• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVIEW PENELITIAN CABAI PERIODE UNTUK MENDUKUNG KESINAMBUNGAN KETERSEDIAAN MASA DEPAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REVIEW PENELITIAN CABAI PERIODE UNTUK MENDUKUNG KESINAMBUNGAN KETERSEDIAAN MASA DEPAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

REVIEW PENELITIAN CABAI PERIODE 2009-2019 UNTUK

MENDUKUNG KESINAMBUNGAN KETERSEDIAAN MASA

DEPAN

Ari WB Raharjo1, Tety Elida2.

1

Dosen Fakultas Tehnik Industri, Universitas Gunadarma,

2

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma

1,2

Jl. Margonda Raya no. 100, Depok, Jawa Barat,Telp. 21 78881112, Facs. 21 78881110 Email: 1ariraharjo@staff.gunadarma.ac.id, 2tety@staff.gunadarma.ac.id

ABSTRAK

Cabai merupakan komoditi penting di Indonesia. Komoditi ini mempunyai berkontribusi besar selain volume produksi yaitu sebagai salah satu indikator tingkat inflasi dan di beberapa daerah menjadi barometer tingkat harga serta menjadi bagian penting dalam berbagai menu masakan. Peranan penting tersebut perlu tetap dipertahankan untuk selalu berkesinambungan. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melakukan penelitan-penelitian terhadap permasalahan komoditi ini dan menyebarluarkan hasil-hasil penelitian untuk dimanfaatkan para stakeholder. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan observasi dan mereview hasil-hasil penelitian komoditi ini dalam 10 tahun terakhir. Metode penelitian ini berupa kajian deskriptif dari hasil-hasil penelitian yang sudah dipublikasikan pada jurnal terdaftar. Kesimpulan menunjukkan hasil sebagai berikut: Pada proses budidaya, penggunaan pupuk anorganik masih lebih mampu memberikan pertambahan volume produksi dari pada pupuk organik. Namun pemberian perlakuan tertentu dan penambahan beberapa zat tertentu, mampu meningkatkan produksi seperti pemberian ekstrak jeroan ikan, penambahan T harzianum, aplikasi bokashi, penggunaan PGRP akar bambu, pemasangan netting house, aplikasi mulsa organik jerami padi dan mulsa plastik perak. Pada kurun waktu tersebut, ditemukan virus Polerovirus yang menyerang tanaman cabai untuk pertama kali di Indonesia. Pengemasan cabai pasca panen dengan dus karton dan penambahan asam giberelat merupakan cara terbaik. Pemasaran cabai masih berlangsung seperti biasa dan pembentukan harga masih terjadi secara tidak efisien. Meskipun demikian, cabai masih mampu memberikan pendapatan yang cukup tinggi bagi petani. Teknologi digital sudah mulai dicobakan pada pertanaman cabai seperti aplikasi sistem pakar dan metode statistik untuk prakiraan harga cabai masa depan. Penelitian cabai, sudah mulai mengarah ke bidang lain selain pertanian yaitu bidang kesehatan.

(3)

ABSTRACT

Chili is an important commodity in Indonesia. This commodity has a major contribution in addition to production volume, namely as an indicator of the inflation rate and in some areas as a barometer of price levels and is an important part of various cooking menus. This important role needs to be maintained to be sustainable. In order to achieve this is to carry out research on the issue of this commodity and disseminate the research results for the benefit of stakeholders. This study aims to observe and review the research results of this commodity in the last 10 years. This research method is descriptive study of research results that have been published in registered journals. The conclusion shows the following results: In the cultivation process, the use of inorganic fertilizers is still more capable of increasing the volume of production than organic fertilizers. However, the provision of certain treatments and the addition of certain substances can increase production, such as giving fish offal extract, adding T harzianum, applying bokashi, using PGRP from bamboo roots, installing a netting house, applying rice straw organic mulch and silver plastic mulch. During that time, the Polerovirus virus was found which attacked chili plants for the first time in Indonesia. Post-harvest chili packaging in cardboard boxes and adding gibberellic acid is the best method. Marketing of chilies is still ongoing as usual and price formation is still occurring inefficiently. Even so, chilies are still able to provide a high enough income for farmers. Digital technology has begun to be tested in chili cultivation such as artificial intelligence applications and statistical methods for forecasting future chili prices. Research on chilies has started to lead to health sector instead of agriculture.

PENDAHULUAN

Cabai, saat ini sudah menjadi komoditi sangat penting di Indonesia. Sayur ini sudah menjadi racikan utama pada banyak menu masakan di Indonesia dan juga menjadi salah satu indikator tingkat inflasi di Indonesia. Pada tahun 2019, produksi cabai nasional mencapai 1,2 juta ton dan memberikan kontribusi produksi sayur nasional sebesar 9,05%. Cabai ini banyak diproduksi di pulau Jawa dan Sumatera masing-masing memberikan kontribusi sebesar 47,23% dan 44,71% dari produksi nasional.

Selain memberikan kontribusi pada produksi nasional, harga cabai juga berperan menjadi barometer harga cabai bagi propinsi-propinsi di sekitar wilayah produksi (Supriadi & Wahyuning, 2018), memberikan kesejahteraan yang cukup tinggi kepada petani (Nisa dkk., 2018; Ardian dkk., 2017), berperan sebagai anti aterosklerosis pada pembuluh darah manusia (Ramadhian & Niken, 2017) dan dapat mempercepat pertumbuhan rambut (Musdalipah, 2018).

(4)

Kebutuhan cabai di masa depan juga cenderung meningkat. Hal ini dapat diprediksi dari laju pertambahan penduduk dan laju tingkat konsumsi cabai. Pada tahun 2016, tingkat konsumsi cabai sebesar 2,90 kg/kapita dan pada tahun 2017 tingkat konsumsi naik menjadi 2,95 kg/kapita. Kemudian pada tahun 2018 menjadi 3,00 kg/kapita dan di tahun 2019 menjadi 3,05 kg/kapita. Dengan demikian, kebutuhan cabai dalam 3 tahun ke depan diperkirakan akan meningkat sebesar 5,17%.

Mempertimbangkan peranan cabai yang sangat penting dan kebutuhan masa depan di atas maka perlu diupayakan agar cabai dapat terus berproduksi secara berkesinambungan dan proposional. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui penelitian-penelitian. Penelitian-penelitian komoditi ini sudah banyak dihasilkan namun hasil – hasil penelitian yang terbaru perlu disampaikan agar para stakeholder dapat mengambil manfaat yang lebih baik lagi. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengobservasi dan mereview perkembangan hasil-hasil penelitian cabai di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir sebagai upaya memberikan informasi-informasi terbaru untuk perbaikan kualitas cabai.

METODE

Metode penelitian deskriptif digunakan di dalam analisa penelitian ini. Obyek penelitian adalah artikel-artikel ilmiah dari jurnal-jurnal ilmiah terdaftar yang dipublikasikan dalam kurun 10 tahun terakhir. Kata kunci yang digunakan adalah cabai dan terbatas hanya penelitian-penelitian yang dilakukan di Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Budidaya

Secara teori, pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan produksi cabai dalam satu satuan luas. Hal ini terlihat dari penelitian Sari dan Susila (2015) yang menggunakan pupuk K. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan pupuk K dapat meningkatkan hasil bobot panen total per hektar dengan pola respon

(5)

kuadratik. Selain itu, pemberian pupuk K ini dapat menambah tinggi tanaman, jumlah daun, bobot per buah, diameter buah, panjang buah dan mengurangi jumlah buah yang tidak layak pasar. Sumarni dkk. (2010) menambahkan bahwa pemberian NPK 15-15-15 dengan dosis 250 kg/ha memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan dosis 1.000 kg/ha.

Namun, untuk pemberian pupuk organik, penambahan pupuk ini belum tentu dapat meningkatkan produksi. Hayati dkk. (2012) dan Sumarni dkk. (2010) menemukan bahwa pemberian pupuk organik yang berbeda-beda tidak berpengaruh nyata pada produksi cabai. Prasetyo (2014) menemukan bahwa pemberian 36 ton pupuk kandang ayam per hektar tidak memberikan perbedaan nyata dengan pemupukan standar (NPK + pupuk kandang ayam) terhadap total produksi tetapi Sumarni dkk. (2010) menemukan bahwa jenis pupuk kandang yang memberikan pertumbuhan dan hasil yang baik pada cabai adalah pupuk kandang ayam. Prasetyo (2014) menambahkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi sampai 90 ton tiap hektar mampu memberikan perbedaan nyata pada produksi cabai. Lebih lanjut Marliah dkk. (2011) menemukan bahwa media tanah + pasir, tanah + sekam dan tanah + pupuk kandang tidak memberikan hasil produksi yang berbeda nyata terhadap beberapa varietas cabai. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tidak memberikan respon yang baik terhadap perbedaan media tanam tersebut.

Hasil penelitian yang menunjukkan pertambahan produksi cabai setelah aplikasi pupuk, dilakukan oleh Zahroh dkk. (2018), Sepwanti dkk. (2016), Raksun & I Gde (2017) dan Syamsiah & Royani (2014). Zahroh dkk. (2018) menemukan bahwa aplikasi pupuk cair dari limbah jeroan ikan pada konsentrasi 4,5% dapat meningkatkan produksi. Sedangkan Sepwanti dkk. (2016) menambahkan Trichoderma harzianum pada kompos sebagai media tumbuh yang dapat meningkatkan produksi dengan dosis 20 gram / tanaman. Raksun & I Gde (2017) memberikan bokashi 1 kg dalam 10 kg tanah dan Syamsiah & Royani (2014) menggunakan Plant Growth Promoting Rhizobakteri (PGPR) yang diisolasi dari

(6)

akar bambu kemudian dikombinasikan dengan urine kelinci untuk meningkatkan produksi cabai.

Produksi cabai dalam satuan luas lahan pada musim tanam juga dapat ditingkatkan dengan beberapa perlakuan lain selain pemupukan. Perlakuan tersebut antara lain adalah penggunaan netting house (Gunadi & Sulastrini, 2013), dan pemberian mulsa organik jerami padi sebanyak 6 ton/ha (Harsono, 2015). Sedangkan peningkatan produksi di luar musim tanam dapat dilakukan dengan menggunakan mulsa plastik perak (Darmawan dkk., 2014).

Zeolit dikenal sebagai bahan mineral yang dapat memperbaiki kualitas tanah dan diharapkan dapat membantu peningkatan produksi. Selain mengandung banyak mineral, zeolit dapat meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah. Pada percobaan yang dilakukan oleh Sumarni dkk. (2010), mineral ini belum mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada pertanaman cabai pada takaran 500 Kg/ha sehingga aplikasi mineral ini untuk menaikan pertumbuhan dan produksi cabai masih perlu diteliti kembali.

Untuk penambahan volume produksi dengan sistem ekstensifikasi, tanaman cabai dapat ditanam pada areal perkebunan sawit pada masa TBM 1 sebagai tanaman sela (Suherman dkk., 2018) dan pada areal berpasir tepi pantai (Istiyanti, 2015). Kedua penelitian tersebut menunjukkan hasil produksi yang baik dan memberikan pendapatan yang cukup tinggi bagi petani.

Hama Penyakit

Salah satu penyakit penting pada cabai yang diteliti pada kurun 10 tahun terakhir ini adalah penyakit antraknosa. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum acutatum dan sampai sekarang masih menjadi musuh petani. Pada daerah-daerah tertentu, cendawan ini mempunyai tingkat virulensi tinggi seperti misalnya di Brebes untuk jenis cabai Capsicum annuum dan C. Frutescens. Sedangkan di Kampar (Riau) dan Tanggamus (Lampung), tingkat virulensi yang tinggi dari cendawan ini hanya pada C. Frutescens (Ibrahim dkk., 2017).

Selain tingkat virulensi tinggi, cendawan C. acutatum juga mempunyai banyak inang terutama pada gulma-gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai. Gulma-gulma yang paling disukai cendawan tersebut antara lain adalah Cleome

(7)

rutidosperma, Synedrella nodiflora, dan Ageratum conyzoides (Herwidyarti dkk., 2013). Kemampuan hidup pada gulma-gulma inilah yang menyebabkan cendawan ini selalu ada di sekitar areal pertanaman cabai dan siap menyerang.

Belum ada penelitian pengendalian penyakit Antraknosa dalam 10 tahun terakhir ini namun penelitian pengendalian terhadap penyakit layu Fusarium telah dilakukan oleh Mahartha dkk (2013). Serangan penyakit ini dapat dikendalikan dengan memberikan perlakuan Rizobakteri Klebsiella pneumoniae atau rizobakteri Pantoea agglomerans. R klebsiella, secara in vitro, mampu menghambat pertumbuhan Fusarium oxysporum sedangkan Rizobakteri P. agglomerans dapat mengurangi tingkat serangan penyakit layu Fusarium di lapangan.

Sedangkan penelitian terhadap pengendalian lalat buah Bactrocera dorsalis, telah dilakukan oleh Patty (2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa metil eugenol (Petrogenol 800 L) cukup baik dalam pengendalian hama lalat buah. Dosis yang disarankan paling efektif dalam penelitian tersebut adalah 1,5 ml/liter. Gunadi & Sulastrini (2013) juga menemukan bahwa pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan penggunaan netting house.

Suatu hal menarik dari perkembangan penyakit cabai selama 10 tahun terakhir ini adalah ditemukannya serangan virus Polerovirus di Bali pada tahun 2011 (Suastika dkk., 2011). Penyakit ini pertama kali ditemukan di Jepang dengan nama Pepper vein yellows virus (PeVYV) (Murakami et al. 2011 dalam Suastika dkk., 2011). Sampai saat ini, belum ada laporan perkembangan dan kerugian besar yang terjadi di Indonesia akibat serangan penyakit ini dan juga belum ada publikasi penelitian sejenis yang terkait dengan virus ini.

Penyakit pada cabai yang disebabkan oleh virus, dapat disebarkan oleh serangan hama. Ariyanti (2012) melaporkan bahwa infeksi virus kuning cabai (Pepper Yellow Leaf Curl Virus) ditularkan oleh kutu kebul (Bemisia tabaci L.). Serangan virus ini dapat menurunkan hasil sampai 75%, terutama pada musim kemarau. Udiarto dkk. (2012) melaporkan bahwa hama ini mempunyai predator yang efektif. Predator tersebut termasuk dalam family Coccinellidae yaitu Menochilus sexmaculatus, Coccinella transversalis, dan Verania lineata. Sedangkan predator dari family Stapilinidae, famili Miridae, dan famili Hemerobiidae masih kurang

(8)

efektif. Selain predator-predator tersebut, Hendrival dkk. (2011) juga melaporkan predator dan parasitoid lain. Predator-predator tersebut antara lain adalah Harmonia octomaculata (Fabricius), Scymnus sp., Micraspis inops Mulsant, Paederus fuscipes Curtis (Coleoptera: Staphylinidae), Orius sp. (Hemiptera: Anthocoridae), Linyphiidae (Araneae), dan Syrphidae (Diptera). Sedangkan parasitoid yang cukup efektif mengendalikan nimfa B. Tabaci adalah Eretmocerus sp. (Hymenoptera: Aphelinidae). Walaupun banyak ditemukan predator namun indeks keragaman dari masing-masing predator berbeda-beda di berbagai daerah (Efendi dkk., 2016). Oleh karena itu, pengendalian penyebaran virus dengan menggunakan predator hama B. tabaci perlu mempertimbangkan tingkat keragaman tersebut.

Selain menjadi target serangan hama / penyakit, cabai juga dapat menjadi pestisida alami. Indriati dkk. (2015) mengatakan bahwa ekstrak etil asetat dari buah cabai Jawa (Piper retrofractum) dapat memberikan fungsi pestisida kontak terhadap imago dari hama Helopeltis antonii. Perlakuan pestisida nabati ini mampu menekan jumlah nimfa dari keturunan yang diproduksi. Kondisi ini lebih baik karena tidak menimbulkan resurjensi pada hama.

Pengemasan

Pengemasan cabai pasca panen sangat berperan di dalam pemasaran cabai. Pengemasan yang baik dan tepat saat proses pasca panen dapat memberikan kualitas cabai yang baik, tahan lama dan dapat diterima konsumen. Nurdjannah dkk. (2014) menemukan bahwa pengemasan cabai dengan dus karton memberikan hasil yang lebih baik dari pada pengemasan karung plastik. Pada 5 hari pertama, kedua cara pengemasan tersebut memberikan hasil yang sama. Namun, setelah 5 hari, cabai dalam kemasan dus karton masih mampu bertahan dengan baik. Pengemasan dalam dus karton tersebut akan lebih baik jika disimpan dalam ruang dengan suhu 10oC. Sandro dkk. (2014) menambahkan bahwa kemasan dus karton tidak memberikan pengaruh nyata pada susut bobot cabai bila dibandingkan dengan kemasan “plastic crate”.

(9)

Pengemasan cabai dalam dus karton akan lebih baik lagi jika menggunakan asam giberelat. Hasil penelitian Iswari & Srimaryati (2014) menunjukkan bahwa penggunaan 30 ppm asam giberelat dapat menekan susut bobot dalam pengangkutan sejauh 750 Km. Cara ini dapat memberikan daya tahan sekitar 5,4 kali dari pada cara konvensional.

Untuk skala rumah tangga, kemasan cabai terbaik adalah dengan menggunakan plastik film PP. Pengemasan cabai dengan plastik ini dalam ruang pendingin bersuhu 10oC mampu mempertahankan bobot dan kualitas cabai yang baik selama 29 hari. Sedangkan jika cabai disimpan dalam kemasan jala plastik dan disimpan dalam suhu ruang maka cabai akan lebih cepat menyusut sekitar 21 kali lipat (Lamona dkk., 2015).

Pemasaran

Berdasarkan penelitian Tubagus dkk. (2016), terdapat 5 mata rantai pemasaran cabai dari petani ke pasar. Mata rantai tersebut adalah petani, pedagang pengepul, pedagang pasar, pedagang pengecer dan konsumen. Masing-masing mata rantai tersebut mempunyai peran di dalam rantai pemasaran dan ikut berkontribusi dalam pembentukan harga. Kontribusi harga tersebut membentuk 7 aliran keuangan dan penerapan sistem pembayaran dalam aliran tersebut sangat memengaruhi kinerja setiap mata rantai.

Pada mata rantai tersebut, petani dapat menjual cabai melalui pedagang yang berbeda dalam memasarkan hasil produksi. Margin yang diperoleh petani, dapat berbeda-beda antar pedagang. Hal tersebut disebabkan pedagang mempunyai mata rantai, aliran keuangan dan sistem pembayaran yang berbeda-beda (Istiyanti, 2010).

Pasar lain yang dapat dibidik petani dalam melakukan pemasaran adalah segmen pasar komoditi ramah lingkungan. Komoditi yang dihasilkan dengan proses ramah lingkungan akan mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. Namun petani masih mengalami kendala di dalam penerapan budidaya ramah lingkungan dan belum ada penyuluh lapangan yang mampu memberikan penyuluhan tentang hal ini. Faktor-faktor lain yang menjadi kendala adalah serangan hama penyakit

(10)

tanaman dan hasil produksi yang lebih rendah dari pada hasil produksi konvensional (Astuti dkk., 2013).

Harga

Harga cabai terkenal sangat berfluktuasi. Harga tersebut merupakan resiko utama selain volume produksi (Sinsha 2007 dalam Singla dkk, 2012). Harga cabai tertinggi terjadi pada bulan Desember (musim hujan) dan harga terendah terjadi pada bulan Juli-Agustus (musim kemarau) (Nauly, 2016). Kondisi tersebut disebabkan oleh volume supply pada musim hujan rendah dan pada musim kemarau tinggi. Menurut Anwarudin dkk. (2015), pada musim hujan petani lebih suka menanam padi di lahan sawah yang biasanya mereka tanami cabai. Sedangkan pada lahan kering, petani sangat mempertimbangkan resiko gagal panen akibat cuaca yang tidak bersahabat, serangan hama penyakit, biaya pembelian pestisida yang tinggi dan produktifitas cabai yang lebih rendah dari pada di musim kemarau.

Kondisi tersebut mendorong terjadi fluktuasi harga dan biasanya fluktuasi harga di tingkat konsumen lebih besar daripada di tingkat produsen (Pertiwi dkk, 2013). Fluktuasi harga tersebut menyebabkan disparitas. Disparitas harga tersebut mengindikasikan kondisi mekanisme harga di suatu pasar. Sebagai contoh, disparitas harga di pasar Induk Jakarta lebih tinggi dari disparitas pada sentra produksi lain (Sukmawati, 2016). Hal tersebut disebabkan oleh mekanisme pasar yang kurang berjalan dengan baik dan distribusi antar pelaku pasar yang tidak adil. Kondisi ini menggambarkan bahwa pasar cabai tidak efisien. Kemudian, suatu anomali disparitas harga ditemukan di Palangkaraya dan Banjarmasin (P. Kalimantan) (Nauly, 2016). Pada kedua kota tersebut, disparitas harga justru yang terendah dari semua kota di Indonesia. Padahal, daerah produksi cabai terbesar bukan di wilayah tersebut. Wilayah produksi cabai terbesar terletak di P. Jawa dan P. Sumatera. Hal ini menarik untuk dijadikan sebuah penelitian tersendiri. Selain terjadi disparitas harga, harga cabai menjadi barometer harga cabai bagi propinsi-propinsi di sekitar wilayah produksi. Untuk di P. Jawa, harga cabai di kota Semarang menjadi acuan harga di propinsi-propinsi sekitarnya sedangkan di

(11)

P. Sumatera, harga cabai di kota Padang menjadi acuan harga cabai di propinsi sekitarnya (Supriadi & Wahyuning, 2018).

Seiring dengan perkembangan teknologi telepon genggam, sudah semakin banyak aplikasi yang dapat digunakan untuk dunia pertanian. Aplikasi ini, salah satunya, dapat digunakan untuk memprediksi harga cabai yang akan datang. Aplikasi prediksi harga tersebut dapat menurunkan disparitas harga dan mengurangi pemborosan sehingga membuat pasar lebih efisien serta bermanfaat bagi konsumen dan pemasok (Brugger, 2011). Aplikasi prediksi harga tersebut telah dibuat dengan berbagai instrumen statistik seperti regresi Spline (Wulandari dkk., 2017), ARIMA ((Sumaryanto (2009), Li dkk (2010) Hadiansyah (2017), Rasyidi (2017)), dan Elman Recurrent Neural Network (ERNN) (Nanggala dkk., 2016). Hasil perhitungan statistik instrumen-instrumen tersebut menunjukkan hasil yang baik dan dapat memprediksi harga cabai dalam waktu 1 minggu sampai 1 bulan ke depan. Seandainya instrumen statistik tersebut dapat memprediksi harga cabai sejak tahap persiapan tanam maka aplikasi yang akan dibuat menjadi lebih berguna bagi petani dalam mengurangi resiko harga jatuh saat panen.

Pendapatan Petani

Cabai dapat memberikan kontribusi yang baik bagi petani. Walaupun sebanyak 44,16% petani cabai berpendidikan tamat SD, namun komoditi ini mampu memberikan kesejahteraan yang tinggi bagi petani. Menurut Nisa dkk. (2018), cabai dapat memberikan pendapatan sebesar Rp.91,5 juta/ha dengan nilai R/C atas biaya total sebesar 2,95. Sedangkan pendapat bersih setiap hektar dapat mencapai antara Rp.21,6 juta sampai Rp. 26,4 juta (Ardian, dkk., 2017) setara dengan 3 sampai 4 kali UMR. Beberapa petani mencoba untuk menggunakan pupuk campuran antara pupuk anorganik dengan pupuk organik untuk meningkatkan pendapatan. Menurut Ardian, dkk (2017) di Subak Kudungan, Kabupaten Buleleng, perbandingan pendapatan bersih antara lahan yang menggunakan pupuk anorganik dengan lahan yang menggunakan pupuk campuran menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata secara statistik walaupun secara real, lahan dengan

(12)

pupuk anorganik hanya memperoleh pendapatan bersih Rp.21,5 juta sedangkan lahan dengan pupuk campuran memperoleh Rp.26,5 juta.

Pendapatan petani juga dipengaruhi oleh perubahan iklim. Secara teori, jika iklim kurang mendukung maka produksi akan menurun dan menyebabkan pendapatan petani menurun. Hal ini menjadi suatu anomali pada cabai karena Maulidah (2012) menemukan bahwa dampak dari perubahan iklim mampu menaikan tingkat pendapatan petani. Kenaikan yang terjadi cukup membuat para petani berbahagia karena rata-rata pendapatan petani meningkat 10,1 kali.

Teknologi

Pada era teknologi digital ini, telah banyak dikembangkan kecerdasan buatan (sistem pakar) berbasis program komputer / program aplikasi. Kecerdasan buatan ini merupakan kumpulan pengetahuan dari banyak pakar yang diolah dan dianalisis oleh sebuah program komputer / aplikasi untuk memberikan suatu kesimpulan. Kecerdasan buatan ini berkerja seolah-olah program ini adalah seorang pakar.

Pada beberapa penelitian cabai, kecerdasan buatan ini mampu memberikan hasil yang cukup memuaskan. Penelitian yang menggunakan kecerdasan buatan ini banyak diterapkan pada identifikasi hama dan penyakit cabai seperti hasil penelitian Purwanto & Dini (2015) dengan metode ESDLC (Durkin), Aziz dkk. (2015) dengan metode Teorema Bayes, Winanto, dkk. (2017) dengan metode Certainty Factor, dan Muliadi dkk. (2017) dengan metode Fuzzy dan Dempster-Shafer. Sedangkan Monika dkk. (2019) menggunakan model jaringan syaraf tiruan untuk memperkirakan ketersediaan tanaman cabai pada setiap propinsi.

Cabai untuk Kesehatan

Cabai juga berpotensi menjadi obat untuk penyakit tertentu dalam dunia kesehatan manusia. Beberapa diantaranya, cabai dapat berfungsi sebagai anti aterosklerosis dan mampu juga mempercepat proses tumbuh rambut. Ramadhian & Niken (2017) menemukan bahwa cabai terbukti dapat berfungsi sebagai anti aterosklerosis. Aterosklerosis adalah proses terbentuknya plak-plak di dalam

(13)

pembuluh arteri. Akibat proses ini, aliran darah dalam pembuluh arteri menjadi terhambat sehingga mengurangi kadar oksigen pada jaringan tubuh tertentu sehingga dapat menimbulkan penyakit stroke dan tekanan darah tinggi. Musdalipah (2018) menemukan bahwa ekstrak daun cabai dapat memberikan efek mempercepat proses pertumbuhan rambut. Konsentrasi ekstrat daun cabai 5% sampai 20% dapat mempercepat pertumbuhan rambut tersebut.

Kesimpulan

Hasil observasi hasil-hasil penelitian selama 10 tahun terakhir menunjukkan beberapa hal penting sebagai berikut:

Pada proses budidaya, penggunaan pupuk anorganik masih lebih mampu memberikan pertambahan volume produksi dari pada pupuk organik. Namun pemberian perlakuan tertentu dan penambahan beberapa zat tertentu, mampu meningkatkan produksi seperti pemberian ekstrak jeroan ikan, penambahan T harzianum, aplikasi bokashi, penggunaan PGRP akar bambu, pemasangan netting house, aplikasi mulsa organik jerami padi dan mulsa plastik perak.

Penyakit Antraknosa masih menjadi penyakit penting dan belum ada perkembangan penelitian dalam bidang pengendalian penyakit ini pada kurun waktu 10 tahun ini. Pada kurun waktu tersebut, ditemukan virus Polerovirus yang menyerang tanaman cabai untuk pertama kali di Indonesia dan belum ada publikasi penyakit selanjutnya.

Pengemasan cabai pasca panen dengan dus karton dan penambahan asam giberelat merupakan cara terbaik yang ditemukan dalam penelitian.

Pemasaran cabai masih berlangsung seperti biasa dan pembentukan harga masih terjadi secara tidak efisien. Meskipun demikian, cabai masih mampu memberikan pendapatan yang cukup tinggi bagi petani (lebih tinggi dari UMR).

Teknologi digital sudah mulai dicobakan pada pertanaman cabai. Beberapa teknologi yang bermanfaat bagi komoditi ini adalah aplikasi kecerdasan buatan (sistem pakar) dan metode statistik untuk prakiraan harga cabai di masa yang akan datang.

Penelitian cabai, sudah mulai mengarah ke bidang lain selain pertanian. Bidang penelitian tersebut adalah bidang kesehatan.

(14)

Saran

Penelitian selanjutnya dapat diarahkan pada penggunaan pupuk organik untuk peningkatan produksi dan faktor-faktor penyebab disparitas harga pada anomali disparitas harga di daerah-daerah tertentu.

Daftar Pustaka

Anwarudin M. Jawal S., Apri L. Sayekti, Aditia Marendra K., Yusdar Hilman. 2015. Dinamika Produksi dan Volatilitas Harga Cabai: Antisipasi Strategi dan Kebijakan Pengembangan. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian Volume 8 no. 1.

Ardian Rifki, Wayan Sudarta, I Ketut Rantau. 2017. Perbandingan Pendapatan Usahatani Cabai Rawit dengan Menggunakan Pupuk Anorganik dan Pupuk Campuran (Organik, dan Anorganik) (Studi Kasus di Subak Kudungan, Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng). E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata Volume 6 no. 2. ISSN: 2301-6523.

Ariyanti Nur Aeni. 2012. Mekanisme Infeksi Virus Kuning Cabai (Pepper Yellow Leaf Curl Virus) dan Pengaruhnya Terhadap Proses Fisiologi Tanaman Cabai. Proceeding Biology Education Conference, ISSN 2528-5742 (Print) Volume 9 no 1.

Astuti Puji, R. Hanung Ismono, Suriaty Situmorang. 2013. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Minat Petani Untuk Menerapkan Budidaya Cabai Merah Ramah Lingkungan di Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis, Volume 1 no. 1.

Aziz Muslim Abul, Rintana Arnie, Sushermanto. Sistem Pakar Diagnosa Hama Dan Penyakit Cabai Berbasis Teorema Bayes. 2015. Jurnal Ilmiah Teknik Informatika dan Sistem Informasi Volume 4 no 3.

Brugger Fritz. 2011. Mobile Applications in Agriculture. Syngenta Foundation. Darmawan I Gede Putu, I Dewa Nyoman Nyana, I Gusti Alit Gunadi. 2014.

Pengaruh Penggunaan Mulsa Plastik terhadap Hasil Tanaman Cabai Rawit (capsicum frutescens l.) di Luar musim di Desa Kerta. Jurnal Agroekoteknologi Tropika Volume 3 no. 3. ISSN: 2301-6515.

Efendi Siska, Yaherwandi , Novri Nelly. 2016. Analisis Keanekaragaman Coccinellidae Predator Dan Kutu Daun (Aphididae Spp) Pada Ekosistem Pertanaman Cabai. Jurnal Bibiet Volume 1 no. 2: 67-80. ISSN : 2502-0951. Gunadi, N dan Sulastrini, I. 2013. Penggunaan Netting House dan Mulsa Plastik

untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah. Jurnal Hortikultura Volume 23 no. 1:36-46.

Hadiansyah F.N. 2017. Prediksi Harga Cabai dengan Pemodelan Time Series ARIMA. Ind. Journal on Computing Volume 2 no 1. ISSN 2460-9056.

(15)

Harsono, P. 2015. Mulsa Organik: Pengaruhnya terhadap Lingkungan Mikro, Sifat Kimia Tanah dan Keragaan Cabai Merah di Tanah Vertisol Sukoharjo pada Musim Kemarau. Jurnal Hortikultura Indonesia Volume 3 no 1: 35-41. Hayati Erita, T. Mahmud, dan Riza Fazil. 2012. Pengaruh Jenis Pupuk Organik

dan Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annum L.). Jurnal Floratek Volume 7.

Hendrival, Purnama Hidayat, Ali Nurmansyah. 2011. Keanekaragaman dan Kelimpahan Musuh Alami Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Pertanaman Cabai Merah di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Entomologi Indonesia Volume 8, no. 2: 96-109.

Herwidyarti Kristina Hayu, Suskandini Ratih, Dad Resiworo Jekti Sembodo. 2013. Keparahan Penyakit Antraknosa Pada Cabai (Capsicum annuum L) dan Berbagai Jenis Gulma. J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Volume 1 no. 1: 102 – 106.

Ibrahim, R., Hidayat, S. H., & widodo, widodo. (2017). Keragaman Morfologi, Genetika, dan Patogenisitas Colletotrichum acutatum PenyebabAntraknosa Cabai di Jawa dan Sumatera. Jurnal Fitopatologi Indonesia Volume 13 no 1: 9. Doi.org/10.14692/jfi.13.1.9

Indriati Gusti, Dadang, Djoko Prijono. 2015. Aktivitas Insektisida Ekstrak Buah Cabai Jawa (Piper retrofractum) terhadap Helopeltis antonii (HEMIPTERA: MIRIDAE). Jurnal Penelitian Tanaman Industri Volume 21 no. 1: 33-40. ISSN 0853-8212.

Istiyanti Eni, Uswatun Khasanah, Arifah Anjarwati. 2015. Pengembangan Usahatani Cabai Merah di Lahan Pasir Pantai Kecamatan Temon Kabupaten Kulonprogo. Jurnal AGRARIS Volume I no 1.

Istiyanti Eni. 2010. Efisiensi Pemasaran Cabai Merah Keriting di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman. Jurnal Pertanian MAPETA, Volume 12 no. 2. ISSN : 1411-2817.

Iswari Kasma dan Srimaryati. 2014. Pengaruh Giberelin dan Jenis Kemasan Untuk Menekan Susut Cabai Kopay Selama Pengangkutan Jarak Jauh. Jurnal Pascapanen Volume 11 no 2: 89 – 100.

Lamona Asmeri, Y. Aris Purwanto, Sutrisno. 2015. Pengaruh Jenis Kemasan dan Penyimpanan Suhu Rendah Terhadap Perubahan Kualitas Cabai Merah Keriting Segar. Jurnal Keteknikan Pertanian Volume 3 No. 2, p 145-152. P-ISSN 2407-0475 E-P-ISSN 2338-8439. DOI: 10.19028/jtep.03.2.145-152. Li Gan-qiong, Shi-wei Xu, Zhe-min Li. 2010. Short-Term Price Forecasting For

Agro-products Using Artificial Neural Networks. International Conference on Agricultural Risk and Food Security 2010. Agriculture and Agricultural Science Procedia 1 p 278–287.

Mahartha Komang Adi, Khamdan Khalimi, Gusti Ngurah Alit Susanta Wirya. 2013. Uji Efektivitas Rizobakteri sebagai Agen Antagonis terhadap Fusarium oxysporum f.sp. capsici Penyebab Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Jurnal Agroekoteknologi Tropika Volume 2 no. 3. ISSN: 2301-6515.

Marliah Ainun, Mariani Nasution, dan Armin. 2011. Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Cabai Merah Pada Media Tumbuh Yang Berbeda. Jurnal Floratek Volume 6: 84 - 91

(16)

Maulidah Silvana, Heru Santoso, Hadi Subagyo, Qiki Rifqiyyah. 2012. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi Dan Pendapatan Usaha Tani Cabai Rawit (Studi Kasus di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri). Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis Volume 8 no 2: 51 – 182 ISSN : 1829-9946.

Monika Devi, Sri Wardani, Abdullah Ahmad, Solikhun. 2019. Model Jaringan Syaraf Tiruan Dalam Memprediksi Ketersediaan Tanaman Cabai Berdasarkan Provinsi. Jurnal Teknika, Volume 8 no 1. ISSN: 2549-8037, EISSN: 2549-8045.

Muliadi, Irwan Budiman , Muhammad Adhitya Pratama , Antar Sofyan. 2017. Fuzzy dan Dempster-Shafer Pada Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Tanaman Cabai. Kumpulan jurnaL Ilmu Komputer (KLIK) Volume 04 no.02. ISSN: 2406-7857.

Musdalipah Karmilah. 2018. Efektivitas Ekstrak Daun Cabai Rawit (Capsicum frutescents L.) Sebagai Penumbuh Rambut Terhadap Hewan Uji Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Riset Informasi Kesehatan, Volume 7 no. 1. Nanggala Shabrina, Deni Saepudin, Fhira Nhita. 2016. Analisis dan Implementasi

Elman Recurrent Neural Network untuk Prediksi Harga Komoditas Pertanian. e-Proceeding of Engineering Volume 3 no 1. ISSN : 2355-9365. Nauly Dahlia. 2016. Fluktuasi dan Disparitas Harga Cabai di Indonesia. Jurnal

Agrosains dan Teknologi, Volume 1 no 1.

Nisa Ulpah Choirun, Dwi Haryono, Ktut Murniati. 2018. Pendapatan Usahatani Cabai Merah di Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis, Volume 6 no 2.

Nurdjannah Rahmawati, Yohanes Aris Purwanto, Sutrisno. 2014. Pengaruh Jenis Kemasan dan Penyimpanan Dingin terhadap Mutu Fisi Cabai Merah. Jurnal Pascapanen Volume 11 no 1: 19-29.

Patty J. A. 2012. Efektivitas Metil Eugenol Terhadap Penangkapan Lalat Buah (Bactrocera dorsalis) Pada Pertanaman Cabai. Jurnal Agrologia, Volume 1 no 1: 69-75.

Pertiwi Vi’in Ayu, Ratya Anindita, Rini Dwiastuti. 2013. Analisis Volatilitas, Transmisi Harga Dan Volatilitas Spillover Bawang Merah (Allium ascolanium L) di Jawa Timur. Jurnal Habitat Volume 24 no. 3. ISSN: 0853-5167.

Prasetyo Rendy. 2014. Pemanfaatan Berbagai Sumber Pupuk Kandang sebagai Sumber N dalam Budidaya Cabai Merah (Capsicum annum L.) di Tanah Berpasir. Planta Tropika Journal of Agro Science Volume 2 no 2. DOI 10.18196/pt.2014.032.125-132.

Purwanto Topik, Dini Destiani. 2015. Pengembangan Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Cabai. Jurnal Algoritma Volume 12 no 2. ISSN : 2302-7339. Raksun Ahmad, I Gde Mertha. 2017. Pengaruh Bokashi Terhadap Produksi Cabai

Rawit (Capsicum annuum). Jurnal Biologi Tropis Volume 17 no 2.

Ramadhian M Ricky, Niken Rahmatia. 2017. Potensi Cabai sebagai Anti-Aterosklerosis. Jurnal Medical Journal of Lampung University Volume 6 no 2.

Rasyidi Mohammad Arif. 2017. Prediksi Harga Bahan Pokok Nasional Jangka Pendek Menggunakan ARIMA. Journal of Information Systems Engineering and Business Intelligence Volume 3, no 2. e-ISSN 2443-2555.

(17)

Sandro Pangidoan, Sutrisno, Y. Aris Purwanto. 2014. Transportasi dan Simulasinya dengan Pengemasan Curah untuk Cabai Keriting Segar. Jurnal Keteknikan Pertanian Volume 2 no 1.

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, Kuntjoro. 2010. Strategi Manajemen Resiko Petani Cabai Merah pada Lahan Sawah Dataran Rendah di Jawa Tengah. Jurnal Manajemen & Agribisnis, Volume 7 no 2.

Sari Widyanti, A., & D. Susila, A. 2015. Rekomendasi Pemupukan Kalium pada Budi Daya Cabai Merah Besar (Capscicum annuum L) di Inceptisols Dramaga. Jurnal Hortikultura Indonesia Volume 6 no 2:65-74. https://doi.org/10.29244/jhi.6.2.65-74.

Sepwanti Christina, Marai Rahmawati , Elly Kesumawati. 2016. Pengaruh Varietas dan Dosis Kompos yang Diperkaya Trichoderma harzianum Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Jurnal Kawista Volume 1 no 1:68-74.

Singla, Sonit, and Mahim Sagar. 2012. Integrated risk management in agriculture: an inductive research. Journal of Risk Finance, Summer 2012, p. 199+. Suastika, G., Hartono, S., Nyana, I. D. N., & Natsuaki, T. (2013). Laporan

Pertama tentang Infeksi Polerovirus pada Tanaman Cabai di Daerah Bali, Indonesia. Jurnal Fitopatologi Indonesia, Volume 8 no 5:151. https://doi.org/10.14692/jfi.8.5.151.

Suherman Cucu, Mochamad Arief Soleh, Anne Nuraini, Annisa Nurul Fatimah. 2018. Pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum sp.) yang diberi pupuk hayati pada pertanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) TBM I. Jurnal Kultivasi Volume 17 no 2.

Sukiyono Ketut. 2016. Faktor Penentu Tingkat Efisiensi Teknik Usahatani Cabai Merah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Agro Ekonomi Volume 23 no 2.

Sukmawati Dety, Lies Sulistyowati, Maman H. Karmana, E Kusnadi Wikarta. 2016. Fluktuasi Harga Cabai Merah Keriting (Capsicum annum L) di Sentra Produksi dan Pasar Induk. Jurnal Mimbar Agribisnis Volume 1 no 2. ISSN 2460-4321.

Sumarni Merah, N., R. Rosliani, dan A.S. Duriat. 2010. Pengelolaan Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah untuk Meningkatkan Kesuburan Lahan dan Hasil Cabai. Jurnal Hortikultura Volume 20 no 2:130-137.

Sumaryanto. 2009. Analisis Volatilitas Harga Eceran Beberapa Komoditas Pangan Utama Dengan Model ARCH/GARCH. Jurnal Agro Ekonomi Volume 27 no 2. eISSN: 2541-1527.

Supriadi Herman, Wahyuning Kusuma Sejati. 2018. Perdagangan Antarpulau Komoditas Cabai di Indonesia: Dinamika Produksi dan Stabilitas Harga. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian Volume 16 no. 2: 109-127.

Syamsiah Melissa & Royani. 2014. Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) Terhadap Pemberian PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobakteri) dari akar bambu dan urine kelinci. Jurnal Agroscience Volume 4 no. 2.

Tubagus Lilis Suryani, Marjam Mangantar, Hendra Tawas. 2016. Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Komoditas Cabai Rawit Di Kelurahan Kumelembuai Kota Tomohon. Jurnal Riset Ekonomi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Volume 4 no.2: 613-621.

(18)

Udiarto, BK, Hidayat, P, Rauf, A, Pudjianto, dan Hidayat, SH. 2012. Kajian Potensi Predator Coccinellidae untuk Pengendalian Bemisia tabaci (Gennadius) pada Cabai Merah. Jurnal Hortikultura Volume 22 no 1:77–85. Wauters Erwin, Frankwin Van Winsen, Yann De Mey, Ludwig Lauwers. 2014.

Risk Perception, Attitudes Towards Risk And Risk Management: Evidence And Implications. Agric. Econ. – Czech, Volume 60 no 9: 389–405.

Winanto Tomi, Yustina Retno Wahyu Utami, Sri Hariyati Fitriasih. 2017. Sistem Pakar Diagnosa Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Besar Menggunakan Metode Certainty Factor. Jurnal Ilmiah Sinus Volume 15 no 2.

Wulandari Hestiani, Anang Kurnia, Bambang Sumantri, Dian Kusumaningrum, Budi Waryanto. 2017. Penerapan Analisis Regresi Spline Untuk Menduga Harga Cabai Di Jakarta. Indonesian Journal of Statistics and Its Applications Volume 1 no 1. eISSN: 2599-0802.

ZAHROH, Fatimatuz; KUSRINAH, Kusrinah; SETYAWATI, Siti Mukhlishoh. 2018. Perbandingan Variasi Konsentrasi Pupuk Organik Cair dari Limbah Ikan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.). Al-Hayat: Journal of Biology and Applied Biology, Volume 1 no 1: 50-57. ISSN 2622-0725.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Yusup (1999), analisis MRP adalah alat analisis yang digunakan untuk melihat suatu keadaan dalam kegiatan perekonomian yang memiliki potensi dengan

Permeabilitas Rerata 1 Kec. Lama kejadian hidrograf permukaan merupakan jumlah dari waktu konsentrasi dan waktu resesi. Pada waktu terjaid hidrograf permukaan akan

Dalam penyajian data ini, peneliti akan menggambarkan atau mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan, guna untuk membantu keabsahan data atau

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga adalah sebuah organisasi pendidikan yang telah menerapkan sistem informasi berbasis komputer guna menunjang berbagai

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PEMBAYARAN IURAN JAMINAN KESEHATAN BAGI KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA9. BAB

Masalah umum dalam penelitian ini adalah ³$SDNDK SHQJJXQDDQ PHWRGH diskusi dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi Peserta Didik

Berdasarkan analisis tingkat resiko tsunami, daerah dengan resiko sangat tinggi dan tinggi terdapat di dua wilayah pesisir utara yaitu Kecamatan Alok dan Magepanda dengan

1) Pendapatan pokok, artinya pendapatan yang utama atau pokok yaitu hasil yang didapat oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukan secara teratur dan tetap untuk