• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN METODE HILL CIPHER UNTUK KRIPTOGRAFI PADA CITRA DIGITAL. Muhammad Rizal 1), Afdal 2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN METODE HILL CIPHER UNTUK KRIPTOGRAFI PADA CITRA DIGITAL. Muhammad Rizal 1), Afdal 2)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

Sains Riset Volume V No.1 Maret 2015

Sains Riset Volume V No.1 Maret 2015

1

PENGGUNAAN METODE HILL CIPHER UNTUK KRIPTOGRAFI PADA CITRA DIGITAL

Muhammad Rizal 1), Afdal 2)

Program Studi Magister Teknik Informatika, Universitas Sumatera Utara Jl. dr. Mansur No. 9 Padang Bulan, Medan 20155, Sumatera Utara

muhammadrizal894@gmail.com afdalkhattil@gmail.com

ABSTRAK

Penggunaan metode Hill Cipher untuk pembuatan aplikasi Kriptografi merupakan salah satu teknik penyandian teks. Penggunaan metode Hill Cipher diperluas dari teks ke Citra Digital bertipe JPG,BMP dan GIF. Matriks yang dipakai berordo 2x2 dan 3x3. Pengujian data menunjukkan bahwa Hill Cipher cocok untuk enkripsi citra dengan variasi nilai RGB antar piksel berdekatan yang tinggi (seperti foto atau gambar), tapi tidak cocok untuk citra dengan variasi nilai RGB yang rendah (seperti gambar kartun) karena pola citra asli tidak dapat maksimal untuk menyandi citra asli tersebut. Hill Cipher memiliki kelemahan dalam menggunakan matriks kunci yang memiliki nilai determinan yaitu 1. Untuk pemakaian biasa, dengan pemilihan matriks kunci yang baik, Hill Cipher dapat dipakai untuk penyandian karena melibatkan operasi matriks biasa sehingga prosesnya relatif cepat.

Kata kunci: Hill Cipher, Kriptografi, Citra Digital

PENDAHULUAN

Kriptografi dirasakan semakin penting. Keamanan pengiriman informasi melalui

komputer menjadi bagian yang tak

terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan peningkatan kepentingannya, banyak metode-metode yang ditemukan maupun diperluas penggunaannya. Diantara metode-metode tersebut terdapat metode yang hanya membutuhkan operasi matematika sederhana, tetapi juga terdapat metode yang melibatkan teori yang rumit dan sulit implementasinya [1,3,4].

Citra Digital sebagai salah satu bentuk data digital saat ini banyak dipakai untuk menyimpan photo, gambar, ataupun hasil karya dalam format digital. Bila data - data tersebut tidak diamankan, dikuatirkan data tersebut dapat jatuh ke pihak yang tidak diinginkan, yang kemudian disalahgunakan untuk hal–hal bersifat negatif. Salah satu cara

untuk mengatasi hal tersebut adalah

menyandikan citra tersebut sehingga bentuk citra menjadi teracak, sehingga apabila jatuh ke tangan yang tidak diinginkan, citra tersebut juga tidak dapat digunakan [2].

Salah satu metode penyandian untuk tujuan di atas adalah menggunakan teknik

penyandian Hill Cipher. Hill Cipher

sebenarnya merupakan salah satu teknik

penyandian teks, tetapi dengan melakukan perubahan perhitungan pada nilai RGB (Red Green Blue) citra maka Hill Cipher juga dapat dipakai untuk menyandikan citra. Hill Cipher menggunakan matriks persegi sebagai kunci dalam proses penyandiannya, karena hanya melibatkan operasi matriks biasa sehingga prosesnya relatif cepat.

METODE PENELITIAN 1. Matriks

Matriks adalah susunan elemen-elemen yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk persegi panjang dengan panjang dan lebar menunjukkan banyak baris dan banyak kolom. Matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut matriks berukuran m×n. Matriks yang memiliki banyak baris dan banyak kolom sama disebut matriks bujur sangkar [7].

2. Determinan

Determinan adalah suatu fungsi tertentu yang menghubungkan suatu bilangan real dengan suatu matriks bujursangkar, Sebagai contoh, dapat digunakan pada matriks A2x2

(2)

2

Sains Riset Volume V No.1 Maret 2015

PENGGUNAAN METODE HILL CIPHER UNTUK KRIPTOGRAFI PADA CITRA DIGITAL

Muhammad Rizal 1), Afdal 2)

Program Studi Magister Teknik Informatika, Universitas Sumatera Utara Jl. dr. Mansur No. 9 Padang Bulan, Medan 20155, Sumatera Utara

muhammadrizal894@gmail.com afdalkhattil@gmail.com

ABSTRAK

Penggunaan metode Hill Cipher untuk pembuatan aplikasi Kriptografi merupakan salah satu teknik penyandian teks. Penggunaan metode Hill Cipher diperluas dari teks ke Citra Digital bertipe JPG,BMP dan GIF. Matriks yang dipakai berordo 2x2 dan 3x3. Pengujian data menunjukkan bahwa Hill Cipher cocok untuk enkripsi citra dengan variasi nilai RGB antar piksel berdekatan yang tinggi (seperti foto atau gambar), tapi tidak cocok untuk citra dengan variasi nilai RGB yang rendah (seperti gambar kartun) karena pola citra asli tidak dapat maksimal untuk menyandi citra asli tersebut. Hill Cipher memiliki kelemahan dalam menggunakan matriks kunci yang memiliki nilai determinan yaitu 1. Untuk pemakaian biasa, dengan pemilihan matriks kunci yang baik, Hill Cipher dapat dipakai untuk penyandian karena melibatkan operasi matriks biasa sehingga prosesnya relatif cepat.

Kata kunci: Hill Cipher, Kriptografi, Citra Digital

PENDAHULUAN

Kriptografi dirasakan semakin penting. Keamanan pengiriman informasi melalui

komputer menjadi bagian yang tak

terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan peningkatan kepentingannya, banyak metode-metode yang ditemukan maupun diperluas penggunaannya. Diantara metode-metode tersebut terdapat metode yang hanya membutuhkan operasi matematika sederhana, tetapi juga terdapat metode yang melibatkan teori yang rumit dan sulit implementasinya [1,3,4].

Citra Digital sebagai salah satu bentuk data digital saat ini banyak dipakai untuk menyimpan photo, gambar, ataupun hasil karya dalam format digital. Bila data - data tersebut tidak diamankan, dikuatirkan data tersebut dapat jatuh ke pihak yang tidak diinginkan, yang kemudian disalahgunakan untuk hal–hal bersifat negatif. Salah satu cara

untuk mengatasi hal tersebut adalah

menyandikan citra tersebut sehingga bentuk citra menjadi teracak, sehingga apabila jatuh ke tangan yang tidak diinginkan, citra tersebut juga tidak dapat digunakan [2].

Salah satu metode penyandian untuk tujuan di atas adalah menggunakan teknik

penyandian Hill Cipher. Hill Cipher

sebenarnya merupakan salah satu teknik

penyandian teks, tetapi dengan melakukan perubahan perhitungan pada nilai RGB (Red Green Blue) citra maka Hill Cipher juga dapat dipakai untuk menyandikan citra. Hill Cipher menggunakan matriks persegi sebagai kunci dalam proses penyandiannya, karena hanya melibatkan operasi matriks biasa sehingga prosesnya relatif cepat.

METODE PENELITIAN 1. Matriks

Matriks adalah susunan elemen-elemen yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk persegi panjang dengan panjang dan lebar menunjukkan banyak baris dan banyak kolom. Matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut matriks berukuran m×n. Matriks yang memiliki banyak baris dan banyak kolom sama disebut matriks bujur sangkar [7].

2. Determinan

Determinan adalah suatu fungsi tertentu yang menghubungkan suatu bilangan real dengan suatu matriks bujursangkar, Sebagai contoh, dapat digunakan pada matriks A2x2

(3)

3

Sains Riset Volume V No.1 Maret 2015

untuk mencari determinan matrik A maka, detA = ad – bc , sedangkan untuk Matriks 3x3, rumus yang digunakan adalah dengan menggunakan Metode Sarrus (Sarrus Rule) [7].

3. Matriks Invers

Invers matriks adalah matriks kebalikan dari sebuah matriks jika sebuah matriks dikalikan dengan inverse matriksnya maka

akan menghasilkan matriks identitas.

Penggunaan inverse matriks biasanya pada analisis numerik, atau analisis matriks. Sebagai catatan inverse matriks hanya bisa dihitung atau memberikan hasil jika nilai determinannya tidak sama dengan 0 [7].

4. Hill Chiper

Hill Cipher merupakan penerapan

aritmatika modulo pada kriptografi. Teknik kriptografi ini menggunakan sebuah matriks persegi sebagai kunci yang digunakan untuk melakukan enkripsi dan dekripsi. Hill Cipher diciptakan oleh Lester S. Hill pada tahun 1929. Teknik kriptografi ini diciptakan dengan maksud untuk dapat menciptakan cipher (kode) yang tidak dapat dipecahkan menggunakan teknik analisis frekuensi. Hill

Cipher tidak mengganti setiap abjad yang

sama pada plaintext dengan abjad lainnya

yang sama pada ciphertext karena

menggunakan perkalian matriks pada dasar enkripsi dan dekripsinya [3,6].

Secara matematis, proses enkripsi pada Hill Cipher adalah:

C = K . P Keterangan : C = Ciphertext K = Kunci P = Plaintext

Jika terdapat plaintext (P: STRIKE NOW) Maka plaintext tersebut dikonversi menjadi (P = 19 20 18 9 11 5 14 15 23) Plaintext tersebut akan dienkripsi dengan teknik

HillCipher, dengan kunci K yang merupakan

matriks 2×2. Karena matriks kunci K berukuran 2, maka plaintext dibagi menjadi blok yang masing-masing bloknya berukuran 2 karakter. Karena karakter terakhir tidak ada memiliki pasangan, maka diberi pasangan karakter yang sama yaitu W. P menjadi

STRIKENOWW. Blok pertama dari

plaintext P adalah :

Hasil perhitungan menghasilkan angka yang tidak berkorespondensi dengan huruf-huruf, maka lakukan modulo 26 pada hasil tersebut. Sehingga, C1,2 menjadi:

Karakter yang berkorespondensi dengan 7 dan 20 adalah G dan T. maka S menjadi G dan T menjadi T. Setelah melakukan enkripsi semua blok pada plaintext P maka dihasilkan ciphertext C sebagai berikut:

P = STRIKENOW

C = 7 20 14 11 7 11 4 21 19 11 C = GTNKGKDUSK

Dari ciphertext yang dihasilkan terlihat bahwa Hill Cipher menghasilkan ciphertext yang tidak memiliki pola yang mirip dengan

plaintext nya. Proses dekripsi pada Hill Cipher

pada dasarnya sama dengan proses enkripsinya. Namun matriks kunci harus dibalik (invers) terlebih dahulu. Secara matematis, proses dekripsi pada Hill Cipher adalah.

P = K-1.C

Maka proses dekripsi diawali dengan mencari invers dari matriks K

Ciphertext C = GTNKGKDUSK, akan

didekripsi dengan menggunakan kunci dekripsi K-1, Proses dekripsi ini dilakukan blok per blok seperti pada proses enkripsi. Pertama-tama ubah huruf-huruf pada ciphertext menjadi urutan numerik (C = 7 20 14 11 7 11 4 21 19 11). Proses dekripsi dilakukan sebagai berikut:

P = K-1.C1.2

dan blok kedua:

(4)

4

Sains Riset Volume V No.1 Maret 2015

Setelah semua blok selesai didekripsi, maka didapatkan hasil plaintext:

P = 19 20 18 9 11 5 14 15 23 P = STRIKENOW

IMPLEMENTASI

Penggunaan Hill Cipher dipergunakan pada citra bertipe JPG, BMP dan Gif. Karena tiap-tiap komponen RGB piksel memiliki panjang 8 bit yang bernilai (0 - 255), maka

sistem modulo yang dipakai dalam

penyandian adalah 256.

Untuk mengenkripsikan Citra, mula-mula nilai RGB dari tiap-tiap piksel diambil, kemudian dikalikan dengan Matriks kunci yang akan dipakai.

Tabel 1. Nilai RGB piksel

Piksel 1 Piksel 2

R 200 R 200

G 150 G 150

B 200 B 150

Pada tabel 1 dengan Nilai-Nilai RGB pada piksel 1 dan piksel 2 tersebut kemudian disusun ke dalam matriks berordo 2x3 sehingga didapatkan.

P =

Setelah didapatkan nilai seperti diatas, maka algoritma Hill Cipher pun bisa dijalankan, nilai-nilai piksel dapat dikalikan langsung dengan nilai Kunci yang akan dipakai. Misalkan nilai Matriks Kunci 2x2

K= maka hasil nya adalah.

K = dan

P =

C = mod 256

Kemudian hasilnya di modulo 256 maka : C =

Selanjutnya nilai hasil yang telah

didapatkan disusun kembali pada RGB Citra, maka akan terbentuk Citra yang terenkripsi.

Tabel 2. Nilai RGB setelah terenkripsi

Piksel 1 Piksel 2 R 38 R 232 G 132 G 194 B 88 B 238

Pada dasarnya proses untuk melakukan dekripsi adalah sama dengan proses enkripsinya, namun kunci matriks yang digunakan terlebih dahulu harus diinverskan sehingga prosesnya akan sedikit lebih panjang.

HASIL PENELITIAN

Program yang dibuat diuji coba dengan mengenkripsi dan mengdekripsi citra dengan variasi nilai RBG antar piksel berdekatan yang tinggi (foto). Untuk melihat pengaruh pemakaian matriks kunci yang berbeda-beda, maka pada tiap citra, digunakan beberapa

matriks (a) 2x2 , dan matriks (b) 3x3

.

1. Tahap Enkripsi

Gambar 1. Hasil enkripsi Gambar Menggunakan Matriks 2x2.

Pada Gambar 1 terlihat gambar telah berhasil terenkripsi, namun Pola gambar masih dapat terlihat, ini dikarenakan Metode Hill Cipher hanya merubah nilai RGB pada tiap – tiap Piksel gambarnya, metode ini tidak merubah posisi Piksel sehingga pola gambar masih dapat terlihat.

(5)

5

Sains Riset Volume V No.1 Maret 2015

Gambar 2. Hasil Enkripsi Gambar Menggunakan Matriks 3x3.

Terlihat pada Gambar 1, untuk

memperoleh hasil enkripsi yang baik,

elemen-elemen kunci matriks enkripsi

haruslah cukup besar sehingga jika dikalikan dengan nilai RGB citra akan menghasilkan perubahan nilai RGB yang cukup signifikan. Ini juga berlaku pada ordo matriks yang digunakan. Semakin besar ordo matriksnya, semakin besar pula pengaruh perubahan nilai RGB citra sandi sehingga hasil enkripsi menjadi lebih baik seperti Gambar 2 yang menggunakan Matriks 3x3

2. Tahap Dekripsi

Gambar 3. Hasil Dekripsi Gambar Menggunakan Matriks 2x2.

Terlihat pada Gambar 3, gambar yang telah di enkripsikan menggunakan Matriks 2x2 dapat di kembalikan lagi ke gambar aslinya. Proses dilakukan dengan cara menginverskan Matriks kunci yang

digunakan, yaitu Matriks (a) 2x2 yang kemudian di inverskan menjadi

. Selanjutnya nilai – nilai RGB

pada piksel satu persatu dikalikan dengan nilai matriks invers tersebut. Sehingga mendapatkan nilai Piksel gambar aslinya.

Gambar 4. Hasil Dekripsi Gambar Menggunakan Matriks 3x3.

Pada Gambar 4 terlihat hasil dekripsi gambar

yang menggunakan kunci Matriks 3x3.

Prosesnya dilakukan dengan cara menginverskan dahulu kunci Matriks yang digunakan untuk mengenkripsi gambar tersebut, yaitu kunci Matriks (b)3x3

, tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai invers pada matriks 3x3 ini adalah dengan mencari nilai Kofaktornya terlebih dahulu melalui cara berikut ini.

K1 = 1(1) – 2(0) = 1 K2 = (-1)(8)(1) – 7(0) = -8 K3 = 8(2) – 7(1) = 9 K4 = (-1)(0)(1) – 2(0) = 0 K5 = 1(1) – 7(0) = 1 K6 = (-1)(1)(2) – 7(0) = -2 K7 = 0(0) – 1(0) = 0

(6)

6

Sains Riset Volume V No.1 Maret 2015

K8 = (-1)(1)(0) – 8(0) = 0

K9 = 1(1) – 8(0) = 1

Setelah didapatkan nilai-nilai

Kofaktornya, seluruh nilai disusun kembali dalam sebuah matriks 3x3 seperti dibawah ini

Kofaktor =

Kofaktor =

Selanjutnya kofaktor diatas

digunakan untuk mencari adjoint sebuah matriks, cukup diganti kolom menjadi baris dan baris menjadi kolom pada matriks tersebut.

Adjoint =

Adjoint =

Untuk mendapatkan nilai inversnya, maka

nilai Adjoint dikalikan dengan nilai

determinan dari matriks kunci, namun

dikarenakan nilai determinan yang

digunakan untuk setiap kunci adalah = 1 maka hasilnya akan sama, jadi untuk kasus ini dapat disimpulkan saja bahwa Adjoint = Invers.

Setelah mendapatkan nilai invers maka dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu mengalikan Invers Matriks 3x3 dengan nilai RGB piksel yang akan di dekripsi. Nilai Piksel pada gambar yang terenkripsi satu - persatu dikalikan dengan nilai invers Matriks kuncinya, yang kemudian hasilnya akan disusun kembali menjadi sebuah gambar aslinya.

KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil

dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hill Cipher merupakan metode penyandian

sederhana yang cocok diterapkan pada citra dengan variasi warna beragam dan banyak (seperti foto),

dan tidak cocok diterapkan pada citra yang variasi warnanya tidak terlalu bervariatif. 2. Hanya Matriks Bujursangkar yang nilai

determinannya bernilai 1 yang dapat digunakan untuk proses enkripsi dan

dekripsi, apabila determinannya tidak

bernilai 1 maka gambar yang telah terenkripsi tidak dapat di kembalikan ke gambar aslinya.

3. Untuk gambar yang memiliki pola warna piksel bersebelahan yang berbeda jauh atau kontras, maka pada gambar enkripsinya pola tersebut masih akan terlihat walaupun telah berubah warna.

4. Hill Cipher digunakan untuk merubah nilai RGB pada piksel gambar sesuai dengan hasil perkalian dengan kunci matriks yang digunakan. Metode tersebut digunakan tidak merubah posisi piksel sehingga pola gambar masih bisa terlihat.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ariyus, D. Pengantar Ilmu Kriptografi

(Teori, Analisis, dan. Implementasi).

Yogyakarta. Andi, 2008.

[2] Gonzalez, R. dan Woods, R. Digital Image

Processing. Wesley Publishing. Addison,

2001.

[3] Munir, R., Kriptografi, Bandung.

Informatika, 2006.

[4] Piper, F dan Sean, M. Cryptography, A Very short Introduction. Oxford. 2002. [5] Nugraha, I. Studi dan Analisis Mengenai

Aplikasi Matriks dalam Kriptografi Hill Cipher, Teknik Informatika, ITB,

http://informatika.stei.itb.ac.id/~rinaldi.

munir/Matdis/2007- 2008/Makalah/MakalahIF2153-0708-063.pdf Diakses pada 30 Oktober 2011. [6] Siang, J. J. Implementasi Sandi Hill Untuk

Penyandian Citra. Jurnal Informatika. Volume 3, No. 1, 2002, P : 1 – 6.

Steven J.. Aljabar Linear dan Aplikasinya (Edisi 5). Jakarta. Erlangga, 2001.

Gambar

Tabel 1. Nilai RGB piksel  Piksel 1  Piksel 2  R  200  R  200  G  150  G  150  B  200  B  150
Gambar 4. Hasil Dekripsi Gambar  Menggunakan Matriks 3x3.

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, keseluruhan tahap penelitian Aplikasi Penurunan Kejenuhan Belajar Berbasis Android untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Babat telah terlaksana dengan

Pendidikan Islam pada dasarnya merupakan upaya normatif untuk membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalam mengembangkan pandangan hidup islami (bagaimana akan menjalani

 Untuk setiap satu kemungkinan supir , ada 2 orang yang harus diatur posisi duduknya pada 3 buah kursi ( karena 1 orang sudah duduk di kursi supir sehingga orang yang

Dalam hal ini adalah cara-cara yang dilakukan oleh guru atau dosen dan peserta didik dalam hal ini adalah siswa maupun mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan

Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian usaha kesehatan jiwa sekolah yang meliputi 4 jenis kegiatan dapat berpengaruh dalam meningkatkan motivasi belajar siswa SMP

peraturan perundang-undangan men^enai peninjauan kembali dalam bidang hukum acara perdata dan pidana, mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung no. Bahwa oleh karena itu,

Teknik pada dasarnya merupakan bagian dari metode itu sendiri, dalam suatu metode pasti akan ada yang namanya teknik. Teknik merupakan jalan yang akan ditempuh