• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS BENCHMARKING KOMPETITIF PRODUK SUSU UHT REGULAR BERPERISA BERDASARKAN KOMPOSISI DAN INFORMASI NILAI GIZI PADA LABEL PANGAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KASUS BENCHMARKING KOMPETITIF PRODUK SUSU UHT REGULAR BERPERISA BERDASARKAN KOMPOSISI DAN INFORMASI NILAI GIZI PADA LABEL PANGAN SKRIPSI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI KASUS BENCHMARKING KOMPETITIF PRODUK SUSU UHT

REGULAR BERPERISA BERDASARKAN KOMPOSISI DAN

INFORMASI NILAI GIZI PADA LABEL PANGAN

SKRIPSI

WIDITA SUKMA WIMALA

F24070066

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

i

STUDY CASE OF PRODUCT COMPETITIVE BENCHMARKING AMONG REGULAR FLAVORED UHT MILK BASED ON COMPOSITION AND NUTRITION FACTS

Widita Sukma Wimala, Juwita Astuti and Eko Hari Purnomo

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +62 857 10098275, E-mail: [email protected]

ABSTRACT

The increasing of milk consumption makes UHT milk is potentially to be developed in Indonesia market. UHT milk market in Indonesia is led by three biggest players. They are denoted by AAZ, BBY and CCX. Based on consumer research, known that single packed regular flavored UHT milk, especially chocolate flavored, becomes the most interesting product variant to be benchmarked since it has higher preferences by consumer research‟s respondent. From this study, known that AAZR, a regular variant from AAZ, used less food additives than other product references. It also had closest nutrition profile to cow milk which is good in protein and calcium content. BBYR that is produced by YY used recombined milk-based product and fortified it product with various vitamins. BBYR has no distinctive character in its two products variant but both of the variants are high in total energy content. It is known that CCXR also used recombined milk and add various kinds of food additives to it product. However, CCXR has fortified their product with beneficial compounds such as dietary fiber and prebiotics FOS. It is recommended to develop a UHT milk product that optimized nutritional content of fresh milk and composed of minimum synthetic- food additives but it may be good to add some beneficial components to the product to increase the product value.

(3)

i

Widita Sukma Wimala. F24070066. Studi Kasus Benchmarking Kompetitif Produk Susu UHT

Regular Berperisa Berdasarkan Komposisi dan Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan. Di

bawah bimbingan Eko Hari Purnomo dan Juwita Astuti. 2011

RINGKASAN

Industri susu di Indonesia saat ini sangat potensial. Konsumsi susu di Indonesia sudah mulai meningkat dari 7.7 liter per kapita pada tahun 2008 menjadi 11.7 liter per kapita pada tahun 2010. Selama 5 tahun belakangan ini pertumbuhan susu cair siap konsumsi telah mengalami pertumbuhan yang cepat, yaitu sebesar 17.39 % per tahun. Susu UHT, sebagai salah satu jenis susu cair siap konsumsi, merupakan susu segar atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak kurang dari 135oC selama 2 detik dan dikemas segera dalam kemasan yang steril dan secara aseptis. Untuk menghasilkan suatu produk yang berkualitas serta dapat bersaing dengan produk kompetitor, diperlukan adanya kegiatan benchmarking sebagai salah satu tahapan pengembangan produk baru. Salah satu proses benchmarking yang banyak digunakan oleh suatu perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya adalah benchmarking produk pesaing. Melalui proses benchmarking ini, perusahaan dapat mengetahui peta persaingan pasar yang berlangsung. Selain itu, perusahaan dapat memperoleh informasi dan menganalisis faktor-faktor kesuksesan pesaing untuk dijadikan suatu masukan dalam mengembangkan produk baru yang lebih baik.

Praktik magang ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang konsumsi susu UHT, membandingkan produk susu UHT yang memiliki pangsa pasar tertinggi di pasar Indonesia berdasarkan komposisi serta informasi nilai gizi yang terkandung, serta memberikan informasi tambahan dan rekomendasi mengenai produk susu UHT yang akan dikembangkan oleh PT Nestlé Indonesia.

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) identifikasi awal produk pilihan dengan melakukan survey konsumen (2) pemilihan produk acuan (3) identifikasi atribut produk acuan (4) analisis atribut produk acuan (5) serta penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil survei konsumen yang dilakukan, varian susu UHT yang lebih banyak dikonsumsi dan digemari adalah susu UHT regular berperisa. Selain itu juga diketahui bahwa faktor komposisi dan nilai gizi yang terkandung pada produk merupakan faktor yang paling penting pada saat konsumen memilih produk susu UHT. Pasar susu UHT di Indonesia dikuasai oleh tiga industri besar yang dikodekan dengan ZZ dengan kode merek dagang AAZ, BB dengan kode merek dagang BBY, serta CC dengan kode merk dagang CCX. Hasil benchmarking pada ketiga produk acuan menunjukan bahwa AAZ menggunakan paling sedikit jenis bahan dalam produknya. Selain itu AAZ juga menjadi satu-satunya merk produk yang di dalamnya hanya terkandung susu segar sebagai bahan utama. Selain itu, pewarna yang digunakan pada varian stroberi miliknya (AAZR3) adalah pewarna alami karmin. BBY cenderung mengandung komposisi bahan yang sama dengan CCX, perbedaan yang signifikan terletak pada fortifikasi vitamin yang lebih beragam pada BBY dan fortifikasi komponen fungsional serat pangan dan frukto-oligosakarida pada CCX. Selain itu, pewarna makanan yang digunakan dalam varian stroberi produk BBY dan CCX merupakan pewarna sintetik. Berdasarkan segi kandungan gizi, terlihat bahwa AAZ memiliki kecenderungan yang tinggi pada komponenprotein. BBY tidak memiliki karakter nilai kandungan gizi yang sama pada varian cokelat dan stroberi yang dimilikinya. Sedangkan CCX lebih identik dengan kandungan vitamin yang tinggi serta adanya komponen fungsional lain seperti serat pangan serta prebiotik frukto-oligosakarida.

(4)

ii

Rekomendasi yang dapat diberikan adalah melakukan pengembangan produk susu UHT, khususnya varian regular berperisa dalam kemasan sekali konsumsi (single packed). Karena produk ini termasuk kedalam produk yang berada di fase pertumbuhan, maka beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas produk dengan cara menggunakan bahan yang lebih alami dan mengurangi penggunaan bahan tambahan sintetik. Selain itu kualitas nilai gizi juga harus diperhatikan antara lain dengan cara mengacu pada nilai gizi susu segar. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan produk ini adalah memperluas distribusi produk atau memasuki segmen pasar baru dengan cara penambahan nutrien fungsional.

(5)

STUDI KASUS BENCHMARKING KOMPETITIF PRODUK SUSU UHT

REGULAR BERPERISA BERDASARKAN KOMPOSISI DAN

INFORMASI NILAI GIZI PADA LABEL PANGAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

WIDITA SUKMA WIMALA

F24070066

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(6)

iii

Judul Skripsi : Studi Kasus Benchmarking Kompetitif Produk Susu UHT Regular Berperisa Berdasarkan Komposisi dan Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Nama : Widita Sukma Wimala

NIM : F24070066

Menyetujui:

Pembimbing Akademik,

Pembimbing Lapang,

(Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc)

(Juwita Astuti STP)

NIP 197604121999031004

NIP 3103893

Mengetahui:

Plt. Ketua Departemen,

(Dr. Nurheni Sri Palupi, M.Si)

NIP 196108021987032002

(7)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi Kasus

Benchmarking Kompetitif Produk Susu UHT Regular Berperisa Berdasarkan Komposisi

dan Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan

dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011 Yang membuat pernyataan,

Widita Sukma Wimala F24070066

(8)

iv

© Hak cipta milik Widita Sukma Wimala, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(9)

v

BIODATA PENULIS

Widita Sukma Wimala lahir di Jakarta, 30 Juni 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Aris Wijayanto dan Dyah Retna Duhita. Penulis menamatkan jenjang SD di SD Muhammadiyah 12 Pamulang pada tahun 2002, jenjang SMP di SMP Islam Al-Azhar 1 Jakarta melalui program akselerasi pada tahun 2004, dan jenjang SMA di SMA Islam Al-Azhar 1 Jakarta pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mayor program studi Ilmu dan Teknologi Pangan serta memilih minor Manajemen Fungsional.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan diantaranya adalah menjadi anggota Kapangan 2008 dan seksi acara BAUR ITP 2009. Selain itu penulis juga termasuk ke dalam divisi Eksternal HIMITEPA 2009-2010 serta menjadi ketua klub tari Fateta „Elodea‟ 2009-2010. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan kegiatan praktik kerja magang selama empat bulan di kantor pusat PT Nestle Indonesia divisi teknikal untuk melaksanakan penelitiannya yang berjudul “Studi Kasus Benchmarking Kompetitif Produk

Susu UHT Regular Berperisa Berdasarkan Komposisi dan Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan “

(10)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Studi Kasus Benchmarking

Kompetitif Produk Susu UHT Regular Berperisa Berdasarkan Komposisi dan Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan” dilaksanakan melalui kegiatan magang di PT Nestle Indonesia

sejak bulan Februari-Juni 2011. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaaian skripsi ini, yaitu:

1. Keluarga tercinta, Papa Aris Wijayanto, Mama Dyah Retna Duhita, Adik Dayita Sukma Destanta, Kakak Adisti Sukma Nirmala, Kakak ipar Ahmad Zulfikar Syarif, dan Keponakan Zheira Daania Sukma Syarif atas segala dukungan, doa, pengorbanan, bantuan dan kasih sayang yang telah diberikan

2. Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc selaku pembimbing akademik atas saran, bimbingan dan perhatian yang telah diberikan

3. Ir Affifudin dan Juwita Astuti, STP selaku pembimbing lapang dari PT Nestle Indonesia atas bimbingan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis melaksanakan kegiatan magang 4. Ir. Sutrisno Koeswara M.Si atas kesediannya sebagai penguji sidang dan memberikan

masukan-masukan yang berguna bagi penulisan ini.

5. Yuri Dalian Verstraeten dan tante Suti Arifin Nasution atas kasih sayang serta pelajaran hidup yang telah diberikan kepada penulis.

6. Sahabat dan kerabat terbaik Pradipta Ariyo Bhaskoro, Rina Paramita dan Rizkyan Adi Pradana. Terima kasih atas segala dukungan yang diberikan.

7. Rekan-rekan terbaik selama menempuh jenjang universitas, Paramita Adimulyo, Vendryana Ayu Larasati, Arum Nurhandayani, Leo Wibisono, Nurulaini Fitria, Nuzulia Farhani serta Anita Ekawati Herwanda yang telah mewarnai hari-hari penulis dengan tawa dan canda. 8. Reggie, Dimas, Irsyad, Adi, Agi, Cherish, Andri, Iman, Daniel, Mike, Ulfa, Dinda, Amel,

Marki, Beti, Trancy, Laylia, Nadiah, Vita, Punjung, Daniel, serta teman-teman ITP lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

9. Rekan-rekan PT Nestle Indonesia, khususnya divisi Manufacture and Regulatory Affair, yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama kegiatan magang berlangsung.

10. Seluruh staff pengajar dan pendukung kegiatan belajar penulis dari jenjang Taman Kanak-Kanak hingga jenjang Universitas. Terima kasih atas ilmu dan bantuan yang diberikan.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima kasih.

Bogor, September 2011

(11)

vii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR………...……vi DAFTAR TABEL………...………...ix DAFTAR GAMBAR………..………...………...x DAFTAR LAMPIRAN………...………...xi I. PENDAHULUAN ... 1 A. LATAR BELAKANG ... 1 B. TUJUAN ... 2

II. PROFIL PERUSAHAAN... 3

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ... 3

B. LOKASI PERUSAHAAN ... 5

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ... 6

D. VISI DAN MISI PERUSAHAAN ... 6

E. PROSES PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI PT NESTLĖ INDONESIA... 7

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. SUSU ... 9

B. NILAI GIZI SUSU ... 10

C. SUSU UHT (ULTRA HIGH TEMPERATURE) ... 12

D. PROSES PRODUKSI SUSU UHT ... 15

F. LABEL PANGAN ... 17

G. INFORMASI NILAI GIZI ... 20

H. PRINCIPLE COMPONENT ANALYSIS ... 24

I. ANALISIS BIPLOT ... 25

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. WAKTU DAN TEMPAT ... 27

B. METODE PENELITIAN ... 27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. PROSES BENCHMARKING ... 30

a. Identifikasi Awal Produk Pilihan ... 30

b. Pemilihan Produk Acuan ... 39

c. Identifikasi Atribut Produk Acuan ... 42

d. Analisis data kandungan nilai gizi produk acuan ... 53

(12)

viii

VII. REKOMENDASI ... 66 DAFTAR PUSTAKA ... 68

(13)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sejarah singkat PT Nestlé di Indonesia ……… 5

Tabel 2. Syarat mutu susu segar ………... 9

Tabel 3. Kandungan mineral dalam susu sapi ………... 12

Tabel 4. Kandungan vitamin rata-rata dalam susu ……… 12

Tabel 5. Syarat mutu susu UHT (tawar dan berperisa) ……….. 14

Tabel 6. Keterangan tentang label pangan dan fungsinya ………. 20

Tabel 7. Nilai acuan label gizi untuk kelompok konsumen ……… 24

Tabel 8. Top brand 2010 kategori produk susu cair siap minum ………... 41

Tabel 9. Komposisi produk acuan susu UHT regular berperisa coklat ……….. 43

Tabel 10. Komposisi produk acuan susu UHT regular berperisa stroberi ……… 43

Tabel 11. Data kandungan nilai gizi produk acuan susu UHT berperisa coklat ………... 48

Tabel 12. Data kandungan gizi produk acuan susu UHT regular berperisa stroberi ………. 49

Tabel 13. Akar ciri (eigen value), % variance, dan cumulative % keragaman produk acuan susu UHT regular berperisa coklat……….. 53

Tabel 14. Akar ciri (eigen value), % variance, dan cumulative % keragaman produk acuan susu UHT regular berperisa stroberi……… 53

Tabel 15. Nilai eigen vectors dari variabel kandungan nilai gizi produk acuan susu UHT regular berperisa coklat……… 55

Tabel 16. Nilai eigen vectors dari variabel kandungan nilai gizi produk acuan susu UHT regular berperisa stroberi………. 56

Tabel 17. Nilai factor loading dari variabel kandungan nilai gizi produk acuan susu UHT regular berperisa coklat……… 57

Tabel 18. Nilai factor loading dari variabel kandungan nilai gizi produk acuan susu UHT regular berperisa stroberi………. 58

Tabel 19. Factor scores antara sampel dengan komponen utama produk acuan susu UHT regular berperisa coklat……… 60

Tabel 20. Factor scores antara sampel dengan komponen utama produk acuan susu UHT regular berperisa stroberi………. 60

(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir proses pengembangan produk baru di PT Nestlé Indonesia ……… 7

Gambar 2. Proses produksi susu UHT berperisa……….……. 16

Gambar 3. Format umum informasi nilai gizi ………. 22

Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian ……… 29

Gambar 5. Responden berdasarkan jenis kelamin ……… 30

Gambar 6. Responden berdasarkan rentang usia ………. 30

Gambar 7. Responden berdasarkan domisili tempat tinggal ……… 31

Gambar 8. Responden berdasarkan jenis pekerjaan ……….. 31

Gambar 9. Responden berdasarkan tingkat pendapatan rata-rata per bulan ……….. 32

Gambar 10. Responden berdasarkan tingkat pengeluaran rata-rata untuk konsumsi per bulan .. 33

Gambar 11. Pola konsumsi susu UHT responden ………. 33

Gambar 12. Alasan responden yang tidak pernah mengonsumsi susu UHT ………. 34

Gambar 13. Tingkat konsumsi susu UHT per minggu ……… 34

Gambar 14. Kategori susu UHT yang sering dikonsumsi ……… 35

Gambar 15. Faktor yang paling berpengaruh dalam pemilihan produk susu UHT ………. 36

Gambar 16. Varian rasa susu UHT yang sering dikonsumsi ……… 36

Gambar 17. Tempat yang paling sering dipilih untuk membeli susu UHT ……… 37

Gambar 18. Jenis ukuran kemasan susu UHT yang sering dikonsumsi ……… 37

Gambar 19. Kepedulian untuk memerhatikan label produk saat akan mengonsumsi susu UHT .. 38

Gambar 20. Pangsa pasar susu sterilisasi di Indonesia tahun 2009-2010 berdasarkan volume penjualan ………. 40

Gambar 21. Pangsa pasar susu sterilisasi di Indonesia tahun 2009-2010 berdasarkan nilai penjualan ……… 40

Gambar 22. Loading plot produk acuan susu UHT regular berperisa coklat (per 100 ml) …….. 59

Gambar 23. Loading plot produk acuan susu UHT regular berperisa stroberi (per 100 ml) ……. 59

Gambar 24. Score plot produk acuan susu UHT regular berperisa coklat (per 100 ml) ……….. 61

Gambar 25. Score plot produk acuan susu UHT regular berperisa stroberi (per 100 ml) ……… 61

Gambar 26. Biplot produk acuan susu UHT regular berperisa coklat (per 100 ml) ……… 63

(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Halaman muka kuisoner online web survey……… 71 Lampiran 2. Kode kandungan gizi pada analisis PCA………. 74 Lampiran 3. Nilai rataan dan standar deviasi dari setiap variabel kandungn nilai gizi terhadap

sampel produk acuan susu UHT regular berperisa coklat ………. 75 Lampiran 4. Nilai rataan dan standar deviasi dari setiap variabel kandungn nilai gizi terhadap

sampel produk acuan susu UHT regular berperisa stroberi ……… 76 Lampiran 5. Nilai Z dari setiap variabel kandungn nilai gizi terhadap sampel produk acuan susu

UHT regular berperisa coklat ………. 77 Lampiran 6. Nilai Z dari setiap variabel kandungn nilai gizi terhadap sampel produk acuan susu

(16)

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Persaingan dagang pada era globalisasi berkembang menjadi sangat ketat. Untuk dapat bertahan di tengah persaingan ini, sebuah perusahaan harus peka terhadap tren yang sedang meningkat di masyarakat. Perkembangan industri pangan di Indonesia cukup pesat dan menghasilkan berbagai jenis produk pangan olahan. Pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, serta perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia telah mendorong peningkatan konsumsi produk pangan yang mengandung protein hewani. Susu, sebagai salah satu jenis protein hewani merupakan produk pangan yang memiliki potensi yang baik di Indonesia.

Industri susu di Indonesia saat ini sangat potensial mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Selain itu, konsumsi susu di Indonesia sudah mulai meningkat dari 7.7 liter per kapita pada tahun 2008 menjadi 11.7 liter per kapita pada tahun 2010 (Purwoko, 2010). Penjualan produk susu dan krim di Indonesia pada tahun 2007 bahkan menempati peringkat 8 dunia (Nielsen, 2008). Permintaan susu dimasa mendatang akan meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan atau daya beli, maupun kesadaran pangan dan gizi (Rahman, 2008). Selain itu, peningkatan konsumsi susu merupakan salah satu sarana untuk mencegah terjadinya lost generation dari bangsa Indonesia (khususnya bagi generasi muda) akibat kekurangan asupan protein. Berdasarkan data UNDP (United Nations Development Programme), bangsa Indonesia menduduki peringkat ke 110 dan berada di bawah Vietnam dalam perihal terjadinya lost generation (Usmiati dan Abubakar, 2009).

Proses pengolahan susu bertujuan untuk memperoleh susu yang beraneka ragam, berkualitas tinggi, berkadar gizi tinggi, tahan simpan, mempermudah pemasaran dan transportasi, sekaligus meningkatkan nilai tukar dan daya guna bahan mentahnya. Proses pengolahan susu selalu berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu di bidang tekologi pangan. Tiga tipe produk hasil pengolahan susu yang mendominasi pasar Indonesia adalah susu cair siap konsumsi (susu UHT, susu pasteurisasi dan susu sterilisasi), susu kental manis dan susu bubuk. Susu bubuk menguasai 39 % dari pasar susu di Indonesia, sedangkan susu kental manis dan susu cair siap konsumsi masing-masing menguasai 35 % dan 26 % (USDA, 2010). Namun kenyataannya selama 5 tahun belakangan ini pertumbuhan susu cair siap konsumsi justru mengalami pertumbuhan yang cepat, yaitu sebesar 17.39 % per tahun. Nilai ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pertumbuhan susu kental manis yang hanya 4.74 % per tahun. Pertumbuhan susu cair siap konsumsi akan terus meningkat seiiring dengan kepedulian konsumen untuk mengonsumsi produk yang segar dan alami. Bentuk konsumsi masyarakat akan mengalami perubahan dari yang sebelumnya lebih banyak produk primer akan mulai bergeser ke produk olahan. Namun Wirakartakusumah (1994) juga mengemukakan bahwa konsumen di masa mendatang akan semakin menuntut mutu dan kesegaran pangan. Sehingga produk olahan dengan tetap memperhatikan kesegaran produk seperti susu UHT akan sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Susu UHT, sebagai salah satu jenis susu cair siap konsumsi, merupakan susu segar atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak kurang dari 135oC selama 2 detik dan dikemas segera dalam kemasan yang steril dan secara aseptis (BPOM, 2006). Susu UHT potensial untuk dikembangkan mengingat kelebihan yang dimiliki jenis susu ini, antara lain umur

(17)

2

simpannya yang relatif lama serta memiliki sensori dan mutu gizi yang relatif sama dengan susu segar. Hal ini merupakan nilai lebih yang dimiliki susu UHT sehingga besar peluangnya untuk terus dikembangkan.

Untuk menghasilkan suatu produk yang berkualitas serta dapat bersaing dengan produk kompetitor, diperlukan suatu tahapan pengembangan produk. Salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh suatu perusahaan dalam pengembangan produk adalah kegiatan benchmarking. Salah satu proses benchmarking yang banyak digunakan oleh suatu perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya adalah benchmarking produk pesaing. Melalui proses benchmarking ini, perusahaan dapat mengetahui peta persaingan pasar yang berlangsung. Selain itu, perusahaan dapat memperoleh informasi dan menganalisis faktor-faktor kesuksesan pesaing. Informasi ini dapat dijadikan salah satu landasan awal dalam pengembangan produk. Selanjutnya informasi ini dapat dijadikan suatu masukan untuk menghasilkan atau mengembangkan produk baru yang lebih baik.

Benchmarking sebagai salah satu tahapan pengembangan produk, biasa dilakukan oleh PT Nestlé Indonesia sebagai salah satu langkah untuk mengetahui posisi produknya dibandingkan produk kompetitor. Melalui proses benchmarking, PT Nestlé Indonesia dapat mengumpulkan informasi mengenai kecenderungan produk yang terdapat di pasar, baik segi keunggulan maupun kelemahannya.

B. TUJUAN

Tujuan dari praktik magang ini adalah mengetahui latar belakang konsumsi susu UHT serta membandingkan produk susu UHT yang memiliki pangsa pasar tertinggi di pasar Indonesia berdasarkan komposisi serta informasi nilai gizi yang terkandung. Selain itu, kegiatan magang ini juga bertujuan untuk memberikan informasi tambahan dan rekomendasi mengenai produk susu UHT yang akan dikembangkan oleh PT Nestlé Indonesia.

(18)

II.

PROFIL PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Nestlé merupakan produsen makanan terkemuka di dunia yang memasok lebih dari 10 juta produk makanan ke pasaran setiap tahunnya. „Good Food, Good Life‟ merupakan slogan Nestlé yang menggambarkan komitmen Nestlé sebagai produsen makanan yang peduli akan kesehatan umat manusia dengan menghasilkan makanan yang sehat, bermutu, aman, berkualitas, bergizi, dan menyenangkan untuk dikonsumsi demi mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

Nestlé didirikan pada tahun 1866 di Vevey, Swiss. Pendirinya adalah Henry Nestlé, seorang ahli gizi berkebangsaan Jerman. Hal yang melatarbelakangi Henry Nestlé adalah banyaknya bayi yang meninggal dunia sebelum usia mereka mencapai satu tahun, hal ini dikarenakan para ibu tidak dapat menyusui sendiri bayinya. Terlebih lagi saat teman Henry Nestlé menghampiri dirinya untuk menyelamatkan bayi prematur. Henry Nestlé kemudian membawa bayi itu kerumahnya dan memberikan makanan berupa paduan dari roti, susu dan gula. Kondisi bayi tersebut pun berangsur pulih dari hari ke hari. Penemuan ini memberikan kabar gembira dan langsung tersebar luas.

„Ferine Lactee Nestlé‟ mejadi makanan pendamping ASI sekaligus makanan penambah gizi yang berhasil menekan angka kematian bayi. Sejak saat itu Nestlé menjadi perusahaan produsen makanan yang mendapat kepercayaan dari masyarakat. Henry Nestlé memanfaatkan nama keluarganya 'Nestlé', yang dalam bahasa Jerman Swiss berarti sarang burung kecil (little nest), menjadi logo perusahaannya. Logo tersebut menjadi lambang rasa aman, kasih sayang, kekeluargaan dan pengasuhan.

Henry Nestlé bukan saja melahirkan makanan bayi yang bermutu, namun juga menjadi orang Swiss pertama yang membangun industri modern yang berpikir akan pentingnya citra merek dan perusahaan. Melalui simbol dua anak burung dalam sarang bersama induknya dengan penuh kasih sayang memberi makanan kepada anakanya, citra Nestlé langsung dikenal sebagai perusahaan yang menghasilkan makanan bermutu penuh gizi. Simbol ini kemudian diubah pada tahun 1868 dan langsung diterapkan di berbagai materi iklan dan publikasi. Sampai sekarang, logo ini tetap digunakan dalam nuansa modern sesuai dengan kemajuan zaman.

Pada tahun 1910 susu „Tjap Nona‟ masuk ke pasaran Indonesia melalui distributor yang ada di Singapura. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1965 pemerintah membuka kesempatan berinvestasi bagi investor asing. Kebijakan ini mendorong Nestlé dan para mitranya untuk membuka usaha di Indonesia. Pada tanggal 29 Maret 1971, Nestlé S.A yang berpusat di Vevey, Swiss bersama mitra lokalnya mendirikan PT. Food Specialties Indonesia. Pabrik pertama didirikan di Waru, Jawa Timur. Pabrik ini didirikan pada tahun 1972 dan mulai beroperasi pada tahun 1973 yang menghasilkan susu Tjap Nona.

Pada awal 1980 produksi susu segar mengalami peningkatan drastis, kondisi tersebut merupakan salah satu keberhasilan PT Food Specialties Indonesia dalam membina petani sapi perah. Hal ini mendorong PT Food Specialties Indonesia mendirikan pabrik baru. Pabrik ini didirikan di Kejayan pada tahun 1984 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1988 serta diresmikan oleh Presiden RI (pada saat itu) Soeharto, pada Juni 1988.

(19)

4

Pada tahun 1979, PT Nestlé Beverages Indonesia (dahulu bernama PT Indofood Jaya Raya) yang memiliki pabrik di Panjang, Lampung, mulai memproduksi kopi instan „Nescafé‟. Selain pure coffee, PT Nestlé Beverages Indonesia juga memproduksi mixes coffee dalam berbagai aroma. Pada tahun 1997 Nescafé mulai memasuki pasaran Rusia dalam kemasan jar dan dua tahun kemudian produksi kopi instan dalam kemasan kaleng dihentikan. Selanjutnya pada tahun 2001 sebagian proses pengemasan untuk produk 3in1 diserahkan ke co-manufacturer dan PT Nestlé Beverages Indonesia berganti nama menjadi PT Nestlé Indonesia.

Pada tahun 1988 Nestlé pusat mengakusisi Rowntree Macintosh dari Inggris sehingga membuka peluang Nestlé untuk mengembangkan usahanya di bidang kembang gula. Pabrik PT Food Specialties Indonesia yang merupakan anak perusahaan Nestlé mengambil alih PT Multi Rasa Agung, yang memiliki pabrik di Cikupa, Tangerang dan menghasilkan permen dengan merek dagang „Foxs‟. Pada tahun 1990 diresmikan pabrik baru di Cikupa, Tangerang. Pada tahun 1992, dalam rangka memperluas usahanya, PT Multi Rasa Agung memperluas pabriknya dan memproduksi permen dengan merek dagang „Polo‟. Pada 1996 PT Multi Rasa Agung berganti nama menjadi PT. Nestlé Confectionery Indonesia dan mulai memproduksi „Nestea Powder‟ pada tahun 1997.

Selain pabrik Waru, Kejayan, Cikupa dan Panjang, Nestlé Indonesia juga memiliki sebuah pabrik di Telaga yang memproduksi mie instan. Sejak tahun 1999 dilakukan penggabungan manajemen secara bertahap di PT Nestlé Indonesia dan pabrik-pabriknya. Pada Desember 1999, PT Nestlé Indonesia dan PT Nestlé Asean Indonesia berubah menjadi PT Nestlé Indonesia, yang kedua pada akhir tahun 2000 PT Nestlé Confectionery Indonesia bergabung dengan PT Supmi Sakti, kemudian berubah menjadi PT Nestlé Indonesia dan pabrik Telaga ditutup. Ketiga, pada akhir tahun 2001 PT Nestlé Beverages Indonesia dan PT Nestlé Distribution Indonesia bergabung dengan PT Nestlé Indonesia. Pada Juni 2002, pabrik Waru dilikuidasi dan digabung dengan pabrik Kejayan.

PT Nestlé Indonesia juga semakin memperluas usahanya dengan melakukan perjanjian kerjasama dengan perusahaan lain. Salah satu kerjasama yang dilakukan berlangsung pada 1 April 2005. PT Nestlé dan PT Indofood Sukses Makmur, TBK melakukan kerjasama dalam bentuk joint venture. Perusahaan ini diberi nama PT Nestlé Indofood Citarasa Indonesia (NICI). Perusahaan ini menghasilkan produk-produk bumbu masakan yang akan dipasarkan di Indonesia. Sejak tanggal 29 Desember 1993, PT Food Specialties Indonesia telah resmi berganti nama menjadi PT Nestlé Indonesia.

(20)

5

Tabel 1. Sejarah singkat PT Nestlé di Indonesia

Waktu Perkembangan

Abad 19 Produk Nestlé Milkmaid dikenal sebagai „Tjap Nona‟. 29 Maret 1971 Berdirinya PT Food Specialties Indonesia.

1972 Berdirinya Pabrik Waru, Jawa Timur.

1973 Pabrik Waru mulai beroperasi dengan menghasilkan produk susu. 12 April 1978 Berdirinya PT Indofood Jaya Raya yang kemudian berganti nama

menjadi PT Nestlé Beverages Indonesia.

1979 Berdirinya Pabrik Panjang, Lampung yang menghasilkan produk-produk kopi.

1988 Berdirinya Pabrik Kejayan, Jawa Timur yang menghasilkan produk-produk susu bubuk.

1990 Berdirinya Pabrik Cikupa, Tangerang yang menghasilkan produk-produk confectionery.

1993 Perubahan nama PT Food Specialties menjadi PT Nestlé Indonesia. 1995 Pengakusisian PT Supmi Sakti yang memproduksi mie instant dengan

pabrik yang berlokasi di Telaga.

1998 PT Sumber Pangan Segar dan PT Rola Perdana ditunjuk sebagai distributor utama PT Nestlé Indonesia. Selanjutnya kedua perusahaan ini bergabung dan berganti nama menjadi PT Nestlé Distribution Indonesia yang merupakan distributor tunggal.

2001 Penggabungan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup PT Nestlé Indonesia menjadi satu badan hukum PT Nestlé Indonesia. 2002 Pengintregasiaan Pabrik Waru dengan Pabrik Kejayan.

2005 Pembentukan joint venture dengan PT Indofood Sukses Makmur, TBK dengan nama perusahaan PT Nestlé Indofood Citarasa Indonesia.

B.

LOKASI PERUSAHAAN

PT Nestlé Indonesia berkantor pusat di Wisma Nestlé, Perkantoran Hijau Arkadia, Menara B, Lantai 5 Jl. TB Simatupang Kav 88, Jakarta 12520, Indonesia

Saat ini, PT Nestlé Indonesia mempunyai 3 pabrik untuk menunjang proses produksi, yaitu:

1. Pabrik Kejayan, didirikan pada tanggal 2 Juni 1988 Lokasi: Desa Kejayan, Pasuruan – Jawa Timur

Hasil Produksi: Susu bubuk, susu kental manis dan susu sterilisasi 2. Pabrik Panjang, didirikan pada tahun 1979

Lokasi: Desa Seampok, Panjang – Lampung Hasil Produksi: Kopi bubuk dan kopi bubuk instan 3. Pabrik Cikupa, didirikan pada bulan Oktober 1990

Lokasi: Desa Bitung Jaya, Cikupa – Tangerang

Hasil Produksi: Permen, minuman serbuk teh instan, choco snack

Selain itu, daerah pemasaran PT Nestlé Indonesia juga dibagi menjadi empat wilayah kantor penjualan, yaitu:

(21)

6

Kantor ini berlokasi di Jl. M.G. Manurung I Km. 9,3 Kelurahan Tanjung Morawa, Medan, Sumatra Utara

2. Kantor wilayah penjuallan II

Kantor ini berlokasi di Jl. Paus no 91, Rawamangun, Jakarta Timur, DKI Jakarta 3. Kantor wilayah penjualan III

Kantor ini berlokasi di Jl. Berbek Industri I/ 23 komp. SIER, Waru, Surabaya, Jawa Timur

4. Kantor wilayah penjualan IV

Kantor ini berlokasi di Jl. Kapasan Raya 3 (Makassar Industrial Estate), Makassar, Sulawesi Tengah.

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN

PT Nestlé Indonesia merupakan badan usaha Perseroan Terbatas (PT) yang merupakan bentuk perusahaan untuk menjalankan perusahaan yang mempunyai modal usaha terbagi atas saham-saham. Anggotanya memiliki hak suara penuh dalam rapat anggota, sehingga pemegang saham atau anggota turut menentukan jalannya perusahaan tersebut.

Struktur organisasi yang berlaku di PT Nestlé Indonesia meliputi dua bagian, yaitu struktur organisasi di kantor pusat dan struktur organisasi di setiap pabrik. Pemegang jabatan tertinggi di PT Nestlé Indonesia adalah seorang Presiden Direktur yang mengepalai Divisi Teknikal, Divisi Keuangan, Divisi Supply Chain, Divisi Sumber Daya Manusia, Divisi Legal and Corporate Affairs, Divisi Penjualan, Divisi Infant Nutrition, Divisi Dairy Products, Divisi Coffee and PPP (Popularly Position Products), Divisi Confectionery, Divisi Nestlé Profesional, Divisi Liquid Products, Divisi Pelayanan Penjualan, serta Divisi Global. Presiden direktur bersama masing – masing pimpinan divisi disebut sebagai Management Committee (Macom).

D. VISI DAN MISI PERUSAHAAN

PT Nestlé Indonesia, sebagai salah satu produsen makanan terbesar di Indonesia memiliki misi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat. Selain itu, visi dari PT Nestlé Indonesia adalah:

1. Meraih kepercayaan konsumen, dan menjadi perusahaan makanan dan nutrisi yang terkemuka serta terpandang di Indonesia

2. Menjamin keuntungan dan kelangsungan pertumbuhan jangka panjang dengan modal yang efisien bagi perusahaan, melalui pelayanan yang mampu meningkatkan kualitas kehidupan konsumen

3. Menjadi pemimpin pangsa pasar atau posisi no. 2 yang kuat di setiap kategori

Selain visi dan misi, PT Nestlé Indonesia juga menetapkan motto perusahaan mereka, yaitu “Passion for Our Consumers”. Melalui motto ini, PT Nestlé Indonesia selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi konsumennya. Berdasarkan hal ini pula, PT Nestlé Indonesia menerapkan beberapa kebijakan Kualitas dan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan.

Kebijakan Kualitas meliputi :

1. Produk dan jasa tidak pernah mengabaikan faktor keamanan pangan 2. Selalu mematuhi peraturan yang berlaku

3. Zero waste dan zero defect

(22)

7

Kebijakan Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan meliputi :

1. Karyawan dan mitra bisnis adalah alat yang paling berharga

2. Menerapkan praktek bisnis yang ramah lingkungan (mencegah pencemaran lingkungan) 3. Mematuhi semua peraturan di bidang lingkungan dan K3

4. Menihilkan kecelakaan kerja dan keluhan masyarakat

5. Perbaikan secara terus menerus di bidang lingkungan dan PT Nestlé Indonesia selalu menerapkan nilai-nilai yang selama ini menjadi landasan bagi perusahaan dan seluruh karyawan, nilai-nilai tersebut dikenal dengan istilah “PRIDE”, yang merupakan singkatan dari Passion (Semangat), Respect (menghormati), Integrity (Integritas), Determination (Gigih), dan Excellence (Unggul).

E. PROSES PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI PT NESTLĖ

INDONESIA

Proses pengembangan produk baru di PT Nestlé Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. Diketahui bahwa pengembangan produk baru di PT Nestlé Indonesia diawali dengan adanya ide baru. Selanjutnya pihak pemasaran akan mengadakan survei konsumen awal mengenai ide tersebut. Langkah ini bertujuan untuk melihat kelayakan ide tersebut untuk dikembangkan menjadi produk yang nyata. Selain itu, survei konsumen ini juga bertujuan untuk menggali informasi dari konsumen mengenai produk yang mereka sukai. Hasil survei ini selanjutnya dijadikan sebuah konsep awal yang diberikan kepada pihak Manufacture.

Gambar 1. Diagram alir proses pengembangan produk baru di PT Nestlé Indonesia

Langkah awal yang dilakukan oleh pihak Manufacture adalah benchmarking. Pada tahapan ini, pihak Manufacture memilih beberapa merek produk yang sesuai atau mendekati konsep produk untuk diidentifikasi dan dijadikan acuan dasar produk. Merek yang dipilih haruslah merek produk yang dianggap unggul di kelasnya. Unggulnya suatu merek terhadap merek lain dapat diketahui melalui informasi pangsa pasar produk tersebut. Hasil dari proses benchmarking selanjutnya dijadikan prototype yang kemudian diuji terhadap penerimaan konsumen. Jika penerimaan konsumen menunjukan hasil yang positif, maka akan dilakukan

(23)

8

trial produksi, namun juka penerimaan konsumen menunjukan hasil yang negatif maka akan dilakukan kajian ulang terhadap prototype. Hasil produk dari trial yang telah dilakukan kemudian diuji kepada konsumen. Jika hasil dari uji konsumen menunjukan hasil yang positif maka produk siap untuk diregistrasi ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), namun jika hasil uji konsumen menunjukan hasil negatif, maka akan dilakukan trial ulang berdasarkan kajian hasil uji.

Produk yang telah lolos uji konsumen dan selanjutnya akan diregistrasi membutuhkan dokumen mengenai uji kualitas dan analisis kimia, fisik serta mikrobiologi yang disiapkan oleh bagian Regulatory Affair. Jika produk lolos registrasi dan mendapat persetujuan BPOM, maka perusahaan akan menyiapkan kemasan yang kemudian diikuti dengan produksi produk secara industrial. Setelah melalui tahapan tersebut, maka produk baru telah siap untuk dipasarkan.

(24)

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. SUSU

Menurut segi kimia, susu merupakan cairan kompleks yang mengandung lebih dari 100 senyawa kimia terpisah (Chandan, 1997). Komponen utamanya berupa air, lemak, laktosa, kasein, protein whey, dan mineral yang jumlahnya beragam disetiap spesies hewan. Menurut sudut pandang psikologis, susu merupakan sekresi yang dihasilkan dari kelenjar mamal mamalia betina yang diproduksi sebagai sumber nutrisi awal bagi spesies baru. Sedangkan menurut sudut pandang fisikokimia, susu merupakan cairan putih dari fase multidispersi.

Dipandang dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir (Buckle et al, 2009). Susu menyediakan nutrisi yang baik bagi manusia. Pada dasaranya susu terdiri dari air, lemak susu, dan padatan non-lemak. Padatan non-lemak terbagi menjadi protein, laktosa, dan mineral. Total lemak susu dan padatan non-lemak disebut total padatan. Hingga saat ini, susu yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia berasal dari sapi. Secara kimiawi, susu sapi tersusun atas air (87 %), dan substansi kering, yaitu lemak (4 %), protein (3.5 %), laktosa (4.7 %), serta abu (0.8 %) (Bylund, 1995).

Tabel 2. Syarat mutu susu segar

No Karakteristik Satuan Syarat

1. Berat jenis minimum (pada suhu 27,5o C) g/ml 1,0270

2. Kadar lemak minimum % 3,0

3. Kadar bahan kering tanpa lemak minimum % 7,8

4. Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada

perubahan

5. Derajat asam oSH 6,0 – 7,5

6. pH - 6,3 – 6,8

7. Uji alkohol (70 %) v/v - Negatif

8. Cemaran mikroba maksimum:

Total plate count CFU/ml 1 x 106

Staphylococcus aureus CFU/ml 1 x 102

Enterobacteriaceae CFU/ml 1 x 103

9. Jumlah sel somatis maksimum sel/ml 4 x 105

10. Residu antibiotik (golongan penisilin, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida)

- Negatif

11. Uji pemalsuan - Negatif

12. Titik beku oC -0,520 s.d. -0,560

13. Uji peroksidase - Positif

Cemaran logam berat maksimum:

Timbal (Pb) μg/ml 0,02

Merekuri (Hg) μg/ml 0,03

Arsen (As) μg/ml 0,1

(25)

10

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3141-1998 susu segar adalah susu murni yang tidak mendapatkan perlakuan apapun kecuali proses pendinginan dan tanpa memengaruhi kemurniannya. Pada Tabel 2, ditunjukan bahwa syarat susu yang baik meliputi beberapa faktor seperti berat jenis, kadar lemak minimum, kadar bahan kering tanpa lemak minimum, warna, bau, rasa, kekentalan, derajat asam, pH, uji alkohol, cemaran mikroba maksimum, jumlah sel somatis maksimum, residu antibiotik, uji pemalsuan, titik beku, uji peroksidase, serta cemaran logam berat.

Warna susu bergantung pada beberapa faktor seperti jenis ternak dan pakannya. Warna susu normal biasanya berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putih merupakan hasil dispersi cahaya dari globula lemak, koloid misel kasein, dan mineral kalsium fosfat yang ada di dalam susu (Goff dan Hill, 1993). Susu juga mengandung pigmen karoten dan xantofil yang memberikan warna kuning keemasan pada lemak susu. Susu terasa sedikit manis dan asin (gurih) yang disebabkan adanya kandungan gula laktosa dan garam mineral di dalam susu. Globula lemak juga bertanggungjawab atas pembentukan rasa krim pada susu (Walstra et al., 2006). Rasa susu sendiri mudah sekali berubah bila terkena benda-benda tertentu, misalnya makanan ternak penghasil susu, kerja enzim dalam tubuh ternak, bahkan wadah tempat menampung susu yang dihasilkan nantinya. Susu segar memiliki sifat amfoter, artinya dapat berada di antara sifat asam dan sifat basa. Secara alami pH susu segar berkisar 6,5–6,7. Bila pH susu lebih rendah dari 6,5 berarti terdapat kolostrum ataupun aktivitas bakteri.

B. NILAI GIZI SUSU

Zat gizi adalah substansi pangan yang memberikan energi, diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan atau pemeliharaan kesehatan, serta bila terjadi kekurangan maka dapat menyebabkan perubahan karakteristik biokimia sehingga terjadi perubahan fisiologi tubuh (BPOM, 2004). Suatu pangan dapat dikatakan bergizi apabila mengandung lebih dari tiga macam zat gizi yang masing-masing dalam jumlah lebih dari 10 % Angka Kecukupan Gizi (AKG). Suatu pangan dapat dikatakan bergizi lengkap apabila pangan tersebut mengandung semua zat gizi seperti tercantum dalam AKG masing-masing dalam dalam jumlah minimum 50 % AKG. Suatu pangan dapat disebut mempunyai komposisi zat gizi yang seimbang apabila pangan tersebut memberikan kontribusi kalori dari karbohidrat 50 % sampai dengan 60 %, lemak 20 % sampai dengan 30 %, dan protein 10 % sampai dengan 15 %. Sedangakan Angka Kecukupan Gizi (AKG) itu sendiri merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Susu sebagai salah satu pangan bergizi, memiliki beberapa komponen zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti lemak, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral.

1. Lemak

Lemak terdapat di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang bergaris tengah antara 1 – 20 mikron dengan rata-rata garis tengah 3 mikron (Buckle et al, 2009). Biasanya terdapat sekitar 1000 x 106 butiran lemak dalam setiap ml susu. Butiran inilah yang menyebabkan susu mudah menyerap flavor asing. Menurut Buckle et al (2009), kerusakan yang dapat terjadi pada lemak susu merupakan sebab dari berbagai perkembangan flavor yang menyimpang dalam produk-produk susu, seperti:

1. Ketengikan, yang disebabkan karena hidrolisa dan gliserida dan pelepasan asam lemak seperti butirat dan kaproat, yang mempunyai bau yang keras, khas dan tidak

(26)

11

menyenangkan. Ketengikan terutama ditimbulkan oleh enzim lipase yang terdapat secara alami di dalam susu.

2. Tallowiness yang disebabkan karena oksidasi asam lemak tak jenuh. 3. Flavor teroksidasi yang disebabkan karena oksidasi fosfolipid.

4. Amis/ bau seperti ikan yang disebabkan karena oksidasi dan reaksi hidrolisa.

Lemak susu berkontribusi terhadap 48% total kalori pada susu. Lemak susu mengandung sekitar 66 % lemak jenuh, 30 % lemak tak jenuh rantai tunggal, serta 4 % lemak tak jenuh rantai banyak (Chandan, 1997). Komponen mikro dari lemak susu antara lain adalah fosfolipid, sterol, tokoferol (vitamin E), karoten, vitamin A, serta vitamin D. susu mengandung kira-kira 0.3 % fosfolipid terutama lesitin, sphingomielin dan sepalin. Pada waktu susu dipisahkan menjadi skim milk dan krim, sekitar 70 % fosfolipid terdapat pada krim. Fosfolipid dapat dengan cepat teroksidasi di dalam udara dan akibatnya ikut menyebabkan penyimpangan cita rasa susu (Buckle et al, 2009).

2. Protein

Secara garis besar, protein susu terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu kasein dan protein whey. Kasein merupakan protein utama susu yang jumlahnya mencapai 80 % dari total protein susu sapi. Kasein dapat diendapkan oleh asam dan enzim rennin. Homogenisasi yang biasa dilakukan dalam pengolahan susu menyebabkan sebagian dari partikel-partikel kasein menyatu dengan butiran lemak.

Protein merupakan polimer kompleks dari asam amino (Ronzio, 2003). Asam amino dibedakan menjadi asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia sehingga harus didapat dari bahan pangan. Asam amino esensial terdiri dari leusin, isoleusin, valin, lisin, treonin, triptofan, metionin, fenilalanin dan histidin. Sedangkan asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat disintesis oleh tubuh. Asam amino ini terdiri dari arginin, alanin, aspargin, asam aspartat, sistein, glutamine, asam glutamate, glisin, prolin, serin, dan tirosin.

3. Laktosa

Laktosa merupakan karbohidrat utama yang terdapat dalam susu (Buckle et al, 2009). Laktosa berkontribusi terhadap 30 % dari total kalori susu. Laktosa merupakan disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Jika susu dipanaskan seperti pada produk susu UHT, laktosa dapat mengalami isomerisasi menjadi laktulosa. Jumlah laktulosa dalam produk susu yang dipanaskan dapat menjadi indikator kecukupan panas proses.

4. Mineral

Kalsium, fosfor dan magnesium merupakan makro mineral yang banyak ditemukan dalam susu dan ketiganya memiliki bioavaibilitas yang sangat baik. Selain ketiga mineral tersebut, susu juga menggandung beberapa mineral lain dalam jumlah yang sedikit (trace mineral). Contoh trace mineral yang terdapat dalam susu sapi segar adalah zat besi, tembaga, mangan, zink dan iodium. Kandungan mineral dari susu, kecuali iodium, bersifat relatif konsisten dan tidak dipengaruhi oleh makanan ternak. Kandungan mineral dalam susu sapi dapat dilihat pada Tabel 3.

(27)

12

Tabel 3. Kandungan mineral dalam susu sapi

Mineral Kandungan (mg/ 100 ml) Natrium 35-50 Kalium 140-155 Kalsium 115-125 Magnesium 11-14 Fosfor 90-100 Klorida 95-110 Zat Besi 0,03--0,11 Tembaga 0,01-0,12 Mangan 0,003-0,037 Zink 0,22-1,9 Iodium 0,005-0,07

Sumber: (Chandan et al., 1992)

5. Vitamin

Susu mengandung berbagai jenis vitamin yang diperlukan tubuh. Kandungan vitamin dalam susu segar dapat dilihat pada Tabel 4. Dipandang dari sudut gizi, susu merupakan sumber yang cukup baik dari vitamin larut air yaitu B dan C, serta vitamin larut lemak yaitu A, D, dan E (Buckle et al., 2009). Namun untuk beberapa vitamin yang sensitif terhadap panas seperti vitamin C dan B9, kandungannya dapat berubah secara signifikan untuk produk susu yang diolah menggunakan panas tinggi.

Tabel 4. Kandungan vitamin rata-rata dalam susu

Vitamin Kandungan per 100 g susu

Vitamin A 160 IU Vitamin C 2,0 mg Vitamin D 0,5-4,4 IU Vitamin E 0,08 mg Vitamin B1 (Tiamin) 0,035 mg Vitamin B2 (Riboflavin) 0,17 mg Vitamin B3 ((Niasin) 0,08 mg Vitamin B5 (Asam Pantotenat) 0,35 – 0,45 mg Vitamin B6 (Piridoksin) 0,05 - 0,1 mg Vitamin B9 (Asam Folat) 3 – 8 μg

Vitamin B12 0,5 μg

Biotin 0,5 μg

Sumber: (Buckle et al., 2009)

C. SUSU UHT (ULTRA HIGH TEMPERATURE)

Susu UHT (Ultra High Temperature) merupakan susu yang diproses dengan panas tinggi dalam waktu singkat (135-145o C) selama 2-5 detik (Amanatidis, 2002). Menurut kategori pangan BPOM (2006), Susu UHT merupakan susu segar atau susu rekonstitusi atau susu

(28)

13

rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak kurang dari 135oC selama 2 detik dan dikemas segera dalam kemasan yang steril dan secara aseptis. Sistem UHT sendiri merupakan salah satu cara pengolahan yang berlangsung secara kontinyu dengan pemanasan yang tinggi dan dalam waktu singkat serta diikuti dengan pendinginan secara cepat untuk menghasilkan produk yang steril secara komersial (Von Bockelmann, 1998). Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma, dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya (Astawan, 2005). Karena pemanasan pada suhu tinggi dapat menyebabkan warna coklat akibat reaksi Maillard (Clare et al, 2005). Susu UHT ditemukan pada tahun 1960-an dan sudah mulai umum dikonsumsi pada tahun 1970-an (Elliot, 2007).

Kelebihan-kelebihan susu UHT adalah masa simpannya yang relatif panjang pada suhu kamar walau tanpa penambahan bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin. Jangka waktu ini lebih lama dari umur simpan produk susu cair lainnya. Selain itu susu UHT merupakan susu yang sangat higienis karena bebas dari seluruh mikroba baik mikroba patogen (penyebab penyakit) maupun mikroba pembusuk, serta spora sehingga potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal. Kontak panas yang sangat singkat pada proses ini menyebabkan mutu sensori (warna, aroma, dan rasa khas susu segar) dan mutu zat gizi, relatif tidak berubah. Selain itu susu UHT memiliki kandungan yang lebih murni dibanding susu bubuk maupun susu kental manis.

Pengolahan susu cair segar menjadi susu UHT sangat sedikit pengaruhnya terhadap kerusakan protein. Di lain pihak kerusakan protein sebesar 30 % terjadi pada pengolahan susu cair menjadi susu bubuk. Kerusakan protein pada pengolahan susu dapat berupa terbentuknya pigmen coklat (melanoidin) akibat reaksi Mallard. Reaksi Maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatik yang terjadi antara gula dan protein susu akibat proses pemanasan yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama seperti pada proses pembuatan susu bubuk. Reaksi pencoklatan tersebut menyebabkan menurunnya daya cerna protein. Proses pemanasan susu dengan suhu tinggi dalam waktu yang cukup lama juga dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam-asam amino yaitu perubahan konfigurasi asam amino dari bentuk L ke bentuk D. Tubuh manusia umumnya hanya dapat menggunakan asam amino dalam bentuk L. Dengan demikian proses rasemisasi sangat merugikan dari sudut pandang ketersediaan biologis asam-asam amino di dalam tubuh.. Reaksi pencoklatan (Mallard) dan rasemisasi asam amino telah berdampak kepada menurunnya ketersedian lisin pada produk-produk olahan susu. Penurunan ketersediaan lisin pada susu UHT relatif kecil yaitu hanya mencapai 0-2 %, sedangkan pada susu bubuk penurunannya dapat mencapai 5-10 %.

Susu UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untuk membunuh seluruh mikroba, sehingga memiliki mutu yang sangat baik. Secara kesuluruhan faktor utama penentu mutu susu UHT adalah bahan baku, proses pengolahan dan pengemasannya. Bahan baku susu UHT cair segar adalah susu segar yang memiliki mutu tinggi terutama dalam komposisi gizi. Susu UHT dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptic multilapis berteknologi canggih. Kemasan multilapis ini kedap udara sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke dalamnya. Karena bebas bakteri perusak, maka susu UHT pun tetap segar dan aman untuk dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis susu UHT ini juga kedap cahaya sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu menembusnya, dengan terlindungnya dari sinar ultra violet

(29)

14

maka kesegaran susu UHT akan tetap terjaga. Teknologi UHT dan kemasan aseptik multilapis menjamin susu UHT bebas bakteri dan tahan lama serta tidak membutuhkan bahan pengawet.

Tabel 5. Syarat mutu susu UHT (tawar dan berperisa)

Sumber: SNI (1998)

Tabel 5 menunjukan syarat mutu susu UHT tawar dan berperisa menurut SNI (1998). Syarat mutu untuk warna, bau, rasa serta cemaran logam dan mikroba adalah sama untuk jenis susu UHT tawar dan berperisa. Sedangkan nilai protein, lemak, bahan kering tanpa lemak, total padatan, serta pewarna tambahan untuk kedua jenis susu memilliki nilai yang berbeda-beda. Susu UHT tawar harus mengandung minimal 2,7 % protein (b/b), 3,0 % lemak (b/b) dan 8 % bahan kering tanpa lemak (b/b). Sedangkan untuk jenis susu UHT berperisa, dipersyaratkan untuk mengandung minimal 2,4 % protein (b/b) dan 2,0 % lemak (b/b). Jumlah bahan kering tanpa lemak pada susu UHT berperisa tidak dipersyaratkan nilainya. Dari persyaratan tersebut terlihat bahwa standar minimal lemak dan protein pada susu UHT tawar lebih tinggi dari susu UHT berperisa. Standar minimal protein pada susu UHT tawar (2,7 %) mendekati standar minimal protein pada susu segar (2,8 %). Bahkan standar lemak susu UHT tawar sama dengan standar minimal lemak pada susu segar, yaitu 3,0 %. Hal ini menunjukan susu UHT tawar memiiliki karakteristik yang sangat dekat dengan susu segar. Syarat lain yang membedakan jenis susu UHT tawar dan berperisa adalah adanya tambahan

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

Jenis A*) Jenis B*) 1. Keadaan

1.1 Warna - Khas, normal, sesuai

label

Khas, normal, sesuai label

1.2 Bau - Khas, normal, sesuai

label

Khas, normal, sesuai label

1.3 Rasa - Khas, normal, sesuai

label

Khas, normal, sesuai label

2 Protein (N x 7) %, b/b Min. 2,7 Min. 2,4

3 Lemak %, b/b Min. 3,0 Min. 2,0

4 Bahan kering tanpa

lemak %, b/b Min. 8,0

Tidak

dipersyaratkan 5 Total padatan - Tidak dipersyaratkan Min. 12 6 Pewarna tambahan - Tidak dipersyaratkan Sesuai 7 Cemaran logam

7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 3,0 Maks. 3,0

7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0 Maks. 20,0

7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0

7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0

7.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03

8 Cemaran arsen mg/kg Maks. 0,10 Maks. 0,10

9 Cemaran mikroba

9.1 Angka lempeng total Koloni/g 0 0

*) Jenis A = Susu UHT tawar

(30)

15

bahan pewarna. Pada susu UHT tawar tidak dipersyaratkan adanya pewarna tambahan, sedangkan pada susu UHT berperisa pewarna tambahan harus sesuai dengan jenis rasa susu.

D. PROSES PRODUKSI SUSU UHT

Teknik dasar proses UHT dihasilkan dari prinsip sterilisasi pada kombinasi suhu tinggi dan waktu singkat yang mampu memberikan tingkat inaktivasi mikroba sesuai dengan target yang diinginkan; tetapi sekaligus melindungi zat gizi sehingga hanya menyebabkan kerusakan mutu dan gizi yang minimum (Hariyadi, 2010). Menurut Bylund (1995) hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan reaksi perubahan selama proses panas. Laju inaktivasi mikroba memiliki nilai z yang lebih rendah sehingga kenaikan suhu akan menyebabkan penurunan nilai D yang lebih tajam. Sedangkan laju kerusakan mutu produk seperti kerusakan vitamin, citarasa dan perubahan kimia lainnya memiliki nilai z yang tinggi, sehingga kenaikan suhu akan mengakibatkan perubahan nilai D yang lebih lambat. Dengan kata lain, suhu yang lebih tinggi akan efektif mempercepat laju inaktivasi mikroba namun memberikan efek perlindungan yang lebih terhadap degradai mutu dan gizi. Sebaliknya jika proses pemanasan dilakukan pada suhu yang lebih rendah maka degradasi mutu juga akan terjadi lebih cepat daripada reaksi inaktivasi mikroba. Nilai D adalah waktu pemanasan pada suhu tertentu yang menyebabkan pengurangan jumlah mikroba sebesar 1 siklus log. Sedangkan nilai z adalah besarnya nilai suhu yang mengakibatkan perubahan nilai D sebesar 1 siklus log.

Proses produksi susu UHT berperisa secara garis beras terdiri dari pemanasan awal susu berupa proses pasteurisasi susu, pencampuran bahan, sterilisasi, homogenisasi, serta pengisian produk secara aseptis. Pasteurisasi susu yang merupakan proses pemanasan awal bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba awal. Homogenisasi dilakukan setelah sterilisasi dengan tujuan memperkecil ukuran globula lemak sehingga mencegah resiko pemisahan susu. Tahapan proses produksi susu UHT berperisa dapat dilihat pada Gambar 2.

(31)

16

Susu segar T < 10 º C Standarisasi susu Pemanasan awal (pasteurisasi) T: 80ºC t: 20 detik Homogenisasi Penampungan sementara T: 6-10 ºC Bahan-bahan kering Pencampuran bahan kering pencampuran Sterilisasi T: 135-145º C t: 2-5 detik Homogenisasi Pengisian aseptik Kemasan steril vitamin Produk Akhir

Gambar 2. Proses produksi susu UHT berperisa

E. BENCHMARKING

Benchmarking adalah kegiatan untuk mengidentifikasi, memahami, dan menyesuaikan praktek bisnis yang sukses serta proses yang digunakan oleh perusahaan lain untuk meningkatkan kualitas kinerja perusahaan sendiri. American Productivity and Quality Centre (1993) mengartikan benchmarking sebagai proses dari suatu perusahaan untuk membantu meningkatkan kinerja perusahaan tersebut. Menurut Gani (2004) benchmarking adalah kegiatan untuk menetapkan sasaran perusahaan menggunakan praktik yang terbaik di kelasnya, dan merupakan instrumen manajemen kinerja yang efektif. Harrington (1995) menyatakan bahwa benchmarking dapat diartikan sebagai metode sistematis untuk mengidentifikasi, memahami, dan secara kreatif mengembangkan proses, produk, maupun layanan untuk meningkatakan kinerja perusahaan. Karakterisasi ini perlu komunikasi yang

(32)

17

baik. Tujuan dan keberhasilan implementasi sistem benchmarking sangat mengandalkan para karyawan yang melakukan proses tersebut.

Brah et al. (1999) menunjukkan bahwa keberhasilan benchmarking diukur dengan sejauh mana praktisi pembandingan telah mencapai tujuan mereka. Benchmarking terdiri dari 2 jenis utama, yaitu :

1. Benchmarking kompetitif: merupakan uji pembanding terhadap pesaing langsung di pasar. Hal ini mungkin melibatkan pembandingan dari langkah strategis (misalnya, pangsa pasar serta kepuasan pelanggan), fungsi atau proses. Jika perusahaan dapat memperoleh informasi yang rinci mengenai kompetitor mereka, maka hal tersebut baik untuk merangsang proses perbaikan. Namun biasanya informasi ini sulit untuk didapatkan.

2. Benchmarking non-kompetitif: merupakan pembanding langkah strategis, fungsi atau proses perusahaan non-pesaing atau fungsi proses dalam organisasi yang sama (internal benchmarking)

Secara rinci, Spendolini (1992) menyatakan bahwa berdasarkan jenis obyek yang digunakan, benchmarking dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu:

1. Proses: proses benchmarking yang dilakukan terhadap proses bisnis ataupun tahapan proses lainnya.

2. Strategi: proses benchmarking yang dilakukan terhadap struktur organisasi, kegiatan manajerial maupun strategi bisnis yang dijalankan.

3. Performa: proses benchmarking yang dilakukan terhadap biaya, keuntungan, pendapatan maupun suatu indicator spesifik lainnya

4. Produk: proses benchmarking yang dilakukan terhadap produk maupun jasa yang dihasilkan suatu perusahaan

Sedangkan berdasarkan jenis hubungannya, benchmarking terbagi menjadi 4 yaitu : 1. Internal: pengukuran dan perbandingan antar proses atau produk di dalam perusahaan

sendiri.

2. Fungsional: pengukuran dan perbandingan operasional suatu perusahaan dengan praktek terbaik dalam suatu jenis industri tertentu.

3. Generik: pengukuran dan perbandingan yang dilakukan terhadap suatu praktek yang terbaik namun mengabaikan jenis industri yang diukur.

4. Kompetitif: pengukuran dan perbandingan yang berfokus pada produk atau proses yang dimiliki oleh kompetitor.

Benchmarking kompetitif dapat membantu perusahaan untuk mengembangkan diri mereka. Untuk mendapat hasil yang maksimal, standar acuan yang digunakan pada saat benchmarking haruslah merupakan standar tertinggi di kelasnya. Benchmarking terhadap kompetititor memiliki beberapa keuntungan. Jika kita mengamati dan mengawasi produk kompetitor, maka secara tidak langsung kita telah mengawasi pasar. Semakin kita memahami apa yang terjadi di pasar, semakin mudah pula kita melihat peluang bagi produk baru ataupun cara baru untuk menyegarkan produk kita (Nicolino, 2001).

F. LABEL PANGAN

Label pangan adalah semua informasi mengenai makanan yang tertera pada kemasan produk pangan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan

(33)

18

Pangan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan dan atau pembuatan makanan dan minuman. Tujuan dari pelabelan pangan ini adalah agar masyarakat yang membeli dan mengonsumsi pangan memperoleh informasi yang benar dan jelas tentang setiap produk pangan yang dikonsumsinya.

Undang-Undang Pangan No. 7 tahun 1996 menyebutkan label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan dalam pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan. Pada pasal 30 ayat 2 disebutkan bahwa sebuah label harus memuat sekurang-kurangnya keterangan tentang pangan yang bersangkutan, nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, keterangan tentang halal, dan tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa.

Moniharapon (1998) mengungkapkan tujuan pelabelan secara umum, antara lain : 1. Memberi info tentang isi produk yang diberi label tanpa harus membuka kemasan. 2. Berfungsi sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumen tentang hal-hal yang

perlu diketahui oleh konsumen tentang produk tersebut, terutama hal-hal yang tidak kasat mata/tidak dapat diketahui secara fisik.

3. Sarana periklanan bagi produsen. 4. Memberi rasa aman pada konsumen.

Pada label pangan sekurang-kurangnya tercantum keterangan mengenai: 1. Nama produk

2. Berat bersih atau isi bersih

3. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan pangan ke dalam wilayah Indonesia

4. Nomor pendaftaran

5. Komposisi atau daftar bahan 6. Keterangan kadaluwarsa 7. Tanggal atau kode produksi

Menurut BPOM (2004), Secara garis besar label pangan terbagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Bagian Utama, merupakan bagian label yang memuat keterangan penting unuk diketahui

masyarakat. Bagian utama label setidaknya memuat keterangan mengenai nama produk, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan pangan ke dalam wilayah Indonesia, nomor pendaftaran.

2. Bagian Informasi, merupakan bagian label yang tidak termasuk bagian utama label. Bagian ini dicantumkan keterangan mengenai daftar bahan atau komposisi, informasi nilai gizi, serta keterangan lain yang sesuai dengan bab II, pasal PP No 69 Tahun 1999 seperti kode produksi, tanggal kadaluwarsa, petunjuk penyimpanan dan petunjuk penggunaan.

Keterangan tentang daftar bahan atau komposisi bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan dicantumkan pada label sebagai komposisi secara berurutan dimulai dari bagian yang terbanyak digunakan (bahan utama), kecuali vitamin, mineral dan zat penambah gizi lainnya. Bahan yang digunakan sebagaimana yang dimaksud

(34)

19

menggunakan nama yang lazim digunakan. Pangan yang mengandung bahan tambahan pangan, pada labelnya harus mencantumkan nama golongan bahan tambahan pangan. Pada label pangan yang mengandung bahan tambahan pangan golongan antioksidan dan pemanis buatan, pengawet, pewarna dan penguat rasa harus mencantumkan pula nama bahan tambahan pangan dan nomor indeks khusus untuk pewarna. Fungsi dari komponen label pangan dapat dilihat pada Tabel 6.

(35)

20

Tabel 6. Keterangan tentang label pangan dan fungsinya

No Jenis Pengertian Fungsi

1. Nama produk atau merek dagang

Tanda yang dipakai untuk membedakan makanan yang diperniagakan oleh seseorang atau badan dari makanan yang diperdagangkan oleh orang atau badan lain.

Memudahkan pengenalan produk.

2. Daftar bahan yang digunakan

Susunan bahan penyusun dan/ atau komponen yang terdapat dalam makanan.

Lebih memahami produk.

3. Berat bersih Berat produk di luar kemasan.

Catatan: Produk yang menggunakan/ bercampur media cair harus disertai berat tuntas yaitu berat pangan dikurangi media cairnya.

Mengetahui proporsi isi terhadap kemasan dan media.

4. Nama dan alamat produsen

Alamat lengkap yang memproduksi atau mengedarkan produk pangan tersebut.

Memudahkan

konsumen melakukan pengaduan jika terjadi sesuatu merugikan. 5. Tanggal

kadaluwarsa

Keterangan yang mengindikasikan tahun, bulan, tanggal kapan makanan tersebut aman dikonsumsi dari produksi sampai diterima konsumen.

Antisipasi keamanan dan keselamatan

konsumen saat

mengonsumsi suatu produk.

6. Kode produksi Keterangan berupa huruf atau angka atau perpaduannya yang menunjukkan riwayat barang diproduksi.

Memudahkan mendata serta mengidentifikasi produk.

7. Nomor pendaftaran

Kode dan nomor yang diberikan Departemen Kesehatan RI untuk makanan yang telah terdaftar .

Mengetahui apakah produk tersebut telah melalui pemeriksa standar depkes

sehingga aman

dikonsumsi. Sumber: Moniharapon (1998)

G. INFORMASI NILAI GIZI

Informasi nilai gizi adalah informasi mengenai kandungan zat-zat gizi yang terdapat di dalam suatu makanan kemasan. Informasi nilai gizi merupakan daftar kandungan zat gizi pangan pada label pangan sesuai dengan format yang dibakukan (Sandjaja, 2009). Informasi ini dapat berupa gram atau persen lemak, protein, karbohidrat, natrium, kalium, vitamin, dan mineral yang terkandung dalam suatu produk.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan ditetapkan bahwa sejumlah informasi tertentu merupakan keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada setiap label pangan, misal nama produk, berat bersih, nama dan alamat produsen dan lain-lain. Informasi nilai gizi adalah contoh informasi yang wajib dicantumkan

Gambar

Tabel 1. Sejarah singkat PT Nestlé di Indonesia
Tabel 2. Syarat mutu susu segar
Tabel 5. Syarat mutu susu UHT (tawar dan berperisa)
Gambar 2. Proses produksi susu UHT berperisa
+7

Referensi

Dokumen terkait