• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH PERKOTAAN (Studi Kasus Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jatibarang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH PERKOTAAN (Studi Kasus Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jatibarang)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH PERKOTAAN (Studi Kasus Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jatibarang)

M. Debby Rizani

Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Sultan Fatah No. 83 Demak Telpon (0291) 681024

Abstrak:. Sampah dan turunannya, secara umum dapat didefinisikan sebagai segala macam buangan yang

dihasilkan dari aktivitas manusia atau hewan yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Sampah terbagi atas tiga kategori umum yaitu sampah perkotaan, sampah industri dan sampah berbahaya. Pengelolaan teknis sampah perkotaan dari berbagai sumber penghasilnya berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pengelolaan sampah di TPA pada umumnya ada dua jenis, yaitu Sanitary Landfill dan Open Dumping. Sistem pengelolaan sampah terpadu diarahkan agar sampah-sampah dapat dikelola dengan baik dalam arti mampu menjawab permasalahan sampah hingga saat ini yang belum dapat diselesaikan dengan tuntas, juga diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat lokal agar mampu mandiri. Pendekatan yang paling tepat dalam penanganan sampah melalui sistem pengelolaan sampah terpadu yang disebut Silarsatu dimana sistem ini merupakan sistem pengelolaan sampah tanpa sisa (zero waste system) dapat merubah paradigma dari cost

center menjadi profit center dengan cara memaksimalkam peran serta masyarakat dan pemanfaatan sampah

menjadi bahan yang mempuyai nilai ekonomis.

Kata kunci : Sampah, TPA, Silarsatu, zero waste system

PENDAHULUAN

Pembuangan sampah merupakan salah satu masalah yang sedang dihadapi oleh setiap kota di semua negara di dunia. Timbunan sampah yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi penduduk adalah suatu hal yang harus ditangani segera dan secara serius. Sampah menjadi karena mengotori dan

mengganggu keindahan serta

kenyamanan manusia, dan karena ditimbulkan oleh kegiatan manusia akibatnya sampah akan selalu muncul dalam keseharian hidup manusia. Sampah memang wajar ada dalam kehidupan manusia sehari-hari. Ketidakwajaran terjadi ketika volume

sampah berada di atas batas toleransi terlebih pada tempat-tempat umum.

Sampah dan turunannya, secara umum dapat didefinisikan sebagai segala macam buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia atau hewan yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Sampah terbagi atas tiga kategori umum yaitu sampah perkotaan, sampah industri dan sampah berbahaya. Pengelolaan teknis sampah perkotaan dari berbagai sumber penghasilnya berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pengelolaan sampah di TPA pada umumnya ada dua jenis, yaitu Sanitary Landfill (sampah yang dibuang dikelilingi dan ditutup dengan material yang kedap air) dan Open Dumping (sampah yang dibuang

(2)

dan dibiarkan bersentuhan langsung dengan permukaan tanah).

Gambar 1. TPA Jatibarang

Sumber : Observasi lapangan, 2010 Terlepas dari bagaimana sampah tersebut dikelola, keberadaan TPA yang tidak sesuai standar akan memberikan masukan yang sangat berarti terhadap degradasi lingkungan sekitarnya. Materi pencemar yang biasanya terbentuk atau hadir di lingkungan sekitar TPA yaitu air lindi (leachate), gas landfill, sampah yang terbawa angin, dan organisme hidup seperti tikus, cacing, dan serangga (yang merupakan faktor pembawa penyakit).

Gambar 2. Air Lindi

Sumber : Observasi lapangan, 2010

TUJUAN PENULISAN

1. Mengkaji dan melihat kelemahan-kelemahan maupun permasalahan yang telah dan mungkin akan timbul dari cara pengelolaan sampah dengan sistem yang sedang diterapkan; dan

2. Menyajikan alternatif solusi

pengelolaan sampah yang

diprediksikan akan dapat diterapkan

di lapangan dan mampu

menyelesaikan permasalahan sampah dengan baik.

PERMASALAHAN

Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang 60% dari seluruh produksi sampahnya. Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari (Daniel et al., 1985).

(3)

Gambar 3. Diagram Estimasi Total Timbulan Sampah Berdasarkan Jenisnya

Kota Metropolitan/Besar Sumber : Kantor Negara Lingkungan

Hidup, 2008

Tabel 1. Variabel Kesesuaian Dengan Rencana TGL

Sumber : SK SNI T-11-1991-03

Tabel 2. Kriteria Seleksi Lokasi Kelayakan TPA sampah

Sumber : SK SNI T-11-1991-03

Tabel 3. Kriteria Pembobotan Peta Kriteria Penyisih TPA Sampah

Sumber : SK SNI T-11-1991-03

Dari sistem pengelolaan persampahan yang sedang berjalan sampai saat ini, ternyata masih belum mampu menangani persampahan kota, karena ada beberapa permasalahan yang timbul dalam sistem penanganan sampah sistem sekarang ini, yakni:

1. Dari segi pengumpulan sampah dirasa kurang efisien karena mulai dari sumber sampah sampai ke tempat pemrosesan akhir, sampah belum dipilah-pilah sehingga kalaupun akan diterapkan teknologi lanjutan berupa komposting maupun daur ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut jenisnya sesuai dengan yang dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana maupun menyita waktu. Sampah Dapur Sampah Plastik Sampah Kertas Sampah Lainnya Sampah Kayu Sampah Kaca Sampah Karet/Kulit Sampah Kain Sampah Metal Sampah Pasir

(4)

2. Pembuangan akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah.

3. Penggunaan Incinerator dalam pengolahan sampah memiliki beberapa kelemahan

4. Belum maksimalnya usaha pemasaran bagi kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan sampah kota;

5. Belum maksimalnya upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi;

6. Sulitnya mendapatkan tambahan

biaya bagi peningkatan

kesejahteraan petugas yang terlibat dalam penanganan sampah. Hal ini tentu akan berakibat pada kegairarahan kerja yang rendah dari para pengelola sampah.

.

TINJAUAN PUSTAKA

Sungai Kreo mendapat limpahan air lindi dari TPA Jatibarang, yang merupakan tempat pembuangan sampah terakhir dari Kota Semarang dan sekitarnya. Ironisnya, sekitar 40 km sebelah hilir Sungai Kreo dari titik outlet air lindi TPA Jatibarang terletak Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Semarang.

Pengelolaan sampah di TPA Jatibarang awalnya menggunakan sistem sanitary landfill yang dibangun pada 1993 dengan luas ± 460.183 m2. Namun karena keterbatasan dari pihak pengelola, pengelolaannya berubah menjadi open dumping. TPA ini dibangun menggunakan bantuan dari Bank Dunia. Pada saat dibangun, diperkirakan TPA ini bisa digunakan sampai 10 tahun ke depan. Namun pada tahun 2001, Bank Dunia menyatakan bahwa TPA ini sudah penuh dan harus dicari lokasi yang baru. Kenyataan ini disebabkan karena tidak proporsionalnya volume sampah yang dibuang dengan daya tampung yang dimiliki TPA Jatibarang. Luas areal TPA Jatibarang ± 460.183m2, dengan luas areal buangan ± 276.469,8 m2 atau sekitar 60 % dari luas totalnya. TPA ini mempunyai daya tampung sampah ± 4.147.047 m3, dengan kedalaman rat-rata 40 meter. Dalam kondisi normal, sampah yang dibuang di TPA Jatibarang setiap hari mencapai sekitar 2.500 m3 atau 600 hingga 700 ton.

Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh aktivis lingkungan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, menunjukkan bahwa tiga (Cu,

(5)

Fe, dan Zn) dari empat (tiga yang disebutkan diawal + Cd) jenis logam berat yang diukur pada beberapa stasiun di Sungai Kreo melampaui baku mutu air sungai yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Ada empat stasiun yang ditentukan sebagai tempat pengambilan sampel. Stasiun pertama berada sebelum titik outlet air lindy TPA (sebelah hulu), sedangkan ketiga stasiun berikutnya berada setelah titik outlet air lindy (sebelah hilir). Analisis statistik dari data kandungan logam berat tersebut menunjukkan bahwa pencemaran air lindy pada air sungai berada pada tingkat signifikan. Bukan itu saja, parameter keragaman biota sungai pun meengalami pergeseran akibat pencemaran lindy.

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU

Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu, suatu sistem pengelolaan sampah yang beroperasi lebih banyak mengikut sertakan partisipasi masyarakat, lebih ramah lingkungan, secara operasional lebih hemat energi dan biaya, serta secara produktif dapat meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sistem yang dimaksud di

sini merupakan satu diantara alternatif dari berbagai sistem pengelolaan sampah lainya, yang mengarah kepada pemecahan kelemahan-kelemahan yang ada dalam penanganan sampah perkotaan selama ini. Satu di antara model konseptual yang dikembangkan adalah dengan menerapkan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu).

Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu) ini beroperasi dengan cara zero waste system atau sistem pengelolaan sampah tanpa sisa yang menganut motto “ lebih baik memelihara kompos yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis dari pada memelihara sampah yang menurunkan kualitas lingkungan”. Dari sistim ini sampah relatif habis terurai

menjadi kompos yang tidak

menimbulkan polusi tanah, perairan dan udara, sedang truk-truk pengangkut sampah dari TPS ke TPA bebannya berkurang dengan cukup banyak, karena ada reaktor-reaktor sampah pengubah sampah menjadi kompos langsung ditempat.

Sistem Pengelolaan Sampah terpadu diarahkan agar sampah-sampah dapat dikelola dengan baik dalam arti

(6)

mampu menjawab permasalahan sampah hingga saat ini yang belum dapat diselesaikan dengan tuntas, juga diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat lokal agar mampu mandiri terutama menyangkut :

1. Penataan dan pemanfaatan sampah berbasis masyarakat secara terpadu, 2. Peningkatan partisipasi aktif

masyarakat dalam pengelolaan sampah,

3. Penggalian potensi ekonomi dari sampah, sehingga diharapkan dapat memperluas lapangan kerja.

Pengelolaan sampah terpadu dengan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu) ini, karena melibatkan mayarakat luas, agar dapat berjalan dengan baik diperlukan studi-studi yang mendalam dan berlanjut, pendekatan-pendekatan secara menyeluruh, baik pendekatan sosial, pendekatan teknis, pendekatan secara ekonomis, maupun perlu adanya kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang mendukungnya. Adapun langkah-langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Studi Penelitian Terpadu b. Pendekatan Sosial c. Pendekatan Teknis

d. Pendekatan Ekonomi e. Kebijakan Politik f. Law Enforcement

KEUNTUNGAN DARI SISTEM

PENGELOLAAN SAMPAH

TERPADU

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem pengelolaan sampah terpadu ini, diantaranya :

1. Dengan sistem silarpadu ini terjadi peningkatan kualitas lingkungan demikian juga ekosistem dapat terjaga dengan baik, karena sistem yang dipakai dengan pengelolaan sampah tanpa sisa;

2. Mata rantai pengangkutan sampah menjadi sangat kecil, sehingga

dengan demikian biaya

pengangkutan dapat ditekan ;

3. Tidak memerlukan lahan untuk TPA yang luas ataupun TPA terpusat dengan incenerator maupun peralatan lainya dengan biaya operasional yang besar, cukup lahan-lahan untuk lokasi silarsatu yang lebih kecil yang mendekati daerah pelayanan;

4. Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai

(7)

ekonomis, dan tidak membebani Pemerintah Daerah yang berlebihan; 5. Dapat menambah lapangan pekerjaan sekaligus dapat lebih mensejahterakan masyarakat pengelola dengan berdirinya badan usaha yang dikelola oleh masyarakat yang mengelola sampah menjadi bahan yang bermanfaat;

6. Beban Anggaran Pemerintah Daerah/Kota akan berkurang, atau bahkan akan tidak ada sama sekali (yang terkait dengan penanganan sampah).

KESIMPULAN

1. Pengelolaan yang sedang berjalan saat ini (TPA, TPS) yang mengandalkan pada sistem pengangkutan, pembuangan dan pengolahan menjadi bahan urugan perlu diubah karena dirasakan sangat tidak ekonomis (cost center). Disamping memerlukan biaya operasional dan lahan bagi pembuangan akhir yang luas juga menimbulkan banyak dampak yang kurang menguntungkan bagi kehidupan masyarakat kota serta akan menumbuhkan masyarakat

yang kurang peduli terhadap lingkungannya.

2. Air lindi (leachate) TPA Jatibarang perlu diberi perlakuan terlebih dahulu sebelum di alirkan ke Sungai Kreo. Karena dari hasil penelitian didapat beberapa jenis logam berat yang diukur pada beberapa stasiun di Sungai Kreo melampaui baku mutu air sungai yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

3. Kedepan pendekatan yang paling tepat dalam penanganan sampah melalui sistem pengelolaan sampah terpadu yang disebut Silarsatu dimana sistem ini merupakan sistem pengelolaan sampah tanpa sisa (zero waste system) dapat merubah paradigma dari cost center menjadi profit center dengan cara memaksimalkam peran serta masyarakat dan pemanfaatan sampah menjadi bahan yang mempuyai nilai ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Ir. Amos Neolaka, M,Pd, 2008. Kesadaran Lingkungan. Penerbit PT Rinika Cipta, Jakarta

(8)

Alfonds Andrew Maramis SSi Msi, 2008. Pengelolaan Sampah dan Turunannya. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Roni Kastaman, Ade Moetangad Kramadibrata, 2007. Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu Silarsatu.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KNLH), 2008, Statistik Persampahan Indonesia Klara Tiwon et all, 2003, Pengelolaan

sampah terpadu sebagai salah satu upaya mengatasi proplem sampah diperkotaan.

Daniel, T. S., Hasan, P. dan Vonny, S. 1985. Tehnologi Pemanfaatan Sampah Kota dan Peran Pemulung Sampah : Suatu Pendekatan Konseptual. PPLH ITB.Bandung.

Murtadho, D. dan Sa’id, E. G. 1988. Penanganan Pemanfaatan Limbah Padat. Sarana Perkasan. Jakarta.

SK SNI T-11-1991-03, Standar Nasional Indonesia 1991.

Sidik, M. A., Herumartono, D. dan Sutanto, H. B. 1985. Tehnologi Pemusnahan Sampah dengan Incinerator dan Landfill.

Direktorat Riset Operasi Dan Manajemen. Deputi Bidang

Analisa Sistem Badan

Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Jakarta.Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008.

Gambar

Gambar 1. TPA Jatibarang  Sumber : Observasi lapangan, 2010
Tabel 1. Variabel Kesesuaian Dengan  Rencana TGL

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga di dalam kebijakan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2012, yang berisi tentang Pengelolaan Sampah di Kota Semarang, tanpa adanya proses

Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah secara Berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok-Jawa Barat. Dibawah bimbingan H.M.H. Bintoro Djoefrie sebagai ketua, Etty

Berdasarkan hasil penelitian dirumuskan bahwa rekomendasi pengelolaan sampah di Kabupaten Nias Barat adalah dengan cara pengurangan sampah, penanganan sampah, pemanfaatan

Kapasitas daya tampung TPA adalah besarnya volume (sampah + tanah timbunan) yang dapat ditampung suatu TPA atau usaha yang telah dilakukan TPA dalam menampung volume sampah (sampah

“Evaluasi Pengelolaan Pengangkutan Sampah dari Tempat Penampungan Sementara ke Tempat Pemrosesan Akhir di Kota Semarang (Studi Kasus : Kecamatan Semarang Utara)” ini tidak

Luas TPA akan berkurang jika pengelolaan sampah dilakukan di sumber dengan metoda 3R (reduce, reuse, recycle) atau Mengurangi, Menggunakan kembali dan Mendaur

Maka dari itu perlu dilakukan analisis untuk sistem pengelolaan, analisis perluasan lahan, analisis penambahan alat operasional dan analisis kelayakan finansial perluasan lahan,

Penilaian diberikan dari range nilai 0 – 100 yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.12 Nilai Jarak Terhadap Pusat Sumber Sampah Berdasarkan Cakupan Area Pelayanan TPS Untuk