• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

(Studi Kasus Perusahaan Geothermal di Kecamatan

Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

LUSSI SUSANTI

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

Social Responsibility Implementation (Geothermal Corporate Case of Kabandungan District, Region of Sukabumi, Province of West Java (Under Supervision of LALA M. KOLOPAKING)

The objective of this research are: first, to know the background of small medium enterprise (SME) development as one of CSR program. Second, to know how far role of the stakeholder that concerned in this program. And third, to formulate the strategy of SME development pursuant to opinion of each stakeholder that concerned in this program. The Methodology used in this research are: observation, literature study, and communication. Afterwards the result of communication will be used as basis for creating Analytical Hierarchy Process (AHP) questionare. Then, the result from AHP questionare will be processed by using expert choice 2000 software. And last, result from expert choice 2000 will be used to determining development strategic for SME later.

Result from this research shows that the help distribution to SME for this time is used co-operation as medium. This co-operation give soft loan to local UKM. So, the stakeholder that concerned in SME development program are local government, geothermal corporate, co-operation, and society. Local government personating as regulator and supervisor, geothermal corporate as fund giver to co-operation, co-operation as a part in giving loan to society, and society provide SDM and also SDA that their managed.

Result from expert choice 2000 software shows that training and management construction for UKM become the first priority for the next of development SME program. The target program are (1) to increase local society economics, (2) to decrease unemployment of local society, (3) business continuing, and (4) increase local softskill society. The priority to reach target (1) and (2) are with long range capital loan (non-flower). While to reach the target (3) is by partner relate with the marketing place. And to reach target (4) is with give training and management construction for UKM.

(3)

LUSSI SUSANTI. Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam Pelaksanaan Coporate Social Responsibility (Studi Kasus Perusahaan Geothermal, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat). (Di bawah bimbingan LALA M. KOLOPAKING).

Pasal 74 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menerangkan bahwa sebuah perusahan berkewajiban melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Pasal tersebut mencantumkan bahwa “perseroan

yang menjalankan kegiatan/usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam (SDA) wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya (Susanto, 2007). Pasal tersebut juga menyebutkan bagi perusahaan yang tidak menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungannya akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Budimanta (2002) juga menyatakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam membangun hubungan antara perusahaan dan masyarakat sekitar yang lebih berkualitas adalah melalui pengembangan strategic partnership dan trust building. Terkait dengan implementasi CSR, ada beberapa upaya yang dapat

dilakukan yaitu dengan meningkatkan pekonomian masyarakat sekitar dengan cara pengembangan usaha kecil menengah (UKM) yang terdapat di sekitar lingkungan perusahaan. Peran perusahaan dalam pengembangan UKM dapat dilakukan dengan memberikan bantuan kepada UKM sehingga UKM tersebut dapat membentuk capacity building, financial support dan jalur pemasaran yang kuat.

Penelitian ini mengkaji mengenai program CSR dalam lingkup pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Kajian ini dilakukan di

(4)

untuk mengetahui latar belakang program pengembangan UKM sebagai salah satu bentuk CSR perusahaan. Kedua, mengetahui seberapa jauh peran stakeholder yang terlibat dalam program pengembangan UKM. Dan ketiga, merumuskan strategi pengembangan UKM berdasarkan pendapat dari tiap-tiap stakeholder yang terlibat.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus, untuk mengetahui jalannya program pengembangan UKM yang dilakukan oleh perusahaan serta peran dari para stakeholder yang terlibat dalam program ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, studi lieratur dan komunikasi berupa wawancara terhadap informan yang terdiri dari keterwakilan pihak pemerintah, PG, LKM dan masyarakat. Setelah itu hasil wawancara akan digunakan sebagai dasar untuk membuat kuesioner analisis hierarki proses yang selanjutnya di olah dengan menggunakan software expert choice 2000. Hasil dari expert choice 2000 digunakan untuk menentukan strategi pengembangan UKM

selanjutnya berdasarkan pendapat dari tiap stakeholder yang terlibat.

Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa pengembangan UKM yang dilakukan oleh PG untuk saat ini melalui koperasi yang telah dibentuk sejak pertengahan tahun 2008. Pembentukan koperasi ini diawali dengan sosialisasi oleh PG dan PNM kepada masyarakat sekitar. Kemudian disusunlah kepengurusan koperasi berdasarkan masyarakat yang saat ini mengikuti jalannya sosialisasi dan pelatihan dari PNM. Stakeholder yang terlibat dalam pengembangan UKM selanjutnya adalah pemerintah, PG, LKM, dan masyarakat.

(5)

koperasi berperan dalam memberikan pinjaman lunak kepada masyarakat. Dan, masyarakat sendiri berperan sebagai penyedia SDM serta SDA yang dikelolanya.

Strategi pengembangan UKM selanjutnya berdasarkan hasil olahan expert choice 2000 adalah perlunya pelatihan dan pembinaan UKM. Pelatihan dan

pembinaan ini perlu untuk meningkatkan softskill masyarakat dalam menjalankan usahanya. Selain itu, prioritas aktor untuk pengembangan UKM selanjutnya adalah masyarakat dengan prioritas tujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Tujuan program ini antara lain adalah (1) Meningkatkan perekonomian masyarakat lokal, (2) Mengurangi pengangguran pada masyarakat lokal, (3) Keberlanjutan usaha, dan (4) Meningkatkan softskill masyarakat lokal. Untuk mencapai tujuan 1 dan 2 adalah dengan pinjaman modal jangka panjang non-bunga. Sedangkan untuk mencapai tujuan 3 adalah menjalin kemitraan dengan tempat pemasaran. Kemudian untuk mencapai tujuan 4 dengan memberikan pelatihan dan pembinaan manajemen UKM. Dalam penelitian ini juga diceritakan bagaimana proses pembentukan Koperasi Kartini yang dibentuk oleh PG serta kinerja koperasi dalam mengembangkan UKM di masyarakat.

(6)

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

(Studi Kasus Perusahaan Geothermal di Kecamatan

Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

Oleh: LUSSI SUSANTI

I34050675

SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(7)

Judul :

Nama Mahasiswa : Lussi Susanti Nomor Mahasiswa : I34050675

Major : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus:

Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam Pelaksanaan Coporate Social Responsibility (Studi Kasus Perusahaan Geothermal, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

(8)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PELAKSANAAN COPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (STUDI KASUS PERUSAHAAN GEOTHERMAL, KECAMATAN KABANDUNGAN, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Oktober 2009

Lussi Susanti I34050675

(9)

Lussi Susanti di lahirkan di Jakarta pada 17 April 1988, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Syahrial dan Ibu Marianis serta memiliki seorang adik perempuan bernama Dike Syahrimarsena dan seorang adik laki-laki bernama Nur Muhammad Guntur. Penulis memasuki bangku sekolah untuk pertama kalinya tahun 1993 di Sekolah Dasar negeri 8 Kebon Jeruk. Pada tahun ajaran 1999/2000 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 142 Joglo dan tamat pada tahun ajaran 20001/2002. Pendidikan menengah atas penulis ditempuh di SMA Negeri 47 Tanah Kusir Jakarta yang lulus pada tahun ajaran 2005/2006. Setelah menamatkan pendidikan di bangku SMA penulis kemudian di terima untuk kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi intra kampus. Diantaranya adalah sebagai Bendahara IAS3 IPB (Ikatan Alumni Sekolah Menengah Atas Se-Kebayoran, Se-Pesanggrahan dan sekitarnya), staf Divisi Jurnalistik Himasiera KPM (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat). Selain aktif di organisasi dan kepanitiaan, penulis juga menjadi Asisten Praktikum untuk mata kuliah Dasar-Dasar Komunikasi, Sosiologi Umum, Komunikasi Massa dan Pengantar Ilmu Kependudukan.

(10)

Bismillahrirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (Studi Kasus Perusahaan Geothermal di kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)” . Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini menjelaskan mengenai pengembangan usaha kecil dan menengah yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaannya. Selain itu juga mengkaji mengenai faktor dan aktor yang menentukan untuk pengembangan UKM tersebut. Berdasarkan faktor dan aktor tersebut dirumuskanlah beberapa alternatif untuk mengembangakan UKM selanjutnya berdasarkan pendapat tiap-tiap stakeholder yang terlibat.

Bogor, Oktober 2009

(11)

dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis hendak memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat, karunia dan hidayahnya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini pula, penulis hendak menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Lala M Kolopaking, MS., sebagai dosen pembimbing skripsi atas ilmu, bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama proses penulisan skripsi hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.

2. Dali Sadli Mulia, ST, MM., sebagai pembimbing lapang selama penulis melakukan penelitian.

3. Ir. Fredian Tonny, MS., atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

4. Martua Sihaloho, Sp. Msi., selaku penguji dari Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah bersedia mengkoreksi kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS., sebagai pembimbing akademik atas masukan dan motivasinya selama ini.

6. Ibu Marianis, Bapak Syahrial, Dike Syahri Marsena dan Nur Muhammad Guntur tersayang atas keikhlasan dan perhatiannya dan telah memberikan bantuan moral dan materiil selama penulis menimba ilmu sejak bangku sekolah hingga kuliah.

7. Willy Ekariono ST, Msi., Bapak Benny, Bapak Ade Danial, dan Staff Divisi Eksternal Perusahaan Geothermal atas bantuannya kepada penulis selama di lapang.

8. Anton Supriyadi dan M. Iqbal Banna, SP., atas dukungan, ide dan diskusinya kepada penulis.

(12)

10. Lili Suciati, Nandang Mulyana, Mariny Suherman sekeluarga, dan Hj. Junaedi sekeluarga atas kesediaannya menampung dan menjaga penulis selama penilitian di lapang.

11. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS., Martua Sihaloho SP, Msi., Bapak Buce, Bapak Haryadi dan Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih Msi., atas bimbingan, motivasi dan bantuannya kepada penulis.

12. Bu Susi atas bantuannya dalam menyusun jadwal pertemuan dengan pembimbing serta atas semangat dan bantuan yang diberikan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabat dan teman-temanku: Helda, Ega, Anvina, Fairuza, Aida, Avira, Anyes, Suci, Cici, Juni, Anis, Furqon, Idham, Aditya, Rofian, Adha, Rinaldy, Maulani, Trisna Damayanti, Khoerini, Ema, Puty, Asti, Dewi, Indah, Tyara, Nandang, TB, dan Erys yang telah memberikan bantuan serta semangat bagi penulis.

14. Dwi Retno Hapsari, SP dan Yuddi Yustian, SP atas dukungan doa dan semangatnya kepada penulis.

15. Mba Hana, Bu Neni, dan Mba Rahma di Dokis, yang selalu siap membantu mencari pustaka untuk penyelesaian penulisan skripsi.

16. Seluruh staf pengajar Departemen Sains KPM yang telah memberikan ilmu dan berbagi pengalaman.

17. Mba Maria, Mba Nisa, Pak Piat, Pak Komar dan pegawai KPM atas bantuannya kepada penulis dalam proses perizinan selama skripsi ini dibuat.

18. KPM’ers, angkatan 38 sampai dengan angkatan 44. Viva La KPM’ers!!

Bogor, Oktober 2009

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penulisan ... 4 1.4 Kegunaan Penulisan ... 5

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 6

2.1 Konsep Kelembagaan ... 6

2.2 Konsep Corporate Social Responsiblity ... 9

2.3 Konsep Lembaga Keuangan Mikro ... 14

2.4 Konsep Koperasi ... 17

2.5 Konsep Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ... 19

2.6 Kemitraan CSR Suatu Alternatif Penguatan UMKM...23

2.7 Kerangka Pemikiran ... 25

2.7.1 Hipotesis Pengarah ... 28

2.7.2 Definisi Konseptual ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

3.1 Metode Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.3 Penentuan Informan ... 31

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.5 Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (COMMUNITY ENGAGEMENT) PERUSAHAAN GEOTHERMAL DALAM KONTEKS WILAYAH PENELITIAN ... 37

4.1 Kebijakan Perusahaan Mengenai CSR ... 39

4.2 Visi dan Misi Community Engagement Perusahaan Geothermal ... 39

4.3 Struktur Organisasi Policy, Government, and Public Affairs ... 40

4.4 Dana Program Community Engagement Perusahaan Geothermal ... 42

4.5 Pilar Utama Program Community Engagement Perusahaan Geothermal ... 43

4.6 Program Jangka Panjang Community Engagement Perusahaan Geothermal . 44 4.6.1 Bidang Pendidikan ... 44

4.6.2 Bidang Kesehatan ... 46

4.6.3 Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal ... 47

(14)

4.6.5 Bidang Infrastruktur ... 51

4.6.6 Bidang Komunikasi ... 52

4.7 Ikhtisar ... 53

BAB V PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH OLEH PERUSAHAAN GEOTHERMAL ... 55

5.1 Latar Belakang Pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan ... 56

5.2 Proses Pembentukan Koperasi Kartini ... 63

5.3 Struktur Kepengurusan koperasi Kartini... 65

5.4 Kinerja Koperasi Kartini ... 66

5.5 Usaha Kecil dan Menengah Muslim Kreatif... 70

5.6 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan Beserta Peranannya ... 72

5.7 Mekanisme Bantuan Perusahaan Geothermal kepada UKM di Kecamatan Kabandungan ... 76

5.8 Ikhtisar ... 79

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH BERDASARKAN PENDAPAT AKTOR YANG TERLIBAT ... 82

6.1 Analisis Permasalahan ... 82

6.2 Hasil Pengolahan Data dengan Menggunakan Expert Choice 2000... 84

6.2.1 Prioritas Alternatif untuk Pengembangan UKM ... 86

6.2.2 Prioritas Faktor dan Aktor Penunjang Pengembangan UKM ... 88

6.2.3 Prioritas Tujuan dalam Pengembangan UKM ... 92

6.2.4 Prioritas Alternatif untuk Pencapaian Tujuan Pengembangan UKM .... 93

6.3 Ikhtisar ... 97

BAB VII PENUTUP ... 99

7.1 Kesimpulan ... 99

7.2 Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tabel Perbandingan AHP ... 35

Tabel 2. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Kabandungan ... 46

Tabel 3. Kondisi Tanah di Kecamatan Kabandungan ... 50

Tabel 4. Kondisi Jalan di Kecamatan Kabandungan (dalam KM) ... 51

Tabel 5. Aktor-Aktor Penunjang Faktor Pengembangan UKM ... 91

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Matriks Karakterisasi Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan

... 14

Gambar 2. Kerangka pemikiran ... 27

Gambar 3. Struktur Organisasi Policy, Government, and Public Affairs ... 40

Gambar 4. Tema dan Strategi Program Pengembangan Masyarakat ... 44

Gambar 5. Rumah Tangga Miskin Penerima BLT di kecamatan Kabandungan Tahun 2005/2006 ... 48

Gambar 6. Jumlah Kejadian Bencana Alam Menurut Jenisnya... 50

Gambar 7. Perbandingan Jumlah Jembatan Pada Tiap-Tiap Desa di Kecamatan Kabandungan ... 52

Gambar 8. Matriks Aktivitas Bantuan yang Diberikan PG Pada Tahun 2007 dan 2008 ... 60

Gambar 9. Koperasi Kartini di Dusun Jayanegara, Desa Kabandungan, Kecamatan ... 63

Gambar 10. Peresmian Koperasi Kartini oleh Bupati Sukabumi... 64

Gambar 11. Bagan Struktur Kepengurusan Koperasi Kartini... 65

Gambar 12. Usaha Muslim Kreatif Kecamatan Kabandungan ... 71

Gambar 13. Lukisan Tiga Dimensi Hasil Karya Muslim Kreatif ... 72

Gambar 14. Alur Bantuan Untuk UKM ... 77

Gambar 15. Matriks Peran dan Fungsi Stakeholder dalam Pembentukan Koperasi Kartini ... 81

Gambar 16. Hierarki Penentuan Alternatif Pengembangan UKM ... 85

Gambar 17. Prioritas Alternatif Pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan ... 87

Gambar 18. Faktor Pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan ... 89

(17)

Gambar 20. Prioritas Tujuan Pengembangan UKM ... 92 Gambar 21. Prioritas Alternatif untuk Tujuan Keberlanjutan Usaha... 95 Gambar 22. Prioritas Alternatif untuk Tujuan Meningkatkan Softskill Masyarakat

(18)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pasal 74 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menerangkan bahwa sebuah perusahan berkewajiban melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Pasal tersebut mencantumkan bahwa “perseroan

yang menjalankan kegiatan/usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam (SDA) wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya (Susanto, 2007). Pasal tersebut juga menyebutkan bagi perusahaan yang tidak menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungannya akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan keluarnya peraturan tersebut serentak menuai kontroversi dari pihak perusahaan. Ada sebagian dari perusahaan yang keberatan dengan keputusan tersebut, namun sebaliknya ada juga perusahaan yang tidak terlalu memperdulikan atau tidak merasa berat dengan pasal tersebut.

CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama stakeholder terkait, terutama adalah masyarakat disekeliling dimana perusahaan

tersebut berada. Seyogyanya program CSR dapat dilakukan secara terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan. Berawal dari kebutuhan untuk memperoleh “izin sosial” dari komuniti, peran CSR semakin penting dalam mendorong semakin luasnya tanggung jawab sosial korporat bagi terciptanya keseimbangan pembangunan baik ekonomi, sosial maupun lingkungan. Hal ini juga berangkat dari kenyataan bahwa perusahaan bukan hanya entitas bisnis

(19)

belaka tetapi juga entitas sosial sehingga keberadaannya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar (Budimanta 2002).

Budimanta (2002) juga menyatakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam membangun hubungan antara perusahaan dan masyarakat sekitar yang lebih berkualitas adalah melalui pengembangan strategic partnership dan trust building. Terkait dengan implementasi CSR, ada beberapa upaya yang dapat

dilakukan yaitu dengan meningkatkan pekonomian masyarakat sekitar dengan cara pengembangan usaha kecil menengah (UKM) yang terdapat di sekitar lingkungan perusahaan. Peran perusahaan dalam pengembangan UKM dapat dilakukan dengan memberikan bantuan kepada UKM sehingga UKM tersebut dapat membentuk capacity building, financial support dan jalur pemasaran yang kuat.

Perusahaan Geothermal (PG) merupakan salah satu perusahaan yang mengembangkan UKM sebagai salah satu program CSRnya. Perusahaan ini bergerak dalam bidang pertambangan gas alam dengan memanfaatkan panas yang terkandung didalam perut bumi (geothermal energy). Keberlangsungan perusahaan ini tidak terlepas dari kewajibannya untuk membayar pajak dan melakukan CSR yang dalam prosesnya CSR ini diurusi oleh bagian eksternal perusahaan tersebut atau yang biasa disebut kehumasan yang berhubungan dengan pihak-pihak luar perusahaan. CSR PG lebih disebut sebagai Community Engagement (CE) daripada CD/CSR karena konsep CE lebih bersifat luas dengan

memadu padankan konsep-konsep yang terdapat pada pemberdayaan masyarakat dan partisipatif/kolaborasi dengan pihak lain, tidak sekedar memberdayakan

(20)

masyarakat tetapi melihat keberlangsungan dan keterlibatan aktif berbagai pihak dalam menjalankan prosesnya.

CE yang dilakukan PG berdasar pada tiga aspek yaitu; pendidikan, kesehatan, ekonomi yang berfokus di tiga kecamatan sekitar wilayah kerjanya yaitu; Kalapanunggal, Kabandungan dan Pamijahan (Community Engagement Report PG, 2007). Program-program CE yang dilakukan PG tersebut dijalankan

melalui fasilitator ahli serta tokoh-tokoh masyarakat yang juga bekerjasama dengan dinas-dinas pemerintahan setempat serta LSM. Adapula proposal (usulan proyek) yang masuk ke perusahaan sebelumnya dikoordinasikan bersama Pemerintah Daerah guna memastikan adanya dampak maksimal dalam peningkatan mutu kehidupan warga setempat. Kemudian dilakukan pengecekan agar sejalan dengan tujuan PG untuk kegiatan kemanusiaan dan pembangunan, serta memenuhi pedoman keuangan dan audit. Ada beberapa jenis kegiatan yang dilarang keras dan tidak akan dibiayai, termasuk kegiatan politik, serta proyek-proyek yang tidak berdampak luas terhadap masyarakat (Community Engagement Report PG, 2005-2006).

Salah satu program CE yang dijalankan oleh PG dalam aspek ekonomi adalah Income Generating (Dana Bergulir) dengan tujuan memberdayakan ekonomi kerakyatan masyarakat sekitar wilayah kerja perusahaan. Berdasarkan Community Engagement Report PG (2007), program ini menawarkan

kursus-kursus pada pertanian, perikanan, dan home industry dengan menyediakan bantuan dalam menjalankan usaha, selain itu PG juga menawarkan program pendampingan dalam program peningkatan ekonomi masyarakat setempat di dalam pelaksanaan usaha kecil dan menengah (UKM). Dalam proses

(21)

pengembangan UKM tersebut perusahaan melibatkan stakeholder lain untuk berkolaborasi agar program ini dapat berkelanjutan. Upaya yang dilakukan diantaranya adalah menjalin kemitraan antara perusahaan dengan UKM yang ada dimasyarakat melalui pemberian modal, pelatihan, dan media penyaluran hasil UKM tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Perusahaan Geothermal (PG) dengan program CSRnya yang biasa disebut dengan CE (Community Engagement), telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Namun, walaupun telah menjalankan kewajibannya ini PG masih saja menemui kendala-kendala dalam keberlangsungan kegiatan untuk mensukseskan program tersebut secara berkelanjutan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang akan penulis kaji adalah sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi program pengembangan Usaha Kecil dan Menengah oleh Perusahaan Geothermal sebagai salah satu bentuk Corporate Social Responsibility Perusahaan?

2. Bagaimana peran para stakeholder yang terlibat dalam program pengembangan UKM ini?

3. Bagaimana strategi pengembangan Usaha Kecil dan Menengah yang tepat berdasarkan pendapat dari tiap-tiap stakeholder yang terlibat?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang penulis sebutkan di atas, maka tujuan untuk penelitian ini adalah menjawab perumusan masalah tersebut, yaitu:

(22)

1. Mengetahui latar belakang pengembangan Usaha Kecil dan Menengah oleh Perusahaan Geothermal sebagai salah satu bentuk Corporate Sosial Responsibilitynya.

2. Mengetahui seberapa jauh peran stakeholder yang terlibat dalam program pengembangan Usaha Kecil dan Menengah serta peran dari lembaga-lembaga yang terlibat dalam program tersebut.

3. Merumuskan strategi pengembangan Usaha Kecil dan Menengah berdasarkan pendapat dari tiap-tiap stakeholder yang terlibat.

1.4 Kegunaan Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran dalam memahami pengembangan UKM sebagai bentuk CSR perusahaan. Diharapkan pula penelitian ini dapat menjadi sarana evaluasi dan informasi data baik bagi pemerintah, swasta, LSM, akademisi maupun masyarakat setempat. Di samping itu, penelitian ini mencoba untuk menawarkan saran terbaik terhadap strategi pengembangan UKM selanjutnya berdasarkan pendapat dari tiap-tiap stakeholder yang terlibat.

(23)

2.1 Konsep Kelembagaan

Kelembagaan umumnya banyak dibahas dalam sosiologi, antropologi, hukum dan politik, organisasi dan manajemen, psikologi maupun ilmu lingkungan yang kemudian berkembang ke dalam ilmu ekonomi karena kini mulai banyak ekonom berkesimpulan bahwa kegagalan pembangunan ekonomi umumnya karena kegagalan kelembagaan. Dalam bidang sosiologi dan antropologi kelembagaan banyak ditekankan pada norma, tingkah laku dan adat istiadat. Dalam bidang ilmu politik kelembagaan banyak ditekankan pada aturan main (the rules) dan kegiatan kolektif (collective action) untuk kepentingan bersama atau

umum (public). Ilmu psikologi melihat kelembagaan dari sudut tingkah laku manusia (behaviour). Ilmu hukum menegaskan pentingnya kelembagaan dari sudut hukum, aturan dan penegakan hukum serta instrumen dan proses litigasinya (Djogo, dkk, 2003).

Djogo dkk (2003) juga menyebutkan bahwa pada umumnya definisi lembaga mencakup konsep pola perilaku sosial yang sudah mengakar dan berlangsung terus menerus atau berulang. Dalam konteks ini sangat penting diperhatikan bahwa perilaku sosial tidak membatasi lembaga pada peraturan yang mengatur perilaku tersebut atau mewajibkan orang atau organisasi untuk harus berpikir positif ke arah norma-norma yang menjelaskan perilaku mereka tetapi juga pemahaman akan lembaga ini memusatkan perhatian pada pengertian

(24)

mengapa orang berprilaku atau bertindak sesuai dengan atau bertentangan dengan peraturan yang ada.

Kelembagaan berisikan dua aspek penting yaitu; “aspek kelembagaan” dan “aspek keorganisasian”. Aspek kelembagaan meliputi perilaku atau perilaku sosial dimana inti kajiannya adalah tentang nilai (value), norma (norm), custom, mores, folkways, usage, kepercayaan, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi

dan lain-lain. Bentuk perubahan sosial dalam aspek kelembagaan bersifat kultural dan proses perubahannya membutuhkan waktu yang lama. Sementara dalam aspek keorganisasian meliputi struktur atau struktur sosial dengan inti kajiannya terletak pada aspek peran (role). Lebih jauh aspek struktural mencakup: peran, aktivitas, hubungan antar peran, integrasi sosial, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur faktual, struktur kewenangan atau kekuasaan, hubungan antar kegiatan dengan tujuan yang hendak dicapai, aspek solidaritas, klik, profil dan pola kekuasaan. Bentuk perubahan sosial dalam aspek keorganisasian bersifat struktural dan berlangsung relatif cepat (Subagio, 2005).

Israel (1992) mengungkapkan bahwa konsep umum mengenai lembaga meliputi apa yang ada pada tingkat lokal atau masyarakat, unit manajemen proyek, institusi-institusi, departemen-departemen di pemerintah pusat dan sebagainya. Sebuah lembaga dapat merupakan milik negara atau sektor swasta dan juga bisa mengacu pada fungsi-fungsi administrasi pemerintah. Sedangkan menurut Uphoff dalam Shahyuti (2003), istilah kelembagaan dan organisasi sering membingungkan dan bersifat interchangeably. Secara keilmuan, ‘social institution’ dan ‘social organization’ berada dalam level yang sama, untuk

(25)

lain-lain yang relatif sejenis. Namun, perkembangan akhir-akhir ini, istilah “kelembagaan” lebih sering digunakan untuk makna yang mencakup keduanya sekaligus. Ada beberapa alasan kenapa orang-orang lebih memilih istilah tersebut. Kelembagaan lebih dipilih karena kata “organisasi” menunjuk kepada suatu sosial form yang bersifat formal, dan akhir-akhir ini semakin cenderung mendapat image negatif.

Sejalan dengan pernyataan Subagio (2005), Koentjaraningrat (1974) menyatakan tujuan dari kelembagaan sosial adalah memenuhi kebutuhan pokok manusia, maka ia dapat dikategorikan berdasarkan jenis-jenis kebutuhan pokok tersebut. Kemudian mengkategorikannya ke dalam delapan golongan sebagai berikut:

a. Kelembagaan kekerabatan/domestik: memenuhi kebutuhan hidup kekerabatan. Contoh: pelamaran, poligami, perceraian, dan lain-lain.

b. Kelembagaan Ekonomi: memenuhi pencaharian hidup, memproduksi, menimbun, mendistribusikan harta benda. Contoh: pertanian, peternakan, industri, koperasi, perdagangan, sambatan, dan lain-lain.

c. Kelembagaan pendidikan: memenuhi kebutuhan penerangan dan pendidikan manusia agar menjadi anggota masyarakat yang berguna. Contoh: pendidikan dasar/ menengah/tinggi, pers, dan lain-lain.

d. Kelembagaan ilmiah: memenuhi kebutuhan ilmiah manusia dan menyelami alam semesta. Contoh: pendidikan ilmiah, penelitian, metode ilmiah, dan lain-lain.

(26)

e. Kelembagaan estetika dan rekreasi: kebutuhan manusia untuk menyatakan rasa keindahannya dan rekreasi. Contoh: seni rupa, seni suara, seni gerak, kesusastraan, dan lain-lain.

f. Kelembagaan keagamaan: memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib. Contoh: upacara, selamatan, pantangan, dan lain-lain.

g. Kelembagaan politik: memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan kelompok secara besar-besaran atau kehidupan bernegara. Contoh: pemerintahan, kepartaian, demokrasi, kepolisian, kehakiman, dan lain-lain.

h. Kelembagaan somatik: memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia. Contoh: pemeliharaan kesehatan, pemeliharaan kecantikan, dan lain-lain.

2.2 Konsep Corporate Social Responsiblity

Ada banyak definisi yang diberikan untuk konsep CSR. Dari kata-kata ‘corporate’, ‘social’ dan ‘responsibility’ yang terkandung dalam istilah ini maka CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap masyarakat di mana perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan usahanya1. Kamus online Wikipedia mendefinisikan CSR sebagai suatu konsep bahwa suatu organisasi (khususnya, tapi tidak terbatas pada, perusahaan) memiliki kewajiban untuk memperhatikan kepentingan pelanggan, karyawan, pemegang saham, komunitas dan pertimbangan-pertimbangan

1

http://www6.miami.edu/ethics/pdf_files/csr_guide.pdf, , diakses pada tanggal 18 Agt. 2009

(27)

ekologis dalam segala aspek dari usahanya2. Sementara Schermerhorn (1993) secara singkat mendefinisikannya sebagai kewajiban dari suatu perusahaan untuk bertindak dalam cara-cara yang sesuai dengan kepentingan perusahaan tersebut dan kepentingan masyarakat secara luas3.

The International Organization of Employers (IOE) mendefinisikan CSR

sebagai "initiatives by companies voluntarily integrating social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders". Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pertama, CSR merupakan tindakan perusahaan yang bersifat sukarela dan melampaui kewajiban hukum terhadap peraturan perundang-undangan Negara. Kedua, definisi tersebut memandang CSR sebagai aspek inti dari aktifitas bisnis di suatu perusahaan dan melihatnya sebagai suatu alat untuk terlibat dengan para pemangku kepentingan4.

Definisi yang diterima luas oleh para praktisi dan aktivis CSR adalah definisi menurut The World Business Council for Sustainable Development yaitu bahwa CSR merupakan suatu komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, juga bagi komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya5. Dari definisi ini kita melihat

2

Asongu, J.J., “The History of Corporate Social Responsibility” (http://www.jbpponline.com/article/view/1104/842), diakses pada tanggal 1 Agt. 2009

3

http://www.personal.psu.edu/kez5001/CSR.htm mengutip Schermerhorn, John. Management. New York: John Wiley & Sons, Inc. 2005, diakses pada tanggal 1 Okt. 2009

4

Burkett W., Brian dan Douglas G. Gilbert, “Voluntary Regulation of International Labour Standards: An Overview of the Corporate Social Responsibility Phenomenon” diakses dari http://library.findlaw.com/2005/Jul/11/246322.html pada tanggal 20 Agt. 2009 mengutip "Corporate Social Responsibility: An IOE Approach," International Organization of Employers Position Paper, at p. 2, online: http://www.uscib.org/ docs/03_21_03_CR.pdf

5

Asongu, J.J., op.cit. dan http://www.mallenbaker.net/csr/CSRfiles/definition.html , diakses pada tanggal .1 Agt. 2009

(28)

pentingnya ‘sustainability’ (berkesinambungan /berkelanjutan), yaitu dilakukan secara terus-menerus untuk efek jangka panjang dan bukan hanya dilakukan sekali-sekali saja. Konsep CSR memang sangat berkaitan erat dengan konsep sustainability development (pembangunan yang berkelanjutan).

Pada dasarnya CSR merupakan suatu bentuk tanggung jawab sosial yang berkembang sebagai wujud dari sebuah good corporate governence. Pada sisi ini, CSR dilihat sebagai aplikasi dari keberadaan korporat sebagai salah satu elemen sosial yang merupakan bagian dari etika bisnis. Dalam hal ini, pelaksanaan CSR mengacu pada konsep yang lebih luas dan global. Corporate social Responsibility/Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) merupakan suatu

komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan para pihak yang terkait, utamanya masyarakat disekelilingnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada, yang dilakukan terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan (Budimanta, 2002).

Pandangan konsep manajemen modern, menyebutkan bahwa perusahaan tidak dapat dipisahkan dari para individu yang terlibat di dalamnya dan stakeholders di luar perusahaan. Oleh karena itu selain bertanggung jawab secara

internal bagi kelangsungan usahanya, pemilik perusahaan juga memiliki tanggung jawab sosial kepada publik. Menurut pandangan ini, masyarakat adalah sumber dari segala sumberdaya yang dimiliki dan direproduksinya. Para profesional bekerja untuknyapun memiliki tanggung jawab ganda, selain kepada pemilik juga kepada publik. Kesan dan komitmen perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab sosialnya merupakan keputusan yang secara sepintas tidak sejalan atau bahkan bertolak belakang dengan tanggung jawab lainnya, terutama, tanggung

(29)

jawab untuk menghasilkan laba sebesar-besarnya. Memberi sumbangan, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial, bukan saja terkesan sebagai pekerjaan yang tidak perlu, melainkan juga bisa mengacaukan misi utama perusahaan-yakni mencari keuntungan (Saidi, dkk. 2003).

Nursahid (2006) menyatakan bahwa penerapan etik dalam dunia bisnis berkaitan erat dengan apa yang sekarang ini berkembang dan dikenal sebagai tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility); yakni tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi stakeholder-nya yang terkena pengaruh baik secara langsung maupun tidak

langsung dari operasi perusahaan. Perusahaan dapat mengadopsi konsep CSR ini dalam pengertian terbatas dan luas, meski pada umumnya pengertian dalam arti luas lebih dapat diterima. Dalam pengertian terbatas, tanggung jawab sosial suatu perusahaan dipahami sebagai upaya untuk tunduk dan memenuhi hukum dan aturan main yang ada. Perusahaan tidak bertanggung jawab untuk memahami ”apa yang ada” (konteks) di sekitar aturan tersebut, karena perusahaan mungkin saja menginterpretasikan secara ”kreatif” aturan-aturan hukum untuk kepentingan mereka, terutama ketika aturan tersebut tidak cukup spesifik mengatur apa yang legal dan tidak legal, atau perilaku apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.

CSR dalam pengertian luas dipahami sebagai konsep yang lebih ”manusiawi” di mana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi–termasuk di dalamnya organisasi bisnis, harus menjunjung tinggi moralitas. Dengan demikian, kendati tidak ada aturan hukum atau etika masyarakat yang mengatur tanggung

(30)

jawab sosial dapat dilakukan dalam berbagai situasi dengan mempertimbangkan hasil terbaik atau yang paling sedikit merugikan stakeholder-nya.

Perusahaan juga harus bertanggung jawab secara etis. Ini berarti sebuah perusahaan berkewajiban mempraktikkan hal-hal yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai etis. Oleh karena itu, nilai-nilai dan norma-norma masyarakat harus menjadi rujukan bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sehari-hari. Lebih dari itu, perusahaan juga mempunyai tanggung jawab filantropis yang mensyaratkan agar perusahaan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat, agar kualitas hidup masyarakat meningkat sejalan dengan operasi bisnis sebuah perusahaan (Nursahid, 2006).

Motif Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Steiner dalam Nursahid (2006) menyatakan bahwa terdapat sejumlah alasan mengapa perusahaan memiliki program-program filantropik atau program tanggung jawab sosial, yaitu: pertama, untuk mempraktikkan konsep ”good corporate citizenship”. Kedua, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Dan ketiga adalah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terdidik. Tanggung jawab sosial perusahaan biasanya didasari dua motif sekaligus, yakni: motivasi untuk menyenangkan atau membahagiakan orang lain (altruisme) pada satu sisi dan pada saat yang bersamaan terjadi pula bias kepentingan perusahaan di sisi lain. Tipologi kedermawanan tanggung jawab sosial terbagi menjadi lima kategori, yaitu: charity (amal atau derma), image building (promosi), facility (insentif pajak), security prosperity (ketahanan hidup atau peningkatan kesejahteraan, dan money laundring (manipulasi). Memahami beragam motivasi kedermawanan ini penting dari perspektif etis agar tujuan

(31)

normatif kedermawanan sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat tidak terdistorsi dan dimanipulasi oleh kepentingan yang tidak sehat.

Tahapan Charity Philanthropy Corporate

Citizenship Motivasi Agama, tradisi, adat Norma etika, hukum

universal:

redistribusi kekayan

Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan ketertiban sosial

Misi Mengatasi masalah

sesaat Mencari dan mengatasi masalah Memberikan kontribusi kepada masyarakat

Pengelolaan Jangka pendek,

menyelesaikan masalah sesaat Terencana, terorganisir, terprogram Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan

Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan/Dana Abadi,

profesionalisasi

Keterlibatan baik dana maupun sumberdaya lain

Penerima Manfaat Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan

Kontribusi Hibah sosial Hibah

pembangunan

Hibah (sosial maupun

pembangunan) dan keterlibatan sosial Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama

Sumber: Zaim Saidi ”Pengembangan Kedermawanan Perusahaan”, dalam Zaim Saidi dan Hamid Abidin, 2004. hal. 57.

Gambar 1. Matriks Karakterisasi Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan

2.3 Konsep Lembaga Keuangan Mikro

Istilah lembaga keuangan mikro (LKM) atau juga sering disebut dengan kredit mikro, pertama kali didefinisikan dalam pertemuan The World Summit on Micro Credit di Washington tanggal 2 sampai 4 Februari 1997, yang menyatakan

(32)

bahwa kredit mikro adalah program/kegiatan yang memberikan pinjaman dengan jumlah kecil kepada masyarakat miskin untuk kegiatan usaha dalam meningkatkan pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya. Sementara Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro merupakan kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per tahun.

Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut LKM. Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their microenterprises). Sedangkan bentuk LKM dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semi formal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang.

Lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, secara langsung atau tidak langsung, menghimpun dana dan menyalurkan kepada masyarakat (SK Menteri Keuangan No. Kep.-38/MKIV/72). Basit (1997) mengemukakan lembaga keuangan berfungsi sebagai penerima dan penyalur dana bagi nasabahnya. Salah satu bentuk penyaluran dana (dan menjadi kegiatan utama) adalah kredit. Peran kredit merupakan kebutuhan penting bagi nasabah, dan juga menjadi penggerak utama perekembangan lembaga keuangan. Di pedesaan lembaga keuangan informal dapat berupa lembaga legal sererti arisan

(33)

atau kelompok simpan pinjam yang memiliki aturan jelas, dibentuk atas keputusan dan kesepakatan bersama, juga ada yang dibentuk berdasar program atau keputusan pemerintah.

Lembaga keuangan dalam bentuk kelompok dapat disebut juga Credit Union (CU), yaitu sekumpulan orang yang telah bersepakat untuk berama-sama

menabung uang mereka, kemudian uang tersebut dipinjamkan diantara mereka sendiri dengan bunga yang ringan untuk maksud-maksud produktif dan kesejahteraan. Selanjutnya dikemukakan CU belum mempunyai badan hukum namun memilki ikatan pemersatu bagi anggota-anggotanya. Ikatan pemersatu dapat dianggap sebagai pembatas keanggotaan (Badan PDKK Sumut, 1980).

Krisnamurthi (2005) berpendapat walaupun terdapat banyak definisi keuangan mikro, namun secara umum terdapat tiga elemen penting dari berbagai definisi tersebut. Pertama, menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan. Keuangan mikro dalam pengalaman masyarakat tradisional Indonesia seperti lumbung desa, lumbung ‘pitih nagari’ dan sebagainya menyediakan pelayanan keuangan yang beragam seperti tabungan, pinjaman, pembayaran, deposito maupun asuransi. Kedua, melayani masyarakat miskin. Keuangan mikro hidup dan berkembang pada awalnya memang untuk melayani rakyat yang terpinggirkan oleh sistem keuangan formal yang ada sehingga memiliki karakteristik konstituen yang khas. Ketiga, menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel. Hal ini merupakan konsekuensi dari kelompok masyarakat yang dilayani, sehingga prosedur dan mekanisme yang dikembangkan untuk keuangan mikro akan selalu kontekstual dan fleksibel.

(34)

Perkembangan berikutnya, lembaga-lembaga keuangan informal ini lebih mengena di kalangan pelaku UKM karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha kecil. Keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal ini kemudian disebut sebagai LKM.

2.4 Konsep Koperasi

Koperasi berasal dari Bahasa Latin “cooperere”. Dalam bahasa Inggris “cooperation” maknanya adalah “bekerja sama”, dimana co = bersama, operation = bekerja, dan to operate = berusaha. Pengertian koperasi secara ekonomi adalah kerjasama para anggota untuk memenuhi kebutuhan bersama. Istilah “koperasi” di Indonesia secara legal pertama dikenal dalam undang-undang No. 79 tahun 1958, yang merubah kata “kooperasi” menjadi “koperasi”. Dalam UU No. 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian disebutkan “Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial beranggotakan orang-orang

atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi

sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas “kekeluargaan”. Batasan ini

sedikit berbeda dalam UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pada pasal 1 disebutkan: “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan

(35)

prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas

asas kekeluargaan”.

Koperasi berbeda dengan organisasi usaha pada umumnya. Meskipun, menurut prinsip-prinsip koperasi (cooperative principle) atau sendi-sendi dasar koperasi, masalahnya dalam UU No.12 tahun 1967, koperasi dapat berupa organisasi masyarakat atau perusahaan (enterprise). Perbedaannya adalah: dari segi organisasi anggotanya merupakan orang-orang dengan kepentingan sama, anggota bebas keluar masuk, dan kekuasaan dirapat anggota bukan pada pemilik usaha. Tidak sebagaimana di perusahaan yang pemimpinnya sentralistis, pada koperasi dikenal “tritunggal kepemimpinan” yang terdiri rapat anggota, pengurus dan manajer. Pengurus bukan penguasa mutlak. Pengelolaan usaha pada koperasi dilakukan secara terbuka, tidak tertutup sebagaimana dalam perusahaan swasta.

Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998)

menyebutkan bahwa karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain, yaitu anggota koperasi memiliki identitas ganda. Identitas ganda maksudnya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi biasa disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.

(36)

2.5 Konsep Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menurut Sumodiningrat (2007), mempunyai ciri utama: (1) pada umumnya dalam berusaha tidak memisahkan kedudukan pemilik dengan manajerial; (2) menggunakan tenaga kerja sendiri; (3) unbankable mengandalkan modal sendiri, (4) sebagian tidak berbadan hukum dan memiliki tingkat kewirausahaan yang relatif rendah. Kriteria lain menurut Bank Indonesia adalah: (1) kepemilikan oleh individu atau keluarga; (2) memanfaatkan teknologi sederhana dan padat karya; (3) rata-rata tingkat pendidikan dan keterampilan tergolong rendah; (4) sebagian tidak terdaftar secara resmi dan atau belum berbadan hukum serta; (5) tidak membayar pajak.

Ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta. Kedua, menurut kategori Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; dan (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih.

Usaha Mikro (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil) antara lain adalah Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia serta memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun.

(37)

Usaha Kecil (Menurut UU No. 9/1995, tentang Usaha Kecil):

a. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi;

b. Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Menengah atau Besar;

c. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun.

Berdasarkan Kepmenkeu 571/KMK 03/2003 maka pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran brutto dan atau penerimaan brutto tak lebih dari 600 juta.

Usaha Menengah menurut Inpres No. 10/1999, tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah:

a. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi;

b. Berdiri sendiri, dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Besar;

(38)

c. Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200 juta, sampai dengan Rp. 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun.

Usaha Produktif (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil): Usaha pada semua sektor ekonomi yang dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan usaha. Ada beberapa acuan definisi yang digunakan oleh berbagai instansi di Indonesia, yaitu:

a. UU No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil mengatur kriteria usaha kecil berdasarkan nilai aset tetap (di luar tanah dan bangunan) paling besar Rp 200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar.

b. BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah, batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun. Berdasarkan definisi tersebut, data BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM pada tahun 2002 menunjukkan populasi usaha kecil mencapai sekitar 41,3 juta unit atau sekitar 99,85 persen dari seluruh jumlah usaha di Indonesia; sedangkan usaha menengah berjumlah sekitar 61,1 ribu unit atau 0,15 persen dari seluruh usaha di Indonesia. Sementara itu persebaran UKM paling banyak berada di sektor pertanian (60 persen) dan perdagangan (22

(39)

persen) dengan total penyerapan tenaga kerja di kedua sektor tersebut sekitar 53 juta orang (68 persen penyerapan tenaga kerja secara total). c. Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri

kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp. 5 milyar. Sementara itu, usaha kecil di bidang perdagangan dan industri juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp. 200 juta dan omzet per tahun kurang dari Rp. 1 miliar (sesuai UU No. 9 tahun 1995).

d. Bank Indonesia menggolongkan UK dengan merujuk pada UU No. 9/1995, sedangkan untuk usaha menengah, BI menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp. 200 juta s/d Rp. 5 miliar) dan non manufaktur (Rp. 200 – 600 juta). e. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan

jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 1-19 orang; usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang; dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.

Pada umumnya, usaha kecil mempunyai ciri antara lain sebagai berikut:

a. Biasanya berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan hukum perusahaan

b. Aspek legalitas usaha lemah

c. Struktur organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku

d. Kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan

e. Kualitas manajemen rendah dan jarang yang memiliki rencana usaha f. Sumber utama modal usaha adalah modal pribadi

(40)

g. Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas

h. Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat dengan perusahaan, sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban pemilik.

Kondisi tersebut berakibat kepada; 1) Lemahnya jaringan usaha serta keterbatasan kemampuan penetrasi pasar dan diversifikasi pasar, 2) Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya, dan 3) Margin keuntungan sangat tipis. Sehubungan dengan permasalahan secara umum yang dialami oleh UKM, Badan Pusat Statistik (2003) mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi oleh UKM sebagai berikut:

a. Kurang permodalan

b. Kesulitan dalam pemasaran c. Persaingan usaha ketat d. Kesulitan bahan baku

e. Kurang teknis produksi dan keahlian f. Keterampilan manajerial kurang

g. Kurang pengetahuan manajemen keuangan

h. Iklim usaha yang kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan)

2.6 Kemitraan CSR Suatu Alternatif Penguatan UMKM

Berbagai strategi dan program telah diupayakan dalam pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Namun demikian, semua strategi dan program tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Kementerian Koperasi dan UKM secara khusus dan pemerintah pada umumnya mulai dari pusat sampai Provinsi dan Kabupaten/Kota. Peran dan dukungan masyarakat, perguruan tinggi termasuk para pelaku bisnis dan stakeholders lainnya juga sangatlah penting. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah perlu didukung oleh sumberdaya yang lain termasuk oleh para pelaku bisnis itu sendiri. Tanpa ada

(41)

kemauan dari para pelaku bisnis untuk melakukan perbaikan, bagaimanapun besarnya sumberdaya yang dialokasikan akan sia-sia saja. Jadi sinergitas didalam pemberdayaan UMKM menjadi kunci penentu dalam rangka membangun UMKM yang tangguh dan berdaya saing tinggi di masa depan (Dipta, 2008).

Dipta (2008) juga menyebutkan salah satu sinergitas yang telah banyak dilakukan di luar negeri, adalah kerjasama atau kemitraan antara UMKM dengan usaha besar. Kemitraan yang ideal dilandasi adanya keterkaitan usaha, melalui prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan kita kenal dengan “win-win solution”. Melalui pola kemitraan ini, diharapkan terjadinya alih teknologi dan manajemen dari perusahaan besar kepada yang lebih kecil. Di samping itu, pola kemitraan akan mendorong adanya peningkatan daya saing UMKM. Kemitraan akan membangun adanya kepastian pasokan produk, karena semuanya diatur dalam kesepakatan dalam bentuk kontrak. Selain kemitraan yang didasarkan pada inter-relasi atau keterkaitan usaha, di banyak negara juga dikembangkan program kemitraan yang didorong karena kepedulian perusahaan besar untuk membina perusahaan kecil, khususnya usaha mikro dan kecil. Pola kepedulian perusahaan besar dalam bentuk sosial seperti ini yang sering disebut CSR telah banyak dikembangkan.

CSR sebagai salah satu solusi kemitraan dapat memperkuat daya saing UMKM. Kemitraan antara UMKM dengan perusahaan yang kuat akan mendorong UMKM menjadi kuat juga. Dalam kaitan ini, kepedulian perusahaan besar akan memberi manfaat kepada kedua belah pihak, khususnya dalam rangka pengurangan dampak gejolak sosial sebagai akibat adanya kecemburuan sosial – si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin. Pengembangan program

(42)

kemitraan dengan pola CSR ini dapat dilakukan dalam berbagai pola, seperti community development, peningkatan kapasitas, promosi produk, bahkan

perkuatan permodalan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Secara spesifik menyebutkan bahwa CSR bisa diarahkan agar UMKM bisa dibantu dalam inovasi packaging, inovasi branding, inovasi produk, serta penampilan produk. Selain hal-hal tersebut, bentuk program CSR lainnya yang juga bisa dilakukan adalah pengembangan lembaga layanan bisnis dan yayasan lain yang intinya diarahkan untuk pengembangan UMKM (Ali, 2007).

2.7 Kerangka Pemikiran

Suatu perusahaan dalam menjalankan perusahaannya mempunyai tujuan ekonomis untuk meningkatkan laba/profit perusahaannya. Namun dalam aktivitas untuk mencapai tujuan ekonomis tersebut perusahaan juga mempunyai tujuan sosial yang direalisasikan dalam bentuk program-program CSR. Kedua tujuan ini tentunya berkaitan dengan tujuan jangka panjang perusahaan yaitu stabilitas usaha dan pencapaian profit jangka panjang. Di luar lingkungan perusahaan, pemerintah yang mempunyai tujuan ekonomis, politik dan sosial turut berperan sebagai regulator yang mengeluarkan peraturan untuk mewajibkan tiap perusahaan baik swasta maupun pemerintah untuk menjalankan tanggung jawab sosialnya (CSR). Sementara masyarakat yang berada di wilayah kerja perusahaan juga mempunyai tujuan ekonomis dan tujuan sosial budaya untuk menunjang keberlangsungan hidup mereka. Melalui suatu program CSR yang ditetapkan bersama-sama antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat kepentingan-kepentingan diantara

(43)

pihak-pihak tersebut disamakan agar dapat menjalankan program CSR yang berkelanjutan dengan dukungan semua pihak yang terlibat.

Program CSR perusahaan didasarkan atas tiga bidang utama yaitu: pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Program yang dibuat pada setiap bidang dibentuk dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya, suatu perusahan melakukan kolaborasi dengan stakeholder lain seperti pemerintah, LSM, akademisi, dan masyarakat. Dengan adanya kolaborasi dari tiap stakeholder ini diharapkan program yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memberikan dampak yang baik bagi perekonomian masyarakat.

Implementasi program CSR melalui program pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan merupakan salah satu bentuk program CSR yang dilakukan oleh PG. UKM ini tidak hanya di jalankan oleh PG sebagai pemrakarsa, tetapi juga berkolaborasi dengan pihak lain seperti pemerintah, LKM, dan masyarakat. Kolaborasi dengan pihak-pihak diluar perusahaan ini kemudian memberikan bantuan modal, pelatihan teknis, pemasaran produk, pengawasan usaha ataupun pelatihan manajemen kepada UKM yang ada. Dengan bantuan yang diberikan ini diharapkan memberikan dampak yang baik kepada masyarakat yang terlibat dalam program pengembangan UKM tersebut. Dampak ini dapat berupa kenaikan pendapatan dari masyarakat yang terlibat program ataupun kemajuan usaha dari masyarakat tersebut. Dampak tersebut pada akhirnya akan membuat usaha masyarakat berkelanjutan.

(44)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Implementasi CSR Pemerintah Lokal Lembaga Keuangan

mikro Masyarakat Bantuan Modal Pelatihan Teknis Pemasaran Produk Pengawasan Usaha Pelatihan Manajemen Keterangan: Hubungan Timbal Balik: Mempengaruhi: Kolaborasi

Usaha Kecil dan Menengah

Keberlanjutan

Dampak bagi perekonomian masyarakat lokal Strategi Pengembangan UKM

(45)

2.7.1 Hipotesis Pengarah

1. Implementasi CSR terfokus pada tiga bidang yang tidak terpisahkan, yaitu: Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi.

2. CSR mengadopsi prinsip pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dijalankan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3. Implementasi CSR dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah melibatkan berbagai pihak diantaranya: Perusahaan, Pemerintah, Lembaga Keuangan Mikro, dan Masyarakat.

4. Implementasi CSR dalam pengembangan UKM dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat.

2.7.2 Definisi Konseptual

1. Implementasi CSR: Pelaksanaan CSR yang dilakukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat. 2. Pihak yang terlibat: merupakan semua pihak yang berpartisipasi dan

berperan dalam pengembangan koperasi seperti pemerintah setempat, akademisi, LSM, Lembaga Keuangan Mikro dan Masyarakat.

3. Pemerintah Lokal: adalah aparat Negara yang bertugas di wilayah tempat masyarakat yang terlibat program pengembangan koperasi oleh PG.

4. Lembaga Keuangan Mikro: merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang perbankan dan memberikan legalisasi atas pinjaman yang dilakukan Koperasi untuk menambah modalnya.

(46)

5. Masyarakat: adalah penduduk yang tinggal di sekitar wilayah perusahaan dan terlibat dalam program pengembangan UKM.

6. Strategi Pengembangan UKM: merupakan hasil dari gabungan pendapat tiap-tiap stakeholder untuk menentukan apa upaya terbaik yang akan dilakukan untuk membuat UKM lebih baik lagi di masa yang akan datang. 7. Bantuan: yang diberikan berupa Community Development yang dalam hal

ini dapat berupa bantuan modal, pelatihan teknis, pemasaran produk, pengawasan usaha dan pelatihan manajemen.

8. UKM: adalah usaha informal yang kapasitasnya berupa home industry biasa dijalankan oleh masyarakat kecil dan belum mempunyai badan hukum.

9. Perekonomian masyarakat lokal: digambarkan dengan jumlah pendapatan masyarakat, apakah ada peningkatan sebelum dan sesudah adanya pengembangan UKM.

10. Keberlanjutan: merupakan lama bertahannya program yang dijalankan dalam rentang waktu yang tidak terbatas hanya satu periode saja.

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan pendekatan kualitatif mampu memberikan pemahaman secara mendalam tentang suatu realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat terkait dengan pihak-pihak yang terlibat dalam program pengembangan UKM oleh Perusahaan Geothermal, karena menekankan pada proses-proses dan makna-makna yang tidak diuji atau diukur secara ketat dari segi uji variabel terkait kuantitas, intensitas, atau frekuensi (Denzin dan Lincoln, 1994). Dalam pendekatan kualitatif ini penulis menggunakan strategi studi kasus, dengan pertimbangan bahwa penelitian ini memberikan peluang yang sangat kecil bagi peneliti untuk mengontrol gejala atau peristiwa sosial yang diteliti, disamping penelitian yang dilakukan adalah menyangkut peristiwa atau gejala kontemporer dalam kehidupan yang riil (Yin, 1996).

Baedhowi (2001) menyatakan pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, menginterpretasikan suatu kasus (case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Melalui strategi studi kasus, peneliti berusaha mengetahui eksistensi Program pengembangan UKM yang dilakukan oleh perusahaan, serta peran dari para stakeholder yang terlibat dalam program ini. Diharapkan dengan strategi tersebut,

peneliti dapat lebih mudah untuk memahami permasalahan penelitian secara lebih mendalam dan menyeluruh. Strategi studi kasus yang dipilih adalah studi kasus

(48)

instrumental, yaitu studi kasus yang dilakukan peneliti karena peneliti ingin mengkaji atas suatu kasus khusus untuk memperoleh wawasan atas suatu isu atau sebagai pendukung atau instrumen untuk membantu peneliti dalam memahami konsep CSR (disebut juga CE/Community Engagement oleh PG) yang dijalankan oleh Perusahaan Geothermal.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Perusahaan Geothermal yang berlokasi di Gunung Salak Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive). Sebelum menentukan tempat penelitian, peneliti telah melakukan observasi selama melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) pada bulan Agustus-September 2008, melakukan penelusuran kepustakaan majalah, surat kabar, internet dan informasi dari beberapa narasumber yang mengetahui keadaan/kondisi lapangan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2009. Penelitian mencakup waktu semenjak penulis intensif berada di lapangan hingga pengolahan data.

3.3 Penentuan Informan

Informan merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang pihak lain dan lingkungannya. Informan inilah yang kemudian membantu peneliti untuk mendapatkan informasi yang valid atau keterangan tambahan tentang topik kajian. Informan yang dipilih oleh peneliti adalah penduduk Kecamatan Kabandungan yang terlibat dalam pengembangan UKM yang oleh PG, pihak PG selaku pemberi informasi mengenai program pengembangan UKM sebagai bentuk CSR

(49)

perusahaannya, Pemerintah Kecamatan Kabandungan yang terlibat dalam pengembangan UKM, serta pihak Lembaga Keuangan yang terlibat langsung dalam program ini.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan digunakan adalah metode triangulasi, yaitu, metode yang terdiri atas; Observasi, Studi Literatur dan Komunikasi (wawancara dengan menggunakan panduan pertanyaan) kepada para stakeholder yang terkait dengan program Pengembangan UKM dari Perusahaan

Geothermal yang dilakukan di Kecamatan Kabandungan. Ditunjang pula dengan kegiatan studi literatur pada berbagai pustaka yang dapat dijadikan referensi.

Observasi

Meneliti program melalui pengamatan langsung terhadap lokasi penerapan program. Pengamatan ini meliputi pengamatan kepada masyarakat di Kecamatan Kabandungan yang terlibat dalam program CSR perusahaan berupa Pengembangan UKM setempat.

Studi Literatur

Meneliti program melalui penlusuran literatur berupa laporan tahunan CSR perusahaan. Selain itu juga pendokumentasian atau pengambilan gambar-gambar (foto-foto) yang terkait dengan program dan kemudian diarsipkan untuk dilampirkan sebagai bagian dari data pendukung program jika memungkinkan.

(50)

Komunikasi

Meneliti dengan melakukan wawancara menggunakan panduan pertanyaan terhadap masyarakat dan pihak-pihak yang dapat memberikan informasi mengenai program pengembangan UKM yang dilakukan perusahaan di Kecamatan Kabandungan.

Metode pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data primer dan data sekunder yang berguna dalam menjawab pertanyaan penelitian. Data primer diperoleh dari dari informan melalui wawancara yang kemudian akan dituangkan ke dalam catatan harian sebagai bekal untuk membuat pohon hierarki yang kemudian digunakan dalam membuat kuesioner expert judgement. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh melalui informasi tertulis, data-data dan literatur-literatur yang mendukung kelengkapan informasi mengenai lokasi penelitian. Data ini meliputi data profil perusahaan, kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan, pihak-pihak yang terlibat dalam program tersebut dan peran dari pihak-pihak yang terlibat. Selain itu, diperoleh juga informasi melalui literatur-literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini yang meliputi buku-buku mengenai konsep CSR, Pengembangan kelembagaan, UKM dan literatur-literatur lainnya yang terkait.

3.5 Teknik Analisis Data

Peneliti menganalisi data dalam kurun waktu yang bersamaan dengan proses pengumpulan data di lapangan. Data-data yang didapat kemudian direduksi dengan tujuan menajamkan, menggolongkan, mengeliminasi yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga mendapatkan kesimpulan

(51)

akhir. Reduksi mempunyai makna peringkasan data, penelusuran tema, pembuatan gugus-gugus, pembuatan partisi dan penulisan memo. Penyusunan gugus ini pun masih terdapat kemungkinan untuk menambah kolom mapun baris lagi guna menguji kesimpulan awal yang telah diambil dalam penyusunan usulan observasi lapang. Hal ini karena anlisis data kualitatif merupakan analisis yang terus berlanjut, berulang dan terus menerus (Sitorus, 1998). Data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk teks naratif maupun matriks yang akan mengulas mengenai identifikasi kelembagaan UKM yang ada, pihak-pihak apa saja yang terlibat serta fungsi dari masing-masing stakeholder.

Data hasil wawancara ini kemudian akan dikuantifikasi untuk mendapatkan data kuantitatif dengan menggunakan Analisis Hierarki Proses. Pengolahan data ini menggunakan model Analisis Hirarki Proses (AHP) dengan prinsip kerja penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal/sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif.

Gambar

Gambar 1. Matriks  Karakterisasi Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Tabel Perbandingan AHP
Gambar 3. Struktur Organisasi Policy, Government, and Public Affairs GPO INDO PGPA Organization Structure
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data wawancara dengan Warga RW 10 Kelurahan Karah Surabaya, Rhezita Permatasari, tanggal 14

Green IT refers to environmentally sound information technologies and systems, applications and practices and encompasses three complementary IT-enabled approaches to

Salah satu mata pelajaran yang diajarkan disetiap lembaga pendidikan Islam adalah mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam yang memiliki kontribusi dalam memberikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar pada kompetensi pengetahuan, kompetensi sikap dan kompetensi keterampilan pada

Pada tiga grafik di atas, yaitu perbandingan suhu saat kondisi normal dan saat terjadi kebakaran, terlihat perbedaan yang mencolok pada grafik perbandingan suhu sensor

sikap maupun perbuatan dan mampu mengamalkan secara istiqomah dalam kehidupan sehari-hari. Menurut peneliti, pendekatan yang di terapkan di dua lembaga tersebut yakni MA

Karena minimnya aplikasi perjalanan wisata di Indonesia, khususnya Surabaya, maka dalam Jurnal ini dibuat aplikasi perjalanan wisata berbasis web yang diharapkan bisa

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka