan penambahan MAZ 400 pada B05, rata-rata volume flow loss yang terjadi pada pemakaian B05 dapat ditekan. Sementara itu, pada pemakaian B20, dapat dilihat bahwa dari grafik volume injeksi terdapat peningkatan nilai volume yang diinjeksikan. Analisa terhadap hal ini adalah bahwa hal tersebut dimungkinkan, jika melihat pada dokumentasi bentuk semprotan, akibat viskositas yang terlalu tinggi sehingga terjadi keausan pada injektor. Volume yang dikeluarkan setelah terjadi keausan dapat lebih banyak, namun kuailtas pengabutan yang terjadi lebih rendah, dimana hal tersebut tampak dari bentuk semprotan yang sangat kontras dan tegas pada hasil dokumentasi yang menandakan bahwa droplet yang terbentuk lebih besar dibandingkan droplet yang terbentuk pada pemakaian sampel bahan bakar yang lainnya.
4.5 Analisis Pelumas
Pada akhir pengujian, dilakukan sampling pelumas yang telah digunakan untuk masing-masing pemakaian sampel bahan bakar. Sampel pelumas ini kemudian dikirim ke PetroLab Service untuk dianalisis. Bersama dengan sampel-sampel pelumas tersebut, juga dikirimkan pelumas sejenis yang masih baru sebagai pembanding. Hasil analisis ini digunakan sebagai data pendukung dalam mengevaluasi pengaruh pemakaian MAZ 400 pada biodiesel. Parameter dari pelumas yang dianalisis meliputi viskositas, bilangan basa total ( Total Base Number ), kadar oksidasi, dan kandungan logam pada pelumas.
4.5.1 Viskositas Pelumas
Viskositas dari pelumas menunjukkan besarnya tahanan dari pelumas untuk mengalir. Viskositas ini bergantung pada struktur molekul yang dimilki oleh pelumas. Struktur molekul suatu pelumas dapat terpecah oleh gaya geser mekanik yang dialaminya, sehingga apabila hal tersebut terjadi, maka viskositas pelumas akan menurun. Namun demikian, viskositas pelumas juga dapat dipengaruhi oleh partikulat terlarut dimana dengan kehadiran partikulat terlarut dalam pelumas akan menambah viskositasnya. Hal lain yang secara kimiawi mempengaruhi kekentalan pelumas pada temperatur tinggi adalah efek dari kandungan viscousity index improver pada pelumas.
Viskositas @100 deg C 13,1 13,15 13,2 13,25 13,3 13,35 13,4 13,45 13,5
Fuel sample usage
cS t B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Penurunan Viskositas @100 deg C 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00
Fuel sample usage
% B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.78 Penurunan viskositas pelumas terhadap spesifikasi awal
Dari gambar 4.77 dan 4.78 dapat disimpulkan bahwa penurunan viskositas pada 100 oC paling besar terjadi pada pemakaian bahan bakar solar, yaitu sampai 6,5% dari spesifikasi awal pelumas. Hal ini dapat berarti geseran (shearing) yang terjadi pada saat pemakaian solar lebih besar dari pada pemakaian biodiesel atau dapat juga berarti berkurangnya efek kandungan viscousity improver additive pada pelumas saat pemakaian solar lebih besar dibandingkan saat pemakaian biodiesel. Berkurangnya efek ketahanan viskositas atas kenaikan temperatur ini dapat diakibatkan oleh proses kimiawi antara pelumas dengan bahan bakar.
Sementara penambahan MAZ 400 pada kedua jenis sampel biodiesel memberikan efek yang lebih baik terhadap ketahanan viskositas pelumas. Pada pemakaian B05 dengan aditif MAZ 400, penurunan viskositas pelumas lebih rendah 3% dari pemakaian B05 tanpa aditif. Sedangkan pada B20, penambahan MAZ 400 mengurangi penurunan kekentalan pelumas sebanyak 4%.
4.5.2 Oksidasi dan Total Base Number ( TBN )
Oksidasi merupakan bentuk perusakan pelumas secara kimiawi. Zat kimia yang dikandung oleh pelumas bereaksi dengan oksigen pada temperatur tinggi, secara terus menerus sehingga memudahkan terjadinya oksidasi. Efek dari adanya
oksidasi ini adalah munculnya senyawa asam yang berpotensi menimbulkan korosi pada komponen-komponen mesin. Gambar 4.79 menampilkan kadar oksidasi pada pelumas sisa pengujian.
Oksidasi 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06
Fuel sample usage
A /0, 1mm B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.79 Grafik oksidasi pelumas
Pada gambar 4.79 dapat diketahui bahwa oksidasi yang terjadi pada pemakaian bahan bakar solar lebih rendah dibanding dengan pemakaian bahan bakar biodiesel. Tingkat oksidasi yang terjadi akan mempengaruhi bilangan basa total dari pelumas. TBN sendiri menunjukkan kemampuan pelumas untuk menetralisir asam hasil oksidasi. Pengaruh kekurangan TBN pada mesin adalah meningkatnya kecenderungan timbulnya karat akibat pelumas yang tidak mampu menetralisir oksidasi yang terjadi dari pembakaran yang cenderung bersifat asam dan berpotensi menimbulkan korosi.
Gambar 4.80 menampilkan bilangan basa total dari masing-masing pemakaian sampel bahan bakar dan dilanjutkan dengan gambar 4.81 yang menunjukkan prosentase penurunan TBN pelumas pasca pengujian dibandingkan dengan spesifikasi pelumas awal.
Total Base Number
10 10,4 10,8 11,2
Fuel sample usage
m g KO H/ g B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.80 Nilai Total Base Number
Penurunan TBN 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00
Fuel sample usage
% B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.81 Penurunan Total Base Number terhadap spesifikasi awal
Pada gambar 4.81 dapat dilihat bahwa penurunan TBN terbesar terjadi saat pengujian dengan pemakaian sampel bahan bakar B05 yaitu sebesar 10%, kemudian disusul dengan B20 sebesar 5%, dan solar sebesar 4%. Dari gambar 4.81 juga dapat diketahui bahwa penambahan MAZ 400 sebagai aditif pada B05 memberikan tingkat penurunan TBN yang lebih rendah 5% dan pada B20 memberikan tingkat penurunan TBN yang juga lebih rendah, namun hanya sekitar 1%. Turunnya nilai TBN dapat diakibatkan oleh oksidasi yang terjadi pada pelumas akibat tingginya temperatur operasi. Dan apabila dilihat dari temperatur
gas buang pada pembahasan sebelumnya, tampak bahwa temperatur gas buang biodiesel memang lebih tinggi dari solar.
4.5.3 Kandungan logam
Sampel pelumas yang dipakai dalam pengujian memiliki kandungan logam yang dapat diartikan sebagai indikasi terjadinya keausan pada beberapa komponen atau dapat juga berarti adanya kandungan logam pada bahan bakar yang selama pengujian mungkin bercampur dengan pelumas, misalnya akibat fenomena blow by. Tabel 4.16 menunjukkan kadar kandungan logam pada hasil uji pelumas yang dilakukan oleh Petrolab Service semnetara referensi keausan logam pada mesin ditunjukkan pada tabel 4.17.
Tabel 4.16 Kadar kandungan logam (ppm) pada pelumas pasca pengujian
Jenis logam B00 B05 B05+additive B20 B20+additive
Iron (Fe) 9 9 9 9 10 Copper (Cu) 3 2 2 2 2 Aluminium (Al) 0 0 0 0 0 Chromium (Cr) 2 4 3 5 6 Nikel (Ni) 0 1 0 0 0 Tin (Sn) 0 0 0 0 0 Lead (Pb) 1 6 6 6 7
Tabel 4.17 Referensi keausan logam pada mesin[16]
When trace metals are detected, the following components could be responsible Iron Fe Copper Cu Lead Pb Aluminium Al Silicon Si Chromium Cr Tin Sn Sodium Na Potassium K Journal Bearings x x x x Bushings x x x x Cam Shaft x Coolant Additives x x x x Crankshaft x Cylinder Wall x x Exhaust Valve x x Anti-Friction Bearing x Gasket x x Gasoline Additive x x
Tabel 4.17 (Lanjutan)
Housing/Castings x x x
Ingested Dirt x x
Oil Additive x x x
Oil Cooler x
Oil Pump Bushing x x x x
Oil Pumps x x Piston x x x Rings x x Thrust Washers x x x x Timing Gear x Turbo-charger x x Valve Guides x x Valve Train x Wrist Pin-Bushing x x x x Wrist Pins x
4.5.3.1 Kandungan besi pada pelumas
Partikel besi yang terkandung pada pelumas pasca pengujian dapat berasal dari beberapa komponen, mengingat keberadaan besi sebagai unsur logam yang terkandung pada sebagian besar komponen pada mesin. Grafik tingkat konsentrasi kandungan besi pada pelumas ditunjukkan pada gambar 4.82
Kandungan besi 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Fuel sample usage
ppm B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Kandungan besi yang terdeteksi pada pelumas memiliki konsentrasi yang sama antara pemakaian bahan bakar solar dengan biodiesel. Hal ini dapat berarti adanya tingkat keausan yang sama pada komponen-komponen seperti dinding silinder ruang bakar, roda gigi, sistem katup, dan crankshaft baik ketika memakai bahan bakar solar maupun biodiesel. Penambahan aditif MAZ 400 pada B05 tidak mengurangi tingkat konsentrasi kandungan besi pada pelumas, sementara penambahan MAZ 400 pada B20 meningkatkan kandungan besi pada pelumas hingga sekitar 10% terhadap kandungan besi pada pelumas saat pemakaian sampel B20 saja.
4.5.3.2 Kandungan tembaga pada pelumas
Keberadaan tembaga pada pelumas dapat diakibatkan antara lain oleh keausan pada komponen bushing, thrust washer, atau pada pipa saluran oli. Pada gambar 4.83 ditunjukkan grafik kandungan tembaga pada pelumas bekas pengujian. Kandungan tembaga 0 1 2 3 4 5 6
Fuel sample usage
ppm B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.83 Grafik kandungan tembaga
Dari gambar 4.83 tampak bahwa pelumas pada pemakaian bahan bakar solar memiliki kandungan tembaga yang dapat dikatakan sama dengan pemakaian biodiesel. Sementara penambahan MAZ 400 tidak berpengaruh terhadap konsentrasi kandungan logam tembaga pada pelumas.
4.5.3.3 Kandungan krom pada pelumas
Kandungan Chromium (Cr) dapat mengindikasi terjadinya keausan pada ring, rod, maupun exhaust valve yang dilapisi oleh krom. Dari analisis kandungan logam pada pelumas yang dipakai selama pengujian, diperoleh grafik yang ditunjukkan pada gambar 4.84.
Kandungan krom 0 1 2 3 4 5 6 7
Jenis sampel bahan bakar
ppm B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.84 Grafik kandungan krom pada pelumas
Dari grafik kandungan krom diketahui bahwa pada pemakaian solar, kandungan krom pada pelumas lebih rendah daripada pemakaian sampel bahan bakar biodiesel. Sedangkan dengan penambahan aditif MAZ 400 pada B05, konsentrasi kandungan krom pada pelumas tercatat menurun. Sebaliknya hasil analisis pelumas pada B20 dengan aditif menunjukkan konsentrasi krom meningkat.
4.5.3.4 Kandungan timbal pada pelumas
Timbal (Pb) umumnya terkandung pada bahan bakar maupun pada aditif. Dari analisis terhadap kandungan timbal (Pb), terdapat hasil yang menunjukkan bahwa pada pemakaian biodiesel diperoleh konsentrasi timbal yang lebih tinggi pada pelumas. Penambahan MAZ 400 hanya berpengaruh terhadap pemakaian B20, dimana konsentrasi kandungan timbal pada B20 dengan MAZ 400
meningkat. Grafik kandungan timbal pada pelumas yang dipakai untuk masing-masing pengujian ditampilkan pada gambar 4.85.
Kandungan timbal 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis sampel bahan bakar
pp m B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400
Gambar 4.85 Kandungan timbal pada pelumas
4.5.3.5 Kandungan nikel pada pelumas
Kandungan nikel pada pelumas dapat berasal dari keausan pada katup. Dari hasil analisis terhadap pelumas pasca pengujian diperoleh bahwa kandungan nikel hanya terdeteksi pada pemakaian biodiesel B05 tanpa aditif, meskipun hanya 1 ppm. Sementara pada pemakaian sampel bahan bakar yang lain tidak tampak ada kandungan nikel.
Kandungan nikel 0 1 2 3 4 5
Fuel sample usage
pp m B00 B05 B05+MAZ400 B20 B20+MAZ400