• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCAPAIAN SISWA BIDANG MATEMATIKA MENGGUNAKAN PEMODELAN MULTILEVEL MURWATI WIDIASTUTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCAPAIAN SISWA BIDANG MATEMATIKA MENGGUNAKAN PEMODELAN MULTILEVEL MURWATI WIDIASTUTI"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN MULTILEVEL

MURWATI WIDIASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Siswa Bidang Matematika Menggunakan Pemodelan Multilevel adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Murwati Widiastuti

(3)

ABSTRACT

Murwati widiastuti. Analysis of Faktors Influence Student’s Mathematic Achievement Using Multilevel Modelling. Under direction of Aunuddin and Hari Wijayanto.

Linear regression models used to describe relationship between dependent variable and independent variables. In a educational research, data was used often have hierarchical structure or nested structure. In this research, independent variables can be defined at level of the hierarchy (School and student) but dependent variable can only be defined at the lowest level of the hierarchy (student). Multilevel regression models with random intercept was used. Variables that significantly influence to student’s mathematics achievement at 1-level are: belonging of calculator, mathematics is more difficult than for many classmates, and learning mathematics will help in daily life. School factor also influence to student’s mathematics achievement. Variables that significantly influence to student’s mathematics achievement are at 2-level is: percentage of students come from economically disadvantaged homes. Explained variance at student’s level is 0.59%, and at schools level is 1,57%. The correlation intra-class is 55.17%

(4)

iv

RINGKASAN

Murwati Widiastuti. Kajian Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Siswa Bidang Matematika Menggunakan Pemodelan Multilevel. Dibimbing oleh Aunuddin dan Hari Wijayanto.

Penelitian di bidang pendidikan sering menggunakan multi stage. Populasi dalam penelitian bidang pendidikan terdiri dari sekolah-sekolah dan siswa yang berada di dalamnya. Struktur data merupakan data yang berhirarki dengan peubah pada masing-masing level. Struktur data yang berhirarki inilah yang membedakan antara model regresi dengan model multilevel. Prosedur penarikan contoh terdiri dari 2 tahap: pertama mengambil contoh sekolah, dan kedua mengambil contoh siswa dalam masing-masing sekolah terpilih. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa “siswa tersarang/nested dalam sekolah”. Analisis multilevel modeling merupakan salah satu solusi pemodelan yang dapat digunakan untuk menganalisis peubah-peubah yang ada dalam hubungannya dengan pencapaian siswa bidang matematika dan sains yang tersarang pada peubah sekolah.

Dalam penelitian ini, struktur data terdiri dari 2 level: Level 1 adalah siswa dan level 2 adalah sekolah. Peubah tak bebas/respon diambil dari siswa yang merupakan data capaian nilai matematika. Peubah bebas pada level siswa adalah: Jenis kelamin, Siswa mempunyai kalkulator, Persepsi matematika lebih sulit dibanding pelajaran yang lain, Siswa menikmati belajar matematika, Matematika membantu dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan peubah bebas pada level sekolah adalah: Kelompok persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah, Tingkat kepuasan guru dalam mengajar, Tingkat harapan guru terhadap pencapaian siswa.

Model regresi multilevel yang digunakan dalam penelitian ini adalah model multilevel dengan intersep acak.

Faktor sekolah mempunyai pengaruh yang nyata terhadap nilai capaian matematika siswa. Persentase siswa yang berasal dari kelompok ekonomi lemah memberikan pengaruh yang negatif terhadap capaian nilai matematika siswa. Selain itu siswa yang memiliki kalkulator juga memiliki nilai capaian matematika

(5)

yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai kalkulator. Peubah Siswa yang memandang bahwa matematika itu sulit dibandingkan dengan pelajaran lain juga berpengaruh nyata yang berarti bahwasemakin siswa memandang bahwa matematika itu mudah, maka nilai capaian matematikanya juga semakin tinggi. Peubah belajar matematika akan membantu dalam kehidupan sehari-hari mempunyai pengaruh nyata terhadap nilai capaian matematika siswa akan tetapi nilainya negatif yang artinya ketika siswa berpandangan bahwa matematika tidak membantu dalam kehidupan sehari-hari maka nilai capaian matematikanya akan rendah. Keragaman yang dapat dijelaskan oleh peubah sekolah sebesar 1,57% sedangkan keragaman yang dapat dijelaskan oleh peubah siswa sebesar 0.59% yang berarti masih banyak peubah lain yang mempengaruhi nilai capaian siswa yang tidak terdapat dalam model. Korelasi intraclass sebesar 55,17 yang berarti terdapat korelasi antara 2 siswa dalam satu sekolah sebesar 55.17%

(6)

vi

 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantunkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

KAJIAN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCAPAIAN SISWA BIDANG MATEMATIKA MENGGUNAKAN

PEMODELAN MULTILEVEL

MURWATI WIDIASTUTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(8)

viii

(9)

Judul Tesis : Kajian Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Siswa Bidang Matematika Menggunakan Pemodelan Multilevel

Nama Mahasiswa : Murwati Widiastuti Nomor Pokok : G 151 05 0121 Program Studi : Statistika

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Aunuddin, M.Sc Dr. Ir. Hari Wijayanto, MS

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Statisika Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Erfiani, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(10)

x

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian tesis yang berjudul ”Kajian Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Siswa Bidang Matematika Menggunakan Pemodelan Multilevel ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Prof. Dr. Aunuddin, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir Hari Wijayanto, M.S yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penulis menyusun penelitian ini. Rasa terima kasih yang setulus-tulusnya juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir Bastari , Bapak Syamsul Hadi dan Bapak Bertho Tantular atas izinnya penulis dapat mempergunakan data hasil penelitian TIMSS 2007 ini serta package Software R. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir Erfiani, M.Si yang tak henti-hentinya memberikan dorongan semangat, Bapak Dr. Ir Made Sumertajaya, M.S, Ibu Ir. Indahwati, M.Si.

Tak lupa penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Bapak dan Ibu, Bapak dan Mamah, Ayah dan Dzikri serta seluruh keluarga besar yang tak henti-hentinya mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis.

Kepada Bapak Slamet, Fitri, Mbak Ika, Mas Epa, Dik Retno dan Dik Lili penulis sampaikan terima kasih atas bantuan dan sarannya. Semoga semua kebaikan dan bantuannya yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan atau imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 28 September 1980 dari ayah Sukirman dan Ibu Mugiyati. Penulis merupakan putri kelima dari lima bersaudara. Penulis menikah dengan Ade Wahyu Jumartdiawan dan telah dikaruniai satu orang putra yakni Muhammad Dzikri Ammarullah.

Tahun 1999 penulis lulus dari SMA N 2 Yogyakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Institut Pertanian Bogor Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan ke Program Studi Magister Statistika Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja di Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal, Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal sejak tahun 2006.

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 TIMSS 2007 ... 3

Analisis Multilevel Modeling ... 4

Koefisien Determinasi ... 7

Metode Pendugaan ... 7

Pengujian Hipotesis... 8

Membandingkan Model ... 8

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi ... 9

BAHAN DAN METODE ... 10

Bahan/Data ... 10

Metode Penelitian ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

Koefisien Korelasi Intraclass ... 24

Koefisien Determinasi Pada Setiap Level ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

KESIMPULAN ... 26

SARAN ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan jenis kelamin ... 13

Tabel 2 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan kepemilikan kalkulator ... 14

Tabel 3 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan persepsi matematika sulit ... 15

Tabel 4 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan kenikmatan dalam belajar matematika ... 16

Tabel 5 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan persepsi matematika akan membantu dalam kehidupan sehari-hari... 17

Tabel 6 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah... 17

Tabel 7 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan tingkat kepuasan guru mengajar ... 18

Tabel 8 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan harapan guru terhadap capaian siswa ... 19

Tabel 9 Hasil Analisis Model Regresi Linier ... 20

Tabel 10 Hasil Analisis Model Intersep Acak ... 21

Tabel 11 Hasil Analisis Model Koefisien Acak ... 22

Tabel 12 Hasil ANOVA untuk kedua model ... 23

Tabel 13 Hasil Pendugaan Nilai Ragam tanpa Peubah Bebas ... 24

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Boxplot capaian siswa berdasarkan jenis kelamin ... 14 Gambar 2 Boxplot capaian siswa berdasarkan kepemilikan kalkulator ... 15 Gambar 3 Boxplot capaian siswa berdasarkan persepsi bahwa matematika

sulit ... 15 Gambar 4 Boxplot capaian siswa berdasarkan kenikmatan dalam belajar

matematika ... 16 Gambar 5 Boxplot capaian siswa berdasarkan persepsi matematika akan

membantu dalam kehidupan sehari-hari ... 17 Gambar 6 Boxplot capaian siswa berdasarkan persentase siswa yang

berasal dari ekonomi lemah ... 18 Gambar 7 Boxplot capaian siswa berdasarkan tingkat kepuasan guru

mengajar ... 18 Gambar 8 Boxplot capaian siswa berdasarkan harapan guru terhadap

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Contoh Struktur data untuk analisis regresi multilevel ... 31

Lampiran 2 Prosedur Analisis Data Multilevel (2 level) dengan Software -R ... 32

Lampiran 3 Uji Kenormalan Data ... 33

Lampiran 4 Uji Kebebasan antar peubah bebas pada level 1 ... 33

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berbagai penelitian bidang pendidikan baik itu skala nasional maupun internasional telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh sebuah lembaga penelitian internasional yang bergerak dibidang evaluasi pendidikan yakni IEA (International Association for The Evaluation Educatioanl Achievement). IEA melakukan penelitian TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) di 59 negara di dunia dengan 8 negara (negara bagian/regional) sebagai pembanding. TIMSS menyediakan informasi tentang pencapaian bidang matematika dan sains pada siswa kelas 4 dan 8 dalam hubungannya dengan kurikulum dan pendekatan instruksional yang digunakan. Dengan demikian negara yang menjadi objek penelitian dapat mengetahui kelemahannya sehingga dapat memperbaiki sistem belajar-mengajar yang selama ini berlangsung.

Proses pengumpulan data TIMSS dilakukan dalam 2 tahap. Sampling frame pada tahap pertama terdiri atas sekolah sebagai strata dan tahap kedua terdiri dari kelas sebagai cluster/gerombol. Kuesioner sebagai instrumen pengumpul data juga terbagi menjadi 4 tipe/jenis yakni:

1. Kuesioner tentang kurikulum yang diperoleh dari instansi pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional

2. Kuesioner tentang sekolah yang diperoleh dari sekolah terpilih

3. Kuesioner tentang guru yang diperoleh dari guru-guru di sekolah terpilih 4. Kuesioner tentang siswa yang diperoleh dari siswa pada kelas di sekolah

terpilih.

Jika memperhatikan jenis kuesioner seperti di atas, maka dapat dilihat bahwa peubah-peubah yang terkait dengan siswa dan guru tersarang (nested) pada sekolah. Pada tipe data yang tersarang tidak dapat dilakukan dengan pemodelan biasa. Model regresi biasa akan cenderung melanggar asumsi homogenitas ragam dikarenakan Analisis dengan menggunakan pemodelan biasa akan memberikan hasil analisis sekaligus interpretasi yang kurang tepat. Analisis dengan

(17)

2 menggunakan pemodelan biasa akan memberikan hasil analisis sekaligus interpretasi yang kurang tepat. Analisis multilevel modeling merupakan salah satu solusi pemodelan yang dapat digunakan untuk menganalisis peubah-peubah yang ada dalam hubungannya dengan pencapaian siswa bidang matematika dan sains yang tersarang pada peubah sekolah.

Pencapaian siswa diduga berhubungan erat dengan kemampuan siswa itu sendiri dan juga sekolah. Data NAEP tahun 2003 menunjukkan bahwa sekolah swasta lebih unggul dibandingkan dengan sekolah negeri dalam hal pencapaian siswa bidang matematika, akan tetapi hasil tersebut menjadi berbeda ketika faktor demografi sekolah dimasukkan ke dalam pemodelan (Lubienski and Lubienski, 2006). Faktor latar belakang social-ekonomi siswa juga berpengaruh terhadap pencapaian siswa (Saha, 1992). Selain faktor tersebut di atas, faktor internal dari siswa itu sendiri juga berpengaruh terhadap prestasi siswa. Faktor internal yang dimaksud antara lain Persepsi, minat, bakat dan sikap (Hadi, 2010). Semua faktor-faktor tersebut di atas sebaiknya dimodelkan dengan data siswa tersarang dalam sekolah.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini mencoba mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian siswa khususnya pada bidang matematika dengan menggunakan analisis multilevel modeling.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian siswa khususnya di bidang matematika dengan menggunakan pemodelan multilevel. Faktor-faktor yang dimaksud yakni faktor sekolah dan siswa.

(18)

3

3

TINJAUAN PUSTAKA

TIMSS 2007

TIMSS ( Trends in Mathematics and Science Study) merupakan penelitian yang dilakukan oleh IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) yang bertujuan untuk membantu negara-negara yang menjadi objek penelitian membuat keputusan dalam melakukan tindakan/kebijakan untuk memperbaiki proses/sistem belajar-mengajar terutama dalam bidang matematika dan sains. TIMSS merupakan penelitian yang bersifat periodik. Penelitian ini dilakukan setiap 4 tahun sekali yang dimulai pada tahun 1995, 1999, 2003, 2007 dan rencananya akan dilakukan pada tahun 2011 ini (Mullis et al, 2008). Objek penelitian ini ada 4 yakni: Instansi pemerintah, sekolah, guru, dan siswa kelas 4 SD/MI dan kelas 8 SMP/MTs. Indonesia termasuk sebagai partisipan penelitian sejak tahun 1999 pada siswa kelas 8, sedangkan pada siswa kelas 4 sampai dengan tahun 2007 belum diikutsertakan dalam penelitian TIMSS. TIMSS pada tahun 2007 melibatkan 59 negara di dunia dengan 8 negara (negara bagian/regional) sebagai pembanding dimana masing-masing negara terdapat 150 sekolah yang menjadi sampel penelitian. Pada TIMSS 2007 data dikumpulkan pada akhir tahun ajaran dimana untuk negara-negara yang tahun ajarannya berakhir pada bulan Desember maka data dikumpulkan pada bulan Oktober atau November 2006, sedangkan untuk negara-negara yang tahun ajarannya berakhir pada bulan Juni, maka data dikumpulkan pada bulan April, Mei atau Juni 2007.

Adapun teknik sampling yang digunakan terdiri dari 2 tahap. Stratified Random Sampling digunakan pada tahap pertama dengan sekolah sebagai strata dan cluster Random Sampling tahap kedua dengan kelas sebagai cluster/gerombol (Mullis and Martin, 2008).

(19)

4 Analisis Multilevel Modeling

Penelitian di bidang pendidikan sering menggunakan multi stage. Populasi dalam penelitian bidang pendidikan terdiri dari sekolah-sekolah dan siswa yang berada di dalamnya. Struktur data merupakan data yang berhirarki dengan peubah pada masing-masing level. Struktur data yang berhirarki inilah yang membedakan antara model regresi dengan model multilevel. Prosedur penarikan contoh terdiri dari 2 tahap: pertama mengambil contoh sekolah, dan kedua mengambil contoh siswa dalam masing-masing sekolah terpilih. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa “siswa tersarang/nested dalam sekolah”. Analisis yang dilakukan terhadap tipe data seperti ini jika tidak menggunakan analisis multilevel akan memberikan interpretasi dan analisis statistik yang keliru. Disamping itu analisis statistik yang dihasilkan akan menaikkan salah jenis tipe I dalam pengujian hipotesis (Tabachnick & Fidel, 2007).

Model multilevel mempunyai beberapa asumsi dan batasan-batasan, dimana beberapa diantaranya sama dengan asumsi pada regresi linier. Model multilevel mempunyai asumsi kenormalan dan linearitas. Pengecekan asumsi ini dapat dilihat dari analisis terhadap residual (Hox, 2002). Tidak seperti pada regresi linier, model multilevel tidak mensyaratkan kebebasan antar galat pada masing-masing level/tingkat. Model multilevel juga mengijinkan adanya interaksi antar peubah dalam level yang berbeda atau dengan kata lain adanya interaksi/korelasi peubah dari level yang lebih tinggi dengan peubah dari level yang lebih rendah tidak menjadi masalah. Akan tetapi kebebasan antar peubah dalam satu level tetap menjadi asumsi dasar yang harus dipenuhi, jika tidak akan menyebabkan multikolinearitas (Hox, 2002). Multilevel modeling merupakan alat analisis yang paling akurat dan fleksibel dalam menguji data yang berhirarki (Goldstein dalam Thomas, 2005).

Model multilevel terdiri dari 2 yaitu: model regresi multilevel dan model multilevel untuk struktur kovarian. Model regresi multilevel pada dasarnya merupakan model regresi berganda multilevel. Model regresi multilevel mengasumsikan gugus data yang berhirarki dengan satu peubah tak bebas pada level terendah dan peubah bebas di setiap levelnya. Misalnya data diambil dari sekolah j dengan banyaknya data yang diambil dari masing-masing sekolah

(20)

5

5 sebanyak Nj, peubah tak bebas diambil dari siswa (Y) dengan peubah bebas pada

level siswa (X) dan peubah bebas pada level sekolah (Z), maka model persamaan regresi pada masing-masing sekolah adalah sebagai berikut:

Yij=β0j+ β1j Xij+ eij (1)

Persamaan di atas merupakan model level 1, dimana j menyatakan sekolah (j=1,2,...J) dan i menyatakan siswa (i=1,2,...Nj), Yij merupakan respon siswa ke-i

di sekolah j, β0j merupakan intersep sekolah ke-j, β1j adalah koefisien regresi

sekolah ke-j dan eij adalah galat/sisaan. Sekilas persamaan di atas seperti

persamaan regresi biasa. Perbedaannya terletak pada koefisien intersep dan slope dimana pada regresi biasa koefisien intersep dan slope nilainya sama untuk semua, sedangkan pada regresi multi level koefisien intersep dan slope berbeda untuk masing-masing sekolah (Hox, 2002).

Asumsi pada model regresi berganda dimana eij menyebar normal (0,σj2)

sedangkan pada model regresi multilevel mengasumsikan galat pada semua sekolah sama dan dilambangkan dengan σ2. Langkah selanjutnya dari model regresi berhirarki adalah memprediksi ragam dari koefisien regresi βj (koefisien

regresi dari masing-masing sekolah) dengan memasukkan peubah bebas/penjelas (Z) ke dalam level sekolah (level 2) sebagai berikut:

β0j=γ00+ γ01Zj+ u0j (2)

dan

β1j=γ10+ γ11Zj+ u1j (3)

dengan memasukkan β0j dan β1j ke dalam model level 1 maka persamaannya

menjadi

Yij= γ00+ γ01Zj+ u0j+ (γ10+ γ11Zj+ u1j) Xij+ eij (4)

atau Yij= γ00+ γ10 Xij +γ01Zj+ γ11Zj Xij + u1j Xij +u0j + eij (5)

Zj Xij pada persamaan di atas menggambarkan adanya interaksi antara peubah

(21)

6 Secara umum jika terdapat p peubah bebas (X=X1, X2,... Xp) pada level 1

dan q peubah pada level 2 (Z=Z1, Z2,... Zq) maka persamaan model regresi 2 level

menjadi (Hox, 1995)

Yij= (γ00+ γp0 Xpij +γ0qZqj+ γpqZqj Xpij )+( upj Xpij +u0j + eij) (6)

γ00+ γp0 Xpij +γ0qZqj+ γpqZqj Xpij disebut dengan fixed effect sedangkan

upj Xpij +u0j + eij disebut dengan random effect, sehingga secara umum model

regresi multilevel merupakan model campuran (mixed model) (Hox, 2002).

Null Model

Salah satu alasan menggunakan regresi multilevel karena karakteristik individu dalam satu sekolah/level hampir sama bila dibandingkan dengan sekolah/level lain. Hal ini merupakan penyimpangan terhadap asumsi kebebasan antar individu dalam regresi biasa. Korelasi antara 2 individu/siswa yang secara acak terpilih sebagai contoh dalam sekolah yang sama disebut dengan intraclass correlation( ρ) dengan 2 2 2 0 0 ij j j e u u   , (7)

semakin besar nilai ρ menunjukkan semakin tinggi korelasi antar individu sehingga analisis regresi biasa tidak bisa dilakukan dan diperlukan analisis regresi multi level.

Null model adalah model regresi yang hanya terdiri dari intersep saja tanpa memasukkan pengaruh peubah bebas. Null model pada level 1 (siswa) dapat dituliskan sebagai berikut:

Yij0jeij (8)

dimana j menyatakan sekolah (j=1,2,...J) dan i menyatakan siswa (i=1,2,...Nj), Yij

merupakan respon siswa ke-i di sekolah j, β0j merupakan intersep sekolah ke-j dan

eij adalah galat/sisaan. Sedangkan pada level 2 (level sekolah) persamaannya

menjadi sebagai berikut:

j

j 00 u0

0 

(22)

7

7 dimana  merupakan nilai dugaan untuk rata-rata sekolah, 0j  rataan umum, 00 dan u0jmerupakan simpangan dari rata-rata sekolah dari rataan umum. Dari null model inilah diperoleh 2

0 j

u

yang merupakan keragaman antar sekolah dan 2

ij

e

 adalah keragaman dalam satu sekolah. Sehingga dari null model inilah

diperoleh intraclass correlation.

Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar keragaman respon dapat dijelaskan oleh peubah bebas yang terdapat dalam model. Pada model regresi multilevel koefisiem determinasi didefinisikan di setiap level (siswa dan sekolah). Adapun formula untuk koefisien determinasi (R2) adalah sebagai berikut:

2 0 ^ 2 ^ 2 1 1 e ep R   dan 2 0 ^ 2 ^ 2 2 1 u up R   dengan 2 0 ^ e

merupakan penduga ragam sisaan pada level 1 tanpa peubah bebas , 2

^

ep

merupakan penduga ragam sisaan pada level 1 dengan p peubah bebas, 2

0 ^

u merupakan penduga ragam sisaan pada level 2 tanpa peubah bebas dan

2 ^

up merupakan penduga ragam sisaan pada level 2 dengan p peubah bebas.

Metode Pendugaan

Pendugaan parameter pada regresi multi level kebanyakan dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood (ML). Metode lain yang dapat digunakan antara lain: Generalized Least Squares (GLS), Generalized Estimating Equations (GEE), dan Metode Bayes.

Metode ML merupakan metode yang paling sering digunakan dalam regresi multi level. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang robust terhadap pelanggaran asumsi misalnya galat yang tidak menyebar normal dan nilai dugaan yang dihasilkan juga lebih konsisten. Terdapat dua fungsi likelihood yang

(23)

8 digunakan yakni Full Maximum Likelihood (FML) dan Restricted Maximum Likelihood (RML). FML menduga koefisien regresi dan komponen ragam, sedangkan RML hanya menduga komponen ragam saja dan koefisien ragam diduga pada tahap pendugaan selanjutnya. Dalam proses pendugaan Maximum Likelihood melalui iterasi. Pada setiap proses iterasi dihitung perubahan nilai dugaan yang dihasilkan. Jika perubahan yang dihasilkan relative kecil, iterasi akan berhenti dan menghasilkan nilai dugaan yang dimaksud dengan perubahan sekecil mungkin.

Pengujian Hipotesis

Metode kemungkinan maksimum menghasilkan penduga dan galat baku penduga parameter untuk model regresi multilevel. Kedua besaran ini dapat digunakan untuk menguji parameter pada model regresi multilevel secara individual. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:

Untuk parameter level 1

H0 : βkj=0 Vs H1 : βkj≠0

dengan k=1,2,3,…q menyatakan banyaknya parameter pada level 1. Untuk parameter level 2

H0 : γlj=0 Vs H1 : γlj≠0

dengan l=1,2,3,…r menyatakan banyaknya parameter pada level 2. Adapun statistik uji yang digunakan adalah Statistik Uji Wald sebagai berikut:

enduga GalatBakup

penduga t 

Dalam hal ini t mengikuti sebaran t-student dengan derajat bebas untuk penduga parameter level 1 adalah n-q-1 dan derajat bebas untuk penduga parameter level 2 adalah j-r-1 .

Membandingkan Model

(24)

9 9           1 0 log 2 D

dimana  merupakan fungsi kemungkinan dibawah H0 0, dan  merupakan fungsi 1 kemungkinan di bawah H1. Semakin kecil nilai deviance menunjukkan model

sebaik baik.

Selain menggunakan Deviance, ukuran lain yang dapat digunakan adalah Akaike’s Information Criteria (AIC) dan Bayesian Information Criteria (BIC) dimana AIC=d+2q, BIC=d+qlog(n) dengan d adalah deviance dan q adalah banyaknya parameter.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi

Secara umum prestasi belajar seorang siswa dipengaruhi oleh dua hal yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam siswa yang secara garis besar meliputi faktor yang bersifat fisik dan bersifat psikis. Kondisi jasmani seperti cacat tubuh, kondisi kesehatan merupakan faktor yang bersifat fisik, sedangkan faktor yang bersifat psikis antara lain perhatian, bakat dan minat, motivasi, serta tingkat kecerdasan.

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa yang meliputi faktor keluarga dan lingkungannya/masyarakat serta faktor sekolah. Faktor yang berkaitan dengan keluarga misalnya tingkat sosial ekonomi, pola asuh, hubungan orangtua dan anak, serta harapan orang tua terhadap pendidikan anaknya, sedangkan faktor yang berkaitan dengan lingkungan sekolah antara lain: pola hubungan antar teman, karakteristik guru, pola hubungan guru dan siswa serta fasilitas/sarana dan prasarana yang dimiliki dan digunakan siswa, baik di rumah maupun di sekolah.

Kedua faktor tersebut di atas, baik internal maupun eksternal sebagian ada yang langsung mempengaruhi, tetapi ada juga yang secara tidak langsung mempengaruhi prestasi belajar. Terdapat serangkaian mekanisme yang berkaitan satu sama lain sebelum berpengaruh terhadap prestasi (Singgih dalam Suseno, 1993).

(25)

10

BAHAN DAN METODE

Bahan/Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Pusat Penilaian Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2007 sebagai bagian dari penelitian TIMSS internasional sebanyak 150 sekolah dengan melibatkan 4.203 siswa. Adapun faktor-faktor yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Peubah tak bebas/respon

Y : Rata-rata nilai matematika siswa

Rata-rata nilai matematika siswa merupakan rata-rata capaian siswa dibidang numerik, geometri, aljabar, data dan peluang

Peubah bebas pada level 1 (siswa)

X1: Jenis kelamin siswa (1=Perempuan, 0=laki-laki)

X2: Siswa mempunyai kalkulator (1=Ya, 0=Tidak)

X3: Persepsi matematika lebih sulit dibanding pelajaran yang lain

(1=Sangat Setuju, 2=Agak Setuju, 3=Agak tidak Setuju, 4=Sangat Tidak Setuju)

X4: Siswa menikmati belajar matematika

(1=Sangat Setuju, 2=Agak Setuju, 3=Agak tidak Setuju, 4=Sangat Tidak Setuju)

X5: Matematika membantu dalam kehidupan sehari-hari

(1=Sangat Setuju, 2=Agak Setuju, 3=Agak tidak Setuju, 4=Sangat Tidak Setuju)

Peubah bebas pada level 2 (sekolah)

Z1: Kelompok persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah

(1=0-10%, 2=11-25%, 3=26-50%, 4=lebih dari 50%)

Z2: Tingkat kepuasan guru dalam mengajar

(1=Sangat Tinggi, 2=Tinggi, 3=Sedang, 4=Rendah, 5=Sangat Rendah)

Z3: Tingkat harapan guru terhadap pencapaian siswa

(26)

11

11 Metode Penelitian

Metode analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis regresi multilevel. Adapun tahapan analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis secara deskriptif data siswa dan sekolah untuk melihat pola secara umum

2. Melakukan analisis regresi linier sebagai pembanding. Pada analisis regresi linier ini hanya peubah bebas pada level siswa (level 1) saja yang digunakan tanpa memperhatikan peubah bebas pada level sekolah. Adapun persamaan umum untuk model regresi linier adalah sebagai berikut:

Yij = β0j + β1X1ij + β2X2ij + β3X3ij + β4X4ij + β5X5ij +eij

3. Membuat regresi multi level dengan model intersep acak. Model intersep acak adalah model dengan intersep merupakan komponen acak sedangkan slope merupakan komponen tetap. Model ini berguna untuk melihat pengaruh sekolah terhadap capaian siswa. Pada model ini peubah bebas pada level sekolah juga diikutsertakan dalam model. Adapun model umum persamaan regresi multilevel dengan intersep acak adalah sebagai berikut: Yij = β0j + β1X1ij + β2X2ij + β3X3ij + β4X4ij + β5X5ij +eij

dengan

4. Membuat regresi multilevel dengan model koefisien acak. Pada model koefisien acak pengaruh sekolah diperhatikan. Demikian juga peubah bebas pada level sekolah juga diikutsertakan serta memperhatikan adanya interaksi antar peubah bebas pada level siswa dan sekolah. Pada model multilevel dengan koefisien acak ini pengaruh sekolah ditambahkan pada peubah . siswa menikmati belajar matematika (X4). Peubah siswa menikmati belajar

matematika dipilih dengan alasan bahwa siswa dalam belajar matematika berhubungan erat dengan situasi dan kondisi disekitarnya salah satunya adalah sekolah. Adapun model umum persamaan regresi multilevel dengan koefisien acak adalah sebagai berikut:

Yij = β0j + β1X1ij + β2X2ij + β3X3ij + β4X4ij + β5X5ij +eij dengan dan j j j j j 00 01Z1 02Z2 03Z3 u0 0 

j j j j j 00 01

Z

1 02

Z

2 03

Z

3

u

0 0

(27)

12 5. Membandingkan model yang diperoleh berdasarkan Deviance

masing-masing model. Model dengan deviance paling kecil menunjukkan model yang paling baik.

j j j j j 40 41Z1 42Z2 43Z3 u0 4 

(28)

13

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Dekriptif

Analisis deskripsi merupakan teknik eksplorasi data untuk melihat pola data secara umum. Dari data TIMSS 2007 rata-rata capaian matematika siswa Indonesia sebesar 405. Dengan menggunakan Item Response Theory (IRT) TIMSS mendapatkan rataan internasional untuk capaian siswa bidang matematika sebesar 500 dengan simpangan baku 100. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata capaian siswa Indonesia di bidang matematika masih jauh berada dibawah rata-rata dari 49 negara partisipan pada siswa kelas 8. Jika dilihat distribusinya berdasarkan gender, pada tingkat internasional perempuan mempunyai capaian matematika yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Demikian juga untuk Indonesia, rata-rata capaian matematika siswa perempuan lebih tinggi yakni sebesar 407 dengan proporsi responden sebanyak 51,8% bila dibandingkan rata-rata capaian matematika siswa laki-laki sebesar 403 dengan proporsi responden sebanyak 48,2%. Jika dilihat dari rentang nilainya, rentang nilai siswa perempuan lebih lebar dibanding siswa laki. (Tabel 1). Capaian nilai matematika dari 50% siswa laki-laki berada dalam rentang [348;457] sedangkan capaian nilai matematika siswa perempuan berada dalam rentang [355;462]. Hal ini menunjukkan meskipun rata-rata capaian siswa perempuan lebih tinggi dibanding siswa laki-laki namun keragaman nilai perempuan lebih besar pula bila dibanding keragaman nilai siswa laki-laki. Dari angka tersebut mengindikasikan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap capaian matematika siswa (Tabel 1 dan Gambar 1).

Tabel 1 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan jenis kelamin

Variable x1 N Mean Median Min Max Q1 Q3

Y Laki-laki (0) 2022 403.09 399.00 186.00 650.00 348.00 457.00 Perempuan (1) 2181 407.29 403.00 103.00 686.00 355.00 462.00

(29)

14 1 0 700 600 500 400 300 200 100 x1 Y

Gambar 1 Boxplot capaian siswa berdasarkan jenis kelamin

Selain ditinjau dari segi jenis kelamin, capaian matematika juga dapat dilihat dari kepemilikan kalkulator. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 2 dan Tabel 2 berikut. Sebagian besar siswa (77,49%) mempunyai kalkulator. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara siswa yang memiliki kalkulator dengan yang tidak memiliki kalkulator. Siswa yang memiliki kalkulator ternyata mempunyai rata-rata nilai matematika yang juga tinggi. Sebayak 50% siswa yang memiliki kalkulator nilai capaian matematikanya berada dalam rentang [358;466] sedangkan 50% siswa yang tidak punya kalkulator mempunyai rentang nilai [331;428]. Hal ini menunjukkan bahwa kalkulator sangat membantu dalam belajar siswa. (Tabel 2 dan Gambar 2).

Tabel 2 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan kepemilikan kalkulator

Variable x2 N Mean Median Min Max Q1 Q3

Y Tdk Punya (0) 946 379.90 378.00 103.00 620.00 331.00 428.25

(30)

15 15 1 0 700 600 500 400 300 200 100 x2 Y

Gambar 2 Boxplot capaian siswa berdasarkan kepemilikan kalkulator

Jika ditinjau dari persepsi siswa tentang pelajaran matematika yang sulit dibandingkan dengan pelajaran lain, sebagian besar siswa memilih posisi “netral” yakni Agak Setuju (AS) dan Agak Tidak Setuju (ATS). Terdapat kecenderungan jika semakin siswa memiliki persepsi bahwa matematika itu mudah bila dibandingkan dengan pelajaran lain maka capaian nilai matematika juga semakin tinggi (Tabel 3 dan Gambar 3).

Tabel 3 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan persepsi matematika sulit

Variable x3 N Mean Median Min Max Q1 Q3

Y SS (1) 647 371.79 372.00 137.00 564.00 326.00 417.00 AS (2) 1887 395.10 394.00 186.00 627.00 347.00 444.00 ATS (3) 1172 432.10 431.50 103.00 686.00 376.25 487.00 STS (4) 497 424.20 415.00 204.00 634.00 359.00 484.50 4 3 2 1 700 600 500 400 300 200 100 x3 Y

(31)

16 Jika ditinjau dari siswa menikmati dalam belajar matematika, sebagian besar siswa menyatakan setuju (Sangat Setuju dan Agak Setuju). Terdapat kecenderungan jika semakin siswa menikmati dalam belajar matematika capaian nilai matematika juga semakin tinggi. Hal ini dimungkinkan karena siswa yang menikmati dalam belajar matematika akan lebih giat belajar karena siswa tersebut menyukainya (Tabel 4 dan Gambar 4).

Tabel 4 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan kenikmatan dalam

belajar matematika

Variable x4 N Mean Median Min Max Q1 Q3

Y SS (1) 1686 396.52 390.00 103.00 667.00 341.00 452.00 AS (2) 1968 412.80 409.00 202.00 686.00 360.00 464.00 ATS (3) 462 409.54 407.00 213.00 623.00 358.75 461.00 STS (4) 87 381.82 389.00 194.00 587.00 333.00 429.00 4 3 2 1 700 600 500 400 300 200 100 x4 Y

Gambar 4 Boxplot capaian siswa berdasarkan kenikmatan dalam belajar matematika

Hampir sama dengan persepsi sebelumnya, terdapat kecenderungan jika semakin siswa menganggap bahwa belajar matematika akan membantu dalam kehidupan sehari-hari maka nilai capaian matematika juga semakin tinggi. Akan tetapi kecenderungan disini lebih tinggi dibandingkan dengan dua persepsi sebelumnya. Hal ini dimungkinkan karena siswa merasakan manfaat dari belajar matematika (Tabel 5 dan Gambar 5).

(32)

17

17 Tabel 5 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan persepsi matematika

akan membantu dalam kehidupan sehari-hari

Variable x5 N Mean Median Min Max Q1 Q3

Y SS (1) 3338 406.64 403.00 137.00 686.00 353.00 460.00 AS (2) 768 404.15 397.50 199.00 650.00 348.00 457.00 ATS (3) 84 372.73 373.00 178.00 565.00 331.25 413.75 STS (4) 13 330.2 350.0 103.0 491.0 234.0 407.0 4 3 2 1 700 600 500 400 300 200 100 x5 Y

Gambar 5 Boxplot capaian siswa berdasarkan persepsi matematika akan

membantu dalam kehidupan sehari-hari

Berdasarkan instrument yang ditujukan kepada sekolah, jika ditinjau dari persentse siswa sekolah tersebut yang berasal dari golongan ekonomi lemah, terdapat kecenderungan dimana semakin besar persentase siswa sekolah yang berasal dari ekonomi lemah, maka nilai capaian matematikanya akan semakin rendah (Tabel 6 dan Gambar 6).

Tabel 6 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan persentase siswa yang

berasal dari ekonomi lemah

Variable z1 N Mean Median Min Max Q1 Q3

Y 0%-10% (1) 249 438.02 447.00 199.00 635.00 361.50 508.00 11%-25% (2) 688 440.53 445.00 212.00 667.00 374.00 502.00 26%-50% (3) 876 420.01 416.00 205.00 686.00 369.00 470.00 >50% (4) 2390 386.31 386.00 103.00 597.00 341.00 434.00

(33)

18 4 3 2 1 700 600 500 400 300 200 100 z1 Y

Gambar 6 Boxplot capaian siswa berdasarkan persentase siswa yang berasal dari

ekonomi lemah

Dilihat dari tingkat kepuasan guru dalam mengajar, guru dengan tingkat kepuasan yang tinggi juga akan menghasilkan siswa dengan nilai capaian yang tinggi pula. Hal ini dimungkinkan bagi guru-guru yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap pendidikan sehingga kepuasan tertinggi diperoleh ketika siswa berhasil mencapai nilai yang tinggi (Tabel 7 dan Gambar 7)

Tabel 7 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan tingkat kepuasan guru mengajar

Variable z2 N Mean Median Min Max Q1 Q3

Y Very High (1) 104 441.65 417.50 276.00 686.00 363.25 537.75 High (2) 2415 412.93 412.00 103.00 667.00 355.00 472.00 Medium (3) 1634 394.26 392.00 199.00 624.00 349.00 439.25 Low (4) 50 319.12 304.50 209.00 465.00 280.00 362.25 4 3 2 1 700 600 500 400 300 200 100 z2 Y

(34)

19

19 Berbeda halnya dengan peubah tingkat kepuasan guru dalam mengajar dimana semakin tinggi tingkat kepuasan guru dalam akan berimplikais terhadap nilai capaian siswa yang juga semakin tinggi, peubah harapan guru terhadap siswa terlihat tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai capaian siswa. Dari tabel dan gambar di bawah terlihat bahwa nilai capaian siswa dimana guru mempunyai harapan yang sangat tinggi, tinggi dan medium tidak terlalu signifikan. Akan tetapi guru yang harapannya rendah terhadap siswanya, rata-rata nilai capaian siswa juga rendah (Tabel 8 dan Gambar 8)

Tabel 8 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan harapan guru terhadap capaian siswa

Variable z3 N Mean Median Min Max Q1 Q3

Y Very High (1) 1493 409.67 401.00 204.00 686.00 350.00 467.00 High (2) 2498 403.33 402.00 103.00 635.00 352.00 456.00 Medium (3) 165 411.78 412.00 269.00 561.00 370.50 452.00 Low (4) 47 345.68 355.00 217.00 475.00 315.00 366.00 4 3 2 1 700 600 500 400 300 200 100 z3 Y

Gambar 8 Boxplot capaian siswa berdasarkan harapan guru terhadap capaian siswa.

Model Regresi Linier

Sebagai dasar dalam membandingkan model multi level yang akan diperoleh nantinya, terlebih dahulu dilakukan analisis regresi linier . Adapun peubah bebas yang digunakan dalam analisis ini adalah peubah bebas pada level 1 (siswa) tanpa memperhatikan peubah bebas pada level sekolah (Z). Peubah yang

(35)

20 dimaksud adalah: Jenis kelamin (X1), kepemilikan kalkulator (X2), Persepsi matematika lebih sulit dibanding pelajaran yang lain (X3), Siswa menikmati belajar matematika (X4), dan Matematika membantu dalam kehidupan sehari-hari (X5).

Hasil pendugaan parameter menggunakan metode kuadrat terkecil yang diperoleh dengan menggunakan software R disajikan pada Tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9 Hasil Analisis Model Regresi Linier

penduga Galat baku T Nilai-p

Intersep 322.601 5.500 58.654 < 2e-16

Kepemilikan kalkulator 31.778 2.739 11.601 < 2e-16

Persepsi matematika sulit 22.532 1.310 17.205 < 2e-16

Kenikmatan belajar matematika 10.720 1.632 6.569 5.70e-11

Matematika membantu dalam kehidupan

-11.308 2.430 -4.635 3.67e-06

Berdasarkan Tabel 9 di atas jelas terlihat bahwa kepemilikan kalkulator, persepsi siswa bahwa matematika itu sulit dibila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain, siswa menikmati belajar matematika dan persepsi bahwa matematika dapat membantu dalam kehidupan sehari-hari sangat berpengaruh nyata terhadap capaian matematika siswa itu sendiri pada taraf 5%. Sedangkan peubah jenis kelamin tidak berpengaruh. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah 10.2% yang artinya keragaman nilai capaian matematika siswa hanya dapat dijelaskan oleh peubah kepemilikan kalkulator, persepsi siswa bahwa matematika itu sulit dibila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain, siswa menikmati belajar matematika dan persepsi bahwa matematika dapat membantu dalam kehidupan sehari-hari sebesar 10.2%%, sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang belum terdapat dalam model di atas. Nilai deviance untuk model ini sebesar 48154,79

(36)

21

21 Persamaan model regresi linier yang diperoleh adalah sebagai berikut:

11,308X5ij -10,720X4ij + 22,532X3ij + 31,778X2ij + 322,601 = ij Y ^

Model Regresi Multilevel dengan Intersep Acak

Model regresi multilevel dengan intersep acak merupakan model regresi multilevel dimana faktor sekolah diperhatikan. Pada model regresi multilevel dengan intersep acak ini peubah bebas yang digunakan adalah peubah bebas pada level 1 (siswa) serta mengikutsertakan peubah bebas pada level 2 (sekolah) dalam model. Pada model regresi multilevel dengan intersep acak, intersep merupakan komponen acak sedangkan slope merupakan komponen tetap. Hasil pendugaan dengan menggunakan REML disajikan pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10Hasil Analisis Model Intersep Acak

penduga Galat baku Db T Nilai-p

Intersep 245,74164 17,129786 4051 14,345867 0.0000 Kepemilikan kalkulator 4,82983 1,929897 4051 2,502636 0,0124 Persepsi matematika sulit 16,43513 0,890419 4051 18,457753 0.0000 Matematika membantu dalam kehidupan -11,13599 1,614969 4051 -6,895480 0.0000 Kelompok persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah

-22,35240 4,864703 147 -4,594813 0.0000

Dari tabel di atas terlihat bahwa faktor sekolah (intersep) mempunyai pengaruh nyata terhadap capaian siswa. Peubah pada level siswa yakni: kepemilikan kalkulator, persepsi siswa bahwa matematika itu sulit bila dibandingkan pelajaran yang lain, dan persepsi bahwa matematika dapat membantu dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh nyata terhadap capaian matematika siswa itu sendiri pada taraf 5%, sedangkan peubah siswa menikmati belajar matematika tidak nyata sehingga dikeluarkan dari model intersep acak.

(37)

22 Persamaan model regresi multi level dengan intersep acak yang diperoleh adalah sebagai berikut:

5ij 3ij 2ij 0j ij ^ 11,13599X -16,43513X + 4,82983X + = Y

Model Regresi Multilevel dengan Koefisien Acak

Model regresi multilevel dengan koefisien acak merupakan model regresi multilevel dengan mengikutsertakan peubah bebas pada level 2 (sekolah) selain itu juga tetap mengikutsertakan peubah bebas pada level siswa serta memperhatikan adanya interaksi antar peubah bebas pada level siswa dan sekolah karena adanya interaksi antara peubah bebas pada level yang berbeda diperbolehkan. Pada model multilevel dengan koefisien acak ini pengaruh sekolah ditambahkan pada peubah siswa menikmati belajar matematika (X4).

Peubah siswa menikmati belajar matematika dipilih dengan alasan bahwa siswa dalam belajar matematika berhubungan erat dengan situasi dan kondisi disekitarnya salah satunya adalah sekolah. Peubah bebas yang digunakan pada level 2 adalah Kelompok persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah (Z1),

Tingkat kepuasan guru dalam mengajar (Z2), dan Tingkat harapan guru terhadap

pencapaian siswa (Z3). Hasil pendugaan model multilevel dengan koefisien acak

menggunakan REML disajikan pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11 Hasil Analisis Model Koefisien Acak

penduga Galat baku Db T Nilai-p

Intersep 439.9930 16.696943 4051 26.351708 0.0000 Kepemilikan kalkulator 5.0588 1.932559 4051 2.617663 0.0089 Persepsi matematika sulit 16.2915 0.893369 4051 18.235965 0.0000 Matematika membantu dalam kehidupan -11.1985 1.622157 4051 -6.903435 0.0000 Kelompok persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah -20.1994 4.737562 147 -4.263677 0.0000 j j Z1 0 ^ 35240 , 22 76164 , 245  

(38)

23

23 Pemilihan Model

Pemilihan model dilakukan untuk mencari model terbaik yang akan digunakan. Pemilihan model dapat dilakukan dengan menggunakan nilai deviance. Akan tetapi dalam penelitian ini dikarenakan model regresi multi level dengan koefisien acak tidak nyata sehingga model yang dibandingkan hanya model regresi linier dengan model regresi multi level dengan intersep acak. Pembandingan model regresi linier dengan model multi level dengan intersep acak tidak menggunakan Deviance dikarenakan pada awal analisis terdapat hasil analisis ragam seperti pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12 Hasil ANOVA untuk kedua model

Model Db AIC BIC Loglik Test L Ratio P-Value

Regresi 2 48523,01 48535,7 -24259,5 Multilevel 3 45543,53 45562,56 -22768,8 1 vs 2 2981,484 <.0001

Dari Tabel 12 terlihat bahwa nilai p-value lebih kecil dari 5% yang menunjukkan bahwa struktur data berhirarki sehingga disimpulkan bahwa model multilevel lebih cocok digunakan. Sehingga dengan demikian persamaan regresi multi level dengan intersep acak yang digunakan adalah sebagai berikut:

5ij 3ij 2ij 0j ij ^ 11,13599X -16,43513X + 4,82983X + = Y

atau dalam model campuran menjadi

j Z1 5ij 3ij 2ij ij ^ 35240 , 22 11,13599X -16,43513X + 4,82983X + 45,76164 2 = Y 

Dari model di atas dapat dilihat bahwa faktor sekolah mempunyai pengaruh yang nyata terhadap nilai capaian matematika siswa. Selain itu siswa yang memiliki kalkulator juga memiliki nilai capaian matematika yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai kalkulator. Peubah Siswa yang memandang bahwa matematika itu sulit dibandingkan dengan pelajaran lain juga berpengaruh nyata yang berarti bahwa semakin siswa memandang bahwa

j j Z1 0 ^ 35240 , 22 76164 , 245  

(39)

24 matematika itu mudah, maka nilai capaian matematikanya juga semakin tinggi demikian juga sebaliknya jika semakin siswa memandang matematika itu sulit maka nilai capaian matematikanya akan semakin rendah. Peubah belajar matematika akan membantu dalam kehidupan sehari-hari mempunyai pengaruh nyata terhadap nilai capaian matematika siswa akan tetapi nilainya negatif yang artinya ketika siswa berpandangan bahwa matematika tidak membantu dalam kehidupan sehari-hari maka nilai capaian matematikanya akan rendah. Hal ini dimungkinkan karena siswa merasa matematika tidak bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari sehingga siswa tidak terlalu menganggap penting. Persentase siswa yang berasal dari kelompok ekonomi lemah memberikan pengaruh yang negatif terhadap capaian nilai matematika siswa. Hal ini dimungkinkan siswa dari ekonomi lemah kurang berkonsentrasi dalam belajar dikarenakan beberapa hal misal harus bekerja membantu perekonomian keluarga.

Koefisien Korelasi Intraclass

Nilai koefisien korelasi intraclass dihitung dari ragam yang diperoleh di masing-masing level tanpa melibatkan peubah bebas. Hasil pendugaan keragaman pada masing-masing level disajikan pada Tabel 13 berikut ini.

Tabel 13 Hasil Pendugaan Nilai Ragam tanpa Peubah Bebas

Nilai ρ diperoleh dengan cara sebagai berikut:

2.946,81 2.394,45

0,5517 81 , 946 . 2   

Nilai korelasi intraclass menunjukkan terdapat korelasi antara 2 siswa dalam satu sekolah sebesar 55,17%. Selain itu nilai korelasi intraclass juga bermakna proporsi ragam pada level sekolah terhadap ragam total sebesar 55,17%.

Ragam*) ρ

Level 1 (siswa) 2.394,45

0,5517 Level 2 (sekolah) 2.946,81

(40)

25

25 Koefisien Determinasi Pada Setiap Level

Koefisien determinasi menunjukkan besarnya keragaman respon yang dapat dijelaskan oleh peubah bebas. Koefisien determinasi pada maisng-masing level diperoleh dengan cara ragam di setiap level pada model multilevel dengan peubah bebas dan tanpa peubah bebas.

Hasil dugaan ragam pada masing-masing level disajikan pada Tabel 14 berikut ini:

Tabel 14 Hasil Pendugaan Ragam Model Intersep Acak

Ragam Model Intersep Acak

Koef Determinasi Dg Peubah Penjelas Tanpa Peubah Penjelas Level 1 2380,232841 2394,452 0,59% Level 2 2900,679855 2946,808 1,57%

Dari Tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa koefisien determinasi pada level 1 sebesar 0,59% yang berarti keragaman nilai capaian siswa bidang matematika dapat dijelaskan oleh peubah bebas pada level 1 yakni siswa memiliki kalkulator, persepsi siswa matematika lebih sulit dibandingkan dengan pelajaran lain dan persepsi siswa bahwa matematika akan membantu dalam kehidupan sehari-hari sebesar 0.59% lebih tinggi bila dibandingkan dengan model regresi biasa, sedangkan sisanya dijelaskan peubah bebas lain yang belum dimasukkan ke dalam pemodelan. Sedangkan pada level 2, keragaman capaian nilai siswa bidang matematika dapat dijelaskan oleh faktor sekolah yakni peubah persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah sebesar 1,57%. Angka tersebut sangat kecil sehingga diperlukan peubah bebas tambahan untuk lebih memperbesaar nilai R2.

(41)

26

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Model regresi multilevel dapat digunakan untuk data dengan struktur hierarki yaitu data dengan struktur tersarang. Model regresi multilevel dapat mengatasi masalah-masalah yang muncul dari data berstruktur hierarki yaitu masalah kebebasan antar unit pengamatan. Selain daripada itu model multilevel juga dapat mengukur keragaman dari setiap level. Model yang digunakan dalam pemodelan rata-rata capaian matematika siswa kelas 8 adalah model intersep acak dimana sekolah mempunyai pengaruh terhadap nilai capaian matematika siswa. Pada level siswa, faktor-faktor yang mempengaruhi rata-rata nilai capaian siswa bidang matematika adalah kepemillikan kalkulator, persepsi matematika lebih sulit dibandingkan pelajaran lain, dan persepsi bahwa belajar matematika akan membantu dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada level sekolah, peubah bebas yang mempengaruhi capaian nilai matematika siswa adalah peubah persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah.

Peubah bebas yang berpengaruh nyata pada saat analisis regresi multilevel dengan intersep acak senada dengan hasil analisis deskripsi sebelumnya. Namun demikian terdapat beberapa peubah bebas dimana pada saat analisis deskripsi mengindikasikan bahwa peubah bebas akan mempengaruhi nilai capaian siswa ternyata tidak berpengaruh secara statistik. Peubah bebas yang dimaksud adalah peubah bebas pada level sekolah yakni tingkat kepuasan guru dalam mengajar, dan harapan guru terhadap nilai capaian siswa.

SARAN

Penelitian ini menghasilkan nilai keragaman yang dapat dijelaskan pada setiap level masih sangat kecil sehingga perlu ditambahkan peubah bebas lain pada level 1 dan level 2. Demikian juga dengan model regresi multilevel dengan koefisien acak tidak dapat analisis lebih lanjut dikarenakan koefisien acaknya

(42)

27

27 tidak signifikan. Perlu ditambahkan peubah-peubah lain yang belum dimasukkan ke dalam model untuk melihat model multilevel dengan koefisien acak.

(43)

28

DAFTAR PUSTAKA

Foy P, Olson J F. 2009. TIMSS 2007 User Guide for the International Database. from IEA’s Trends in International Mathematics and Science Study. Boston: TIMSS International Study Center Boston College.

Hadi S. 2010. Penentuan Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Sains Siswa Indonesia pada TIMSS 2007 dengan Pendekatan Model Persamaan Struktural [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hox J. 1995. Applied Multilevel Analysis. Amsterdam: TT-Publikaties

Hox J. 2002. Multilevel Analysis: Techniques and Application. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Publisher.

Lubienski S L, Lubienski C. 2006. School Sector and Academic Achievement: A Multilevel Analysis of NAEP Mathematics Data. American Educational Research Journal, 43, 651-698

Mullis IVS et al. 2008. TIMSS 2007: Assessment Frameworks from IEA’s Trends in International Mathematics and Science Study at the fourth and Eight Grades. Boston: TIMSS International Study Center Boston College.

Mullis IVS, Martin MO, Foy P. 2008. TIMSS 2007: International Mathematics Report, findings from IEA’s Trends in International Mathematics and Science Study at the fourth dan the eighth grades. Boston: TIMSS International Study Center Boston College.

Saha LJ. 1992. The Effect of Socio-Economic Development on Student Academic Performance and Life Plans; A Cross National Analysis. International Journal of Educational Development, 12(3), 191-204.

Suseno M. 1993. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Siswa dan karakteristik Guru Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Inggris Siswa SMP Negeri di Jakarta [Tesis]. Jakarta: Program Pasca Sarjana IKIP.

Tabachnick BG, Fidel LS. 2007. Using Multivarite Statistics. Boston: Pearson. Tantular B. 2009. Penerapan Model Regresi Linier Multilevel Pada Data

Pendidikan dan data Nilai Ujian. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Thomas S. 2005. Example:Evaluasing School Effectiveness in Lancashire LEA Using Value Added Measures. UK: University of Bristol.

(44)

29

29 Olson JF, Martin MO, Mullis IVS. 2008. TIMSS 2007: Technical Reports.

(45)

30

LAMPIRAN

(46)

31

31 Lampiran 1 Contoh Struktur data untuk analisis regresi multilevel

Idschol x1 x2 x3 x4 x5 z1 z2 z3 Y 1 1 1 1 1 1 2 2 1 499 1 1 1 2 3 1 2 2 1 597 1 1 1 3 3 1 2 2 1 589 2 0 1 2 2 2 2 2 1 571 2 1 1 1 2 1 2 2 1 524 2 0 1 4 1 1 2 2 1 607 3 1 1 2 1 1 1 2 1 539 3 1 1 2 3 2 1 2 1 509 3 0 1 3 2 1 1 2 1 461 4 1 1 2 2 1 3 1 1 556 4 1 1 2 2 1 3 1 1 560 4 1 1 3 2 1 3 1 1 650 5 1 0 2 2 2 2 2 1 517 5 1 1 3 1 1 2 2 1 544 5 0 1 2 2 1 2 2 1 493 6 1 1 2 2 2 2 2 1 443 6 1 1 4 1 1 2 2 1 408 6 1 1 4 1 1 2 2 1 466 7 1 0 1 2 1 2 2 2 502 7 1 0 2 2 1 2 2 2 514 7 1 1 3 1 1 2 2 2 559 8 1 1 1 2 2 2 2 1 424 8 0 1 2 3 2 2 2 1 450 8 1 1 1 2 2 2 2 1 410 8 0 1 3 1 1 2 2 1 522 9 0 1 1 1 1 4 3 2 355 9 0 1 1 1 2 4 3 2 328 9 0 1 2 1 1 4 3 2 346 10 1 1 4 1 1 4 2 2 324 10 1 0 2 2 1 4 2 2 298 10 1 1 4 2 1 4 2 2 336

(47)

32 Lampiran 2 Prosedur Analisis Data Multilevel (2 level) dengan Software -R Misalkan sudah dimiliki data dengan nama dataku dengan variabel2 berikut ini: y = Variabel respon diukur pada level 1

x = variabel penjelas diukur yang pada level 1 z = variabel penjelas diukur yang pada level 2 grup = kode untuk kelompok level 2

1. Gambarkan plot Y terhadap X (untuk 1 peuba h X) > plot(y,x)

> abline(lm(y~x))

2. Jika ingin lebih detail, buat plot Y terhadap X dari tiap grup > library(lattice)

> trellis.device(device="windows",theme="col.whitebg") > xyplot(y~x|as.factor(grup),data=dataku,

type=c("p","g","r"),col="dark blue",col.line="black", xlab="label untuk x",ylab="label untuk y")

3. Model regresi linier tanpa peubah bebas > library(nlme)

> model_00<-gls(y~1, data=dataku)

4. Model regresi 2 level dengan model intersep acak tanpa peubah bebas > model_0<-lme(y~1, random=~1|grup, data=dataku)

5. Membandingkan model regresi linier dengan regresi multilevel > anova(model_0, model_00)

6. Jika signifikan maka ada model multilevel lebih baik , lanjutkan dengan langkah 7, jika tidak gunakan model regresi biasa.

7. Model regresi 2 level dengan model intersep acak dengan peubah bebas > model_1<-lme(y~x+z, random=~1|grup, data=dataku)

8. Koefisien korelasi intraclass dan ragam > VarCorr(model_1)

9. Model regresi 2 level dengan model koefisien acak > model_2<-lme(y~x+z,random=~x|grup, data=dataku)

10. Membandingkan model intersep acak dengan dengan model koefisien acak > anova(model_2, model_1)

(48)

33

33

Lampiran 3 Uji Kenormalan Data

P-Value: 0.032 A-Squared: 0.833 Anderson-Darling Normality Test N: 4203 StDev: 74.0875 Average: -0.0000000 200 0 -200 .999 .99 .95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 P ro b a b ili ty RESI1

Normal Probability Plot

Lampiran 4 Uji Kebebasan antar peubah bebas pada level 1

Predictor Coef StDev T P VIF

Constant 320.552 5.633 56.91 0.000 x1 3.876 2.289 1.69 0.091 1.0 x2 31.722 2.739 11.58 0.000 1.0 x3 22.530 1.309 17.21 0.000 1.0 x4 10.745 1.632 6.59 0.000 1.1 x5 -11.269 2.430 -4.64 0.000 1.1

Lampiran 5 Uji Kebebasan antar peubah bebas pada level 2

Predictor Coef StDev T P VIF

Constant 509.595 6.121 83.26 0.000

z1 -21.101 1.259 -16.77 0.000 1.1

z2 -15.925 2.209 -7.21 0.000 1.1

Gambar

Gambar  1  Boxplot capaian siswa berdasarkan jenis kelamin
Gambar  2  Boxplot capaian siswa berdasarkan kepemilikan kalkulator
Tabel  4  Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan kenikmatan dalam  belajar matematika
Gambar  5  Boxplot capaian siswa berdasarkan persepsi matematika akan  membantu dalam kehidupan sehari-hari
+6

Referensi

Dokumen terkait

kurang berminat dalam mengikuti kegitan pembelajaran matematika sehingga.. siswa kurang memperhatikan penjelasan dari guru. Selain itu siswa cenderung. kurang menyukai

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Terhadap Prestasi Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Dengan Menggunakan Anal isis Jalur (Studi Kasu s : SMK Negeri

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara persepsi siswa tentang mata pelajaran matematika dan kemampuan numerik siswa dengan hasil belajar matematika siswa kelas

Adapun informasi yang diperoleh peneliti bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit dan menyebabkan siswa menjadi malas belajar

Hasil penelitian menunjukkan: (1) kemampuan pemodelan matematika siswa laki-laki dan perempuan dengan gaya belajar visual dapat dikatakan baik, (2) kemampuan pemodelan

Hasil telaah persepsi siswa menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih menganggap bahwa matematika merupakan mata pelajaran mengingat rumus, masalah matematika dapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1 pencapaian kemampuan representasi matematis siswa pada kelas matematisasi progresif lebih baik dibandingkan dengan kelas pembelajaran matematika

Hipotesis kedua Hipotesis kedua menyatakan “ada kontribusi kemampuan komunikasi matematik, persepsi siswa terhadap mata pelajaran matematika, dan kemandirian belajar siswa secara